BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pecking Order Theory Teori pecking order ini merupakan pengembangan dari signalling theory. Teori tersebut adalah teori struktur pendanaan yang menawarkan alternatif lain dalam pengambilan keputusan pendanaan. Pemilihan pendanaan berdasarkan risiko merupakan konsep pecking order theory yang diperkenalkan oleh Myers dan Majluf (1984). Pecking order theory mengacu pada teori perusahaan yang bertujuan memaksimumkan kemakmuran pemilik perusahaan. Teori ini membedakan ekuitas yang diperoleh dari laba ditahan dan penerbitan saham baru pada posisi yang paling bawah. Secara ringkas teori tersebut menyatakan bahwa (Brealey.at all, 1991) : 1. Perusahaan menyukai internal financing (pendanaan dari hasil operasi perusahaan). 2. Perusahaan mencoba menyesuaikan rasio pembagian deviden yang ditargetkan dengan berusaha menghindari perubahan pembayaran deviden secara drastis. 3. Kebijakan deviden yang relatif enggan untuk diubah, disertai dengan fluktuasi profitabilitas dan kesempatan investasi yang tidak bisa diduga, mengakibatkan dana hasil operasi terkadang melebihi Universitas Sumatera Utara kebutuhan dana untuk investasi, meskipun pada kesempatan yang lain, mungkin kurang. Apabila dana hasil operasi kurang dari kebutuhan investasi, maka perusahaan akan mengurangi saldo kas atau menjual sekuritas yang dimiliki. 4. Apabila pendanaan dari luar (external financing) diperlukan, maka perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih dahulu yaitu dimulai dengan penerbitan obligasi, kemudian diikuti oleh sekuritas yang berkarakteristik opsi (seperti obligasi konversi), dan apabila masih belum mencukupi, saham baru diterbitkan. Teori pecking order menjelaskan mengapa perusahaan mempunyai urutan-urutan preferensi dalam memilih sumber pendanaan. Perusahaan yang profitable biasanya meminjam dalam jumlah sedikit. Hal tersebut bukan karena mereka mempunyai target rasio hutang yang rendah, tetapi karena memang mereka membutuhkan external financing yang sedikit. Perusahaan yang kurang profitable cenderung mempunyai hutang yang lebih besar karena dua alasan yaitu dana internal yang tidak mencukupi kebutuhan dan karena hutang merupakan sumber dana eksternal yang lebih disukai. Pendanaan internal lebih disukai karena hal tersebut memungkinkan perusahaan untuk tidak membuka diri lagi terhadap pihak luar. Dalam pendanaan eksternal, hutang lebih disukai daripada modal sendiri karena pertimbangan biaya emisi obligasi akan lebih murah dibandingkan biaya emisi saham. Selain itu manajemen juga mengkahwatirkan apabila melakukan penerbitan saham baru dipandang sebagai hal yang negatif oleh para pemodal, hal tersebut tentunya Universitas Sumatera Utara berdampak buruk bagi harga saham (Husnan,1996). Pecking order theory membedakan ekuitas yang diperoleh dari laba ditahan dan penerbitan saham baru karena prioritas sumber pendanaan menempatkan posisi yang paling atas sedangkan penerbitan saham baru pada posisi yang paling bawah. 2.1.2 Struktur modal 2.1.2.1 Pengertian Struktur Modal Setiap kegiatan investasi yang dilakukan perusahaan akan memerlukan pendanaan. Oleh karena itu, apabila dana intern (modal sendiri) yang dimiliki tidak cukup maka perusahaan harus mengupayakan dana yang berasal dari ekstern (pihak diluar perusahaan). Penggunaan dana dari luar perusahaan dalam manajemen keuangan disebut struktur modal yang tampak pada sisi ekuitas dan neraca perusahaan (Syahyunan,2013). Struktur modal (capital structure) merupakan kombinasi hutang dan ekuitas dalam struktur keuangan jangka panjang perusahaan. Tidak seperti debt ratio atau leverage ratio yang hanya menggambarkan rasio hutang dan ekuitas pada suatu saat tertentu, struktur modal lebih menggambarkan target komposisi hutang dan ekuitas dalam jangka panjang pada suatu perusahaan (Arifin,2005). Struktur modal merupakan keputusan keuangan yang kompleks. Untuk mencapai tujuan perusahaan memaksimalkan kekayaan pemilik, manajer keuangan harus dapat menilai struktur modal perusahaan dan Universitas Sumatera Utara memahami hubungannya dengan risiko, hasil/pengembalian dan nilai. Keputusan keuangan yang efektif dapat merendahkan biaya modal, menghasilkan NBS yang lebih tinggi dan meningkatkan nilai perusahaan (Sudjaja & Barlian,2002). Menurut Weston dan Brigham (2005:150), Struktur modal yang ditargetkan adalah bauran atau perpaduan dari hutang, saham preferen, saham biasa yang dikehendaki perusahaan dalam struktur modalnya. Struktur modal yang optimal adalah gabungan ekuitas yang memaksimumkan harga saham perusahaan. Struktur modal perusahaan dibagi kedalam dua kategori, anatara lain : 1. Struktur modal sederhana, yaitu perusahaan yang tidak mempunyai efek berpotensi saham biasa (potential diluters). 2. Struktur modal Kompleks, yaitu perusahaan yang mempunyai satu atau lebih jenis efek berpotensi saham biasa. Penggolongan struktur modal perusahaan kedalam kategori sederhana dan kategori kompleks tidak didasarkan pada besar kecilnya skala operasi, tetapi semata-mata didasarkan pada ada atau tidak adanya efek yang berpotensi dalam saham biasa di dalam struktur modalnya. Menurut Sutrisno (2000:307-308) struktur modal juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: 1. Persesuaian atau Suitability Merupakan persesuaian antara cara pemenuhan dana dengan jangka waktu kebutuhannya. Bila yang dibutuhkan perusahaan-perusahaan berjangka pendek dibelanjai dengan hutang, obligasi atau dengan Universitas Sumatera Utara mengeluarkan modal sendiri hal tersebut kurang sesuai. Sebaliknya cara pemenuhan dana disesuaikan dengan jangka waktu kebutuhannya, artinya bila kebutuhan dana berjangka pendek maka sebaiknya dipenuhi sumber dana jangka pendek dan bila kebutuhan dana jangka panjang sebaiknya dipenuhi sumber dana jangka panjang. 2. Pengawasan atau Control Pengendalian atau pengawasan perusahaan ada di tangan para pemegang saham. Manajemen perusahaan mengemban tugas untuk menjalankan hasil keputusan pemegang saham. Biasanya suatu perusahaan dimiliki oleh beberapa pemegang saham sehingga bila diperlukan tambahan dana perlu dipertimbangkan apakah tugas pengawasan dari pemilik lama tidak akan berkurang. Oleh sebab itu dengan pertimbangan tersebut, biasanya pemilik lama lebih menginginkan mengeluarkan obligasi dengan menambah saham. 3. Laba /Earning per share Memilih sumber dana apakah dari saham atau utang, secara finansial harusnya bisa menghasilkan keuntungan pemegang saham lebih besar. 4. Tingkat Risiko/Riskness Utang merupakan sumber dana yang mempunyai risiko tinggi sebab bunganya tetap dibayarkan baik pada saat perusahaan mendapatkan laba maupun dalam kondisi merugi. Oleh karena itu, semakin besar penggunaan dana dari hutang mengindikasikan perusahaan mempunyai tingkat risiko yang lebih besar. Menurut Brigham (2006:6), ada empat faktor yang mempengaruhi keputusan struktur modal, yaitu : 1. 2. 3. 