ABSTRAK Bahasa dapat dikatakan sebagai alat untuk berkomunikasi, dan komunikasi merupakan suatu kebutuhan seseorang dalam seluruh kegiatan kehidupannya. Kemampuan ilmu bahasa dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor anatomis/fisiologis, psikologis, dan sosiologis. Apabila terjadi gangguan pada salah satu atau lebih dari faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan berbahasa seseorang, maka kemampuan berkomunikasinya pun akan terganggu. Gangguan komunikasi secara lisan sering dialami oleh penderita tuna rungu, sebagai akibat dari ketunaannya tersebut sangat mempengaruhi pula pada kepribadiannya, intelegensi dan cara berinteraksi mereka dengan lingkungan sosialnya. Untuk mengatasi permasalahan yang dialami oleh anak tuna rungu tersebut dibutuhkan adanya penanganan khusus dengan cara mengadakan terapi wicara, yang diharapkan anak tuna rungu mampu melakukan komunikasi secara lisan tanpa harus bergantung dengan bahasa isyarat dengan lingkungan sosialnya. Maka peneliti merasa tertarik untuk mengetahui “bagaimana efektivitas kegiatan terapi wicara dalam meningkatkan kemampuan artikulasi siswa tuna rungu di SDLB-B Cicendo, Bandung”. Tujuan penelitian ini antara lain untuk mengetahui intensitas kegiatan terapi wicara yang diberikan kepada siswa di SDLB-B, untuk mengetahui kredibilitas guru sebagai komunikator dalam pelaksanaan kegiatan terapi wicara di SDLB-B, untuk mengetahui materi yang diberikan oleh guru kepada siswa tuna rungu dalam kegiatan terapi wicara di SDLB-B, dan untuk mengetahui umpan balik siswa di SDLB-B dalam kegiatan terapi wicara. Metode yang digunakan adalah Metode Deskriptif Analisis, metode ini bertujuan melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi tertentu/bidang tertentu secara faktual dan cermat. Menurut Rakhmat dalam buku Metode Penelitian Komunikasi, metode deskriptif memiliki ciri-ciri : (1) memusatkan diri pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang dan pada masalah yang aktual, (2) bertitik berat pada observasi dan suasana ilmiah, (3) mengumpulkan informasi yang aktual secara rinci yang melukiskan gejala-gejala yang ada, (4) mengidentifikasikan masalah atau melukiskan kondisi dan praktek-praktek yang berlaku, (5) membuat perbandingan atau evaluasi, (6) menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa pada umumnya intensitas kegiatan terapi wicara yang diukur melalui frekuensi dan durasi waktu yang digunakan dalam kegiatan ini dapat meningkatkan kemampuan artikulasi siswa di SDLB-B Cicendo, Bandung. Kredibilitas komunikator secara keseluruhan dinilai positif. Materi yang diberikan dinilai sangat berguna bagi siswa dalam meningkatkan kemampuan artikulasi mereka, walaupun terdapat beberapa kendala yang dihadapi oleh siswa tuna rungu, yaitu kesulitan materi untuk dilakukan, karena mereka memiliki gangguan pada organ pendengaran dan organ bicaranya. Namun mereka berusaha untuk mengatasi kesulitan itu dengan terus berlatih dan dibimbing oleh guru. Dari hasil angket tentang kegiatan terapi wicara yang diadakan di SDLB-B Cicendo, Bandung kegiatan ini dinilai cukup efektif dan mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam mengucapkan dan melafalkan fonem dan kata-kata.