View/Open - UMY Repository

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Perawatan ortodontik cekat
Perawatan ortodontik cekat adalah alat yang dipasang secara cekat
pada elemen gigi pasien sehingga alat tidak bisa dilepas oleh pasien
sampai perawatan selesai (Rahardjo, 2009). Hasil perawatan ortodontik
cekat ini dapat dipertahankan dengan alat khusus yang disebut retainer
sehingga dapat mencegah terjadinya relaps. Perawatan ortodontik dibagi
menjadi tiga menurut waktu dan tingkatan maloklusinya, antara lain:
ortodontik preventif, ortodontik interseptif dan ortodontik kuratif.
Perawatan ortodontik preventif adalah suatu tindakan yang dilakukan
untuk menjaga gigi agar tidak terjadi malposisi yang semestinya menjadi
oklusi normal pada waktu tertentu. Ortodontik preventif ini membutuhkan
kemampuan untuk menilai dento-fasial yang normal, perkembangan,
pertumbuhan dan penyimpangan dari arah normal. Pada perawatan ini,
diharuskan untuk menghilangkan kebiasaan yang melibatkan struktur
dento-fasial antara lain, malnutrisi, memelihara bentuk gigi dengan
restorasi yang tepat, penggunaan space maintainer setelah gigi susu
tanggal sebelum waktunya (Moyers, 1988).
Menurut American Association of Orthodontists dalam ortodontik
interseptif, untuk menangani kondisi maloklusi atau malformasi gigi untuk
menciptakan perkembangan yang normal. Langkah-langkah pencegahan
7
8
tersebut adalah mengontrol karies, anatomi restorasi gigi, pemeliharaan
ruang, koreksi kebiasaan buruk, kelainan genetik dan kongenital, dan
pengawasan tanggalnya gigi desidui. Prosedur dalam bidang ortodontik
preventif dan interseptif terlihat saling berhubungan, oleh karena itu
keduanya tidak bisa terpisahkan. Pada ortodontik interseptif sudah terjadi
adanya maloklusi atau malformasi gigi untuk ditangani sedangkan pada
ortodontik preventif ditujukan untuk mencegah maloklusi atau malformasi
(Moyers, 1988).
Ortodontik kuratif sama seperti ortodontik interseptif, sudah terjadi
adanya maloklusi dan kebutuhan untuk menghilangkan gejala dan
permasalahannya. Prosedur yang digunakan dalam ortodontik kuratif dapat
berupa mekanik, fungsional, dan pembedahan (Moyers, 1988).
Menurut periode perawatan ortodontik dibagi dalam 2 periode:
periode aktif dan periode pasif. Periode aktif, merupakan periode saat
menggunakan alat ortodontik yang memiliki tekanan mekanis untuk
dilakukan pengaturan gigi-gigi yang malposisi, atau dengan memanfaatkan
tekanan fungsional otot-otot sekitar mulut dilakukan perawatan untuk
mengoreksi hubungan rahang bawah dan rahang atas. Contoh : Alat aktif:
plat aktif, plat ekspansi dan alat pasif: activator (suatu alat myofungsional).
Dan periode pasif, merupakan periode perawatan setelah periode aktif
selesai, dengan tujuan untuk mempertahankan kedudukan gigi-gigi yang
telah dikoreksi agar tidak terjadi relaps (kembali seperti kedudukan
semula), sehingga gigi-gigi yang telah dikoreksi dapat dipertahankan dan
9
kemungkinan terjadinya relaps tersebut rendah. Periode ini dilakukan
dengan mempertahankan menggunakan retainer. Alat-alat retainer
bervariasi tergantung kasus pasien dan perawatan ortodontik yang
dilakukan (Sulandjari, 2008).
2. Relaps
Relaps adalah suatu keadaan dimana kembalinya sebagian atau
seluruh kondisi seperti sebelum perawatan ortodontik sehingga dapat
mengakibatkan
hilangnya hasil yang sudah dicapai dalam perawatan
ortodontik. Terdapat faktor-faktor
yang dapat menyebabkan relaps
(Iswari, 2012) yaitu 1). Relaps karena perubahan pertumbuhan, penelitian
menunjukkan bahwa pola pertumbuhan gigi permanen akan muncul jika
perawatan ortodontik dilakukan sebelum semua gigi tumbuh. Karena
itulah perawatan ortodontik harus dilakukan sampai gigi permanen sudah
tumbuh semuanya. 2). Tekanan otot gigi. Ketidakseimbangan otot diakhir
masa perawatan ortodontik akan menimbulkan maloklusi kembali.
