BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pecking

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis
2.1.1 Pecking Order Theory
Teori pecking order ini merupakan pengembangan dari signalling
theory. Teori tersebut adalah teori struktur pendanaan yang menawarkan
alternatif lain dalam pengambilan keputusan pendanaan. Pemilihan
pendanaan berdasarkan risiko merupakan konsep pecking order theory yang
diperkenalkan oleh Myers dan Majluf (1984).
Pecking order theory mengacu pada teori perusahaan yang bertujuan
memaksimumkan kemakmuran pemilik perusahaan. Teori ini membedakan
ekuitas yang diperoleh dari laba ditahan dan penerbitan saham baru pada
posisi yang paling bawah. Secara ringkas teori tersebut menyatakan bahwa
(Brealey.at all, 1991) :
1. Perusahaan menyukai internal financing (pendanaan dari hasil
operasi perusahaan).
2. Perusahaan mencoba menyesuaikan rasio pembagian deviden yang
ditargetkan dengan berusaha menghindari perubahan pembayaran
deviden secara drastis.
3. Kebijakan deviden yang relatif enggan untuk diubah, disertai dengan
fluktuasi profitabilitas dan kesempatan investasi yang tidak bisa
diduga, mengakibatkan dana hasil operasi terkadang melebihi
Universitas Sumatera Utara
kebutuhan dana untuk investasi, meskipun pada kesempatan yang
lain, mungkin kurang. Apabila dana hasil operasi kurang dari
kebutuhan investasi, maka perusahaan akan mengurangi saldo kas
atau menjual sekuritas yang dimiliki.
4. Apabila pendanaan dari luar (external financing) diperlukan, maka
perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih
dahulu yaitu dimulai dengan penerbitan obligasi, kemudian diikuti
oleh sekuritas yang berkarakteristik opsi (seperti obligasi konversi),
dan apabila masih belum mencukupi, saham baru diterbitkan.
Teori pecking order menjelaskan mengapa perusahaan mempunyai
urutan-urutan preferensi dalam memilih sumber pendanaan. Perusahaan yang
profitable biasanya meminjam dalam jumlah sedikit. Hal tersebut bukan
karena mereka mempunyai target rasio hutang yang rendah, tetapi karena
memang mereka membutuhkan external financing yang sedikit. Perusahaan
yang kurang profitable cenderung mempunyai hutang yang lebih besar karena
dua alasan yaitu dana internal yang tidak mencukupi kebutuhan dan karena
hutang merupakan sumber dana eksternal yang lebih disukai. Pendanaan
internal lebih disukai karena hal tersebut memungkinkan perusahaan untuk
tidak membuka diri lagi terhadap pihak luar. Dalam pendanaan eksternal,
hutang lebih disukai daripada modal sendiri karena pertimbangan biaya emisi
obligasi akan lebih murah dibandingkan biaya emisi saham. Selain itu
manajemen juga mengkahwatirkan apabila melakukan penerbitan saham baru
dipandang sebagai hal yang negatif oleh para pemodal, hal tersebut tentunya
Universitas Sumatera Utara
berdampak buruk bagi harga saham (Husnan,1996). Pecking order theory
membedakan ekuitas yang diperoleh dari laba ditahan dan penerbitan saham
baru karena prioritas sumber pendanaan menempatkan posisi yang paling atas
sedangkan penerbitan saham baru pada posisi yang paling bawah.
2.1.2 Struktur modal
2.1.2.1 Pengertian Struktur Modal
Setiap kegiatan investasi yang dilakukan perusahaan akan
memerlukan pendanaan. Oleh karena itu, apabila dana intern (modal
sendiri)
yang
dimiliki
tidak
cukup
maka
perusahaan
harus
mengupayakan dana yang berasal dari ekstern (pihak diluar
perusahaan). Penggunaan dana dari luar perusahaan dalam manajemen
keuangan disebut struktur modal yang tampak pada sisi ekuitas dan
neraca
perusahaan
(Syahyunan,2013).
Struktur
modal
(capital
structure) merupakan kombinasi hutang dan ekuitas dalam struktur
keuangan jangka panjang perusahaan. Tidak seperti debt ratio atau
leverage ratio yang hanya menggambarkan rasio hutang dan ekuitas
pada suatu saat tertentu, struktur modal lebih menggambarkan target
komposisi hutang dan ekuitas dalam jangka panjang pada suatu
perusahaan (Arifin,2005).
Struktur modal merupakan keputusan keuangan yang kompleks.
Untuk mencapai tujuan perusahaan memaksimalkan kekayaan pemilik,
manajer keuangan harus dapat menilai struktur modal perusahaan dan
Universitas Sumatera Utara
memahami hubungannya dengan risiko, hasil/pengembalian dan nilai.
Keputusan keuangan yang efektif dapat merendahkan biaya modal,
menghasilkan NBS
yang lebih tinggi dan meningkatkan nilai
perusahaan (Sudjaja & Barlian,2002).
Menurut Weston dan Brigham (2005:150), Struktur modal yang
ditargetkan adalah bauran atau perpaduan dari hutang, saham preferen,
saham biasa yang dikehendaki perusahaan dalam struktur modalnya.
Struktur modal yang optimal adalah gabungan ekuitas
yang
memaksimumkan harga saham perusahaan.
Struktur modal perusahaan dibagi kedalam dua kategori, anatara
lain :
1. Struktur modal sederhana,
yaitu perusahaan yang tidak
mempunyai efek berpotensi saham biasa (potential diluters).
2. Struktur modal Kompleks, yaitu perusahaan yang mempunyai
satu atau lebih jenis efek berpotensi saham biasa.
Penggolongan struktur modal perusahaan kedalam kategori
sederhana dan kategori kompleks tidak didasarkan pada besar kecilnya
skala operasi, tetapi semata-mata didasarkan pada ada atau tidak adanya
efek yang berpotensi dalam saham biasa di dalam struktur modalnya.
Menurut
Sutrisno
(2000:307-308)
struktur
modal
juga
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Persesuaian atau Suitability
Merupakan persesuaian antara cara pemenuhan dana dengan jangka
waktu kebutuhannya. Bila yang dibutuhkan perusahaan-perusahaan
berjangka pendek dibelanjai dengan hutang, obligasi atau dengan
Universitas Sumatera Utara
mengeluarkan modal sendiri hal tersebut kurang sesuai. Sebaliknya
cara pemenuhan dana disesuaikan dengan jangka waktu
kebutuhannya, artinya bila kebutuhan dana berjangka pendek maka
sebaiknya dipenuhi sumber dana jangka pendek dan bila kebutuhan
dana jangka panjang sebaiknya dipenuhi sumber dana jangka
panjang.
2. Pengawasan atau Control
Pengendalian atau pengawasan perusahaan ada di tangan para
pemegang saham. Manajemen perusahaan mengemban tugas untuk
menjalankan hasil keputusan pemegang saham. Biasanya suatu
perusahaan dimiliki oleh beberapa pemegang saham sehingga bila
diperlukan tambahan dana perlu dipertimbangkan apakah tugas
pengawasan dari pemilik lama tidak akan berkurang. Oleh sebab itu
dengan pertimbangan tersebut, biasanya pemilik lama lebih
menginginkan mengeluarkan obligasi dengan menambah saham.
3. Laba /Earning per share
Memilih sumber dana apakah dari saham atau utang, secara
finansial harusnya bisa menghasilkan keuntungan pemegang saham
lebih besar.
4. Tingkat Risiko/Riskness
Utang merupakan sumber dana yang mempunyai risiko tinggi sebab
bunganya tetap dibayarkan baik pada saat perusahaan mendapatkan
laba maupun dalam kondisi merugi. Oleh karena itu, semakin besar
penggunaan dana dari hutang mengindikasikan perusahaan
mempunyai tingkat risiko yang lebih besar.
Menurut
Brigham
(2006:6),
ada
empat
faktor
yang
mempengaruhi keputusan struktur modal, yaitu :
1.
2.
3.
4.
