BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setelah diresmikan bahwa pasar modal di Indonesia diaktivkan kembali terhitung sejak tanggal 10 Agustus 1977 maka aktivitas dipasar modal mulai marak kembali. Hal ini ditunjukan dengan terjadi peningkatan aktivitas di bursa dalam jumlah transaksinya setiap hari dan dalam jumlah emiten. Investasi pada saham merupakan bentuk penanaman modal yang mulai disukai masyarakat Indonesia. Bentuk investasi dalam saham selain dapat memberikan keuntungan yang besar juga dapat menimbulkan kerugian yang tidak sedikit bagi masyarakat sebagai penanam modal. Masyarakat harus berhati-hati dalam memilih portofolio saham yang akan dijadikan tempat menanam modal. Pemilihan portofolio saham pada dasarnya merupakan proses yang terdiri dari: 1. Proses yang mempelajari lingkungan ekonomi dan modal, karakteristik individual perusahaan untuk menghasilkan sekumpulan peramalan variabel individual perusahaan 2. Mengaplikasikan peramalan data fundamental perusahaan dan data lingkungan untuk meramalkan harga saham, return yang akan diperoleh dan resiko yang akan diperoleh (proses penilaian) 3. Membentuk portofolio berdasarkan peramalan return yang akan diperoleh dari saham-saham pemilihan portofolio saham. Investor berpijak pada informasi keuangan tentang emiten yang dapat diperoleh dari laporan keuangan periodik yang bersifat kualitatif seperti penggantian manajemen, penandatanganan perjanjian ekspor perusahaan dan lain-lain. Selain investor, ada pihak-pihak lain yang membutuhkan informasi mengenai emiten. Pihak-pihak lain tersebut adalah pemegang saham, analis sekuritas, manager perusahaan, pegawai perusahaan, pihak pemberi pinjaman, pemasok, pelanggan perusahaan, pemerintah dan masyarakat. Pihak-pihak tersebut membutuhkan informasi 1 2 tersebut sebagai dasar pengambilan keputusan, alat untuk mengukur kinerja manajemen, atau untuk menginterpretasikan kelangsungan hidup perusahaan. Menurut (Foster, 1986:2) Banyaknya permintaan akan informasi tentang emiten disebabkan karena informasi tersebut dapat mengurangi ketidakpastian dalam profitabilitas perusahaan di masa yang akan datang, ketidak pastian dalam kualitas manajemen dan ketidakpastian dalam kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban yang ditimbulkan oleh kontrak atau perjanjian yang di buat perusahaan sebelumnya. Diantara pihak-pihak yang telah disebutkan di atas, terdapat perbedaan kepentingan antara kelompok internal dan kelompok eksternal. Perbedaan kepentingan inilah yang mendorong munculnya konflik pertentangan di antara mereka karena adanya pihak yang merasa dirugikan. Pertentangan yang dapat terjadi antara pihak-pihak tersebut antara lain: 1. Manajemen berkeinginan meningkatan kesejahteraanya sedangkan pemegang saham berkeinginan meningkatkan kekayaannya. 2. Manajemen berkeinginan memperoleh kredit sebesar mungkin dengan bunga yang serendah mungkin sedangkan kreditor ingin memberikan kredit sesuai dengan kemampuan perusahaan. 3. Manajemen berkeinginan membayar pajak sekecil mungkin sedangkan pemerintah ingin memungut pajak setinggi mungkin. Pada dasarnya seorang investor yang rasional memiliki tujuan akhir menciptakan suatu portofolio yang efisien, yaitu portofolio yang memberikan hasil tertinggi untuk suatu tingkat resiko tertentu, atau mengandung risiko terendah untuk tingkat hasil tertentu. Jika diberikan pilihan antara dua investasi dengan resiko yang sama tetapi memberikan hasil yang berbeda maka investor akan memilih alternatif dengan hasil yang tertinggi. Jika diberikan dua pilihan sarana untuk berinvestasi yang memberikan hasil yang sama namun memiliki tingkat resiko yang berbeda maka invertor tersebut akan memilih resiko yang lebih rendah. Melalui mekanisme pasar yang ada, harapan dan penilaian terhadap saham-saham yang diperoleh para investor pada saat mereka berusaha melakukan investasi yang