4. Risiko Bisnis Yakni resiko yang melekat pada operasi perusahaan apabila perusahaan tidak menggunakan hutang, makin besar risiko bisnis perusahaan maka makin rendah rasio hutang yang optimal. Posisi Pajak Perusahaan Yakni dalam menggunakan hutang maka biaya bunga dapat dikurangkan dalam perhitngan pajak sehingga menurunkan biaya hutang yang sesungguhannya. Fleksibilitas Keuangan Yakni kemampuan untuk menambah modal dengan persyaratan yang wajar dalam keadaan yang memburuk. Para manajer dana perusahaan mengetahui bahwa modal yang kuat diperlukan untuk operasi yang stabil dan pemilik modal lebih suka menanamkan modalnya pada perusahaan dengan posisi neraca yang baik bila keadaan perekonomian stabil. Konservatisme atau Agresivitas Manajemen Universitas Sumatera Utara Yakni ada sebagian manajer lebih agresif dari yang lain, sehingga sebagian perusahaan lebih cenderung menggunakan hutang untuk meningkatkan laba, dimana hal ini tidak mempengaruhi struktur modal yang optimal, tetapi akan mempengaruhi struktur modal yang ditargetkan. 2.1.2.2 Komponen Struktur Modal Ada beberapa komponen dari struktur modal yaitu : 1. Hutang Jangka Panjang Jumlah hutang dalam neraca akan menunjukkan besarnya modal pinjaman yang digunakan dalam operasi perusahaan. Modal pinjaman ini dapat berupa hutang jangka pendek maupun hutang jangka panjang, tetapi pada umumnya pinjaman jangka panjang jauh lebih besar dibandingkan dengan hutang jangka pendek. Menurut Sundjaja dan Barlian (2007:324), “Hutang jangka panjang merupakan salah satu dari bentuk pembiayaan jangka panjang yang memiliki jatuh tempo lebih dari satu tahun, biasanya 5-20 tahun”. Pinjaman hutang jangka panjang dapat berupa pinjaman berjangka (pinjaman yang digunakan untuk membiayai kebutuhan modal kerja permanen, untuk melunasi hutang lain atau membeli mesin dan peralatan) dan penerbitan obligasi (utang yang diperoleh melalui penjualan surat-surat obligasi, dalam surat obligasi ditentukan nilai nominal, bunga per tahun dan jangka waktu pelunasan obligasi tersebut). Universitas Sumatera Utara Beberapa hal yang menjadi pertimbangan manajemen sehingga memilih untuk menggunakan hutang menurut Sundjaja (2007), adalah sebagai berikut : 1. Biaya hutang terbatas, walaupun perusahaan memperoleh laba besar, jumlah bunga yang dibayarkan besarnya tetap. 2. Hasil yang diharapkan lebih rendah daripada saham biasa. 3. Tidak ada perubahan pengendalian atas perusahaan bila pembiayaan memakai hutang. 4. Pembayaran bunga merupakan beban biaya yang dapat mengurangi pajak. 5. Fleksibilitas dalam struktur keuangan dapat dicapai dengan memasukkan peraturan penembusan dalam perjanjian obligasi. Kreditur (investor) lebih memilih menanamkan investasi dalam bentuk hutang jangka panjang karena beberapa pertimbangan. Menurut Sundjaja (2007), pemilihan investasi dalam bentuk hutang jangka panjang dari sisi investor didasarkan pada beberapa hal berikut : 1. Hutang dapat memberikan prioritas baik dalam hal pendapatan maupun likuidasi kepada pemegangnya. 2. Mempunyai saat jatuh tempo yang pasti. 3. Dilindungi oleh isi perjanjian hutang jangka panjang (dari segi risiko). 4. Pemegang memperoleh pengembalian yang tetap (kecuali pendapatan obligasi). 2. Modal sendiri Modal sendiri adalah modal dalam suatu perusahaan yang dipertaruhkan untuk segala risiko usaha maupun risiko kerugiankerugian lainnya. Menurut sundjaja (2002:240), modal Universitas Sumatera Utara sendiri/equity capital merupakan dana jangka panjang yang diperoleh dari pemilik perusahaan (pemegang saham), ada dua sumber dasar dari modal sendiri yaitu : 1. Saham preferen Saham preferen memberikan para pemegang sahamnya beberapa hak istimewa yang menjadikannya lebih senior atau lebih diprioritaskan daripada pemegang saham biasa. Oleh karena itu perusahaan tidak memberikan saham preferen dalam jumlah yang banyak. 2. Saham biasa Pemilik perusahaan adalah pemegang saham biasa yang menginvestasikan uangnya dengan harapan mendapat pengembalian dimasa yang akan datang. Saham biasa merupakan bentuk modal sendiri yang paling mahal diikuti dengan laba ditahan dan saham preferen. Adapun keuntungan menggunakan saham biasa (modal sendiri) adalah sebagai berikut : 1. Memiliki hak suara (hak kendali) dalam perusahaan. 2. Tidak memiliki jatuh tempo. 3. Karena menanggung risiko yang lebih besar, maka kompensasi bagi pemegang modal sendiri lebih tinggi dibanding dengan pemegang modal pinjaman Universitas Sumatera Utara 2.1.2.3. Teori Struktur Modal Teori struktur modal menjelaskan apakah ada pengaruh perubahan struktur modal terhadap nilai perusahaan dan apakah ada pengaruh struktur modal tersebut terhadap harga saham perusahaan sebagai pencerminan nilai perusahaan. Apabila ada pengaruh struktur modal terhadap nilai perusahaan, pernyataan berikutnya adalah bagaimana struktur modal yang optimal bagi perusahaan. Dalam analisis struktur modal ini digunakan beberapa asumsi, yaitu : 1. Tidak ada pajak penghasilan. 2. Tidak ada pertumbuhan laba. 3. Pembayaran seluruh laba kepada pemegang saham yang brupa deviden. 4. Perubahan struktur modal terjadi dengan menerbitkan obligasi dan membeli kembali saham biasa atau dengan menerbitkan saham biasa dan menarik obligasi. Menurut Sartono (2005), ada 2 pendekatan yang dapat digunakan yaitu sebagai berikut : 1. Pendekatan laba operasi bersih (Net Operating Income Approach) Pendekatan laba operasi bersih dikemukakan oleh David Durand pada tahun 1952. Pendekatan ini menggunakan asumsi bahwa investor memiliki reaksi berbeda terhadap penggunaan hutang perusahaan. Pendekatan ini melihat bahwa biaya modal rata-rata tertimbang bersifat konstan berapapun tingkat hutang yang digunakan oleh perusahaan. Dengan demikian dapat diasumsikan pertama, bahwa biaya hutang konstan. Kedua, penggunaan hutang semakin besar oleh pemilik modal sendiri dilihat sebagai peningkatan risiko perusahaan. Universitas Sumatera Utara 2. Pendekatan Tradisional (Traditional Approach) Pada pendekatan tradisional diasumsikan terjadi perubahan struktur modal yang optimal dan peningkatan nilai total perusahaan melalui penggunaan financial laverage. Pendekatan ini menyarankan bahwa perusahaan awalnya dapat menurunkan biaya modal dan meningkatkan nilai totalnya melalui kenaikan leverage. Adapun beberapa teori yang berkaitan dengan struktur modal antara lain adalah sebagai berikut : 1. Modigliani-Miller (MM) Theory a). Teori MM tanpa pajak Teori struktur modal yang pertama adalah teori Modigliani dan Miller (teori MM). Mereka berpendapat bahwa struktur modal tidak relevan atau tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Hal ini didasarkan pada pendapat bahwa risiko total bagi seluruh pemegang saham tidak berubah walaupun struktur modal perusahaan mengalami penurunan. Hal ini didasarkan atas pendapat bahwa pembagian struktur modal antara hutang dan modal sendiri selalu mendapat perlindungan atas nilai investasi. Yaitu karena nilai investasi total perusahaan tergantung dari keuntungan dan risiko, sehingga nilai perusahaan tidak berubah walaupun struktur modalnya berubah (Martono,2005). Ada beberapa asumsi-asumsi untuk membangun teori MM yaitu : 1. Tidak terdapat agency cost Universitas Sumatera Utara 2. Investor mempunyai informasi yang sama seperti manajemen mengenai prospek perusahaan di masa depan. 