BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis 2.1.1. Tingkat Bunga Bunga adalah pembayaran yang dilakukan untuk penggunaan uang. Suku bunga adalah jumlah bunga yang dibayarkan per unit waktu yang disebut sebagai persentase dari jumlah yang dipinjamkan. Dengan kata lain, orang harus membayar kesempatan untuk meminjam uang. Biaya peminjaman uang, diukur dalam dolar per tahun per dolar yang dipinjam, adalah suku bunga (Samuelson dan Nordhaus, 2004). Menurut Case dan Fair (2004), tingkat suku bunga adalah pembayaran bunga tahunan atas suatu pinjaman yang dinyatakan sebagai persentase pinjaman. Besarnya sama dengan jumlah bunga yang diterima pertahun dibagi jumlah pinjaman. Tingkat bunga sangat berpengaruh dalam aktivitas perekonomian suatu negara. Tingkat bunga dapat berpengaruh terhadap tingkat investasi, jumlah uang beredar, inflasi, obligasi, yang pada akhirnya akan berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Selain itu tingkat bunga merupakan faktor yang penting dalam perekonomian suatu negara karena sangat berpengaruh terhadap tingkat kesehatan perekonomian negara tersebut. Hal ini tidak hanya mempengaruhi keinginan konsumen untuk membelanjakan ataupun menabungkan uangnya, tetapi juga mempengaruhi dunia Universitas Sumatera Utara usaha dalam mengambil keputusan. Oleh karena itu tingkat bunga mempunyai pengaruh yang sangat luas tidak hanya pada sektor moneter tetapi juga pada sektor riil, sektor ketenagakerjaan, bahkan sektor internasional. Secara teoritis terdapat dua jalur utama mekanisme transmisi kebijakan moneter, yaitu melalui jumlah uang yang beredar (quantity targeting) dan jalur harga melalui suku bunga (price targeting). Dalam kenyataannya terdapat banyak macam tingkat bunga. Tingkat bunga berbeda terutama dalam hal karakteristik dari pinjaman atau peminjam. Pinjaman dibedakan atas jangka waktu atau jatuh temponya. Sekuritas jangka panjang banyak yang memiliki tingkat bunga lebih tinggi dari jangka pendek karena pemberi pinjaman mau mengorbankan akses cepat ke dana mereka hanya jika mereka dapat meningkatkan penghasilan mereka. 2.1.2. Tingkat Bunga Riil dan Nominal Samuelson dan Nordhaus (2004) menjelaskan suku bunga nominal (kadang juga disebut suku bunga uang) adalah suku bunga atas uang dalam ukuran uang. Sebaliknya, suku bunga riil dikoreksi karena inflasi dan dihitung sebagai suku bunga nominal dikurangi tingkat inflasi. Mankiw (2007) menyatakan bahwa para ekonom menyebutkan tingkat bunga yang dibayar bank sebagai tingkat bunga nominal (nominal interest rate) dan kenaikan daya beli sebagai tingkat bunga riil (real interest rate). Jika i menyatakan Universitas Sumatera Utara tingkat bunga nominal, r tingkat bunga riil, dan π tingkat inflasi, maka hubungan antara ketiga variabel tersebut adalah : r = i – π ...................................................................................................... (i) Tingkat bunga riil adalah perbedaan diantara tingkat bunga nominal dan tingkat inflasi. Sedangkan tingkat bunga nominal adalah jumlah tingkat bunga riil dan tingkat inflasi : i = r + π ...................................................................................................... (ii) Persamaan di atas disebut persamaan Fisher (Fisher equation). Persamaan tersebut menunjukkan tingkat bunga bisa berubah karena dua alasan: karena tingkat bunga riil berubah atau karena tingkat inflasi berubah. 