BAB I - Widyatama Repository

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Setelah diresmikan bahwa pasar modal di Indonesia diaktivkan kembali
terhitung sejak tanggal 10 Agustus 1977 maka aktivitas dipasar modal mulai
marak kembali. Hal ini ditunjukan dengan terjadi peningkatan aktivitas di bursa
dalam jumlah transaksinya setiap hari dan dalam jumlah emiten.
Investasi pada saham merupakan bentuk penanaman modal yang mulai
disukai masyarakat Indonesia. Bentuk investasi dalam saham selain dapat
memberikan keuntungan yang besar juga dapat menimbulkan kerugian yang tidak
sedikit bagi masyarakat sebagai penanam modal. Masyarakat harus berhati-hati
dalam memilih portofolio saham yang akan dijadikan tempat menanam modal.
Pemilihan portofolio saham pada dasarnya merupakan proses yang terdiri
dari:
1. Proses yang mempelajari lingkungan ekonomi dan modal, karakteristik
individual perusahaan untuk menghasilkan sekumpulan peramalan variabel
individual perusahaan
2. Mengaplikasikan peramalan data fundamental perusahaan dan data lingkungan
untuk meramalkan harga saham, return yang akan diperoleh dan resiko yang
akan diperoleh (proses penilaian)
3. Membentuk portofolio berdasarkan peramalan return yang akan diperoleh dari
saham-saham pemilihan portofolio saham. Investor berpijak pada informasi
keuangan tentang emiten yang dapat diperoleh dari laporan keuangan periodik
yang bersifat kualitatif seperti penggantian manajemen, penandatanganan
perjanjian ekspor perusahaan dan lain-lain. Selain investor, ada pihak-pihak
lain yang membutuhkan informasi mengenai emiten. Pihak-pihak lain tersebut
adalah pemegang saham, analis sekuritas, manager perusahaan, pegawai
perusahaan, pihak pemberi pinjaman, pemasok, pelanggan perusahaan,
pemerintah dan masyarakat. Pihak-pihak tersebut membutuhkan informasi
1
2
tersebut sebagai dasar pengambilan keputusan, alat untuk mengukur kinerja
manajemen, atau untuk menginterpretasikan kelangsungan hidup perusahaan.
Menurut (Foster, 1986:2) Banyaknya permintaan akan informasi tentang
emiten disebabkan karena informasi tersebut dapat mengurangi ketidakpastian
dalam profitabilitas perusahaan di masa yang akan datang, ketidak pastian dalam
kualitas manajemen dan ketidakpastian dalam kemampuan
perusahaan untuk
memenuhi kewajiban yang ditimbulkan oleh kontrak atau perjanjian yang di buat
perusahaan sebelumnya.
Diantara pihak-pihak yang telah disebutkan di atas, terdapat perbedaan
kepentingan antara kelompok internal dan kelompok eksternal. Perbedaan
kepentingan inilah yang mendorong munculnya konflik pertentangan di antara
mereka karena adanya pihak yang merasa dirugikan. Pertentangan yang dapat
terjadi antara pihak-pihak tersebut antara lain:
1.
Manajemen
berkeinginan
meningkatan
kesejahteraanya
sedangkan
pemegang saham berkeinginan meningkatkan kekayaannya.
2.
Manajemen berkeinginan memperoleh kredit sebesar mungkin dengan
bunga yang serendah mungkin sedangkan kreditor ingin memberikan kredit
sesuai dengan kemampuan perusahaan.
3.
Manajemen berkeinginan membayar pajak sekecil mungkin sedangkan
pemerintah ingin memungut pajak setinggi mungkin.
Pada dasarnya seorang investor yang rasional memiliki tujuan akhir
menciptakan suatu portofolio yang efisien, yaitu portofolio yang memberikan
hasil tertinggi untuk suatu tingkat resiko tertentu, atau mengandung risiko
terendah untuk tingkat hasil tertentu. Jika diberikan pilihan antara dua investasi
dengan resiko yang sama tetapi memberikan hasil yang berbeda maka investor
akan memilih alternatif dengan hasil yang tertinggi. Jika diberikan dua pilihan
sarana untuk berinvestasi yang memberikan hasil yang sama namun memiliki
tingkat resiko yang berbeda maka invertor tersebut akan memilih resiko yang
lebih rendah. Melalui mekanisme pasar yang ada, harapan dan penilaian terhadap
saham-saham yang diperoleh para investor pada saat mereka berusaha melakukan
investasi yang efisien akan tercermin pada permintaan dan penawaran saham yang
3
mereka lakukan dan kemudian akan menentukan harga saham tersebut dipasar.