3. Para inestor adalah price-takers. 4. Tidak ada pajak 5. Jika terjadi kebangkrutan maka aset dapat dijual pada harga pasar (market value). Dengan asumsi-asumsi diatas, MM mengajukan dua proposisi yang dikenal sebagai proposisi MM tanpa pajak, antara lain : Proposisi I : nilai dari perusahaan yang berutang sama dengan nilai dari perusahaan yang tidak berutang. Implikasi dari preposisi I ini adalah struktur modal dari suatu perusahaan tidak relevan, perubahan struktur modal tidak mempengaruhi nilai perusahaan dan weighted average cost of capital (WACC) perusahaan akan tetap sama tidak dipengaruhi oleh bagaimana perusahaaan memandukan hutang dan modal untuk membiayai perusahaan. Proposisi II : biaya modal saham akan meningkat apabila perusahaan melakukan atau mencari pinjaman dari pihak luar. Risk of the equity bergantung pada risiko dari operasional perusahaan (business risk) dan tingkat hutang perusahaan (financial risk). Brealey, Myers dan Marcus (1999) menyimpulkan teori MM tanpa pajak ini yaitu tidak membedakan antara perusahaan berutang atau pemegang saham berutang pada saat kondisi tanpa pajak dan pasar yang sempurna. Nilai perusahaan tidak bergantung pada Universitas Sumatera Utara struktur modalnya. Dengan kata lain, manajer keuangan tidak dapat meningkatkan nilai perusahaan dengan merubah proposisi hutang dan ekuitas yang digunakan untuk membiayai perusahaan. b). Teori MM dengan Pajak Teori MM tanpa pajak dianggap tidak realistis dan kemudian MM memasukkan faktor pajak kedalam teorinya. Pajak dibayarkan kepada pemerintah, yang berarti merupakan aliran kas keluar. Hutang bisa digunakan untuk menghemat pajak, karena bunga bisa dipakai sebagai pengurang pajak. Dalam teori MM dengan pajak, terdapat dua proposisi yaitu : Proposisi I : nilai dari perusahaan yang berhutang sama dengan nilai dari perusahaan yang tidak berhutang ditambah dengan penghematan pajak karena hutang bunga. Implikasi dari proposisi I ini adalah pembiayaan dengan hutang sangat menguntungkan dan MM menyatakan bahwa struktur modal optimal perusahaan adalah seratus persen hutang. Proposisi II : biaya modal saham akan meningkat dengan semakin meningkatnya hutang, tetapi penghemat pajak akan lebih besar dibandingkan dengan penurunan nilai karena kenaikan biaya modal saham. Implikasi dari proposisi II ini adalah penggunaan hutang yang semakin banyak akan meningkatkan biaya modal saham. Menggunakan hutang yang lebih banyak, berarti Universitas Sumatera Utara menggunakan modal yang lebih murah (biaya modal hutang lebih kecil dibandingkan dengan biaya modal saham), sehingga akan menurunkan biaya modal rata-rata terimbangnya (meski biaya modal saham meningkat). 2. Trade-Off Theory Menurut trade-off theory yang diungkapkan oleh Myers(2001), “Perusahaan akan berhutang sampai pada tingkat hutang tertentu, dimana penghematan pajak (tax shields) dari tambahan hutang sama dengan biaya kesulitan keuangan (financial distress)”. Biaya kesulitan keuangan (financial distress) adalah biaya kebangkrutan (backruptcy costs) atau reorganization, dan biaya keagenan (agency costs) yang meningkat akibat dari turunnya krediabilitas suatu perusahaan. Trade-Off Theory dalam menentukan struktur modal memasukkan beberapa faktor antara lain pajak, biaya keagenan (agency costs) dan biaya kesulitan keuangan (financial distress) tetapi tetap mempertahankan asumsi efisiensi pasar dan symetric information sebagai manfaat penggunaan hutang. Perusahaan yang memiliki tingkat profitabilitas yang tinggi tentu akan berusaha mengurangi pajaknya dengan cara meningkatkan rasio hutangnya, sehingga tambahan hutang tersebut akan mengurangi pajak. Dalam kenyataannya jarang manajer keuangan yang berfikir Universitas Sumatera Utara demikian. Penelitian yang pernah dilakukan terhadap perilaku struktur modal perusahaan di Amerika Serikat menunjukkan bahwa perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi cenderung memiliki rasio hutang rendah. Hal ini berlawanan dengan pendapat trade-off theory. Teori ini tidak dapat menjelaskan korelasi negatif antara tingkat profitabilitas dan rasio hutang. 3. Pecking Order Theory Teori pecking order ini pertama kali dikemukakan oleh Myers dan Majluf (1984). Packing order theory menyatakan bahwa “Perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi justru tingkat hutangnya rendah, dikarenakan perusahaan yang profitabilitasnya tinggi memiliki sumber dana internal yang berlimpah”. Secara spesifik perusahaan mempunyai urutan-urutan preferensi (hierarki) dalam penggunaan dana. Menurut pecking order theory dikutip oleh Smart,Megginsio, dan Gitman (2004), terdapat skenario urutan ( hierarki) dalam memilih sumber pendanaan, yaitu : a). Perusahaan lebih memilih untuk menggunakan sumber dana dari dalam atau pendanaan internal daripada pendanaan eksternal. Dana internal diperoleh dari laba ditahan yang dihasilkan dari kegiatan operasional perusahaan. b). Jika pendanaan eksternal diperlukan, maka perusahaan pertama kali harus memilih mulai dari sekuritas yang paling aman, yaitu hutang yang paling rendah risikonya, turun ke hutang yang lebih berisiko, sekuritas hybrid seperti obligasi konversi, saham preferen, dan saham biasa, c). Terdapat kebijakan deviden yang konstan, yaitu perusahaan akan menetapkan jumlah pembayaran deviden yang konstan, tidak Universitas Sumatera Utara terpengaruh seberapa besarnya perusahaan tersebut untung atau rugi. d). Untuk mengantisipasi kekurangan persediaan kas karena adanya kebijakan deviden yang konstan dan fluktuasi dari tingkat keuntungan, serta kesempatan investasi, maka perusahaan akan mengambil portofolio investasi yang lancar tersedia. Dalam kenyataannya, terdapat perusahaan-perusahaan yang dalam menggunakan dana untuk kebutuhan investasinya tidak sesuai seperti skenario urutan (hierarki) yang disebutkan dalam pecking order theory. Penelitian yang dilakukan oleh Sigh dan Hamid (1992), dan Singh (1995) menyatakan bahwa “ Perusahaanperusahaan di negara berkembang lebih memilih untuk menerbitkan ekuitas daripada berhutang dalam membiayai perusahaannya”. Hal ini berlawanan dengan pecking order theory yang menyatakan bahwa perusahaan akan memilih untuk menerbitkan hutang terlebih dahulu daripada menerbitkan saham pada saat membutuhkan pendanaan eksternal. 