II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Melon Tanaman melon termasuk dalam kelas tanaman biji berkeping dua. Klasifikasi tanaman melon adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Superdivisio : Spermatophyta Divisio : Magnoliophyta/Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Magnoliopsida/Dicotyledoneae Subkelas : Dilleniidae Ordo : Violales Familia : Cucurbitaceae Genus : Cucumis Spesies : Cucumis melo L. (Soedarya, 2010). Akar tanaman melon menyebar, tetapi dangkal. Akar–akar cabang dan rambut– rambut akar banyak terdapat di permukaan tanah, semakin ke dalam akar–akar tersebut semakin berkurang. Tanaman melon membentuk ujung akar yang 11 menembus ke dalam tanah sedalam 45 – 90 cm. Akar horizontal cepat berkembang di dalam tanah, menyebar dengan kedalaman 20 – 30 cm (Tjahjadi,1987). Daun melon (Cucumis melo L.) berbentuk hampir bulat, tunggal dan tersebar sudutnya lima, mempunyai jumlah lekukan sebanyak 3 – 7 lekukan. Daun melon berwarna hijau, lebar bercangap atau berlekuk, menjari agak pendek. Permukaan daun kasar, ada jenis melon yang tepi daunnya bergelombang dan tidak bercangap. Panjang pangkal berkisar 5 – 10 cm dengan lebar 3 – 8 cm (Soedarya, 2010). Batang tanaman melon membelit, beralur, kasar, berwarna hijau atau hijau kebiruan. Batangnya berbentuk segilima tumpul, tumbuh menjalar, berbulu, lunak, bercabang dan panjangnya dapat mencapai tiga meter. Batang melon mempunyai alat pemegang yang disebut pilin. Batang ini digunakan sebagai tempat memanjat tanaman (Soedarya, 2010). Bunga tanaman melon berbentuk lonceng, berwarna kuning dan kebanyakan uniseksual-monoesius. Oleh sebab itu, dalam penyerbukannya perlu bantuan organisme lain. Penyerbukan yang biasa terjadi adalah penyerbukan silang dan penyerbukan sendiri jarang terjadi. Bunga jantan tanaman melon terbentuk berkelompok 3 – 5 buah, terdapat pada semua ketiak daun, kecuali pada ketiak daun yang ditempati oleh bunga betina. Jumlah bunga jantan relative lebih banyak dari pada bunga betina. Bunga jantan memiliki tangkai yang tipis dan panjang, akan rontok dalam 1 – 2 hari setelah mekar (Tjahjadi, 1987). 12 Buah melon bervariasi, baik bentuk, ukuran, rasa, aroma, maupun penampilannnya. Umumnya buah melon berbentuk bulat, tetapi ada pula yang lonjong. Buah melon dapat dipanen pada umur 75 – 120 hari, tergantung pada jenisnya. Tanda–tanda melon yang sudah tua atau masak adalah bila dipukul– pukul menimbulkan bunyi yang nyaring (Soedarya, 2010). 2.2 Syarat Tumbuh 2.2.1 Ketinggian Tempat Melon mudah tumbuh di dataran menengah dengan ketinggian 300 – 1.000 m dpl. Di dataran rendah yang ketinggiannya kurang dari 300 m dpl, buah melon berukuran lebih kecil dan dagingnya agak kering (kurang berair). 2.2.2 Tanah Tanah yang baik untuk budidaya melon adalah jenis tanah Andosol atau tanah liat berpasir yang banyak mengandung bahan organik untuk memudahkan akar tanaman berkembang. Pada dasarnya, melon membutuhkan air yang cukup banyak. Namun, sebaiknya air itu berasal dari irigasi, bukan dari air hujun. Melon akan tumbuh baik pada tanah dengan pH 5,8 – 7,2. Tanaman ini tidak toleran terhadap tanah asam (pH rendah). Selain itu, melon lebih peka terhadap air tanah yang menggenang atau kondisi aerasi tanah kurang baik. 13 2.2.3 Suhu Suhu pertumbuhan untuk melon antara 25 – 30oC (Tim Bina Karya Tani, 2010). Suhu rata-rata untuk untuk tanaman melon adalah 26oC namun tanaman melon termasuk tanaman yang dapat beradaptasi sehingga walaupun tidak memenuhi syarat tumbuh melon masih bisa tumbuh dan menghasilkan (Setiadi, 1999). 2.2.4 Kelembapan Udara dan Angin Kelembapan udara yang cocok untuk tanaman melon diperkirakan 70 – 80% atau minimal 60%. Kelembapan yang terlalu tinggi (> 80%) bisa mempengaruhi pertumbuhan tanaman, mutu buah, dan kondisi tanaman menjadi mudah terserang penyakit (Setiadi, 1999). 