Berbagai informasi ini akan sangat berpengaruh terhadap keputusan investasi
yang akan dilakukan oleh investor. Informasi tersebut adalah relevan bagi si
investor apabila keberadaan informasi tersebut menyebabkan adanya transaksi di
pasar modal (dimana transaksi ini tercermin dari perubahan harga saham / volume
perdagangan saham di pasar modal).
Media komunikasi yang umum digunakan untuk menghubungkan pihakpihak ini adalah laporan keuangan yang disusun oleh manajemen sebagai pihak
internal untuk mempertanggung jawabkan hasil kerjanya kepada pihak eksternal.
Secara umum, semua bagian dalam laporan keuangan yang terdiri dari neraca,
laporan laba rugi, laporan perubahan modal, laporan arus kas, dan catatan atas
laporan keuangan adalah keseluruhan dari laporan keuangan yang disajikan.
Namun dari hasil penelitian ditemukan bahwa para investor memiliki
kecenderungan lebih untuk memperhatikan laba yang terdapat pada laporan laba
rugi dibanding komponen lain yang lain yang terdapat dalam laporan keuangan
untuk mengukur kinerja dari suatu perusahaan. Earnings (laba) adalah salah satu
item dalam laporan keuangan yang memiliki peranan yang penting dalam proses
penilaian harga saham atau perusahaan pada suatu emiten. Situasi seperti ini
disadari oleh manajemen, terutama dari kalangan manajer yang kinerjanya diukur
berdasarkan informasi tersebut. Hal-hal seperti inilah yang akhirnya mendorong
para manajer untuk melakukan perilaku yang tidak semestinya (Disfunctional
Behavior), adapun
bentuk yang tidak semestinya yang timbul dalam
hubungannya dengan laba adalah praktik perataan laba (Income Smoothing
Practice), yaitu dengan mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan perusahaan,
sehingga perusahaan nampak memperoleh tingkat laba yang stabil dengan melalui
tehnik penyajian laporan keuangan per tahunnya. Hal ini dilakukan untuk
memeperbaiki citra perusahaan dimata investor, yaitu bahwa perusahaan memiliki
resiko yang rendah.
Menurut Foster (1986) selain itu, perataan laba tersebut juga
meningkatkan kepuasan para pemegang saham, karena adanya penghasilan
perusahan yang stabil. Sedangkan menurut Gordon (1964) Perataan laba (Income
4
smoothing) merupakan suatu sarana yang digunakan manajemen untuk
mengurangi variabilitas urut-urutan pelaporan laba relatif terhadap beberapa uruturutan target yang terlihat karena adanya manipulasi variabel-variabel (akuntansi
semu atau transaksi riil). Menurut Koch (1981) Jadi, praktik perataan laba
merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh manajer untuk menekan variasi
dalam laba. Hal ini dilakukan agar laba yang dilaporkan tidak fluktuatif dimana
jumlah laba satu periode tidak terlalu besar dibandingkan dengan jumlah laba
periode sebelumnya, sehingga laba yang dilaporkan tersebut terlihat stabil
pertumbuhannya sesuai dengan tingkat pertumbuhan normal yang diharapkan
pada periode itu.
