STATUS ILMU PENYAKIT DALAM SMF PENYAKIT DALAM RUMAH

advertisement
STATUS ILMU PENYAKIT DALAM
SMF PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT SIMPANGAN DEPOK
Nama Mahasiswa
: Inez Petrivania
NIM
: 11 – 2012 - 104
TandaTangan :
Dokter Pembimbing : Dr. Agoes Kooshartoro, SpPD
IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap
: Tn. AR
Jenis kelamin : Laki-laki
Tempat / tanggal lahir : Jakarta, 08-08-1974
Status perkawinan
: Menikah
Suku bangsa : Jawa
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Pedagang
Pendidikan
Alamat
: Jl. Babakan Sukatani RT 06/02 Tapos Depok
: SMU
A. ANAMNESIS
Diambil dari: Autoanamnesis
Tanggal: 14/07/2013
Jam: 19.00
Keluhan Utama:
Demam sejak 4 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang:
Os mengalami demam sejak 4 hari SMRS. Demam yang dirasakan sejak 2 hari
pertama tinggi terus menerus. Os juga sudah mengkonsumsi obat penurun panas tapi
demam tidak turun. Sifat panas pada hari berikutnya hanya tinggi pada sore hari
menjelang malam hari. Panasnya tidak disertai menggigil dan keringat malam. Os
juga merasakan mual (+), muntah (-). Sakit kepala juga dikeluhkan penderita, seperti
ditusuk-tusuk, hilang timbul pada kepala bagian depan. Nyeri ulu hati juga dialami
penderita. Kembung (-), cepat begah setelah makan (-), sendawa (-). Nafsu makan
penderita menurun dan diikuti lemah badan. Buang air besar belum sejak 3 hari yang
lalu. Buang air kecil biasa.
Os mengaku sebelumnya pola makannya tidak teratur dan sering jajan sembarangan.
Batuk (-), pilek (-), nafsu makan menurun, pegal-pegal di pundak, tangan (+), sesak
napas (-) .
Riwayat Penyakit Dahulu (Tahun)
(-) Cacar
(-) Malaria
(-) Batu Ginjal / Saluran Kemih
(-) Cacar air
(-) Disentri
(-) Burut (Hernia)
(-) Difteri
(-) Hepatitis
(-) Penyakit Prostat
(-) Batuk Rejan
(-) Tifus Abdominalis(-) Wasir
(-) Campak
(-) Skirofula
(-) Diabetes
(+) Influenza
(-) Sifilis
(-) Alergi
(-) Tonsilitis
(-) Gonore
(-) Tumor
(-) Khorea
(- ) Hipertensi
(-) Penyakit Pembuluh
(-) Demam Rematik Akut
(-) Ulkus Ventrikuli (-) Perdarahan Otak
(-) Pneumonia
(-) Ulkus Duodeni
(-) Psikosis
(-) Pleuritis
(+) Gastritis
(-) Neurosis
(-) Tuberkulosis
(-) Batu Empedu
Lain-lain:
(-) Operasi
(-) Kecelakaan
Riwayat Keluarga
Hubungan
Kakek
Nenek
Ayah
Ibu
Anak-anak
Umur
(Tahun
)
Lupa
Lupa
65
65
12
Jenis kelamin Keadaan Kesehatan Penyebab Meninggal
Lelaki
Perempuan
Lelaki
Perempuan
Lelaki
Meninggal
Meninggal
Meninggal
Sehat
Sehat
Adakah Kerabat Yang Menderita:
Penyakit
Alergi
Asma
Tuberkulosis
Arthritis
Rematisme
Hipertensi
Jantung
Ginjal
Lambung
Ya
Tidak
+
+
+
+
+
+
+
Hubungan
Ayah
+
+
Tua
Tua
Jantung
ANAMNESIS SISTEM
Catatan keluhan tambahan positif disamping judul-judul yang bersangkutan
