PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Efektivitas Komunikasi Program Optimalisasi Lahan Pekarangan (Kasus Program Kawasan Rumah Pangan Lestari di Desa Mulyasari Kecamatan Ciampel Kabupaten Karawang Jawa Barat) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau yang dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Juli 2012 Restiawan Permana NRP I352080141 i ABSTRACT RESTIAWAN PERMANA. Effectiveness Communications of Optimalization Backyards Program (Case of Sustainable Food Home Area Program in the Mulyasari Village Ciampel District Karawang of West Java). Under the supervision: SARWITITI SARWOPRASODJO, DJOKO SUSANTO, and AMIRUDDIN SALEH. For change and renewal in society, effectiveness communications is needed so as to produce a change in the rate of cognitive, affective, and conative. In the Sustainable Food Home Area (KRPL) program, effectiveness communications is absolutely essential for their future as a program participant is able to adopt and implement the optimalization of their backyards so as not to let it alone. The purpose of this study were to (1) analyze the effectiveness communications KRPL program in the Mulyasari Village Ciampel District Karawang of West Java, (2) analyze the relationship between individual characteristics variable and external factors variable to the effectiveness communications variable of KRPL program in the Mulyasari Village Ciampel District Karawang of West Java, and (3) analyze the relationship between the effectiveness communications variable of KRPL program with the optimalization of backyard variable in the Mulyasari Village Ciampel District Karawang of West Java. The study were designed to use quantitative survey methods explanation research. These results indicate that (1) KRPL program conducted in the Mulyasari Village District Ciampel Karawang of West Java is quite effective at the level of cognitive, affective, and conative. It is evident that most participants KRPL program can understand the information they get from the instructor of the program, they also want to implement this optimalization program of their backyards, and they also run the program from The Ministry of Agriculture in optimize their yards that they have, (2) individual characteristics significantly and positively related to the effectiveness communication is an indicator of education and yard area. The external factor significantly and positively related to the effectiveness communication is an access to information, public policy, and the illumination intensity, and (3) effectiveness communications (cognitive, affective, conative) of KRPL program significantly and positively related to optimalization of their utilization backyards. Keywords: effectiveness communication, backyard optimalization ii RINGKASAN RESTIAWAN PERMANA. Efektivitas Komunikasi Program Optimalisasi Lahan Pekarangan (Kasus Program Kawasan Rumah Pangan Lestari di Desa Mulyasari Kecamatan Ciampel Kabupaten Karawang Jawa Barat). Di bawah bimbingan: SARWITITI SARWOPRASODJO, DJOKO SUSANTO, dan AMIRUDDIN SALEH. Sempitnya lahan pekarangan yang dimiliki masyarakat di wilayah perdesaan bahkan perkotaan, belum memasyarakatnya pengetahuan warga tentang optimalisasi manfaat pekarangan meskipun luasnya terbatas, serta terbatasnya informasi tentang optimalisasi lahan pekarangan yang tidak hanya berfungsi untuk memanfaatkan yang luasnya sempit tetapi juga sekaligus juga dapat meningkatkan gizi dan kesejahteraan keluarga merupakan masalah yang cukup kompleks yang perlu dipecahkan. Program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) merupakan sarana diseminasi yang mengedepankan inovasi teknologi spesifik lokasi untuk mendukung pembangunan pertanian. Optimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan atau ruang terbuka menjadi sangat penting untuk sumber pendapatan, mengurangi beban belanja rumah tangga, membuka kesempatan kerja, dan agrowisata. Untuk terjadinya perubahan dan pembaharuan dalam masyarakat diperlukan komunikasi efektif. Untuk berhasilnya tujuan dalam program KRPL perlu adanya pembinaan. Keberhasilan ini sangat bergantung pada efektivitas komunikasi yang terjadi antara pemandu lapang sebagai pembawa atau sumber pesan (source) dan masyarakat sebagai penerima pesan (receiver). Dalam kaitan itu, perlu dilakukan suatu kajian dan analisis untuk mengetahui apakah proses komunikasi yang terjadi antara sumber pesan dengan penerima pesan mampu menghasilkan perubahan dalam tataran kognitif, afektif, dan konatif pada masyarakat peserta program tersebut sehingga pada akhirnya mereka mampu mengadopsi dan mengaplikasikan sebuah inovasi teknologi yang diperkenalkan dalam rangka pencapaian sasaran utama, yaitu untuk meningkatkan produktivitas pangan yang dampaknya dapat meningkatkan perekonomian rumah tangga. Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) menganalisis efektivitas komunikasi program KRPL di Desa Mulyasari Kecamatan Ciampel Karawang Jawa Barat; (2) menganalisis hubungan antara karakteristik individu dan faktor eksternal dengan efektivitas komunikasi program KRPL di Desa Mulyasari Kecamatan Ciampel, Karawang Jawa Barat; dan (3) menganalisis hubungan antara efektivitas komunikasi program KRPL dengan optimalisasi lahan pekarangan di Desa Mulyasari Kecamatan Ciampel, Karawang Jawa Barat. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Mulyasari Kecamatan Ciampel Kabupaten Karawang Jawa Barat. Penelitian dilakukan selama satu bulan, yaitu mulai April sampai dengan Mei 2012. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 110 orang yang terdiri dari ibu-ibu yang memiliki lahan pekarangan di Desa Mulyasari Kecamatan Ciampel Kabupaten Karawang Jawa Barat. Sedangkan penentuan sampel dilakukan secara proporsional stratified random sampling. Adapun jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 50 orang. Data primer yang dikumpulkan dibuat dalam bentuk kuesioner dengan teknik wawancara secara terstruktur, penelusuran lokasi dan observasi partisipatif. Data sekunder diperoleh dari data pada instansi pemerintah terkait. iii Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Program KRPL yang dilaksanakan di Desa Mulyasari Kecamatan Ciampel Karawang Jawa Barat berlangsung cukup efektif pada tataran kognitif, afektif, dan konatif. Hal ini dibuktikan bahwa sebagian peserta program KRPL dapat memahami informasi yang mereka dapatkan dari penyuluh tentang program tersebut, mereka juga ingin menerapkan program optimalisasi lahan pekarangan ini, serta mereka juga menjalankan program Kementerian Pertanian ini karena mampu mengoptimalkan lahan pekarangan yang mereka miliki; (2) karakteristik individu yang berhubungan nyata positif dengan efektivitas komunikasi adalah pendidikan dan luas lahan. Faktor eksternal yang berhubungan nyata positif dengan efektivitas komunikasi adalah akses informasi, kebijakan publik, dan intensitas penyuluhan; dan (3) efektivitas komunikasi program KRPL (kognitif, afektif, konatif) yang berhubungan nyata dengan optimalisasi lahan pekarangan adalah pemanfaatan pekarangan. Adapun saran dalam penelitian ini adalah (1) untuk meningkatkan efektivitas komunikasi pada program KRPL di Desa Mulyasari ini, sebaiknya sumber pesan dalam hal ini adalah penyuluh secara aktif memberikan treatment komunikasi demi meningkatkan motivasi peserta program KRPL di Desa Mulyasari agar mereka yakin bahwa lahan pekarangan yang dimilikinya dapat dioptimalkan secara baik agar tidak dibiarkan begitu saja tanpa adanya manfaat yang dapat diraih. (2) sebaiknya penyuluh lebih menekankan lagi pemanfaatan lahan pekarangan yang dimiliki oleh setiap peserta program KRPL. Program KRPL tidak hanya diperuntukkan bagi peserta yang berusia sekitar 40-50 tahun dan berpenghasilan rendah saja, tetapi berlaku untuk siapa pun yang sekiranya memiliki lahan pekarangan kosong. Selain itu, ketersediaan sarana produksi juga agar lebih ditingkatkan lagi agar peserta program KRPL mudah untuk mendapatkan segala hal yang berkaitan dengan pengoptimalan lahan pekarangan mereka seperti bibit, pupuk, dan saprodi lainnya, dan (3) untuk meningkatkan optimalisasi lahan pekarangan, efektivitas komunikasi dalam program KRPL ini sebaiknya perlu lebih ditingkatkan melalui proses sosialisasi, pendampingan, dan pelatihan-pelatihan (pendidikan informal) yang aktif agar melalui program optimalisasi lahan pekarangan ini mampu menciptakan peluang usaha agrobisnis bagi peserta program KRPL. iv ©Hak Cipta milik IPB 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan masalah. b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB. v EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PROGRAM OPTIMALISASI LAHAN PEKARANGAN (Kasus Program Kawasan Rumah Pangan Lestari di Desa Mulyasari Kecamatan Ciampel Kabupaten Karawang Jawa Barat) RESTIAWAN PERMANA Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 vi Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Basita Ginting Sugihen, MA vii Judul Tesis Nama NRP Mayor : Efektivitas Komunikasi Program Optimalisasi Lahan Pekarangan (Kasus Program Kawasan Rumah Pangan Lestari di Desa Mulyasari Kecamatan Ciampel Karawang Jawa Barat) : Restiawan Permana : I352080141 : Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Sarwititi Sarwoprasodjo, MS Ketua Prof. (Ris) Dr. Ign. Djoko Susanto, SKM Anggota Dr. Ir. Amiruddin Saleh, MS Anggota Diketahui Koordinator Mayor Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Djuara P. Lubis, M.S Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc Agr Tanggal Ujian: 17 Juli 2012 Tanggal Lulus: viii PRAKATA Alhamdulillahirobbil„alamin, puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT atas nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis berhasil menyelesaikan tesis yang berjudul “Efektivitas Komunikasi Program Optimalisasi Lahan Pekarangan (Kasus Program Kawasan Rumah Pangan Lestari di Desa Mulyasari Kecamatan Ciampel Kabupaten Karawang Jawa Barat)” dengan baik. Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Sarwititi Sarwoprasodjo, MS, Bapak Prof. (Ris) Dr. Ign. Djoko Susanto, SKM, dan Bapak Dr. Ir. H. Amiruddin Saleh, MS sebagai Komisi Pembimbing yang selalu meluangkan waktu membimbing dan berbagi ilmu demi penyempurnaan tesis ini. Tidak lupa, penulis juga ingin berterima kasih kepada: 1. Keluarga tercinta: (Alm) Ayahanda H. Ambang Djamaludin, Ibunda Tintin Sriyatin, serta kakak-kakak Tiara Chandra Dewi, Harimulya Aditya, dan (Alm) Tiar Lesmana atas segala do‟a, dukungan, dan bantuan yang diberikan kepada penulis selama menempuh pendidikan. 2. Bapak Dr. Djuara P. Lubis, MS selaku Koordinator Mayor Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan. 3. Dinas lingkup terkait di Kabupaten Karawang. 4. Masyarakat dan aparat pemerintah Desa Mulyasari yang telah bekerjasama selama masa penelitian. 5. Ikhsan Fuady, Ali Kusumadinata, dan Bapak Nandang Mulyasantosa atas segala bantuan dan saran-sarannya, serta dukungan moral yang diberikan kepada penulis, serta untuk teman-teman KMP 2008 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. 6. Seluruh sivitas akademik di lingkungan Institut Pertanian Bogor, khususnya di Fakultas Ekologi Manusia. 7. Seluruh kerabat di lingkungan Akademi Bina Sarana Informatika. 8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan, namun telah membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung. Penulis berharap nantinya karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Penulis sangat menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, kritik dan saran bagi penyempurnaan karya ilmiah ini sangat penulis harapkan. Bogor, Juli 2012 Restiawan Permana ix RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 15 Mei 1983, sebagai anak keempat dari empat bersaudara pasangan (Alm) H. Ambang Djamaludin dan Tintin Sriyatin. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar hingga Sekolah Menengah Umum di Jakarta, dan melanjutkan pendidikan S-1 di Universitas Sahid Jakarta pada Fakultas Ilmu Komunikasi jurusan Hubungan Masyarakat. Pada tahun 2008 penulis berkesempatan melanjutkan pendidikan S-2 di Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Mulai dari tahun 2008 hingga sekarang, penulis adalah dosen tetap di Akademi Komunikasi Bina Sarana Informatika Jakarta jurusan Public Relations. x DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiv PENDAHULUAN . ......................................................................................... Latar Belakang ......................................................................................... Perumusan Masalah ................................................................................. Tujuan Penelitian ...................................................................................... Kegunaan Penelitian ................................................................................ 1 1 4 6 6 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. Komunikasi .... ......................................................................................... Efektivitas Komunikasi ............................................................................ Karakteristik Individu .............................................................................. Ketersediaan Informasi dan Sarana Produksi .......................................... Kebijakan Publik ...................................................................................... Penyuluhan Pertanian ............................................................................... Optimalisasi Lahan Pekarangan ............................................................... Penelitian Terdahulu ................................................................................ 9 9 10 16 17 19 21 22 23 KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS ............................................ 37 Kerangka Pemikiran ................................................................................. 37 Hipotesis ........ ......................................................................................... 40 METODE PENELITIAN ................................................................................ Desain Penelitian ..................................................................................... Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................... Populasi dan Sampel ................................................................................ Data dan Instrumentasi ............................................................................ Definisi Operasional ................................................................................ Validitas dan Reliabilitas Instrumentasi .................................................. Pengumpulan Data ................................................................................... Analisis Data .. ......................................................................................... 41 41 41 41 43 43 46 48 48 HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... Gambaran Umum Lokasi Penelitian ........................................................ Gambaran Umum Program KRPL ........................................................... Tujuan dan Sasaran Program KRPL ........................................................ Organisasi Pelaksana Program KRPL ..................................................... Mekanisme Sosialisasi Program KRPL ................................................... Karakteristik Individu .............................................................................. Faktor Eksternal ....................................................................................... Efektivitas Komunikasi Program KRPL .................................................. Optimalisasi Lahan Pekarangan ............................................................... Hubungan Karakteristik Individu dengan Efektivitas Komunikasi ....... 51 51 54 55 56 57 59 62 65 67 68 xi Hubungan Faktor Eksternal dengan Efektivitas Komunikasi ................ 72 Hubungan Efektivitas Komunikasi dengan Optimalisasi Lahan ........... 73 KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 77 Kesimpulan .... ....................................................................................... 77 Saran .............. ....................................................................................... 77 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 79 LAMPIRAN .......... ....................................................................................... 85-102 xii DAFTAR TABEL Nomor Tabel Halaman 1. Hubungan karakteristik karakteristik individu (penelitian terdahulu) ....... 24 2. Hubungan faktor internal dengan efektivitas komunikasi (penelitian terdahulu .................................................................................................... 26 3. Hubungan faktor eksternal dengan efektivitas komunikasi (penelitian terdahulu .................................................................................................... 27 4. Hubungan faktor internal dengan efektivitas komunikasi (penelitian terdahulu .................................................................................................... 28 5. Hubungan karakteristik individu dengan keberdayaan petani (penelitian terdahulu .................................................................................................... 30 6. Hubungan faktor eksternal dengan keberdayaan petani (penelitian terdahulu ............................................................................................................ 32 7. Hubungan efektivitas komunikasi dengan keberdayaan petani (penelitian terdahulu .................................................................................................... 34 8. Koefisien Cronbach alpha hasil uji coba kuesioner ................................... 47 9. Jumlah penduduk di Kecamatan Ciampel .................................................. 52 10. Luas lahan wilayah Desa Mulyasari .......................................................... 53 11. Pendidikan di Desa Mulyasari ................................................................... 54 12. Kegiatan usaha Desa Mulyasari ................................................................. 54 13. Distribusi responden menurut karakteristik indvidu .................................. 59 14. Rataan skor faktor eksternal ....................................................................... 62 15. Rataan skor efektivitas komunikasi ............................................................ 65 16. Rataan skor optimalisasi lahan pekarangan ................................................ 67 17. Koefisien korelasi karakteristik individu dengan efektivitas komunikasi ................................................................................................. 69 18. Koefisien korelasi faktor eksternal dengan efektivitas komunikasi .......... 72 19. Koefisien korelasi efektivitas komunikasi dengan optimalisasi lahan pekarangan ................................................................................................. 74 xiii DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Kuesioner penelitian ............................................................................ 85 2. Uji validitas dan reliabilitas ................................................................. 95 3. Uji korelasi .......................................................................................... 101 xiv 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan pertanian memiliki tantangan dalam ketersediaan sumberdaya lahan. Di samping itu, tingkat alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian (perumahan, perkantoran, dan lain-lain) di Indonesia diperkirakan 106.000 hektar per lima tahun, sehingga menyebabkan lahan pertanian di Indonesia semakin sempit. Analisis RT/RW oleh BPN pada tahun 2004 memperoleh indikasi bahwa di masa datang akan terjadi perubahan lahan sawah beririgasi 3,1 juta hektar untuk penggunaan non pertanian, dimana perubahan terbesar di pulau Jawa – Bali seluas 1,6 hektar atau 49,2 % dari luas lahan sawah beririgasi. Sempitnya lahan pekarangan yang dimiliki masyarakat di wilayah perdesaan bahkan perkotaan, belum memasyarakatnya pengetahuan warga tentang optimalisasi manfaat pekarangan meskipun luasnya terbatas, serta terbatasnya informasi tentang optimalisasi lahan pekarangan yang tidak hanya berfungsi untuk memanfaatkan yang luasnya sempit tetapi juga sekaligus juga dapat meningkatkan gizi dan kesejahteraan keluarga merupakan masalah yang cukup kompleks yang perlu dipecahkan. Pekarangan adalah lahan terbuka yang terdapat di sekitar rumah tinggal. Lahan ini jika dipelihara dengan baik akan memberikan lingkungan yang menarik, nyaman dan sehat, serta menyenangkan. Pekarangan rumah dapat dimanfaatkan dengan selera dan keinginan masing-masing sesuai kebutuhan apa yang dibutuhkan. Dengan menanam tanaman produktif di pekarangan maka akan memberi keuntungan ganda, salah satunya adalah kepuasan jasmani dan rohani. Pada kenyataannya, masih banyak lahan-lahan pekarangan yang didiamkan begitu saja (nganggur) tanpa adanya upaya untuk mengoptimalkan lahan tersebut untuk ditanami berbagai tanaman yang bermanfaat. Stagnansi produksi ini disebabkan oleh lambatnya penemuan dan pemasyarakatan inovasi, serta rendahnya insentif finansial untuk menerapkan teknologi secara optimal. Melemahnya sistem penyuluhan juga merupakan kendala lambatnya adopsi teknologi oleh petani. Petani di Indonesia yang umumnya berskala kecil (kurang dari 0,5 hektar) yang berjumlah 13,7 juta Kepala Keluarga (KK) menyebabkan 2 aksesibilitasnya terbatas terhadap sumber permodalan, teknologi dan sarana produksi sehingga sulit meningkatkan efisiensi dan produktivitasnya tanpa difasilitasi oleh pemerintah. Peningkatan kapasitas kelembagaan petani serta peningkatan kualitas penyuluhan merupakan tantangan ke depan. Dalam menyikapi hal demikian, masyarakat harus memiliki inisiatif dan kreativitas dengan memanfaatkan lahan pekarangan rumah untuk memenuhi ketersediaan (supply) makanan sehari-hari di samping makanan pokok atau nasi. Dalam rangka membantu masyarakat untuk meningkatkan optimalisasi penggunaan lahan pekarangan yang sempit maupun yang didiamkan begitu saja, perlu dilakukan usaha yang dapat meningkatkan daya guna pekarangan. Manfaat yang diharapkan adalah masyarakat dapat memanfaatkan pekarangan dengan menanam tanaman sayur-sayuran, toga, budidaya ikan dan ternak di pekarangan. Masyarakat bisa memilih makanan dan mengonsumsi makanan yang bergizi, beragam, berimbang dan aman dari bahan–bahan kimia berbahaya pada sayuran, buah-buahan, dan aneka produk ternak. Dalam memanfaatkan lahan pekarangan, pemerintah berupaya menggerakkan kembali budaya menanam di lahan pekarangan melalui program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL). Kementerian Pertanian Republik Indonesi melalui Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BBP2TP) dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) mengajak masyarakat agar pekarangan rumah dimanfaatkan untuk berbudidaya. Artinya pekarangan rumah jangan sampai nganggur, tidak harus mengandalkan polibag dari kantong plastik, namun karung bekas yang sudah tidak dipakai lagi bisa dimanfaatkan untuk berbudidaya atau bercocok