BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada hakekatnya

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Pada hakekatnya manusia adalah mahluk sosial yang tidak dapat lepas
berhubungan
dengan
manusia
lainnya
dan
mempunyai
hasrat
untuk
berkomunikasi atau bergaul dengan orang lain. Sebagaimana pendapat yang
dikemukakan oleh Gerungan (2009) bahwa sebagai makluk sosial yang perlu
diperhatikan ialah manusia secara hakiki dilahirkan selalu membutuhkan
pergaulan dengan orang lain.
Ditinjau dari sudut perkembangan manusia, kebutuhan untuk berinteraksi
sosial yang paling menonjol terjadi pada masa remaja. Pada masa remaja, individu
berusaha untuk menarik perhatian orang lain, menghendaki adanya popularitas
dan kasih sayang dari orang tua dan teman sebaya. Semua hal akan diperoleh
apabila remaja berinteraksi sosial karena remaja secara psikologis dan sosial
berada dalam situasi yang peka dan kritis. Peka terhadap perubahan, mudah
terpengaruh oleh berbagai perkembangan di sekitarnya (Hurlock, 2006).
Menurut Siswandi (2006) kemampuan dalam berkomunikasi perlu terus
ditingkatkan guna meningkatkan kemampuan intelektual kematangan emosional,
dan kematangan sosial. Keberadaan remaja sebagai mahluk sosial hanya dapat
dikembangkan dalam kebersamaan dengan sesamanya. Dalam
kebersamaan
inilah seseorang mengenal dan membentuk dirinya. Buah pikirannya diuji dalam
pikiran orang lain melalui keterampilannya dalam berkomunikasi, dengan
Universitas Sumatera Utara
meningkatnya keterampilan berkomunikasi remaja diharapkan memahami dan
memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi khususnya persoalan-persoalan
yang berhubungan dengan lingkungan sosialnya.
Tidak semua remaja di Indonesia dibesarkan di dalam keluarga sebagian
mereka di panti asuhan, menjadi anak jalanan dan sebagainya. Orang tua memiliki
peranan penting dalam mengawasi tingkah laku mereka juga berfungsi untuk
memberikan kasih sayang, pendidikan budi pekerti, serta mengajarkan cinta kasih
terhadap sesama. Salah satu tugas orang tua adalah mengajarkan cara
berkomunikasi, orang tua yang baik mengajarkan anak untuk mampu menuangkan
pikiran ke dalam kata-kata dan memberi nama pada setiap gagasan dan bebicara
tentang hal-hal yang terkadang sulit untuk dibicarakan seperti katakutan dan
amarah (Jahja, 2011). Semakin kurang kesempatan anak untuk berkomunikasi
bersama orang tua, khususnya ibu (misalnya: bersenda gurau, diskusi,
musyawarah keluarga), maka semakin besar pula kemungkinannya bahwa ia
mengalami kekurangan dalam perkembangan sosialnya (Gerungan, 2009). Situasi
yang tidak menyenangkan biasanya akan memunculkan reaksi atau perilaku yang
menyimpang dalam diri remaja terhadap lingkungannya.
Panti asuhan adalah salah satu wadah yang memberikan layanan pada anak
dalam rangka mewujudkan kesejahteraan sosial. Anak-anak dan remaja yang
tinggal di panti asuhan adalah mereka yang tidak memiliki keluarga lagi atau juga
bisa disebabkan karena orang tua yang bercerai atau sudah meninggal dunia.
Menurut hasil penelitian Hartini (2000), terdapat dampak negatif panti asuhan
terhadap pola perkembangan kepribadian anak asuhnya, dimana mereka tidak
Universitas Sumatera Utara
dapat menemukan lingkungan pengganti keluarga yang benar-benar dapat
menggantikan fungsi keluarga yaitu: terbentuknya kepribadian anak yang inferior,
pasif, apatis, menarik diri, mudah putus asa, penuh dengan ketakutan dan
kecemasan, sehingga anak akan sulit menjalin hubungan sosial dengan orang lain
disamping itu mereka menunjukan perilaku yang negatif, takut melakukan kontak
dengan orang lain, lebih suka sendirian, menunjukkan rasa bermusuhan, dan lebih
egosentris.
Setiap remaja termasuk remaja di panti asuhan akan mengalami pubertas.
Pubertas merupakan masa awal pematangan seksual, yaitu suatu periode dimana
seorang remaja mengalami perubahan fisik, hormonal, dan seksual serta mampu
mengadakan proses reproduksi. Pada remaja putri, ciri-ciri fisik awal yang tampak
ialah membesarnya payudara yang merupakan keindahan yang mengawali
kesempurnaan sebagai wanita serta dimulainya siklus menstruasi. Di samping itu
juga timbulnya ciri-ciri seksual sekunder, misalnya tumbuhnya rambut kemaluan
dan rambut ketiak (Jahja, 2011).
Beberapa sifat khusus kewanitaan yang banyak dituntut atau disoroti oleh
masyarakat luas yaitu: keindahan, kelembutan dan kerendahan hati. Keindahan
psikis wanita yang sangat dihargai antara lain: kehalusan, keramahan, keriangan
(tidak bermuka asam), humeur atau suasana hati yang positif, kelembutan, dan
“tidak jahat” (Kartono, 1992). Sifat ini juga diharapkan sama pada semua remaja
putri yang ada di panti asuhan.