Kulit
(-) Bisul
(-) Rambut
(-) Keringat malam
(-) Kuku
(-) Kuning / Ikterus
(-) Sianosis
(-) Lain-lain
Kepala
(-) Trauma
(+) Sakit kepala
(-) Sinkop
(- ) Nyeri pada sinus
Mata
(-) Nyeri
(-) Radang
(-) Sekret
(-) Gangguan penglihatan
(-) Kuning
(-) Ketajaman penglihatan
(-) Gangguan pendengaran
(-) Sekret
Telinga
(-) Nyeri
(-) Kehilangan pendengaran (-) Tinitus
Hidung
(-) Trauma
(-) Gejala penyumbatan
(-) Nyeri
(-) Gangguan penciuman
(-) Sekret
(-) Pilek
(+) Bibir kering
(+) Lidah Coated Tongue
(-) Gusi
(-) Gangguan pengecap
(-) Selaput
(-) Stomatitis
(-) Epistaksis
Mulut
Tenggorokan
(-) Nyeri tenggorokan
(-) Perubahan suara
Leher
(-) Benjolan
Dada (Jantung / Paru)
(-) Nyeri leher
(-) Nyeri dada
(-) Sesak napas
(-) Berdebar
(-) Batuk darah
(-) Ortopnoe
(-) Batuk
Abdomen (Lambung / Usus)
(-) Rasa kembung
(-) Wasir
(+) Mual
(- ) Mencret
(-) Muntah
(-) Tinja darah
(-) Muntah darah
(-) Tinja berwarna kuning pucat
(-) Sukar menelan
(-) Tinja berwarna terang
(+) Nyeri perut
(-) Benjolan
(-) Perut membesar
Saluran Kemih / Alat kelamin
(-) Disuria
(-) Kencing nanah
(-) Stranguria
(-) Kolik
(-) Poliuria
(-) Oliguria
(-) Polakisuria
(-) Anuria
(-) Retensi urin
(-) Kencing batu
(-) Ngompol
(-) Penyakit Prostat
(-) Hematuria
(-) Kencing menetes
Katamenia
(-) Leukore
(-) Perdarahan
(-) Lain-lain
Saraf dan Otot
(-) Anestesi
(-) Sukar mengingat
(-) Parestesi
(-) Ataksia
(-) Otot lemah
(-) Hipo / hiper – esthesi
(-) Kejang
(-) Pingsan
(-) Afasia
(-) Kedutan (“Tick”)
(-) Amnesia
(-) Pusing (vertigo)
(-) Lain-lain
(-) Gangguan bicara (Disartri)
Ekstremitas
(-) Bengkak
(-) Deformitas
(-) Nyeri sendi
(-) Sianosis
RIWAYAT HIDUP
Riwayat Kelahiran
Tempat lahir : ( ) Di rumah
( ) Rumah Bersalin
Ditolong oleh : ( ) Dokter
(+) Bidan
(+ ) RS Bersalin
( ) Dukun
( ) Lain-lain
Riwayat Imunisasi
(+) Hepatitis
(+) BCG
(+) Polio
(+) Tetanus
(+) Campak
(+) DPT
Riwayat Makanan
Frekuensi / Hari
: 3 kali makan besar
Jumlah / Hari
: Satu piring
Variasi / Hari
: Tidak bervariasi
Nafsu makan
: Baik
Pendidikan
( ) SD
( ) SLTP
(+) SLTA
( ) Sekolah Kejuruan
( ) Akademi
( ) Universits
( ) Kursus
( ) Tidak sekolah
Kesulitan
Keuangan
: Tidak
Pekerjaan
: Tidak
Keluarga
: Tidak
Lain-lain
: Tidak
A. PEMERIKSAAN JASMANI
Pemeriksaan Umum
Tinggi badan
: 168 cm
Berat badan
: 60 kg
Tekanan darah
: 90/60 mmHg
Nadi
: 92 kali/ menit
Suhu
: 36,5 0C
Pernapasn (Frekuensi dan tipe)
: 24 kali/menit
Keadaan gizi
: Baik
Kesadaran
: Compos mentis
Sianosis
: Tidak ada
Udema umum
: Tidak ada
Cara berjalan
: Normal
Mobilitas (Aktif / Pasif)
: Aktif
Umur menurut taksiran pemeriksa
: Sesuai
Aspek Kejiwaan
Tingkah laku
: wajar / gelisah / tenang / hipoaktif / hiperaktif.
