BAB II Teori Dasar Antena Horn 2.1 Studi Literatur Jurnal Ada tiga tema mengenai antena horn yang penulis pelajari dan menjadi referensi untuk tugas akhir ini yaitu : a. Dual-polarized double ridged horn antenna for wideband application Antena horn ini menggunakan 2 tipe polarisasi dengan dipasangnya 2 tanduk pada 2 sisi corong antena tersebut. Antena ini dengan dual-polarization secara luas digunakan dalam komunikasi sistem seperti ECM dan DF sistem. Dalam antenan ini terdapat double-ridged dengan polarisasi ganda dengan menggunakan frekuensi 8-18 Ghz. Secara umum antena horn dengan dual-ridged hanya memiliki 1 polarisasi di dalam frekuansi kerja. Gambar 2.1 Dual-ridged horn Antena dengan 5 Layer Polarizer 5 6 Oleh karena itu didalam antenan ini perancang penambahkan five layer polarizer untuk memberikan 2 polarisasi dalam suatu frekuensi kerja. Dalam rangka mencapai polarisasi ganda strip lebar, strip spasi dan lapisan jarak yang dioptimalkan. Software CST digunakan untuk analisis antena yang dirancang. [3] b. Quad-Ridged Horn Antenna for UWB Applications Antena horn ini menggunakan quad-ridged pada 4 sisi dalam aperture antena horn. Berdasarkan VSWR ≤ 2.6 , dengan lebar pita untuk aplikasi UWB 8 - 18 Ghz. Antena jenis ini paling cocok digunakan untuk sistem radar dan aplikasi gelombang mikro dengan gain yang didapatkan 10,5 - 13 dB. Metode Penelitian pada antena ini adalah dengan pembuatan dari 3 tahapan bagian horn antena. Dengan tahapan sebagai berikut : 1) Pembuatan quadruple-ridged waveguide 2) Pembuatan square shorting plate 3) Pembuatan flare section of the horn dengan tapered quadruple-ridges. [4] Gambar 2.2 Quad-Ridged Horn Antenna 7 c. Design and Optimisation of a High-Frequency EMC wideband Horn Antena Sebuah pendekatan baru untuk desain frekuensi tinggi antena dengan kompatibilitas elektromagnetik double-ridged horn antena. Dalam pendekatan ini dikenalkan tipe DRH antena yang dianggap memiliki frekuensi kerja 1-18 Ghz. Dan dilakukan beberapa modifikasi bentuk antena untuk mengatasi kekurangan terutama dalam pola radiasi antena ini pada frekuensi yang lebih tinggi. Kemudian akan dirancang antena horn dengan frekuensi kerja 18-40 Ghz menggunakan pendekatan ini.Untuk mendapatkan dan mengoptimalisasi nilai VSWR dalam penelitian ini digunakan metode interpolated quasi-Newton method untuk mendapatkan nilai VSWR < 1,5 pada frekuensi kerja 18-40Ghz. [5] Gambar 2.3 DRH Antena dengan Frekuensi kerja 18-40 Ghz 2.2 Pengertian Antena Antena adalah elemen penting yang ada pada setiap sistem Telekomunikasi tanpa kabel (nirkabel/wireless), tidak ada sistem telekomunikasi 8 wireless yang tidak menggunakan antena. Antena sendiri berfungsi sebagai pemancar dan penerima gelombang radio elektromagnetik. Antena pun berfungsi sebagai transduser (pengubah) elektromagnetis, yaitu yang digunakan untuk mengubah gelombang tertuntun di dalam saluran transmisi kabel menjadi gelombang yang merambat di ruang bebas, serta sebagai alat penerima mengubah gelombang elektromagnetis ruang bebas menjadi gelombang tertuntun. 