2.1.3. Penentuan Tingkat Bunga 2.1.3.1. Teori Keynes tentang tingkat bunga Dalam teori Keynes, tingkat bunga ditentukan oleh permintaan dan penawaran uang. Lebih lanjut dijelaskan bahwa menurut teori ada 3 motif, yaitu: motif transaksi, berjaga-jaga, dan spekulasi. Ketiga motif ini yang merupakan sumber timbulnya permintaan akan uang yang diberi nama liquidity preference. Permintaan uang riil adalah fungsi dari tingkat bunga. Keseimbangan pasar uang terjadi jika permintaan uang riil sama dengan penawaran uang riil. Sesuai dengan Theory of Liquidity Preference, peningkatan permintaan uang riil akan menurunkan tingkat bunga, sedangkan penurunan penawaran uang riil akan menaikkan tingkat bunga. Sebagai Universitas Sumatera Utara contoh, jika bank sentral mengurangi penawaran uang M, dengan P tetap, maka M/P akan semakin kecil. Dengan demikian penawaran uang riil bergeser ke kiri. Sehingga jika tingkat bunga naik maka masyarakat akan mengurangi jumlah uang riil yang dipegang. Secara grafik dapat dilihat dalam Gambar 2.1. r penurunan pada penawaran uang Tingkat Suku Bunga r2 L(r) menaikkan tk. Suku bunga r1 M 2 /P M 2 /P Saldo Uang Riil M/P Sumber : Ekonomi Makro. Teori, Anslisis dan Kebijakan, Herlambang, dkk, 2001 Gambar 2.1. Teori Keynes Mengenai Tingkat Bunga 2.1.3.2. Teori Klasik tentang tingkat bunga Menurut ekonomi klasik, tingkat bunga adalah balas jasa dari modal yang ditanam. Semakin langka modal maka semakin tinggi tingkat bunga, dan sebaliknya. Jadi menurut kamus klasik, tingkat bunga (yang telah dikoreksi inflasi) ditentukan oleh interaksi antara suplai tabungan untuk dipinjamkan (loanable funds) dan permintaan terhadap tabungan tersebut untuk diinvestasikan. Pasokan loanable funds Universitas Sumatera Utara ditentukan oleh tingkat tabungan dalam perekonomian makro, sedangkan tingkat tabungan ini akan sangat tergantung pada faktor-faktor ekonomi lainnya seperti daya beli atau pendapatan individu saat sekarang dan ekspektasinya. Faktor intangible seperti selera, preferensi dan perilaku sosiologis, serta tingkat bunga yang berlaku. Sementara permintaan terhadap tabungan ditentukan oleh produktivitas aktual dan prospek dari modal dan pinjaman yang diperlukan untuk menutup kesenjangan antara investasi dan sumber dana yang ada. Dengan demikian, keseimbangan tingkat bunga dipengaruhi oleh tabungan dan investasi, atau jika keinginan menabung masyarakat sama dengan keinginan pengusaha untuk melakukan investasi. Teori ini juga meyakini bahwa tingkat bunga akan berubah dengan cepat untuk menciptakan keseimbangan pasar guna memberikan respons kepada perubahan faktor-faktor ekonomi riil. Secara grafik dapat dilihat dalam Gambar 2.2. Universitas Sumatera Utara Tingkat bunga Tabungan i1 i0 Investasi 1 Investasi 0 0 S0 S1 Dana Investasi (loanable funds) Sumber : Noegroho, 2002 Gambar 2.2. Teori Klasik Mengenai Tingkat Bunga 2.1.3.3. Konsep paritas suku bunga (interest rate parity) Interest Rate Parity (IRP) adalah salah satu teori yang paling dikenal dalam keuangan internasional yang menerangkan bagaimana hubungan bursa valas forex market dengan international money market (pasar uang internasional). Teori IRP menyatakan bahwa perbedaan tingkat bunga (securities) pada international money market akan cenderung sama dengan forward rate premium atau discount. Dengan kata lain berdasarkan teori IRP akan dapat ditentukan/diperkirakan berapa perubahan kurs forward atau forward rate (FR) dibandingkan dengan spot rate (SR), bila terdapat perbedaan tingkat bunga misalnya antara home country dan foreign country. Menurut IRP, besarnya perubahan FR terhadap SR akan ditentukan oleh besarnya forward rate premium atau discount, yang timbul sebagai akibat dari Universitas Sumatera Utara perbedaan tingkat bunga antara home country dan foreign country. Dengan demikian seorang pemilik dana akan dapat menentukan dalam mata uang atau valas apa dananya akan diinvestasikan (Hady, 2001). Persamaannya dapat diturunkan dari rumus di bawah ini : i t = i* t + F t - S t ......................................................................................... (i) i t = i* t + FP .............................................................................................. (ii) Dimana : F t = Nilai tukar di masa mendatang S t = Nilai tukar sekarang FP (Forward Premium) = F t – S t 2.1.3.4. Model IS – LM Model IS – LM adalah inti dari teori yang dikembangkan oleh John Maynard Keynes (1883 – 1946) dalam bukunya The General Theory of Employment, Interest and Money, 1936. Model ini mengasumsikan harga sebagai variabel eksogen. Sesuai dengan namanya model ini terdiri dari dua bagian. Pertama kurva IS yang berasal dari “Investment” dan “Saving”. Kedua adalah LM yang berasal dari “Liquidity preference” dan “Money”. Kurva IS mewakili pasar barang dan jasa, sedangkan LM mewakili pasar uang. Variabel yang menghubungkan kedua pasar ini adalah tingkat bunga, karena tingkat bunga mempengaruhi investasi (mewakili pasar barang) maupun permintaan Universitas Sumatera Utara uang (mewakili pasar uang). Model ini menunjukkan bahwa interaksi antara pasar barang dengan pasar uang menentukan permintaan agregat (Herlambang,dkk, 2001). a. Pasar Barang dan Kurva IS Kurva IS menunjukkan hubungan antara tingkat bunga dengan tingkat pendapatan pada pasar barang dan jasa. Hubungan ini dapat dilihat dengan menggunakan teori permintaan barang dan jasa yang sangat sederhana disebut Keynessian Cross. a. The Keynessian Cross Dalam perekonomian yang tertutup, di mana tidak ada transaksi perdagangan dengan negara luar, ekspor bersih sama dengan nol. Maka pengeluaran yang direncanakan E sama dengan konsumsi, ditambah investasi yang direncanakan I, dan pengeluaran pemerintah G. E = C + I + G .......................................................................................... (i) Sedangkan fungsi konsumsinya adalah : C = C(Y – T) ............................................................................................ (ii) Fungsi di atas menunjukkan bahwa tingkat konsumsi ditentukan oleh disposible income yaitu pendapatan total dikurangi dengan pajak. Jika investasi yang direncanakan diasumsikan tetap maka I = I dan dengan kebijakan fiskal tertentu, pengeluaran pemerintah G dan pajak T juga tetap, maka G = G, T = T. Universitas Sumatera Utara Dengan demikian persamaan pengeluaran yang direncanakan menjadi : E = C (Y – T) + I + G ............................................................................. (iii) Persamaan di atas menunjukkan bahwa pengeluaran yang direncanakan adalah fungsi dari pendapatan Y, investasi yang direncanakan I (eksogen) dan variabel kebijakan fiskal G dan T (keduanya juga eksogen). Pada Gambar 2.3. menunjukkan kondisi pengeluaran sebenarnya sama dengan pengeluaran yang direncanakan. Dengan tambahan fungsi pengeluaran yang direncanakan, gambar ini menjadi Keynessian Cross. E pengeluaran yang direncanakan Y=E E=C+I+G A o Keseimbangan Pendapatan 45 0 Y Pendapatan, output Sumber : Ekonomi Makro. Teori, Anslisis dan Kebijakan, Herlambang, dkk, 2001 Gambar 2.3. The Keynessian Cross b. Tingkat Bunga, Investasi, dan Kurva IS Hubungan antara tingkat bunga dengan investasi dapat dituliskan dalam Universitas Sumatera Utara fungsi investasi sebagai berikut : I = I (r) Fungsi investasi ini ditunjukkan pada panel (a) Gambar 2.4. Tingkat bunga adalah biaya dari dana untuk investasi, maka kenaikan tingkat bunga akan mengurangi tingkat investasi. Dengan demikian kemiringan fungsi investasi negatif. (b) The Keynessian Cross E Y=E E = C(Y-T) + I(r 1 ) + G E = C(Y-T) + I(r 2 ) + G Y1 Y2 Pendapatan, Output Y (c) Kurva IS (a) Kurva Investasi r r r2 r2 r1 r1 IS I(r 2 ) I(r 1 ) I Investasi Y2 Y1 Pendapatan, Output Y Sumber : Ekonomi Makro. Teori, Anslisis dan Kebijakan, Herlambang, dkk, 2001 Gambar 2.4. Penurunan Kurva IS Universitas Sumatera Utara Fungsi investasi dapat digabungkan dengan Keynessian Cross untuk melihat bagaimana perubahan tingkat bunga terhadap tingkat pendapatan. Semakin