Alam perasaan
: biasa / sedih / gembira / cemas / takut / marah.
Proses pikir
: wajar / cepat / gangguan waham / fobia / obsesi.
Kulit
Warna
: Sawo matang
Effloresensi
: Tidak ada
Jaringan parut
: Jejas garukan
Pigmentasi
: Tidak ada
Pertumbuhan rambut : Merata
Pemb.darah : Tdk tampak kolateral
Suhu raba
: Sesuai
Lembab / kering
: Lembab
Keringat
: Umum
Turgor
: Normal
Ikterus
: Tidak ada
Lapisan lemak
: Tipis
Edema
: Tidak ada
Kelenjar Getah Bening
Submandibula : Tidak teraba
Leher
: Tidak teraba
Supraklavikula : Tidak teraba
Ketiak
: Tidak teraba
Lipat paha
: Tidak teraba
Kepala
Ekspresi wajah : Biasa
Simetri muka : Simetris
Rambut
Pemb. darah temporal:Teraba
: Hitam, merata
Pulsasi
Mata
Exophthalmus
: Tidak ada
Enopthalmus
: Tidak ada
Kelopak
: Tidak ada
Lensa
: Tdk keruh
Konjungtiva
: Tidak anemis
Visus
: Normal
Sklera
: Tidak ada
Gerakan mata
: Normal
Lapangan penglihatan : Normal
Tekanan bola mata
: Normal
Deviatio konjungae
Nystagmus
: Tidak ada
: Normal
Telinga
Tuli
: Tidak
Selaput pendengaran : Intak
Lubang
: Lapang
Penyumbatan
: Tidak ada
Serumen
: Ada
Perdarahan
: Tidak ada
Cairan
: Tidak ada
Mulut
Bibir
: Kering
Tonsil
: T1-T1, tenang
Langit-langit : Tidak heperemis
Bau pernapasan : Tidak ada
Gigi geligi
: Teratur
Trismus
Faring
: Normal
Selaput lendir : Tidak hiperemis
Lidah
: Coated tongue
: Tidak ada
Leher
Tekanan vena Jugularis (JVP) : 5-2 mmH2O
Kelenjar Tiroid
: Normal
Kelenjar Limfe
: Tidak teraba
Dada
Bentuk
: Normal
Pembuluh darah : Tidak terlihat
Buah dada
: Normal, tidak membesar
Paru-paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Depan
Belakang
Kiri
Simetris
Simetris
Kanan
Simetris
Simetris
Kiri
Benjolan (-), nyeri tekan (-)
Fremitus taktil simetris
Benjolan (-), nyeri tekan (-)
Fremitus taktil simetris
Kanan
Benjolan (-), nyeri tekan (-)
Benjolan (-), nyeri tekan (-)
Kiri
Fremitus taktil simetris
Fremitus taktil simetris
Sonor semua lapang paru
Sonor semua lapang paru
Auskultasi
Kanan
Sonor semua lapang paru
Sonor semua lapang paru
Kiri
Kanan
Vesikuler, Rh(-), Wh (-)
Vesikuler, Rh(-), Wh (-)
Vesikuler, Rh(-), Wh (-)
Vesikuler, Rh(-), Wh (-)
Jantung
Inspeksi
: Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi
: Ictus cordis teraba di ICS V, 2 jari lateral linea midsternal kiri.
Perkusi
: Batas atas
: ICS II linea parasternal kiri.
Batas kiri
: ICS V, sedikit lebih lateral linea midclavicula kiri.