Risiko Bisnis
Yakni resiko yang melekat pada operasi perusahaan apabila
perusahaan tidak menggunakan hutang, makin besar risiko bisnis
perusahaan maka makin rendah rasio hutang yang optimal.
Posisi Pajak Perusahaan
Yakni dalam menggunakan hutang maka biaya bunga dapat
dikurangkan dalam perhitngan pajak sehingga menurunkan biaya
hutang yang sesungguhannya.
Fleksibilitas Keuangan
Yakni kemampuan untuk menambah modal dengan persyaratan
yang wajar dalam keadaan yang memburuk. Para manajer dana
perusahaan mengetahui bahwa modal yang kuat diperlukan untuk
operasi yang stabil dan pemilik modal lebih suka menanamkan
modalnya pada perusahaan dengan posisi neraca yang baik bila
keadaan perekonomian stabil.
Konservatisme atau Agresivitas Manajemen
Universitas Sumatera Utara
Yakni ada sebagian manajer lebih agresif dari yang lain, sehingga
sebagian perusahaan lebih cenderung menggunakan hutang untuk
meningkatkan laba, dimana hal ini tidak mempengaruhi struktur
modal yang optimal, tetapi akan mempengaruhi struktur modal
yang ditargetkan.
2.1.2.2 Komponen Struktur Modal
Ada beberapa komponen dari struktur modal yaitu :
1. Hutang Jangka Panjang
Jumlah hutang dalam neraca akan menunjukkan besarnya
modal pinjaman yang digunakan dalam operasi perusahaan.
Modal pinjaman ini dapat berupa hutang jangka pendek maupun
hutang jangka panjang, tetapi pada umumnya pinjaman jangka
panjang jauh lebih besar dibandingkan dengan hutang jangka
pendek.
Menurut Sundjaja dan Barlian (2007:324), “Hutang jangka
panjang merupakan salah satu dari bentuk pembiayaan jangka
panjang yang memiliki jatuh tempo lebih dari satu tahun,
biasanya 5-20 tahun”.
Pinjaman hutang jangka panjang dapat berupa pinjaman
berjangka
(pinjaman
yang
digunakan
untuk
membiayai
kebutuhan modal kerja permanen, untuk melunasi hutang lain
atau membeli mesin dan peralatan) dan penerbitan obligasi
(utang yang diperoleh melalui penjualan surat-surat obligasi,
dalam surat obligasi ditentukan nilai nominal, bunga per tahun
dan jangka waktu pelunasan obligasi tersebut).
Universitas Sumatera Utara
Beberapa hal yang menjadi pertimbangan manajemen
sehingga memilih untuk menggunakan hutang menurut Sundjaja
(2007), adalah sebagai berikut :
1. Biaya hutang terbatas, walaupun perusahaan
memperoleh laba besar, jumlah bunga yang dibayarkan
besarnya tetap.
2. Hasil yang diharapkan lebih rendah daripada saham
biasa.
3. Tidak ada perubahan pengendalian atas perusahaan bila
pembiayaan memakai hutang.
4. Pembayaran bunga merupakan beban biaya yang dapat
mengurangi pajak.
5. Fleksibilitas dalam struktur keuangan dapat dicapai
dengan memasukkan peraturan penembusan dalam
perjanjian obligasi.
Kreditur (investor) lebih memilih menanamkan investasi
dalam bentuk
hutang jangka panjang karena beberapa
pertimbangan. Menurut Sundjaja (2007), pemilihan investasi
dalam bentuk hutang jangka panjang dari sisi investor
didasarkan pada beberapa hal berikut :
1. Hutang dapat memberikan prioritas baik dalam hal
pendapatan maupun likuidasi kepada pemegangnya.
2. Mempunyai saat jatuh tempo yang pasti.
3. Dilindungi oleh isi perjanjian hutang jangka panjang
(dari segi risiko).
4. Pemegang memperoleh pengembalian yang tetap
(kecuali pendapatan obligasi).
2. Modal sendiri
Modal sendiri adalah modal dalam suatu perusahaan yang
dipertaruhkan untuk segala risiko usaha maupun risiko kerugiankerugian
lainnya.
Menurut
sundjaja
(2002:240),
modal
Universitas Sumatera Utara
sendiri/equity capital merupakan dana jangka panjang yang
diperoleh dari pemilik perusahaan (pemegang saham), ada dua
sumber dasar dari modal sendiri yaitu :
1. Saham preferen
Saham preferen memberikan para pemegang sahamnya
beberapa hak istimewa yang menjadikannya lebih senior atau
lebih diprioritaskan daripada pemegang saham biasa. Oleh
karena itu perusahaan tidak memberikan saham preferen
dalam jumlah yang banyak.
2. Saham biasa
Pemilik perusahaan adalah pemegang saham biasa yang
menginvestasikan
uangnya
dengan
harapan
mendapat
pengembalian dimasa yang akan datang. Saham biasa
merupakan bentuk modal sendiri yang paling mahal diikuti
dengan laba ditahan dan saham preferen.
Adapun keuntungan menggunakan saham biasa (modal
sendiri) adalah sebagai berikut :
1. Memiliki hak suara (hak kendali) dalam perusahaan.
2. Tidak memiliki jatuh tempo.
3. Karena menanggung risiko yang lebih besar, maka
kompensasi bagi pemegang modal sendiri lebih
tinggi dibanding dengan pemegang modal pinjaman
Universitas Sumatera Utara
2.1.2.3. Teori Struktur Modal
Teori struktur modal menjelaskan apakah ada pengaruh
perubahan struktur modal terhadap nilai perusahaan dan apakah ada
pengaruh struktur modal tersebut terhadap harga saham perusahaan
sebagai pencerminan nilai perusahaan. Apabila ada pengaruh struktur
modal terhadap nilai perusahaan, pernyataan berikutnya adalah
bagaimana struktur modal yang optimal bagi perusahaan. Dalam
analisis struktur modal ini digunakan beberapa asumsi, yaitu :
1. Tidak ada pajak penghasilan.
2. Tidak ada pertumbuhan laba.
3. Pembayaran seluruh laba kepada pemegang saham yang brupa
deviden.
4. Perubahan struktur modal terjadi dengan menerbitkan obligasi dan
membeli kembali saham biasa atau dengan menerbitkan saham biasa
dan menarik obligasi.
Menurut Sartono (2005), ada 2 pendekatan yang dapat
digunakan yaitu sebagai berikut :
1. Pendekatan laba operasi bersih (Net Operating Income Approach)
Pendekatan laba operasi bersih dikemukakan oleh David Durand
pada tahun 1952. Pendekatan ini menggunakan asumsi bahwa
investor memiliki reaksi berbeda terhadap penggunaan hutang
perusahaan. Pendekatan ini melihat bahwa biaya modal rata-rata
tertimbang bersifat konstan berapapun tingkat hutang yang
digunakan oleh perusahaan. Dengan demikian dapat diasumsikan
pertama, bahwa biaya hutang konstan. Kedua, penggunaan hutang
semakin besar oleh pemilik modal sendiri dilihat sebagai
peningkatan risiko perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
2. Pendekatan Tradisional (Traditional Approach)
Pada pendekatan tradisional diasumsikan terjadi perubahan struktur
modal yang optimal dan peningkatan nilai total perusahaan melalui
penggunaan financial laverage. Pendekatan ini menyarankan bahwa
perusahaan awalnya dapat menurunkan biaya modal dan
meningkatkan nilai totalnya melalui kenaikan leverage.
Adapun beberapa teori yang berkaitan dengan struktur modal
antara lain adalah sebagai berikut :
1. Modigliani-Miller (MM) Theory
a). Teori MM tanpa pajak
Teori struktur modal yang pertama adalah teori Modigliani dan
Miller (teori MM). Mereka berpendapat bahwa struktur modal tidak
relevan atau tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Hal ini
didasarkan pada pendapat bahwa risiko total bagi seluruh pemegang
saham
tidak berubah
walaupun struktur modal perusahaan
mengalami penurunan. Hal ini didasarkan atas pendapat bahwa
pembagian struktur modal antara hutang dan modal sendiri selalu
mendapat perlindungan atas nilai investasi. Yaitu karena nilai
investasi total perusahaan tergantung dari keuntungan dan risiko,
sehingga nilai perusahaan tidak berubah walaupun struktur modalnya
berubah (Martono,2005).