2.2.1 Penggunaan Antena Keberadaan antena pada sistem telekomunikasi tanpa kabel menjadi suatu yang tidak bisa dihindarkan. Setiap aplikasi menuntun suatu karakteristik dari antena yang dipakainya, yang harus didapatkan pada proses perencanaan perancangan antena. Berikut tiga bidang aplikasi penting dari penggunaan antena. a. Telekomunikasi Penggunaan antena pada sistem telekomunikasi diprioritaskan penggunaannya ketimbang penggunaan kabel (saluran transmisi) dikarenakan beberapa alasan-alasan yaitu ketidak-mungkinan, ketidakpraktisan dan ketidakefisiensian. b. Radar (RAdio Detection And Ranging) Radar adalah sistem pendeteksi obyek dengan menggunakan radio gelombang electromagnetik untuk menentukan jarak, ketinggian, arah dan bahkan kecepatan dari suatu obyek yang bergerak maupun yang tidak bergerak. 9 Diteknik radar, antena yang di pergunakan harus memiliki beamwidth yang sangat kecil, sehingga bisa menentukan obyek satu dengan yang lainnya. Gambar 2.4 Beamwidth sebuah Antena Radar c. Astronomi Radio Pada Astronomi digunakan pula beamwidth yang sangat kecil untuk mendapatkan data-data obyek di luar angkasa yang lebih objektif. 2.2.2 Horn Antena Antena yang memiliki pelebaran di dua bidang utamanya, yaitu antena horn sektor E dan antena horn sektor H. Sebagai konsekuensi logis dari pelebaran di dua sektor ini maka pemfokusan (gain) energi juga terjadi di dua bidang utama. 10 Gambar 2.5 Antena horn 2.3 Besaran Penting Antena Besaran penting antena sangat penting dalam perakitan dan perancangan sebuah antena. Hal ini untuk menentukan nilai-nilai dan tipe aplikasi antena yang akan dirancang dan digunakan. 2.3.1 Diagram Radiasi Diagram radiasi antena adalah sebagai besaran yang menentukan ke arah sudut mana sebuah antena memancarkan energi elektromagnetisnya. Diagram radiasi menggambarkan distribusi energi yang di pancarkan oleh antena di ruang bebas. Besaran ini diukur pada medan jauh (far-field) dengan jarak yang konstan ke antena, dan di variasikan terdahap sudut biasanya sudut ϑ dan φ. sehingga bisa di bedakan antena-antena yang mempunyai sifat pancar berupa Isotrop, Omnidireksional dan Direksional. Adapun pengertian dari masing-masing sifat pancar sebagai berikut. 11 a) Pola Isotropis Merupakan pola antena referensi dimana pola radiasi seperti bola menyebar ke segala arah, namun dalam kenyataanya tidak dapat direalisasikan (fiktif). b) Pola Omnidirectional Pola radiasi antena yang menyebar ke segala arah hanya di suatu bidang tertentu. c) Pola Directional Merupakan pola radiasi yang bisa mengonsentrasikan energinya ke arah sudut tertentu. 2.3.2 Main, Side dan Back Lobe Level Radiasi antena yang dipancarkan memiliki tiga daerah pancaran yaitu main lobe (radiasi utama), side lobe (radiasi samping) dan back lobe (radiasi belakang). Pada radiasi utama ini energi difokuskan pada suatu arah tertentu yang bersifat direktif seperti digambarkan pada Gambar 2.6. Semakin menjauh dari radiasi utama pancaran antena akan semakin mengecil sampai ke garis nol yang artinya tidak memiliki pancaran energi sama sekali. Dan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.6, pancaran energi dengan semakin membesarnya sudut, setelah mencapai nilai minimum (yaitu level nol), bisa kembali membesar dan mencapai suatu (lokal) maksimum. Nilai radiasi maksimum ini yang disebut dengan radiasi samping (side lobe). Pada banyak sekali aplikasi antena, tinggi dari radiasi samping ini tidak boleh terlalu besar, sehingga harus ada perbandingn minimal tertentu antara 12 intensitas pada radiasi utama dengan intensitas pada radiasi samping yang tidak boleh terlewati. Pada sudut tepat bertolak belakang pada sudut arah pancaran utama (main lobe) didapatkan arah yang dinamakan arah radiasi belakang (back lobe). 