efisien akan tercermin pada permintaan dan penawaran saham yang 3 mereka lakukan dan kemudian akan menentukan harga saham tersebut dipasar. Berbagai informasi ini akan sangat berpengaruh terhadap keputusan investasi yang akan dilakukan oleh investor. Informasi tersebut adalah relevan bagi si investor apabila keberadaan informasi tersebut menyebabkan adanya transaksi di pasar modal (dimana transaksi ini tercermin dari perubahan harga saham / volume perdagangan saham di pasar modal). Media komunikasi yang umum digunakan untuk menghubungkan pihakpihak ini adalah laporan keuangan yang disusun oleh manajemen sebagai pihak internal untuk mempertanggung jawabkan hasil kerjanya kepada pihak eksternal. Secara umum, semua bagian dalam laporan keuangan yang terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan modal, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan adalah keseluruhan dari laporan keuangan yang disajikan. Namun dari hasil penelitian ditemukan bahwa para investor memiliki kecenderungan lebih untuk memperhatikan laba yang terdapat pada laporan laba rugi dibanding komponen lain yang lain yang terdapat dalam laporan keuangan untuk mengukur kinerja dari suatu perusahaan. Earnings (laba) adalah salah satu item dalam laporan keuangan yang memiliki peranan yang penting dalam proses penilaian harga saham atau perusahaan pada suatu emiten. Situasi seperti ini disadari oleh manajemen, terutama dari kalangan manajer yang kinerjanya diukur berdasarkan informasi tersebut. Hal-hal seperti inilah yang akhirnya mendorong para manajer untuk melakukan perilaku yang tidak semestinya (Disfunctional Behavior), adapun bentuk yang tidak semestinya yang timbul dalam hubungannya dengan laba adalah praktik perataan laba (Income Smoothing Practice), yaitu dengan mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan perusahaan, sehingga perusahaan nampak memperoleh tingkat laba yang stabil dengan melalui tehnik penyajian laporan keuangan per tahunnya. Hal ini dilakukan untuk memeperbaiki citra perusahaan dimata investor, yaitu bahwa perusahaan memiliki resiko yang rendah. Menurut Foster (1986) selain itu, perataan laba tersebut juga meningkatkan kepuasan para pemegang saham, karena adanya penghasilan perusahan yang stabil. Sedangkan menurut Gordon (1964) Perataan laba (Income 4 smoothing) merupakan suatu sarana yang digunakan manajemen untuk mengurangi variabilitas urut-urutan pelaporan laba relatif terhadap beberapa uruturutan target yang terlihat karena adanya manipulasi variabel-variabel (akuntansi semu atau transaksi riil). Menurut Koch (1981) Jadi, praktik perataan laba merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh manajer untuk menekan variasi dalam laba. Hal ini dilakukan agar laba yang dilaporkan tidak fluktuatif dimana jumlah laba satu periode tidak terlalu besar dibandingkan dengan jumlah laba periode sebelumnya, sehingga laba yang dilaporkan tersebut terlihat stabil pertumbuhannya sesuai dengan tingkat pertumbuhan normal yang diharapkan pada periode itu. Perataan diharapkan dapat memberikan sinyal yang meningkatkan akurasi prediksi laba bagi investor, untuk kemudian dapat membangun opini dalam diri investor bahwa perusahaan, investee (emiten) yang labanya stabil tersebut mempunyai resiko yang rendah. Laba yang stabil juga dapat merefleksikan penghasilan stabil. Ini berarti menjamin tingkat pengembalian investasi (return) yang stabil pula. Resiko yang rendah dan return yang stabil inilah yang menentukan preferensi para investor. Jadi, resiko (risk) dan return merupakan indikator yang diperhitungkan oleh para investor dalam analisis investasinya, dalam hal ini investasi yang dimaksud adalah saham. Michelson et al (1995) dalam penelitian empirisnya mengenai hubungan antara perataan penghasilan dan kinerja pasar saham menemukan bahwa, perusahaan publik di Amerika Serikat yang melakukan praktik perataan