STATUS ILMU PENYAKIT DALAM SMF PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT SIMPANGAN DEPOK Nama Mahasiswa : Inez Petrivania NIM : 11 – 2012 - 104 TandaTangan : Dokter Pembimbing : Dr. Agoes Kooshartoro, SpPD IDENTITAS PASIEN Nama lengkap : Tn. AR Jenis kelamin : Laki-laki Tempat / tanggal lahir : Jakarta, 08-08-1974 Status perkawinan : Menikah Suku bangsa : Jawa Agama : Islam Pekerjaan : Pedagang Pendidikan Alamat : Jl. Babakan Sukatani RT 06/02 Tapos Depok : SMU A. ANAMNESIS Diambil dari: Autoanamnesis Tanggal: 14/07/2013 Jam: 19.00 Keluhan Utama: Demam sejak 4 hari SMRS Riwayat Penyakit Sekarang: Os mengalami demam sejak 4 hari SMRS. Demam yang dirasakan sejak 2 hari pertama tinggi terus menerus. Os juga sudah mengkonsumsi obat penurun panas tapi demam tidak turun. Sifat panas pada hari berikutnya hanya tinggi pada sore hari menjelang malam hari. Panasnya tidak disertai menggigil dan keringat malam. Os juga merasakan mual (+), muntah (-). Sakit kepala juga dikeluhkan penderita, seperti ditusuk-tusuk, hilang timbul pada kepala bagian depan. Nyeri ulu hati juga dialami penderita. Kembung (-), cepat begah setelah makan (-), sendawa (-). Nafsu makan penderita menurun dan diikuti lemah badan. Buang air besar belum sejak 3 hari yang lalu. Buang air kecil biasa. Os mengaku sebelumnya pola makannya tidak teratur dan sering jajan sembarangan. Batuk (-), pilek (-), nafsu makan menurun, pegal-pegal di pundak, tangan (+), sesak napas (-) . Riwayat Penyakit Dahulu (Tahun) (-) Cacar (-) Malaria (-) Batu Ginjal / Saluran Kemih (-) Cacar air (-) Disentri (-) Burut (Hernia) (-) Difteri (-) Hepatitis (-) Penyakit Prostat (-) Batuk Rejan (-) Tifus Abdominalis(-) Wasir (-) Campak (-) Skirofula (-) Diabetes (+) Influenza (-) Sifilis (-) Alergi (-) Tonsilitis (-) Gonore (-) Tumor (-) Khorea (- ) Hipertensi (-) Penyakit Pembuluh (-) Demam Rematik Akut (-) Ulkus Ventrikuli (-) Perdarahan Otak (-) Pneumonia (-) Ulkus Duodeni (-) Psikosis (-) Pleuritis (+) Gastritis (-) Neurosis (-) Tuberkulosis (-) Batu Empedu Lain-lain: (-) Operasi (-) Kecelakaan Riwayat Keluarga Hubungan Kakek Nenek Ayah Ibu Anak-anak Umur (Tahun ) Lupa Lupa 65 65 12 Jenis kelamin Keadaan Kesehatan Penyebab Meninggal Lelaki Perempuan Lelaki Perempuan Lelaki Meninggal Meninggal Meninggal Sehat Sehat Adakah Kerabat Yang Menderita: Penyakit Alergi Asma Tuberkulosis Arthritis Rematisme Hipertensi Jantung Ginjal Lambung Ya Tidak + + + + + + + Hubungan Ayah + + Tua Tua Jantung ANAMNESIS SISTEM Catatan keluhan tambahan positif disamping judul-judul yang bersangkutan Kulit (-) Bisul (-) Rambut (-) Keringat malam (-) Kuku (-) Kuning / Ikterus (-) Sianosis (-) Lain-lain Kepala (-) Trauma (+) Sakit kepala (-) Sinkop (- ) Nyeri pada sinus Mata (-) Nyeri (-) Radang (-) Sekret (-) Gangguan penglihatan (-) Kuning (-) Ketajaman penglihatan (-) Gangguan pendengaran (-) Sekret Telinga (-) Nyeri (-) Kehilangan pendengaran (-) Tinitus Hidung (-) Trauma (-) Gejala penyumbatan (-) Nyeri (-) Gangguan penciuman (-) Sekret (-) Pilek (+) Bibir kering (+) Lidah Coated Tongue (-) Gusi (-) Gangguan pengecap (-) Selaput (-) Stomatitis (-) Epistaksis Mulut Tenggorokan (-) Nyeri tenggorokan (-) Perubahan suara Leher (-) Benjolan Dada (Jantung / Paru) (-) Nyeri leher (-) Nyeri dada (-) Sesak napas (-) Berdebar (-) Batuk darah (-) Ortopnoe (-) Batuk Abdomen (Lambung / Usus) (-) Rasa kembung (-) Wasir (+) Mual (- ) Mencret (-) Muntah (-) Tinja darah (-) Muntah darah (-) Tinja berwarna kuning pucat (-) Sukar menelan (-) Tinja berwarna terang (+) Nyeri perut (-) Benjolan (-) Perut membesar Saluran Kemih / Alat kelamin (-) Disuria (-) Kencing nanah (-) Stranguria (-) Kolik (-) Poliuria (-) Oliguria (-) Polakisuria (-) Anuria (-) Retensi urin (-) Kencing batu (-) Ngompol (-) Penyakit Prostat (-) Hematuria (-) Kencing menetes Katamenia (-) Leukore (-) Perdarahan (-) Lain-lain Saraf dan Otot (-) Anestesi (-) Sukar mengingat (-) Parestesi (-) Ataksia (-) Otot lemah (-) Hipo / hiper – esthesi (-) Kejang (-) Pingsan (-) Afasia (-) Kedutan (“Tick”) (-) Amnesia (-) Pusing (vertigo) (-) Lain-lain (-) Gangguan bicara (Disartri) Ekstremitas (-) Bengkak (-) Deformitas (-) Nyeri sendi (-) Sianosis RIWAYAT HIDUP Riwayat Kelahiran Tempat lahir : ( ) Di rumah ( ) Rumah Bersalin Ditolong oleh : ( ) Dokter (+) Bidan (+ ) RS Bersalin ( ) Dukun ( ) Lain-lain Riwayat Imunisasi (+) Hepatitis (+) BCG (+) Polio (+) Tetanus (+) Campak (+) DPT Riwayat Makanan Frekuensi / Hari : 3 kali makan besar Jumlah / Hari : Satu piring Variasi / Hari : Tidak bervariasi Nafsu makan : Baik Pendidikan ( ) SD ( ) SLTP (+) SLTA ( ) Sekolah Kejuruan ( ) Akademi ( ) Universits ( ) Kursus ( ) Tidak sekolah Kesulitan Keuangan : Tidak Pekerjaan : Tidak Keluarga : Tidak Lain-lain : Tidak A. PEMERIKSAAN JASMANI Pemeriksaan Umum Tinggi badan : 168 cm Berat badan : 60 kg Tekanan darah : 90/60 mmHg Nadi : 92 kali/ menit Suhu : 36,5 0C Pernapasn (Frekuensi dan tipe) : 24 kali/menit Keadaan gizi : Baik Kesadaran : Compos mentis Sianosis : Tidak ada Udema umum : Tidak ada Cara berjalan : Normal Mobilitas (Aktif / Pasif) : Aktif Umur menurut taksiran pemeriksa : Sesuai Aspek Kejiwaan Tingkah laku : wajar / gelisah / tenang / hipoaktif / hiperaktif. Alam perasaan : biasa / sedih / gembira / cemas / takut / marah. Proses pikir : wajar / cepat / gangguan waham / fobia / obsesi. Kulit Warna : Sawo matang Effloresensi : Tidak ada Jaringan parut : Jejas garukan Pigmentasi : Tidak ada Pertumbuhan rambut : Merata Pemb.darah : Tdk tampak kolateral Suhu raba : Sesuai Lembab / kering : Lembab Keringat : Umum Turgor : Normal Ikterus : Tidak ada Lapisan lemak : Tipis Edema : Tidak ada Kelenjar Getah Bening Submandibula : Tidak teraba Leher : Tidak teraba Supraklavikula : Tidak teraba Ketiak : Tidak teraba Lipat paha : Tidak teraba Kepala Ekspresi wajah : Biasa Simetri muka : Simetris Rambut Pemb. darah temporal:Teraba : Hitam, merata Pulsasi Mata Exophthalmus : Tidak ada Enopthalmus : Tidak ada Kelopak : Tidak ada Lensa : Tdk keruh Konjungtiva : Tidak anemis Visus : Normal Sklera : Tidak ada Gerakan mata : Normal Lapangan penglihatan : Normal Tekanan bola mata : Normal Deviatio konjungae Nystagmus : Tidak ada : Normal Telinga Tuli : Tidak Selaput pendengaran : Intak Lubang : Lapang Penyumbatan : Tidak ada Serumen : Ada Perdarahan : Tidak ada Cairan : Tidak ada Mulut Bibir : Kering Tonsil : T1-T1, tenang Langit-langit : Tidak heperemis Bau pernapasan : Tidak ada Gigi geligi : Teratur Trismus Faring : Normal Selaput lendir : Tidak hiperemis Lidah : Coated tongue : Tidak ada Leher Tekanan vena Jugularis (JVP) : 5-2 mmH2O Kelenjar Tiroid : Normal Kelenjar Limfe : Tidak teraba Dada Bentuk : Normal Pembuluh darah : Tidak terlihat Buah dada : Normal, tidak membesar Paru-paru Inspeksi Palpasi Perkusi Depan Belakang