1 Radiasi Utama (main lobe) .8 Garis 1/√2 (medan) Atau garis √0,5 (daya) .6 hpbw Radiasi samping (side lobe) .4 Radiasi belakang (back lobe) .2 fnbw -π 0 π Gambar 2.6 Diagram Radiasi antena direksional 2.3.3 Half Power Beam Width Gambar 2.5 menunjukkan diagram radiasi dari sebuah antena direksional secara kartesian, dengan sumbu horizontalnya merupakan sudut, misalnya φ. Didefinisikan disini, φ = 0o adalah arah pancaran utama, dan di Gambar 2.6 bisa dilihat diagram radiasinya memiliki nilai maksimum. Menjauh dari arah radiasi utama, pancaran antena mengecil secara monoton, sehingga sampai pada suatu besar tertentu pancaran energi ini bisa dianggap tak lagi memberikan kontribusi. Di dalam fisika dan teknik didefinisikan suatu batasan, jika daya mengecil sampai 13 ke 50% dari daya maksimalnya (atau 70,7% dari intensitas listrik/magnetnya), maka kita mendapatkan batas untuk wilayah efektif tersebut. Dan wilayah efektif tersebut mempunyai lebar pancar yang dibatasi oleh kedua sudut batas pada daya 50%. Interval ini disebut juga half-power beamwdth (hpbw). Dengan kata lain hpbw adalah sudut dari selisih titik-titik pada setengah pola daya dalam main lobe, yang dapat dinyatakan dalam rumus sebagai berikut : HPBW = | ӨHPBW left - ӨHPBW right | (2.1) Dengan ӨHPBW left dan ӨHPBW right : titik-titik pada kiri dan kanan dari main lobe dimana pola daya mempunya harga . Makin menjauh dari radiasi utama (main lobe) pancaran antena makin mengecil, dan sampai pada garis nol, yang artinya ke arah sudut tersebut tidak ada pancaran energi sama sekali. Sudut interval yang dibatasi oleh level nol ke nol ini disebut juga first null beamwidth (fnbw). 2.3.4 Direktivitas Antena Karakter pancar antena didefinisikan pada meda jauh (far-field), atau kemampuan antena dalam mengarahkan radiasi sinyal nya, atau penerimaan sinyal dari arah tertentu. Satuan yang digunakan untuk gain adalah desibel (dB). Pada kondisi medan jauh ini, pad suatu jarak/radius tertentu, kita akan mendapatkan medan listrik yang merupakan fungsi dari sudut ϑ dan φ. dan medan magnet yang juga merupakan fungsi dari kedua sudut tersebut. 14 E = E (ϑ,φ) H = H (ϑ,φ) (2.2) Keduanya saling terkait satu dengan lainnya sesuai dengan rumus : H(ϑ,φ) = E(ϑ,φ) Zo adalah impedansi gelombang ruang bebas, dengan Zo = (2.3) = 120π ohm. Persamaan diatas memberikan hubungan proporsional antara medan magnet dan medan listrik, tetapi secara vektor keduanya saling tegak lurus satu dengan lainnya. Vektor pointing (kerapatan daya), yang secara singkatnya di sini dituliskan dengan. ϑφ ϑφ (2.4) Vektor pointing menggambarkan aliran daya, yang pada rumus di atas mempunyai arah radial keluar dari antena dan mempunyai besar sebagai fungsi dari radial keluar dari antena dan mempunyai besar sebagai fungsi dari ϑ dan φ. Sedangkan daya pancar total bisa didapatkan dengan perhitungan integrasi permukaan tertutup yang menyelubungi antena pemancar itu. Kerapatan daya S(ϑ, φ) di suatu tempat menggambarkan potensi daya elektromagnetika yang bisa diterima. Tugas dari perancangan antena adalah meletakan sebuah antena dengan luasan efektif tertentu Aeff sehingga didapatkan daya terima minimal yang bisa dikirimkan ke elektronika penerima (Pr=S Aeff). 