Batas kanan : ICS IV, linea sternal kanan
Auskultasi
: BJ I-II reguler murni, murmur (-), gallop (-)
Pembuluh darah
Arteri Temporalis
: Teraba pulsasi
Arteri Femoralis
: Teraba pulsasi
Arteri Karotis
: Teraba pulsasi
Arteri Poplitea
: Teraba pulsasi
Arteri Brakhialis
: Teraba pulsasi
Arteri Tibialis Posterior: Teraba pulsasi
Arteri Radialis
: Teraba pulsasi
Arteri Dorsalis Pedis : Teraba pulsasi
Perut
Inspeksi
: Tidak ada pergerakan peristalsis, tidak ada caput medusae
Palpasi
Dinding perut : Supel, nyeri tekan epigastrium (+)
Hati
: Tidak teraba
Limpa
: Tidak teraba
Ginjal
: Ballotement (-)
Lain-lain
: Murphy sign (-)
Perkusi
Auskultasi
: Timpani pada seluruh kuadran,
Shifting dullness (-)
: Bising usus (+) normal
Refleks dinding perut
: Normal
Anggota gerak
Lengan
Otot
Sendi
Kanan
Kiri
Tonus :
Normal
Normal
Massa :
Normal
Normal
:
Normal
Normal
:
Gerakan
:
Normal
Kekuatan
:
+5
Lain-lain
:
Normal
+5
Tidak ada
Tidak ada
Tungkai dan kaki
Kanan
Luka
:
Varises
Tidak ada
:
Kiri
Tidak ada
Tidak ada
Tidak
ada
Otot (tonus dan massa)
:
Normal
Normal
Sendi
:
Normal
Normal
Gerakan
:
Normal
Normal
Kekuatan
:
+5
Edema
:
Tidak ada
Tidak ada
Lain-lain
:
Tidak ada
Tidak ada
LABORATORIUM RUTIN
(14-07-2013)
Darah
Hb
Ht
Leukosit
Trombosit
:14,5 g/dl
:44 %
:7200 / µL
:163000 / µL
Tes Widal
S.Typhi O : (+) 1/320
S.Typhi H : (+) 1/320
S. Paratyphi AO : (+) 1/80
S. Paratyphi AH : (-) negatif
S. Paratyphi BO : (+) 1/320
S. Paratyphi BH : (+) 1/320
S. Paratyphi CO : (+) 1/320
S. Paratyphi CH : (-) negatif
+5
Ringkasan
Seorang laki-laki usia 39 tahun datang dengan keluhan demam sejak 4 hari
SMRS. Demam yang dirasakan sejak 2 hari pertama tinggi terus menerus. Os juga
sudah mengkonsumsi obat penurun panas tapi demam tidak turun. Sifat panas pada
hari berikutnya hanya tinggi pada sore hari menjelang malam hari. Os juga merasakan
mual (+). Sakit kepala juga dikeluhkan penderita, seperti ditusuk-tusuk, hilang timbul
pada kepala bagian depan. Nyeri ulu hati juga dialami penderita. Nafsu makan
penderita menurun dan diikuti lemah badan. Buang air besar belum sejak 3 hari yang
lalu.
Os mengaku sebelumnya pola makannya tidak teratur dan sering jajan sembarangan.
Pegal-pegal di pundak, tangan (+).
Diagnosis kerja dan dasar diagnosis
1. Demam Typhoid : Anamnesis :Demam yang tinggi pada sore hingga malam
hari
Pemeriksaan Fisik : Coated tongue (+), nyeri tekan
epigastrium (+)
Pemeriksaan Penunjang :
S.Typhi O : (+) 1/320
S.Typhi H : (+) 1/320
S. Paratyphi AO : (+) 1/80
S. Paratyphi BO : (+) 1/320
S. Paratyphi BH : (+) 1/320
S. Paratyphi CO : (+) 1/320
Diagnosis diferensial dan dasar diagnosis diferensial
1. Demam Berdarah : Nyeri kepala, demam selama 4 hari, mialgia
2. TBC Paru : Demam tinggi terutama pada sore ke malam hari.
Pemeriksaan yang dianjurkan
1. Uji Tubex : Uji untuk mendeteksi antibodi anti S-Typhi pada serum pasien
2. Kultur Darah (biakan empedu)
Rencana pengelolaan
Non medikamentosa :
- Tirah baring
- Diet lunak
- Edukasi dan motivasi tentang pemeriksaan yang dianjurkan
Medikamentosa :
-
Kloramfenikol 4x500 mg sampai dengan 7 hari bebas demam.