2.3 Kandungan Gizi Buah Melon Vitamin dan mineral yang terkandung dalam buah melon sangat baik untuk kesehatan tubuh manusia. Adapun kandungan gizi buah melon setiap 100 g bahan yang dapat dimakan dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini: 14 Tabel 1. Kandungan gizi buah melon setiap 100 g bahan yang dapat dimakan. Jenis Zat Gizi Jumlah Energi 23 kal Protein 0,6 g Kalsium 17 mg Vitamin A 2400 IU Vitamin C 30 mg Thiamin 0,045 mg Ribloflavin 0,065 mg Niacin 0,1 mg Karbohidrat 6,0 mg Besi 0,4 mg Nicotinamida 0,5 mg Air 93,0 mg Serat Sumber: Gillivray (1961) 0,4 g 15 2.4 Tanaman Melon Varietas Clara dan Ivory Tabel 2. Deskripsi Tanaman Melon Varietas Clara dan Ivory. Perbedaan Clara Ivory Pertumbuhan Kuat dan tegap Kuat dan tegap Tempat Dataran rendah hingga Dataran rendah hingga dataran menengah dataran menengah teutama di musim teutama di musim kemarau kemarau Buah Oval Lonjong Kulit buah Net berwarna hijau Net berwarna hijau Daging buah Hijau Hijau Tekstur daging buah Keras Keras Aroma Sedang Sedikit aroma Kadar gula 11,5 – 12% (Brix) 10,8 – 13,1% (Brix) Berat buah 1,8 – 2,4 kg 2,3 – 2,7 kg Panen 68 – 69 hari setelah 68 – 69 hari setelah pindah tanam pindah tanam Potensi hasil 39 – 54 ton/ha 41 – 58 ton/ha Kebutuhan benih 540 – 545 g/ha 500 – 505 g/ha Sumber: PT. Agri Makmur Pertiwi (2012) 2.5 Hidroponik Hidroponik adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan cara bercocok tanam tanpa tanah tetapi menggunakan bahan porous lainnya dengan pemberian unsur hara yang dibutuhkan tanaman (Handayani, 2003). Pada budidaya tanaman dengan sistem hidroponik, pemberian air dan pupuk dapat dilakukan secara bersamaan. Manajemen pemupukan dapat dilaksanakan secara terintegrasi dan manajemen irigasi yang selanjutnya disebut fertigasi (fertilization and irigation). 16 Dalam sistem hidroponik pengelolaan air dan hara difokuskan terhadap cara pemberianyang optimal sesuai dengan kebutuhan tanaman, umur tanaman, dan kondisi lingkungan (Susila, 2013). Prinsip dasar hidroponik dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu hidroponik substrat dan NFT. Hidroponik substrat adalah teknik hidroponik yang tidak menggunakan air sebagai media, tetapi menggunakan media padat (bukan tanah) yang dapat menyerap atau menyediakan nutrisi, air, dan oksigen serta mendukung akar tanaman seperti halnya tanah. Hidroponik NFT (Nutrient film tecnique) adalah teknik hidroponik yang menggunakan model budidaya dengan meletakkan akar tanaman pada lapisan air yang dangkal. Air tersebut tersirkulasi dan mengandung nutrisi sesuai kebutuhan tanaman. Perakaran dapat tumbuh dan berkembang didalam media air tersebut (Untung, 2001). Sistem hidroponik menjadi pilihan dalam budidaya tanaman karena sistem ini memiliki banyak kelebihan. Menurut Lingga (1984), kelebihan sistem hidroponik sebagai berikut: 1. Keberhasilan tanaman untuk tumbuh dan berproduksi lebih terjamin. 2. Perawatan lebih mudah dilakukan dan gangguan hama penyakit berkurang. 3. Pemakaian pupuk lebih efisien. 4. Mempermudah dalam proses penyulaman tanaman. 5. Tidak memerlukan banyak tenaga kerja karena bisa dikerjakan dengan mesin. 6. Kebersihan tanaman lebih terjaga dan mengurangi kerusakan pada tanaman. 17 7. Hasil produksi lebih tinggi dibandingkan bertanam di tanah. 8. Harga jual tanaman hidroponik lebih tinggi dibandingkan non-hidroponik. 9. Beberapa jenis tanaman bisa dibudidayakan di luar musim. 10. Tidak ada ketergantungan pada kondisi alam sehingga tidak takut kebanjiran, kekeringan, atau erosi. 