15 Besarnya komponen radial dari vektor pointing ini adalah : (2.5) Dengan : |E| = (Resultan dari magnitude medan listrik) EӨ : Komponen medan listrik Eϕ : Komponen medan magnet ɳ 2.3.5 : Impedansi ruang bebas Gain Antena Gain antena adalah salah satu besaran dan karakteristik penting dalam merancang sebuah antena. Karakter antena yang terkait dengan kemampuan antena mengarahkan radiasi sinyalnya, atau penerimaan sinyal dari arah tertentu. Gain bukanlah kuantitas yang dapat diukur dalam satuan fisis pada umumnya seperti watt, ohm atau lainnya, melaikan suatu bentuk perbandingan. Oleh karena itu satuan yang digunakan untuk gain adalah desibel (dB). Gain dapat diperoleh dengan mengukur power pada main lobe dan membandingkan powernya dengan power pada antena referensi. Gain antena diukur dalam desibel, bisa dalam dbi ataupun dBd. Jika antena referensi adalah sebuah dipole, antena diukur dalam dBd. “d” di sini mewakili dipole, jadi gain 16 antena diukur relative terhadap sebuah antena dipole. Jika antena referensi adalah sebuah isotropic, jadi gain antena diukur relatif terhadap sebuah antena isotropic. Ketika antena digunakan pada suatu sistem, biasanya lebih tertarik pada bagaimana efisien suatu antena untuk memindahkan daya yang terdapat pada terminal input menjadi daya radiasi. Untuk menyatakan ini, power gain (gain) didefinisikan sebagai 4π kali rasio dari intensitas pada suatu arah dengan daya yang diterima antena, dinyatakan dengan : G (Ө, ) (2.6) Definisi ini tidak termasuk losses yang disebabkan oleh ketidaksesuaian impedansi atau polarisasi. Harga maksimul dari gain adalah harga maksimum dari intensitas radiasi atau harga maksimum dari persamaan (2.6), sehingga dapat dinyatakan kembali G (2.7) Jadi gain dapat dinyatakan sebagai suatu fungsi dari Ө dan ϕ, dan juga dapat dinyatakan sebagai suatu harga pada suatu arah tertentu. Jika tidak ada arah yang ditentukan dan harga power gain tidak dinyatakan sebagai suatu fungsi dari Ө dan ϕ, diasumsikan sebagai gain maksimum. Direktivitas dapat ditulis sebagai D , jika dibandingkan dengan persamaan (2.7) maka akan terlihat bahwa perbedaan gain maksimum dengan direktivitas hanya terletak pada jumlah daya yang digunakan. Direktivitas dapat menyatakan gain suatu antena jika seluruh daya input menjadi daya radiasi. 17 Dan hal ini tidak mungkin terjadi karena adanya losses pada daya input. Bagian daya input (Pin) yang tidak muncul sebagai daya radiasi diserap oleh antena dan struktur yang dekat dengannya.. Hal tersebut menimbulkan suatu definisi baru, yaitu yang disebut dengan effisiensi radiasi, dapat dinyatakan dalam persamaan berikut : e= (2.8) Dengan catatan harga e diantara nol dan satu ( 0 < e < 1 ) atau (0 < e < 100%). Sehingga gain maksimum suatu antena sama dengan direktivitas dikalikan dengan efisiensi dari antena, yang dapat dinyatakan sebagai berikut : G=eD (2.9) Persamaan diatas adalah persamaan yang secara teori bisa digunakan untuk menghitung gain suatu antena. Namun dalam prakteknya jarang gain antena dihitung berdasarkan direktivitas dan efisiensi yang dimilikinya, karena untuk mendapatkan direktivitas antena memang diperlukan perhitungan yang tidak