-
Tiamfenikol 4x500 mg (komplikasi hematologi lebih rendah dibandingkan
kloramfenikol)
-
Kotrimoksazol 2x2 tablet selama 2 minggu
-
Amoksisilin 50-150 mg / kgBB selama 2 minggu
-
Cephalosporin generasi ke III : yang terbukti lebih efektif adalah ceftriakson
3-4 gram dalam dektrosa 100 cc selama ½ jam per-infus sekali sehari, selama
Pencegahan
-
Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan
-
Sanitasi air dan kebersihan lingkungan
-
Vaksinasi
Prognosis
Ad vitam
Ad functionam
Ad sanationam
: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Demam typhoid pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan rendah,
cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka kejadian tinggi
pada daerah tropik dibandingkan daerah berhawa dingin. Sumber penularan penyakit
demam typhoid adalah penderita yang aktif, penderita dalam fase konfalesen, dan
kronik karier. Demam typhoid juga dikenali dengan nama lain yaitu, Typhus
Abdominalis, Typhoid fever, atau enteric fever. Demam typhoid adalah penyakit
sistemik yang akut yang mempunyai karakteristik demam, sakit kepala dan
ketidakenakan abdomen berlangsung lebih kurang 3 minggu, yang juga disertai perut
membesar, limpa dan erupsi kulit. Demam typhoid (termasuk para–typhoid)
disebabkan oleh kuman salmonella typhi, S paratyphy A, S paratyphi B dan S
paratyphi C. Jika penyebabnya adalah S paratyphy, gejalanya lebih ringan dibanding
dengan yang disebabkan oleh S typhi. Demam typhoid abdominalis atau demam
typhoid masih merupakan masalah besar di indonesia bersifat sporadik endemik dan
timbul sepanjang tahun. Kasus demam typhoid di Indonesia, cukup tinggi berkisar
antara 354-810/100.000 penduduk pertahun.
BAB II
PEMBAHASAN
1.1 Anamnesis
Dari hasil pemeriksssan berdasarkan anamnesa dapat di peroleh data sebagai
berikut:
demam naik secara bertangga pada minggu pertama lalu demam menetap (kontinyu)
atau remiten pada minggu kedua. Demam terutama sore / malam hari, sakit kepala,
nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare.1
1.2 Pemeriksaan
•
Pemeriksaan Fisik : febris, kesadaran berkabut, bradikardia relatif (peningkatan
suhu 10C tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8x/menit), lidah yang berselaput
(kotor di tengah, tepi dan ujung merah, serta tremor), hepatomegali,splenomegali,
nyeri abdomen, roseolae (jarang pada orang Indonesia).1
•
Pemeriksaan Laboratorium : dapat ditemukan lekopeni, lekositosis, atau lekosit
normal,aneosinofilia,
limfopenia,
peningkatan
Led,
anemia
ringan,
trombositopenia, gangguan fungsi hati. Kultur darah (biakan empedu) positif atau
peningkatan titer uji Widal >4 kali lipat setelah satu minggu memastikan
diagnosis. Kultur darah negatif tidak menyingkirkan diagnosis. Uji Widal tunggal
dengan titerantibodi O 1/320 atau H 1/640 disertai gambaran klinis khas
menyokong diagnosis.2
•
Kultur jaringan
Diagnosis definitive penyakit tifus dengan isolasi bakteri Salmonella
typhi dari specimen yang berasal dari darah penderita.