Perataan diharapkan dapat memberikan sinyal yang meningkatkan akurasi
prediksi laba bagi investor, untuk kemudian dapat membangun opini dalam diri
investor bahwa perusahaan, investee (emiten) yang labanya stabil tersebut
mempunyai resiko yang rendah. Laba yang stabil juga dapat merefleksikan
penghasilan stabil. Ini berarti menjamin tingkat pengembalian investasi (return)
yang stabil pula. Resiko yang rendah dan return yang stabil inilah yang
menentukan preferensi para investor. Jadi, resiko (risk) dan return merupakan
indikator yang diperhitungkan oleh para investor dalam analisis investasinya,
dalam hal ini investasi yang dimaksud adalah saham. Michelson et al (1995)
dalam penelitian empirisnya mengenai hubungan antara perataan penghasilan dan
kinerja pasar saham menemukan bahwa, perusahaan publik di Amerika Serikat
yang melakukan praktik perataan penghasilan/laba adalah perusahaan
yang
memiliki nilai pasar saham relatif besar serta memiliki risiko dan return yang
lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki nilai pasar saham
yang kecil dan tidak melakukan praktik perataan penghasilan/laba. Sedangkan
dalam sebuah penelitian replikasi yang dilakukan oleh Salno dan Baridwan
(jurnal riset akuntansi vol.3 no 1, tahun 2000) dengan objek penelitian perusahaan
publik di Indonesia pada periode sebelum krisis moneter yakni tahun 1993-1996
(4 tahun), ditemukan bahwa tidak ada perbedaan
risiko dan return antara
perusahaan yang melakukan praktik perataan laba dengan perusahaan yang tidak
menerapkan praktik perataan laba.
5
Perbedaan dari hasil penelitian tersebut diatas, sangat menarik perhatian
untuk dilakukannya penelitian ulang dengan mengamati risiko dan return, dalam
rangka membandingkan kinerja saham antara perusahaan yang melakukan praktik
perataan laba dan yang tidak melakukan praktik perataan laba di bursa efek
Jakarta. Waktu pengamatan penelitian difokuskan pada periode 2001-2005 dan
menggunakan sasaran laba antara lain, laba operasi dan laba bersih setelah pajak.
Pengambilan periodisasi yang berbeda ini antara lain di latar belakangi oleh
pendapat Jatiningrum (2001) yang menyatakan bahwa, adanya penurunan laba
secara umum sehubungan dengan krisis yang melanda Indonesia, telah
mengakibatkan meningkatnya kecenderungan manajemen untuk melakukan
tindakan perataan laba.
Menurut Bogue (1972) dan Gonedes (1973) untuk data return bulanan, 60
bulanan (5 tahun) merupakan periode yang optimal untuk mengestimasi beta yang
di hitung dengan teknik regresi dengan menggunakan return-return sekuritas
(sebagai variabel dependent) dan return-return pasar (sebagai variabel
independent). Senada dengan pernyataan tersebut, menurut Jogiyanto (2003:270)
periode 5 tahun merupakan periode yang memberikan hasil optimal dalam
mengamati return saham dan mengestimasi beta (resiko) saham.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih
lengkap mengenai resiko dan return saham perusahaan publik serta kondisi pasar
modal di Indonesia yang mana dalam penelitian ini dalah Bursa Efek Jakarta.
Berdasarkan uraian diatas, hal tersebutlah yang menjadi latar belakang
mengapa penelitian ini dilakukan. Dengan demikian penulis akan melakukan
perluasan penelitian atas perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa efek
Jakarta (BEJ) dalam bentuk skripsi dengan judul:
“Analisis Perbandingan Risk dan Return Perusahaan Yang Melakukan dan
Yang Tidak Melakukan Praktik Perataan Laba (Income Smoothing) di Bursa
Efek Jakarta”.
6
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian di atas, penulis mengidentifikasikan masalah
berkenaan dengan topik penelitian yang hendak dilakukan yaitu:
1.
Apakah terdapat perbedaan return saham antara perusahaan yang melakukan
praktik perataan laba dengan perusahaan yang tidak menerapkan praktik
perataan laba di Bursa Efek Jakarta.
2.
Apakah terdapat perbedaan resiko saham antara perusahaan yang melakukan
praktik perataan laba dengan perusahaan yang tidak melakukan praktik
perataan laba di Bursa Efek Jakarta.
1.3 Maksud dan Tujuan
Penelitian ini dimaksudkan untuk menyajikan bukti empiris mengenai
adanya praktik perataan laba pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar pada
Bursa Efek Jakarta (BEJ) dengan melihat faktor-faktor yang dapat dikaitkan
dengan terjadinya praktik perataan laba tersebut.
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan return saham antara perusahaan
yang menerapkan praktik perataan laba dengan perusahaan yang tidak
menerapkan praktik perataan laba di Bursa Efek Jakarta.
2. Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan resiko saham antara
perusahaan yang menerapkan praktik perataan laba dengan perusahaan yang
tidak menerapkan praktik perataan laba di Bursa Efek Jakarta.