Kiri Simetris Simetris Kanan Simetris Simetris Kiri Benjolan (-), nyeri tekan (-) Fremitus taktil simetris Benjolan (-), nyeri tekan (-) Fremitus taktil simetris Kanan Benjolan (-), nyeri tekan (-) Benjolan (-), nyeri tekan (-) Kiri Fremitus taktil simetris Fremitus taktil simetris Sonor semua lapang paru Sonor semua lapang paru Auskultasi Kanan Sonor semua lapang paru Sonor semua lapang paru Kiri Kanan Vesikuler, Rh(-), Wh (-) Vesikuler, Rh(-), Wh (-) Vesikuler, Rh(-), Wh (-) Vesikuler, Rh(-), Wh (-) Jantung Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V, 2 jari lateral linea midsternal kiri. Perkusi : Batas atas : ICS II linea parasternal kiri. Batas kiri : ICS V, sedikit lebih lateral linea midclavicula kiri. Batas kanan : ICS IV, linea sternal kanan Auskultasi : BJ I-II reguler murni, murmur (-), gallop (-) Pembuluh darah Arteri Temporalis : Teraba pulsasi Arteri Femoralis : Teraba pulsasi Arteri Karotis : Teraba pulsasi Arteri Poplitea : Teraba pulsasi Arteri Brakhialis : Teraba pulsasi Arteri Tibialis Posterior: Teraba pulsasi Arteri Radialis : Teraba pulsasi Arteri Dorsalis Pedis : Teraba pulsasi Perut Inspeksi : Tidak ada pergerakan peristalsis, tidak ada caput medusae Palpasi Dinding perut : Supel, nyeri tekan epigastrium (+) Hati : Tidak teraba Limpa : Tidak teraba Ginjal : Ballotement (-) Lain-lain : Murphy sign (-) Perkusi Auskultasi : Timpani pada seluruh kuadran, Shifting dullness (-) : Bising usus (+) normal Refleks dinding perut : Normal Anggota gerak Lengan Otot Sendi Kanan Kiri Tonus : Normal Normal Massa : Normal Normal : Normal Normal : Gerakan : Normal Kekuatan : +5 Lain-lain : Normal +5 Tidak ada Tidak ada Tungkai dan kaki Kanan Luka : Varises Tidak ada : Kiri Tidak ada Tidak ada Tidak ada Otot (tonus dan massa) : Normal Normal Sendi : Normal Normal Gerakan : Normal Normal Kekuatan : +5 Edema : Tidak ada Tidak ada Lain-lain : Tidak ada Tidak ada LABORATORIUM RUTIN (14-07-2013) Darah Hb Ht Leukosit Trombosit :14,5 g/dl :44 % :7200 / µL :163000 / µL Tes Widal S.Typhi O : (+) 1/320 S.Typhi H : (+) 1/320 S. Paratyphi AO : (+) 1/80 S. Paratyphi AH : (-) negatif S. Paratyphi BO : (+) 1/320 S. Paratyphi BH : (+) 1/320 S. Paratyphi CO : (+) 1/320 S. Paratyphi CH : (-) negatif +5 Ringkasan Seorang laki-laki usia 39 tahun datang dengan keluhan demam sejak 4 hari SMRS. Demam yang dirasakan sejak 2 hari pertama tinggi terus menerus. Os juga sudah mengkonsumsi obat penurun panas tapi demam tidak turun. Sifat panas pada hari berikutnya hanya tinggi pada sore hari menjelang malam hari. Os juga merasakan mual (+). Sakit kepala juga dikeluhkan penderita, seperti ditusuk-tusuk, hilang timbul pada kepala bagian depan. Nyeri ulu hati juga dialami penderita. Nafsu makan penderita menurun dan diikuti lemah badan. Buang air besar belum sejak 3 hari yang lalu. Os mengaku sebelumnya pola makannya tidak teratur dan sering jajan sembarangan. Pegal-pegal di pundak, tangan (+). Diagnosis kerja dan dasar diagnosis 1. Demam Typhoid : Anamnesis :Demam yang tinggi pada sore hingga malam hari Pemeriksaan Fisik : Coated tongue (+), nyeri tekan epigastrium (+) Pemeriksaan Penunjang : S.Typhi O : (+) 1/320 S.Typhi H : (+) 1/320 S. Paratyphi AO : (+) 1/80 S. Paratyphi BO : (+) 1/320 S. Paratyphi BH : (+) 1/320 S. Paratyphi CO : (+) 1/320 Diagnosis diferensial dan dasar diagnosis diferensial 1. Demam Berdarah : Nyeri kepala, demam selama 4 