tanam, tergantung inisiatif dan kreativitas serta kemauan pemilik lahan. Program KRPL merupakan sarana diseminasi yang mengedepankan inovasi teknologi spesifik lokasi untuk mendukung pembangunan pertanian. Optimasi pemanfaatan lahan pekarangan atau ruang terbuka menjadi sangat penting untuk ketahanan pangan, sumber pendapatan, kesempatan kerja, dan agrowisata. Program KRPL bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas dalam pengelolaan lahan pekarangan untuk ditanami sayuran, tanaman obat, 3 tanaman pangan sehingga kemandirian pangan dapat tercapai. Selain itu juga dapat meningkatkan konsumsi rumah tangga dalam sayuran maupun protein hewani, dan juga dapat mengurangi belanja harian. Prinsipnya adalah dilarang membiarkan lahan-lahan kosong, bila akses pangan terhadap keluarga terpenuhi sebagai bentuk pengejawantahan konsep ketahanan pangan maka ketahanan pangan nasional bukanlah suatu hal yang tidak mungkin untuk dicapai. Upaya pengembangan program ini harus terus dilanjutkan bahkan ditingkatkan, sehingga KRPL dapat dikenali, dipahami dan dikembangkan oleh seluruh lapisan masyarakat baik di perdesaan maupun di perkotaan. Agar masyarakat dapat memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga, dan masyarakat secara lestari dalam suatu kawasan, mengembangkan kegiatan ekonomi produktif keluarga, menciptakan lingkungan hijau yang bersih, dan sehat secara mandiri. Oleh karena itu, kiranya perlu konsep KRPL atau rumah pangan yang dibangun dalam suatu kawasan dusun, desa, kecamatan, dan sebagainya dengan prinsip pemanfaatan pekarangan yang ramah lingkungan untuk pemenuhan pangan, gizi keluarga, dan peningkatan pendapatan yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan melalui partisipasi masyarakat. Untuk menumbuhkan keterlibatan dan partisipasi individu, serta kelompok dalam masyarakat melalui program pemberdayaan diperlukan sumberdaya komunikasi apapun tema pembangunan tersebut. Seperti yang dikatakan Pearce (1986) bahwa komunikasi memegang peran penting dalam proses pembangunan. Komunikasi dalam konteks pembangunan adalah bagian integral dari pembangunan, dan komunikasi sebagai peubah penting yang diterima dalam mewujudkan pembangunan (an integral part of development, and communication as accept of variables instrumental in bringing about development). Hal utama yang dilakukan komunikasi pembangunan adalah membuka pemahaman, wawasan berpikir, pengayaan pengetahuan dan keterampilan, serta pemberdayaan masyarakat secara menyeluruh. Secara pragmatis, menurut Quebral dalam Dilla (2007), komunikasi pembangunan dapat dirumuskan sebagai komunikasi yang dilakukan untuk melaksanakan pembangunan suatu bangsa. Sebagai proses membutuhkan perubahan kontribusi dan pembaharuan komunikasi. Untuk masyarakat terjadinya pembangunan perubahan dan 4 pembaharuan dalam masyarakat diperlukan komunikasi efektif. Secara sederhana, komunikasi efektif apabila orang berhasil menyampaikan apa yang dimaksudkannya (Goyer dalam Tubbs & Moss, 2005). Untuk berhasilnya tujuan dalam program KRPL perlu adanya pembinaan. Keberhasilan ini sangat bergantung pada efektivitas komunikasi yang terjadi antara pemandu lapang sebagai pembawa atau sumber pesan (source) dan masyarakat sebagai penerima pesan (receiver). Dalam kaitan itu, perlu dilakukan suatu kajian dan analisis untuk mengetahui apakah proses komunikasi yang terjadi antara sumber pesan dengan penerima pesan mampu menghasilkan perubahan dalam tataran kognitif, afektif, dan konatif pada masyarakat peserta program tersebut sehingga pada akhirnya mereka mampu mengadopsi dan mengaplikasikan sebuah inovasi teknologi yang diperkenalkan dalam rangka pencapaian sasaran utama, yaitu untuk meningkatkan produktivitas pangan yang dampaknya dapat meningkatkan perekonomian rumah tangga. Perumusan Masalah Pelaksanaan program KRPL bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan lahan pekarangannya untuk ditanami sayuran, tanaman obat, budidaya ikan dan ternak sehingga optimalisasi lahan pekarangan dapat tercapai. Selain itu juga dapat meningkatkan konsumsi rumah tangga terhadap sayuran dan buah-buahan maupun protein hewani, sehingga dapat mengurangi belanja harian. Dalam realitasnya, tidak ada perubahan dalam masyarakat tanpa peran komunikasi. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa komunikasi hadir pada semua upaya bertujuan membawa ke arah perubahan. Meskipun dikatakan bahwa komunikasi hadir dengan tujuan membawa perubahan, namun ia bukan satusatunya alat dalam membawa perubahan sosial. Dengan kata lain, komunikasi hanya salah satu dari banyak faktor yang menimbulkan perubahan masyarakat. Littlejohn (1996) menjelaskan hal ini dalam genre interactionist theories. Dalam teori ini, dijelaskan bahwa memahami kehidupan sosial sebagai proses interaksi. Komunikasi (interaksi) merupakan sarana kita belajar berperilaku. Komunikasi merupakan perekat masyarakat. Masyarakat tidak akan ada tanpa 5 komunikasi. Struktur sosial diciptakan dan ditopang melalui interaksi. Bahasa yang dipakai dalam komunikasi adalah untuk menciptakan struktur-struktur sosial. Secara sederhana komunikasi dapat dikatakan berhasil apabila terjadinya kesamaan makna antara orang-orang yang terlibat dalam berinteraksi. Kesamaan makna ini dapat dikatakan bahwa komunikasi dikatakan efektif. Dengan kata lain, orang-orang yang saling berinteraksi tersebut (komunikator dan komunikan) memiliki rangsangan dan respons yang sama-sama dapat dipahami oleh mereka. Perubahan dalam masyarakat dan individu banyak faktor yang mempengaruhinya. Selain komunikasi itu sendiri, efektivitas dan tingkat keberdayaan masyarakat juga dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti adanya kebijakan publik dari pemerintah, adanya intensitas penyuluhan, informasi dan ketersediaan sarana produksi yang bisa mendukung aktivitas petani dan masyarakat. Menurut Effendy (2003), komunikasi efektif jika dapat menimbulkan dampak: (1) kognitif, yaitu meningkatkan pengetahuan komunikan; (2) afektif, yaitu perubahan sikap dan pandangan komunikan; serta (3) konatif, yaitu perubahan perilaku atau tindakan yang terjadi pada komunikan. Efek pada arah kognitif meliputi peningkatan kesadaran, belajar dan tambahan pengetahuan. Perubahan pada afektif meliputi efek yang berhubungan dengan emosi, perasaan, dan sikap. Adapun efek pada konatif berhubungan dengan perilaku dan niat untuk melakukan sesuatu dengan cara tertentu. Desa Mulyasari Kabupaten Ciampel Karawang Jawa Barat merupakan salah satu daerah yang menjadi sasaran program KRPL, atau satu dari empat desa yang telah melaksanakan program ini. Desa tersebut memiliki kondisi lingkungan perumahan penduduk yang pada umumnya belum dimanfaatkan dengan baik. Pekarangan mereka dibiarkan kosong tanpa dioptimalkan pengelolaannya, baik untuk tanaman pangan, sayuran, maupun ternak. Apalagi saat musim kemarau, hampir seluruh pekarangan tampak gersang tanpa ada pertanaman. Mereka hanya mengandalkan air hujan untuk pertanaman, sementara ada sumber air lainnya, baik dari situ/danau maupun dari sungai atau parit yang mengalir di dekat rumah mereka beelum dimanfaatkan dengan baik. Melalui program KRPL ini, desa tersebut cukup berhasil mengoptimalkan pekarangan rumah tangga sehingga 6 menghasilkan suatu kawasan pekarangan yang produktif yang hasilnya dapat menciptakan kemandirian pangan rumah tangga. Sejalan dengan uraian di atas, untuk mengetahui sejauh mana efektivitas komunikasi pada tataran pemandu lapang dengan masyarakat (peserta program KRPL) sebagai salah satu prasyarat utama kesuksesan program KRPL perlu dilakukan kajian dan analisis secara mendalam dan terarah. Beberapa permasalahan pokok yang dijadikan fokus dalam penelitian ini meliputi: 1. Sejauh mana efektivitas komunikasi program KRPL di Desa Mulyasari Kecamatan Ciampel Karawang Jawa Barat? 2. Sejauh mana hubungan antara karakteristik individu dan faktor eksternal dengan efektivitas komunikasi program KRPL pada keluarga di Desa Mulyasari Kecamatan Ciampel Karawang Jawa Barat? 3. Sejauh mana hubungan antara efektivitas komunikasi program KRPL dengan optimalisasi lahan pekarangan di Desa Mulyasari Kecamatan Ciampel, Karawang – Jawa Barat? Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan permasalahan yang telah dikemukakan, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis efektivitas komunikasi program KRPL di Desa Mulyasari Kecamatan Ciampel Karawang Jawa Barat. 2. Menganalisis hubungan antara karakteristik individu dan faktor eksternal dengan efektivitas komunikasi program KRPL di Desa Mulyasari Kecamatan Ciampel Karawang Jawa Barat. 3. Menganalisis hubungan antara efektivitas komunikasi program KRPL dengan optimalisasi lahan pekarangan di Desa Mulyasari Kecamatan Ciampel Karawang Jawa Barat. Kegunaan Penelitian Penelitian ini mencoba menggambarkan efektivitas komunikasi dalam penyelenggaraan program KRPL dan analisis hubungan antarpeubah yang mempengaruhinya. Hasil yang diperoleh diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut: 7 1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan oleh pihak terkait dalam merumuskan kebijakan maupun pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumbangan pemikiran bagi pemerintah daerah setempat untuk mempercepat proses sosialisasi inovasi-inovasi yang akan didesiminasikan kepada masyarakat setempat. TINJAUAN PUSTAKA Komunikasi Kata atau istilah komunikasi dari bahasa Inggris adalah communication. Secara etimologis atau menurut asal katanya adalah dari bahasa Latin communicatus, dan perkataan ini bersumber pada kata communis. Dalam kata communis ini memiliki makna „berbagi‟ atau „menjadi milik bersama‟ yaitu suatu usaha yang memiliki tujuan untuk kebersamaan atau kesamaan makna. Komunikasi secara terminologis merujuk pada adanya proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Jadi dalam pengertian ini yang terlibat dalam komunikasi adalah manusia. Merujuk pada pengertian Ruben dan Stewart (1988) mengenai komunikasi manusia, yaitu proses yang melibatkan individu-individu dalam suatu hubungan, kelompok, organisasi dan masyarakat yang merespons dan menciptakan pesan untuk beradaptasi dengan lingkungan satu sama lain (process through which individuals-in relationships, groups, organizations and societies-respond to and create messages to adapt to the environment and one another). Menurut Berlo (1960), komunikasi merupakan proses penyampaian pesan, akan tetapi perlu dipahami bahwa komunikasi tidak hanya sampai pada batas penerima tetapi juga bagaimana pesan itu disampaikan dan diterima. Berlo menyebutnya sebagai model linier atau searah. Dalam model linier, komunikasi dikatakan efektif jika penerima mampu menerima pesan sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh sumber. Model komunikasi linier sering juga disebut sebagai model S-M-C-R-E (Source, Message, Channel, Receiver, and Effect). Menurut Schramm dan Kincaid (1977), komunikasi adalah proses saling membagi atau menggunakan informasi secara bersamaan dan bertalian antara pelaku dengan proses komunikasi informasi. DeVito (1997) memberikan batasan bahwa komunikasi mengacu pada suatu tindakan oleh dua orang atau lebih, yang mengirim dan menerima suatu pesan yang terdistorsi oleh suatu gangguan (noise), terjadi dalam konteks tertentu, dengan pengaruh tertentu dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik. Selain itu, dikenal juga komunikasi yang sifatnya umum (komunikasi universal). 10 Komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan. Komunikasi dilakukan oleh seseorang kepada orang lain, dengan tujuan agar orang lain tersebut mengetahui dan mempunyai makna yang sama tentang hal yang dikomunikasikan, sehingga orang tersebut dapat menerima dan melaksanakan pesan yang disampaikan. Untuk itu, di antara orang-orang yang berkomunikasi harus tercapai kesamaan pengertian. Apabila kesamaan pengertian tidak tercapai, maka dapat dikatakan komunikasi tidak terjadi (Effendy, 2000). Wood (2004) mengartikan komunikasi sebagai sebuah proses yang sistemik di mana individu-individu berinteraksi dengan dan melalui simbolsimbol untuk menciptakan dan menginterpretasikan arti. Pengertian ini mempunyai empat kata kunci, yakni: proses, sistemik, simbol, dan arti. Pendapat ini juga dipertegas oleh West dan Turner (2008), yaitu komunikasi adalah proses sosial di mana individu-individu menggunakan simbol-simbol untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna dalam lingkungan mereka. Efektivitas Komunikasi Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti tercapainya yang telah ditetapkan. Effendy (2001) menyatakan bahwa komunikasi dapat dikatakan efektif, jika dapat menimbulkan dampak seperti (1) kognitif, yaitu meningkatnya pengetahuan komunikan; (2) afektif, yaitu perubahan sikap dan pandangan komunikan, karena hatinya tergerak akibat komunikasi; dan (3) konatif, yaitu perubahan perilaku atau tindakan yang terjadi pada komunikan. Efek pada arah kognitif meliputi peningkatan kesadaran, belajar dan tambahan pengetahuan. Pada afektif meliputi efek yang berhubungan dengan emosi, perasaan dan sikap; sedangkan efek pada konatif berhubungan dengan perilaku dan niat untuk melakukan sesuatu dengan cara tertentu (Jahi, 1988). Suatu komunikasi dikatakan efektif apabila komunikator berhasil menyampaikan apa yang dimaksudkannya kepada komunikan (penerima). Komunikasi dinilai efektif bila stimuli yang disampaikan dan dimaksudkan oleh pengirim pesan berkaitan erat (identik) dengan stimuli yang ditangkap dan dipahami oleh penerima pesan. Menurut Tubb dan Moss (2005) ada lima hal yang menjadikan ukuran bagi komunikasi efektif, yaitu pemahaman, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang makin baik, dan tindakan. 11 1. Pemahaman Arti pokok pemahaman adalah penerimaan yang cermat atas kandungan stimuli seperti yang dimaksud oleh pengirim pesan (komunikator) dan dikatakan efektif, bila penerima (komunikan) memperoleh pemahaman yang cermat atas pesan yang disampaikan. 2. Kesenangan Komunikasi tidak semua ditujukan untuk menyampaikan maksud tertentu, karena adakalanya berkomunikasi hanya sekedar untuk bertegur sapa dan menimbulkan kebahagiaan bersama. 3. Mempengaruhi sikap Tindakan mempengaruhi orang lain dan berusaha agar orang lain memahami ucapan adalah bagian dari kehidupan sehari-hari. Pada waktu menentukan tingkat keberhasilan berkomunikasi ternyata kegagalan dalam mengubah sikap orang lain belum tentu karena orang lain tersebut tidak memahami apa yang dimaksud. Dalam hal ini kegagalan dalam mengubah pandangan seseorang jangan disamakan dengan kegagalan dalam meningkatkan pemahaman, karena memahami dan menyetujui adalah dua hal yang sama sekali berlainan. 4. Memperbaiki hubungan Komunikasi yang dilakukan dalam suasana psikologis yang positif dan penuh kepercayaan akan sangat membantu terciptanya komunikasi yang efektif. Apabila hubungan manusia dibayang-bayangi oleh ketidakpercayaan, maka pesan yang disampaikan oleh komunikator yang paling kompeten dapat mengubah makna. 5. Tindakan Mendorong orang lain untuk melakukan tindakan sesuai dengan yang diinginkan, merupakan hasil yang paling sulit dicapai dalam berkomunikasi. Lebih mudah mengusahakan agar pesan dapat dipahami orang lain daripada mengusahakan agar pesan tersebut disetujui sebagai tindakan “feedback” dari komunikasi paling tinggi yang diharapkan oleh pemberi pesan. 12 Effendy (2000) mengatakan supaya terjadi komunikasi yang efektif, maka komponen-komponen komunikasi perlu diperhatikan, mulai dari komunikator, pesan, saluran dan komunikan sebagai sasaran komunikasi. 1. Komunikator Faktor penting pada diri komunikator dalam melancarkan komunikasi adalah daya tarik dan kredibilitas. Seorang komunikator akan mampu mengubah sikap, opini dan perilaku komunikan melalui mekanisme daya tarik. Apabila komunikan merasa ada kesamaan dengan komunikator, maka komunikan bersedia taat pada isi pesan yang dilancarkan oleh komunikator. Adapun kredibilitas berhubungan dengan profesi atau keahlian yang dimiliki seorang komunikator. Dengan kata lain, seorang komunikator akan mendapat kepercayaan, bila membahas suatu persoalan sesuai dengan profesi atau keahliannya. Faktor heteropily dapat menyebabkan komunikasi menjurus ke komunikasi yang tidak efektif. 2. Pesan Pesan komunikasi terdiri dari isi pesan dan lambang. Isi pesan komunikasi dapat satu, tetapi lambang yang digunakan dapat bermacam-macam, lambang yang paling banyak digunakan dalam komunikasi adalah bahasa. Oleh karena itu, komunikasi bahasa memegang peranan sangat penting. Tanpa penguasaan bahasa, hasil pemikiran yang bagaimanapun baiknya tidak akan dapat dikomunikasikan kepada orang lain secara tepat. 3. Saluran Saluran komunikasi adalah media yang dilalui pesan untuk sampai kepada komunikan (sasaran). Media komunikasi banyak macamnya dalam mencapai sasaran komunikasi, yaitu dengan cara memilih salah satu atau gabungan dari beberapa media. Pemilihan media tergantung pada tujuan yang akan dicapai, pesan yang akan disampaikan dan teknik yang akan digunakan. Masing-masing media komunikasi mempunyai kelebihan dan kekurangan. 4. Komunikan Pengenalan komunikan merupakan ketentuan utama yang harus dilaksanakan oleh komunikator dalam komunikasi. Ditinjau dari komponen komunikan, 13 seseorang dapat dan akan menerima pesan kalau terdapat empat kondisi secara simultan, yaitu: a. Komunikan benar-benar dapat mengerti pesan komunikasi. b. Pada saat mengambil keputusan, komunikan sadar bahwa keputusannya sesuai dengan tujuan. c. Pada saat mengambil keputusan, komunikan sadar bahwa keputusannya itu bersangkutan dengan kepentingan pribadinya. d. Komunikan mampu untuk menepatinya, baik secara mental maupun secara fisik. Menurut Berlo (1960), komunikasi akan berjalan efektif apabila ketepatannya dapat ditingkatkan dan gangguannya dapat diperkecil. Oleh karena itu, meningkatkan ketepatan dan mengurangi gangguan harus terjadi pada setiap unsur komunikasi. Hal tersebut dapat terjadi apabila: 1. Seorang komunikator harus memiliki keterampilan berkomunikasi (communication skills), pengetahuan yang luas mengenai apa yang dibahasnya (knowledge), sikap jujur dan bersahabat (attitude), serta mampu beradaptasi dengan sistem sosial dan budaya (social and cultural system). 2. Seorang komunikan harus memiliki kemampuan berkomunikasi, bersikap positif kepada komunikator dan pesan yang disampaikan, memahami isi pesan yang disampaikan, serta perilaku kebiasaan dalam menerima dan menafsirkan pesan. 3. Pesan yang disampaikan harus memenuhi persyaratan kode atau bahasa pesan, kesesuaian isi pesan dengan tujuan komunikasi, serta pemilihan dan pengaturan bahasa dan isi pesan. 4. Media komunikasi harus sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, sesuai dengan isi pesan sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat, serta efisien dalam memilih media. Prinsip media harus dapat dilihat, didengar, disentuh, dicium dan dirasakan. Metode komunikasi adalah cara penyampaian informasi secara timbal balik yang digolongkan ke dalam komunikasi perseorangan (interpersonal) dan komunikasi kelompok. DeVito (1997) mengelompokkan komunikasi ke dalam tujuh bentuk komunikasi, yaitu: 14 1. Komunikasi intrapersonal atau komunikasi dengan diri sendiri. Beberapa tujuan yang lazim dalam komunikasi intrapersonal adalah berpikir, melakukan penalaran, menganalisis dan merenung. Dalam komunikasi intrapersonal tersebut dikembangkan teori-teori tentang konsep diri. Konsep komunikasi intrapersonal yang berhubungan dengan keterampilan, antara lain memperkuat diri, meningkatkan kesadaran diri, meningkatkan kemampuan memecahkan masalah dan menganalisis masalah, meningkatkan pengendalian diri, mengurangi stres, mengatasi konflik, dan lain-lain. 2. Komunikasi interpersonal atau komunikasi antar pribadi. Tujuannya untuk mengenal, berhubungan, membantu, dan lain-lain. Beberapa teori yang diaplikasikan dalam konsep komunikasi ini antara lain mengapa orang mengembangkan hubungan, apa yang menyatukan sahabat, kerabat, keluarga dan apa yang memisahkannya, bagaimana hubungan dapat diperbaiki. Aplikasi keterampilan dari konsep komunikasi ini adalah meningkatkan efektivitas komunikasi satu lawan satu, mengembangkan dan memelihara hubungan yang efektif, meningkatkan kemampuan penyelesaian konflik. 3. Komunikasi kelompok kecil. Bertujuan berbagi informasi, mengembangkan gagasan, memecahkan masalah, membantu. Teori yang dapat diaplikasikan adalah apa yang membuat seseorang menjadi pemimpi, tipe kepemimpinan mana yang paling berhasil, apa peran anggota kelompok, apa yang berhasil dikerjakan kelompok dan apa yang gagal dilakukan kelompok, bagaimana kelompok dapat dibuat lebih efektif. Keterampilan yang diperlukan dalam komunikasi kelompok kecil adalah meningkatkan efektivitas sebagai anggota kelompok, meningkatkan kemampuan sebagai pemimpin, dan lain-lain. 4. Komunikasi organisasi atau komunikasi dalam suatu organisasi formal. Tujuannya meningkatkan produktivitas, meningkatkan semangat kerja, memberi informasi dan meyakinkan. Hal yang menyangkut teori adalah apa yang membuat organisasi efektif, apa kebutuhan yang harus dipenuhi organisasi, bagaimana komunikasi organisasi dapat ditingkatkan. Hal-hal yang berhubungan dengan keterampilan adalah meningkatkan efisiensi komunikasi ke atas dan ke bawah, serta lateral, menggunakan komunikasi untuk meningkatkan semangat kerja, dan lain-lain. 15 5. Komunikasi dengan publik atau khalayak. Tujuannya memberi informasi, mempengaruhi dan menghibur. Hal yang menyangkut teori adalah bagaimana khalayak dapat dianalisis dan diadaptasi secara efektif. Keterampilan yang diperlukan adalah mengkomunikasikan informasi secara lebih efektif, meningkatkan kemampuan persuasif, mengembangkan, mengorganisasikan, dan lain-lain. 6. Komunikasi antarbudaya atau komunikasi antar orang dari budaya yang berbeda. Tujuannya mengenal, berhubungan, mempengaruhi, bermain dan membantu. Teori yang dikembangkan adalah bagaimana budaya yang berbeda memandang komunikasi, apa yang menghambat komunikasi yang bermakna di antara orang-orang yang budayanya berlainan. Dalam hal ini diperlukan kemampuan menghindari hamabatan-hambatan utama dalam komunikasi antarbudaya. 