tinggi tingkat bunga, maka rendah tingkat investasinya. Jika tingkat bunga naik dari r 1 ke r 2 , maka investasi menurun dari I(r 1 ) menjadi I(r 2 ). Penurunan investasi yang direncanakan akan menggeser fungsi pengeluaran yang direncanakan ke bawah, seperti yang ditunjukkan pada panel (b). Pergeseran fungsi pengeluaran yang direncanakan akan menurunkan keseimbangan pendapatan dari Y 1 ke Y 2 . Jadi kenaikan tingkat bunga akan menurunkan tingkat pendapatan. Kurva IS menghubungkan tingkat bunga dengan pendapatan yang berasal dari fungsi investasi dan Keynessian Cross. Semakin tinggi tingkat bunga, maka akan semakin rendah investasi yang direncanakan dan semakin rendah pula tingkat pendapatan. Oleh karena itu kurva IS kemiringannya negatif, seperti ditunjukkan pada panel (c) Gambar 2.4. b. Pasar Uang dan Kurva LM Kurva LM menunjukkan hubungan antara tingkat bunga dengan pendapatan pada pasar uang. Hubungan ini dapat dilihat dengan teori tingkat bunga yang sangat sederhana yaitu Theory of Liquidity Preference. a. Theory of Liquidity Preference Adalah interpretasi yang paling sederhana dari teori Keynes tentang tingkat bunga. Jika Keynessian Cross merupakan unsur utama penyusun kurva IS, maka Universitas Sumatera Utara theory of liquidity preference merupakan penyusun utama dari kurva LM. Teori ini menjelaskan bagaimana permintaan dan penawaran uang riil menentukan tingkat bunga. b. Pendapatan, Permintaan Uang, dan Kurva LM Permintaan uang riil selama ini diasumsikan hanya dipengaruhi oleh tingkat bunga. Dalam kenyataan tingkat pendapatan Y juga mempengaruhi permintaan uang. Jika pendapatan tinggi, pengeluaran juga tinggi, sehingga masyarakat juga melakukan banyak transaksi. Sehingga peningkatan pendapatan juga berarti peningkatan permintaan uang. Fungsi permintaan uang sekarang dapat dituliskan menjadi : M Pd = L (r,Y) Jumlah permintaan uang riil berhubungan negatif dengan tingkat bunga dan berhubungan positif dengan pendapatan. Kurva LM memperlihatkan hubungan yang terjadi antara tingkat bunga dengan pendapatan ini. Semakin tinggi tingkat pendapatan, semakin tinggi pula permintaan uang riil, dan semakin tinggi juga tingkat keseimbangan suku bunga. Dengan alasan inilah maka diperoleh kurva LM yang kemiringannya positif, seperti yang ditunjukkan pada panel (b) Gambar 2.5. Universitas Sumatera Utara (a)Pasar untuk Saldo Uang Riil (b)Kurva LM r LM r2 L(r,Y 2 ) r1 M/P L(r,Y 1 ) r2 r1 M/P Y1 Y2 Y Sumber : Ekonomi Makro. Teori, Anslisis dan Kebijakan, Herlambang, dkk, 2001 Gambar 2.5. Penurunan Kurva LM 2.1.4. Tingkat Bunga Domestik dan Tingkat Bunga Internasional Menurut Edward dan Khan (1985) dalam Erawati dan Llwelyn (2002), ada dua jenis faktor yang menentukan nilai tingkat bunga, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi pendapatan nasional, jumlah uang beredar, dan inflasi yang diduga. Sedangkan faktor eksternal merupakan tingkat bunga luar negeri dan tingkat perubahan nilai tukar valuta asing yang diduga. Penentuan tingkat bunga ini tidak hanya berasal dari dalam negeri saja tetapi juga dari faktor luar negeri. Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi perekonomian terutama sektor moneter sangat terpengaruh oleh perekonomian dunia. Menurut Laksmono (2001) dalam Erawati dan Llwelyn (2002), nilai tingkat bunga domestik di Indonesia sangat terkait dengan tingkat bunga internasional. Hal ini disebabkan oleh akses pasar keuangan domestik terhadap pasar keuangan Universitas Sumatera Utara internasional dengan kebijakan nilai tukar yang kurang fleksibel. Peningkatan akses tersebut telah memperbesar kendala manajemen moneter Bank Indonesia. Setiap upaya untuk mempengaruhi money supply dengan meningkatkan tingkat bunga di atas tingkat bunga internasional akan mendapat gangguan dari arus modal masuk berjangka pendek. Namun Bank Indonesia terlihat dapat mempertahankan derajat kebebasan beberapa tingkat bunga domestik sehingga tetap dapat mempengaruhi suku bunga domestik tanpa merubah kebijakan nilai tukar. 