Ortodontik diharapkan dapat mengharmonisasikan atau menyeimbangkan
semua otot-otot yang mengelilingi gigi geligi tersebut diakhir perawatan
ortodontik dengan tujuan untuk memperkuat kestabilan gigi-gigi tersebut.
3). Kegagalan menghilangkan faktor penyebab, penyebab maloklusi
sebaiknya diketahui saat menentukan diagnosa dan tahap perawatan harus
ditentukan atau direncanakan terlebih dahulu untuk mengurangi suatu
tingkat keparahan maloklusi tersebut. Kegagalan menghilangkan faktor
penyebab dapat mengakibatkan relaps. 4). Faktor tidak memakai retainer,
10
setelah perawatan ortodontik, penggunaan retainer harus dilanjutkan
selama 4-5 bulan untuk memberikan jaringan periodontal berekontruksi
kembali. Setelah masa ini, penggunaan retainer harus dilanjutkan selama
7-8 minggu lagi untuk memberikan jaringan gusi beradaptasi kembali
dengan posisi barunya. 5). Peranan gigi molar ketiga, gigi molar ketiga
muncul terakhir di masa pertumbuhan gigi geligi. Gigi molar ketiga erupsi
sekitar usia 18 sampai 21 tahun. Tekanan yang dihasilkan karena erupsi
gigi molar ketiga ini dianggap sebagai penyebab ketidakteraturan susunan
gigi anterior yang rentan relaps. 6). Tarikan pada periodontal, saat gigigigi digerakan secara ortodontik, jaringan utama periodontal dan gingival
yang mengelilingi gigi akan meregang. Jaringan yang merengang ini akan
memendek sehingga dapat berpotensi menyebabkan relaps pada gigi.
Menurut Bhalajhi (2001) membuktikan bahwa jaringan utama akan
berekontruksi dalam 4 minggu. Sebaliknya, jaringan gingival supra
alveolar butuh waktu selama 40 minggu untuk dapat menyesuaikan diri
dengan posisi baru, sehingga mudah terjadi relaps kembali.
3. Retainer
Retainer merupakan alat pasif ortodontik yang membantu dalam
mempertahankan dan menstabilisasi gigi dalam waktu yang lama untuk
memberikan kesempatan reorganisasi struktur-struktur pendukung setelah
tahap aktif dalam perawatan ortodontik (Profit,2007). Retainer merupakan
dasar dari pencegahan terjadinya relaps atau dalam kata lain mencegah
gigi kembali ke posisi awal dari maloklusi. Penggunaan alat pasif
11
merupakan periode setelah perawatan aktif selesai, saat memakai alat pasif
seperti retainer lepasan atau cekat harus digunakan selama kurang lebih 2
tahun untuk menstabilkan oklusi yang telah dicapai. Graber (2000),
memberikan alasan mengapa retainer dibutuhkan setelah perawatan
ortodontik karena setelah gigi yang malposisi digerakkan ke posisi yang
diinginkan, gigi tersebut harus didukung secara mekanis sampai semua
jaringan yang terlibat di dalamnya mendukung dan menjaganya pada
posisi yang baru, baik dalam struktur maupun fungsinya. (Mc Namara
2001).
Menurut Profit (2007), alasan utama mengapa retainer dibutuhkan
adalah karena gingiva dan jaringan periodontal dipengaruhi pergerakan
gigi dan memerlukan waktu untuk reorganisasi setelah alat dilepaskan,
tekanan jaringan lunak dapat menimbulkan relaps apabila gigi pada posisi
yang tidak stabil, pertumbuhan dapat mengubah hasil perawatan
ortodontik.