Salah satu faktor keberhasilan remaja putri panti asuhan untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan ditentukan oleh kesanggupan dalam
Universitas Sumatera Utara
menerima keadaan dirinya sendiri. Seseorang dengan penerimaan diri yang baik
akan menangkal emosi yang muncul karena dapat menerima diri dengan apa
adanya (Sarwono, 2011). Hal ini didukung oleh hasil penelitian Dina (2010)
tentang hubungan anatara penerimaan diri dengan kemampuan interpersonal
remaja di panti asuhan yaitu semakin baik penerimaan diri remaja di panti asuhan
maka semakin baik pula kompetensi interpersonalnya dan sebaliknya semakin
rendah penerimaan diri remaja maka semakin rendah pula kompetensi
interpersonalnya.
Penerimaan diri remaja putri di panti asuhan tidak sama antara panti asuhan
satu dengan yang lainnya. Jika suasana, pola pembinaan atau bimbingan di panti
asuhan itu hangat, penuh rasa cinta dan stabil maka anak akan bereksplorasi
dengan aman dan hal itu berguna sebagai sarana pengenalan norma-norma yang
dapat digunakan oleh anak sebagai tonggak melangkah ke depan. Menurut
Kuntari (dalam Dina, 2010) mengemukakan paling tidak ada dua fenomena yang
biasanya muncul dalam kehidupan di panti asuhan, yaitu pertama pengalaman
atau peristiwa yang menyenangkan serta perlakuan-perlakuan yang benar dan
sehat dari anggota pengasuh, teman bermain atau lingkungan akan membentuk
individu yang sehat, kedua pengalaman atau peristiwa atau perlakuan yang tidak
atau kurang sehat dan tidak menyenangkan bahkan sampai menimbulkan trauma
akan mempengaruhi terbentuknya kepribadian individu menjadi kurang sehat.
Pola pembinaan ini mempengaruhi kemampuan bersosialisasi remaja putri di panti
asuhan.
Universitas Sumatera Utara
Kemampuan bersosilisasi remaja putri juga dipengaruhi oleh faktor
lingkungan, terutama oleh keluarga, yaitu peran dan keterlibatan orang tua yang
tercermin di dalam pelaksanaan pola asuh. Hal ini didukung juga oleh hasil
penelitian Ardiyanti (2008) bahwa kemampuan sosialisasi remaja dengan pola
asuh authoritative lebih baik dari pola asuh orang tua authoritarian dan
permissive. Salah satu tugas perkembangan remaja (Hurlock, 2006) adalah
memupuk kemampuan bersosialisasi dengan memperluas hubungan antar pribadi
dan berinteraksi secara lebih dewasa dengan teman sebaya.
Hasil survey awal penulis pada Panti Asuhan Putri Santa Angela Deli Tua,
adalah panti asuhan yang menampung anak-anak asuh yang terdiri dari anak yatim
piatu, yatim/piatu, anak yang memiliki orang tua lengkap namun keluarga yang
tidak mampu. Anak di Panti Asuhan ini berusia 6 – 18 tahun, berjumlah 42 orang
dan keseluruhnnya adalah putri. Panti Asuhan ini memberikan pendidikan kepada
anak asuh berupa pendidikan formal dan informal. Pendidikan formal didapatkan
di sekolah sesuai tingkat usia anak asuh sedangkan informal diperoleh di asrama
misalnya disiplin, budi pekerti, pendidikan agama sesuai ajaran katolik, pada saat
bertemu sebagian anak tersenyum dan sebagian lagi diam saja.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis merasa tertarik untuk mengetahui
hubungan antara penerimaan diri dengan kemampuan bersosialisasi remaja putri
di Panti Asuhan Santa Angela Deli Tua.
Universitas Sumatera Utara
1.2
Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan dalam penelitian ini adalah: Adakah hubungan antara peneriman
diri dengan kemampuan bersosialisasi remaja putri di Panti Asuhan Santa Angela
Deli Tua?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan penerimaan
diri dengan kemampuan bersosialisasi remaja putri di Panti Asuhan Santa Angela
Deli Tua.
1.3.2
Tujuan Khusus
a. Untuk mengidentifikasi penerimaan diri remaja putri di Panti Asuhan
Santa Angela Deli Tua.
b. Untuk mengidentifikasi kemampuan bersosilaisasi remaja putri di Panti
Asuhan Santa Angela Deli Tua.
c. Mengetahui hubungan penerimaan diri dengan kemampuan bersosialisasi
remaja putri di Panti Asuhan Santa Angela Deli Tua.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi praktek keperawatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dan informasi
bagi perawat mengenai pentingnya penerimaan diri untuk meningkatkan
kemampuan bersosialisasi bagi remaja putri di panti asuhan.
Universitas Sumatera Utara
1.4.2 Bagi pendidikan keperawatan
Sebagai bahan masukan untuk pengembangan ilmu keperawatan, khususnya
ilmu keperawatan komunitas agar diajarkan sikap penerimaan diri yang baik
sehingga kemampuan bersosialisasi remaaja putri di panti asuhan meningkat.
1.4.3 Bagi remaja panti asuhan
Memberi pemahaman bagi seluruh remaja putri penghuni panti asuhan
tentang pentingnya penerimaan diri bagi mereka untuk meningkatkan kemampuan
bersosialisasi baik di lingkungan panti asuhan, sekolah dan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Download