mudah. Sehingga pada umumnya orang lebih suka menyatakan gain maksimum suatu antenan dengan cara membandingkanya dengan antena lain yang dianggap sebagai antena standard (dengan metode pengukuran). Salah satu metode pengukuran power gain seperti pada gambar 2.7. Sebuah antena sebagai sumber radiasi, dicatu dengan daya tetap oleh transmitter sebesar Pin. Pertama antena standard dengan power gain maksimum yang sudah diketahui (Gs) digunakan sebagai antena penerima seperti terlihat pada gambar 2.7a. Kedua antena ini memang saling diarahkan sedemikian sehingga diperoleh daya output (Ps) yang maksimum pada antena penerima. Selanjutnya dalam posisi yang sama antena 18 standard diganti dengan antena yang akan dicari power gain-nya, sebagaimana terlihat pada gambar 2.7b. Dalam posisi ini antena penerima harus mempunyai polarisasi yang sama dengan antena standard dan selanjutnya diarahkan sedemikian rupa agar diperoleh daya output Pt yang maksimum. Apabila pada antena standard sudah diketahui gain maksimumnya, maka dari pengukuran diatas gain maksimum antena yang dicari dapat dihitung dengan : Gt = (2.10) Atau jiga dinyatakan dalam desibel adalah : Gt (dB) = Pt (dB) - Ps (dB) + Gs (dB) Pin Gs (2.11) Ps (a) Pin Gt Pt (b) Gambar 2.7 Metode Pengukuran Gain antena dengan antena standard (a) Pengukuran daya output yang diterima oleh antena standard (Ps) (b) Pengukuran daya output yang diterima oleh antena yang di test (Pt) 19 2.3.6 Impedansi Impedansi masukan didefinisikan sebagai impedansi yang diberikan oleh antena kepada rangkaian di luar, pada suatu titik acuant tertentu. Seperti divisualisasikan pada gambar 2.8, saluran transmisi penghubung yang dipasangkan antena, akan melihat antena tersebut sebagai beban dengan impedansi beban sebesar Zin. Impedansi ini merupakan perbandingan tegangan dan arus atau perbandingan komponen medan listrik dan medan magnet yang sesuai dengan orientasinya. Impedansi masukan penting untuk pencapaian kondisi matching pada saat antena dihubungkan dengan sumber tegangan, sehingga semua sinyal yang dikirimkan ke antena akan terpancarkan dengan baik. Atau antena penerima, jika kondisi matching tercapai, energi yang diterima antena akan bisa dikirimkan ke receiver. Saluran transmisi Zo Zin E Gambar 2.8 Impedansi masukan V 20 Kondisi beban dengan impedansi Zin yang dipasangkan pada saluran transmisi dengan impedansi gelombang sebesar Zo akan mengakibatkan refleksi sebesar. r= (2.12) yang secara logaritma bisa dihitung dengan rdB = 20log|r| (2.13) Selain dari itu dalam mengkuantifikasikan besaran refleksi, bisa digunakan rasio gelombang tegangan berdiri (voltage standing wave ratio/ VSWR). Dalam aplikasinya sebuah antena sering dianggap telah memiliki kinerja refleksi yang bagus jika faktor refleksinya rdB ≤ -10dB atau |r| ≤ 0,316 (10 % energinya direfleksikan kembali ke pemancar) dan VSWR < 1,92. 2.3.7 Faktor Refleksi Faktor refleksi (return loss) adalah perbandingan antara amplitudo dari gelombang yang direfleksikan terhadap amplitudo gelombang yang dikirimkan. Return loss dapat terjadi karena adanya diskontinuitas di antara saluran transmisi dengan impedansi masukan beban (antena). Pada rangkaian gelombang mikro yang memiliki diskontinuitas (mismatched), besarnya return loss bervariasi tergantung pada frekuensi seperti yang ditunjukkan oleh persamaan (2.12) dan persamaan (2.13). 