Pengambilan specimen darah sebaiknya dilakukan pada minggu pertama
timbulnya penyakit, karena kemungkinan untuk positif mencapai 8090%, khususnya pada pasien yang belum mendapat terapi antibiotic.
Pada minggu ke-3 kemungkinan untuk positif menjadi 20-25% and
minggu ke-4 hanya 10-15%.2
•
Uji widal
Uji widal dilakukan untuk deteksi antibody terhadap kuman s,thypi.
Pada uji widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antar antigen kuman s.thypi
dengan antiboby yamg di sebut aglutinin. Antigen yang di gunakan pada
ujiwidl adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan di olah di
laboratorium. Maksud uji widal adalah untuk menentukan adanya
aglutinin dalam serum penderita tersangka demem tifoid yaitu:
a) Aglutinin O dari tubuh kuman
b) Aglutinin H dari flagella kuman
c) Aglutinin v simpai dari simpai kuman
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang di gunakan
untuk diagnostok demam tifoid semakin tinggi titernya semakin tinggi
kemungkinan terinfeksi penyakit ini.
Ada beberapa faktor yang memepengaruhi uji widal yaitu
1) Pengobatan dini dengan antiboitik
2) Gangguan pembentukan antibody dan pemeberian kortikosteroid
3) Waktu pengambilan darah
4) Daerah endemik atau non endemik
5) Riwayat vaksinasi
6) Reaksi anamnestik, yaitu penigkatan titer aglutinin pada infeksi bukan
demem tifoid akibat infeksi demem tifoid masa lalu atau vaksinasi.
7) Faktor teknik pemeriksaan antar laboratorium, akibat aglutinasi silang
dan starin salmonella yang di gunakan untuk suspensi antigen.
Saat ini belum ada kesamaan pendapat mengenai titer glutinin yg
bermakna diagnostik untuk demem tifoid. Batas titer yg dipakai hanya
kesepakatan saja, haya berlaku setempat saja,dan dapat berbeda pada
tiap-tiap laboratorium.2
•
Pemeriksaan penunjang : Darah parifer lengkap, tes fungsi hati, serologi, kultur
darah (biakan empedu).2
1.4 Diagnosis
•
Deferential diagnosis
Demam tifoid
Demam tifoid merupakan penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh infeksi
kuman Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi.
Keluhan dan gejala Demam Tifoid tidak khas, dan bervariasi dari gejala seperti
flu ringan sampai tampilan sakit berat dan fatal yang mengenai banyak sistem
organ. Secara klinis gambaran penyakit Demam Tifoid berupa demam
berkepanjangan, gangguan fungsi usus, dan keluhan susunan saraf pusat.3
1. Panas lebih dari 7 hari, biasanya mulai dengan sumer yang makin hari makin
meninggi, sehingga pada minggu ke 2 panas tinggi terus menerus terutama
pada malam hari.
2. Gejala gstrointestinal dapat berupa obstipasi, diare, mual, muntah, dan
kembung, hepatomegali, splenomegali dan lidah kotor tepi hiperemi.
3. Gejalah saraf sentral berupa delirium, apatis, somnolen, sopor, bahkan
sampai koma.
•
Working diagnosis
1. Influenza
2. Malaria
3. Bronchitis
4. Sepsis
5. Broncho Pneumonia
6. I.S.K
7. Gastroenteritis
8. Keganasan : - Leukemia
- Lymphoma
9. Tuberculosa
1.5 Patofisologi
Kuman S. typhi masuk ketubuh manusia melalui mulut dengan makanan dan
air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung. Sebagian lagi
masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque Peyeri di ileum terminalis
yang mengalami hipertropi. Ditempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi
intestinal dapat terjadi. Kuman S. typhi kemudian menembus ke lamina propina,
masuk aliran limfe dan mencapai kelenjar limfe messenterial yang juga mengalami
hipertropi. Setelah melewati kelenjar-kelenjar limfe ini S. typhi masuk kealiran darah
melalui duktus thoracicus. Kuman-kuman S. typhi lain mencapai hati melalui sirkulasi
portal dari usus. S. typhi bersarang di plaque Peyeri, limpa, hati dan bagian-bagian
lain system retikuloendotial.4
Semula disangka demam dan gejala-gejala toksemia pada demam tifoid
disebabkan oleh endotoksemia. Tapi kemudian berdasarkan penelitian-eksperimental
disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam dan
gejala-gejala toksemia pada demam tifoid. Endotoksin S. typhi berperan pada
patogenesis demam tifoid, karena membantu terjadinya proses inflamasi lokal pada
jaringan setempat S. typhi berkembang biak. Demam pada tifoid disebabkan karena S.