penghasilan/laba adalah perusahaan yang memiliki nilai pasar saham relatif besar serta memiliki risiko dan return yang lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki nilai pasar saham yang kecil dan tidak melakukan praktik perataan penghasilan/laba. Sedangkan dalam sebuah penelitian replikasi yang dilakukan oleh Salno dan Baridwan (jurnal riset akuntansi vol.3 no 1, tahun 2000) dengan objek penelitian perusahaan publik di Indonesia pada periode sebelum krisis moneter yakni tahun 1993-1996 (4 tahun), ditemukan bahwa tidak ada perbedaan risiko dan return antara perusahaan yang melakukan praktik perataan laba dengan perusahaan yang tidak menerapkan praktik perataan laba. 5 Perbedaan dari hasil penelitian tersebut diatas, sangat menarik perhatian untuk dilakukannya penelitian ulang dengan mengamati risiko dan return, dalam rangka membandingkan kinerja saham antara perusahaan yang melakukan praktik perataan laba dan yang tidak melakukan praktik perataan laba di bursa efek Jakarta. Waktu pengamatan penelitian difokuskan pada periode 2001-2005 dan menggunakan sasaran laba antara lain, laba operasi dan laba bersih setelah pajak. Pengambilan periodisasi yang berbeda ini antara lain di latar belakangi oleh pendapat Jatiningrum (2001) yang menyatakan bahwa, adanya penurunan laba secara umum sehubungan dengan krisis yang melanda Indonesia, telah mengakibatkan meningkatnya kecenderungan manajemen untuk melakukan tindakan perataan laba. Menurut Bogue (1972) dan Gonedes (1973) untuk data return bulanan, 60 bulanan (5 tahun) merupakan periode yang optimal untuk mengestimasi beta yang di hitung dengan teknik regresi dengan menggunakan return-return sekuritas (sebagai variabel dependent) dan return-return pasar (sebagai variabel independent). Senada dengan pernyataan tersebut, menurut Jogiyanto (2003:270) periode 5 tahun merupakan periode yang memberikan hasil optimal dalam mengamati return saham dan mengestimasi beta (resiko) saham. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih lengkap mengenai resiko dan return saham perusahaan publik serta kondisi pasar modal di Indonesia yang mana dalam penelitian ini dalah Bursa Efek Jakarta. Berdasarkan uraian diatas, hal tersebutlah yang menjadi latar belakang mengapa penelitian ini dilakukan. Dengan demikian penulis akan melakukan perluasan penelitian atas perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa efek Jakarta (BEJ) dalam bentuk skripsi dengan judul: “Analisis Perbandingan Risk dan Return Perusahaan Yang Melakukan dan Yang Tidak Melakukan Praktik Perataan Laba (Income Smoothing) di Bursa Efek Jakarta”. 6 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian di atas, penulis mengidentifikasikan masalah berkenaan dengan topik penelitian yang hendak dilakukan yaitu: 1. Apakah terdapat perbedaan return saham antara perusahaan yang melakukan praktik perataan laba dengan perusahaan yang tidak menerapkan praktik perataan laba di Bursa Efek Jakarta. 2. Apakah terdapat perbedaan resiko saham antara perusahaan yang melakukan praktik perataan laba dengan perusahaan yang tidak melakukan praktik perataan laba di Bursa Efek Jakarta. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ini dimaksudkan untuk menyajikan bukti empiris mengenai adanya praktik perataan laba pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar pada Bursa Efek Jakarta (BEJ) dengan melihat faktor-faktor yang dapat dikaitkan dengan terjadinya praktik perataan laba tersebut. Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan return saham antara perusahaan yang menerapkan praktik perataan laba dengan perusahaan yang tidak menerapkan praktik perataan laba di Bursa Efek Jakarta. 2. Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan resiko saham antara perusahaan yang menerapkan praktik perataan laba dengan perusahaan yang tidak menerapkan praktik perataan laba di Bursa Efek Jakarta. 