Menurut Bennet (2013) retainer dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu
retainer lepasan dan retainer cekat. Ada beberapa contoh retainer lepasan
antara lain: 1). Begg Retainer, alat ini terdiri dari busur yang memanjang
sampai molar terakhir. Retainer ini memiliki kawat yang tidak terlalu
berlebih sehingga bisa mengeliminasi resiko adanya ruang yang terbuka
atau diastema. 2). Clip on Retainer atau Spring Aligner, didesain khusus
untuk digunakan pada regio anterior. Alat ini biasa digunakan untuk
mengkoreksi kelainan gigi rotasi yang sering terlihat pada regio anterior
12
rahang bawah. 3). Removable Wraparound Retainer, retainer ini
merupakan versi kelanjutan dari spring aligner yang menutupi seluruh
gigi. Satu lengkung penuh retainer wraparound diindikasikan untuk kasus
kerusakan jaringan periodontal sebagai splinting. Kekurangannya adalah
membuat pasien sulit untuk berbicara dan resiko terjadinya masalah TMJ
(Profit, 2007). 4). Rickets Retainer, dikembangkan oleh Rickets, hampir
sama dengan Hawley retainer kecuali kawat pada bagian labial bermula
dari palatal kemudian melewati interproksimal antara gigi insisivus kedua
dan kaninus. Busur labial melengkung ke arah distal kaninus menuju ke
mesial. 5). Van Der Linden Retainer, popular di Eropa dikembangkan oleh
Frans vander Linden dari Netherland. Retainer ini hampir sama dengan
Hawley retainer dengan modifikasi busur labial pada gigi kaninus dalam
oklusi sentrik. Gigi anterior harus berkontak dengan palatum dan gigi
premolar serta molar harus beroklusi tanpa gangguan. Cengkram pada gigi
molar terakhir dapat digunakan untuk menggeser molar kedua yang berada
di bukal ke arah mesial dan palatal (Bennet, 2002). 6). Invisible
retainer/Vacuum Former Retainer, invisible retainer merupakan retainer
yang menutupi seluruh mahkota klinis dan sebagian jaringan gingiva.
Terbuat dari lembaran termoplastik transparan ultra tipis menggunakan
mesin biostar. Retainer ini tidak mencolok dan diterima dengan baik oleh
pasien. Retainer cekat adalah alat cekat yang digunakan untuk koreksi
ortodontik, dapat ditinggalkan ditempatnya sebagai retainer.
13
Retainer cekat terdiri dari tiga macam yaitu: 1). Banded Canine to
Canine Retainer, tipe retainer ini biasanya digunakan pada region anterior
bawah. Kaninus dipasang band dan kawat tebal dibentuk mengikuti aspek
lingual gigi kemudian disolder di band gigi kaninus. Band yang terpasang
di gigi kaninus menyebabkan kebersihan rongga mulut menjadi buruk dan
tidak estetik (Profit, 2007). 2). Bonded Lingual Retainer,
merupakan
retainer yang diikat di permukaan lingual gigi. Kawat stainless steel atau
kawat elgiloy biru ditempatkan di lingual mengikuti kurvatur anterior.
Bagian ujungnya diletakkan di kaninus kemudian di bonding. Selain itu
bonded lingual retainer dapat juga diletakkan dirahang atas setelah
perawatan diastema antara gigi insisivus sentral. Retainer akan mencegah
kembali celah di antara gigi insisivus sentral rahang atas. Kawat harus
disesuaikan sehingga bisa diletakkan dekat cingulum agar tidak
menyentuh kontak oklusal. Alternatif lain adalah menggunakan kawat
padat yang dibuat tidak melewati daerah interproksimal sehingga pasien
dapat melakukan
flossing dengan benang gigi. 3). Band and Spur
Retainer, retainer tipe ini digunakan pada kasus dengan satu gigi yang
dirawat secara ortodontik terutama untuk mengkoreksi rotasi atau untuk
labio-lingual displacement. Gigi yang sudah digerakkan telah di band dan
di spur disolder pada band sehingga mengikat gigi-gigi disampingnya.
4. Indeks PAR
Kebutuhan perawatan dan hasil perawatan telah dinilai selama
bertahun-tahun menggunakan beberapa indeks, antara lain handicaping
14
malocclusion index (HMA), index of treatment need (IOTN), dan Indeks
PAR. Indeks PAR adalah indeks yang dianggap lebih baik dibandingkan
indeks yang lain, karena memiliki validitas dan reliabilitas yang telah
teruji serta mempunyai keseragaman dalam intepretasi dan kriteria yang
diteliti (Richmond, 1992). Indeks PAR merupakan salah satu indeks untuk
menilai stabilitasi gigi setelah perawatan ortodontik. Skor Indeks PAR
dapat digunakan untuk mengetahui peningkatan maloklusi berupa
perbaikan saat perawatan dan untuk mengevaluasi stabilitas dan relaps
pada pasien ortodontik yang telah terbukti valid dari beberapa penelitian
(Sarah, 2005).