7. Komunikasi massa atau komunikasi yang diarahkan kepada khalayak yang sangat luas. Tujuannya untuk menghibur, meyakinkan, mengukuhkan status, mengubah, mengaktifkan, memberi informasi dan menciptakan rasa persatuan. Teori yang dikembangkan adalah apa fungsi yang dijalankan media dan bagaimana media mempengaruhi kita, bagaimana kita dapat mempengaruhi media, dengan cara apa informasi disensor oleh media. Hal-hal yang berhubungan dengan keterampilan komunikasi bermedia massa adalah meningkatkan kemampuan menggunakan media agar lebih efektif. Dibandingkan dengan bentuk-bentuk komunikasi lainnya, komunikasi interpersonal dinilai lebih efektif dalam kegiatan mengubah sikap, kepercayaan, opini, dan perilaku komunikan. Alasannya komunikasi interpersonal berlangsung secara tatap-muka (face to face), sehingga terjadi kontak pribadi dan umpan balik berlangsung seketika. Komunikator dapat mengetahui secara langsung tanggapan komunikan terhadap pesan yang disampaikan. Komunikasi interpersonal seringkali dipergunakan untuk melancarkan komunikasi persuasif, yaitu agar orang lain (komunikan) bersedia menerima suatu paham atau keyakinan melakukan suatu perbuatan atau kegiatan. Selanjutnya Schramm dan Kincaid (1977) menyatakan bahwa komunikasi akan berhasil (terdapat kesamaan makna) apabila pesan yang disampaikan oleh 16 komunikator cocok dengan kerangka acuan (frame of reference), yakni paduan pengalaman dan pengertian (collection of experiences and meanings) yang diperoleh oleh komunikan. Jika bidang pengalaman komunikator sama dengan bidang pengalaman komunikan, komunikasi akan berlangsung lancar. Sebaliknya, apabila bidang pengalaman komunikan tidak sama dengan bidang pengalaman komunikator, akan timbul kesukaran untuk mengerti satu sama lain. Pembahasan mengenai beberapa teori dan pengertian-pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa komunikasi dan efektivitas komunikasi dapat dikatakan berjalan dengan baik jika pesan yang disampaikan oleh pengirim berkaitan erat dengan pesan yang ditangkap dan diterima oleh penerima. Pemahaman, kesenangan, mempengaruhi sikap, memperbaiki hubungan, dan tindakan positif merupakan tujuan dari efektivitas komunikasi. Karakteristik Individu Rakhmat (2007) menyatakan bahwa karakteristik manusia terbentuk oleh faktor-faktor biologis dan faktor-faktor sosiopsikologis. Faktor biologis mencakup komponen genetik, sistem syaraf, dan sistem hormonal. Faktor sosiopsikologis terdiri dari komponen-komponen konatif (tindakan) yang berhubungan dengan kebiasaan dan afektif (faktor emosional). Selanjutnya Sampson dalam Humaedah (2007), mengemukakan bahwa faktor internal individu merupakan ciri-ciri yang dimiliki oleh seseorang yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dengan lingkungannya. Karakteristik tersebut terbentuk oleh faktor-faktor biologis dan sosiopsikologis. Karakteristik individu merupakan salah satu faktor penting untuk diketahui dalam rangka mengetahui perilaku suatu masyarakat. Soekartawi (2005) mengemukakan lebih rinci mengenai perbedaan individu yang mempengaruhi cepat-lambatnya proses adopsi inovasi, yaitu: (1) umur, (2) pendidikan, (3) status sosial ekonomi, (4) pola hubungan (lokalit atau kosmopolit), (5) keberanian mengambil resiko, (6) sikap terhadap perubahan sosial, (7) motivasi berkarya, (8) aspirasi, (9) fatalisme (tidak adanya kemampuan mengontrol masa depan sendiri), dan (10) dogmatisme (sistem kepercayaan yang tertutup). Berdasarkan beberapa uraian di atas, maka dapat dikatakan bahwa dalam menjelaskan karakteristik individu dan bagaimana hubungannya dengan 17 efektivitas komunikasi tergantung kepada tujuan penelitian yang dilakukan. Dalam penelitian ini diarahkan untuk melihat hubungan antara karakteristik individu dengan efektivitas komunikasi, dan efektivitas komunikasi dengan keberdayaan rumah tangga atau masyarakat. Karakteristik individu yang dimaksud dalam penelitian ini adalah usia, pendidikan, pendapatan, pekerjaan utama, dan luas pekarangan. Ketersediaan Informasi dan Sarana Produksi Ketersediaan informasi bagi masyarakat sangat tergantung pada di mana dia bertempat tinggal. Hal ini akan sangat mempengaruhi aspek komunikasi atau aksesibilitas masyarakatnya. Akses petani pada suatu daerah dengan daerah lainnya tidak selalu sama. Hal ini sangat terkait dengan ketersediaan sumber informasi serta keragaman informasi yang diperlukannya. Tubbs dan Moss (2005) dan Purwasito (2003), mengatakan bahwa globalisasi yang dipicu oleh kemajuan teknologi komunikasi telah mendorong semua bangsa ke arah komunikasi massa. Pada kondisi seperti inilah kerapatan dan keterbukaan komunikasi menjadi relatif karena dipengaruhi oleh eksistensi fasilitas komunikasi. Fasilitas seperti radio, televisi, surat kabar, majalah, buku-buku, internet, pusat informasi publik, dan kelompok atau kelembagaan masyarakat. Menurut van den Ban dan Hawkins (1999), dengan teknologi komunikasi modern memungkinkan petanu dapat dengan cepat memperoleh informasi dan menyeleksi yang paling tepat dengan menggunakan model tertentu untuk pengambilan keputusan. Informasi sangat penting dalam membangun hubungan antarmanusia dan melakukan interaksi dalam kehidupan bermasyarakat. Informasi dapat dilakukan dengan jalan komunikasi secara kontinu sebagai upaya kebersamaan dan membangun jaringan. Hal ini dapat dilakukan secara formal maupun nonformal, yang salah satu modelnya dapat dikembangkan melalui diskusi (Ruben & Stewart, 1988). Cangara (2000) menjelaskan bahwa informasi baru tentang pertanian yang dikomunikasikan melalui berbagai macam saluran, secara umum dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 18 1. Media massa, terdiri dari majalah pertanian, surat kabar, siaran pertanian melalui radio dan televisi. 2. Sumber informal, terdiri dari tetangga petani/peternak dan teman, kelompok usaha, kelompok profesi dan kelompok sosial. 3. Sumber komersial, terdiri dari hubungan petani/peternak dengan pedagang dan dealer, demonstrator dan buletin komersial. 4. Sumber agen pemerintah, terdiri dari buletin, pertemuan dan hubungan petani/peternak dengan penyuluh dan ahli. Selanjutnya Lionberger dan Gwin (1982), mengatakan bahwa proses penyebaran informasi pertanian dilakukan melalui empat tahapan, yaitu: (1) melalui penelitian, (2) pengujian lokal, (3) penyebaran informasi, dan (4) bimbingan kepada petani atau peternak. Depari dan McAndrews (1998) menambahkan bahwa peranan media massa dalam pembangunan nasional adalah sebagai agen pembaru (agent of social change). Letak peranannya adalah dalam membantu mempercepat proses peralihan masyarakat yang tradisional menjadi masyarakat modern. Berbicara tentang sumber informasi, setiap orang atau lembaga apa saja di mana saja masing-masing berperan sebagai sumber informasi. Sesama petani, aparat desa, penyuluh, fasilitator, televisi, radio, majalah, koran, dan sumber lainnya. Sebagai sumber informasi, sudah seharusnya mengedepankan kredibilitasnya, karena ini berkaitan dengan metode komunikasi dan pesanpesannya. Menurut Rakhmat (2007), kredibilitas itu tidak secara inheren ada dalam diri komunikator, namun kredibilitas itu juga terletak pada khalayak yang menerima sumber informasi tersebut. Di beberapa negara Asia, terdapat banyak organisasi petani seperti kelompok tani yang sudah mampu berperan dalam banyak hal, termasuk dalam penyediaan dan pengelolaan informasi. Malaysia, Thailand, dan India telah ada kelompok tani yang mampu berperan dalam penyediaan dan mengelola informasi, pengadaan saprotan perkreditan, pemasaran hasil-hasil pertanian, pengelolaan pascapanen dan pemberian pelayanan penyuluhan pertanian (Shah & Shah, 1994 dalam Sutawan 2000). Ketersediaan sarana produksi juga sangat berpengaruh 19 terhadap perkembangan perilaku efisiensi dan daya saing petani (Sumardjo, 1999). Uraian di atas menjelaskan bahwa setiap informasi dan sarana produksi selayaknya memiliki nilai inovasi. Ketidaktersediaan sumber informasi dan sarana produksi tersebut akan sangat mempengaruhi tingkat perkembangan dan perubahan sosial, berkomunikasi serta tingkat keberdayaan, tingkat berkomunikasi, serta tingkat keberdayaan petani tersebut. Kebijakan Publik Dalam perkembangannya, kebijakan publik (pemerintah) menjadi ilmu yang mempelajari proses pengambilan keputusan dengan menganalisis berbagai informasi yang terkait, tujuannya untuk menghasilkan nilai-nilai otoritatif. Nilainilai ini dicakup dalam legislasi untuk kemudian diterjemahkan dalam rencana atau program, sebagai wujud akuntabilitas pemerintah. Keberhasilan kebijakan ini sangat ditentukan oleh aktor-aktor kunci yang intinya adalah tepat dan bijak dalam mengambil keputusan pada saat mengimplementasikan kebijakan tersebut. Kebijakan pemerintah dapat didefinisikan dalam arti luas dan sempit. Dalam arti luas kebijakan pemerintah adalah segala sesuatu atau apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan (whatever governments choose to do or not to do). Dalam arti sempit atau khusus adalah suatu arah aksi yang tetap yang diikuti oleh pelaku-pelaku atau aturan dalam menangani masalah atau keprihatinan (a purposive course of action followed by an actor or set actors in dealing with a problem or matter of concern) (Young & Quinn, 2002). Anderson pada tahun 1975 dalam Tangkilisan (2003) memberikan definisi tentang kebijakan publik sebagai kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh badanbadan dan pejabat-pejabat pemerintah, di mana implikasi dari kebijakan tersebut adalah: (1) kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau mempunyai tindakan-tindakan yang berorientasi pada tujuan, (2) kebijakan publik berisi tindakan-tindakan pemerintah, (3) kebijakan publik merupakan apa yang benarbenar dilakukan oleh pemerintah, jadi bukan merupakan apa yang masih dimaksudkan untuk dilakukan, (4) kebijakan publik yang diambil bisa bersifat 20 positif dalam arti merupakan tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu masalah tertentu, atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu, (5) kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti yang positif didasarkan pada peraturan perundangan yang bersifat mengikat dan memaksa. Dye 1978 dalam Hosio (2007) mendefinisikan kebijakan publik sebagai segala sesuatu atau apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan (whatever governments choose to do or not to do). Kebijakan publik sebagai suatu upaya untuk mengetahui apa sesungguhnya yang dilakukan oleh pemerintah, mengapa mereka melakukannya, dan apa yang menyebabkan mereka melakukannya secara berbeda-beda. Dye juga mengatakan bahwa apabila pemerintah memilih untuk melakukan suatu tindakan, maka tindakan tersebut harus memiliki tujuan. Kebijakan publik tersebut harus meliputi semua tindakan pemerintah, bukan hanya merupakan keinginan atau pejabat pemerintah saja. Di samping itu, sesuatu yang tidak dilaksanakan oleh pemerintah pun termasuk kebijakan publik. Hal ini disebabkan karena sesuatu yang tidak dilakukan oleh pemerintah akan mempunyai pengaruh yang sama besar dengan sesuatu yang dilakukan oleh pemerintah. Oxford English Dictionary dalam Parsons (2006), memberikan definisi tentang kebijakan publik sebagai kebijaksanaan politik, tata negara, perilaku yang bijak, tipu daya, tindakan yang diadopsi oleh pemerintah, partai, dll (political sagacity, statecraft, prudent conduct, craftiness, course of action adopted by government, party, etc). Salah satu kamus sinonim yang memberikan definisi sebagai berikut: kebijakan, kenegarawanan, administrasi, kebijaksanaan, rencana, peran, tindakan, taktik, strategi, kebijaksanaan. Maksudnya ialah kebijakan politik, keterampilan suatu negara bagian, pemimpin yang bijaksana, kecakapan sebagai negarawan, kebijaksanaan, administrasi, rencana, aturan main, aksi/tindakan, taktik-taktik, strategi, merupakan arah suatu tindakan yang diadopsi oleh pemerintah atau partai (policy, statesmanship, administration, wisdom, plan, role, action, tactics, strategy, sagacity). Selanjutnya Topatimasang et al. (2000), kebijakan publik merupakan suatu kebijakan tertentu dari pemerintah yang menyangkut kepentingan umum. 21 Menurut Mosher (1978) kebijakan (policies) dan tindakan-tindakan pemerintah mempunyai pengaruh yang sangat besar atas kecepatan pembangunan pertanian. Perencanaan nasional adalah proses memutuskan apa yang hendak dilakukan oleh pemerintah mengenai tiap kebijakan dan kegiatan yang mempengaruhi pembangunan pertanian selama jangka waktu tertentu. Syarat mutlak perlu mendapat prioritas tertinggi, syarat pelancar dapat membantu apabila syarat mutlak telah tersedia. Memberikan prioritas kepada syarat mutlak bukan berarti bahwa usaha-usaha terhadap syarat pelancar harus ditangguhkan sampai semua telah terpenuhinya syarat-syarat mutlak. Pengaruh dari semua syarat mutlak dan pelancar itu terletak dalam fasilitas-fasilitas yang tersedia bagi para petani serta mengubah kondisi cara berusahatani. Syarat mutlak yang dicari tersebut di antaranya: (1) keberadaan pasar, (2) teknologi, (3) saprodi lokal, (4) perangsang produksi dan (5) aspek pengangkutan. Syarat pelancar yang dilihat meliputi aspek: (1) pendidikan pembangunan, (2) kredit produksi, (3) kegiatan gotong-royong, (4) aspek lahan dan tanah pertanian dan (5) perencanaan nasional. Jadi, kebijakan pemerintah merupakan rencana kegiatan, pernyataan suatu tujuan yang ideal yang dibuat oleh pemerintah, partai politik atau kegiatan usaha. Kebijakan pemerintah merupakan hasil rumusan pola intervensi atau pengaturan pemerintah berdasarkan ketetapan legislatif, aturan main administrasi publik, serta adanya dukungan publik yang berpengaruh bagi masyarakat luas. Dalam negara yang demokratis kebijakan dibuat berdasarkan kebutuhan publik. Jadi sebelum pemerintah menetapkan kebijakan, terlebih dahulu menampung aspirasi dari masyarakat. Penyuluhan Pertanian van den Ban dan Hawkins (1999) mengartikan penyuluhan sebagai keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sesamanya memberikan pendapat sehingga bisa membuat keputusan yang benar. Secara sistematis pengertian penyuluhan tersebut adalah proses untuk: (1) membantu petani menganalisis situasi yang sednag dihadapi dan melakukan perkiraan ke depan; (2) membantu petani menyadarkan terhadap kemungkinan timbulnya masalah dari analisis tersebut; (3) meningkatkan 22 pengetahuan dan mengembangkan wawasan terhadap suatu masalah, membantu menyusun kerangka berdasarkan pengetahuan yang dimiliki petani; (4) membantu petani memperoleh pengetahuan yang khsusus berkaitan dengan cara pemecahan masalah yang dihadapi serta akibat yang ditimbulkannya sehingga mereka mempunyai berbagai alternatif tindakan; (5) membantu petani memutuskan pilihan yang tepat yang menurut pendapat mereka sudah optimal; (6) meningkatkan motivasi petani untuk mengevaluasi dan meningkatkan keterampilan mereka dalam membentuk pendapat dan mengambil keputusan. Menurut Mardikanto (1993), penyuluhan dapat dipahami sebagai sebuah proses, yakni: (1) proses penyebaran informasi, (b) sebagai proses penerangan; (c) proses perubahan perilaku; dan (d) proses pendidikan. Sementara Slamet (2003) mengatakan bahwa penyuluhan adalah program pendidikan luar sekolah yang bertujuan memberdayakan sasaran, meningkatkan kesejahteraan sasaran secara mandiri dan membangun masyarakat; sistem yang berfungsi secara berkelanjutan dan tidak bersifat adhoc, serta program yang menghasilkan perubahan perilaku dan tindakan sasaran yang menguntungkan sasaran dan masyarakatnya. Secara singkat penyuluhan dapat diartikan sebagai suatu pendidikan nonformal yang bertujuan untuk membantu masyarakat atau petani mengubah perilakunya dalam hal pengetahuan, keterampilan dan sikap agar mereka dapat memecahkan masalah yang dihadapinya guna mencapai kehidupan yang lebih baik. Optimalisasi Lahan Pekarangan Optimalisasi ialah suatu proses untuk mencapai hasil yang ideal atau optimal (nilai efektif yang dapat dicapai). Dalam hal ini, optimalisasi juga digunakan dalam penggunaan pekarangan. Pekarangan, sebagai lahan yang berada di sekitar rumah dengan batas dan pemilikan yang jelas merupakan lahan yang potensial sebagai salah satu lahan untuk produksi pertanian, sumber plasma nutfah, dan sebagai ruang terbuka hijau yang dapat menyerap Carbon yang efektif. Pemberdayaan pekarangan yang didasari oleh kearifan lokal, diperkirakan dapat diandalkan sebagai lahan produktif baik untuk subsistem maupun berskala ekonomis. Karena itu pekarangan berperan dalam ketahanan pangan masyarakat 23 desa selain untuk konservasi keragaman jenis biologi. Selain itu, luas pemilikan pekarangan di desa yang ideal secara ekologis dan ekonomis diharapkan dapat dijadikan pegangan bagi Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam mengimplementasikan kegiatan Reformasi Agraria dengan basis pendistribusian lahan pekarngan bagi masyarakat landless di Pulau Jawa (Arifin et al, 2007). Menurut Danoesastro (1976) pemanfaatan pekarangan adalah pekarangan yang dikelola melalui pendekatan terpadu berbagai jenis tanaman, ternak dan ikan, sehingga akan menjamin ketersediaan bahan pangan yang beraneka ragam secara terus menerus guna pemenuhan gizi keluarga. Di pekarangan bisa ditanam dengan beraneka jenis tanaman yang menghasilkan yang dibutuhkan sehari-hari seperti tanaman buah-buahan, sayur-sayuran, bunga-bungaan, tanaman obatobatan, bumbu-bumbuan, rempah-rempah, kelapa dan lain-lain. Secara garis besar, pemanfaatan lahan pekarangan menurut lokasinya dikelompokkan menjadi tiga kategori (Rukmana, 2005), yaitu: 1. Di daerah pedalaman, pekarangan pada umumnya dimanfaatkan sebagai sumber pangan dan gizi, obat-obatan, dan rempah-rempah serta unttk pelestarian lingkungan. 2. Di daerah perdesaan yang dekat dengan pusat konsumsi, pekarangan dimanfaatkan sebagai penghasil buah-buahan, sumber penghasilan, dan pelestarian lingkungan. 3. Di daerah perkotaan, pekarangan dimanfaatkan sebagai sumber pangan untuk perbaikan gizi, memberikan kenyamanan dan keindahan, serta melestarikan lingkungan. Penelitian Terdahulu Menurut Indra (2011) yang melihat pengaruh karakteristik individu dengan efektivitas komunikasi kelompok tani dalam mewujudkan keberdayaan petani di Kabupaten Aceh Singkil, didapat hasil sebagai berikut: 24 Tabel 1. Hubungan karakeristik individu dengan efektivitas komunikasi Efektivitas Komunikasi Karakteristik Individu Umur (X1) Pendidikan Formal (X2) Pendidikan Non Formal (X3) Pendapatan (X4) Pengalaman (X5) Luas Garapan (X6) Kekosmopolitan (X7) Pemahaman (Y1) Kesenangan (Y2) Mempengaruhi Sikap (Y3) Hubungan yang Makin Baik (Y4) Tindakan Positif (Y5) Nyata Tidak Nyata Nyata Nyata Tidak Nyata Nyata Nyata Nyata Tidak Nyata Nyata Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Nyata Nyata Tidak Nyata Nyata Nyata Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Sumber: Indra (2011) Pada Tabel 1, pendidikan formal sangat berhubungan nyata dengan indikator kesenangan, mempengaruhi sikap, hubungan yang baik dan tindakan positif. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan seorang petani, maka semakin bagus juga tingkat efektivitas komunikasinya. Efektifnya komunikasi sangat tergantung pada siapa yang memberikan pesan dan penerima pesan, jadi pelaku komunikasi sangat berperan penting. Sebagai pelaku komunikasi diutamakan adanya kesamaan makna dalam menginterpretasikan pesan-pesan yang dimunculkan dan hal ini sangat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan pribadi. Namun dalam hasil analisis ini pendidikan formal tidak berhubungan nyata dengan indikator pemahaman, ini dikarenakan tingkat pemahaman seseorang bukan berdasarkan pada tingkat pendidikan formalnya seorang petani, tetapi juga dipengaruhi oleh pendidikan non formal seperti pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh PPL. Berdasarkan uraian di atas, karakteristik individu berhubungan dengan tingkat efektivitas komunikasi. Keberagaman karakteristik tersebut sebagai fakta yang bisa mempengaruhi tingkat efektivitas individu sebagai pribadi dan makhluk sosial, jelas tidak dapat dipisahkan dari faktor eksternalnya. Karena sebagai makhluk sosial maupun sebagai pelaku utama di sektor pertanian, petani jelas tidak dapat melepaskan diri dari pengaruh lingkungannya. Kesulitan petani bukan 25 karena pemalas atau tidak bekerja keras, tetapi lebih banyak ditentukan oleh faktor luar yang membuat petanu menjadi semakin termarjinalkan. Pendidikan nonformal berhubungan nyata dengan tingkat pemahaman. Ini menjelaskan bahwa tingginya pengaruh pelatihan yang pernah diikuti oleh petani terhadap tingkat pemahaman. Pelatihan yang pernah diikuti oleh petani lebih mengedepankan kepada praktek di lapangan dan ini sangat memudahkan petani dalam meniru dan mengingat kegiatan tersebut. Berbeda dengan pendidikan formal yang mengedepankan teori dengan cara mendengar saja. Namun pada hasil analisis yang dilakukan, pendidikan nonformal tidak berhubungan nyata dengan tingkat kesenangan, sikap, hubungan baik dan tindakan positif. Kemungkinan disebabkan tingkat motivasi petani yang rendah. Rendahnya motivasi dikarenakan oleh ketidakmampuan secara finansial dan kepentingan yang lain, sehingga pelatihan yang pernah diikuti tidak memberikan dampak positif terhadap petani itu sendiri. Pendapatan petani berhubungan nyata dengan indikator kesenangan, sikap, hubungan baik dan tindakan positif. Artinya, semakin tinggi pendapatan maka tingkat indikator kesenangan, sikap, hubungan baik dan tindakan positif akan cenderung menurun. Kecenderungan seperti ini pada dasarnya berhubungan dengan sikap dan watak individu manusia yang pada saat mendapatkan kelebihan atau pendapatan kemungkinan seseorang untuk individualis bisa saja muncul. Hal ini bisa menyebabkan interaksi di kelompok akan terabaikan dan dapat menjadikan efektivitas komunikasi dalam kelompok bisa terkendala. Pengalaman berorganisasi dan luas lahan garapan tidak berhubungan nyata dengan semua indikator efektivitas komunikasi, disebabkan efektivitas komunikasi itu didasarkan atas pesan-pesan yang disampaikan itu mengalami kesamaan makna antara komunikan dan komunikator. Kekosmopolitan berhubungan nyata dengan sikap dan hubungan baik. Hal ini menggambarkan bahwa semakin tinggi tingkat kemampuan petani dalam mencari sumber informasi maka berhubungan dengan sikap dan hubungan baik. Sikap di sini adalah secara kognitif petani mampu dengan cepat mengadopsi informasi secara cepat dan tercipta motivasi. Begitu juga dengan terjadinya hubungan yang baik, yang menerangkan tentang bagaimana seorang petani 26 mampu berhubungan baik dengan sesama anggota maupun pada sumber informasi. Menurut Indra (2011), efektivitas komunikasi dipengaruhi karakteristik individu, seperti: umur, pendidikan formal, pendidikan nonformal, kekosmopolitan. Selain itu, efektivitas komunikasi juga dipengaruhi faktor eksternal, seperti: ketersediaan informasi, kebijakan publik, intensitas penyuluhan dan ketersediaan sarana produksi. Dalam penelitian ini juga menunjukkan adanya hubungan yang nyata positif antara efektivitas komunikasi dengan keberdayaan petani. Penelitian Suwanda (2008), yang melihat pengaruh faktor internal dengan efektivitas komunikasi Model Prima Tani Usahatani Padi, didapat hasil sebagai berikut: Tabel 2. Hubungan faktor internal dengan efektivitas komunikasi model prima tani usahatani padi Efektivitas Komunikasi Karakteristik Individu Umur (X1) Pendidikan Formal (X2) Pendidikan Non Formal (X3) Pengalaman (X4) Pendapatan (X5) Pola Usaha Tani (X6) Status Lahan (X7) Luas Lahan (X8) Orientasi Usahatani (X9) Status Petani (X10) Kognitif (Y1) Afektif (Y2) Konatif (Y2) Nyata Nyata Nyata Nyata Nyata Tidak Nyata Nyata Nyata Nyata Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Nyata Nyata Nyata Nyata Nyata Tidak Nyata Nyata Nyata Nyata Nyata Sumber: Suwanda (2008) Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar faktor internal, seperti umur, tingkat pendidikan formal, tingkat pendidikan non-formal, pengalaman bertani, pendapatan rata-rata, status lahan, luas lahan garapan, orientasi usahatani dan status petani berhubungan nyata dengan tingkat efektivitas komunikasi petani responden pada ranah kognitif dan konatif. Tidak terdapat hubungan yang signifikan pada pola usahatani dengan efektivitas komunikasi ranah afektif petani, hal ini disebabkan karena petani tidak sepenuhnya mendukung model prima tani usahatani padi dengan alasan program yang dijalankan ini tergolong singkat sehingga manfaat yang didapat relatif sedikit. Pada korelasi hubungan antara umur, tingkat pendidikan formal, tingkat pendidikan non-formal, pengalaman 27 bertani, pendapatan rata-rata, pola usahatani, status lahan, luas lahan garapan, orientasi usahatani, dan status petani dengan afektif petani dalam efektivitas komunikasi model Prima Tani tidak terdapat hubungan yang signifikan. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan terdapat hubungan nyata antara faktor internal dengan efektivitas komunikasi model Prima Tani usahatani padi, sebagian besar diterima. Secara umum, karakteristik personal seseorang mempengaruhi tingkat efektivitas komunikasi. Keberagaman karakteristik-karakteristik personal sebagai fakta yang mempengaruhi tingkat efektivitas individu sebagai pribadi maupun sebagai mahluk sosial, jelas tidak dapat dipisahkan dari faktor eksternalnya. Karena sebagai mahluk sosial maupun sebagai pelaku utama di sektor pertanian, petani jelas tidak dapat melepaskan diri dari pengaruh lingkungannya. Kesulitan petani bukan karena petani menjadi pemalas atau tidak bekerja keras, tetapi lebih banyak ditentukan oleh faktor luar yang membuat petani menjadi makin tidak menguntungkan sehingga berada di luar jangkauan petani. Penelitian Indra (2011) melihat pengaruh faktor eksternal dengan efektivitas komunikasi kelompok tani dalam mewujudkan keberdayaan petani di Kabupaten Aceh Singkil, didapat hasil sebagai berikut: Tabel 3. Hubungan faktor eksternal dengan efektivitas komunikasi Efektivitas Komunikasi Mempengaruhi Sikap (Y3) Hubungan yang Makin Baik (Y4) Tindakan Positif (Y5) Faktor Eksternal Pemahaman (Y1) Kesenangan (Y2) Kebijakan Publik (X1) Intensitas Penyuluhan (X2) Ketersediaan Sarana Produksi (X3) Ketersediaan Informasi (X4) Tidak Nyata Nyata Nyata Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Nyata Nyata Nyata Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Nyata Nyata Nyata Nyata Nyata Nyata Sumber: Indra (2011) Pada Tabel 3, faktor eksternal menunjukkan bahwa secara umum semua indikator berhubungan nyata dengan indikator efektivitas komunikasi. Namun ada beberapa indikator yang tidak berhubungan nyata dengan indikator lainnya, di 28 antaranya adalah kebijakan publik dengan pemahaman dan tindakan positif, intensitas penyuluhan dengan pemahaman, ketersediaan sarana produksi dengan pemahaman, kesenangan, mempengaruhi sikap dan hubungan baik. Hal ini mengindikasikan bahwa kebijakan publik, intensitas penyuluhan, ketersediaan sarana produksi dan ketersediaan informasi sangat mempengaruhi tingkat efektivitas komunikasi. Dari penjelasan hubungan antara karakteristik individu dan faktor eksternal dengan efektivitas komunikasi, beserta juga penjelasan indikatorindikatornya maka dapat dikatakan terdapat hubungan yang nyata positif antara karakteristik individu, faktor eksternal dengan efektivitas komunikasi. Pada karakteristik individu, secara umum terdapat hubungan nyata pada hampir semua indikator kecuali pada indikator pendapatan petani, pengalaman organisasi dan luas lahan garapan. Pada indikator pendapatan petani berhubungan nyata negatif dengan semua indikator efektivitas komunikasi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan petani efektivitas komunikasi dalam kelompok tani cenderung menurun, sedangkan pada indikator pengalaman berorganisasi, terdapat hubungan nyata negatif dengan indikator pemahaman dan mempengaruhi sikap. Sementara itu, pada indikator luas lahan garapan memiliki hubungan nyata negatif dengan indikator kesenangan dan mempengaruhi sikap. Hasil penelitian Anas (2003) tentang keefektivan komunikasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir, melihat hubungan faktor internal dengan efektivitas komunikasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir, didapat hasil sebagai berikut: Tabel 4. Hubungan faktor internal dengan efektivitas komunikasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir Efektivitas Komunikasi Karakteristik Nelayan Umur (X1) Pendidikan Formal (X2) Pendidikan Non Formal (X3) Jenis Usaha (X4) Jumlah Tanggungan Keluarga (X5) Pendapatan Keluarga (X6) Pengeluaran Keluarga (X7) Anas: 2003 Kognitif (Y1) Afektif (Y2) Konatif (Y3) Tidak Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Nyata Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Nyata Nyata Nyata Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Nyata Nyata Tidak Nyata 29 Tabel 4 menunjukkan bahwa faktor umur, pendidikan formal, dan pengeluaran keluarga tidak mempunyai hubungan yang nyata dengan efektivitas komunikasi baik dalam meningkatkan pengetahuan, menentukan sikap maupun dalam mengambil tindakan. Pendidikan nonformal dan jenis usaha tidak mempunyai hubungan yang nyata dengan efektivitas komunikasi dalam meningkatkan pengetahuan dan mengambil tindakan. Pendidikan nonformal hanya berhubungan nyata positif dalam menentukan sikap. Jenis usaha hanya berhubungan nyata negatif dengan sikap. Jumlah tanggungan keluarga berhubungan nyata negatif dengan efektivitas komunikasi yang dilakukan nelayan, baik yang mencakup aspek pengetahuan, sikap, maupun tindakan. Nilai koefisien korelasi negatif menunjukkan adanya hubungan yang negatif pula. Artinya, nelayan dengan tanggungan keluarga kecil, akan lebih efektif berkomunikasi dalam meningkatkan pengetahuan, menentukan sikap dan tindakan terhadap program yang disampaikan. Pendapatan keluarga berhubungan sangat nyata positif dengan efektivitas komunikasi, baik yang mencakup aspek pengetahuan, sikap, maupun tindakan. Ini berarti bahwa semakin besar pendapatan nelayan semakin efektif mereka berkomunikasi dalam meningkatkan pengetahuan, menentukan sikap dan mengambil keputusan. Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa karakteristik individu juga berkaitan dengan efektivitas komunikasi, yaitu Djunaedi (2003) yang meneliti tentang efektivitas komunikasi dalam Program Imbal Swadaya di Kecamatan Dramaga, menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara karakteristik individu dengan tingkat efektivitas komunikasi tentang bagaimana Program Imbal Swadaya bisa diterima oleh masyarakat. Hasilnya menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin tinggi pula tingkat efektivitas komunikasi seseorang. Astuti (2003) dalam penelitiannya tentang keefektivan komunikasi dalam pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara faktor situasional dengan keefektivan komunikasi, yaitu hubungan dalam persepsi anggota terhadap P4K, dukungan anggota terhadap kelompok P4K, dan kesesuaian syarat pinjaman kepada anggota kelompok. 30 Hasil penelitian Anas (2003) tentang keefektivan komunikasi program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir menunjukkan bahwa karakteristik individu yang merupakan faktor penentu dalam membentuk efektivitas komunikasi adalah pendapatan dan jumlah tanggungan keluarga. Masyarakat dengan tanggungan keluarga kecil dan pendapatan lebih besar, akan lebih efektif berkomunikasi dalam meningkatkan pengetahuan, menentukan sikap dan mengambil suatu tindakan terhadap suatu program yang disampaikan. Penelitian yang dilakukan Suwanda (2008) hubungan antara faktor internal dengan efektivitas komunikasi model usahatani padi untuk: umur, tingkat pendidikan, pendapatan, dan luas lahan dengan ranah kognitif berhubungan sangat nyata. Dalam penelitian Indra (2011) juga ditemukan adanya hubungan antara karakteristik individu dengan keberdayaan petani, menunjukkan bahwa sebagian besar indikator karakteristik individu berhubungan positif dengan keberdayaan petani, didapat hasil sebagai berikut: Tabel 5. Hubungan karakteristik individu dengan keberdayaan petani di Kabupaten Aceh Singkil Karakteristik Individu Umur (X1) Pendidikan Formal (X2) Pendidikan Non Formal (X3) Pendapatan Petani (X4) Pengalaman Berorganisasi (X5) Luas Lahan Garapan (X5) Kosmopolitan (X6) Keberdayaan Petani Mempunyai Kesadaran Aset (Y3) Hak dan Kewajiban (Y4) Nyata Nyata Nyata Nyata Mandiri (Y1) Berwawasan (Y2) Nyata Nyata Nyata Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Nyata Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Nyata Saling Ketergantungan (Y5) Nyata Nyata Kemampuan Mendapat Peluang Pasar (Y5) Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Nyata Tidak Nyata Nyata Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Nyata Tidak Nyata Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Nyata Nyata Nyata Nyata Sumber: Indra (2011) Tabel 5 menunjukkan bahwa secara umum umur berhubungan nyata dengan keseluruhan indikator-indikator keberdayaan petani. Ini memberikan gambaran bahwa semakin bertambahnya umur maka semakin tinggi juga tingkat 31 keberdayaannya. Kemandirian sangat ditentukan dari tingkat kematangan atau kedewasaan seseorang; bagaimana petani bisa mampu memilih jalan hidupnya dan menentukan pilihan dalam aktivitas bertaninya. Mengenai wawasan juga sangat ditentukan oleh tingkat umur, apalagi ditambah dengan tingkat pengalaman hidup yang banyak. Pengalaman hidup bisa dilihat dari tingkatan umur, semakin tinggi maka pengalaman hidupnya juga semakin banyak dan ini akan berdampak secara kognitif kepada individu seseorang. Semakin tinggi umur petani maka semakin produktif juga dalam mengumpulkan aset produksinya, selain didukung oleh kebutuhan pribadi juga didukung oleh anggota keluarga lainnya. Umur juga meningkatkan kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara, pemahaman akan hal ini akan meningkatkan tingkat keberdayaan secara individu. Semakin tinggi umur akan meningkatkan saling ketergantungan dengan orang lain, hal ini sesuai dengan hakikat sebagai manusia bahwasanya tidak akan berdiri sendiri tanpa ada bantuan orang lain. Lain halnya dengan hasil analisis yang menyatakan bahwa umur berhubungan nyata dengan kemampuan petani dalam mendapatkan peluang pasar, artinya semakin tinggi umur seseorang maka kemampuan mendapatkan peluang pasar juga akan semakin mudah, ini mungkin didukung oleh tingkat pengalaman petani dalam melakukan hubungan jual beli dengan pihak lain dalam menjual hasil panennya. Pendidikan formal berhubungan sangat nyata dengan indikator mandiri, berwawasan, mempunyai aset, kesadaran hak dan kewajiban dan saling ketergantungan. Ini menggambarkan bahwa pendidikan formal sangat berhubungan dengan keberdayaan seseorang. Pendidikan biasanya menciptakan manusia dengan berbagai kemampuan baik secara pengetahuan, sikap dan tindakan. Berbagai kemampuan ini menjadi dasar petani dalam beraktivitas dan akan meningkatkan keberdayaannya. Lain halnya dengan pendidikan nonformal, dari hasil analisis menunjukkan bahwa adanya hubungan yang nyata dengan kemandirian dan saling ketergantungan. Ini menunjukkan bahwa pendidikan nonformal dengan pendidikan formal memiliki fungsi yang sama, karena dapat meningkatkan keberdayaan petani itu sendiri. Tabel tersebut juga menunjukkan adanya hubungan yang nyata negatif antara indikator pendapatan dengan indikator mandiri, berwawasan, mempunyai 32 aset, kesadaran hak dan kewajiban. Ini berarti bahwa semakin meningkat pendapatan petani maka tingkat keberdayaan petani akan menurun. Untuk menyatakan bahwa seseorang itu berdaya, banyak ukuran yang bisa dijadikan patokan, tidak hanya melihat pada tingkat pendapatan seseorang yang tinggi. Pengalaman organisasi dan luas lahan garapan dari Tabel 5 di atas menunjukkan bahwa secara umum tidak ada hubungan yang nyata dengan keberdayaan petani. Tidak adanya hubungan nyata ini dikarenakan bahwa petani dalam berorganisasi tidak terlalu serius mengikutinya dan hanya kegiatankegiatan formal saja yang diikuti sehingga hubungan dengan orang lain semakin sedikit dan akan menjadikan petani menjadi obyek dari organisasi. Lain halnya dengan luas lahan garapan yang tidak mempunyai hubungan nyata dengan tingkat keberdayaan petani, ini jelas menunjukkan bahwa seluas apapun petani memiliki lahan garapan, tidak berhubungan nyata dengan tingkat wawasan, kemandirian, dan lainnya. Pada indikator kekosmopolitan terlihat bahwa terdapat hubungan yang sangat nyata dengan semua indikator keberdayaan petani seperti kemandirian, berwawasan, mempunyai aset, kesadaran hak dan kewajiban, saling ketergantungan dan kemampuan mendapat peluang pasar. Ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat kemampuan petani dalam mencari informasi maka semakin tinggi juga tingkat keberdayaannya. Ini menunjukkan betapa strategisnya makna informasi bagi keberdayaan petani. Tabel 6. Hubungan faktor eksternal dengan keberdayaan petani di Kabupaten Aceh Singkil Keberdayaan Petani Mempunyai Kesadaran Aset (Y3) Hak dan Kewajiban (Y4) Nyata Nyata Faktor Eksternal Mandiri (Y1) Berwawasan (Y2) Kebijakan Publik (X1) Intensitas Penyuluhan (X2) Ketersediaan Sarana Produksi (X3) Ketersediaan (X4) Informasi Nyata Nyata Nyata Nyata Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Nyata Nyata Sumber: Indra (2011) Saling Ketergantungan (Y5) Nyata Kemampuan Mendapat Peluang Pasar (Y6) Tidak Nyata Nyata Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Tidak Nyata Nyata Nyata Nyata Nyata Tidak Nyata 33 Tabel 6 menjelaskan bahwa secara umum hubungan antara faktor eksternal dengan keberdayaan petani positif. Faktor eksternal yang berhubungan postif adalah indikator kebijakan publik, intensitas penyuluhan dan ketersediaan informasi. Walaupun kebijakan publik adalah program-program bantuan dari pemerintah, ini sangat membantu petani baik secara individual maupun kelompok dalam hal aktivitas bertani. Begitu juga dengan intensitas penyuluhan yang berhubungan sangat nyata dengan indikator keberdayaan petani kecuali pada indikator kemampuan mendapatkan peluang pasar. Ini sejalan dengan Slamet (2003) yang berpendapat bahwa pemberdayaan masyarakat adalah ungkapan lain dari tujuan penyuluhan pembangunan. Pengertian pemberdayaan mayarakat adalah bagaimana membuat masyarakat mampu membangun dirinya sendiri, mampu membangun/memperbaiki kehidupan sendiri, atau masyarakat yang mampu meningkatkan kualitas hidupnya sendiri, tidak tergantung dari “belas kasih” pihak lain. Hasil analisis tersebut yang menghasilkan hubungan yang sangat nyata didukung oleh tingkat intensitas penyuluhan di kabupaten tersebut yang aktif. Sehingga akan menciptakan keberdayaan petani yang baik. Penelitian Sumardjo (1999) di Jawa Barat, mengungkapkan bahwa pelaksanaan penyuluhan akan menempatkan martabat petani secara lebih layak, keberadaan petani dengan aspek kepentingan dan kemampuannya menjadi lebih dikenali dan dihargai sehingga lebih mendorong terjadinya partisipasi masyarakat yang lebih tinggi. Ketersediaan informasi yang didapat oleh petani sebagian besar diperoleh dari media televisi, tenaga penyuluh pertanian dan pedagang. Walaupun ketersediaan informasi masih terbatas, namun tingkat keberdayaan petani cukup baik. Begitu juga dengan ketersediaan informasi yang sangat mendukung tingkat keberdayaan petani. Dengan demikian informasi dapat dikatakan sebagai faktor yang sangat berperan dalam proses pemberdayaan petani. Secara umum dari penjelasan hubungan antara karakteristik individu dan faktor eksternal dengan keberdayaan petani, beserta juga penjelasan indikatorindikatornya maka dapat dikatakan terdapat hubungan nyata positif antara karakteristik individu, faktor eksternal dengan keberdayaan petani. 34 Dilihat dari karakteristik individu, secara umum terdapat hubungan nyata positif pada indikator umur, pendidikan formal dan kekosmopolitan, sedangkan pada indikator pendapatan petani memiliki hubungan nyata negatif dengan indikator mempunyai aset, kesadaran hak dan kewajiban dan kemampuan mendapatkan peluang pasar. Indikator pendidikan nonformal, pengalaman organisasi dan luas lahan garapan memiliki hubungan nyata negatif dengan indikator berwawasan, mempunyai aset, kesadaran hak dan kewajiban dan kemampuan mendapat peluang pasar. Tabel 7. Hubungan efektivitas komunikasi dengan keberdayaan petani di Kabupaten Aceh Singkil Efektivitas Komunikasi Pemahaman (X1) Kesenangan (X2) Mempengaruhi Sikap (X3) Hubungan (X4)Baik Tindakan Positif (X5) Mandiri (Y1) Berwawasan (Y2) Nyata Nyata Tidak Nyata Nyata Nyata Keberdayaan Petani Mempunyai Kesadaran Aset (Y3) Hak dan Kewajiban (Y4) Nyata Tidak Nyata Saling Ketergantungan (Y5) Nyata Kemampuan Mendapat Peluang Pasar (Y6) Nyata Nyata Nyata Nyata Tidak Nyata Nyata Nyata Nyata Nyata Tidak Nyata Nyata Nyata Nyata Nyata Nyata Tidak Nyata Nyata Nyata Nyata Nyata Nyata Tidak Nyata Sumber: Indra (2011) Pemahaman secara umum berhubungan berhubungan nyata dengan mandiri, dan berhubungan nyata dengan indikator mempunyai aset, saling ketergantungan dan kemampuan mendapat peluang pasar. Pemahaman tidak memiliki hubungan nyata dengan berwawasan dan kesadaran hak dan kewajiban. Hal ini menggambarkan bahwa pentingnya pemahaman dalam berkomunikasi baik antara komunikan maupun komunikator, dan ini dapat dikatakan bahwa komunikasi bisa efektif. Pada saat tingkat pemahaman antara pelaku komunikasi tersebut terjadi maka pada titik itulah petani dikatakan berdaya, karena sudah mampu memahami potensi dirinya dan memiliki kebebasan mengemukakan pendapat. Berani dalam mengemukakan pendapat ini terjadi karena adanya umpan balik dari proses komunikasi yang berlangsung selama diskusi atau rapat yang dilaksanakan. Berkaitan dengan hubungannya dengan tingkat kemandirian, 35 mempunyai aset, saling ketergantungan dan mampu mendapatkan peluang pasar, terbangun ketika terjadi pertukaran pesan-pesan seperti informasi-informasi pasar, informasi penggunaan modal usaha tani. Pada indikator kesenangan terlihat bahwa terdapat hubungan yang nyata dengan indikator mandiri, berwawasan, mempunyai aset, kesadaran hak dan kewajiban dan saling ketergantungan, kecuali pada indikator kemampuan mendapat peluang pasar. Ini menggambarkan bahwa selain pemahaman pelaku komunikasi yang mencerminkan seseorang berdaya, indikator kesenangan juga dapat mempengaruhi keberdayaan seseorang. Adanya tingkat kesenangan pada pelaku komunikasi ini akan menggambarkan bahwa petani merasa terbebaskan dan lepas dari tekanan pihak lain dalam berkomunikasi. Berkaitan dengan hasil penelitian yang ada hubungannya dengan indikator-indikator di atas menunjukkan bahwa dengan kesenangan yang baik maka akan meningkatkan keberdayaan petani. Mempengaruhi sikap berhubungan nyata dengan indikator mandiri, berwawasan, mempunyai aset, kesadaran hak dan kewajiban dan saling ketergantungan, kecuali pada indikator kemampuan mendapat peluang pasar. Ini menggambarkan bahwa semakin tinggi komunikasi bisa efektif dalam mempengaruhi sikap maka akan meningkatkan keberdayaan petani. Adanya tindakan mempengaruhi orang lain dalam kelompok itu sering terjadi. Namun, bagaimana seseorang bisa mempengaruhi orang lain tergantung pada sejauh mana komunikator bisa menyampaikan pesan yang dengan mudah dipahami oleh komunikan. Jika dihubungkan pada tingkat keberdayaan petani, pada saat seseorang bisa mempengaruhi sikap orang lain dan sebaliknya maka pesan yang disampaikan itu bisa dikatakan efektif (saling memahami) dan ada umpan balik di antara keduanya. Jika terjadi seperti ini maka secara individual petani mampu menonjolkan dirinya yang tidak bisa dipengaruhi oleh orang lain secara cepat. Tabel tersebut juga memperlihatkan adanya hubungan yang sangat nyata antara hubungan yang baik dengan tingkat keberdayaan petani terutama sekali pada indikator mandiri, berwawasan, mempunyai aset, kesadaran hak dan kewajiban dan saling ketergantungan. Ini menggambarkan bahwa komunikasi yang efektif dapat dilihat ketika pesan yang disampaikan oleh pelaku 36 komunikasi dapat menciptakan hubungan yang baik. Dalam komunikasi hal yang seperti ini mencerminkan keharmonisan di antara anggota kelompok tani, begitu juga dengan adanya hubungan yang baik ini juga memperlihatkan bahwa komunitas di kelompok masyarakat dapat dikatakan berdaya. Tindakan positif juga sangat berhubungan nyata dengan tingkat keberdayaan petani. Komunikasi yang efektif bisa dilihat sejauh mana pesan yang dimunculkan ketika berkomunikasi dalam kelompok bisa mempengaruhi orang lain dan menghasilkan tindakan positif bagi pelaku komunikasi. Tindakan positif sangat mencerminkan tingkat keberdayaan petani, karena berdayanya seseorang bukan hanya dilihat dari aspek ekonominya saja tetapi juga bisa dilihat dari aspek perilaku individual yang positif. Dari penjelasan hubungan antara efektivitas komunikasi dengan keberdayaan petani, beserta juga penjelasan indikator-indikatornya maka dapat katakan bahwa terdapat hubungan nyata antara efektivitas komunikasi dengan keberdayaan petani. Faktor internal yang mempengaruhi efektivitas komunikasi adalah karakteristik personal atau karakteristik individu, karakteristik demografi dan karakteristik psikografi. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi efektivitas komunikasi adalah gangguan komunikasi. Sebagaimana dikemukakan oleh Gibson dan Ivancevich (1997) terdapat sejumlah hambatan komunikasi yang menyebabkan komunikasi tidak efektif, di antaranya perbedaan frame of references dan frame of experiences di antara komunikator dan komunikan, informasi yang terlalu banyak (overload information), stereotype, perbedaan status, bahasa kelompok, kata putus nilai, gangguan, perbedaan persepsi dan faktor bahasa. 37 KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Kerangka Pemikiran Tujuan komunikasi pembangunan secara umum adalah untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat. Tujuan tersebut hanya akan tercapai bila komunikasi pembangunan efektif. Komunikasi dinilai efektif bila rangsangan yang disampaikan dan yang dimaksudkan oleh pengirim atau sumber berkaitan dengan rangsangan yang ditangkap dan dipahami oleh penerima. Dalam konteks komunikasi efektif, faktor-faktor komunikasi sangat mempengaruhi tujuan pesan yang disampaikan dan dapat diwujudkan secara nyata dalam serangkaian kegiatan komunikasi yang terencana. Oleh karena itu perlu dilakukan identifikasi, analisis serta penetapan masalah dan kebutuhannya. Rangkaian kegiatan komunikasi dimaksud meliputi unsur: who (siapa sasarannya), why (apa latar belakang dan tujuannya), what (apa pesannya), when (kapan pelaksanaannya), where (dimana tempat pelaksanaannya) dan how (bagaimana cara/metode/format penyampaian pesannya). Schramm (1977) menyatakan bahwa terdapat empat syarat pesan yang harus dipenuhi agar komunikasi menjadi efektif, yaitu: (1) pesan harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat menumbuhkan perhatian, (2) pesan harus dirumuskan sedemikian rupa sehingga mencakup pengertian yang sama dan lambang-lambang yang dimengerti, (3) pesan harus dapat menimbulkan kebutuhan pribadi dan menyarankan bagaimana kebutuhan itu dapat dipenuhi dan (4) pesan harus sesuai dengan situasi penerima. Kawasan Rumah Pangan Lestari merupakan salah satu program Kementerian Pertanian dalam rangka mengoptimalisasi pemanfaatan pekarangan guna meningkatkan ketahanan pangan keluarga. Rumah pangan lestari merupakan rumah yang memanfaatkan pekarangan secara intensif melalui pengelolaan sumberdaya alam lokal secara bijaksana, yang menjamin kesinambungan persediaan pangan dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas, nilai dan keanekaragamnya. Program KRPL ini merupakan forum pembelajaran bagi petani yang dilakukan secara langsung di pekarangan yang dikelola masyarakat, dimana pada lokasi tersebut semua teknologi pertanian yang dihasilkan lembaga-lembaga 38 penelitian diterapkan. Teknologi pertanian dimaksud meliputi: (1) penataan dan pemanfaatan lahan pekarangan; (2) pemilihan komoditas; (3) pembuatan kebun bibit desa; dan (4) diversifikasi pangan. Sasaran akhir dari program ini adalah membentuk rumah tangga-rumah tangga yang mampu memenuhi pangan dan gizi keluarga, meningkatkan kemampuan keluarga dalam pemanfaatan pekarangan untuk budidaya tanaman pangan, buah, sayur, tanaman obat keluarga, ternak dan perikanan, mengembangkan sumber bibit/benih untuk menjaga keberlanjutan pemanfaatan pekarangan, dan mengembangkan ekonomi produktif keluarga sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan keluarga. Komunikasi merupakan alat yang digunakan dalam penyampaian program KRPL. Efektivitas komunikasi merupakan indikator kegiatan komunikasi suatu program dapat berjalan dengan baik atau sebaliknya. Indikator-indikator dari efektivitas komunikasi ini adalah melihat sejauh mana tingkat pemahaman (kognitif), sikap (afektif), dan perilaku (konatif) komunikan (receiver) dalam penataan dan pemanfaatan lahan pekarangan, pemilihan komoditas, pembuatan kebun bibit desa, dan diversifikasi pangan. Dalam penelitian ini, peubah-peubah yang dipandang memiliki hubungan kuat dengan efektivitas komunikasi program KRPL di Desa Mulyasari Kecamatan Ciampel Kabupaten Karawang adalah faktor karakteristik individu yang meliputi umur, tingkat pendidikan, pendapatan, luas pekarangan garapan, dan pekerjaan utama memiliki pengaruh terhadap perubahan perilaku dalam mengaplikasikan program KRPL oleh suatu kelompok masyarakat. Peubah lain yang mempunyai peran dalam kegiatan komunikasi adalah faktor eksternal seperti akses informasi, sarana produksi, dukungan pemerintah, dan intensitas penyuluhan. Selanjutnya untuk mengukur tingkat keefektivan komunikasi program KRPL, indikator yang diamati meliputi unsur pengetahuan (kognitif) petani tentang teknologi inovatif yang dikomunikasikan oleh penyuluh, pendapat atau sikap petani (afektif) terhadap teknologi tersebut, serta perubahan perilaku (konatif) petani terhadap teknologi inovatif. Data parameter-parameter di atas dikumpulkan melalui wawancara langsung dengan petani di area penelitian. 