21 Nilai dari return loss yang baik adalah di bawah -9,54 dB, nilai ini diperoleh untuk nilai VSWR ≤ 2 sehingga dapat dikatakan nilai gelombang yang direfleksikan tidak terlalu besar dibandingkan dengan gelombang yang dikirimkan atau dengan kata lain, saluran transmisi sudah matching. Nilai parameter ini menjadi salah satu acuan untuk melihat apakah antena sudah dapat bekerja pada frekuensi yang diharapkan atau tidak. 2.3.8 Polarisasi Antena Polarisasi dari sebuah antena menginformasikan ke arah mana medan listrik memiliki orientasi dalam perambatannya. Ada dua macam polarisasi : 1) Polarisasi linier Pada polarisasi linier, arah medan listrik tidak berubah dengan waktu, yang berubah hanya orientasinya saja (positif-negatif). x y z Gambar 2.9 Polarisasi linier Gambar 2.2 menunjukkan sebuah gelombang yang memiliki polarisasi linier yang vertikal. Medan listrik terletak secara vertikal. Pada gambar tersebut arah medan listrik selalu menunjuk ke sumbu x positif atau negatif dan arah medan magnetnya selalu ke sumbu y positif atau negatif. 22 Polarisasi linier vertikal bisa dihasilkan dengan antena dipole yang vertikal. Gelombang yang memiliki polarisasi linier vertikal juga harus diterima dengan antena yang bisa menghasilkan polarisasi vertikal. Antena horn dan antena reflektor juga menghasilkan polarisasi vertikal sesuai dengan peletakannya. Jika bidang lebar didatarkan, maka akan dihasilkan polarisasi vertikal. Jika bidang lebarnya didirikan, akan didapatkan polarisasi horisontal (medan listrik terletak horisontal). 2) Polarisasi Eliptis Berbeda dengan polarisasi linier, pada gelombang yang mempunyai polarisasi eliptis, dengan berjalannya waktu dan perambatannya, medan listrik dari gelombang itu melakukan putaran dengan ujung panah-panahnya terletak pada permukaan silinder dengan penampang elips. Polarisasi eliptis digunakan denga tujuan mengantisipasi kemungkinan penerimaan sinyal yang tidak diketahui polarisasinya. Pada aplikasi satelit, sinyal akan mengalami depolarisasi ketika menembus awan. Polarisasi gelombang akan berubah ke arah yang tidak bisa di prediksikan. Bagi gelombang berpolarisasi eliptis hal ini tidak berpengaruh. x y z Gambar 2.10 Polarisasi Elips 23 2.3.9 Bandwidth Antena Bandwidth sebuah antena didefinisikan sebagai interval frekuensi, di dalamnya antena bekerja sesuai dengan yang ditetapkan oleh spesifikasi yang diberikan. Spesifikasi tersebut meliputi: diagram radiasi, tinggi dari side lobe, gain, polarisasi, impedansi masukan/faktor refleksi dan Frekuensi cut-off seperti yang telah diterangkan pada bagian sebelumnya. Pemakaian sebuah antena dalam sistem pemancar atau penerima selalu dibatasi oleh daerah frekuensi kerjanya. Pada range frekuensi kerja tersebut antena dituntut harus dapat bekerja dengan efektif agar dapat menerima atau memancarkan gelombang pada band frekuensi tertentu. Bandwidth dapat dicari dengan rumus sebagai berikut : BW = (2.14) Dengan keterangan : f1 = frekuesni terendah f2 = frekuensi tertinggi fc = frekuensi tengah Dengan rumusan untuk perhitungan frekuensi cut-off pada waveguide sebagai berikut : π π π (2.15) 24 2.3.10 VSWR VSWR (voltage standing wave ratio) adalah perbandingan antara tegangan maksimum dan minimum pada suatu gelombang