hari, mialgia 2. TBC Paru : Demam tinggi terutama pada sore ke malam hari. Pemeriksaan yang dianjurkan 1. Uji Tubex : Uji untuk mendeteksi antibodi anti S-Typhi pada serum pasien 2. Kultur Darah (biakan empedu) Rencana pengelolaan Non medikamentosa : - Tirah baring - Diet lunak - Edukasi dan motivasi tentang pemeriksaan yang dianjurkan Medikamentosa : - Kloramfenikol 4x500 mg sampai dengan 7 hari bebas demam. - Tiamfenikol 4x500 mg (komplikasi hematologi lebih rendah dibandingkan kloramfenikol) - Kotrimoksazol 2x2 tablet selama 2 minggu - Amoksisilin 50-150 mg / kgBB selama 2 minggu - Cephalosporin generasi ke III : yang terbukti lebih efektif adalah ceftriakson 3-4 gram dalam dektrosa 100 cc selama ½ jam per-infus sekali sehari, selama Pencegahan - Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan - Sanitasi air dan kebersihan lingkungan - Vaksinasi Prognosis Ad vitam Ad functionam Ad sanationam : Dubia ad bonam : Dubia ad bonam : Dubia ad bonam TINJAUAN PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam typhoid pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan rendah, cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka kejadian tinggi pada daerah tropik dibandingkan daerah berhawa dingin. Sumber penularan penyakit demam typhoid adalah penderita yang aktif, penderita dalam fase konfalesen, dan kronik karier. Demam typhoid juga dikenali dengan nama lain yaitu, Typhus Abdominalis, Typhoid fever, atau enteric fever. Demam typhoid adalah penyakit sistemik yang akut yang mempunyai karakteristik demam, sakit kepala dan ketidakenakan abdomen berlangsung lebih kurang 3 minggu, yang juga disertai perut membesar, limpa dan erupsi kulit. Demam typhoid (termasuk para–typhoid) disebabkan oleh kuman salmonella typhi, S paratyphy A, S paratyphi B dan S paratyphi C. Jika penyebabnya adalah S paratyphy, gejalanya lebih ringan dibanding dengan yang disebabkan oleh S typhi. Demam typhoid abdominalis atau demam typhoid masih merupakan masalah besar di indonesia bersifat sporadik endemik dan timbul sepanjang tahun. Kasus demam typhoid di Indonesia, cukup tinggi berkisar antara 354-810/100.000 penduduk pertahun. BAB II PEMBAHASAN 1.1 Anamnesis Dari hasil pemeriksssan berdasarkan anamnesa dapat di peroleh data sebagai berikut: demam naik secara bertangga pada minggu pertama lalu demam menetap (kontinyu) atau remiten pada minggu kedua. Demam terutama sore / malam hari, sakit kepala, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare.1 1.2 Pemeriksaan • Pemeriksaan Fisik : febris, kesadaran berkabut, bradikardia relatif (peningkatan suhu 10C tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8x/menit), lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi dan ujung merah, serta tremor), hepatomegali,splenomegali, nyeri abdomen, roseolae (jarang pada orang Indonesia).1 • Pemeriksaan Laboratorium : dapat ditemukan lekopeni, lekositosis, atau lekosit normal,aneosinofilia, limfopenia, peningkatan Led, anemia ringan, trombositopenia, gangguan fungsi hati. Kultur darah (biakan empedu) positif atau peningkatan titer uji Widal >4 kali lipat setelah satu minggu memastikan diagnosis. Kultur darah negatif tidak menyingkirkan diagnosis. Uji Widal tunggal dengan titerantibodi O 1/320 atau H 1/640 disertai gambaran klinis khas menyokong diagnosis.2 • Kultur jaringan Diagnosis definitive penyakit tifus dengan isolasi bakteri Salmonella