39 Komunikasi yang efektif yang ditandai dengan adanya perubahan perilaku untuk mengoptimalkan lahan pekarangan diharapkan adanya peningkatan kemandirian masyarakat kesejahteraan (ekonomi). dalam aspek ketahanan pangan keluarga dan Pada penelitaian ini, sebagai outcome dari mengaplikasikan program KRPL adalah kemandirian keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pangan dan kemampuan menciptakan peluang bisnis dengan memanfaatkan pekarangan yang ada. Berdasarkan uraian di atas, kerangka alur pikir penelitian ini disajikan pada Gambar 1. Karakteristik Individu (X1) X1.1. Umur H1 X1.2. Pendidikan X1.3. Pendapatan X1.4. Luas pekarangan Efektivitas Komunikasi Program KRPL (Y1) H3 Y1.1. Kognitif Faktor Eksternal (X2) Y1.2. Afektif X2.1. Akses informasi Y1.3. Konatif X2.2. Sarana produksi X2.3. Kebijakan publik/pemerintah X2.4. Intensitas penyuluhan H2 Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian Optimalisasi Lahan Pekarangan (Y2) Y2.1. Pemanfaatan lahan pekarangan Y2.2. Kemampuan menciptakan peluang bisnis 40 Hipotesis Penelitian 1. Terdapat hubungan nyata antara karakteristik individu dengan efektivitas komunikasi 2. Terdapat hubungan nyata antara faktor eksternal dengan efektivitas komunikasi 3. Terdapat hubungan nyata antara efektivitas komunikasi dengan optimalisasi lahan pekarangan 41 METODE PENELITIAN Desain Penelitian Penelitian ini didesain dalam bentuk metode survei yang bersifat explanatory research, yaitu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan peubah-peubah yang diamati, kemudian mengevaluasi dan menjelaskan hubungan antar peubah-peubah penelitian melalui pengujian hipotesis (Singarimbun & Effendi, 2006). Metode survei merupakan metode pelaksanaan penelitian, satu informasi dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner, dengan dibatasi pada pengertian survei sampel sebagai informasi dari sebagian populasi yang mewakili seluruh populasi yang ada. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Mulyasari Kecamatan Ciampel Kabupaten Karawang Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini ditentukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa desa ini merupakan salah satu desa yang melakukan program KRPL binaan Kementerian Pertanian. Penentuan lokasi penelitian ditetapkan bahwa Desa Mulyasari merupakan salah satu lokasi uji coba program KRPL yang berhasil dalam mendiseminasikan program yang dapat mengoptimalkan lahan pekarangan. Selain itu secara geografis, lokasi penelitian mudah dijangkau, secara ekonomis tidak memerlukan anggaran yang besar. Penelitian dilakukan selama satu bulan, yaitu mulai April sampai dengan Mei 2012. Waktu pelaksanaan penelitian diawali dengan tahapan pra-survei kemudian dilanjutkan dengan pengumpulan data penelitian. Populasi dan Sampel Populasi merupakan jumlah keseluruhan dari unit-unit analisis yang memiliki ciri-ciri yang diduga (Iskandar, 2008). Singarimbun dan Effendi (2006) menyatakan bahwa populasi adalah keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya akan diduga. Menurut Rakhmat (2005), kumpulan obyek penelitian adalah populasi. Dalam penelitian ini, jumlah populasi yang ditetapkan sebanyak 110 orang yang terdiri dari ibu-ibu yang memiliki lahan pekarangan dan ibu-ibu yang 42 telah mengikuti program KRPL di Desa Mulyasari Kecamatan Ciampel Kabupaten Karawang Jawa Barat. Sampel adalah sebagian dari populasi yang diambil secara representatif untuk mewakili populasi yang ada. Adapun penentuan sampel dilakukan secara proporsional stratified random sampling, yaitu pengambilan sampel dengan jumlah sampel tiap sel/strata ditentukan secara proporsional (Wirartha, 2006). Strata pengambilan sampel dibedakan menjadi tiga strata, yaitu: 1. Ibu-ibu dengan kepemilikan pekarangan sempit (kurang dari 120 meter persegi). 2. Keluarga dengan kepemilikan pekarangan sedang (120 meter persegi sampai 200 meter persegi). 3. Keluarga dengan kepemilikan pekarangan luas (lebih dari 200 meter persegi). Penetapan jumlah responden berdasarkan teknik pengambilan contoh menurut Slovin dalam Sevilla et al (1993), yaitu: Keterangan: n = jumlah contoh N = jumlah populasi d2 = presisi (α = 5%) Jumlah sampel yang diambil adalah sebanyak 50 responden dengan sebaran pengambilan sampel disesuaikan dengan proporsional luas kepemilikan pekarangan. Pengambilan sampel penelitian ini dinilai sudah mengacu pada konsep keterwakilan. Menurut Mantra dan Kasto (1995), suatu metode pengambilan sampel yang ideal mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: (1) dapat menghasilkan gambaran yang dapat dipercaya dari seluruh populasi yang diteliti, (2) dapat menentukan presisi dari hasil penelitian dengan menentukan simpangan baku (standar) dari taksiran yang diperoleh, (3) sederhana, sehingga mudah dilaksanakan, dan (4) dapat memberikan keterangan sebanyak mungkin dengan biaya serendah-rendahnya. 43 Data dan Instrumentasi Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer digali dan diambil melalui teknik wawancara secara terstruktur dari responden dengan alat bantu kuesioner yang di dalamnya berisi pertanyaan atau pernyataan yang berhubungan dengan peubah-peubah yang diamati dalam penelitian. Data sekunder diperoleh dari data yang telah dikumpulkan oleh berbagai instansi yang ada seperti Balai Penyuluhan Pertanian, Balai Besar Pengembangan dan Penelitian Teknologi Pertanian, dan Balai Desa Mulyasari Kecamatan Ciampel Kabupaten Karawang Jawa Barat. Kuesioner sebagai instrumentasi yang dibangun dalam penelitian ini terdiri dari lima bagian, yaitu: 1. Bagian pertama berisi pertanyaan dan pernyataan mengenai karakteristik individu. 2. Bagian kedua berisi pertanyaan dan pernyataan mengenai faktor eksternal yang terdiri atas: (a) akses informasi; (b) sarana produksi; (c) kebijakan publik; dan (d) intensitas penyuluhan. 3. Bagian ketiga berisi pertanyaan dan pernyataan mengenai efektivitas komunikasi. 4. Bagian keempat berisi pertanyaan dan pernyataan tentang optimalisasi lahan pekarangan di Desa Mulyasari Kecamatan Ciampel Karawang Jawa Barat. Definisi Operasional Definisi operasional merupakan spesifikasi kegiatan penelitian dalam mengukur suatu peubah yang diinvestigasi. Tujuannya adalah agar terbentuk persamaan persepsi terhadap konsep dan konstruk, serta dapat dilakukan pengukuran dengan jelas terhadap peubah-peubah yang diteliti. Definisi operasional dan pengukuran terhadap masing-masing peubah penelitian dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Karakteristik individu adalah suatu ciri atau keadaan seseorang yang bersumber dari unsur keturunan dan kemudian berkembang sesuai dengan perkembangan lingkungan. 44 a. Umur adalah lama hidup responden dihitung sejak tahun kelahiran sampai waktu penelitian dilakukan (dalam satuan tahun), diukur dengan menggunakan skala rasio dan diordinalkan menjadi tiga kategori. b. Tingkat pendidikan adalah lamanya jenjang sekolah tertinggi yang pernah diikuti oleh responden pada saat penelitian dilakukan, diukur dengan menggunakan skala rasio (dalam satuan tahun) dan kemudian diordinalkan menjadi tiga kategori. c. Pendapatan adalah jumlah penghasilan responden dalam setiap bulan dalam satuan rupiah. Pendapatan dijadikan sebagai gambaran kemampuan modal yang bersumber dari responden itu sendiri, diukur dengan menggunakan skala rasio dan kemudian diordinalkan menjadi tiga kategori. d. Luas pekarangan adalah sebidang tanah atau area pekarangan yang dimiliki oleh responden yang digunakan untuk budidaya tanaman dalam satu tahun terakhir (dalam satuan luas meter persegi), diukur dengan menggunakan skala rasio dan kemudian diordinalkan menjadi tiga kategori. e. Status pekarangan adalah posisi responden terhadap lahan pekarangan, diukur dengan menggunakan skala nominal. 2. Faktor eksternal adalah faktor-faktor di luar karakteristik individu yang mempunyai hubungan dengan efektivitas komunikasi dan keberdayaan. Faktor eksternal yang diamati adalah akses informasi, sarana produksi, kebijakan publik, dan sumber informasi. Indikator-indikator ini diukur secara ordinal dengan kategori rendah (skor 1), sedang (skor 2), dan tinggi (skor 3). a. Akses informasi adalah tingkat kemudahan responden untuk memperoleh informasi tentang berbagai aspek pemanfaatan pekarangan secara optimal, diukur dengan skala ordinal. b. Ketersediaan sarana produksi (saprodi) adalah tingkat kemudahan untuk menjangkau dan memperoleh sarana produksi (seperti benih, pupuk, pestisida, alat-alat pertanian, dan lain-lain), diukur dengan skala ordinal. c. Kebijakan publik adalah keterlibatan atau campur tangan pemerintah dalam menyukseskan program KRPL menurut pandangan responden, diukur dengan menggunakan skala ordinal. 45 d. Intensitas penyuluhan adalah banyaknya atau jumlah kegiatan penyuluhan yang dilakukan untuk mengubah perilaku (pengetahuan, sikap, dan keterampilan) yang dilakukan oleh penyuluh kepada petani maupun masyarakat dalam satu tahun terakhir saat penelitian ini dilakukan. Pengukuran dilakukan dengan menghitung frekuensi penyuluhan, jenis kegiatan, tidaknya manfaat dari kegiatan menyuluh, dan keterlibatan petani dalam kegiatan penyuluhan. 3. Keefektivan komunikasi dalam kegiatan transfer teknologi KRPL adalah perubahan pengetahuan, sikap, perilaku yang terjadi pada diri seorang responden setelah menerima suatu informasi. Pengukuran dengan menggunakan skala ordinal, dengan kategori: rendah (skor 1), sedang (skor 2) dan tinggi (skor 3). Pengukuran menggunakan tiga indikator perilaku mencakup perubahan pengetahuan (kognitif), sikap (afektif). dan tindakan (konatif). a. Aspek kognitif adalah tingkat pengetahuan responden tentang teknologi inovatif yang didiseminasikan dalam kegiatan transfer teknologi KRPL sebagai pesan. b. Aspek afektif adalah sikap responden terhadap teknologi inovatif yang dikomunikasikan dalam kegiatan transfer teknologi KRPL. c. Aspek konatif adalah tindakan responden untuk menggunakan teknologi inovatif yang diberikan. 4. Optimalisasi lahan pekarangan adalah suatu proses untuk mencapai hasil yang ideal atau optimal (nilai efektif yang dapat dicapai) terhadap lahan pekarangan dalam menghasilkan produk yang optimal baik secara kualitas maupun kuantitas, dan mampu untuk menciptakan usaha agribisnis. Pengukuran menggunakan skala ordinal, dengan kategori: rendah (skor 1), sedang (skor 2), dan tinggi (skor 3). Indikatornya adalah: a. Pemanfaaatan lahan pekarangan adalah tingkat penggunaan lahan pekarangan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. b. Kemampuan mendapat peluang pasar adalah tingkat kesanggupan responden dalam melihat seberapa besar potensi pasar untuk memasarkan produk hasil budidaya pekarangannya. 46 Validitas dan Reliabilitas Instrumentasi Validitas Instrumen Validitas berhubungan dengan ketepatan alat ukur untuk melakukan tugasnya mencapai sasarannya. Validitas berhubungan dengan kenyataan (actually). Validitas juga berhubungan dengan tujuan pengukuran. Pengukuran dikatakan valid jika mengukur tujuannya dengan nyata atau benar. Validitas berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (Sugiyono, 2008). Validitas dalam penelitian ini menggunakan teknik validitas konstruk (construct validity). Validitas konstruk dimaksudkan untuk mengukur sampai seberapa jauh butir-butir pertanyaan atau pernyataan mampu mengukur apa yang benar-benar hendak diukur sesuai dengan konstruk atau definisi operasional yang telah ditetapkan dalam penelitian (Djaali, 2004). Uji validitas dilakukan dengan uji korelasi antar skor masing-masing butir pertanyaan dengan skor total pada setiap peubah. Untuk mengukur validitas instrumen pernyataan ini, diukur dengan angka korelasi antara skor butir dan skor keselutuhan dari hasil uji coba melalui teknik korelasi product moment Pearson, dengan rumus sebagai berikut: Keterangan: ri = korelasi antara butir pertanyaan ke-i dengan total skor xij = skor responden ke-j pada butir pertanyaan i x = rata-rata skor butir pertanyaan i tj = total skor seluruh pertanyaan untuk responden ke-j t = rata-rata total skor Berdasarkan hasil uji statistik terhadap instrumen pertanyaan yang digunakan dengan menggunakan SPSS versi 19, maka dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan item pertanyaan valid. Hal ini dapat dilihat dari nilai corrected item total correlation lebih besar dari r tabel (0,514). 47 Reliabilitas Instrumen Reliabilitas instrumentasi menunjukkan akurasi dan ketetapan dari pengukurnya. Reliabilitas berhubungan dengan konsistensi dari pengukur. Suatu pengukur dikatakan reliabel (dapat diandalkan) jika dapat dipercaya, maka hasil dari pengukuran harus akurat dan konsisten. Reliabilitas adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan data yang sama. Indeks yang menunjukkan sejauhmana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau diandalkan (Sugiyono, 2008). Uji reliabilitas instrumen dalam penelitian ini menggunakan uji reliabilitas Cronbach alpha. Formula untuk menghitung koefisien Cronbach alpha (α) adalah sebagai berikut: Keterangan: α = koefisien reliabilitas Cronbach alpha k = banyaknya butir pertanyaan Si2 = ragam skor butir pertanyaan ke-i ST2 = ragam skor total Berdasarkan hasil analisis statistik dengan menggunakan SPSS versi 19 terhadap seluruh instrumen yang diujicobakan di Desa Mulyasari Kecamatan Ciampel Kabupaten Karawang terhadap 15 orang responden yang bukan sampel penelitian, tetapi memiliki karakteristik yang relatif serupa dengan responden sampel. Nilai koefisien uji reliabilitas cronbach alpha berada pada kisaran 0,848 sampai dengan 0,970 seperti yang tersaji pada Tabel 8 di bawah ini. Tabel 8. Koefisien Cronbach Alpha Hasil Uji Coba Kuesioner Peubah Penelitian Akses informasi Faktor eksternal Efektivitas komunikasi Optimalisasi lahan pekarangan Koefisien Cronbach alpha 0,932 0,848 0,970 0,909 Pengujian reliabilitas dengan menggunakan uji Cronbach Alpha untuk menentukan apakah setiap instrumen reliabel atau tidak, yakni dengan skala 0 sampai dengan 1. Interpretasi reliabilitas instrumen menurut Arikanto (2009) adalah sebagai berikut: 48 1. Nilai alpha Cronbach 0,00 - 0,20 = kurang reliabel/diabaikan 2. Nilai alpha Cronbach 0,21 - 0,40 = agak reliabel 3. Nilai alpha Cronbach 0,41 - 0,60 = cukup reliabel 4. Nilai alpha Cronbach 0,61 - 0,80 = reliabel 5. Nilai alpha Cronbach 0,81 - 1,00 = sangat reliabel. Dari tabel di atas terlihat bahwa nilai Cronbach Alpha dari semua peubah lebih besar dari 0,8. Ini berarti bahwa semua peubah yang digunakan pada kuesioner sangat reliabel. Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data menggunakan alat kuesioner, dilengkapi dengan berbagai informasi yang dikumpulkan dari berbagai sumber, sebagai penjelasan terhadap upaya-upaya pengambilan dan penggalian data yang dibutuhkan pada penelitian. Pengambilan data melalui langkah-langkah: 1. Pengkajian dan penelaahan naskah Menelaah data berupa catatan, dokumen, sebagai pelengkap data primer yang tidak ditemukan di lapangan, serta laporan-laporan ilmiah, literatur dan studi kepustakaan. Ditambah lagi dengan bahan peraturan daerah, bahan laporan arsip-arsip baik di kantor pemerintah kabupaten maupun di kantor kecamatan, kantor kepala desa, dan dokumentasi lainnya. 2. Wawancara Metode yang digunakan adalah dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung kepada responden yakni masyarakat yang menjadi peserta program KRPL, dengan panduan daftar pertanyaan (kuesioner). Data yang diperoleh ini nantinya dipergunakan sebagai data primer. 3. Data yang terkumpul dari kuesioner kemudian diberi kode responden, selanjutnya ditabulasi dalam master tabel (data mentah) dengan program Microsoft Excel. Analisis Data Penelitian ini menggunakan analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial. Pendekatan statistik inferensial digunakan untuk menganalisis keterkaitan peubah-peubah yang diduga terjadinya efektivitas komunikasi, juga 49 untuk melihat hubungan antar peubah-peubah bebas, peubah antara dan peubah terikat, yang diuji secara statistik non-parametrik dengan menggunakan korelasi rank Spearman. Data diolah dengan menggunakan program komputer perangkat lunak (software) Statistical Package for Social Science (SPSS) versi 19.0. Adapun rumus korelasi rank Spearman menurut Irawan (2007) adalah sebagai berikut: r=1– 6∑di2 N(N2 – 1) Keterangan r = Koefisien korelasi rank Spearman di = Beda antara dua pasangan N = berpasangan Total pengamatan 51 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Ciampel Kecamatan Ciampel merupakan bagian wilayah dari 30 Kecamatan di Kabupaten Karawang yang dahulunya termasuk ke wilayah Kecamatan Telukjambe, diresmikan menjadi Kecamatan pada tanggal 11 Agustus 1999 oleh Gubernur Jawa Barat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1999, tanggal 26 Mei 1999, tentang Pembentukan Kecamatan di Kabupaten Serang, Tangerang, Pandeglang, Bogor, Subang, Karawang, Ciamis dan Majalengka. Wilayah Pemerintahan Kecamatan Ciampel meliputi tujuh desa, antara lain: Desa Kutapohaci, Desa Kutanegara, Desa Kutamekar, Desa Parungmulya, Desa Mulyasari, Desa Mulyasejati dan Desa Tegallega. Dengan batas wilayah sebagai berikut: 1. Sebelah Utara : berbatasan dengan Kecamatan Klari 2. Sebelah Timur : berbatasan dengan Kecamatan Klari 3. Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta 4. Sebelah Barat : berbatasan dengan Kecamatan Telukjambe Timur dan Kecamatan Pangkalan Kecamatan Ciampel, memiliki luas wilayah yaitu 11.013 ha dengan rincian sebagai berikut: 1. Tanah Darat seluas 10.161 ha terdiri dari: a. Luas lahan bukan sawah seluas 4.653 ha, yaitu: 1) Hutan Rakyat : 2.505 ha 2) Tegal : 25 ha 3) Huma/Ladang : 613 ha 4) Perkebunan : 20 ha 5) Kolam Empang : 4 ha 6) Lain-lain : 1.486 ha b. Luas lahan bukan pertanian seluas 5.508 ha, yaitu : 1) Rumah Bangunan : 368 ha 2) Hutan Negara : 4.826 ha 3) Lain-lain : 314 ha 52 2. Tanah Sawah seluas 852 ha, yaitu: a. Sawah Teknis : 481 ha b. Sawah Non Teknis : 9 ha c. Sawah Tadah Hujan : 362 ha Selain itu, Kecamatan Ciampel berada di ketinggian ± 15 m dari permukaan laut, dengan suhu maksimum 40ºC dan minimum 17ºC, sedangkan suhu panas rata-rata 37ºC pertahun dengan curah hujan ± 21.17 mm setiap tahun dan tiupan angin rata-rata 10 km/jam. Adapun jarak tempuh ke Pusat Pemerintahan Kecamatan Ciampel yaitu: 1. Desa Terjauh : 10 km 2. Ibukota Kabupaten : 12 km 3. Ibukota Propinsi : 105 km 4. Ibukota Negara : 78 km Jumlah penduduk di Kecamatan Ciampel adalah sebanyak 34.533 jiwa, yang tersebar di tujuh desa, dengan rincian sebagai berikut: Tabel 9. Jumlah penduduk di Kecamatan Ciampel No Jumlah Penduduk Jumlah Kepala Keluarga (jiwa) (jiwa) Desa Lakilaki Perempuan Jumlah Lakilaki Perempuan Jumlah 1 Kutapohaci 3.310 3.376 6.686 1.859 150 2.009 2 Kutanegara 1.926 1.836 3.762 1.079 57 1.136 3 Kutamekar 2.153 2.058 4.211 1.169 112 1.281 4 Mulyasari 2.426 2.502 4.928 1.240 195 1.435 5 Mulyasejati 3.346 3.252 6.598 1.649 262 1.911 6 Parungmulya 2.915 2.805 5.720 2.215 108 2.323 7 Tegallega 1.355 1.273 2.628 657 105 762 Jumlah 17.431 17.102 34.533 9.868 989 10.857 Sumber : Kasi Kependudukan Kecamatan Ciampel, 2012 53 Desa Mulyasari Desa Mulyasari merupakan salah satu desa dari tujuh desa yang berada di wilayah administratif Kecamatan Ciampel. Desa Mulyasari memiliki dua dusun yang keseluruhannya memiliki luas 526 hektar. Desa Mulyasari juga memiliki 2 Rukun Warga (RW) dan 15 Rukun Tetangga (RT). Secara administratif Desa Mulyasari memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: 1. Sebelah Utara : berbatasan dengan Desa Cimahi Kecamatan Klari 2. Sebelah Timur : berbatasan dengan Desa Mulyasejati Kecamatan Ciampel 3. Sebelah Selatan : berbatasan dengan Desa Kutanegara Kecamatan Ciampel 4. Sebelah Barat : berbatasan dengan Desa Kutapohaci dan Desa Kutanegara Kecamatan Klari Tabel 10. Luas lahan wilayah Desa Mulyasari No Lahan Luas (ha) 1 Pemukiman 254 2 Sawah Irigasi 100 3 Sawah ½ Irigasi 40 4 Sawah Tadah Hujan 3 5 Tanah Ladang 200 6 Tambak/Kolam 2 Sumber: Balai Desa Mulyasari, 2012 Jumlah penduduk di Desa Mulyasari adalah sekitar 5.382 jiwa, terdiri dari 2.662 jiwa laki-laki dan 2.720 jiwa perempuan. Desa Mulyasari juga memiliki 1.781 Kepala Keluarga dan 906 Kepala Keluarga Miskin. Tingkat pendidikan penduduk di Desa Mulyasari sangat beragam, mulai dari yang berpendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Namun ada sebagian masyarakat di Desa Mulyasari yang sama sekali tidak berpendidikan, bahkan yang tidak bisa membaca dan menulis. Rincian besarnya jumlah penduduk yang memiliki pendidikan atau tidak dijelaskan pada Tabel 11 berikut: 54 Tabel 11. Pendidikan di Desa Mulyasari No Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) 1 Tamat SD Sederajat 500 2 Tamat SLTP Sederajat 1880 3 Tamat SLTA Sederajat 2490 4 Tamat S1 Sederajat 50 5 Tak Tamat SD Sederajat 300 6 Tak Tamat SLTP Sederajat 100 7 Tak Tamat SLTA Sederajat 300 8 Buta Huruf 80 Sumber: Balai Desa Mulyasari, 2012 Adapun kegiatan usaha yang dilakukan oleh penduduk Desa Mulyasari diuraikan pada Tabel 12 berikut: Tabel 12. Kegiatan Usaha Desa Mulyasari No Kegiatan Usaha Jumlah (orang) 1 Pertanian 200 2 Peternakan 70 3 Industri Rumah Tangga 10 4 TNI/POLRI 5 5 Buruh/Karyawan 900 6 PNS 32 7 Jasa 10 8 Pedagang 300 9 Lain-lain 2500 Sumber: Balai Desa Mulyasari, 2012 Gambaran Umum Program Kawasan Rumah Pangan Lestari Dalam masyarakat perdesaan, pemanfaatan lahan pekarangan untuk ditanami tanaman kebutuhan keluarga sudah berlangsung dalam waktu yang lama dan masih berkembang hingga sekarang meski dijumpai berbagai pergeseran dan belum dirancang dengan baik terutama dalam menjaga kelestariannya. 