Ada beberapa asumsi-asumsi untuk membangun teori MM
yaitu :
1. Tidak terdapat agency cost
Universitas Sumatera Utara
2. Investor
mempunyai
informasi
yang
sama
seperti
manajemen mengenai prospek perusahaan di masa depan.
3. Para inestor adalah price-takers.
4. Tidak ada pajak
5. Jika terjadi kebangkrutan maka aset dapat dijual pada harga
pasar (market value).
Dengan asumsi-asumsi diatas, MM mengajukan dua proposisi
yang dikenal sebagai proposisi MM tanpa pajak, antara lain :
Proposisi I : nilai dari perusahaan yang berutang sama dengan
nilai dari perusahaan yang tidak berutang. Implikasi dari preposisi I
ini adalah struktur modal dari suatu perusahaan tidak relevan,
perubahan struktur modal tidak mempengaruhi nilai perusahaan dan
weighted average cost of capital (WACC) perusahaan akan tetap
sama tidak dipengaruhi oleh bagaimana perusahaaan memandukan
hutang dan modal untuk membiayai perusahaan.
Proposisi II : biaya modal saham akan meningkat apabila
perusahaan melakukan atau mencari pinjaman dari pihak luar. Risk
of the equity bergantung pada risiko dari operasional perusahaan
(business risk) dan tingkat hutang perusahaan (financial risk).
Brealey, Myers dan Marcus (1999) menyimpulkan teori MM
tanpa pajak ini yaitu tidak membedakan antara perusahaan berutang
atau pemegang saham berutang pada saat kondisi tanpa pajak dan
pasar yang sempurna. Nilai perusahaan tidak bergantung pada
Universitas Sumatera Utara
struktur modalnya. Dengan kata lain, manajer keuangan tidak dapat
meningkatkan nilai perusahaan dengan merubah proposisi hutang
dan ekuitas yang digunakan untuk membiayai perusahaan.
b). Teori MM dengan Pajak
Teori MM tanpa pajak dianggap tidak realistis dan kemudian
MM memasukkan faktor pajak kedalam teorinya. Pajak dibayarkan
kepada pemerintah, yang berarti merupakan aliran kas keluar.
Hutang bisa digunakan untuk menghemat pajak, karena bunga bisa
dipakai sebagai pengurang pajak.
Dalam teori MM dengan pajak, terdapat dua proposisi yaitu :
Proposisi I : nilai dari perusahaan yang berhutang sama dengan nilai
dari perusahaan yang tidak berhutang ditambah dengan penghematan
pajak karena hutang bunga. Implikasi dari proposisi I ini adalah
pembiayaan dengan hutang sangat menguntungkan dan MM
menyatakan bahwa struktur modal optimal perusahaan adalah seratus
persen hutang.
Proposisi II : biaya modal saham akan meningkat dengan
semakin meningkatnya hutang, tetapi penghemat pajak akan lebih
besar dibandingkan dengan penurunan nilai karena kenaikan biaya
modal saham. Implikasi dari proposisi II ini adalah penggunaan
hutang yang semakin banyak akan meningkatkan biaya modal
saham.
Menggunakan
hutang
yang
lebih
banyak,
berarti
Universitas Sumatera Utara
menggunakan modal yang lebih murah (biaya modal hutang lebih
kecil dibandingkan dengan biaya modal saham), sehingga akan
menurunkan biaya modal rata-rata terimbangnya (meski biaya modal
saham meningkat).
2. Trade-Off Theory
Menurut trade-off theory yang diungkapkan oleh Myers(2001),
“Perusahaan akan berhutang sampai pada tingkat hutang tertentu,
dimana penghematan pajak (tax shields) dari tambahan hutang sama
dengan biaya kesulitan keuangan (financial distress)”. Biaya
kesulitan keuangan (financial distress) adalah biaya kebangkrutan
(backruptcy costs) atau reorganization, dan biaya keagenan (agency
costs) yang meningkat akibat dari turunnya krediabilitas suatu
perusahaan.
Trade-Off Theory dalam menentukan struktur modal memasukkan
beberapa faktor antara lain pajak, biaya keagenan (agency costs) dan
biaya
kesulitan
keuangan
(financial
distress)
tetapi
tetap
mempertahankan asumsi efisiensi pasar dan symetric information
sebagai manfaat penggunaan hutang.
Perusahaan yang memiliki tingkat profitabilitas yang tinggi tentu
akan berusaha mengurangi pajaknya dengan cara meningkatkan rasio
hutangnya, sehingga tambahan hutang tersebut akan mengurangi
pajak. Dalam kenyataannya jarang manajer keuangan yang berfikir
Universitas Sumatera Utara
demikian. Penelitian yang pernah dilakukan terhadap perilaku
struktur modal perusahaan di Amerika Serikat menunjukkan bahwa
perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi cenderung
memiliki rasio hutang rendah. Hal ini berlawanan dengan pendapat
trade-off theory. Teori ini tidak dapat menjelaskan korelasi negatif
antara tingkat profitabilitas dan rasio hutang.
3. Pecking Order Theory
Teori pecking order ini pertama kali dikemukakan oleh Myers dan
Majluf
(1984).
Packing
order
theory
menyatakan
bahwa
“Perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi justru tingkat
hutangnya rendah, dikarenakan perusahaan yang profitabilitasnya
tinggi memiliki sumber dana internal yang berlimpah”.
Secara spesifik perusahaan mempunyai urutan-urutan preferensi
(hierarki) dalam penggunaan dana. Menurut pecking order theory
dikutip oleh Smart,Megginsio, dan Gitman (2004), terdapat skenario
urutan ( hierarki) dalam memilih sumber pendanaan, yaitu :
a). Perusahaan lebih memilih untuk menggunakan sumber dana dari
dalam atau pendanaan internal daripada pendanaan eksternal.
Dana internal diperoleh dari laba ditahan yang dihasilkan dari
kegiatan operasional perusahaan.
b). Jika pendanaan eksternal diperlukan, maka perusahaan pertama
kali harus memilih mulai dari sekuritas yang paling aman, yaitu
hutang yang paling rendah risikonya, turun ke hutang yang lebih
berisiko, sekuritas hybrid seperti obligasi konversi, saham
preferen, dan saham biasa,
c). Terdapat kebijakan deviden yang konstan, yaitu perusahaan akan
menetapkan jumlah pembayaran deviden yang konstan, tidak
Universitas Sumatera Utara
terpengaruh seberapa besarnya perusahaan tersebut untung atau
rugi.
d). Untuk mengantisipasi kekurangan persediaan kas karena adanya
kebijakan deviden yang konstan dan fluktuasi dari tingkat
keuntungan, serta kesempatan investasi, maka perusahaan akan
mengambil portofolio investasi yang lancar tersedia.
Dalam kenyataannya, terdapat perusahaan-perusahaan yang
dalam menggunakan dana untuk kebutuhan investasinya tidak sesuai
seperti skenario urutan (hierarki) yang disebutkan dalam pecking
order theory. Penelitian yang dilakukan oleh Sigh dan Hamid
(1992), dan Singh (1995) menyatakan bahwa “ Perusahaanperusahaan di negara berkembang lebih memilih untuk menerbitkan
ekuitas daripada berhutang dalam membiayai perusahaannya”. Hal
ini berlawanan dengan pecking order theory yang menyatakan
bahwa perusahaan akan memilih untuk menerbitkan hutang terlebih
dahulu daripada menerbitkan saham pada saat membutuhkan
pendanaan eksternal.