typhi dari specimen yang berasal dari darah penderita. Pengambilan specimen darah sebaiknya dilakukan pada minggu pertama timbulnya penyakit, karena kemungkinan untuk positif mencapai 8090%, khususnya pada pasien yang belum mendapat terapi antibiotic. Pada minggu ke-3 kemungkinan untuk positif menjadi 20-25% and minggu ke-4 hanya 10-15%.2 • Uji widal Uji widal dilakukan untuk deteksi antibody terhadap kuman s,thypi. Pada uji widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antar antigen kuman s.thypi dengan antiboby yamg di sebut aglutinin. Antigen yang di gunakan pada ujiwidl adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan di olah di laboratorium. Maksud uji widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka demem tifoid yaitu: a) Aglutinin O dari tubuh kuman b) Aglutinin H dari flagella kuman c) Aglutinin v simpai dari simpai kuman Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang di gunakan untuk diagnostok demam tifoid semakin tinggi titernya semakin tinggi kemungkinan terinfeksi penyakit ini. Ada beberapa faktor yang memepengaruhi uji widal yaitu 1) Pengobatan dini dengan antiboitik 2) Gangguan pembentukan antibody dan pemeberian kortikosteroid 3) Waktu pengambilan darah 4) Daerah endemik atau non endemik 5) Riwayat vaksinasi 6) Reaksi anamnestik, yaitu penigkatan titer aglutinin pada infeksi bukan demem tifoid akibat infeksi demem tifoid masa lalu atau vaksinasi. 7) Faktor teknik pemeriksaan antar laboratorium, akibat aglutinasi silang dan starin salmonella yang di gunakan untuk suspensi antigen. Saat ini belum ada kesamaan pendapat mengenai titer glutinin yg bermakna diagnostik untuk demem tifoid. Batas titer yg dipakai hanya kesepakatan saja, haya berlaku setempat saja,dan dapat berbeda pada tiap-tiap laboratorium.2 • Pemeriksaan penunjang : Darah parifer lengkap, tes fungsi hati, serologi, kultur darah (biakan empedu).2 1.4 Diagnosis • Deferential diagnosis Demam tifoid Demam tifoid merupakan penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi. Keluhan dan gejala Demam Tifoid tidak khas, dan bervariasi dari gejala seperti flu ringan sampai tampilan sakit berat dan fatal yang mengenai banyak sistem organ. Secara klinis gambaran penyakit Demam Tifoid berupa demam berkepanjangan, gangguan fungsi usus, dan keluhan susunan saraf pusat.3 1. Panas lebih dari 7 hari, biasanya mulai dengan sumer yang makin hari makin meninggi, sehingga pada minggu ke 2 panas tinggi terus menerus terutama pada malam hari. 2. Gejala gstrointestinal dapat berupa obstipasi, diare, mual, muntah, dan kembung, hepatomegali, splenomegali dan lidah kotor tepi hiperemi. 3. Gejalah saraf sentral berupa delirium, apatis, somnolen, sopor, bahkan sampai koma. • Working diagnosis 1. Influenza 2. Malaria 3. Bronchitis 4. Sepsis 5. Broncho Pneumonia 6. I.S.K 7. Gastroenteritis 8. Keganasan : - Leukemia - Lymphoma 9. Tuberculosa 1.5 Patofisologi Kuman S. typhi masuk ketubuh manusia melalui mulut dengan makanan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung. Sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque Peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertropi. Ditempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi. Kuman S. typhi kemudian menembus ke lamina propina, masuk aliran limfe dan mencapai kelenjar limfe messenterial yang juga mengalami hipertropi. Setelah melewati kelenjar-kelenjar limfe ini