Penilaian antara kasus sebelum dan sesudah perawatan menggunakan
indeks PAR memiliki 11 komponen, masing-masing komponen memiliki
beberapa skor yang dinilai dengan kriteria tertentu berdasarkan
keparahannya. Dari 11 komponen pada tabel 1, beberapa komponen
individual tidak dimasukkan dalam bobot indeks PAR karena tidak
memiliki nilai yang bermakna dalam memprediksi keberhasilan perawatan
ortodontik. Segmen bukal (berjarak, berjejal dan impaksi) merupakan
salah satu komponen dari bobot indeks PAR. Salah satu alasan yang
dijelaskan adalah titik kontak antara gigi bukal sangat bervariasi. Jika
perubahan letak (displacement) gigi parah, akan menghasilkan oklusi
crossbite dan skornya dicatat pada oklusi bukal kanan atau kiri (tidak lagi
pada penilaian titik kontak). Adanya premolar impaksi juga tidak
dimasukkan dalam bobot indeks PAR. Selain karena prevalensinya sangat
15
sedikit, pencabutan premolar juga sering dilakukan pada kasus yang
membutuhkan ruang sehingga tidak memberikan pengaruh dalam menilai
keberhasilan perawatan.
Tabel 1. Komponen indeks PAR
No
Komponen
1. Segmen bukal rahang atas kanan
2. Segmen anterior rahang atas
3. Segmen bukal rahang atas kir
4. Segmen bukal rahang bawah kanan
5. Segmen anterior rahang bawah
6. Segmen bukal rahang bawah kiri
7. Oklusi bukal kanan
8. Overjet
9. Overbite
10. Garis median
11 Oklusi
Sumber: Richmond dkk (1992)
Dari 11 komponen pada tabel di atas, terdapat 5 komponen utama
dalam pemeriksannya, masing-masing komponen tersebut dinilai dan
diberi bobot bedasarkan besaran yang telah ditentukan. Setiap skor
komponen diakumulasikan dan dikalikan bobotnya masing-masing,
sehingga menghasilkan jumlah skor akhir dari 5 komponen utama yang
digunakan.
Lima komponen utama yang diperiksa beserta bobotnya (Tabel 2)
adalah: Penilaian skor segmen anterior (Tabel 3). Penilaian skor oklusi
bukal, ( Tabel 4). Penilaian skor overjet, (Tabel 5). Penilaian skor overbite
(Tabel 6). Penilaian skor garis median ( Tabel 6).
16
Tabel 2. Derajat Pembobotan PAR Indeks.
1.
2.
3.
4.
5.
Komponen
Segmen Anterior Atas dan Bawah
Oklusi bukal kanan dan kiri
Jarak Gigit
Tumpang Gigit
Garis Tengah
Bobot
1
1
6
2
4
Sumber: Richmon dkk (1992)
a. Penilaian skor segmen anterior. Pengukuran pergeseran titik kontak
dimulai dari mesial gigi kaninus kiri ke titik kontak mesial gigi
kaninus kanan (Gambar 1). Penilaian skor pada kasus ini yaitu
mengukur gigi berjejal (crowded), berjarak (spacing), dan impaksi gigi
(impacted teeth). Gigi kaninus yang impaksi dicatat pada segmen
anterior rahang atas dan rahang bawah (Tabel 3).
Gambar1. Penilaian skor segmen anterior dengan Metode Richmond,dkk
menggunakan PAR Ruler.
Tabel 3.Penilaian skor segmen anterior
Skor
0
1
2
3
4
5
Kelainan
0-1 mm
1,1 -2 mm
2,1-4 mm
4,1-8 mm
Lebih besar dari 8 mm
Gigi impaksi
Sumber: Richmond dkk (1992)
17
b. Penilaian skor oklusi bukal. Penilaian skor ini dicatat dalam keadaan
oklusi gigi posterior di sisi kiri dan kanan mulai dari gigi kaninus ke
molar terakhir (Gambar 2), dengan cara melihat dalam tiga arah yaitu,
anteroposterior, vertikal dan transversal (Tabel 4).