2.1.3 Pertumbuhan Perusahaan
Perusahaan
dengan
tingkat
pertumbuhan
yang
tinggi,
dalam
hubungannya dengan laverage, sebaiknya menggunakan ekuitas sebagai
sumber pembiayaannya agar tidak terjadi biaya keagenan (agency cost) antara
pemegang saham dengan manajemen perusahaan, sebaliknya perusahaan
dengan tingkat pertumbuhan yang rendah sebaiknya menggunakan hutang
sebagai sumber pembiayaan karena penggunaan hutang akan mengharuskan
perusahaan tersebut membayar bunga secara teratur.Perusahaan-perusahaan
Universitas Sumatera Utara
yang memiliki pertumbuhan yang cepat seringkali harus meningkatkan aktiva
tetapnya. Dengan demikian, Semakin besar kebutuhan untuk pembiayaan
mendatang maka semakin besar keinginan perusahaan untuk menahan laba.
Laba ditahan dari perusahaan-perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang
tinggi akan meningkat, dan perusahaan tersebut akan lebih banyak melakukan
hutang untuk mempertahankan rasio hutang yang ditargetkan (Mai,2006).
Jadi perusahaan yang sedang tumbuh sebaiknya tidak membagikan laba
sebagai deviden tetapi lebih baik digunakan untuk ekspansi. Potensi
pertumbuhan ini dapat diukur dari besarnya biaya penelitian dan
pengembangan. Semakin besar R&D cost-nya maka berarti ada prospek
perusahaan untuk tumbuh (Sartono,2001).
Kallapur dan Trombley (1999) realisasi pertumbuhan perusahaan
diproksikan dengan nilai perumbuhan perusahaan yang meliputi pertumbuhan
aktiva dan ekuitas. Aktiva perusahaan menunjukkan keputusan penggunaan
dana atau keputusan investasi pada masa lalu. Aktiva didefinisikan sebagai
sumber daya yang mempunyai potensi memberikan manfaat ekonomis pada
perusahaan di masa yang akan datang. Sumber daya yang mampu
menghasilkan aliran kas masuk (cash inflow) atau mengurangi kemampuan
kas keluar (cash outflow) bisa disebut sebagai aktiva. Sumber daya tersebut
akan diakui sebagai aktiva perusahaan memperoleh hak penggunaan aktiva
tersebut sebagai hasil transaksi atau pertukaran pada masa lalu dan manfaat
ekonomis masa mendatang bisa diukur, dikuantifikasikan dengan tingkat
ketetapan yang memadai.
Universitas Sumatera Utara
Pertumbuhan adalah dampak atas arus dana perusahaan dari perubahan
operasional yang disebabkan oleh pertumbuhan atau penurunan volume usaha
(Helfert,1997). Pertumbuhan perusahaan sangat diharapkan oleh pihak
internal maupun eksternal perusahaan, karena pertumbuhan yang baik
memberi tanda bagi perkembangan perusahaan. Dari sudut pandang investor,
pertumbuhan suatu perusahaan merupakan tanda perusahaan memiliki aspek
yang menguntungkan, dan investor pun akan mengharapkan tingkat
pengembalian (rate of return) dari investasi yang dilakukan menunjukkan
perkembangan yang baik.
2.1.4 Profitabilitas
Profitabilitas adalah tingkat keuntungan bersih yang mampu diraih oleh
perusahaan pada saat menjalankan operasinya. Profitabilitas mencerminkan
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba atas pengelolaan aset
perusahaan yang merupakan perbandingan antara earning after tax dengan
total aset. Peningkatan profitabilitas akan meningkatkan laba ditahan, sesuai
dengan pecking order theory yang mempunyai preferensi pendanaan pertama
dengan dana internal berupa laba ditahan, sehingga komponen modal sendiri
semakin meningkat. Dengan meningkatnya modal sendiri, maka rasio hutang
menjadi menurun dengan asumsi hutang relatif tetap.(Verena dan Mulyo,
2013).
Brigham and Houston (2001) mengatakan bahwa perusahaan dengan
tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi akan menggunakan hutang
Universitas Sumatera Utara
relatif kecil. Tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan untuk
membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan dengan dana yang
dihasilkan secara internal.
2.1.5 Firm Size
Size adalah simbol ukuran perusahaan. Faktor ini menjelaskan bahwa
suatu perusahaan besar memiliki akses yang lebih mudah ke pasar modal,
sedangkan perusahaan kecil tidak mudah. Kemudahan aksesibilitas ke pasar
modal
merupakan
fleksibilitas
dan
kemampuan
perusahaan
untuk
menciptakan hutang atau memunculkan dana yang lebih besar dengan catatan
perusahaan tersebut memiliki ratio pembayaran dividen yang lebih tinggi
daripada perusahaan kecil.
Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan
besar kecil perusahaan menurut berbagai cara, antara lain : total aktiva, log
size, nilai pasar saham dan lain-lain. Menurut Brigham dan Houston (2001),
ukuran perusahaan adalah rata-rata total penjualan bersih untuk tahun yang
bersangkutan sampai beberapa tahun kemudian. Dalam hal ini penjualan lebih
besar daripada biaya variabel dan biaya tetap, maka akan diperoleh jumlah
pendapatan sebelum pajak. Sebaliknya, jika penjualan lebih kecil daripada
biaya variabel dan biaya tetap maka perusahaan akan menderita kerugian.
Menurut Mas’ud (2008), semakin besar ukuran perusahaan yang
diindikatori oleh total asset, maka perusahaan akan menggunakan hutang
dalam jumlah yang besar pula. Semakin besar ukuran perusahaan
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki jumlah aktiva yang
semakin tinggi pula. Perusahaan yang ukurannya relatif besar akan cenderung
menggunakan dana eksternal yang semakin besar. Hal ini disebabkan
kebutuhan dana juga semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan
perusahaan. Selain pendanaan internal, alternatif selanjutnya adalah
pendanaan eksternal. Hal ini sejalan dengan teori pecking order yang
menyatakan bahwa, jika penggunaan dana internal tidak mencukupi, maka
digunakan alternatif kedua yaitu menggunakan hutang.
2.1.6 Struktur Aset
Struktur aset merupakan faktor yang mempengaruhi pembuatan
keputusan struktur modal. Semakin besar struktur aset maka semakin besar
hutang pada struktur modalnya, hal ini menunjukkan bahwa semain banyak
jumlah aktiva tetap yang bisa digunakan sebagai jaminan hutang oleh
perusahaan. Sedangkan, semakin kecil struktur aset yang dimiliki oleh suatu
perusahaan, maka semakin kecil pula kemampuan perusahaan tersebut agar
dapat menjamin hutang jangka panjang.
Menurut Riyanto (1997) struktur aset mencerminkan dua komponen
aset secara garis besar dalam komposisinya, yaitu aset lancar dan aset tetap.
Aset lancar adalah uang kas dan aktiva lain-lain yang dapat direalisasikan
menjadi uang kas atau dijual atau dikonsumsi dalam suatu periode akuntansi
yang normal. Sedangkan aset tetap adalah aktiva berwujud yang diperoleh
dalam bentuk siap pakai atau dibangun lebih dahulu yang digunakan dalam
Universitas Sumatera Utara
operasi perusahaan, tidak dimasutkan untuk dijual dalam rangka kegiatan
normal perusahaan dan mempunyai masa. Kebanyakan perusahaan industri di
mana sebagian besar dari modalnya tertanam dalam aktiva tetap (fixed asset)
akan mengutamakan pemenuhan kebutuhan modalnya dari modal yang
permanen, yaitu modal sendiri sedangkan modal asing sifatnya adalah sebagai
pelengkap.
Struktur aset adalah penentuan berapa besar alokasi untuk masingmasing komponen aset, baik dalam aset lancar maupun dalam aset tetap
(Riyanto, 1997). Titman dan Wessels (1988) menyatakan bahwa struktur aset
menggambarkan sebagian jumlah aset yang dapat dijadikan jaminan
(collateral value of assets). Secara umum, perusahaan yang memiliki jaminan
terhadap hutang akan lebih mudah mendapatkan hutang daripada perusahaan
yang tidak memiliki jaminan terhadap hutang. Struktur aset diukur dengan
aset tetap per total aset (Titman dan Wessel,1988).