berdiri akibat adanya pantulan gelombang yang disebabkan tidak matching-nya impedansi input antena dengan saluran feeder. Untuk memaksimumkan perpindahan daya dari antena ke penerima, maka impedansi antena haruslah conjugate match (besarnya resistansi dan reaktansi sama tetap berlawanan tanda). Jika hal ini tidak terpenuhi maka akan terjadi pemantulan energi yang dipancarkan atau diterima, VSWR adalah perbandingan antara amplitudo gelombang berdiri (standing wave) maksimum (|V|max) dengan minimum (|V|min). Pada saluran transmisi ada dua komponen gelombang tegangan, yaitu tegangan yang dikirimkan (V0+) dan tegangan yang direfleksikan (V0-). Perbandingan antara tegangan yang direfleksikan dengan yang dikirimkan disebut sebagai koefisien refleksi tegangan (r), yaitu : r= (2.16) di mana ZL adalah impedansi beban (load) dan Z0 adalah impedansi saluran lossless. Koefisien refleksi tegangan (r) memiliki nilai kompleks, yang merepresentasikan besarnya magnitudo dan fasa dari refleksi. Dan didapatkan nilai untuk perhitungan VSWR sendiri yaitu : VSWR = (2.17) 25 2.3.11 Frekuensi Gelombang Radio Gelombang adalah getaran (atau osilasi yaitu suatu gerakan bolak-balik secara periodek) yang merambat. Bentuk ideal dari suatu gelombang akan mengikuti gerak sinusoide. Contohnya seperti gelombang ombak di pantai. Radio adalah bentuk radiasi elektromagnetik (gelombang elektromagnetik). Gelombang radio adalah satu bentuk dari radiasi elektromagnetik, dan terbentuk ketika objek bermuatan listrik dari gelombang osilator (gelombang pembawa) dimodulasi dengan gelombang audio (ditumpangkan frekuensinya) pada frekuensi yang terdapat dalam frekuensi gelombang radio (RF radio frequency) pada suatu spektrum elektromagnetik, dan radiasi elektromagnetiknya bergerak dengan cara osilasi elektrik maupun magnetik. Band frekuensi adalah bagian kecil dari Spectrum frekuensi komunikasi radio.. Jenis band frekuensi yang digunakan sebagai frekuensi RF (Radio Frequency) adalah SHF atau super high frequency. Band ini biasa dikenal sebagai centi meter band karena memiliki dimensi 1 sampai 10 centimeter. Dibawah ini tabel frekuensi SHF band frekuensi. Tabel 2.1 Band Frekuensi SHF Nama band Range Frequency (gHz) Diameter Waveguide (mm) S 2.60 - 3.95 72.136 x 34.036 C 5.85 - 8.20 34.8488 x 15.7988 X 8.2 - 12.4 22.86 x 10.16 Ku 12.4 - 18 15.7988 x 7.8994 Ka 26.5 to 40 7.112 x 3.556 26 2.4 Pengukuran Besaran Antena Dalam proses perancangan suatu antena ada dua langkah penting yang biasa dilakukan. Tahap pertama adalah perhitungan secara teoritis, tahap pertama ini dilakukan perkiraan kasar akan besaran dari dimensi antena dengan menggunakan rumus sederhana dan bantuan software yang bekerja dengan basis metode numerik untuk elektromagnetika yang merupakan solusi dari persamaan Maxwell secara eksak. Langkah ini memberikan model atau abstraksi dari antena nyata yang dianggap bisa mewakili apa yang ada dilapangan. Tahap kedua adalah pembuatan atau fabrikasi yang didapatkan dari hasil langkah pertama. Dan yang terakhir adalah pengukuran atau validasi untuk pengukur performansi elektrisnya dengan mengamati besaran-besaran penting antena untuk memastikan keberhasilan dari proses perancangan itu sendiri. 