2.1.3 Pertumbuhan Perusahaan Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi, dalam hubungannya dengan laverage, sebaiknya menggunakan ekuitas sebagai sumber pembiayaannya agar tidak terjadi biaya keagenan (agency cost) antara pemegang saham dengan manajemen perusahaan, sebaliknya perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang rendah sebaiknya menggunakan hutang sebagai sumber pembiayaan karena penggunaan hutang akan mengharuskan perusahaan tersebut membayar bunga secara teratur.Perusahaan-perusahaan Universitas Sumatera Utara yang memiliki pertumbuhan yang cepat seringkali harus meningkatkan aktiva tetapnya. Dengan demikian, Semakin besar kebutuhan untuk pembiayaan mendatang maka semakin besar keinginan perusahaan untuk menahan laba. Laba ditahan dari perusahaan-perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi akan meningkat, dan perusahaan tersebut akan lebih banyak melakukan hutang untuk mempertahankan rasio hutang yang ditargetkan (Mai,2006). Jadi perusahaan yang sedang tumbuh sebaiknya tidak membagikan laba sebagai deviden tetapi lebih baik digunakan untuk ekspansi. Potensi pertumbuhan ini dapat diukur dari besarnya biaya penelitian dan pengembangan. Semakin besar R&D cost-nya maka berarti ada prospek perusahaan untuk tumbuh (Sartono,2001). Kallapur dan Trombley (1999) realisasi pertumbuhan perusahaan diproksikan dengan nilai perumbuhan perusahaan yang meliputi pertumbuhan aktiva dan ekuitas. Aktiva perusahaan menunjukkan keputusan penggunaan dana atau keputusan investasi pada masa lalu. Aktiva didefinisikan sebagai sumber daya yang mempunyai potensi memberikan manfaat ekonomis pada perusahaan di masa yang akan datang. Sumber daya yang mampu menghasilkan aliran kas masuk (cash inflow) atau mengurangi kemampuan kas keluar (cash outflow) bisa disebut sebagai aktiva. Sumber daya tersebut akan diakui sebagai aktiva perusahaan memperoleh hak penggunaan aktiva tersebut sebagai hasil transaksi atau pertukaran pada masa lalu dan manfaat ekonomis masa mendatang bisa diukur, dikuantifikasikan dengan tingkat ketetapan yang memadai. Universitas Sumatera Utara Pertumbuhan adalah dampak atas arus dana perusahaan dari perubahan operasional yang disebabkan oleh pertumbuhan atau penurunan volume usaha (Helfert,1997). Pertumbuhan perusahaan sangat diharapkan oleh pihak internal maupun eksternal perusahaan, karena pertumbuhan yang baik memberi tanda bagi perkembangan perusahaan. Dari sudut pandang investor, pertumbuhan suatu perusahaan merupakan tanda perusahaan memiliki aspek yang menguntungkan, dan investor pun akan mengharapkan tingkat pengembalian (rate of return) dari investasi yang dilakukan menunjukkan perkembangan yang baik. 2.1.4 Profitabilitas Profitabilitas adalah tingkat keuntungan bersih yang mampu diraih oleh perusahaan pada saat menjalankan operasinya. Profitabilitas mencerminkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba atas pengelolaan aset perusahaan yang merupakan perbandingan antara earning after tax dengan total aset. Peningkatan profitabilitas akan meningkatkan laba ditahan, sesuai dengan pecking order theory yang mempunyai preferensi pendanaan pertama dengan dana internal berupa laba ditahan, sehingga komponen modal sendiri semakin meningkat. Dengan meningkatnya modal sendiri, maka rasio hutang menjadi menurun dengan asumsi hutang relatif tetap.(Verena dan Mulyo, 2013). Brigham and Houston (2001) mengatakan bahwa perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi akan menggunakan hutang Universitas Sumatera Utara relatif kecil. Tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan untuk membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan dengan dana yang dihasilkan secara internal. 2.1.5 Firm Size Size adalah simbol ukuran perusahaan. Faktor ini menjelaskan bahwa suatu perusahaan besar memiliki akses yang lebih mudah ke pasar modal, sedangkan perusahaan kecil tidak mudah. Kemudahan aksesibilitas ke pasar modal merupakan fleksibilitas dan kemampuan perusahaan untuk menciptakan hutang atau memunculkan dana yang lebih besar dengan catatan perusahaan tersebut memiliki ratio pembayaran dividen yang lebih tinggi daripada perusahaan kecil. Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar kecil perusahaan menurut berbagai cara, antara lain : total aktiva, log size, nilai pasar saham dan lain-lain. Menurut Brigham dan Houston (2001), ukuran perusahaan adalah rata-rata total penjualan bersih untuk tahun yang bersangkutan sampai beberapa tahun kemudian. Dalam hal ini penjualan lebih besar daripada biaya variabel dan biaya tetap, maka akan diperoleh jumlah pendapatan sebelum pajak. Sebaliknya, jika penjualan lebih kecil daripada biaya variabel dan biaya tetap maka perusahaan akan menderita kerugian. Menurut Mas’ud (2008), semakin besar ukuran perusahaan yang diindikatori oleh total asset, maka perusahaan akan menggunakan hutang dalam jumlah yang besar pula. Semakin besar ukuran perusahaan Universitas Sumatera Utara menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki jumlah aktiva yang semakin tinggi pula. Perusahaan yang ukurannya relatif besar akan cenderung menggunakan dana eksternal yang semakin besar. Hal ini disebabkan kebutuhan dana juga semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan perusahaan. Selain pendanaan internal, alternatif selanjutnya adalah pendanaan eksternal. Hal ini sejalan dengan teori pecking order yang menyatakan bahwa, jika penggunaan dana internal tidak mencukupi, maka digunakan alternatif kedua yaitu menggunakan hutang. 2.1.6 Struktur Aset Struktur aset merupakan faktor yang mempengaruhi pembuatan keputusan struktur modal. Semakin besar struktur aset maka semakin besar hutang pada struktur modalnya, hal ini menunjukkan bahwa semain banyak jumlah aktiva tetap yang bisa digunakan sebagai jaminan hutang oleh perusahaan. Sedangkan, semakin kecil struktur aset yang dimiliki oleh suatu perusahaan, maka semakin kecil pula kemampuan perusahaan tersebut agar dapat menjamin hutang jangka panjang. Menurut Riyanto (1997) struktur aset mencerminkan dua komponen aset secara garis besar dalam komposisinya, yaitu aset lancar dan aset tetap. Aset lancar adalah uang kas dan aktiva lain-lain yang dapat direalisasikan menjadi uang kas atau dijual atau dikonsumsi dalam suatu periode akuntansi yang normal. Sedangkan aset tetap adalah aktiva berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dibangun lebih dahulu yang digunakan dalam Universitas Sumatera Utara operasi perusahaan, tidak dimasutkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa. Kebanyakan perusahaan industri di mana sebagian besar dari modalnya tertanam dalam aktiva tetap (fixed asset) akan mengutamakan pemenuhan kebutuhan modalnya dari modal yang permanen, yaitu modal sendiri sedangkan modal asing sifatnya adalah sebagai pelengkap. Struktur aset adalah penentuan berapa besar alokasi untuk masingmasing komponen aset, baik dalam aset lancar maupun dalam aset tetap (Riyanto, 1997). Titman dan Wessels (1988) menyatakan bahwa struktur aset menggambarkan sebagian jumlah aset yang dapat dijadikan jaminan (collateral value of assets). Secara umum, perusahaan yang memiliki jaminan terhadap hutang akan lebih mudah mendapatkan hutang daripada perusahaan yang tidak memiliki jaminan terhadap hutang. Struktur aset diukur dengan aset tetap per total aset (Titman dan Wessel,1988). 