2.1.5. Tingkat Bunga dan Tingkat Inflasi Hubungan antara tingkat bunga dan inflasi dapat diketahui melalui pengertian tingkat bunga nominal dan riil. Jika A memiliki uang Rp. 100 dan tingkat bunga yang berlaku sebesar 8%, sedangkan tingkat inflasi sebesar 10%, maka berarti tahun depan A akan mengalami penurunan daya beli sebesar 2%. Hubungan seperti ini dikenal sebagai Fisher Effect (one in one relation) yang menunjukkan 1% perubahan inflasi akan menyebabkan 1% perubahan tingkat bunga nominal (Herlambang, dkk, 2001). Jika tidak ada inflasi, tingkat bunga nominal akan sama dengan tingkat bunga riil. Akan tetapi dengan adanya inflasi tingkat bunga riil akan lebih kecil daripada tingkat bunga nominal. Pemberi pinjaman dan peminjam lebih memperhatikan tingkat bunga riil dibandingkan tingkat bunga nominal. Tingkat bunga riil diketahui hanya setelah kenyataan yang terjadi, yaitu hanya setelah inflasi betul-betul terjadi. Universitas Sumatera Utara Tingkat bunga nominal selalu positif, tetapi tingkat bunga riil bisa saja menjadi negatif. Dukungan serupa untuk efek Fisher datang dari hasil penelitian variasi diberbagai negara pada satu waktu. Tingkat inflasi suatu negara dan tingkat bunga nominalnya saling berkaitan. Negara-negara dengan inflasi yang tinggi cenderung memiliki tingkat bunga nominal yang tinggi, dan negara-negara dengan inflasi yang rendah cenderung memiliki tingkat bunga nominal yang rendah pula (Mankiw, 2007). 2.1.6. Tingkat Bunga, Permintaan Uang, dan Obligasi Tingkat bunga menjadi biaya peluang bagi orang untuk memegang uang. Semakin tinggi tingkat bunga, semakin tinggi biaya peluang memegang uang dan semakin sedikit uang yang ingin dipegang. Bila tingkat bunga tinggi, orang lain mengambil keuntungan dari tingginya penghasilan obligasi, sehingga mereka memilih untuk memegang sedikit uang (Case dan Fair, 2004). Universitas Sumatera Utara % Tingkat Suku Bunga i1 i2 Md 0 m1 m2 Uang, M Sumber : Prinsip-prinsip Ekonomi Makro, Case dan Fair, 2004 Gambar 2.6. Hubungan Tingkat Bunga dan Permintaan Uang Di dalam motif spekulasi juga berhubungan dengan tingkat bunga. Salah satu alasan untuk memegang obligasi bukannya uang, karena nilai pasar obligasi berbunga, berhubungan terbalik dengan tingkat bunga. Para investor ingin memegang obligasi bila tingkat bunga turun dengan harapan menjualnya bila tingkat bunga tinggi. 2.1.7. Tingkat Bunga dan Investasi Tingkat bunga yang ditetapkan di pasar uang memiliki akibat besar terhadap investasi yang direncanakan dipasar barang. Bila sebuah perusahaan manufaktur ingin membangun pabrik baru, maka para kontraktor harus dibayar pada saat pabrik di bangun. Seorang wirausaha yang ingin membuka kedai makanan baru, maka dia Universitas Sumatera Utara membutuhkan meja, kursi, perlengkapan memasak, yang juga harus dibayar pada saat dipasang. Uang yang dibutuhkan untuk melaksanakan proyek-proyek tersebut umumnya dipinjam dari pihak bank ataupun pengusaha-pengusaha, dan harus dibayar kembali pada saat jatuh tempo berdasarkan kesepakatan. Biaya riil investasi tergantung sebagian pada tingkat bunga biaya pinjaman. Bila tingkat bunga naik, pinjaman menjadi lebih mahal sehingga proyek investasi yang mungkin akan dijalankan akan lebih sedikit. Sedangkan bila tingkat bunga turun, biaya peminjaman akan lebih murah sehingga lebih banyak proyek investasi yang mungkin akan dijalankan (Case dan Fair, 2004). % Investasi yang direncanakan adalah fungsi negatif dari tingkat suku bunga i1 Tingkat Suku Bunga i2 i3 0 I1 I2 I3 Investasi yang direncanakan, I Sumber : Prinsip-prinsip Ekonomi Makro, Case dan Fair, 