55 Diversifikasi pangan sangat penting perannya dalam mewujudkan ketahanan pangan dengan mempertimbangkan bahwa kualitas konsumsi pangan yang dilihat dari indikator skor Pola Pangan harapan (PPH) nasional masih relatif rendah. Pada tahun 2010 PPH mencapai 86,4 dan harus ditingkatkan terus untuk mencapai sasaran tahun 2014 PPH sebesar 93,3. Agar mampu menjaga keberlanjutannya, maka perlu dilakukan pembaruan rancangan pemanfaatan pekarangan dengan memperhatikan berbagai program yang telah berjalan seperti Desa Mandiri Pangan, Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP), dan Gerakan Perempuan Optimalisasi Pekarangan (GPOP). Model Kawasan Rumah Pangan Lestari merupakan himpunan dari Rumah Pangan Lestari (RPL), yaitu rumah tangga dengan prinsip (1) pemanfaatan pekarangan yang ramah lingkungan dan dirancang untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi keluarga; (2) diversifikasi pangan berbasis sumberdaya lokal; (3) konservasi sumberdaya genetik tanaman pangan; serta (4) menjaga kelestariannya melalui kebun bibit desa menuju peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Untuk menjaga keberlanjutannya dan mendapatkan nilai ekonomi, maka pemanfaatan pekarangan dalam konsep program ini dilengkapi dengan unit pengolahan serta pemasaran untuk penyelamatan hasil yang melimpah dan peningkatan nilai tambah produk. Total dana untuk melaksanakan program KRPL ini adalah sebesar Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) untuk setiap desanya. Anggaran ini diperoleh dari Kementerian Pertanian melalui BBP2TP dan BPTP. Tujuan dan Sasaran Program KRPL Adapun tujuan dilaksanakannya progran Kawasan Rumah Pangan Lestari antara lain adalah: 1. Memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga dan masyarakat melalui optimalisasi pemanfaatan pekarangan secara lestari. 2. Meningkatkan kemampuan keluarga dan masyarakat dalam pemanfaatan lahan pekarangan di perkotaan maupun perdesaan untuk budidaya tanaman pangan, buah, sayuran dan tanaman obat keluarga (toga), pemeliharaan ternak dan ikan, pengolahan hasil serta pengolahan limbah rumah tangga menjadi kompos. 56 3. Mengembangkan sumber benih/bibit untuk menjaga keberlanjutan pemanfaatan pekarangan dan melakukan pelestarian tanaman pangan lokal untuk masa depan. 4. Mengembangkan kegiatan ekonomi produktif keluarga sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan keluarga dan menciptakan lingkungan hijau yang bersih dan sehat secara mandiri. Sasaran yang ingin dicapai dari program ini adalah berkembangnya kemampuan keluarga dan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pangan dan gizi secara lestari melalui pemanfaatan pekarangan, menuju keluarga dan masyarakat yang sejahtera serta terwujudnya diversifikasi pangan dan pelestarian tanaman pangan lokal. Organisasi Pelaksana Program KRPL Program KRPL dibangun dengan melibatkan semua elemen masyarakat dan instansi terkait baik pusat maupun daerah, yang masing-masing bertanggungjawab terhadap sasaran atau keberhasilan kegiatan. Secara rinci, peran setiap elemen tersebut adalah sebagai berikut: 1. Masyarakat, terdiri dari kelompok sasaran dan Pamong Desa (RT, RW, Kadus) dan tokoh masyarakat yang berperan sebagai pelaku utama dan pendamping, yang bertugas untuk monitoring dan evaluasi. 2. Pemerintah Daerah (Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Perikanan, Badan Ketahanan Pangan Daerah, Kantor Kecamatan, Kantor Kelurahan dan lembaga terkait lainnya), yang berperan sebagai penanggung jawab keberlanjutan kegiatan dan bertugas melakukan pembinaan dan pendampingan kegiatan oleh petugas lapang, serta melakukan replikasi kegiatan ke lokasi lainnya. 3. Pokja 3, PKK, dan Kantor Ketahanan Pangan yang berperan sebagai koordinator lapangan. 4. Ditjen Komoditas/Badan Lingkup Kementerian Pertanian, yang bertugas melakukan pengembangan model sesuai tupoksi instansi. 5. Badan Litbang Pertanian, yang berperan sebagai narasumber dan pengawalan inovasi teknologi dan kelembagaan, dan melakukan membangun model KRPL. 57 6. Perguruan Tinggi/Swasta/LSM, yang bertugas memberikan dukungan dan pengawalan. 7. Pengembang perumahan, yang bertugas memfasilitasi pemanfaatan lahan kosong di kawasan perumahan. Mekanisme Sosialisasi Program KRPL Dalam rangka percepatan (akselerasi) dan perluasan (eskalasi) penerapan program KRPL tersebut, maka BBP2TP telah melaksanakan koordinasi, sosialisasi dan advokasi, baik melalui pertemuan (rapat koordinasi dan workshop), maupun diskusi bersama para penanggungjawab kegiatan KRPL di BPTP melalui berbagai media komunikasi, seperti brosur maupun penyuluhan. Upaya percepatan dan perluasan dilaksanakan selain didasarkan pada Pedoman Umum (Pedum) KRPL yang disusun oleh Tim Badan Litbang Pertanian, juga dilengkapi dengan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan berbagai jenis leaflet, poster, dan banner KRPL yang disusun/dicetak oleh Tim KRPL BBP2TP. Suatu percontohan (display) penerapan program KRPL juga dibuat baik di lingkungan/pekarangan kantor BBP2TP. Display ini merupakan miniatur implementasi program KRPL, dengan tujuan agar seluruh staf lingkup BBP2TP dan pemangku kepentingan (stakeholders) dapat secara langsung memahami penerapan program KRPL, dan harapannya dapat diimplementasikan di lingkungan rumah atau kantornya masing-masing. Informasi awal mengenai program KRPL pertama kali diperoleh warga pada dasarnya melalui sosialisasi oleh Tim KRPL Badan Litbang Kementerian Pertanian termasuk BBP2TP dan sosialisasi Penyuluh Pertanian Lapang (PPL) yang dilakukan di salah satu rumah warga dan balai desa. Salah satu sumber informasi tentang adanya program ini yaitu dengan melihat langsung program KRPL ini di Kebun Benih Desa (KBD). Namun demikian, sebagian kecil masyarakat mengetahui program ini karena mendengar dari tetangganya. Pelaksanaan program KRPL terdiri dari beberapa tahap, yaitu: (1) tahap persiapan; (2) tahap pelaksanaan; (3) tahap pengamatan; dan (4) tahap evaluasi. Yang dilakukan pada tahap persiapan terdiri dari pertemuan di tingkat desa yang mengikutsertakan tokoh masyarakat, penyuluh pertanian, masyarakat desa untuk 58 mendiskusikan lahan mana yang akan digarap, menetapkan komoditas apa yang ingin dihasilkan, dan menetapkan jadwal pertemuan untuk penyuluhan. Tahap selanjutnya yaitu pelaksanaan, di mana pada tahap ini terdiri dari kegiatan penyuluhan yang dilakukan oleh PPL yang dilakukan di rumah warga dan balai desa; kegiatan pendampingan yang terdiri dari aktivitas pengelolaan hama dan penyakit tanaman/ikan/ternak; dan juga dengan dibuatnya display yang dilakukan oleh penyuluh bersama-sama masyarakat. Seluruh kegiatan ini merupakan proses belajar yang dilakukan secara periodik di lahan pekarangan. Pertemuan yang dilakukan secara periodik dimulai beberapa minggu sebelum melakukan penanaman untuk melihat potensi, kendala, dan peluang komoditas yang akan dibudidayakan. Pertemuan berikutnya dilakukan pada saat pengolahan tanah, pembuatan persemaian, pemupukan, serta pengendalian hama. Tahap selanjutnya adalah pengamatan, yaitu suatu pertemuan non reguler jika ada masalah yang mendesak untuk dipecahkan, misalnya adanya serangan hama dan penyakit tanaman. Kemudian tahap terakhir adalah kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama untuk mengevaluasi semua kegiatan yang dimulai dari pengelolaan tanah, penanaman hingga penanganan pascapanen. Adapun materi-materi yang diseminasikan pada program KRPL ini meliputi empat aspek yaitu: 1. Penataan dan pemanfaatan lahan pekarangan Materi diseminasi yang disampaikan meliputi bagaimana melakukan penanaman yang baik dengan pemanfaatan polibag, vertikultur, bedengan, pot, pagar, budidaya ikan pada kolam, dan budidaya ternak di kandang. 2. Pemilihan komoditas Materi diseminasi yang disampaikan kepada masyarakat pada aspek pemilihan komoditas adalah informasi tentang pertimbangan kebutuhan pangan dan gizi keluarga, keanekaragaman pangan, pelestarian sumber pangan lokal yang memiliki nilai ekonomis yang menguntungkan dan peluang pasar yang besar. 3. Pembuatan kebun bibit desa Materi diseminasi yang disampaikan kepada masyarakat pada aspek pembuatan kebun bibit desa adalah informasi tentang proses perbanyakan dan pengelolaan bibit dan benih untuk memenuhi kebutuhan anggota RPL maupun kawasan. 59 4. Diversifikasi pangan Materi diseminasi yang disampaikan kepada masyarakat pada aspek diversifikasi pangan ini meliputi informasi peningkatan konsumsi aneka ragam pangan lokal dengan prinsip gizi seimbang. Karakteristik Individu Karakteristik individu dalam penelitian ini adalah umur, pendidikan, pendapatan, pekerjaan, dan luas lahan. Tabel 13. Distribusi responden menurut karakteristik individu Karakteristik Individu Umur Muda (< 44 tahun) Sedang (44 – 51 tahun) Tua (> 51 tahun) Pendidikan SD SMP SMU – keatas Pendapatan Rendah (< Rp 800.000,00) Sedang (Rp 800.000,00 – Rp 1.500.000,00) Tinggi (> Rp 1.500.000,00) Pekerjaan Ibu Rumah Tangga Guru Wiraswasta Pembantu Petani Buruh Luas Pekarangan Sempit (< 120 m2) Sedang (120-200 m2) Luas (> 200 m2) Total Jumlah (orang) Persentase (%) 15 18 17 30 36 34 46 2 2 92 4 4 45 3 2 90 6 4 25 2 9 3 8 3 50 4 18 6 16 6 33 15 2 66 30 4 n=50 orang Umur Umur seseorang merupakan salah satu karakteristik internal individu yang ikut mempengaruhi fungsi biologis dan psikologis individu. Berdasarkan hasil wawancara dengan peserta program KRPL menunjukkan bahwa struktur umur responden di lokasi penelitian berkisar antara usia 31 – 65 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan proporsi umur paling banyak berada pada 60 kisaran 44-51 tahun (36%). Dalam hubungannya dengan produktivitas, jika mengacu pada usia produktif 20 – 55 tahun, para responden umumnya tergolong produktif. Kondisi umur produktif ini akan sangat berpengaruh terhadap motivasi individu untuk berperan aktif dalam suatu kegiatan atau aktivitas. Hal ini sejalan bahwa kisaran umur produktif seseorang berada pada puncak kematangan produktivitas terutama sekali untuk pekerjaan yang bersifat pencurahan tenaga kerja. Soekanto (2000) menyatakan bahwa masyarakat usia muda selain lebih mudah menerima ide baru juga cenderung lebih cepat mengambil keputusan tentang obyek yang diminati. Pendidikan Tingkat pendidikan merupakan cerminan tingkat penguasaan seseorang terhadap suatu pengetahuan yang penerapannya terlihat pada perilakunya dalam hidup bermasyarakat. Tingkat pendidikan juga memiliki peranan yang sangat besar dalam proses penerapan teknologi dan inovasi. Umumnya semakin tinggi tingkat pendidikan, maka semakin cepat kemampuan penyesuaian terhadap suatu perubahan. Pendidikan responden dalam penelitian ini cukup bervariasi mulai dari tingkat Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. Dari hasil wawancara dengan peserta program KRPL, menggambarkan bahwa tingkat pendidikan responden masih tergolong rendah, hal ini dapat dilihat dari tingkat pendidikan masyarakat di lokasi penelitian sebagian besar berpendidikan Sekolah Dasar. Tabel 13 menggambarkan dari seluruh responden, yang berpendidikan SD memiliki tingkat tertinggi yaitu sebesar 92%. Kondisi ini dikarenakan ketidakmampuan mereka untuk membiayai keperluan sekolah. Selain itu, keterbatasan sarana pendidikan juga menjadi alasan mereka tidak menempuh pendidikan yang lebih tinggi lagi. Dari data ini, jika dikaitkan dengan tingkat partisipasi dalam program KRPL ada kecenderungan bahwa pendidikan berpengaruh terhadap motivassi berpartisipasi. Menurut Soekartawi (2005) pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang untuk berpikir lebih baik dan rasional, memilih alternatif dan cepat untuk menerima dan melaksanakan suatu inovasi. Pendapatan Tingkat pendapatan rata-rata responden perbulan diperhitungkan berdasarkan seluruh pendapatan yang diperoleh keluarga responden dalam satu 61 bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 90% peserta program KRPL memiliki pendapatan rendah, yaitu di bawah Rp 800.000,00. Rendahnya pendapatan mengindikasikan bahwa sebagian besar dari mereka tidak memiliki pekerjaan tetap (formal), rata-rata mereka hanya berprofesi sebagai ibu rumah tangga saja tanpa melakukan pekerjaan lainnya. Menurut hasil penelitian Hermawanto (1993), variasi pendapatan seseorang tergantung oleh beberapa faktor antara lain: a. Faktor yang berhubungan dengan luas penguasaan lahan garapan b. Status kepemilikan lahan pertanian c. Jenis usaha atau cabang usahatani yang dikerjakan d. Macam pekerjaan tambahan, baik dari sektor pertanian maupun non pertanian. Pekerjaan Pekerjaan adalah bidang atau profesi yang dijalankan responden sebagai mata pencaharian utama. Tabel 13 menunjukkan bahwa sebanyak 50% responden tidak memiliki pekerjaan formal (tetap), melainkan hanya berprofesi sebagai ibu rumah tangga saja. Hal ini dikarenakan responden bukanlah satu-satumya tulang punggung keluarga yang bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Selain menjadi ibu rumah tangga, profesi lain yang juga dijalankan oleh responden adalah menjadi guru, buruh, pedagang, dan petani. Luas Pekarangan Lahan pekarangan merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting dalam pengembangan program KRPL. Luas pemilikan lahan pekarangan atau luas lahan garapan merupakan faktor penentu jumlah produksi, produktivitas, pendapatan, dan kesejahteraan rumah tangga. Tingginya pertumbuhan penduduk, berpengaruh terhadap tingginya penggunaan lahan, minimal untuk perumahan. Sehingga terjadi konversi lahan yang terus menerus setiap waktu, akibatnya keadaan fungsi lahan bergeser dari lahan pekarangan menjadi perumahan atau kawasan industri. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa 33% responden memiliki luas pekarangan sempit, yaitu kurang dari 120 m2. 62 Faktor Eksternal Faktor-faktor eksternal yang dijelaskan di bawah ini merupakan suatu hal yang mempengaruhi efektivitas komunikasi, di antaranya adalah akses informasi, ketersediaan sarana produksi, kebijakan publik, dan intensitas penyuluhan. Tabel 14. Rataan skor faktor eksternal Faktor Eksternal Rataan Skor* Akses Informasi 1,93 Ketersediaan Saprodi 2,10 Kebijakan Publik 1,86 Intensitas Penyuluhan 2,57 Total Rataan Skor 2,12 Keterangan: *Kisaran skor 1-1,85 = rendah; 1,86-2,30 = sedang; 2,31-3 = tinggi Dilihat pada Tabel 14, jumlah rataan faktor-faktor eksternal masuk ke dalam kategori sedang (2,12). Ini berarti bahwa indikator-indikator akses informasi, ketersediaan sarana produksi, kebijakan publik, dan intensitas penyuluhan relatif baik. Akses Informasi Gabriel (1991) menyatakan bahwa saran teknis dan informasi dapat menawarkan berbagai keuntungan petani dalam tugas mereka menjalani hidup. Informasi harga, informasi kredit atau informasi pemasaran membantu petani mengambil tindakan saat kondisi yang paling menguntungkan bagi mereka. Saran yang tepat waktu tentang masukan teknis seperti aplikasi pupuk juga dapat membantu meningkatkan hasil panen. Dengan demikian informasi memegang peranan sentral dalam pengembangan petani termasuk kelompok tani di dalamnya. Berhasil atau tidaknya untuk menerapkan suatu teknologi dapat dipengaruhi oleh seberapa besar informasi ittu bisa diakses. Informasi ini bisa didapat dari penyuluh ataupun pihak-pihak lain yang mentransformasi pengetahuannya kepada khalayak sasaran yang dituju. Dalam analisis ketersediaan informasi bagi peserta program KRPL ini melihat tentang ketersediaan informasi dan kesesuaian informasi yang didapat dan yang dibutuhkan. Pada Tabel 14 di atas, memperlihatkan bahwa tingkat ketersediaan informasi bagi responden masuk dalam kategori sedang (1,93). Ini memberikan arti bahwa tingkat ketersediaan informasi bagi peserta program KRPL di Desa 63 Mulyasari relatif baik, namun ada juga faktor yang menyebabkan responden memiliki keterbatasan dalam mengakses informasi. Hal ini dikarenakan manajemen sistem informasi di tingkat desa belum dikelola secara terpadu, sehingga responden kurang termotivasi dan aktif untuk mencari informasi, dan kondisi ini yang menyebabkan responden sebagai peserta program KRPL selalu tertinggal dalam memperoleh informasi. Ketersediaan Sarana Produksi Secara umum tersedianya faktor produksi akan meningkatkan efisiensi produksi. Dengan efisiensi ini akan diperoleh keuntungan yang maksimal. Dalam masalah pemaksimuman keuntungan (profit maximization), dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu: (1) memaksimumkan keuntungan dengan cara memperbesar total penerimaan dan (2) memaksimumkan keuntungan dengan cara menekan biaya (cost minimization) (Soekartawi 2005); Ketersediaan sarana produksi dalam program KRPL tentu akan memberikan kontribusi dengan menekan biaya produksi. Dalam hal tingkat kemudahan peserta program KRPL dalam mendapatkan sarana produksi untuk keperluan pengoptimalan lahan pekarangan, seperti ketersediaan, kesesuaian, dan keterjangkauan harga. Tabel 14 memperlihatkan bahwa tingkat ketersediaan sarana produksi bagi peserta program KRPL di Desa Mulyasari masuk dalam kategori sedang (2,10). Ini berarti bahwa ketersediaan sarana produksi di Desa Mulyasari relatif baik. Ketersediaan sarana produksi sangat berpengaruh terhadap perkembangan perilaku efisiensi dan daya saing peserta program KRPL. Dari hasil wawancara dengan peserta program KRPL, dikatakan bahwa ketersediaan sarana produksi seperti benih, pupuk, pestisida, dan alat-alat pertanian sangat terbatas, sehingga mereka sangat sulit untuk mendapatkannya. Selain sangat terbatas, harga sarana produksi ini juga sulit dijangkau bila disesuaikan dengan pendapatan mereka. Sulitnya keterjangkauan harga ini terutama sekali pada harga benih dan pupuk, karena kedua saprodi ini sangat rutin dibutuhkan. Kebijakan Publik Kebijakan publik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keterlibatan atau campur tangan pemerintah untuk menyukseskan program KRPL. Tabel 14 menunjukkan bahwa kebijakan publik terhadap program KRPL di Desa Mulyasari 64 masuk dalam kategori sedang (1,86). Ini berarti bahwa program yang bertujuan untuk meningkatkan optimalisasi lahan pekarangan rumah tangga relatif baik. Program KRPL ini tidak hanya dijalankan oleh suatu instansi pemerintah saja, melainkan beberapa instansi juga bertanggung jawab atas kelangsungan program ini, seperti BBP2TP, BPTP, Pemerintah Daerah (Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Perikanan, Badan Ketahanan Pangan Daerah, Kecamatan, dan Balai Desa. Penilaian terhadap hasil dilakukan untuk melihat pengaruh atau dampak kebijakan, sejauh mana kebijakan mampu mengurangi atau mengatasi masalah. Berdasarkan evaluasi ini, dirumuskanlah kelebihan dan kekurangan kebijakan yang akan dijadikan masukan bagi penyempurnaan kebijakan berikutnya atau perumusan kebijakan baru (Suharto, 2008). Intensitas Penyuluhan Intensitas penyuluhan adalah banyaknya atau jumlah kegiatan penyuluhan yang dilakukan oleh penyuluh kepada petani maupun masyarakat untuk memberikan edukasi agar mau dan mampu menerapkan sebuah inovasi teknologi. Dilihat dari fungsi penyuluhan pertanian terhadap perubahan perilaku peserta program KRPL di Desa Mulyasari akan menjadi ideal, karena semakin banyak program penyuluhan yang dilakukan maka perubahan perilaku peserta program KRPL di Desa Mulyasari dalam mengoptimalkan lahan pekarangannya akan semakin tinggi pula. Oleh karena itu, semakin sukses pula program ini diterapkan. Tabel 14 menunjukkan bahwa intensitas penyuluhan di Desa Mulyasari masuk dalam kategori tinggi (2,57). Ini berarti bahwa kegiatan penyuluhan di daerah tersebut berjalan dengan baik sesuai dengan tugas dan fungsi tenaga penyuluh. Berjalannya kegiatan penyuluhan di Desa Mulyasari ini tidak hanya dinilai dari materi penyuluhannya saja, namun dinilai juga bagaimana ragam kegiatan yang dilakukan, kebermanfaatannya, dan tidak kalah pentingnya adalah keterlibatan peserta program KRPL dalam kegiatan-kegiatan penyuluhan. Hal-hal seperti inilah yang menjadikan penilaian kegiatan penyuluhan dikategorikan baik. 65 Efektivitas Komunikasi Program KRPL Komunikasi dikatakan efektif apabila pesan atau informasi yang disampaikan oleh komunikator dimengerti dan diterima oleh komunikan. Sebaliknya, komunikator mengerti dan menerima apa yang disampaikan oleh komunikan dalam bentuk umpan balik. Komunikator dapat menerima umpan balik dari komunikan sangat tergantung pada konteks komunikasi yang sedang berlangsung. Oleh karena itu, seringkali dikemukakan dalam beberapa literatur bahwa komunikasi akan efektif apabila komunikator dan komunikan memiliki frame of references dan frame of experiences yang sama. Kedua hal ini sangat dipengaruhi oleh faktor pengetahuan yang dimiliki atau kognitif, sikap atau afektif, dan perilaku atau konatif. Oleh karena itu, dalam penelitian ini ketiga faktor tersebut menjadi fokus penelitian untuk mengetahui tingkat efektivitas komunikasi program KRPL. Komunikasi yang efektif adalah penting dan merupakan suatu kebutuhan bagi setiap orang, termasuk dalam aktivitas program KRPL di Desa Mulyasari. Hal ini disebabkan karena program KRPL adalah sebuah program pengoptimalan lahan pekarangan yang diharapkan dapat menciptakan keberdayaan rumah tangga. Efektivitas komunikasi dalam penelitian ini mencakup aspek kognitif, afektif, dan konatif dari responden (peserta progtam KRPL) dalam mengoptimalkan lahan pekarangan. Tabel 15. Rataan skor efektivitas komunikasi Efektivitas Komunikasi Rataan Skor* Kognitif 2,07 Afektif 1,83 Konatif 1,79 Total Rataan Skor 1,89 Keterangan: *Kisaran skor 1-1,69 = rendah; 1,70-2,09 = sedang; 2,10-3 = tinggi Kognitif Kognitif atau tingkat pengetahuan peserta program tentang pengoptimalan lahan pekarangan yang didiseminasikan dalam kegiatan transfer teknologi. Tabel 15 menunjukkan bahwa efektivitas komunikasi pada peserta program KRPL di Desa Mulyasari masuk dalam kategori sedang (1,89). Ini berarti bahwa efektivitas komunikasi yang terjadi pada peserta program KRPL relatif baik. Hal ini menunjukkan bahwa peserta program KRPL di Desa Mulyasari memiliki tingkat 66 pemahaman yang cukup baik. Dengan kata lain, peserta program memahami teknologi KRPL yang diperkenalkan melalui tenaga penyuluh pertanian. Menurut Lasswell dalam Effendy (2007) komunikasi adalah Siapa Mengatakan Apa Melalui Media Apa Kepada Siapa Dengan Efek Seperti Apa (Who Says What in Which Channel to Whom and With What Effect). Pada kata “Says What” itu merupakan makna tersirat dari pesan, yaitu apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada penerima. Pesan merupakan seperangkat simbol verbal atau non verbal yang mewakili perasaan, nilai gagasan, atau maksud sumber. Hasil penelitian menunjukkan responden yang menyatakan paham atau memahami dan mengerti apa yang dimaksud dengan program KRPL sebesar 2,07. Hal tersebut ditunjang dengan pengetahuan masyarakat tentang program KRPL, seperti bagaimana menata pekarangan yang baik, menciptakan media tanam, menentukan jenis komoditas, memperbanyak dan mengelola benih dan bibit, sampai bagaimana cara meningkatkan konsumsi aneka ragam pangan dengan prinsip gizi seimbang. Afektif Afektif adalah sikap responden terhadap teknologi inovatif yang dikomunikasikan dalam kegiatan transfer teknologi melalui program KRPL. Untuk mengetahui apakah afektif merupakan faktor atau bagian yang mempengaruhi efektivitas komunikasi program KRPL, maka dalam penelitian ini aspek afektif dilihat dari daya dukung, menerima, menyukai dan antusias. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyatakan mendukung, menerima, menyukai, dan antusias bahwa kegiatan yang dilakukan melalui program KRPL ini telah mampu meningkatkan pengetahuan, merubah sikap, dan merubah perilaku masyarakat dalam mengoptimalkan lahan pekarangannya. Skor penilaian responden terhadap inovasi teknologi pengoptimalan lahan pekarangan dilihat dari aspek afektif masuk dalam kategori sedang (1,83), yang artinya program KRPL ini mampu merubah keyakinan, pengetahuan dan sikap responden dalam mengoptimalkan lahan pekarangannya. 67 Konatif Konatif adalah tindakan atau perilaku yang dihasilkan untuk menerapkan teknologi inovasi yang diberikan. Berdasarkan aspek konatif atau perilaku, responden menyatakan bahwa mereka menerima dan telah menerapkan teknologi KRPL yang dianjurkan oleh para penyuluh. Hal tersebut terlihat dari skor yang diberikan responden terhadap penerapan program KRPL termasuk kategori sedang (1,79). Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, responden menerapkan program KRPL ini dikarenakan mereka percaya bahwa program ini dapat membantu menghasilkan keberdayaan rumah tangga mereka karena kebutuhan pangannya dapat tercukupi, walaupun hasilnya tidak terlalu banyak. Berdasarkan uraian di atas, dari beberapa parameter kognitif, afektif, dan konatif yang diamati, dapat disimpulkan bahwa komunikasi atau diseminasi teknologi program KRPL dikatakan efektif, jika penerima paham, mengerti, mendukung, menerima, menyukai, antusias, dan sudah menerapkan serta puas karena sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh sumber. Optimalisasi Lahan Pekarangan Untuk meningkatkan kesejahteraan rumah tangga, pengoptimalan lahan pekarangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Tingkat kepemilikan pekarangan di Desa Mulyasari Kecamatan Ciampel Karawang Jawa Barat dapat dikatakan tergolong belum optimal. Program KRPL merupakan salah satu program yang diharapkan mampu meningkatkan optimalisasi lahan pekarangan oleh masyarakat guna memenuhi kebutuhan sehari-hari serta menciptakan peluang bisnis. Secara umum gambaran optimalisasi lahan pekarangan di Desa Mulyasari Kecamatan Ciampel Karawang Jawa Barat ditunjukkan pada Tabel 16. Tabel 16. Rataan skor optimalisasi lahan pekarangan Optimalisasi Lahan Pekarangan Rataan Skor* Pemanfaatan Lahan Pekarangan 2,24 Menciptakan Peluang Bisnis 2,25 Total Rataan Skor* 2,24 Keterangan: *Kisaran skor 1-1,83 = rendah; 1,84-2,67 = sedang; 2,68-3 = tinggi 68 Pemanfaatan Lahan Pekarangan Pemanfaatan lahan pekarangan merupakan tingkat penggunaan lahan pekarangan di dalam menghasilkan hasil panen dengan jumlah yang besar. Pemanfaatan pekarangan yang ramah lingkungan ini dirancang untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi keluarga, serta untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Melalui program KRPL ini dilengkapi dengan unit pengolahan untuk penyelamatan hasil yang melimpah dan peningkatan nilai tambah produk. Tabel 16 menunjukkan bahwa optimalisasi lahan pekarangan di Desa Mulyasari melalui program KRPL termasuk ke dalam kategori sedang (2,24). Hal tersebut menandakan bahwa program ini relatif baik. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, program KRPL ini dapat meningkatkan kemampuan keluarga dan masyarakat dalam pemanfaatan lahan pekarangan untuk budidaya tanaman pangan, buah, sayuran dan toga. Menciptakan Peluang Bisnis Menciptakan peluang bisnis merupakan kemampuan mendapatkan peluang pasar. Dalam hal ini adalah kemampuan responden dalam melihat seberapa besar kesempatan mendapatkan keuntungan dari tanaman yang dijual. Tabel 16 menunjukkan bahwa indikator menciptakan peluang bisnis secara keseluruhan masuk ddalam kategori sedang (2,54). Hal ini mengindikasikan bahwa kemampuan responden untuk menciptakan peluang bisnis tidak terlalu baik. Sebagian besar hasil panen yang bisa dijual adalah jenis sayur-sayuran seperti selada, caysim, cabe dan tomat. Walaupun tidak dalam jumlah yang cukup besar, tetapi paling tidak hasil penjualan ini cukup untuk mengurangi beban belanja keluarga. Hubungan Karakteristik Individu dengan Efektivitas Komunikasi Karakteristik individu merupakan peubah yang biasanya diukur dalam setiap penelitian. Menunjukkan suatu ciri atau keadaan seseorang yang bersumber dari unsur keturunan dan kemudian berkembang sesuai dengan perkembangan lingkungan. Terdiri dari beberapa indikator, yaitu umur, tingkat pendidikan, pendapatan, pekerjaan, luas pekarangan dan status pekarangan. Peubah 69 karakteristik individu ini akan diuji dengan metode analisis statistik dengan peubah efektivitas komunikasi. Efektivitas komunikasi itu sendiri adalah sejauh mana terjadi perubahan pengetahuan, sikap, dan perilaku yang terjadi pada diri seseorang. Keberhasilan komunikasi bukan hanya diukur dari jumlah kata-kata yang diucapkan, tetapi sejauh mana kualitas seseorang berkomunikasi. Dapat dikatakan bahwa berkomunikasi adalah terlibat dalam makna-makna dengan harapan mencapai pemahaman bersama. Pengertian ini berarti komunikasi yang sangat penting adalah keefektivan di dalam memahami substansi pesan termasuk manfaat dan dampak pesan yang dikomunikasi atas perubahan sosial, ekonomi, teknis, kelembagaan dan lingkungan sekitarnya. Jadi efektivitas komunikasi merupakan salah satu tujuan yang ingin dicapai dalam berkomunikasi, bahkan merupakan tingkat pencapaian keberhasilan seseorang. Efek pesan yang diamati dalam penelitian ini meliputi pemahaman, sikap dan tindakan. Untuk mengetahui hubungan antara peubah tersebut, dilakukan pengujian statistik dengan menggunakan uji korelasi rank Spearman dengan program SPSS 19. Hasil uji rank Spearman terhadap korelasi antara peubah karakteristik individu dan peubah efektivitas komunikasi dalam menerapkan teknologi KRPL disajikan pada di bawah ini. Tabel 17. Koefisien korelasi karakteristik individu dengan efektivitas komunikasi Karakteristik Individu Umur Pendidikan Pendapatan Luas Lahan Kognitif 0,052 0,318* 0,150 0,487** Efektivitas Komunikasi Afektif 0,31 0,314* 0,097 0,293* Konatif 0,122 0,285* 0,044 0,352* Keterangan: *berhubungan nyata pada p<0,05 **berhubungan sangat nyata pada p<0,01 Berdasarkan hasil analisis statistik pada Tabel 17, indikator dari peubah karakteristik individu yaitu pendidikan dan luas lahan berhubungan nyata positif (p<0,05) dengan efektivitas komunikasi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan responden maka semakin baik juga tingkat efektivitas komunikasinya. Artinya, responden memiliki pemahaman, keinginan, dan perilaku yang sesuai dan yang diharapkan oleh sumber pesan dalam menginterpretasi pesan yang mereka terima. Dengan tingkat pendidikan yang 70 tinggi, sebagian besar responden lebih mudah memahami isi pesan tentang program pemanfaatan pekarangan atau program KRPL. Selain itu, responden yang memiliki pendidikan tinggi cenderung untuk menerapkan program KRPL guna meningkatkan kesejahteraan rumah tangga. Sementara itu, untuk responden yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah cenderung kurang ingin untuk menerapkan program ini dikarenakan mereka belum memahami manfaat yang dihasilkan dari program KRPL ini. Chaudri (1979) dalam Soekartawi (2005) menyatakan bukan hal yang baru bahwa pendidikan dinilai sebagai sarana meningkatkan pendidikan atau pengetahuan tentang teknologi pertanian baru. Indikator lain dari peubah karakteristik individu yang juga memiliki hubungan nyata positif dengan peubah efektivitas komunikasi adalah luas pekarangan. Tingkat kepemilikan luas pekarangan memiliki hubungan yang sangat nyata postitif (p<0,01) dengan indikator kognitif. Hal ini dikarenakan semakin luas pekarangan yang dimiliki responden, semakin besar keinginan responden untuk mendapatkan pengetahuan tentang bagaimana cara mengoptimalkan lahan pekarangan tersebut. Hal ini dapat dilihat dari responden yang memiliki luas pekarangan yang tinggi memiliki antusias yang besar dalam memperoleh informasi tentang program KRPL, baik dengan mengikuti setiap kegiatan penyuluhan yang dilakukan BPTP maupun dengan mencari informasi dari pihak-pihak yang terkait. Untuk indikator luas pekarangan berhubungan nyata postitif (p<0,05) dengan indikator afektif dan konatif. Tingginya antusias responden dalam memperoleh informasi tentang program KRPL juga diikuti keinginan untuk menerapkan tentang bagaimana caara mengoptimalkan pemanfaatan pekarangan seperti menanam tanaman sayuran, toga, serta budi daya hewan ternak dan ikan. Akan tetapi, faktor lain seperti keterbatasan waktu luang responden untuk fokus dalam mengoptimalkan pemanfaatan lahan pekarangan menjadi suatu kendala. Hal ini dikarenakan kesibukan responden, baik yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga, guru, maupun yang berprofesi sebagai wiraswasta. Sedangkan indikator dari peubah karakteristik individu yang tidak berhubungan nyata dengan efektivitas komunikasi adalah indikator umur dan pendapatan. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman, sikap dan tindakan responden tidak tergantung umur responden. Bahwa ada responden yang masih 71 muda biasanya mempunyai semangat untuk ingin tahu apa yang belum mereka ketahui, sehingga dengan demikian mereka berusaha untuk lebih cepat untuk mencari informasi tentang pengoptimalan lahan pekarangan walaupun sebenarnya mereka masih belum berpengalaman dalam hal tersebut. Pada responden yang umurnya dalam kategori tua masih mau untuk berusaha mengembangkan teknologi tersebut dengan meningkatkan pemahaman, bersikap kritis terhadap teknologi dan mau melakukan teknologi yang sifatnya menguntungkan dan mudah untuk dilaksanakan. Soekartawi (2005) menyatakan bahwa petani yang lebih tua tampaknya kurang cenderung melakukan difusi inovasi pertanian daripada mereka yang relatif umur muda, namun bukan berarti bahwa mereka tidak mau menerima perubahan untuk orang lain. Indikator yang juga tidak berhubungan nyata peubah efektivitas komunikasi adalah pendapatan. Hal ini berarti bahwa pendapatan responden yang berbeda (tinggi atau rendah) tidak mempengaruhi tingkat efektivitas komunikasinya. Responden yang pendapatan tinggi ada perasaan puas atau merasa cukup terhadap pendapatan setiap bulannya sehingga mengabaikan teknologi tentang pengoptimalan lahan pekarangan melalui program KRPL yang dikenalkan, karena mereka menganggap bahwa program ini tidak mampu meningkatkan ekonomi keluarga. Adapula dengan pendapatan yang tinggi tetap menginginkan hasil yang tinggi karena dengan hasil pendapatan yang tinggi dari pekerjaannya baik dalam mengoptimalkan lahan pekarangannya dan pekerjaan lainnya dijadikan sebagai investasi kapital untuk menerapkan program pemberdayaan selanjutnya. Sebaliknya pendapatan rendah menyebabkan ada responden lambat dalam menerapkan program KRPL ini, disebabkan karena kekurangan modal, karena dalam penerapan teknologi ini dibutuhkan biaya sehingga menyebabkan adanya rasa kurang tertarik terhadap teknologi KRPL. Di sisi lain, ada pula responden walaupun berpenghasilan rendah dengan mengambil resiko meminjam untuk dijadikan modal agar bisa menerapkan program KRPL ini. Reijntjes et al. (1999) menyatakan bahwa beberapa pengetahuan tertentu bisa terkait dengan peran ekonomi dan budaya dalam masyarakat dan tidak diketahui oleh anggota komunitas lainnya. Individu-individu atau kelompok berbeda memiliki jenis pengetahuan yang berbeda pula, tergantung pada fungsi ekonomi mereka dalam masyarakat. 72 Umur dan pendapatan tidak berhubungan nyata dengan efektivitas komunikasi pada aspek pemahaman, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, komunikasi yang efektif tidak tergantung kepada umur dan pendapatan. Dari penjelasan tentang hubungan antara karakteristik individu dengan efektivitas komunikasi, beserta juga penjelasan indikator-indikatornya maka dapat dikatakan bahwa hipotesis satu (H1) yang menyatakan terdapat hubungan yang nyata positif antara karakterisitk individu dengan efektivitas komunikasi, maka secara umum dapat diterima. Hubungan Faktor Eksternal dengan Efektivitas Komunikasi Hasil uji rank Spearman terhadap korelasi antara peubah faktor eksternal dan efektivitas komunikasi dalam menerapkan teknologi KRPL disajikan pada Tabel 18. Tabel 18. Koefisien korelasi komunikasi Faktor Eksternal Akses Informasi Sarana Produksi Kebijakan Publik Intensitas Penyuluhan faktor Kognitif 0,248 0,216 0,391** 0,403** eksternal dengan Efektivitas Komunikasi Afektif 0,272 0,065 0,309* 0,337* efektivitas Konatif 0,321* 0,231 0,381* 0,314* Keterangan: *berhubungan nyata pada p < 0,05 **berhubungan sangat nyata pada p < 0,01 Berdasarkan Tabel 18, indikator akses informasi berhubungan nyata positif (p<0,05) dengan peubah efektivitas komunikasi. Hal ini dikarenakan responden mudah untuk mendapatkan informasi tentang program KRPL dari pihak terkait (stakeholder). Kondisi ini juga didukung karena penyuluh (PPL) adalah warga Desa Mulysari, sehingga setiap saat apabila responden membutuhkan informasi dapat menemui langusng PPL tersebut. Selain itu, pihak BPTP Jawa Barat juga sering turun langsung ke lapangan untuk memberikan informasi atau penyuluhan. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa peubah sarana produksi tidak memiliki hubungan nyata dengan efektivitas komunikasi, hal ini disebabkan sarana produksi (pupuk, benih, dan lain-lain) sudah disediakan langsung oleh BPTP, sehingga masyarakat tidak perlu lagi mencari dan membeli sarana produksi ini 73 Indikator kebijakan publik memiliki hubungan yang sangat nyata (p<0,01) dengan peubah efektivitas komunikasi. Dikarenakan program KRPL ini merupakan salah satu program Kementerian Pertanian yang bertujuan membantu masyarakat dalam mengoptimalkan lahan pekarangannya sehingga mampu menghasilkan kemandirian dan keberdayaan pada masyarakat itu sendiri. Berdasarkan juga pada uji korelasi rank Spearman antara peubah intensitas penyuluhan dengan efektivitas komunikasi secara kognitif, didapatkan hasil bahwa di antara kedua peubah tersebut memiliki hubungan yang sangat nyata (p<0,01) didukung oleh intensitas penyuluhan tentang program KRPL di desa tersebut dilakukan secara aktif. Selain itu, hal ini juga dipengaruhi karena penyuluh memberikan informasi tentang program KRPL secara baik dan jelas, penyuluh dikenal baik karena dia adalah warga Desa Mulyasari sendiri, dan penyuluh mudah ditemui apabila ada responden yang mengalami masalah dalam melaksanakan program KRPL ini. Sementara hubungan antara peubah intensitas penyuluhan dengan efektivitas komunikasi secara afektif dan konatif memiliki hubungan yang nyata (p<0,05). Dengan alasan, intensitas penyuluhan merupakan salah satu faktor yang menstimulus adanya perubahan sikap responden agar ingin mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang program KRPL dan kemudian menerapkan program tersebut sebagai upaya untuk mencukupi kebutuhan rumah tangganya melalui pengoptimalisasian lahan pekarangan yang mereka miliki. Secara umum dari penjelasan tentang hubungan antara faktor eksternal dengan efektivitas komunikasi, beserta juga penjelasan indikator-indikatornya maka dapat dikatakan bahwa hipotesis dua (H2) yang menyatakan terdapat hubungan yang nyata positif antara faktor eksternal dengan efektivitas komunikasi, maka secara umum dapat diterima. Hubungan Efektivitas Komunikasi dengan Optimalisasi Lahan Pekarangan Hasil uji rank Spearman terhadap korelasi antara peubah efektivitas komunikasi dan optimalisasi lahan pekarangan disajikan pada Tabel 19. 74 Tabel 19. Koefisien korelasi efektivitas komunikasi dengan optimalisasi lahan pekarangan Efektivitas Optimalisasi Lahan Pekarangan Komunikasi Pemanfaatan Pekarangan Menciptakan Peluang Bisnis Kognitif 0,300* 0,103 Afektif 0,348* 0,040 Konatif 0,358* 0,017 Keterangan: *berhubungan nyata pada p < 0,05 Berdasarkan Tabel 19, indikator-indikator pada peubah efektivitas komunikasi memiliki hubungan nyata (p<0,05) dengan indikator pemanfaatan pekarangan. Hal ini disebabkan sebagian besar responden menilai bahwa pemanfaatan lahan pekarangan itu dapat dilakukan dengan mudah apabila diberikan informasi secara benar dan jelas, serta dipandu oleh penyuluh mengenai cara menerapkannya, serta didukung dengan fasilitas (sarana) yang sesuai. Efektivitas komunikasi ini ditandai dengan kondisi responden yang paham, setuju, serta mau melakukan tindakan untuk memanfaatan lahan pekarangan sebaikbaiknya sesuai dengan petunjuk pelaksanaan (juklak) program KRPL yang disampaikan penyuluh. Hal ini didukung dengan hasil penelitian Nurhayati (2011) bahwa efektivitas komunikasi yang disampaikan oleh penyuluh dapat mempengaruhi perubahan perilaku, terutama dalam pemahaman dan mengarahkan sikap meskipun belum optimal. Responden melihat adanya peluang yang hasilnya nanti bermanfaat bagi pemenuhan kebutuhan mereka sehari-hari. Sebaliknya, indikator-indikator pada efektivitas komunikasi seperti kognitif, afektif, dan konatif tidak memiliki hubungan nyata dengan indikator peluang bisnis. Hal ini dikarenakan optimalisasi lahan pekarangan hasilnya hanya mampu untuk mencukupi kebutuhan serta mengurangi beban belanja responden saja, dikarenakan jumlah hasil panen lahan pekarangan mereka jumlahnya terbatas. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian Indra (2011) yang menemukan bahwa efektivitas komunikasi tidak memiliki hubungan nyata terhadap kemampuan petani dalam mendapatkan peluang pasar. Hasil penelitian Arifin et al (2007) menunjukkan bahwa optimalisasi lahan pekarangan dapat dilakukan usahatani tanaman jenis-jenis berpotensi (buahbuahan, sayuran, dan tanaman hias) dan ternak yang berpotensi (ayam kampung, domba, kambing dan sapi), juga dilakukan bisnis non-pertanian, yaitu bengkel, 75 kios, kerajinan anyaman, industri kecil rumahan, menjahit, dan lain sebagainya. Meskipun prosentasi kontribusi hasil pekarangan terhadap tambahan pangan keluarga di perdesaan (energi, protein, dan vitamin) relatif kecil terhadap kebutuhan total, tetapi hal tersebut sangat berarti sebagai tambahan pangan keluarga. Dari penjelasan hubungan antara efektivitas komunikasi dengan optimalisasi lahan pekarangan, beserta juga penjelasan indikator-indikatornya maka dapat dikatakan bahwa hipotesis penelitian yang menyebutkan “terdapat hubungan nyata positif antara efektivitas komunikasi dengan optimalisasi lahan pekarangan” secara umum dapat diterima. 77 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Program optimalisasi lahan pekarangan yang dilaksanakan di Desa Mulyasari Kecamatan Ciampel Karawang Jawa Barat berlangsung cukup efektif pada tataran kognitif, afektif, dan konatif. Hal ini dibuktikan bahwa sebagian peserta program KRPL dapat memahami informasi yang mereka dapatkan dari penyuluh tentang program tersebut, mereka juga ingin menerapkan program optimalisasi lahan pekarangan ini, serta mereka juga menjalankan program Kementerian Pertanian ini agar mampu mengoptimalkan lahan pekarangan yang mereka miliki. 2. Karakteristik individu yang berhubungan nyata positif dengan efektivitas komunikasi adalah pendidikan dan luas lahan. Faktor eksternal yang berhubungan nyata positif dengan efektivitas komunikasi adalah akses informasi, kebijakan publik, dan intensitas penyuluhan. 3. Efektivitas komunikasi (kognitif, afektif, konatif) program KRPL yang berhubungan nyata dengan optimalisasi lahan pekarangan adalah optimalisasi pemanfaatan pekarangan. Saran 1. Untuk meningkatkan efektivitas komunikasi pada program KRPL di Desa Mulyasari ini, sumber pesan dalam hal ini adalah penyuluh secara aktif perlu memberikan treatment komunikasi demi meningkatkan motivasi peserta program KRPL di Desa Mulyasari agar mereka yakin bahwa lahan pekarangan yang dimilikinya dapat dioptimalkan secara baik agar tidak dibiarkan begitu saja tanpa adanya manfaat yang dapat diraih. Selain itu, komitmen pemerintah untuk melibatkan rumah tangga dalam mewujudkan kemandirian pangan, diversifikasi pangan berbasis sumberdaya lokal, konservasi tanaman pangan, dan keberlanjutannya melalui kebun bibit desa, perlu diaktualisasikan dalam menggerakkan lagi budaya menanam di lahan pekarangan, baik di perkotaan maupun di perdesaan. 78 2. Penyuluh pertanian perlu lebih intensif melakukan penyuluhan tentang pemanfaatan lahan pekarangan yang dimiliki oleh setiap peserta program KRPL. Karena program KRPL ini bukan hanya diperuntukkan bagi peserta yang berusia sekitar 40-50 tahun dan yang memiliki penghasilan rendah saja, tetapi ini juga berlaku untuk siapa pun yang sekiranya memiliki lahan pekarangan kosong. Selain itu, ketersediaan sarana produksi juga agar lebih ditingkatkan lagi agar peserta program KRPL mudah untuk mendapatkan segala hal yang berkaitan dengan pengoptimalan lahan pekarangan mereka seperti bibit, pupuk, dan saprodi lainnya. 3. Untuk meningkatkan optimalisasi lahan pekarangan, efektivitas komunikasi dalam program KRPL perlu lebih ditingkatkan melalui proses sosialisasi, pendampingan, dan pelatihan-pelatihan (pendidikan informal) yang aktif agar melalui program optimalisasi lahan pekarangan ini mampu menciptakan peluang usaha agrobisnis bagi peserta program KRPL. 79 DAFTAR PUSTAKA Anas, P. 2003. Efektivitas Komunikasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (Kasus Cilincing dan Kepulauan Seribu). [tesis] Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Arifin, H. S, A. Munandar, W.Q. Mugnisjah, T. Budiarti, NHS Arifin, Q. Pramukanto. 2007. Homestead Plot Survey on Java. Research Report. Department of Landscape Architecture IPB & Rural Development Institute (RDI) Seattle USA. Arikanto, S. 2009. Metode Penelitian Deskriptif. Remaja Rosda Karya. Jakarta. _________. 2010. Peran Komunikasi Pembangunan dalam Pemberdayaan Masyarakat Pesisir. Jurnal Penyuluhan Nomor: 1, Volume: 08. Tahun 2010. Mayor Penyuluhan Pembangunan FEMA. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Astuti, D. W. 2003. Keefektivan Komunikasi dalam Pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan (Kasus Pembinaan Peningkatan Pendapatan Petani Nelayan Kecil di Kecamatan Pondok Kelapa, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu). [tesis] Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Berlo, D. K. 1960. The Process of Communication: An Introduction to Theory and Practice. Hort, Rinehart and Winston. New York. Cangara, H. 2000. Pengantar Ilmu Komunikasi. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Danoesastro, H. 1976. Pekarangan. Yayasan Pembinaan Fakultas Pertanian. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta Depari, E., dan McAndrews C. 1998. Peranan Komunikasi Massa dalam Pembangunan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. DeVito, J. A. 1997. Komunikasi Antar Manusia: Professional Book Hunter College of The City. University of New York. New York. Dilla, S. 2007. Komunikasi Pembangunan Pendekatan Terpadu. Simbiossa Rekatama Media. Bandung. Djaali, M. 2004. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta. Jakarta. Djunaedi. 2003. Efektivitas Komunikasi di dalam Program Swadaya di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. [tesis] Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 80 Effendy, O. U. 2000. Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi. Citra Aditya Bakti. Bandung. ____________. 