2.1.7 Kepemilikan Manajerial Menurut Wahidahwati (2002), Kepemilikan manajerial merupakan pemegang saham dari pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan (Direktur dan Kominsaris). Kepemilikan manajerial diukur dari jumlah persentase saham yang dimiliki manajer. Dalam sebuah perusahaan terdapat dua pelaku yang memiliki hubungan terhadap perusahaan yaitu pemilik peusahaan atau pemegang saham dan agen atau pengelola perusahaan. Adanya kerjasama antara manajemen perusahaan Universitas Sumatera Utara dengan pihak lain yang meliputi shareholder maupun stakeholder dalam membuat keputusan keuangan dengan tujuan memaksimumkan modal yang dimiliki akan meningkatkan nilai perusahaan. Dalam kenyataannya penyatuan kepentingan kedua pihak tesebut sering kali menimbulkan masalah. Adanya masalah diantara manajer dan pemegang saham disebut konflik agensi (agency conflict). Dalam konsep theory of the firm (Jansen & Meckling, 1976), mengatakan adanya konflik agensi tersebut akan menyebabkan tidak tercapainya tujuan keuangan perusahaan, yaitu meningkatkan nilai perusahaan dengan cara memaksimumkan kekayaan pemegang saham. Jensen & Meckling (1976), menyatakan bahwa penyebab konflik antara manajer dengan pemegang saham adalah perbedaan dalam pembuatan keputusan yang berkaitan dengan aktivitas pencarian dana dan pembuatan keputusan yang berkaitan dengan bagaimana dana yang diperoleh diinvestasikan. Dalam aktivitas pencarian dana, manajemen menginginkan untuk mencari sumber pendanaan dengan biaya sekecil mungkin sehingga mampu meningkatkan laba perusahaan. Dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan dana yang diperoleh, manajer cenderung memilih untuk menginvestasikan dananya pada proyek dengan risiko rendah, tetapi investor cenderung untuk memilih proyek dengan risiko tinggi karena risiko yang tinggi mencerminkan return yang akan diperoleh juga tinggi. Konflik keagenan (agency conflict) bisa terjadi karena adanya Asymetric information antara pemilik dan manajer, yaitu ketika salah satu pihak memiliki informasi yang tidak dimiliki oleh pihak lain, informasi ini Universitas Sumatera Utara sangat dibutuhkan terutama pada pasar modal dengan efisiensi kuat. Berbagai cara dapat dilakukan oleh manajer untuk memiliki informasi lebih dibanding investor, akibatnya investor tidak yakin terhadap kualitas perusahaan dan tidak mau membeli saham perusahaan sehingga harga saham perusahaan menjadi turun. Konflik kepentingan antara manajer dan pemegang saham (shareholder) dapat diminimumkan dengan suatu mekanisme pengawasan yang dapat mensejajarkan kepentingan-kepentingan yang terkait tersebut. Namun dengan munculnya mekanisme pengawasan tersebut akan memunculkan biaya yang disebut agency cost. Biaya keagenan yang dikeluarkan oleh prinsipal untuk mengawasi kinerja manajemen menjadi beban bagi perusahaan sehingga akan mengurangi laba yang dihasilkan yang berakibat pada penurunan nilai perusahaan. Oleh karena itu, dengan berbagai strategi perusahaan terlebih dahulu harus meminimalkan konflik agensi (agency conflict) agar dapat meningkatkan nilai perusahaan. Perusahaan yang dikendalikan oleh keluarga mempunyai struktur yang menyebabkan berkurangnya konflik agensi (agency conflict) antara pemegang saham dan kreditur, dimana kreditur menganggap bahwa kepemilikan keluarga lebih melindungi kepentingan kreditur (Anderson & Reeb,2002). Anderson & Reeb (2002), menunjukkan bahwa pemegang saham minoritas justru diuntungkan dari adanya kepemilikan keluarga. Hasil penelitian Arifin (2005), menunjukkan bahwa perusahaan publik di jakarta yang dikendalikan keluarga atau negara maupun institusi keuangan masalah agensinya lebih baik jika dibandingkan perusahaan yang Universitas Sumatera Utara dikendalikan oleh publik atau tanpa pengendali utama. Menurutnya, perusahaan yang dikendalikan oleh keluarga, masalah agensinya lebih kecil karena berkurangnya konflik antara principal dan agent. Jika kepemilikan keluarga lebih efisien, maka pada perusahaan dengan kepemilikan keluarga yang tinggi pengelolaan laba yang oportunis dapat dibatasi. Pengendalian yang lebih efisien dalam kepemilikan keluarga tersebut besar kemungkinan tidak berlaku di perusahaan konglomerasi seperti yang banyak terdapat di Indonesia. Untuk perusahaan konglomerasi, biasanya sebagian besar kekayaan pemilik tidak berada di satu perusahaan, tetapi tersebar di berbagai perusahaan. Jika hanya sedikit kekayaan pemilik yang berada di perusahaan yang go public, maka walaupun perusahaan go public tersebut dikendalikan keluarga, tetapi pengelolaan laba yang oportunistik mungkin justru tinggi. Kemungkinannya karena perusahaan yang go public tersebut hanya dijadikan sebagai sarana untuk mengumpulkan dana dari masyarakat untuk digunakan oleh kelompok perusahaan di Indonesia. 2.1.8 Teori Agensi (Agency Theory) Teori dalam perusahaan yang mengidentifikasikan adanya pihak-pihak anggota perusahaan yang memiliki beberapa kepentingan untuk mencapai tujuan dalam kegiatan perusahaan. Teori agensi menyatakan bahwa hubungan keagenan timbul ketika salah satu pihak menyewa pihak lain untuk melaksanakan suatu jasa dan mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agen. Universitas Sumatera Utara Teori agensi (agency theory) berkaitan dengan hubungan principal (pemegang saham) dan agent (pengelola perusahaan) dengan adanya pemisahan kepemilikan dan pengendalian perusahaan (Jansen & Meckling, 1976), perbedaan antara penyetor modal (Smith & Warner,1979), pemisahan penanggung risiko, pembuatan keputusan dan pengendalian fungsi-fungsi dalam perusahaan (Fama & Jensen, 1983). Adanya pemisahan kepemilikan dan pengendalian ini akan menyebabkan timbulnya asymetry information. Menurut Scott (2000) ada dua jenis asymmetric information, yaitu : adverse selection dan moral hazard. Adverse selection adalah suatu tipe informasi asimetri (asymmetricinformation) di mana suatu orang atau lebih pelaku-pelaku transaksi bisnis atau transaksi-transaksi yang potensial mempunyai informasi lebih atas yang lain (Scott,2000). Ketimpangan pengetahuan informasi perusahaan ini dapat menimbulkan masalah dalam transaksi pasar modal karena investor tidak mempunyai informasi yang cukup dalam pengambilan keputusan investasinya. Sedangkan moral hazard adalah suatu tipe informasi asimetri (asymmetric information) dimana satu orang atau lebih pelakupelaku bisnis atau transaksi-transaksi potensial yang dapat mengamati kegiatan-kegiatan mereka secara penuh dibandingkan dengan pihak lain (Scott,2000). Masalah moral hazard ini terjadi karena pihak-pihak di luar perusahaan (investor) mendelegasikan tugas dan kewenangannya kepada manajer tetapi investor tidak dapat sepenuhnya memantau manajer dalam melaksanakan pendelegasian tersebut. Universitas Sumatera Utara 2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan oleh Sari &A. Mulyo Haryanto (2013) menggunakan metode regresi linear berganda dan asumsi klasik. Penelitian ini menunjukkan bahwa profitabilitas, pertumbuhan aset , likuiditas berpengaruh negatif terhadap struktur modal. Sedangkan ukuran perusahaan dan struktur aktiva berpengaruh positif terhadap struktur modal. Kinde (2013) melakukan penelitian menggunakan metode regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan, profitabilitas, usia perusahaan (age of the firm), likuiditas dan risiko bisnis memiliki pengaruh yang signifikan terhadap struktur modal. Sedangkan, ukuran perusahaan dan tangibility tidak signifikan (insignificant) terhadap struktur modal. Nugrahani (2012) melakukan penelitian menggunakan metode regresi linear berganda yang didahului oleh uji asumsi klasik yang terdiri dari uji normalitas, uji heteroskedastisitas, uji multikolinearitas dan autokorelasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan profitabilitas, likuiditas, pertumbuhan penjualan, ukuran perusahaan dan kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap struktur modal. Sedangkan secara parsial variabel yang berpengaruh signifikan terhadap struktur modal adalah likuiditas dan ukuran perusahaan Ruan, et.all (2011), menggunakan metode regresi linear berganda. Hasil empiris menunjukkan adanya hubungan yang nonlinear antara kepemilikan manajerial dengan nilai perusahaan. Kepemilikan manajerial mendorong struktur modal menjadi bentuk non linear tetapi dalam arah yang berlawanan Kepemilikan Universitas Sumatera Utara manajerial secara simultan mempengaruhi struktur modal yang pada gilirannya mempengaruhi nilai perusahaan. Puspawardhany (2011) menggunakan metode regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan penjualan, profitabilitas, struktur aktiva dan ukuran perusahaan secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap struktur modal. Pertumbuhan penjualan memiliki pengaruh negatif tidak signifikan terhadap struktur modal. Profitabilitas berpengaruh positif signifikan terhadap struktur modal. Struktur aktiva memiliki pengaruh positif terhadap struktur modal. Ukuran perusahaan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap struktur modal. Trisna Hayuning D. (2010) Melakukan penelitian menggunakan metode analisis uji asumsi klasik dan regresi linear berganda. Variabel struktur aktiva, pertumbuhan penjualan dan firm size berpengaruh positif terhadap struktur modal. Sedangkan profitabilitas berpengaruh negatif terhadap struktur modal. Erlina (2006) menemukan bukti yang tidak konsisten anatara masa sebelum krisis, masa krisis dan masa setelah krisis. Pada masa sebelum krisis, kepemilikan manajer tidak berperan sebagai variabel yang memperkuat hubungan antara kesempatan tumbuh dengan kebijakan struktur modal. Akan tetapi pada krisis dan setelah krisis, kepemilikan manajer berperan sebagai variabel yang memperkuat hubungan tersebut. Kesimpulannya adalah kepemilikan manjer memperkuat hubungan antara kesempatan tumbuh dengan kebijakan struktur modal pada masamasa krisis dan masa setelah krisis. Adapun ringkasan penelitian terdahulu adanya sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu No. 1. 2. Nama Peneliti dan Tahun Devi Verena Sari dan A. Mulyo Haryanto (2013) Bayeh Asnakew Kinde (2013) Judul Penelitian Pengaruh Profitabilitas, Pertumbuhan Aset, Ukuran Perusahaan, Struktur Aktiva dan likuiditas Terhadap Struktur Modal Pada Perusahaan Manufaktur di BEI Impact of Firm Level Factors on Capital Structure : Evidence from Ethiopian Insurance Companies Variabel Penelitian Hasil Penelitian Variabel independen: a.Profitabilitas b.Pertumbuhan Aset c.Ukuran Perusahaan d.Struktur Aktiva e. Likuiditas Variabel dependen: Struktur Modal Variabel independen : a. Pertumbuhan b. Profitabilitas c. Usia perusahaan (age of the firm) d. Likuiditas e. Risiko bisnis (business risk) f. Tangibility g. Ukuran perusahaan Variabel dependen: Struktur Modal Dari kelima faktor yang diteliti terbukti bahwa ukuran perusahaan dan struktur aktiva berpengaruh positif terhadap struktur modal. Sedangkan profitabilitas, likuiditas dan pertumbuhan aset berpengaruh negatif terhadap struktur modal. Hasil analisis data dengan menggunakan analisis regresi menunjukkan bahwa pertumbuhan, profitabilitas, ukuran perusahaan (age of the firm), likuiditas dan risiko bisnis (business risk) berpengaruh secara signifikan terhadap struktur modal. Sedangkan ukuran perusahaan dan tangibility tidak berpengaruh (insignificant) terhadap struktur modal. Universitas Sumatera Utara 3. Sarsa Meta Analisis Nugrahani Pengaruh (2012) Profitabilitas, Likuiditas, Pertumbuhan Penjualan, Ukuran Perusahaan dan Manjerial Ownership Terhadap Struktur Modal Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI 4. Wenjuan Ruan, Gary Tian, Shiguang Ma (2011) Managerial Ownership, Capital Structure and Firm Value: Evidence From China’s Civilian Run Firms Variabel Independen : Hasil analisis data menunjukkan secara simultan a. Profitabilitas kelima variabel b. Likuiditas independen c. Pertumbuhan berpengaruh Penjualan terhadap struktur d. Ukuran modal perusahaan. Perusahaan Namunsecara e. Manajerial pasrsial variabel Ownership yang berpengaruh signifikan terhadap Variabel struktur modal Dependen : adalah likuiditas Struktur Modal dan ukuran perusahaan. Sedangkan profitabilitas, kepemilikan manajerial dan pertumbuhan penjualan tidak berpengaruh signifikan terhadap struktur modal. Variabel Hasil empiris Independen : menunjukkan Kepemilikan adanya hubungan Manajerial yang nonlinear antara kepemilikan Variabel manajerial dengan Dependen : nilai perusahaan. Struktur Modal Kepemilikan dan Nilai manajerial perusahaan mendorong struktur modal menjadi bentuk non linear tetapi dalam arah yang berlawanan Kepemilikan manajerial secara simultan mempengaruhi struktur modal yang pada Universitas Sumatera Utara 5. Nadia Puspawardani (2011) 6. Trisna Hayuning Dewani (2010) 7. Erlina (2006) gilirannya mempengaruhi nilai perusahaan. Pengaruh Variabel Terdapat bahwa Pertumbuhan Independen : keempat variabel Penjualan, a. Pertumbuhan independen secara Profitabilitas, Penjualan bersama-sama Struktur b. Profitabilitas memiliki pengaruh Aktiva dan c. Struktur Aktiva yang signifikan Ukuran d. Ukuran terhadap struktur Perusahaan Perusahaan modal. Terhadap Pertumbuhan Struktur penjualan memiliki Variabel Modal Pada pengaruh yang Dependen : Perusahaan negatif tidak Pariwisata dan Struktur Modal signifikan terhadap Perhotelan di struktur modal. BEI Profitabilitas, Struktur aktiva dan Ukuran perusahaan berpengaruh positif signifikan terhadap struktur modal. Analisis Variabel Variabel struktur Faktor-Faktor Independen : aktiva, yang a. Struktur aktiva pertumbuhan Mempengaruhi b. Profitabilitas penjualan dan firm Struktur c. Pertumbuhan size berpengaruh Modal Studi penjualan positif terhadap Perbandingan d. Firm size struktur modal. Pada Sedangkan Perusahaan variabel Aneka Industri Variabel profitabilitas Dependen : dan consumer berpengaruh Goods periode Struktur Modal negatif terhadap 2007-2009. struktur modal. Bukti yang tidak “Pengaruh Set Independen konsisten antara Kesempatan Variabel : masa Investasi Pertumbuhan sebelum kritis, masa Terhadap Nilai Perusahaan krisis Perusahaan : dan masa setelah Peran Variabel krisis. Kebijakan Dependen : Pada masa sebelum Perusahaan Struktur Modal krisis, dan variabel kepemilikan manajer Kepemilikan Moderating tidak Universitas Sumatera Utara Manajerial. Kepemilikan Periode Manajerial Penelitian Tahun 19932003 Pada Perusahaan Manufaktur di BEJ. berperanan sebagai variabel yang memperkuat hubungan antara kesempatan tumbuh dengan kebijakan struktur modal. Akan tetapi pada krisis dan setelah krisis, pemilikan manajer berperanan sebagai variabel yang memperkuat hubungan tersebut. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Devi Varena Sari & A. Mulyo haryanto (2013), Bayeh Asnakew Kinde (2013), Sarsa Meta Nugrahani (2012), Ruan, et.al (2011), Nadia Puspawardani (2011), Asriyati (2010), Erlina (2006). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu terdapat pada objek penelitian, interval tahun penelitian dan rata-rata variabel independen yang dilakukan peneliti sebelumnya berkisar pada pertumbuhan penjualan, profabilitas, likuiditas, dan ukuran perusahaan. Sedangkan pada penelitian ini variabel independennya yaitu pertumbuhan perusahaan, profitabilitas, firm size, struktur aset dan kepemilikan manajerial dan variabel dependennya adalah kebijakan struktur modal dalam perspektif pecking order theory. Pada penelitian ini, peneliti memilih perusahaan jasa yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebagai sampel penelitian dengan interval tahun penelitian 2011, 2012 dan 2013. Peneliti memilih perusahaan jasa karena tidak terlalu banyak peneliti terdahulu yang melakukan penelitian pada perusahaan jasa Universitas Sumatera Utara rata-rata berkisar pada perusahaan manufaktur, peneliti ingin memperdalam untuk lebih mengetahui bagaimana perusahaan jasa khususnya sektor keuangan yang terdiri dari perbankan, lembaga pembiayaan, asuransi, perusahaan efek dan yang lainnya dari segi struktur modalnya bagaimana, profitnya, dan yang lainnya yang berkaitan dengan pebelitian yang dilakukan. 2.3 Kerangka Konseptual Kerangka konseptual dalam penelitian ini akan menghubungkan antara variabel-variabel penelitian, tentang bagaimana perpautan teori-teori yang berhubungan dengan variabel-variabel penelitian yang ingin diteliti. Menurut Erlina (2011:33) kerangka konseptual adalah suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor-faktor yang penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu. Kerangka konseptual perlu dikemukakan apabila penelitian menghubungkan dua variabel atau lebih. Kerangka konseptual ini dapat dibangun jika peneliti telah melakukan literature survey yang artinya adalah suatu proses yang paling penting yang berupa cara untuk mengumpulkan data sekunder berupa hasil penelitian sebelumnya baik yang dipublikasikan maupun tidak, tentang suatu topik khusus yang menarik bagi peneliti, yang selanjutnya di review untuk mengidentifikasi variabel penting yang signifikan yang terdapat dalam penelitian sebelumnya. Maka kerangka konseptual berperan dalam menghubungkan antara variabel-variabel penelitian yaitu variabel bebas dengan variabel yang terikat secara teoritis. Universitas Sumatera Utara 2.3.1 Pengaruh pertumbuhan perusahaan terhadap kebijakan struktur modal dalam perspektif pecking order theory Suatu perusahaan yang berada dalam industri yang mempunyai laju pertumbuhan yang tinggi harus menyediakan modal yang cukup untuk membelanjai perusahaan. Perusahaan yang tumbuh dengan pesat cenderung lebih banyak menggunakan hutang daripada perusahaan yang tumbuh secara lambat (Weston dan Brigham,1994). Dalam perspektif pecking order theory pertumbuhan perusahaan berkaitan dengan teori ini dalam hal perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi akan lebih banyak menggunakan pendanaan eksternal atau hutang. Teori ini sebelumnya menjelaskan sumber pendanaan dapat diperoleh dari internal maupun eksternal perusahaan namun teori ini mengupayakan agar perusahaan lebih memilih untuk menggunakan sumber dana internal, apabila dana internal tidak mencukupi boleh menggunakan pendanaan eksternal. Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan potensial yang tinggi memiliki kecenderungan untuk menghasilkan arus kas yang tinggi di masa yang akan datang dan kapitalisasi pasar yang tinggi sehingga memungkinkan perusahaan untuk memiliki biaya modal yang rendah. Oleh sebab itu pertumbuhan perusahaan memiliki hubungan yang negatif terhadap struktur modal. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Nugroho dan Sriwardany (2006), dan Asriyati (2010) yang menyatakan bahwa pertumbuhan perusahaan berpengaruh negatif terhadap struktur modal. Dengan penjelasan diatas diperoleh hipotesis bahwa pertumbuhan Universitas Sumatera Utara perusahaan berpengaruh negatif terhadap struktur modal dalam perspektif pecking order theory. 2.3.2 Pengaruh profitabilitas terhadap kebijakan struktur modal dalam perspektif pecking order theory Dalam setiap operasional perusahaan, dapat dipastikan setiap perusahaan mengharapkan keuntungan. Karena melalui keuntungan tersebut sebuah perusahaan dapat melanjutkan operasionalnya. Dalam menjalankan operasionalnya, perusahaan menggunakan dana yang dimiliki perusahaan atau menggunakan dana dari luar perusahaan atau hutang. Brigham dan Houston (2001), mengatakan bahwa perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi akan menggunakan hutang relatif kecil. Tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan untuk membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan dengan dana yang dihasilkan secara internal yaitu menggunakan dana sendiri atau laba ditahan. Hal ini sejalan dengan pecking order theory yang menyebutkan bahwa perusahaan yang profitable menggunakan hutang dalam jumlah kecil, karena pada umumnya perusahaan lebih suka pendapatan yang mereka terima untuk digunakan sebagai sumber utama dalam membiayai investasinya. Bila sumber dana dari dalam perusahaan tidak cukup maka alternatif yang digunakan adalah dengan menggunakan hutang atau sumber pembiayaan eksternal. Profitabilitas memiliki pengaruh terhadap besarnya struktur modal perusahaan. Hal ini didukung oleh peneliti Universitas Sumatera Utara sebelumnya yang dilakukan oleh Sari Devi dan Mulyo (2013), Nugrahani (2012), Dewani (2010), memberikan hasil yang konsisten dengan prediksi bahwa profitabilitas memiliki pengaruh negatif terhadap struktur modal perusahaan. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Puspawardany dan seftianne (2011) yang memprediksi hasil profitabilitas memiliki pengaruh positif terhadap struktur modal. Dengan penjelasan diatas dapat diperoleh hipotesis bahwa profitabilitas berpengaruh negatif terhadap struktur modal dalam pecking order theory. 