7
1.4 Kegunaan Penelitian
Di harapkan dari penelitian ini diperoleh kegunaan bagi:
1. Penulis
Penelitian ini tentunya memberikan tambahan pengetahuan dan pengalaman
yang berharga di dalam memahami lebih jauh praktik akuntansi dan
manajemen keuangan di dunia usaha, khususnya di lingkungan perusahaan
publik.
2. Pihak Emiten
Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai salah satu dasar pertimbangan dan
evaluasi dalam memutuskan kebijaksanaan berkaitan dengan pelaksanaan
praktik perataan laba (income smoothing practice) di perusahaan yang
bersangkutan.
3. Pihak Investor
Hasil penelitian ini dapat diperlakukan sebagai informasi dalam memutuskan
investasi atas transaksi perdagangan saham di pasar modal.
4. Pihak Pemerintah
Pemerintah, dalam hal ini Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM)
terinspirasi untuk membuat regulasi-regulasi yang membentengi kepentingan
para investor dari itikad-itikad yang tidak baik dari para emiten, sehingga
pasar modal Indonesia bisa menarik bagi para investor / calon investor asing.
5. Pihak-pihak Lain
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi khususnya untuk
mengkaji ulang masalah yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam
skripsi ini.
1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis
Saham merupakan salah satu instumen investasi yang sangat diminati
dewasa ini dibandingkan instumen-instumen investasi lain seperti deposito, SBI,
valas, Reksadana, ataupun obligasi. Para investor memiliki harapan bahwa dengan
melakukan investasi pada saham akan memperoleh return baik dalam bentuk
deviden yang besarnya minimal sama dengan tingkat suku bunga deposito,
8
ataupun dalam bentuk capital gain, yaitu dari hasil selisih harga jual dan harga
beli.
Pada umumnya perusahaan-perusahaan yang tingkat pertumbuhan labanya
tidak fluktuatif atau tidak terlalu bervariasi, lebih menarik perhatian para investor,
karena menurut para investor laba yang stabil (smooth income) mencerminkan
bahwa perusahaan tersebut memiliki resiko rendah atau paling tidak resiko yang
wajar dan berpotensi memberikan return yang stabil. Kebanyakan investor kurang
menyukai perusahaan yang memiliki pertumbuhan laba yang fluktuatif atau
variasi labanya tinggi, karena selain menyulitkan investor dalam melakukan
prediksi atas laba atau earnings power perusahaan tersebut dimasa yang akan
datang, fluktuasi laba juga mencerminkan ketidakpastian sehingga meningkatkan
resiko.
Prinsip akuntansi yang diterima umum memberikan kebebasan kepada
pembuat laporan keuangan untuk memilih metode maupun kebijakan akuntansi
yang dianggap paling sesuai untuk digunakan pada suatu periode pelaporan.
Dengan adanya fleksibilitas tersebut yang ada kalanya akhirnya dimanfaatkan
manajemen untuk melakukan perataan (smoothing). Dengan cara yang sistematis,
manajemen dapat memilih metode atau kebijakan tertentu untuk mempengaruhi
laba (income) yang dilaporkan ke periode pelaporan, yang tujuan akhirnya adalah
untuk kepentingan manajemen yang ingin memaksimalkan kekayaan. Tujuan
perataan laba menurut Foster (1986) adalah:
1. Memperbaiki citra perusahaan dimata pihak luar bahwa perusahaan
tersebut memiliki resiko yang rendah.
2. Memberikan informasi yang relevan dalam melakukan prediksi
terhadap laba dimasa yang akan datang.
3. Meningkatkan kepuasan relasi bisnis.
4. Meningkatkan persepsi pihak eksternal terhadap kemampuan
manajemen.
5. Meningkatkan kompetensi bagi pihak manajemen.
Berdasarkan uraian tersebut dikatakan bahwa adanya praktik pertaan laba
merupakan konsekuensi ekonomi yang rasional, dikarenakan adanya berbagai
kepentingan dan tujuan dari setiap stakeholders. Manajemen, sebagai individual
yang rasional, memperhatikan kepentingannya, sehingga ia melakukan praktik
9
perataan laba. Dengan melakukan perataan laba juga diharapkan akan
meningkatkan citra perusahaan di pasar modal, yakni sebagai perusahaan yang
memepunyai resiko pada tingkat yang dipandang wajar dimata investor/ calon
investor serta return yang stabil, sehingga dapat menarik para investor untuk
berinvestasi dalam perusahaanya.