7 1.4 Kegunaan Penelitian Di harapkan dari penelitian ini diperoleh kegunaan bagi: 1. Penulis Penelitian ini tentunya memberikan tambahan pengetahuan dan pengalaman yang berharga di dalam memahami lebih jauh praktik akuntansi dan manajemen keuangan di dunia usaha, khususnya di lingkungan perusahaan publik. 2. Pihak Emiten Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai salah satu dasar pertimbangan dan evaluasi dalam memutuskan kebijaksanaan berkaitan dengan pelaksanaan praktik perataan laba (income smoothing practice) di perusahaan yang bersangkutan. 3. Pihak Investor Hasil penelitian ini dapat diperlakukan sebagai informasi dalam memutuskan investasi atas transaksi perdagangan saham di pasar modal. 4. Pihak Pemerintah Pemerintah, dalam hal ini Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) terinspirasi untuk membuat regulasi-regulasi yang membentengi kepentingan para investor dari itikad-itikad yang tidak baik dari para emiten, sehingga pasar modal Indonesia bisa menarik bagi para investor / calon investor asing. 5. Pihak-pihak Lain Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi khususnya untuk mengkaji ulang masalah yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam skripsi ini. 1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Saham merupakan salah satu instumen investasi yang sangat diminati dewasa ini dibandingkan instumen-instumen investasi lain seperti deposito, SBI, valas, Reksadana, ataupun obligasi. Para investor memiliki harapan bahwa dengan melakukan investasi pada saham akan memperoleh return baik dalam bentuk deviden yang besarnya minimal sama dengan tingkat suku bunga deposito, 8 ataupun dalam bentuk capital gain, yaitu dari hasil selisih harga jual dan harga beli. Pada umumnya perusahaan-perusahaan yang tingkat pertumbuhan labanya tidak fluktuatif atau tidak terlalu bervariasi, lebih menarik perhatian para investor, karena menurut para investor laba yang stabil (smooth income) mencerminkan bahwa perusahaan tersebut memiliki resiko rendah atau paling tidak resiko yang wajar dan berpotensi memberikan return yang stabil. Kebanyakan investor kurang menyukai perusahaan yang memiliki pertumbuhan laba yang fluktuatif atau variasi labanya tinggi, karena selain menyulitkan investor dalam melakukan prediksi atas laba atau earnings power perusahaan tersebut dimasa yang akan datang, fluktuasi laba juga mencerminkan ketidakpastian sehingga meningkatkan resiko. Prinsip akuntansi yang diterima umum memberikan kebebasan kepada pembuat laporan keuangan untuk memilih metode maupun kebijakan akuntansi yang dianggap paling sesuai untuk digunakan pada suatu periode pelaporan. Dengan adanya fleksibilitas tersebut yang ada kalanya akhirnya dimanfaatkan manajemen untuk melakukan perataan (smoothing). Dengan cara yang sistematis, manajemen dapat memilih metode atau kebijakan tertentu untuk mempengaruhi laba (income) yang dilaporkan ke periode pelaporan, yang tujuan akhirnya adalah untuk kepentingan manajemen yang ingin memaksimalkan kekayaan. Tujuan perataan laba menurut Foster (1986) adalah: 1. Memperbaiki citra perusahaan dimata pihak luar bahwa perusahaan tersebut memiliki resiko yang rendah. 2. Memberikan informasi yang relevan dalam melakukan prediksi terhadap laba dimasa yang akan datang. 3. Meningkatkan kepuasan relasi bisnis. 4. Meningkatkan persepsi pihak eksternal terhadap kemampuan manajemen. 