typhi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit
pada jaringan yang meradang.4
1.5a Patofisiologi demam tifoid
1.6 Etiologi
Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C.
ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan
pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan
masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari
1 tahun.4
1.7 Epidemologi
Demam tifoid merupakan penyakit endermik di Indonesia. Penyakit ini
termasuk penyakit menular yang tercantum dalam undang-undang nomor 6 tahun
1962 tentang wabah. Surveilans Departemen Kesehatan RI, frekwensi kejadian
demam tifoid di Indonesia pada tahun 1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 terjadi
peningkatan frekwensi menjadi 15,4 per 10.000 penduduk. Dari survey berbagai
rumah sakit di Indonesia dari tahun 1981 sampai dengan 1986 memperlihatkan
peningkatan jumlah penderita sekitar 35,8% yaitu dari 19.596 menjadi 26.606 kasus.
Insidens demam tifoid bervariasi di tiap daerah dan terkait dengan sanitasi
lingkungan; di rural (Jawa Barat) 157 kasus per 100.000 penduduk, sedangkan di
daerah urban ditemukan 760-810 per 100.000 penduduk. Kemudian Case Fatality
Rate (CFR) demam tifoid pada tahun 1996 sebesar 1,08% dari seluruh kematian di
Indonesia. Tetapi dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Departemen Kesehatan
RI (SKRT DEPKES RI) tahun 1995 demam tifoid tidak termasuk dalam 10 penyakit
dengan mortalitas tertinggi.5
1.8 Terapi
Pengobatan penderita Demam Tifoid di Rumah Sakit terdiri dari pengobatan
suportif, medikamentosa, terapi penyulit (tergantung penyulit yang terjadi). Kadangkadang perlu konsultasi ke Divisi Hematologi, Jantung, Neurologi, bahkan ke Bagian
lain/Bedah.
•
Pengobatan medikamentosa
Obat-obat pilihan pertama adalah kloramfenikol, ampisilin/amoksisilin atau
kotrimoksasol. Obat pilihan kedua adalah sefalosporin generasi III. Obat-obat pilihan
ketiga adalah meropenem, azithromisin dan fluorokuinolon.6
•
Kloramfenikol diberikan dengan dosis 50 mg/kg BB/hari, terbagi dalam 3-4
kali pemberian, oral atau intravena, selama 14 hari. Bilamana terdapat indikasi
kontra pemberian kloramfenikol , diberi
•
ampisilin dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian,
intravena saat belum dapat minum obat, selama 21 hari, atau
•
amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali.
Pemberian, oral/intravena selama 21 hari, atau
•
kotrimoksasol dengan dosis (tmp) 8 mg/kbBB/hari terbagi dalam 2 kali
pemberian, oral, selama 14 hari.6
Pada kasus berat, dapat diberi seftriakson dengan dosis 50 mg/kg BB/kali dan
diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kg BB/hari, sekali sehari, intravena, selama 5-7
hari. Pada kasus yang diduga mengalami MDR (Multi Drug Resistance), maka pilihan
antibiotika adalah meropenem, azithromisin dan fluoroquinolon.