Menurut Meilani dan Baridwan (2000), perataan laba ynag terjadi di
pasar modal berpengaruh kepada pemegang saham. Gordon (1964) menjelaskan
bahwa kepuasan para pemegang saham meningkat dengan adanya penghasilan
perusahaan yang stabil. Sedangkan Beidlemen (1975) percaya bahwa manajemen
melakukan praktik perataan laba untuk menciptakan suatu aliran yang stabil dan
mengurangi covariance atas return dengan pasar.
Untuk mengetahui apakah suatu perusahaan melakukan praktik perataan
laba atau tidak, adalah dengan menggunakan salah satu model paling banyak
digunakan dalam suatu studi atau penelitian tentang perataan laba, yaitu Eckle’s
model atau indeks Eckle’s yang diajukan oleh Eckle (1981), indeks ini banyak
digunakan karena objektif dan berdasarkan statistik, dengan pemisahan yang jelas
antara perusahaan yang melakukan praktik perataan laba (income smooters) dan
yang tidak melakukan praktik pertaan laba (non-income smooters).
Eckle (1981) menggolongkan perataan laba ke dalam 2 (dua) tipe, yaitu
perataan laba alami (natural smoothing) dan perataan yang disengaja
(intentionally smoothing). Perataan alami adalah perataan laba yang terjadi akibat
proses menghasilkan laba, sedangkan perataan yang disengaja merupakan hasil
dari artificial smoothing maupun real smoothing. Artificial smoothing muncul
ketika manajemen memanipulasi waktu pencatatan akuntansi untuk menghasilkan
perataan laba. Artificial smoothing merupakan implementasi prosedur-prosedur
akuntansi untuk memindahkan beban dan / pendapatan dari satu periode ke
periode lain. Real smoothing muncul ketika manajemen melakukan tindakan
untuk mengendalikan kejadian ekonomi tertentu yang mempengaruhi laba yang
akan datang.
Walaupun tindakan perataan laba dianggap sebagai suatu tindakan yang
logis/ rasional dan umum dilakukan banyak negara, termasuk Indonesia, namun
10
dalam pelaksanaannya, praktik perataan laba menyebabkan diclosure dalam
laporan keuangan menjadi tidak memadai. Akibat dari pelaksanaan praktik
perataan laba, investor dan kreditor, sebagai pemakai laporan keuangan tidak
memperoleh infiormasi yang cukup mengenai laba untuk mengevaluasi portofolio
yang dimilikinya.
Hal ini jelas merugikan para investor. Akan lebih baik jika laporan
keuangan dilaporkan secara transparan dan netral sehingga investor dapat
melakukan analisa investasi lebih tajam dan akurat.
Di masa pemulihan ekonomi (recovery) ini para investor yang memiliki
idle money berbondong-bondong mengalihkan preferensi investasinya dari
instrumen keuangan (deposito) yang penuh resiko kepada instrumen pasar modal
(saham). Tetapi untuk menginvestasikan idle money yang dimilikinya, yang mana
jumlahnya sangat material, investor tersebut harus melakukan analisis terhadap
resiko dan return saham-saham yang ada agar dapat menentukan saham mana
yang layak untuk di investasikan, sehingga trauma krisis moneter tidak akan
menimpa investasinya lagi di kemudian hari. Namun disfunctional behavior dari
para emiten dengan melakukan praktik perataan laba telah membuat analisis
investasi tersebut menjadi bias serta mengakibatkan sebagian investor cenderung
mengabaikan perusahaan-perusahaan yang tidak melakukan praktik pertaan laba,
walaupun setiap tahunnya perusahaan tersebut menunjukan tren laba yang
meningkat, meskipun tingkat pertumbuhannya tidak stabil. Padahal, ada
kemungkinan perusahaan / emiten yang tidak melakukan praktik perataan laba
tersebut memiliki profitabilitas yang tinggi, return yang tinggi, dan resiko yang
wajar. Hal ini yang mendasari penilaian untuk melakukan analisis perbandingan
resiko dan return pada perusahaan publik yang melakukan praktik perataan laba
dengan perusahaan publik yang tidak melakukan praktik perataan laba di Bursa
Efek Jakarta melalui penelitian ini.