2.1.7 Kepemilikan Manajerial
Menurut Wahidahwati (2002), Kepemilikan manajerial merupakan
pemegang saham dari pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam
pengambilan keputusan perusahaan (Direktur dan Kominsaris). Kepemilikan
manajerial diukur dari jumlah persentase saham yang dimiliki manajer.
Dalam sebuah perusahaan terdapat dua pelaku yang memiliki hubungan
terhadap perusahaan yaitu pemilik peusahaan atau pemegang saham dan agen
atau pengelola perusahaan. Adanya kerjasama antara manajemen perusahaan
Universitas Sumatera Utara
dengan pihak lain yang meliputi shareholder maupun stakeholder dalam
membuat keputusan keuangan dengan tujuan memaksimumkan modal yang
dimiliki akan meningkatkan nilai perusahaan. Dalam kenyataannya penyatuan
kepentingan kedua pihak tesebut sering kali menimbulkan masalah. Adanya
masalah diantara manajer dan pemegang saham disebut konflik agensi
(agency conflict). Dalam konsep theory of the firm (Jansen & Meckling,
1976), mengatakan adanya konflik agensi tersebut akan menyebabkan tidak
tercapainya
tujuan
keuangan
perusahaan,
yaitu
meningkatkan
nilai
perusahaan dengan cara memaksimumkan kekayaan pemegang saham.
Jensen & Meckling (1976), menyatakan bahwa penyebab konflik antara
manajer dengan pemegang saham adalah perbedaan dalam pembuatan
keputusan yang berkaitan dengan aktivitas pencarian dana dan pembuatan
keputusan yang berkaitan dengan bagaimana dana yang diperoleh
diinvestasikan. Dalam aktivitas pencarian dana, manajemen menginginkan
untuk mencari sumber pendanaan dengan biaya sekecil mungkin sehingga
mampu meningkatkan laba perusahaan. Dalam pengambilan keputusan yang
berkaitan dengan dana yang diperoleh, manajer cenderung memilih untuk
menginvestasikan dananya pada proyek dengan risiko rendah, tetapi investor
cenderung untuk memilih proyek dengan risiko tinggi karena risiko yang
tinggi mencerminkan return yang akan diperoleh juga tinggi.
Konflik keagenan (agency conflict) bisa terjadi karena adanya
Asymetric information antara pemilik dan manajer, yaitu ketika salah satu
pihak memiliki informasi yang tidak dimiliki oleh pihak lain, informasi ini
Universitas Sumatera Utara
sangat dibutuhkan terutama pada pasar modal dengan efisiensi kuat. Berbagai
cara dapat dilakukan oleh manajer untuk memiliki informasi lebih dibanding
investor, akibatnya investor tidak yakin terhadap kualitas perusahaan dan
tidak mau membeli saham perusahaan sehingga harga saham perusahaan
menjadi turun. Konflik kepentingan antara manajer dan pemegang saham
(shareholder) dapat diminimumkan dengan suatu mekanisme pengawasan
yang dapat mensejajarkan kepentingan-kepentingan yang terkait tersebut.
Namun
dengan
munculnya
mekanisme
pengawasan
tersebut
akan
memunculkan biaya yang disebut agency cost. Biaya keagenan yang
dikeluarkan oleh prinsipal untuk mengawasi kinerja manajemen menjadi
beban bagi perusahaan sehingga akan mengurangi laba yang dihasilkan yang
berakibat pada penurunan nilai perusahaan. Oleh karena itu, dengan berbagai
strategi perusahaan terlebih dahulu harus meminimalkan konflik agensi
(agency conflict) agar dapat meningkatkan nilai perusahaan.
Perusahaan yang dikendalikan oleh keluarga mempunyai struktur yang
menyebabkan berkurangnya konflik agensi (agency conflict) antara pemegang
saham dan kreditur, dimana kreditur menganggap bahwa kepemilikan
keluarga lebih melindungi kepentingan kreditur (Anderson & Reeb,2002).
Anderson & Reeb (2002), menunjukkan bahwa pemegang saham minoritas
justru diuntungkan dari adanya kepemilikan keluarga.
Hasil penelitian Arifin (2005), menunjukkan bahwa perusahaan publik
di jakarta yang dikendalikan keluarga atau negara maupun institusi keuangan
masalah agensinya lebih baik jika dibandingkan perusahaan
yang
Universitas Sumatera Utara
dikendalikan oleh publik atau tanpa pengendali utama. Menurutnya,
perusahaan yang dikendalikan oleh keluarga, masalah agensinya lebih kecil
karena berkurangnya konflik antara principal dan agent. Jika kepemilikan
keluarga lebih efisien, maka pada perusahaan dengan kepemilikan keluarga
yang tinggi pengelolaan laba yang oportunis dapat dibatasi. Pengendalian
yang lebih efisien dalam kepemilikan keluarga tersebut besar kemungkinan
tidak berlaku di perusahaan konglomerasi seperti yang banyak terdapat di
Indonesia. Untuk perusahaan konglomerasi, biasanya sebagian besar
kekayaan pemilik tidak berada di satu perusahaan, tetapi tersebar di berbagai
perusahaan. Jika hanya sedikit kekayaan pemilik yang berada di perusahaan
yang go public, maka walaupun perusahaan go public tersebut dikendalikan
keluarga, tetapi pengelolaan laba yang oportunistik mungkin justru tinggi.
Kemungkinannya karena perusahaan yang go public tersebut hanya dijadikan
sebagai sarana untuk mengumpulkan dana dari masyarakat untuk digunakan
oleh kelompok perusahaan di Indonesia.
2.1.8 Teori Agensi (Agency Theory)
Teori dalam perusahaan yang mengidentifikasikan adanya pihak-pihak
anggota perusahaan yang memiliki beberapa kepentingan untuk mencapai
tujuan dalam kegiatan perusahaan. Teori agensi menyatakan bahwa hubungan
keagenan timbul ketika salah satu pihak menyewa pihak lain untuk
melaksanakan suatu jasa dan mendelegasikan wewenang pengambilan
keputusan kepada agen.
Universitas Sumatera Utara
Teori agensi (agency theory) berkaitan dengan hubungan principal
(pemegang saham) dan agent (pengelola perusahaan) dengan adanya
pemisahan kepemilikan dan pengendalian perusahaan (Jansen & Meckling,
1976), perbedaan antara penyetor modal (Smith & Warner,1979), pemisahan
penanggung risiko, pembuatan keputusan dan pengendalian fungsi-fungsi
dalam perusahaan (Fama & Jensen, 1983). Adanya pemisahan kepemilikan
dan pengendalian ini akan menyebabkan timbulnya asymetry information.
Menurut Scott (2000) ada dua jenis asymmetric information, yaitu : adverse
selection dan moral hazard.
Adverse
selection
adalah
suatu
tipe
informasi
asimetri
(asymmetricinformation) di mana suatu orang atau lebih pelaku-pelaku
transaksi bisnis atau transaksi-transaksi yang potensial mempunyai informasi
lebih atas yang lain (Scott,2000). Ketimpangan pengetahuan informasi
perusahaan ini dapat menimbulkan masalah dalam transaksi pasar modal
karena investor tidak mempunyai informasi yang cukup dalam pengambilan
keputusan investasinya. Sedangkan moral hazard adalah suatu tipe informasi
asimetri (asymmetric information) dimana satu orang atau lebih pelakupelaku bisnis atau transaksi-transaksi potensial yang dapat mengamati
kegiatan-kegiatan mereka secara penuh dibandingkan dengan pihak lain
(Scott,2000). Masalah moral hazard ini terjadi karena pihak-pihak di luar
perusahaan (investor) mendelegasikan tugas dan kewenangannya kepada
manajer tetapi investor tidak dapat sepenuhnya memantau manajer dalam
melaksanakan pendelegasian tersebut.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Sari &A. Mulyo Haryanto (2013)
menggunakan metode regresi linear berganda dan asumsi klasik. Penelitian ini
menunjukkan bahwa profitabilitas, pertumbuhan aset , likuiditas berpengaruh
negatif terhadap struktur modal. Sedangkan ukuran perusahaan
dan struktur
aktiva berpengaruh positif terhadap struktur modal.