2.3.3 Pengaruh firm size terhadap kebijakan struktur modal dalam perspektif pecking order theory Semakin besar ukuran perusahaan (firm size) yang diindikatori oleh total asset, maka perusahaan akan menggunakan hutang dalam jumlah yang besar pula (Mas’ud, 2008). Semakin besar ukuran perusahaan menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki jumlah aktiva yang semakin tinggi pula. Perusahaan yang ukurannya relatif besar akan cenderung menggunakan dana eksternal. Hal tersebut berkaitan dengan pecking order theory yang menjelaskan bahwa jika dalam suatu perusahaan dana internalnya tidak mencukupi, maka perusahaan menggunakan alternatif kedua yaitu melalui pendanaan eksternal atau hutan . Ketika size perusahaan diproksikan dengan total asset yang dimiliki semakin besar, perusahaan dapat dengan mudah mendapatkan jaminan, dengan asumsi pemberi pinjam percaya bahwa perusahaan Universitas Sumatera Utara memiliki tingkat likuiditas yang cukup. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Dewani (2010), Puspawardany (2011), Nugrahani (2012), Sari dan Hakim (2013), yang menemukan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap struktur modal. Dengan penjelasan diatas dapat diperoleh hipotesis bahwa ukuran perusahaan (firm size) berpengaruh positif terhadap struktur modal dalam perspektif pecking order theory. 2.3.4 Pengaruh struktur aset terhadap kebijakan struktur modal dalam perspektif pecking order theory Struktur aset menggambarkan sebagian jumlah aset yang dapat dijadikan jaminan. Brigham dan Gapenski (1996) menyatakan bahwa secara umum perusahaan yang memiliki jaminan terhadap hutang akan lebih mudah mendapatkan hutang daripada perusahaan yang tidak memiliki jaminan. Pada umumnya, perusahaan yang memiliki proporsi struktur aktiva yang lebih besar kemungkinan akan lebih mapan dalam industri, memiliki risiko lebih kecil dan akan menghasilkan tingkat leverage yang besar (Chen dan Hammes,2002 dalam supriyanto,2008). Peningkatan aset diikuti dengan peningkatan hasil operasi akan semakin menambah kepercayaan pihak luar terhadap perusahaan dengan begitu proporsi hutang akan semakin besar daripada modal sendiri. Sebagian besar dari modalnya tertanam dalam aset tetap mengutamakan pemenuhan kebutuhan modalnya dari modal permanen, yaitu modal sendiri sedangkan Universitas Sumatera Utara modal asing sifatnya sebagai pelengkap (Riyanto,2001). Dalam perspektif pecking order theory struktur aset berkaitan dengan teori ini dalam hal perusahaan boleh saja menggunakan hutang sebagai pendanaan namun sebagai alternatif kedua jika modal internal tidak mencukupi, teori ini lebih menganjurkan untuk menggunakan dana internal dengan begitu perusahaan tidak memiliki hutang dalam jumlah yang besar dengan menempatkan pendanaan dalam sekuritas yang paling aman. Nugroho (2006), Dewani (2010), Puspawardani (2011), Sari dan Mulyo (2013) mengemukakan bahwa struktur aset berpengaruh positif terhadap struktur modal. Dengan penjelasan diatas dapat diperoleh hipotesis bahwa struktur aaet berpengaruh positif terhadap struktur modal dalam perspektif pecking order theory. 2.3.5 Pengaruh kepemilikan manjerial terhadap kebijakan struktur modal dalam perspektif pecking order theory Dalam sebuah perusahaan terdapat dua pelaku yang memiliki hubungan terhadap perusahaan yaitu pemilik perusahaan atau pemegang saham dan agen atau pengelola perusahaan. Dalam kenyataannya penyatuan kepentingan dari kedua pihak tersebut sering menimbulkan masalah diantara manajer dengan pemegang saham yang disebut konflik agensi (agency conflict). Jensen dan Meckling (1976), menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berhasil menjadi mekanisme untuk mengurangi masalah keagenan dari manajer dengan menyelaraskan kepentingan Universitas Sumatera Utara manajer dengan pemegang saham. Kepemilikan manajerial atas sekuritas perusahaan dapat menyamakan kepentingan insider dengan pihak eksternal dan akan mengurangi peranan hutang untuk meminimumkan agency cost. Semakin meningkatnya kepemilikan oleh insider akan menyebabkan insider semakin mengurangi dalam menggunakan hutang, sehingga cenderung menggunakan hutang yang rendah (Putri dan Handayani,2009 dalam Pertiwi, 2014). Dalam perspektif pecking order theory kepemilikan manajerial berkaitan dengan teori ini dalam hal perusahaan akan menyamakan kepentingan antara pemegang saham dan agen dengan mengurangi penggunaan hutang untuk mengurangi risiko keuangan tinggi seperti yang dinyatakan dalam teori ini akan lebih baik jika suatu perusahaan lebih menggunakan pendanaan internal namun jika internal perusahaan tidak mencukupi boleh menggunakan pendanaan eksternal. Hasil penelitian didukung oleh penelitian Wimelda dan Aan (2013), Pertiwi (2014) yang menunjukkan kepemilikan berpengaruh negatif terhadap struktur modal. Dengan penjelasan diatas dapat diperoleh hipotesis bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap struktur modal dalam perspektif pecking order theori. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan, variabel bebas dalam penelitian ini adalah pertumbuhan perusahaan, profitabilitas, firm size, struktur aktiva dan kepemilikan manajerial, sedangkan variabel terikatnya adalah kebijakan struktur modal dalam perspektif pecking order theory. Universitas Sumatera Utara Untuk memudahkan dalam melakukan penelitian dibuat suatu kerangka konseptual yang menjadi arahan dalam melakukan pengumpulan data serta analisanya secara sistematis, kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.1 dibawah ini : H1 Pertumbuhan Perusahaan (X1) Kebijakan Profitabilitas (X2) H2 Struktur Modal dalam Perspektif Pecking Order Firm Size (X3) H3 Theory (Y) Struktur Aktiva (X4) H4 Kepemilikan Manajerial (X5) H5 H6 Gambar 2.2 Kerangka Konseptual Universitas Sumatera Utara 2.4 Hipotesis Penelitian Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya maka hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut : H1 : Variabel pertumbuhan perusahaan berpengaruh secara parsial terhadap kebijakan struktur modal dalam perspektif pecking order theory pada perusahaan jasa yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode tahun 2011 sampai dengan 2013. H2 : Variabel profitabilitas berpengaruh secara parsial terhadap kebijakan struktur modal dalam perspektif pecking order theory pada perusahaan jasa yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode tahun 2011 sampai dengan 2013. H3 : Variabel firm size berpengaruh secara parsial terhadap kebijakan struktur modala dalam perspektif pecking order theory pada perusahaan jasa yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode tahun 2011 sampai dengan 2013. H4 : Variabel struktur aset berpengaruh secara parsial terhadap kebijakan struktur modal dalam perspektif pecking order theory pada perusahaan jasa yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode tahun 2011 sampai dengan 2013. H5 : Variabel kepemilikan manajerial berpengaruh secara pasrsial terhadap kebijakan struktur modal pada perusahaan jasa yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode tahun 2011 sampai dengan 2013. Universitas Sumatera Utara H6 : Variabel pertumbuhan perusahaan dan kepemilikan manajerial berpengaruh secara simultan terhadap kebijakan struktur modal pada perusahaan jasa yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode tahun 2011 sampai dengan 2013. Universitas Sumatera Utara