11. Budidaya tanaman dengan teknik hidroponik dapat dilakukan pada lahan atau ruangan yang terbatas. Meskipun memiliki banyak kelebihan namun sistem hidroponik juga memiliki kelemahan yang harus dipertimbangkan. Menurut Istiqomah (2000), kelemahan sistem hidroponik yaitu: 1. Perlunya pengontrolan yang intensif baik pengontrolan unsur hara maupun pengendalian hama dan penyakit yang menyerang. 2. Perlu dilakukan penyeterilan media tanam yang akan digunakan. 3. Pengairan yang diberikan harus teratur. 4. Ketersediaan dan perawatan perangkat hidroponik agak sulit. 5. Perlu keterampilan khusus untuk menimbang dan meramu bahan kimia. 6. Investasi awal yang mahal. 2.6 Boron (B) Unsur mikro dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah kecil namun bukan berarti ini tidak penting untuk pertumbuhan tanaman. Kekurangan akibat unsur mikro essensial akan menimbulkan akibat yang hampir sama dengan kekurangan unsur 18 makro essensial. Karakteristik unsur mikro ialah keessensialannya dalam jumlah sedikit dan menjadi penyebab keracunan dalam jumlah banyak (Soepardi, 1990). Tanaman menyerap boron terutama dalam bentuk asam borat tidak terdisosiasi (H3BO3). Bentuk anionnya (H2BO3-, HBO32-, BO32-, dan B4O72-) lebih mudah diserap tanaman, tetapi hanya terjadi pada pH > 7 (Havlin at al. 2005 dalam Munawar 2011). Boron di tranportasikan dari larutan tanah ke akar tanaman melalui proses aliran masa dan difusi. Selain itu, boron sering terdapat dalam bentuk senyawa organik (Sutejo, 1987). Di dalam tanaman, B merupakan salah satu unsur mikro yang paling imobile, sehingga tidak mudah ditranslokasikan dari daun tua ke daun muda, ketika tanaman mengalami kekurangan (Munawar, 2011). Konsentrasi B pada tanaman monokotil dan dikotil beragam, masing – masing antara 6 – 18 ppm dan 20 – 60 ppm (Havlin et al. 2005 dalam Munawar 2011). Kekurangan sering terjadi jika tanaman mengandung < 20 ppm di dalam daun masak. Keracunan boron jarang terjadi, kecuali akibat pemupukan dengan dosis yang berlebih (Munawar, 2011). Gejala defisiensi unsur boron tampak antara lain pertumbuhan titik tumbuh (meristem) abnormal. Titik tumbuh di pucuk akan kerdil dan akhirnya mati sehingga cabang tanaman berhenti memanjangkan diri. Oleh karena ada akumulasi zat pengatur tumbuh pada titik tumbuh maka daun dan ranting akan menjadi regas bila diremas. Titik tumbuh pada ujung akar membengkak, warna akan berubah dan akhirnya mati. Bagian dalam tanaman akan sering mengalami disintegrasi dengan gejala heart rot. Daun memperlihatkan beberapa macam 19 gejala seperti menebal, regas, keriting, bercak klorosis, dan kemudian layu (Sutiyoso, 2003). Dampak lainnya, laju proses fotosintesis tanaman akan menurun. Hal itu disebabkan gula yang terbentuk dari karbohidrat hasil fotosintesis akan tertumpuk di daun. Daun muda warnanya menjadi kecokelatan dan membengkok. Selain itu, daun tumbuh pendek sehingga ujung pelepah melingkar (rounded front tip), anak daun pada ujung pelepah berubah bentuk menjadi kecil seperti rumput atau bristle tip, atau tumbuh rapat pendek seolah - olah bersatu dan padat (little leaf). Ketidaksempurnaan (malformation) bentuk daun itu berakibat pada terganggunya proses fotosintesis sehingga buah yang terbentuk sedikit, kecil, dan berkualitas rendah (Gusyana, 2011). Kebutuhan B dan toleransi tanaman akan B beragam. Namun, pemberian B ke tanaman harus dilakukan dengan hati - hati, karena rentang konsentrasi antara kurang dan beracun lebih sempit daripada hara essensial yang lain, sehingga berpotensi racun. Dosis pemupukan B tergantung kepada uji tanah, konsentrasi B dalam jaringan tanaman, budidaya tanaman, kondisi cuaca, kandungan bahan organik tanah, dan cara pemberian. Rata-rata dosis pemberian B umumnya 0,5 – 1 kg ha-1 untuk pemberian lewat tanah, dan dosis 0,1 – 0,5 kg ha -1 diberikan lewat daun (Prasad dan Power 1997 dalam Munawar 2011).