Kinde (2013) melakukan penelitian menggunakan metode regresi linear
berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan, profitabilitas, usia
perusahaan (age of the firm), likuiditas dan risiko bisnis memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap struktur modal. Sedangkan, ukuran perusahaan dan tangibility
tidak signifikan (insignificant) terhadap struktur modal.
Nugrahani (2012) melakukan penelitian menggunakan metode regresi linear
berganda yang didahului oleh uji asumsi klasik yang terdiri dari uji normalitas, uji
heteroskedastisitas, uji multikolinearitas dan autokorelasi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa secara simultan profitabilitas, likuiditas, pertumbuhan
penjualan, ukuran perusahaan dan kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap
struktur modal. Sedangkan secara parsial variabel yang berpengaruh signifikan
terhadap struktur modal adalah likuiditas dan ukuran perusahaan
Ruan, et.all (2011), menggunakan metode regresi linear berganda. Hasil
empiris menunjukkan adanya hubungan yang nonlinear antara kepemilikan
manajerial dengan nilai perusahaan. Kepemilikan manajerial mendorong struktur
modal menjadi bentuk non linear tetapi dalam arah yang berlawanan Kepemilikan
Universitas Sumatera Utara
manajerial secara simultan mempengaruhi struktur modal yang pada gilirannya
mempengaruhi nilai perusahaan.
Puspawardhany (2011) menggunakan metode regresi linear berganda. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan penjualan, profitabilitas, struktur
aktiva dan ukuran perusahaan secara bersama-sama memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap struktur modal. Pertumbuhan penjualan memiliki pengaruh
negatif tidak signifikan terhadap struktur modal. Profitabilitas berpengaruh positif
signifikan terhadap struktur modal. Struktur aktiva memiliki pengaruh positif
terhadap struktur modal. Ukuran perusahaan memiliki pengaruh positif dan
signifikan terhadap struktur modal.
Trisna Hayuning D. (2010) Melakukan penelitian menggunakan metode
analisis uji asumsi klasik dan regresi linear berganda. Variabel struktur aktiva,
pertumbuhan penjualan dan firm size berpengaruh positif terhadap struktur modal.
Sedangkan profitabilitas berpengaruh negatif terhadap struktur modal.
Erlina (2006) menemukan bukti yang tidak konsisten anatara masa sebelum
krisis, masa krisis dan masa setelah krisis. Pada masa sebelum krisis, kepemilikan
manajer tidak berperan sebagai variabel yang memperkuat hubungan antara
kesempatan tumbuh dengan kebijakan struktur modal. Akan tetapi pada krisis dan
setelah krisis, kepemilikan manajer berperan sebagai variabel yang memperkuat
hubungan tersebut. Kesimpulannya adalah kepemilikan manjer memperkuat
hubungan antara kesempatan tumbuh dengan kebijakan struktur modal pada masamasa krisis dan masa setelah krisis.
Adapun ringkasan penelitian terdahulu adanya sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1
Tinjauan Penelitian Terdahulu
No.
1.
2.
Nama
Peneliti dan
Tahun
Devi Verena
Sari dan A.
Mulyo
Haryanto
(2013)
Bayeh
Asnakew
Kinde
(2013)
Judul
Penelitian
Pengaruh
Profitabilitas,
Pertumbuhan
Aset, Ukuran
Perusahaan,
Struktur
Aktiva
dan
likuiditas
Terhadap
Struktur
Modal
Pada
Perusahaan
Manufaktur di
BEI
Impact of Firm
Level Factors
on
Capital
Structure
:
Evidence from
Ethiopian
Insurance
Companies
Variabel
Penelitian
Hasil Penelitian
Variabel
independen:
a.Profitabilitas
b.Pertumbuhan
Aset
c.Ukuran
Perusahaan
d.Struktur Aktiva
e. Likuiditas
Variabel
dependen:
Struktur Modal
Variabel
independen :
a. Pertumbuhan
b. Profitabilitas
c. Usia
perusahaan
(age of the
firm)
d. Likuiditas
e. Risiko bisnis
(business risk)
f. Tangibility
g. Ukuran
perusahaan
Variabel
dependen:
Struktur Modal
Dari kelima faktor
yang
diteliti
terbukti
bahwa
ukuran perusahaan
dan struktur aktiva
berpengaruh positif
terhadap struktur
modal. Sedangkan
profitabilitas,
likuiditas
dan
pertumbuhan aset
berpengaruh
negatif
terhadap
struktur modal.
Hasil analisis data
dengan
menggunakan
analisis
regresi
menunjukkan
bahwa
pertumbuhan,
profitabilitas,
ukuran perusahaan
(age of the firm),
likuiditas
dan
risiko
bisnis
(business
risk)
berpengaruh secara
signifikan terhadap
struktur
modal.
Sedangkan ukuran
perusahaan
dan
tangibility
tidak
berpengaruh
(insignificant)
terhadap struktur
modal.
Universitas Sumatera Utara
3.
Sarsa
Meta Analisis
Nugrahani
Pengaruh
(2012)
Profitabilitas,
Likuiditas,
Pertumbuhan
Penjualan,
Ukuran
Perusahaan
dan Manjerial
Ownership
Terhadap
Struktur
Modal
Perusahaan
Manufaktur
yang Terdaftar
di BEI
4.
Wenjuan
Ruan, Gary
Tian,
Shiguang Ma
(2011)
Managerial
Ownership,
Capital
Structure and
Firm Value:
Evidence
From China’s
Civilian Run
Firms
Variabel
Independen :
Hasil analisis data
menunjukkan
secara
simultan
a. Profitabilitas
kelima
variabel
b. Likuiditas
independen
c. Pertumbuhan
berpengaruh
Penjualan
terhadap struktur
d. Ukuran
modal perusahaan.
Perusahaan
Namunsecara
e. Manajerial
pasrsial
variabel
Ownership
yang berpengaruh
signifikan terhadap
Variabel
struktur
modal
Dependen :
adalah
likuiditas
Struktur Modal
dan
ukuran
perusahaan.
Sedangkan
profitabilitas,
kepemilikan
manajerial
dan
pertumbuhan
penjualan
tidak
berpengaruh
signifikan terhadap
struktur modal.
Variabel
Hasil
empiris
Independen :
menunjukkan
Kepemilikan
adanya hubungan
Manajerial
yang
nonlinear
antara kepemilikan
Variabel
manajerial dengan
Dependen :
nilai perusahaan.
Struktur
Modal Kepemilikan
dan
Nilai manajerial
perusahaan
mendorong
struktur
modal
menjadi
bentuk
non linear tetapi
dalam arah yang
berlawanan
Kepemilikan
manajerial secara
simultan
mempengaruhi
struktur
modal
yang
pada
Universitas Sumatera Utara
5.
Nadia
Puspawardani
(2011)
6.
Trisna
Hayuning
Dewani
(2010)
7.
Erlina
(2006)
gilirannya
mempengaruhi
nilai perusahaan.
Pengaruh
Variabel
Terdapat
bahwa
Pertumbuhan
Independen :
keempat variabel
Penjualan,
a. Pertumbuhan
independen secara
Profitabilitas,
Penjualan
bersama-sama
Struktur
b. Profitabilitas
memiliki pengaruh
Aktiva
dan c. Struktur Aktiva yang
signifikan
Ukuran
d. Ukuran
terhadap struktur
Perusahaan
Perusahaan
modal.
Terhadap
Pertumbuhan
Struktur
penjualan memiliki
Variabel
Modal
Pada
pengaruh
yang
Dependen :
Perusahaan
negatif
tidak
Pariwisata dan Struktur Modal
signifikan terhadap
Perhotelan di
struktur
modal.
BEI
Profitabilitas,
Struktur aktiva dan
Ukuran perusahaan
berpengaruh positif
signifikan terhadap
struktur modal.