11
Menurut penelitian terdahulu yang dilakukan oleh:
Nama
:
Andrean Stefanus
Judul Penelitian : “Pengaruh Penerapan Praktik Perataan Laba (Income
Smoothing) terhadap Price Earning Ratio di Bursa Efek
Jakarta”
Kesimpulan:
Nilai rata-rata Price Earning Ratio pada perusahaan yang melakukan
praktik perataan laba (Income Smoothing) lebih besar dari pada nilai rata-rata
Price Earning Ratio pada perusahaan yang tidak melakukan perataan laba (Income
Smoothing) serta praktik perataan laba berpengaruh secara tidak signifikan dan
bersifat negatif terhadap Price earning Ratio di pasar modal.
Kelebihan:
Penelitian terdahulu ini menunjukan korelasi antara penerapan praktik
perataan laba terhadap price earning ratio
Kekurangan:
1. Penelitian terdahulu ini tidak menunjukan adanya perbandingan return yang
cukup jelas antara perusahaan yang melakukan dan tidak melakukan praktik
perataan laba (income smoothing).
2. Penelitian terdahulu ini tidak menunujukan perbedaan resiko saham antara
perusahaan yang melakukan dan tidak melakukan praktik perataan laba
(income smoothing).
Berdasarkan pemikiran-pemikiran tersebut, penulis merumuskan hipotesis
penelitian sebagai berikut:
a. Terdapat perbedaan return saham yang signifikan antara perusahaan yang
melakukan praktik perataan laba dengan perusahaan yang tidak melakukan
praktik perataan laba di Bursa Efek Jakarta.
b. Terdapat perbedaan resiko saham yang signifikan antara perusahaan yang
melakukan praktik perataan laba dengan perusahaan yang tidak melakukan
praktik perataan laba di Bursa Efek Jakarta.
12
1.6 Pembatasan Masalah
Penelitian ini hanya membandingkan kinerja saham pada perusahaan yang
melakukan praktik perataan laba (income smoothing) dan perusahaan yang tidak
melakukan praktik perataan laba (income smoothing) di Bursa Efek Jakarta,
dimana kinerja saham tersebut terdiri dari return dan resiko yang bersangkutan.
Return dan resiko yang dibandingkan merupakan return dan resiko dari satu
saham atau sekuritas bukan merupakan return dan resiko dari satu portofolio.
Penelitian ini juga tidak meneliti faktor-faktor lainnya yang mungkin
mempengaruhi return dan resiko saham tersebut.
Oleh karena itu, untuk mengurangi pengaruh faktor-faktor lain tersebut,
dilakukan beberapa pemilihan kriteria dalam pemilihan sampel, yang mana akan
dijelaskan lebih lanjut dalam bab III yang menguraikan tentang objek dan metode
penelitian. Penelitian ini juga tidak meneliti lebih lanjut instrumen-instrumen
dalam laporan keuangan yang mungkin digunakan oleh manajemen untuk
meratakan laba.
13
Gambar 1 berikut dapat terlihat kerangka pemikiran yang terangkum
dalam bagan kerangka pemikiran.
Gambar 1.1
Bagan Kerangka Pemikiran
14
1.7 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
analitis, karena bertujuan untuk membuat deskripsi atau gambaran secara
sisitematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta yang ada, penelitian ini
menerangkan juga hubungan, menguji hipotesis dan mendapatkan makna dari
fakta yang ada.
Cara yang digunakan untuk memperoleh data dalam pembuatan skripsi ini,
penulis menggunakan cara sebagai berikut:
1.
Library Reaseach (penelitian kepustakaan)
Yaitu dengan cara menggunakan data-data dari buku-buku dan bahan-bahan
lainnya yang ada hubungannya dengan masalah yang sedang dibahas.
2.
Field Research (penelitian lapangan)
Observation
Yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan cara meninjau dan
mengunjungi Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan penulis melakukan pengamatan
secara langsung untuk mencatat data maupun informasi yang ada
hubungannya dibahas.
1.8 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada perusahaan-perusahaan yang listing di Bursa
Efek Jakarta. Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan April 2006 sampai
dengan Oktober 2006.
Download