S. typhi masuk kealiran darah melalui duktus thoracicus. Kuman-kuman S. typhi lain mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus. S. typhi bersarang di plaque Peyeri, limpa, hati dan bagian-bagian lain system retikuloendotial.4 Semula disangka demam dan gejala-gejala toksemia pada demam tifoid disebabkan oleh endotoksemia. Tapi kemudian berdasarkan penelitian-eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam dan gejala-gejala toksemia pada demam tifoid. Endotoksin S. typhi berperan pada patogenesis demam tifoid, karena membantu terjadinya proses inflamasi lokal pada jaringan setempat S. typhi berkembang biak. Demam pada tifoid disebabkan karena S. typhi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.4 1.5a Patofisiologi demam tifoid 1.6 Etiologi Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.4 1.7 Epidemologi Demam tifoid merupakan penyakit endermik di Indonesia. Penyakit ini termasuk penyakit menular yang tercantum dalam undang-undang nomor 6 tahun 1962 tentang wabah. Surveilans Departemen Kesehatan RI, frekwensi kejadian demam tifoid di Indonesia pada tahun 1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 terjadi peningkatan frekwensi menjadi 15,4 per 10.000 penduduk. Dari survey berbagai rumah sakit di Indonesia dari tahun 1981 sampai dengan 1986 memperlihatkan peningkatan jumlah penderita sekitar 35,8% yaitu dari 19.596 menjadi 26.606 kasus. Insidens demam tifoid bervariasi di tiap daerah dan terkait dengan sanitasi lingkungan; di rural (Jawa Barat) 157 kasus per 100.000 penduduk, sedangkan di daerah urban ditemukan 760-810 per 100.000 penduduk. Kemudian Case Fatality Rate (CFR) demam tifoid pada tahun 1996 sebesar 1,08% dari seluruh kematian di Indonesia. Tetapi dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Departemen Kesehatan RI (SKRT DEPKES RI) tahun 1995 demam tifoid tidak termasuk dalam 10 penyakit dengan mortalitas tertinggi.5 1.8 Terapi Pengobatan penderita Demam Tifoid di Rumah Sakit terdiri dari pengobatan suportif, medikamentosa, terapi penyulit (tergantung penyulit yang terjadi). Kadangkadang perlu konsultasi ke Divisi Hematologi, Jantung, Neurologi, bahkan ke Bagian lain/Bedah. • Pengobatan medikamentosa Obat-obat pilihan pertama adalah kloramfenikol, ampisilin/amoksisilin atau kotrimoksasol. Obat pilihan kedua adalah sefalosporin generasi III. Obat-obat pilihan ketiga adalah meropenem, azithromisin dan fluorokuinolon.6 • Kloramfenikol diberikan dengan dosis 50 mg/kg BB/hari, terbagi dalam 3-4 kali pemberian, oral atau intravena, selama 14 hari. Bilamana terdapat indikasi kontra pemberian kloramfenikol , diberi • ampisilin dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian, intravena saat belum dapat minum obat, selama 21 hari, atau • amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian, oral/intravena selama 21 hari, atau • kotrimoksasol dengan dosis (tmp) 8 mg/kbBB/hari terbagi dalam 2 kali pemberian, oral, selama 14 hari.6 Pada kasus berat, dapat diberi seftriakson dengan dosis 50 mg/kg BB/kali dan diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kg BB/hari, sekali sehari, intravena, selama 5-7 hari. Pada kasus yang diduga mengalami MDR (Multi Drug Resistance), maka pilihan antibiotika adalah meropenem, azithromisin dan fluoroquinolon. • Pengobatan non-medikamentosa • Istirahat dan perawatan : tirah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk pencegahan komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuh nya di tempat seperti makan,minum,mandi,buang air kecil, dan buang ari besar akan membantu dan mempercepat masa penyembuhan. Dan sangat oerlu sekali di jaga kebersihanya.6 • Diet dan terapi penunjang : diet muerupakan hal yang cukup penting dlam proses penyembuhan penyakit demem tifoid, karena makanan yang kurang dapat mempengarui kondisi pasien demem tifoid, di masa lampau penederita demem tifoid hanya di beri bubur saring, kemudian di tingkatkan mejadi bubur kasar dan akhir nya di berikan nasi. Pemberian bubur saring bertujuan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna atau perforasi usus.6 1.9 Komplikasi Komplikasi demam tifoid dapat dibagi dalam : 1. Komplikasi intestinal : a.Perdarahan usus b.Perforasi usus c.Ileus paralitik 2. Komplikasi ekstra-intestinal : a.Komplikasi kardiovaskular : Kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis dan tromboflebitis. b.Komplikasi darah : Anemia hemolitik, trombositopenia dan/atau Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) dan sindrom uremia hemolitik. c.Komplikasi paru : Pneumonia, empiema dan pleuritis. d.Komplikasi hepar dan kandung empedu : Hepatitis dan kolesistisis. e.Komplikasi ginjal : Glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis. f.Komplikasi tulang : Osteomielitis, periostitis, spondilitis dan artitis. g.Komplikasi neuropsikatrik : Delirium, meningismus, meningitis, polineuritis perifer, SGB, psikosis dan sindrom katatonia. Pada anak-anak dengan demam paratifoid , komplikasi lebih jarang terjadi. Komplikasi sering terjadi pada keadaan toksemia berat dan kelemahan umum terutama bila perawatan pasien kurang sempurna.6 BAB III PENUTUP Penyakit demam Tifoid ini bisa menyerang saat kuman tersebut masuk melalui makanan atau minuman, sehingga terjadi infeksi saluran pencernaan yaitu usus halus. Dan melalui peredaran darah, kuman sampai di organ tubuh terutama hati dan limpa. Oleh karena itu kita harus dapat menjaga segala macam asupan yang kita konsumsi, karena bakteri salmonella typhi dapat mengkontaminasi kamanan yang tidak bersih dan sehat cara pengolahnya. Demikianlah makalah pribadi menegani kasus demam tifoid trimaksih atas segala dukungannya, mohon maaf bila masih terdapat kekurangan dalama pembuatan makalah ini untuk lebih baik lagi. Daftar pustaka 1. Juwono R. Demam Tifoid. In: Noer MS, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 3th ed. Jakarta: BalaiPenerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2003. p. 435-441. 2. Jawetz E, Melnick JL, Andelberg EA. Batang gram negatif enterik. In Setiawan I, editor. Mikrobiologi kedokteran. Edisi 20. Jakarta:EGC, 1996. 299-303. 3. Christie AB. Typhoid and Paratyphoid Fevers in : Infectious Disease Vol. 1, 4th ed. Churchill Livingstone : Medical Division of Longman Group UK Limited, 2007 : 100. 4. Cleary Th G. Salmonella species in longess, Pickerling LK, Praber CG. Principles and Practice of Pediatric Infectious Disease Churchill Livingstone, New York 1nd ed, 2003 : hal. 830. 5. Hoffman S. : Typhoid fever in Warren KS dan Mahmpud AAF (eds) : Tropical and Geographical ed ke 2, New York, Mc Graw-Hill Information Services Co. (2008). 6. Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, K.Marcellius S,Setati S. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta: internal publishing,2009. P. 2797-2809.