2.4.1 Pengukuran Diagram Radiasi Diagram radiasi dari suatu antena pemancar adalah distribusi energi yang dipancarkan oleh antena itu ke ruang, jadi diagram radiasi adalah fungsi dari sudut elevasi ϑ dan sudut azimut φ dan bukan fungsi dari jarak r. Untuk mengetahui diagram radiasi ini secara pengukuran, dilakukan pengukuran dengan mensampel medan listrik/magnet yang dihasilkan oleh AUT dengan menggunakan antena pengukur. Pengukuran diagram radiasi sebuah antena adalah suatu proses yang sulit, karena adanya gangguan sinyal lain (pada ruang terbuka), ataupun sinyal 27 multipath akibat refleksi pada struktur disekitar tempat pengukuran. Oleh karena itu pengukuran sebaiknya dilakukan pada anechoic chamber. 2.4.2 Pengukuran Gain Pengukuran gain dari antena akan melengkapi data secara absolut. Cara yang paling sederhana untuk mengukur sebuah gain antena adalah metode dua antena. Dalam pengukuran ini digunakan dua antena yang sama, yang belum diketahui gain nya. Antena ini dipakai sebagai antena pengukur sekaligus sebagai AUT. Jadi harus difabrikasi dua buah antena yang eksak sama. Jika kedua antena ini dipisahkan sejau R, antena pengukur menggunakan daya pancar sebesar PT , maka daya terima untuk orientasi optimal kedua antena adalah : PR = GTo . GRo . PT (2.18) Untuk antena yang sama (andaikan identis) berlaku GTo . GRo = Go , maka dari daya yang diterima, bisa dihitung gain dari kedua antena tersebut. Go = (2.19) Ada pula cara penentuan gain dengan menggunakan beamwidth antena tersebut, yang terdiri dari hasil kali beamwidth bidang E (vertikal) BWE dan bidang H (horisontal) BWH atau merupakan definisi beamwidth bidang (main beam solid angle). 28 ΩM = BWE BWH (2.20) Dan gain bisa di aproksimasikan dengan G=ε (2.21) ε adalah efisiensi pancaran yang nilainya sering diberikan dengan 0,63. BWE dan BWH diberikan dalam radian, yang kalai diubah ke derajat melalui hubungan : BWE,H = BWE,H,o = 0,0175 BWE,H,o (2.22) Sehingga persamaan (2.20) menjadi : G= (2.23) 2.4.3 Pengukuran Impedansi dan Faktor Refleksi Impedansi dari suatu antena bisa diukur apabila kita mengetahui faktor refleksi yang ditimbulkan antena itu jika dipasangkan pada suatu kawat pengalibrasi. Dari teori saluran transmisi dikenal, impedansi beban, disni impedansi masukan antena bisa dihitung dengan faktor refleksi yang diketahui : Zin,AUT = . Zo dengan r = |r| . e jγ faktor refleksi dengan nilai mutlaknya |r| dan phasanya γ. (2.24) 29 2.5 Penggunaan Software Simulasi dengan WIPL-D Berdasarkan studi literatur dan pendekatan rumus teori dasar, penulis menggunakan sofware simulasi perancangan antena dengan wipl-d. Wipl-d adalah sebuah program yang dapat memberikan analisa secara cepat dan akurat pada logam, struktur listrik, magnet (antena, pemancar, passive microwave circuit, dan lain-lain). Perhitungan dilakukan berdasarkan frekuensi. Program ini mudah untuk dipelajari dan digunakan, Anda dapat mendefinisikan pengukuran pada beberapa struktur secara interaktif seperti mengkombinasikan wire, plate, material object dan seterusnya. Serta tampilan struktur 3-D sebagai perkembangan dari definisi ini. Sebagai sebuah keluaran, WIPL-D menyediakan distribusi arus pada struktur, pola radiasi, distribusi nearfield, admintansi, impedansi dan S-parameter pada predefined feed point, WIPL-D juga menyediakan variasi printer base dan kemampuan keluaran grafik, termasuk gambar 2-D dan 3-D.