•
Pengobatan non-medikamentosa
•
Istirahat dan perawatan : tirah baring dan perawatan profesional
bertujuan untuk pencegahan komplikasi. Tirah baring dengan perawatan
sepenuh nya di tempat seperti makan,minum,mandi,buang air kecil, dan
buang ari besar akan membantu dan mempercepat masa penyembuhan.
Dan sangat oerlu sekali di jaga kebersihanya.6
•
Diet dan terapi penunjang : diet muerupakan hal yang cukup penting
dlam proses penyembuhan penyakit demem tifoid, karena makanan yang
kurang dapat mempengarui kondisi pasien demem tifoid, di masa
lampau penederita demem tifoid hanya di beri bubur saring, kemudian di
tingkatkan mejadi bubur kasar dan akhir nya di berikan nasi. Pemberian
bubur saring bertujuan untuk menghindari komplikasi perdarahan
saluran cerna atau perforasi usus.6
1.9 Komplikasi
Komplikasi demam tifoid dapat dibagi dalam :
1. Komplikasi intestinal :
a.Perdarahan usus
b.Perforasi usus
c.Ileus paralitik
2. Komplikasi ekstra-intestinal :
a.Komplikasi kardiovaskular :
Kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis dan
tromboflebitis.
b.Komplikasi darah :
Anemia hemolitik, trombositopenia dan/atau Disseminated Intravascular
Coagulation (DIC) dan sindrom uremia hemolitik.
c.Komplikasi paru :
Pneumonia, empiema dan pleuritis.
d.Komplikasi hepar dan kandung empedu :
Hepatitis dan kolesistisis.
e.Komplikasi ginjal :
Glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis.
f.Komplikasi tulang :
Osteomielitis, periostitis, spondilitis dan artitis.
g.Komplikasi neuropsikatrik :
Delirium, meningismus, meningitis, polineuritis perifer, SGB, psikosis dan
sindrom katatonia.
Pada anak-anak dengan demam paratifoid , komplikasi lebih jarang terjadi.
Komplikasi sering terjadi pada keadaan toksemia berat dan kelemahan umum
terutama bila perawatan pasien kurang sempurna.6
BAB III
PENUTUP
Penyakit demam Tifoid ini bisa menyerang saat kuman tersebut masuk
melalui makanan atau minuman, sehingga terjadi infeksi saluran pencernaan yaitu
usus halus. Dan melalui peredaran darah, kuman sampai di organ tubuh terutama
hati dan limpa.
Oleh karena itu kita harus dapat menjaga segala macam asupan yang kita
konsumsi, karena bakteri salmonella typhi dapat mengkontaminasi kamanan yang
tidak bersih dan sehat cara pengolahnya.
Demikianlah makalah pribadi menegani kasus demam tifoid trimaksih atas
segala dukungannya, mohon maaf bila masih terdapat kekurangan dalama
pembuatan makalah ini untuk lebih baik lagi.
Daftar pustaka
1. Juwono R. Demam Tifoid. In: Noer MS, editor. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. 3th ed. Jakarta: BalaiPenerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2003. p. 435-441.
2. Jawetz E, Melnick JL, Andelberg EA. Batang gram negatif enterik. In
Setiawan I, editor. Mikrobiologi kedokteran. Edisi 20. Jakarta:EGC, 1996.
299-303.
3. Christie AB. Typhoid and Paratyphoid Fevers in : Infectious Disease Vol. 1,
4th ed. Churchill Livingstone : Medical Division of Longman Group UK
Limited, 2007 : 100.
4. Cleary Th G. Salmonella species in longess, Pickerling LK, Praber CG.
Principles and Practice of Pediatric Infectious Disease Churchill Livingstone,
New York 1nd ed, 2003 : hal. 830.
5. Hoffman S. : Typhoid fever in Warren KS dan Mahmpud AAF (eds) :
Tropical and Geographical ed ke 2, New York, Mc Graw-Hill Information
Services Co. (2008).
6. Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, K.Marcellius S,Setati S. Buku ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta: internal publishing,2009. P. 2797-2809.
Download