5. Meningkatkan kompetensi bagi pihak manajemen. Berdasarkan uraian tersebut dikatakan bahwa adanya praktik pertaan laba merupakan konsekuensi ekonomi yang rasional, dikarenakan adanya berbagai kepentingan dan tujuan dari setiap stakeholders. Manajemen, sebagai individual yang rasional, memperhatikan kepentingannya, sehingga ia melakukan praktik 9 perataan laba. Dengan melakukan perataan laba juga diharapkan akan meningkatkan citra perusahaan di pasar modal, yakni sebagai perusahaan yang memepunyai resiko pada tingkat yang dipandang wajar dimata investor/ calon investor serta return yang stabil, sehingga dapat menarik para investor untuk berinvestasi dalam perusahaanya. Menurut Meilani dan Baridwan (2000), perataan laba ynag terjadi di pasar modal berpengaruh kepada pemegang saham. Gordon (1964) menjelaskan bahwa kepuasan para pemegang saham meningkat dengan adanya penghasilan perusahaan yang stabil. Sedangkan Beidlemen (1975) percaya bahwa manajemen melakukan praktik perataan laba untuk menciptakan suatu aliran yang stabil dan mengurangi covariance atas return dengan pasar. Untuk mengetahui apakah suatu perusahaan melakukan praktik perataan laba atau tidak, adalah dengan menggunakan salah satu model paling banyak digunakan dalam suatu studi atau penelitian tentang perataan laba, yaitu Eckle’s model atau indeks Eckle’s yang diajukan oleh Eckle (1981), indeks ini banyak digunakan karena objektif dan berdasarkan statistik, dengan pemisahan yang jelas antara perusahaan yang melakukan praktik perataan laba (income smooters) dan yang tidak melakukan praktik pertaan laba (non-income smooters). Eckle (1981) menggolongkan perataan laba ke dalam 2 (dua) tipe, yaitu perataan laba alami (natural smoothing) dan perataan yang disengaja (intentionally smoothing). Perataan alami adalah perataan laba yang terjadi akibat proses menghasilkan laba, sedangkan perataan yang disengaja merupakan hasil dari artificial smoothing maupun real smoothing. Artificial smoothing muncul ketika manajemen memanipulasi waktu pencatatan akuntansi untuk menghasilkan perataan laba. Artificial smoothing merupakan implementasi prosedur-prosedur akuntansi untuk memindahkan beban dan / pendapatan dari satu periode ke periode lain. Real smoothing muncul ketika manajemen melakukan tindakan untuk mengendalikan kejadian ekonomi tertentu yang mempengaruhi laba yang akan datang. Walaupun tindakan perataan laba dianggap sebagai suatu tindakan yang logis/ rasional dan umum dilakukan banyak negara, termasuk Indonesia, namun 10 dalam pelaksanaannya, praktik perataan laba menyebabkan diclosure dalam laporan keuangan menjadi tidak memadai. Akibat dari pelaksanaan praktik perataan laba, investor dan kreditor, sebagai pemakai laporan keuangan tidak memperoleh infiormasi yang cukup mengenai laba untuk mengevaluasi portofolio yang dimilikinya. Hal ini jelas merugikan para investor. Akan lebih baik jika laporan keuangan dilaporkan secara transparan dan netral sehingga investor dapat melakukan analisa investasi lebih tajam dan akurat. Di masa pemulihan ekonomi (recovery) ini para investor yang memiliki idle money berbondong-bondong mengalihkan preferensi investasinya dari instrumen keuangan (deposito) yang penuh resiko kepada instrumen pasar modal (saham). Tetapi untuk menginvestasikan idle money yang dimilikinya, yang mana jumlahnya sangat material, investor tersebut harus melakukan analisis terhadap resiko dan return saham-saham yang ada agar dapat menentukan saham mana yang layak untuk di investasikan, sehingga trauma krisis moneter tidak akan menimpa investasinya lagi di kemudian hari. Namun disfunctional behavior dari para emiten dengan melakukan praktik perataan laba telah membuat analisis investasi tersebut menjadi bias serta mengakibatkan sebagian investor cenderung mengabaikan perusahaan-perusahaan yang tidak melakukan praktik pertaan laba, walaupun setiap tahunnya perusahaan tersebut menunjukan tren laba yang meningkat, meskipun tingkat pertumbuhannya tidak stabil. Padahal, ada kemungkinan perusahaan / emiten yang tidak melakukan praktik perataan laba tersebut memiliki profitabilitas yang tinggi, return yang tinggi, dan resiko yang wajar. Hal ini yang mendasari penilaian untuk melakukan analisis perbandingan resiko dan return pada perusahaan publik yang melakukan praktik perataan laba dengan perusahaan publik yang tidak