2004 Gambar 2.7. Hubungan Tingkat Bunga dan Investasi Universitas Sumatera Utara 2.1.8. Tingkat Bunga dan Nilai Tukar Manurung (2009) dalam bukunya “Ekonomi Keuangan dan Kebijakan Moneter” menjelaskan tentang mekanisme transmisi alur harga aset terdiri atas efek nilai tukar (exchange rate effect), teori q Tobin, dan efek kekayaan (wealth effect). Pertumbuhan ekonomi internasional dan nilai tukar fleksibel telah meningkatkan peranan kebijakan moneter internasional dalam penentuan nilai tukar mata uang suatu negara. Ekspansi moneter yaitu kenaikan jumlah uang beredar awalnya akan menurunkan tingkat bunga riil domestik dan kemudian mengakibatkan deposit mata uang luar negeri naik. Peningkatan nilai deposit mata uang luar negeri terhadap deposit mata uang domestik akan mengakibatkan apresiasi nilai tukar mata uang luar negeri dan depresiasi nilai tukar mata uang domestik. Depresiasi nilai tukar mata uang domestik mengakibatkan harga relatif produk atau ekspor lebih murah sehingga ekspor netto naik, dan akhirnya mengakibatkan naiknya permintaan agregat. 2.1.9. Ekspektasi Inflasi Menurut Case dan Fair (2004), inflasi adalah kenaikan tingkat harga secara keseluruhan. Sedangkan menurut Boediono (1995) inflasi adalah kecenderungan dari harga- harga untuk naik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada atau mengakibatkan kenaikan sebagian besar dari barang-barang lain. Manakala Mankiw (2004) mengartikan inflasi sebagai kenaikan level harga secara umum. Universitas Sumatera Utara Dalam melaksanakan kebijakan moneter, BI menganut sebuah kerangka kerja yang dinamakan Inflation Targeting Framework (ITF). Kerangka kerja ini diterapkan secara formal sejak Juli 2005, setelah sebelumnya menggunakan kebijakan moneter yang menerapkan uang primer (base money) sebagai sasaran kebijakan moneter. Teori Ekspektasi, menurut Dornbusch (1994) dalam Wijaya (2008), menyatakan bahwa pelaku ekonomi membentuk ekspektasi laju inflasi berdasarkan ekspektasi adaftif dan ekspektasi rasional. Ekspektasi rasional adalah ramalan optimal mengenai masa depan dengan menggunakan semua informasi yang ada. Pengertian rasional adalah suatu tindakan yang logik untuk mencapai tujuan berdasarkan informasi yang ada. Sedangkan ekspektasi adaftif adalah ramalan inflasi yang mengacu pada inflasi aktual di masa lalu. Artinya secara sederhana teori ekspektasi dapat dinotasikan menjadi : Ekspektasi Inflasi adaftif : πe = π t-1 → inflasi tahun sebelumnya. Ekspektasi inflasi rasional : πe ≠ π t-1 → inflasi yang secara langsung dipengaruhi oleh variabel-variabel lain yang diamati. 2.2. Penelitian Terdahulu Duburcq dan Girardin (2009), melakukan penelitian yang berjudul “Domestic and External Factors in Interest Rate Determination: The Minor Role of the Exchange Rate Regime” dengan menggunakan metode vector error correction model (VECM). Dari hasil penelitian pada delapan negara Amerika Latin (Argentina, Brazil, Universitas Sumatera Utara Colombia, Ecuador, Mexico, Panama, Peru, dan Venezuela) di dapat bahwa jumlah uang beredar dan tingkat suku bunga Amerika Serikat hanya berpengaruh negatif terhadap tingkat suku bunga Ecuador. Sedangkan negara lainnya berpengaruh positif, kecuali Brazil menjadi satu-satunya negara yang memiliki otonomi sebagai tingkat bunga yang hanya disebabkan oleh variabel domestik. Dua dan Pandit (2001), melakukan penelitian yang berjudul “Interest Rate Determination In India: The Role of Domestic and External Factors” dengan menggunakan metode error correction model (ECM) dan ARIMA model. Di mana penelitian ini menguji peran faktor-faktor domestik dan eksternal penentuan suku bunga jangka pendek di India pasca reformasi periode Maret 1993 – Mei 2000. Dari hasil yang didapat menunjukkan bahwa Treasury Bill Rate (3 months dan 12 months) dan commercial