Analisis
Variabel
Variabel struktur
Faktor-Faktor Independen :
aktiva,
yang
a. Struktur aktiva pertumbuhan
Mempengaruhi b. Profitabilitas
penjualan dan firm
Struktur
c. Pertumbuhan
size berpengaruh
Modal Studi
penjualan
positif
terhadap
Perbandingan
d. Firm size
struktur
modal.
Pada
Sedangkan
Perusahaan
variabel
Aneka Industri Variabel
profitabilitas
Dependen
:
dan consumer
berpengaruh
Goods periode Struktur Modal
negatif
terhadap
2007-2009.
struktur modal.
Bukti yang tidak
“Pengaruh Set Independen
konsisten
antara
Kesempatan
Variabel :
masa
Investasi
Pertumbuhan
sebelum kritis, masa
Terhadap Nilai Perusahaan
krisis
Perusahaan :
dan masa setelah
Peran
Variabel
krisis.
Kebijakan
Dependen :
Pada masa sebelum
Perusahaan
Struktur
Modal krisis,
dan
variabel
kepemilikan manajer
Kepemilikan
Moderating
tidak
Universitas Sumatera Utara
Manajerial.
Kepemilikan
Periode
Manajerial
Penelitian
Tahun 19932003
Pada
Perusahaan
Manufaktur di
BEJ.
berperanan sebagai
variabel yang
memperkuat
hubungan
antara kesempatan
tumbuh
dengan
kebijakan
struktur modal. Akan
tetapi pada krisis dan
setelah
krisis,
pemilikan
manajer berperanan
sebagai
variabel
yang
memperkuat
hubungan
tersebut.
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian terdahulu yang dilakukan
oleh Devi Varena Sari & A. Mulyo haryanto (2013), Bayeh Asnakew Kinde
(2013), Sarsa Meta Nugrahani (2012), Ruan, et.al (2011), Nadia Puspawardani
(2011), Asriyati (2010), Erlina (2006). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian
terdahulu terdapat pada objek penelitian, interval tahun penelitian dan rata-rata
variabel independen yang dilakukan peneliti sebelumnya berkisar pada
pertumbuhan penjualan, profabilitas, likuiditas, dan ukuran perusahaan.
Sedangkan pada penelitian ini variabel independennya yaitu pertumbuhan
perusahaan, profitabilitas, firm size, struktur aset dan kepemilikan manajerial dan
variabel dependennya adalah kebijakan struktur modal dalam perspektif pecking
order theory. Pada penelitian ini, peneliti memilih perusahaan jasa yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia sebagai sampel penelitian dengan interval tahun
penelitian 2011, 2012 dan 2013. Peneliti memilih perusahaan jasa karena tidak
terlalu banyak peneliti terdahulu yang melakukan penelitian pada perusahaan jasa
Universitas Sumatera Utara
rata-rata berkisar pada perusahaan manufaktur, peneliti ingin memperdalam untuk
lebih mengetahui bagaimana perusahaan jasa khususnya sektor keuangan yang
terdiri dari perbankan, lembaga pembiayaan, asuransi, perusahaan efek dan yang
lainnya dari segi struktur modalnya bagaimana, profitnya, dan yang lainnya yang
berkaitan dengan pebelitian yang dilakukan.
2.3
Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual dalam penelitian ini akan menghubungkan antara
variabel-variabel penelitian, tentang bagaimana perpautan teori-teori yang
berhubungan dengan variabel-variabel penelitian yang ingin diteliti. Menurut
Erlina (2011:33) kerangka konseptual adalah suatu model yang menerangkan
bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor-faktor yang penting yang telah
diketahui dalam suatu masalah tertentu. Kerangka konseptual perlu dikemukakan
apabila penelitian menghubungkan dua variabel atau lebih. Kerangka konseptual
ini dapat dibangun jika peneliti telah melakukan literature survey yang artinya
adalah suatu proses yang paling penting yang berupa cara untuk mengumpulkan
data sekunder berupa hasil penelitian sebelumnya baik yang dipublikasikan
maupun tidak, tentang suatu topik khusus yang menarik bagi peneliti, yang
selanjutnya di review untuk mengidentifikasi variabel penting yang signifikan
yang terdapat dalam penelitian sebelumnya. Maka kerangka konseptual berperan
dalam menghubungkan antara variabel-variabel penelitian yaitu variabel bebas
dengan variabel yang terikat secara teoritis.
Universitas Sumatera Utara
2.3.1 Pengaruh
pertumbuhan
perusahaan
terhadap
kebijakan
struktur modal dalam perspektif pecking order theory
Suatu perusahaan yang berada dalam industri yang mempunyai laju
pertumbuhan yang tinggi harus menyediakan modal yang cukup untuk
membelanjai perusahaan. Perusahaan yang tumbuh dengan pesat
cenderung lebih banyak menggunakan hutang daripada perusahaan yang
tumbuh secara lambat (Weston dan Brigham,1994). Dalam perspektif
pecking order theory pertumbuhan perusahaan berkaitan dengan teori ini
dalam hal perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi akan lebih
banyak menggunakan pendanaan eksternal atau hutang. Teori ini
sebelumnya menjelaskan sumber pendanaan dapat diperoleh dari internal
maupun eksternal perusahaan namun teori ini mengupayakan agar
perusahaan lebih memilih untuk menggunakan sumber dana internal,
apabila dana internal tidak mencukupi boleh menggunakan pendanaan
eksternal. Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan potensial yang tinggi
memiliki kecenderungan untuk menghasilkan arus kas yang tinggi di masa
yang akan datang dan kapitalisasi pasar yang tinggi sehingga
memungkinkan perusahaan untuk memiliki biaya modal yang rendah.
Oleh sebab itu pertumbuhan perusahaan memiliki hubungan yang negatif
terhadap struktur modal. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan
Nugroho dan Sriwardany (2006), dan Asriyati (2010) yang menyatakan
bahwa pertumbuhan perusahaan berpengaruh negatif terhadap struktur
modal. Dengan penjelasan diatas diperoleh hipotesis bahwa pertumbuhan
Universitas Sumatera Utara
perusahaan berpengaruh negatif terhadap struktur modal dalam perspektif
pecking order theory.
2.3.2 Pengaruh profitabilitas terhadap kebijakan struktur modal
dalam perspektif pecking order theory
Dalam setiap operasional perusahaan, dapat dipastikan setiap
perusahaan mengharapkan keuntungan. Karena melalui keuntungan
tersebut sebuah perusahaan dapat melanjutkan operasionalnya. Dalam
menjalankan operasionalnya, perusahaan menggunakan dana yang dimiliki
perusahaan atau menggunakan dana dari luar perusahaan atau hutang.
Brigham dan Houston (2001), mengatakan bahwa perusahaan dengan
tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi akan menggunakan hutang
relatif kecil. Tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan untuk
membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan dengan dana yang
dihasilkan secara internal yaitu menggunakan dana sendiri atau laba
ditahan. Hal ini sejalan dengan pecking order theory yang menyebutkan
bahwa perusahaan yang profitable menggunakan hutang dalam jumlah
kecil, karena pada umumnya perusahaan lebih suka pendapatan yang
mereka terima untuk digunakan sebagai sumber utama dalam membiayai
investasinya. Bila sumber dana dari dalam perusahaan tidak cukup maka
alternatif yang digunakan adalah dengan menggunakan hutang atau
sumber pembiayaan eksternal. Profitabilitas memiliki pengaruh terhadap
besarnya struktur modal perusahaan. Hal ini didukung oleh peneliti
Universitas Sumatera Utara
sebelumnya yang dilakukan oleh Sari Devi dan Mulyo (2013), Nugrahani
(2012), Dewani (2010), memberikan hasil yang konsisten dengan prediksi
bahwa profitabilitas memiliki pengaruh negatif terhadap struktur modal
perusahaan. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Puspawardany
dan seftianne (2011) yang memprediksi hasil profitabilitas memiliki
pengaruh positif terhadap struktur modal. Dengan penjelasan diatas dapat
diperoleh hipotesis bahwa profitabilitas berpengaruh negatif terhadap
struktur modal dalam pecking order theory.