melakukan praktik perataan laba di Bursa Efek Jakarta melalui penelitian ini. 11 Menurut penelitian terdahulu yang dilakukan oleh: Nama : Andrean Stefanus Judul Penelitian : “Pengaruh Penerapan Praktik Perataan Laba (Income Smoothing) terhadap Price Earning Ratio di Bursa Efek Jakarta” Kesimpulan: Nilai rata-rata Price Earning Ratio pada perusahaan yang melakukan praktik perataan laba (Income Smoothing) lebih besar dari pada nilai rata-rata Price Earning Ratio pada perusahaan yang tidak melakukan perataan laba (Income Smoothing) serta praktik perataan laba berpengaruh secara tidak signifikan dan bersifat negatif terhadap Price earning Ratio di pasar modal. Kelebihan: Penelitian terdahulu ini menunjukan korelasi antara penerapan praktik perataan laba terhadap price earning ratio Kekurangan: 1. Penelitian terdahulu ini tidak menunjukan adanya perbandingan return yang cukup jelas antara perusahaan yang melakukan dan tidak melakukan praktik perataan laba (income smoothing). 2. Penelitian terdahulu ini tidak menunujukan perbedaan resiko saham antara perusahaan yang melakukan dan tidak melakukan praktik perataan laba (income smoothing). Berdasarkan pemikiran-pemikiran tersebut, penulis merumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: a. Terdapat perbedaan return saham yang signifikan antara perusahaan yang melakukan praktik perataan laba dengan perusahaan yang tidak melakukan praktik perataan laba di Bursa Efek Jakarta. b. Terdapat perbedaan resiko saham yang signifikan antara perusahaan yang melakukan praktik perataan laba dengan perusahaan yang tidak melakukan praktik perataan laba di Bursa Efek Jakarta. 12 1.6 Pembatasan Masalah Penelitian ini hanya membandingkan kinerja saham pada perusahaan yang melakukan praktik perataan laba (income smoothing) dan perusahaan yang tidak melakukan praktik perataan laba (income smoothing) di Bursa Efek Jakarta, dimana kinerja saham tersebut terdiri dari return dan resiko yang bersangkutan. Return dan resiko yang dibandingkan merupakan return dan resiko dari satu saham atau sekuritas bukan merupakan return dan resiko dari satu portofolio. Penelitian ini juga tidak meneliti faktor-faktor lainnya yang mungkin mempengaruhi return dan resiko saham tersebut. Oleh karena itu, untuk mengurangi pengaruh faktor-faktor lain tersebut, dilakukan beberapa pemilihan kriteria dalam pemilihan sampel, yang mana akan dijelaskan lebih lanjut dalam bab III yang menguraikan tentang objek dan metode penelitian. Penelitian ini juga tidak meneliti lebih lanjut instrumen-instrumen dalam laporan keuangan yang mungkin digunakan oleh manajemen untuk meratakan laba. 13 Gambar 1 berikut dapat terlihat kerangka pemikiran yang terangkum dalam bagan kerangka pemikiran. Gambar 1.1 Bagan Kerangka Pemikiran 14 1.7 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis, karena bertujuan untuk membuat deskripsi atau gambaran secara sisitematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta yang ada, penelitian ini menerangkan juga hubungan, menguji hipotesis dan mendapatkan makna dari fakta yang ada. Cara yang digunakan untuk memperoleh data dalam pembuatan skripsi ini, penulis menggunakan cara sebagai berikut: 1. Library Reaseach (penelitian kepustakaan) Yaitu dengan cara menggunakan data-data dari buku-buku dan bahan-bahan lainnya yang ada hubungannya dengan masalah yang sedang dibahas. 2. Field Research (penelitian lapangan) Observation Yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan cara meninjau dan mengunjungi Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan penulis melakukan pengamatan secara langsung untuk mencatat data maupun informasi yang ada hubungannya dibahas. 1.8 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada perusahaan-perusahaan yang listing di Bursa Efek Jakarta. Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan April 2006 sampai dengan Oktober 2006.