paper rate memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap suku bunga jangka pendek di India. Edwards dan Khan (1985), melakukan penelitian yang berjudul “Interest Rate Determination In Developing Countries: a Conceptual Framework” dengan menggunakan model konsisten sesuai teori Fisher. Tujuan penelitian ini adalah menguraikan analisis penentuan tingkat suku bunga di negara-negara sedang berkembang yang sedang dalam proses pengkontrolan sektor keuangan dan pembatasan pada arus modal. Dalam hal ini negara yang diambil sebagai sample adalah Kolombia dan Singapura. Kedua negara ini sangat berbeda dalam hal tingkat pembangunan keuangannya dan derajat keterbukaan. Hasil estimasi menunjukkan Universitas Sumatera Utara bahwa di Kolombia baik faktor tingkat bunga asing dan domestik sangat penting, sementara tingkat bunga domestik di Singapura sepenuhnya ditentukan oleh asing variasi suku bunga dan nilai tukar. Gochoco (1989), melakukan penelitian yang berjudul “Financial Liberalization and Interest Rate Determination: the Case of the Philippines, 1981 – 1985”. Dalam penelitian ini upaya yang dilakukan adalah untuk menjelaskan bagaimana suku bunga dipengaruhi oleh kondisi moneter domestik serta faktor-faktor eksternal yang telah diliberalisasi studi kasus di Philippina. Model empiris digunakan mencakup faktor domestik dan eksternal tersebut. Data yang digunakan adalah bulanan dimulai dari Januari 1981 sampai Desember 1985. Untuk mengestimasi model digunakan metode Generalized Least Square (GLS). Bhattarai (2005), melakukan penelitian yang berjudul “An Empirical Study of Interest Rate Determination Rules” di Inggris dan negara ekonomi G7. Penelitian ini untuk melihat hubungan jangka panjang dari kesenjangan output dan kesenjangan inflasi terhadap tingkat bunga. Uji kointegrasi digunakan untuk melihat hubungan jangka panjang antara tingkat bunga dan kesenjangan output dan inflasi. Metode persamaan simultan digunakan untuk menyelidiki keterkaitan antara variabelvariabel, sedangkan uji VAR respons impuls digunakan untuk menganalisis dampak dari guncangan unit dalam output. Dari hasil uji kointegrasi didapat bahwa kenaikan kesenjangan inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat bunga, dan kesenjangan output berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap tingkat bunga. Universitas Sumatera Utara Dari hasil persamaan simultan didapat bahwa kesenjangan output dipengaruhi tingkat bunga, sedangkan kesenjangan inflasi dipengaruhi oleh kesenjangan output. Dari hasil VAR respons impuls didapat bahwa tingkat bunga mengurangi kesenjangan output dengan respon tertinggal di kesenjangan inflasi, kesenjangan output mengurangi tingkat bunga dengan respon tertinggal di kesenjangan inflasi, dan kesenjangan inflasi mengurangi tingkat bunga dengan respon tertinggal di kesenjangan output. Universitas Sumatera Utara 2.3. Kerangka Fikir Pengeluaran Pemerintah Tahun Sebelumnya g(-1) Ekspektasi Inflasi Adaftif ei(-1) Tingkat Bunga Amerika Serikat (i) Suku Bunga BI rate (r) Jumlah Uang Beredar (m) Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS (e) Gambar 2.8. Kerangka Fikir 2.4. Hipotesis Berdasarkan uraian teoritis yang dikemukakan di atas, maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara 1. Terdapat pengaruh positif antara pengeluaran pemerintah terhadap tingkat bunga BI rate. 2. Terdapat pengaruh positif antara ekspektasi inflasi adaftif terhadap tingkat bunga BI rate. 3. Terdapat pengaruh positif antara tingkat bunga Amerika Serikat terhadap tingkat bunga BI rate. 4. Terdapat pengaruh negatif antara jumlah uang beredar terhadap tingkat bunga BI rate. 5. Terdapat pengaruh positif antara nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terhadap tingkat bunga BI rate. \ Universitas Sumatera Utara