2.3.3 Pengaruh firm size terhadap kebijakan struktur modal dalam
perspektif pecking order theory
Semakin besar ukuran perusahaan (firm size) yang diindikatori oleh
total asset, maka perusahaan akan menggunakan hutang dalam jumlah
yang besar pula (Mas’ud, 2008). Semakin besar ukuran perusahaan
menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki jumlah aktiva yang
semakin tinggi pula. Perusahaan yang ukurannya relatif besar
akan
cenderung menggunakan dana eksternal. Hal tersebut berkaitan dengan
pecking order theory yang menjelaskan bahwa jika dalam suatu
perusahaan dana internalnya tidak mencukupi, maka perusahaan
menggunakan alternatif kedua yaitu melalui pendanaan eksternal atau
hutan . Ketika size perusahaan diproksikan dengan total asset yang
dimiliki semakin besar, perusahaan dapat dengan mudah mendapatkan
jaminan, dengan asumsi pemberi pinjam percaya bahwa perusahaan
Universitas Sumatera Utara
memiliki tingkat likuiditas yang cukup. Hasil penelitian ini didukung oleh
penelitian yang dilakukan Dewani (2010), Puspawardany (2011),
Nugrahani (2012), Sari dan Hakim (2013), yang menemukan bahwa
ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap struktur modal. Dengan
penjelasan diatas dapat diperoleh hipotesis bahwa ukuran perusahaan (firm
size) berpengaruh positif terhadap struktur modal dalam perspektif pecking
order theory.
2.3.4 Pengaruh struktur aset terhadap kebijakan struktur modal
dalam perspektif pecking order theory
Struktur aset menggambarkan sebagian jumlah aset yang dapat
dijadikan jaminan. Brigham dan Gapenski (1996) menyatakan bahwa
secara umum perusahaan yang memiliki jaminan terhadap hutang akan
lebih mudah mendapatkan hutang daripada perusahaan yang tidak
memiliki jaminan. Pada umumnya, perusahaan yang memiliki proporsi
struktur aktiva yang lebih besar kemungkinan akan lebih mapan dalam
industri, memiliki risiko lebih kecil dan akan menghasilkan tingkat
leverage yang besar (Chen dan Hammes,2002 dalam supriyanto,2008).
Peningkatan aset diikuti dengan peningkatan hasil operasi akan semakin
menambah kepercayaan pihak luar terhadap perusahaan dengan begitu
proporsi hutang akan semakin besar daripada modal sendiri. Sebagian
besar dari modalnya tertanam dalam aset tetap mengutamakan pemenuhan
kebutuhan modalnya dari modal permanen, yaitu modal sendiri sedangkan
Universitas Sumatera Utara
modal asing sifatnya sebagai pelengkap (Riyanto,2001). Dalam perspektif
pecking order theory struktur aset berkaitan dengan teori ini dalam hal
perusahaan boleh saja menggunakan hutang sebagai pendanaan namun
sebagai alternatif kedua jika modal internal tidak mencukupi, teori ini
lebih menganjurkan untuk menggunakan dana internal dengan begitu
perusahaan tidak memiliki hutang dalam jumlah yang besar dengan
menempatkan pendanaan dalam sekuritas yang paling aman. Nugroho
(2006), Dewani (2010), Puspawardani (2011), Sari dan Mulyo (2013)
mengemukakan bahwa struktur aset berpengaruh positif terhadap struktur
modal. Dengan penjelasan diatas dapat diperoleh hipotesis bahwa struktur
aaet berpengaruh positif terhadap struktur modal dalam perspektif pecking
order theory.
2.3.5 Pengaruh kepemilikan manjerial terhadap kebijakan struktur
modal dalam perspektif pecking order theory
Dalam sebuah perusahaan terdapat dua pelaku yang memiliki
hubungan terhadap perusahaan yaitu pemilik perusahaan atau pemegang
saham dan agen atau pengelola perusahaan. Dalam kenyataannya
penyatuan kepentingan dari kedua pihak tersebut sering menimbulkan
masalah diantara manajer dengan pemegang saham yang disebut konflik
agensi (agency conflict). Jensen dan Meckling (1976), menyatakan bahwa
kepemilikan manajerial berhasil menjadi mekanisme untuk mengurangi
masalah keagenan dari manajer dengan menyelaraskan kepentingan
Universitas Sumatera Utara
manajer dengan pemegang saham. Kepemilikan manajerial atas sekuritas
perusahaan dapat menyamakan kepentingan insider dengan pihak
eksternal dan akan mengurangi peranan hutang untuk meminimumkan
agency cost. Semakin meningkatnya kepemilikan oleh insider akan
menyebabkan insider semakin mengurangi dalam menggunakan hutang,
sehingga cenderung menggunakan hutang yang rendah (Putri dan
Handayani,2009 dalam Pertiwi, 2014). Dalam perspektif pecking order
theory kepemilikan manajerial berkaitan dengan teori ini dalam hal
perusahaan akan menyamakan kepentingan antara pemegang saham dan
agen dengan mengurangi penggunaan hutang untuk mengurangi risiko
keuangan tinggi seperti yang dinyatakan dalam teori ini akan lebih baik
jika suatu perusahaan lebih menggunakan pendanaan internal namun jika
internal perusahaan tidak mencukupi boleh menggunakan pendanaan
eksternal. Hasil penelitian didukung oleh penelitian Wimelda dan Aan
(2013), Pertiwi (2014) yang menunjukkan kepemilikan berpengaruh
negatif terhadap struktur modal. Dengan penjelasan diatas dapat diperoleh
hipotesis bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap
struktur modal dalam perspektif pecking order theori.
Sesuai dengan penelitian yang dilakukan, variabel bebas dalam
penelitian ini adalah pertumbuhan perusahaan, profitabilitas, firm size,
struktur aktiva dan kepemilikan manajerial, sedangkan variabel terikatnya
adalah kebijakan struktur modal dalam perspektif pecking order theory.
Universitas Sumatera Utara
Untuk memudahkan dalam melakukan penelitian dibuat suatu
kerangka konseptual yang menjadi arahan dalam melakukan pengumpulan
data serta analisanya secara sistematis, kerangka pemikiran dalam
penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.1 dibawah ini :
H1
Pertumbuhan Perusahaan
(X1)
Kebijakan
Profitabilitas
(X2)
H2
Struktur Modal
dalam Perspektif
Pecking Order
Firm Size
(X3)
H3
Theory
(Y)
Struktur Aktiva
(X4)
H4
Kepemilikan Manajerial
(X5)
H5
H6
Gambar 2.2
Kerangka Konseptual
Universitas Sumatera Utara
2.4
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual yang telah
diuraikan pada bagian sebelumnya maka hipotesis yang digunakan adalah sebagai
berikut :
H1 : Variabel pertumbuhan perusahaan berpengaruh secara parsial terhadap
kebijakan struktur modal dalam perspektif pecking order theory pada
perusahaan jasa yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode
tahun 2011 sampai dengan 2013.
H2 : Variabel profitabilitas berpengaruh secara parsial terhadap kebijakan
struktur modal dalam perspektif pecking order theory pada perusahaan
jasa yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode tahun 2011
sampai dengan 2013.
H3 : Variabel firm size berpengaruh secara parsial terhadap kebijakan
struktur modala dalam perspektif pecking order theory pada perusahaan
jasa yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode tahun 2011
sampai dengan 2013.
H4 : Variabel struktur aset berpengaruh secara parsial terhadap kebijakan
struktur modal dalam perspektif pecking order theory pada perusahaan
jasa yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode tahun 2011
sampai dengan 2013.
H5 : Variabel kepemilikan manajerial berpengaruh secara pasrsial terhadap
kebijakan struktur modal pada perusahaan jasa yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI) periode tahun 2011 sampai dengan 2013.
Universitas Sumatera Utara
H6 : Variabel pertumbuhan perusahaan dan kepemilikan manajerial
berpengaruh secara simultan terhadap kebijakan struktur modal pada
perusahaan jasa yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode
tahun 2011 sampai dengan 2013.
Universitas Sumatera Utara
Download