2001. Dinamika Komunikasi. Remaja Rosdakarya. Bandung. ____________. 2003. Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi. Citra Aditya Bakti. Bandung. Ernawati, E. 2011. Efektivitas Komunikasi dalam Sosialisasi Kegiatan Program Posdaya di Desa Binaan IPB. [tesis] Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Gabriel, T. 1991. The Humas Factor in Rural Development. Belhaven Press. London. Gibson, LL, Incevich MJ, Donnely HJ. 1997. Organisasi dan Manajemen: Perilaku Struktur dan Proses. Erlangga. Bandung. Hermawanto VR. 1993. Hubungan Karakterstik Petani yang Menanam Varietas Padi Unggul Lokal dan Persepsi Mereka Tentang Varietas Tersebut di Desa Gledek Kabupaten Klaten Jawa Tengah dan Desa Jambudipa Kabupaten Cianjur Jawa Barat. [tesis] Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Humaedah, U. 2007. Peranan Kontak tani dalam Difusi dan Inovasi (Kasus Penyebaran Benih Padi Bersertifikat di UPT BPP Menes Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten). [tesis] Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hosio, J. E. 2007. Kebijakan Publik dan Desentralisasi (Esai-Esai Dari Serong). Laksbang. Yogyakarta. Indra, R. 2011. Efektivitas Komunikasi Kelompok Tani dalam Mewujudkan Keberdayaan Petani di Kabupaten Aceh Singkil. [tesis] Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Irawan, P. 2007. Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. FISIP UI. Jakarta. Iskandar. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan Pada Sosial Kuantitatif dan Kualitatif. Gaung Persada Press. Ciputat Jakarta. Jahi, A. 1998. Komunikasi Massa dan Pembangunan Pedesaan di Negara-Negara Dunia Ketiga. Gramedia. Jakarta. 81 Khush, G. S. 2002. Food Security By Design: Improving The Rice Plant in Partnership with NARS. Makalah disampaikan Pada Seminar IPTEK padi Pekan Padi Nasional di Sukamandi 22 Maret 2002 Lionberger, H. F., dan Gwin, P. H. 1982. Communication Strategic: A Guide For Agricultural Change Agents. The Interstate Printers and Publisher Inc. Columbia Campus. Denville Illionis. Littlejohn, S. W. 1996. Theories of Human Communication. Wadsworth Publication. New Jersey. Mardikanto, T. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Sebelas Maret University Press. Surakarta. Mantra IB, Kasto. 1995. Penentuan Sampel. Dalam Singarimbun M, Effendi S. Metode Penelitian Survai. LP3ES. Jakarta Nurhayati, 2011. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Komunikasi di dalam Sekolah Lapang Padi (Kasus di Kelurahan Cikarawang Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor). [tesis] Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Parsons, W. 2006. Public Policy: Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan. Kencana Prenada Media Group. Jakarta. Pearce, B. 1986. Development As Communication: A Perspective on India. Illinois University Press. Carbonale Southern. Purwasito, A. 2003. Komunikasi Multikultural. Muhammadiyah University Press. Yogyakarta. Rakhmat, J. 2005. Metode Penelitian Komunikasi. Remaja Rosdakarya. Jakarta. _________. 2007. Psikologi Komunikasi. Remaja Rosdakarya. Bandung. Reijntjes C, Haverkort B, Water-Bayer. 1999. Pertanian Masa Depan. Pengantar Untuk Pertanian Berkelanjutan Dengan Input Luar Daerah. Kanisius. Yogyakarta. Ruben, B. D. and Stewart L, P. 1988. Communication and Human Behaviour. MacMillian Publishing. New York. Rukmana, R. 2004. Temu-temuan, Apotek Hidup di Pekarangan. Kanisius. Yogyakarta Schramm, W dan Kincaid, D. L. 1977. Azas-azas Komunikasi Antar Manusia. LP3ES. Jakarta. 82 Sevilla, C. G., Jesus A. O., Twila G. P., Bella P. R., Gabriel G. U. 1993. Pengantar Metoda Penelitian. Terjemahan Alimudin Tuwu. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Singarimbun, M., Effendi, S. 2006. Metode Penelitian Survei. LP3ES. Jakarta Slamet, M. 2003. Membentuk Pola Perilaku Pembangunan: Paradigma Baru Penyuluhan Pertanian di Era Otonomi Daerah. Penyunting Ida Yustina dan Adjat Sudrajat. IPB Press. Bogor. Soekanto, S. 2000. Sosiologi: Suatu Pengantar. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Soekartawi. 2005. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. UI Press. Jakarta. Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif R & D. Alfabeta. Bandung. Suharto, E. 2008. Analisis Kebijakan Publik, Panduan Praktis Mengkaji Masalah Kebijakan Sosial. Alfabeta. Bandung. Sumardjo. 1999. Transformasi Model Penyuluhan Pertanian Menuju Pengembangan Kemandirian Petani. Kasus di Provinsi Jawa Barat. [disertasi] Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sutawan, N. 2000. Mengembangkan Organisasi Ekonomi Petani Berbasiskan Subak: Corporate Farming Ataukah Ada Alternatif Lain? Jurnal VISI, Nomor: 17 Tahun 1998. Pusat Studi Irigasi, Sumberdaya Air, Lahan dan Pembangunan Universitas Andalas. Padang. Suwanda, F. N. 2008. Analisis Efektivitas Komunikasi Model Prima Tani Sebagai Diseminasi Teknologi Pertanian di Desa Citarik Kabupaten Karawang Jawa Barat. [tesis] Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tangkilisan, H. N. 2003. Kebijakan Publik yang Membumi. Lukman Offset & YPAPI. Yogyakarta. Topatimasang, R., Fakih M, Raharjo T. 2000. Merubah Kebijakan Publik. Pustaka Pelajar (anggota IKAPI). Yogyakarta. Tubbs, S. L, Moss, S. 2005. Human Communication: Prinsip-Prinsip Dasar. Remaja Rosdakarya. Bandung. van den Ban, A. W., Hawkins, H. S. 1999. Penyuluhan Pertanian. Kanisius. Yogyakarta. Wirartha, I. M. 2006. Metodologi Penelitian Sosial Ekonomi. Andi Yogyakarta. 83 West, R dan Turner, L. H. 2008. Pengantar Teori Komunikasi, Analisis dan Aplikasi. Salemba Humanika. Jakarta. Wood, J. 2004. Communication Theories in Action an Introduction. Third Edition. Thomson Wadsworth. USA. Young, E., Quinn, L. 2002. Writing effective Public Policy Paper: A Guide of Advisers in Central and Eastern Europe. Local Government and Public Service Reform Initiative. Budapest. 95 Lampiran 2: Uji Validitas dan Reliabilitas Validitas dan Reliabilitas Peubah Akses Informasi Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items .932 10 Item-Total Statistics akses2 akses3 akses4 akses5 akses6 akses7 akses8 akses9 akses10 akses11 Scale Corrected Scale Mean if Variance if Item-Total Item Deleted Item Deleted Correlation Cronbach's Alpha if Item Deleted 16.6667 16.8000 17.6667 17.4000 17.6000 17.5333 17.6000 17.6667 16.9333 16.9333 .919 .940 .917 .917 .933 .932 .922 .922 .919 .925 23.381 25.171 22.381 20.543 24.257 24.267 22.114 22.952 22.067 22.781 .906 .410 .889 .881 .564 .579 .796 .784 .848 .729 96 Validitas dan Reliabilitas Peubah Sarana Produksi, Kebijakan Publik, dan Intensitas Penyuluhan Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items .848 11 Item-Total Statistics saprodi1 saprodi2 saprodi3 publik1 publik2 publik3 penyuluhan1 penyuluhan2 penyuluhan3 penyuluhan4 penyuluhan5 Scale Corrected Scale Mean if Variance if Item-Total Item Deleted Item Deleted Correlation Cronbach's Alpha if Item Deleted 24.6000 24.4667 24.4667 24.1333 25.5333 24.8667 24.2000 24.2000 23.9333 24.0667 24.2000 .825 .808 .821 .844 .828 .840 .834 .849 .842 .827 .855 13.543 13.124 14.267 15.695 15.267 13.410 15.600 16.457 16.781 14.924 16.886 .646 .808 .694 .411 .649 .548 .556 .325 .536 .633 .214 97 Validitas dan Reliabilitas Peubah Efektivitas Komunikasi Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items .970 42 Item-Total Statistics kognitif1 kognitif2 kognitif3 kognitif4 kognitif5 kognitif6 kognitif7 kognitif8 kognitif9 kognitif10 kognitif11 kognitif12 kognitif13 kognitif14 afektif1 afektif2 afektif3 afektif4 afektif5 afektif6 afektif7 afektif8 afektif9 afektif10 afektif11 afektif12 afektif13 afektif14 konatif1 Scale Corrected Scale Mean if Variance if Item-Total Item Deleted Item Deleted Correlation Cronbach's Alpha if Item Deleted 82.0667 82.6000 82.5333 82.2000 82.3333 83.2667 83.0000 83.0667 83.2000 82.6667 82.8000 82.8000 82.1333 83.0000 82.1333 82.7333 83.0667 82.1333 82.0667 83.2000 82.8667 83.2667 83.3333 82.4667 83.0000 83.0000 83.1333 83.0000 82.2000 .969 .968 .971 .969 .969 .969 .970 .969 .970 .969 .968 .968 .970 .969 .969 .969 .968 .970 .969 .970 .970 .970 .970 .969 .968 .968 .968 .968 .969 413.210 392.686 410.838 407.029 412.095 406.924 419.286 413.495 413.743 392.810 387.314 391.314 413.124 401.286 409.838 391.067 392.495 411.267 413.352 416.600 403.552 419.067 417.381 408.981 389.429 389.429 391.124 389.429 410.886 .609 .836 .366 .853 .591 .842 .312 .593 .521 .788 .926 .820 .574 .658 .742 .798 .823 .441 .601 .381 .575 .256 .336 .787 .857 .857 .846 .857 .662 98 konatif2 konatif3 konatif4 konatif5 konatif6 konatif7 konatif8 konatif9 konatif10 konatif11 konatif12 konatif13 konatif14 82.4000 83.0667 82.1333 82.0667 83.4667 83.2000 83.2000 83.4000 83.0000 83.0000 82.9333 82.5333 83.1333 403.686 408.638 414.981 418.781 409.267 413.600 410.457 411.829 391.857 391.857 393.781 413.695 400.838 .813 .429 .479 .307 .772 .528 .683 .615 .859 .859 .763 .582 .711 .969 .970 .970 .970 .969 .970 .969 .969 .968 .968 .969 .970 .969 99 Validitas dan Reliabilitas Peubah Optimalisasi Lahan Pekarangan Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items .909 10 Item-Total Statistics optimal1 optimal2 optimal3 optimal4 optimal5 optimal6 bisnis1 bisnis2 bisnis3 bisnis4 Scale Corrected Scale Mean if Variance if Item-Total Item Deleted Item Deleted Correlation Cronbach's Alpha if Item Deleted 19.8667 19.8000 19.7333 20.4000 20.0667 19.9333 20.0000 20.0000 20.0000 20.0000 .911 .899 .903 .911 .914 .909 .884 .884 .884 .884 29.267 27.600 28.067 29.686 29.495 27.638 22.286 22.286 22.286 22.286 .451 .756 .649 .450 .379 .507 .895 .895 .895 .895 100 Lampiran 3. Uji korelasi karakteristik individu dengan efektivitas komunikasi Kognitif Umur Afektif Correlation .052 .031 Coefficient Sig. (2-tailed) .719 .832 N 50 50 Pendidikan Correlation .318* .314* Coefficient Sig. (2-tailed) .024 .026 N 50 50 Pendapatan Correlation .150 .097 Coefficient Sig. (2-tailed) .297 .504 N 50 50 Luas lahan Correlation .487** .293* Coefficient Sig. (2-tailed) .000 .039 N 50 50 * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Konatif .122 .401 50 .285* .045 50 .044 .763 50 .352* .012 50 101 Lampiran 3. Uji korelasi karakteristik individu dengan efektivitas komunikasi Umur Pendidikan Pendapatan Luas lahan Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Kognitif Afektif Konatif .052 .031 .122 .719 50 .832 50 .401 50 .318* .314* .285* .024 50 .026 50 .045 50 .150 .097 .044 .297 50 .504 50 .763 50 .487** .293* .352* .000 50 .039 50 .012 50 102 Uji Korelasi Faktor Eksternal dengan Efektivitas Komunikasi Akses Informasi Sarana Produksi Kebijakan Publik Intensitas Penyuluhan Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Kognitif .248 .083 50 .216 .132 50 .437** .002 50 .403** .004 50 Afektif .272 .056 50 .065 .653 50 .392** .005 50 .337* .017 50 Konatif .321* .023 50 .231 .107 50 .422** .002 50 .314* .026 50 Uji Korelasi Efektivitas Komunikasi dengan Optimalisasi Lahan Pekarangan Pemanfaatan Pekarangan Kognitif Pearson Correlation .300* Sig. (2-tailed) .034 N 50 Afektif Pearson Correlation .348* Sig. (2-tailed) .013 N 50 Konatif Pearson Correlation .358* Sig. (2-tailed) .011 N 50 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). Menciptakan Peluang Bisnis .103 .477 50 .040 .784 50 .017 .908 50 85 Lampiran 1: Kuesioner Penelitian EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PROGRAM KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DALAM RANGKA MENINGKATKAN KEBERDAYAAN RUMAH TANGGA (Kasus Desa Mulyasari Kecamatan Ciampel, Karawang – Jawa Barat) Nama Responden Jenis Kelamin Umur Tingkat Pendidikan Luas Pekarangan Status Pekarangan Tanggal Pengisian : .................................................................... : Laki-laki/Perempuan (coret yang bukan) : .................................................................... : .................................................................... : .................................................................... : .................................................................... : .................................................................... Oleh Restiawan Permana I 352080141 MAYOR KOMUNIKASI PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PEDESAAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 86 X.1. Karakteristik Individu Berapakah jumlah pendapatan Bapak/Ibu sesuai dengan pekerjaan yang digeluti? No Pekerjaan Harian (Rp) 1 Petani: a. Tanaman Pangan: 1. ................... 2. ................... b. Hortikultura: 1. ................... 2. ................... c. Ternak Hewan 1. .................... 2. .................... d. Ternak Ikan 1. .................... 2. .................... e. Perkebunan 1. .................... 2. .................... 2 Selain bertani (isi menurut Anda) ................................ Pendapatan Bulanan (Rp) Tahun (Rp) X.2. Faktor Eksternal 1. Bapak/Ibu mendapatkan informasi tentang pemanfaatan lahan pekarangan melalui... a. Penyuluh/petugas pertanian b. Tetangga c. Media massa d. Pemerintah daerah e. Lain-lain......... 2. Di bawah ini adalah pernyataan Bapak/Ibu tentang bagaimana keterbukaan dalam menerima dan mencari sumber informasi. No Pernyataan 1 Bapak/Ibu mendapatkan informasi tentang program KRPL dari penyuluh pertanian. Bapak/Ibu mendapatkan informasi tentang program KRPL dari tetangga atau sesama peserta. 2 Pilihan Jawaban Tidak Kadang- Selalu Pernah Kadang 87 3 4 5 6 7 Bapak/Ibu mendapatkan informasi tentang program KRPL dari media massa: surat kabar, radio, televisi atau lainnya. Bapak/Ibu mendapatkan informasi tentang program KRPL dari pemerintah desa. Bapak/Ibu mendapatkan informasi tentang program KRPL dari distributor saprodi. Bapak/Ibu mendapatkan informasi tentang tentang pertanian setiap hari Bapak/Ibu aktif dalam mendatangi atau mencari informasi 3. Selama mengusahakan budidaya usaha pertanian/perikanan di pekarangan, apakah Bapak/Ibu mencari informasi dari media massa? No Jenis Media Massa 1 Surat kabar/Koran 2 Radio 3 Televisi 4 Media lainnya ................. Ya Tidak 4. Berapa kali dalam sebulan Bapak/Ibu memanfaatkan media massa tersebut: No 3 Jenis Media Massa Surat kabar/Koran Radio Televisi Lama Pemanfaatan ……………… kali/bulan ……………… kali/bulan ……………… kali/bulan 4 Media lainnya ……………… kali/bulan 1 2 Kebijakan Publik, Intensitas Penyuluhan, Ketersediaan Sarana Produksi, dan Ketersediaan Informasi 1. Bapak/Ibu dalam memanfaatkan pekarangan sering bertanya dengan pihak luar? a. Ya, b. Tidak 2. Jika ya, dari mana Bapak/Ibu mendapatkannya? a. Penyuluh Pertanian b. Dinas c. LSM d. Peneliti/dosen e. Lainnya ................ 3. Berikut pernyataan yang berkaitan dengan kebijakan publik, intensitas penyuluhan, ketersediaan sarana produksi, dan ketersediaan informasi 88 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Pernyataan Pilihan Jawaban Tidak Kadang- Selalu Pernah Kadang Bapak/Ibu pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa bibit, pupuk, saprodi lainnya dari pemerintah. Bapak/Ibu pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa kredit/modal usaha tani. Bapak/Ibu selalu mendapatkan pembinaan atau dukungan lainnya dari desa atau kecamatan Bapak/Ibu mengenal tenaga penyuluh pertanian yang ditugaskan. Selama penyuluh oertanian bertugas, mereka mengunjungi Bapak/Ibu. Kegiatan yang dilakukan penyuluh pertanian selalu bermanfaat bagi Bapak/Ibu Kegiatan-kegiatan yang dilakukan penyuluh pertanian melibatkan Bapak/Ibu. Penyuluh pertanian memberikan ceraah sebagai salah satu metode penyuluhan. Sangat mudah bagi Bapak/Ibu dalam mendapatkan sarana produksi (saprodi). Saprodi yang dibutuhkan tersedia di pasaran. Harga saprodi sangat murah dan terjangkau bagi Bapak/Ibu Bapak/Ibu mudah dalam mendapatkan informasi. Informasi yang didapat sesuai dengan yang dibutuhkan Bapak/Ibu. 4. Berapa kali dalam sebulan Bapak/Ibu berkomunikasi dengan pihak luar untuk memperoleh informasi tentang pemanfaatan pekarangan? No 1 2 3 4 5 Komunikasi Interpersonal Komunikasi dengan penyuluh pertanian Komunikasi dengan LSM Komunikasi dengan petugas instansi terkait Komunikasi dengan peneliti/dosen Komunikasi dengan pihak lainnya Frekuensi Pertemuan Tiap Bulan kali/bulan kali/bulan kali/bulan kali/bulan kali/bulan 89 Y1. Keefektivan Komunikasi Sejauh mana Bapak/Ibu memahami materi KRPL ini: Y.1.1. Aspek Kognitif No Pernyataan 1 Dalam penataan pekarangan, Bapak/Ibu paham bagaimana melakukan penanaman dan penataan yang baik dengan menggunakan polibag. Dalam penataan pekarangan, Bapak/Ibu paham bagaimana melakukan penanaman yang baik dengan menggunakan model vertikultur (model gantung, tempel, tegak, rak). Dalam penataan pekarangan, Bapak/Ibu paham bagaimana melakukan penanaman yang baik dengan menggunakan model bedengan. Dalam penataan pekarangan, Bapak/Ibu paham bagaimana melakukan penanaman yang baik dengan memanfaatkan pot media tanam. Dalam penataan pekarangan, apakah Bapak/Ibu paham bagaimana melakukan penanaman yang baik dengan mengoptimalkan pagar tanaman. Dalam penataan pekarangan, Bapak/Ibu paham bagaimana melakukan penataan dan pemanfaatan kolam untuk budidaya ikan. Dalam penataan pekarangan, Bapak/Ibu paham bagaimana melakukan pengelolaan budidaya ternak di kandang. Untuk menentukan jenis komoditas yang diusahakan, Bapak/Ibu paham tentang pemilihan bibit komoditas yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Dengan pekarangan yang Bapak/Ibu miliki, Bapak/Ibu paham materi tentang cara memanfaatkan kolam untuk budidaya ikan. Untuk menentukan jenis komoditas yang diusahakan, Bapak/Ibu paham tentang pemilihan bibit yang tepat guna memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga. Untuk menentukan jenis komoditas yang diusahakan, Bapak/Ibu paham tentang keanekaragaman tanaman pangan yang bisa dikonsumsi. Bapak/Ibu paham tentang jenis pangan lokal yang sesuai untuk ditanam di pekarangan. Bapak/Ibu paham tentang bagaimana cara memperbanyak dan mengelola benih dan bibit. Bapak/Ibu paham tentang bagaimana meningkatkan 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Pilihan Jawaban Tidak Sedang Paham Paham 90 konsumsi aneka ragam pangan dengan prinsip gizi seimbang. Y1.2. Aspek Afektif No Pernyataan 1 Dalam penataan pekarangan, Bapak/Ibu ingin melakukan penanaman dan penataan yang baik dengan menggunakan polibag. Dalam penataan pekarangan, Bapak/Ibu ingin melakukan penanaman yang baik dengan menggunakan model vertikultur (model gantung, tempel, tegak, rak). Dalam penataan pekarangan, Bapak/Ibu ingin melakukan penanaman yang baik dengan menggunakan model bedengan. Dalam penataan pekarangan, Bapak/Ibu ingin melakukan penanaman yang baik dengan memanfaatkan pot media tanam. Dalam penataan pekarangan, Bapak/Ibu ingin melakukan penanaman yang baik dengan mengoptimalkan pagar tanaman. Dalam penataan pekarangan, Bapak/Ibu ingin memanfaatkan kolam untuk budidaya ikan. 2 3 4 5 6 7 Dalam penataan pekarangan, Bapak/Ibu ingin melakukan pengelolaan budidaya ternak di kandang. 8 Untuk menentukan jenis komoditas yang diusahakan, Bapak/Ibu ingin memilih bibit komoditas yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Dengan pekarangan yang Bapak/Ibu miliki, Bapak/Ibu ingin memanfaatkan untuk kolom ikan. Untuk menentukan jenis komoditas yang diusahakan, Bapak/Ibu ingin memilih bibit yang tepat guna memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga. Untuk menentukan jenis komoditas yang diusahakan, Bapak/Ibu ingin melakukan budidaya dengan komoditas yang beragam yang bisa dikonsumsi. Bapak/Ibu ingin menanam jenis pangan lokal yang sesuai untuk ditanam di pekarangan. Bapak/Ibu ingin mengetahui cara memperbanyak dan mengelola benih dan bibit. Bapak/Ibu ingin meningkatkan konsumsi aneka ragam pangan dengan prinsip gizi seimbang. 9 10 11 12 13 14 Pilihan Jawaban Tidak RaguIngin Ingin Ragu 91 Y1.3. Aspek Konatif No Pernyataan 1 Dalam penataan pekarangan, Bapak/Ibu melakukan penanaman dan penataan yang baik dengan menggunakan polibag. Dalam penataan pekarangan, Bapak/Ibu melakukan penanaman yang baik dengan menggunakan model vertikultur (model gantung, tempel, tegak, rak). Dalam penataan pekarangan, Bapak/Ibu melakukan penanaman yang baik dengan menggunakan model bedengan. Dalam penataan pekarangan, Bapak/Ibu melakukan penanaman yang baik dengan memanfaatkan pot media tanam. Dalam penataan pekarangan, Bapak/Ibu melakukan penanaman yang baik dengan mengoptimalkan pagar tanaman. Dalam penataan pekarangan, Bapak/Ibu memanfaatkan kolam untuk budidaya ikan. 2 3 4 5 6 7 Dalam penataan pekarangan, Bapak/Ibu melakukan pengelolaan budidaya ternak di kandang. 8 Untuk menentukan jenis komoditas yang diusahakan, Bapak/Ibu memilih bibit komoditas yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Dengan pekarangan yang Bapak/Ibu miliki, Bapak/Ibu memanfaatkan kolam untuk budidaya ikan. Untuk menentukan jenis komoditas yang diusahakan, Bapak/Ibu memilih bibit yang tepat guna memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga. Untuk menentukan jenis komoditas yang diusahakan, Bapak/Ibu melakukan budidaya dengan komoditas yang beragam yang bisa dikonsumsi. Bapak/Ibu menanam jenis pangan lokal yang sesuai untuk ditanam di pekarangan. Bapak/Ibu mengetahui cara memperbanyak dan mengelola benih dan bibit, kemudian menerapkannya. Bapak/Ibu mengkonsumsi aneka ragam pangan dengan prinsip gizi seimbang. 9 10 11 12 13 14 Pilihan Jawaban Tidak Kadang- Selalu Pernah Kadang 92 Y.2. Optimalisasi Lahan Pekarangan Y.2.1. Pemanfaatan Lahan Pekarangan No Pernyataan 1 Dengan pemanfaatan pekarangan yang Bapak/Ibu lakukan dapat membantu keluarga dalam memenuhi kebutuhan makanan pokok sehari-hari. Dengan pemanfaatan pekarangan yang Bapak/Ibu lakukan dapat mengurangi belanja Bapak/Ibu dari luar untuk kebutuhan sehari-hari. Dengan pemanfaatan pekarangan yang Bapak/Ibu lakukan dapat membantu keluarga dalam memenuhi kebutuhan bumbu dapur sehari-hari. Dengan pemanfaatan pekarangan yang Bapak/Ibu lakukan dapat membantu keluarga dalam memenuhi kebutuhan lauk pauk sehari-hari. Dengan pemanfaatan pekarangan yang Bapak/Ibu lakukan dapat bermanfaat dalam menyediakan tanaman obat keluarga. Dengan pemanfaatan pekarangan ini, Bapak/Ibu merasa dapat mengurangi beban belanja rutin keluarga. 2 3 4 5 5 Pilihan Jawaban Tidak Kadang- Selalu Pernah Kadang Y.2.2. Kemampuan Menciptakan Peluang Bisnis No Pernyataan 1 Bapak/Ibu merasa dengan pemanfaatan pekarang yang ibu lakukan dapat membantu menambah pendapatan keluarga Bapak/Ibu merasa selama pemanfaatan pekarangan dalam rangka program KRPL ini ibu dapat membuat sumber pendapatan keluarga Bapak/Ibu merasa dengan pemanfaatan pekarangan sesuai dengan peluang pasar Bapak/Ibu memanfaatkan pekarangan untuk menjadikan usaha agrobisnis 2 3 4 Pilihan Jawaban Kurang Tidak Setuju Setuju Setuju 93 Informasi Tambahan Nama tamanan, ternak, ikan apa saja yang Bapak/Ibu budidayakan? No Jumlah komoditas Jenis Komoditas 1 2 3 4 5 Pemasaran a. Seberapa mudah bapak/ibu memasarkan hasil pekarangan? b. Bisanyanya berapa banyak yang dihasilkan dari pemanenen budidaya pekarangan? No 1 2 3 4 5 Komoditas Sayuran a. ……………………. b. ……………………. c. ……………………. Tanaman Obat a. ………………………. b. ………………………. c. ………………………. Tanaman Hias a. ……………………… b. ……………………… c. ……………………… Perikanan a. ……………………… b. ……………………… c. ……………………… Ternak a. ……………………… b. ……………………… c. ……………………… Dikonsumsi Jumlah Dipasarkan Jumlah Harga