Gambar 2. Penilaian skor oklusi bukal (Richmond dkk., 1992)
Tabel 4. Penilaian skor oklusi bukal
No Skor
Komponen
1.
Antero-posterior
0
Interdigitasi baik kelas I,II, III
1
Kelainan kurang dari setengah unit
2
Kelainan pada setengah unit (cups to cups)
2.
Vertikal
0
Tidak ada kelainan
1
Gigitan terbuka sedikitnya pada dua gigi, dengan jarak lebih
dari 2 mm
3.
Transversal
0
Tidak ada crossbite
1
Kecenderungan crossbite
2
Crossbite pada salah satu gigi
3
Crossbite lebih dari satu gigi
4
Lebih dari satu gigi scissor bite
Sumber: Richmond dkk (1992)
c. Penilaian skor overjet. Penilaian skor ini untuk semua gigi insisivus.
Penilaian dilakukan dengan menempatkan penggaris indeks PAR
sejajar dataran oklusal dan radial dengan lengkung gigi (Gambar 3).
18
Jika terdapat dua insisivus yang crossbite dan memiliki overjet 4 mm,
skornya adalah 3 (untuk crossbite) ditambah 1 (untuk overjet 4 mm),
sehingga total skornya adalah 4. Tabel penilaian skor overjet dapat
dilihat pada tabel 5.
Gambar 3. Penilaian skor overjet dengan Metode Richmond dkk menggunakan PAR
Ruler (Richmond dkk., 1992)
Tabel 5. Penilaian skor overjet
No Skor
Komponen
1.
Overjet
0
0-3 mm
1
3,1-5 mm
2
5,1-7 mm
3
7,1-9 mm
4
Lebih besar dari 9 mm
2.
Crossbite anterior
0
Tidak ada kelainan
1
Satu atau lebih gigi edge to edge
2
Crossbite pada satu gigi
3
Crossbite pada dua gigi
4
Crossbite lebih dari dua gigi
Sumber: Richmond dkk (1992)
d. Penilaian skor overbite. Penilaian skor ini untuk semua gigi insisivus
yang dinilai dari jarak tumpang tindih dalam arah vertikal gigi
insisivus atas terhadap panjang mahkota klinis gigi insisivus bawah
(Gambar 4), dan dinilai berdasarkan besarnya gigitan terbuka (Tabel
19
6). Skor yang dicatat adalah nilai overbite yang terbesar diantara gigi
insisivus.
Gambar 4. Penilaian skor overbite (Richmond dkk., 1992)
Tabel 6.Penilaian skor overbite
No Skor
Komponen
1.
Gigitan Terbuka
0
Tidak ada gigitan terbuka
1
Gigitan terbuka kurang dari atau sama dengan 1 mm
2
Gigitan terbuka 1,1-2 mm
3
Gigitan terbuka 2,1-3 mm
4
Gigitan terbuka sama dengan atau lebih dari 4 mm
2.
Overbite
0
Besarnya penutupan kurang dari atau sama dengan 1/3
tinggi mahkota gigi insisivus bawah
1
Besarnya penutupan lebih dari 1/3, tetapi kurang dari 2/3
tinggi mahkota gigi insisivus bawah
2
Besarnya penutupan lebih dari 2/3 tinggi mahkota gigi
insisivus bawah
3
Besarnya penutupan sama dengan / lebih dari tinggi
mahkota gigi insisivus bawah
Sumber: Richmond dkk (1992)
e. Penilaian skor garis median. Penilaian skor ini dinilai dari hubungan
garis tengah lengkung gigi atas terhadap lengkung gigi bawah
(Gambar 5). Garis tengah lengkung gigi diwakili oleh garis pertemuan
kedua gigi insisivus pertama atas terhadap garis pertemuan kedua gigi
20
insisivus bawah (Tabel 7). Jika gigi insisivus bawah sudah dicabut
penilaian skor garis median tidak dicatat.
Gambar 5.Penilaian skor garis median (Richmond dkk., 1992)
Tabel 7.Penilaian skor garis median
Skor
Komponen
0
Tidak ada pergeseran garis median – ¼ lebar gigi insisivus bawah
1
Lebih dari ¼ - ½ lebar gigi insisivus bawah
2
Lebih dari ½ lebar gigi insisivus bawah
Sumber: Richmond dkk (1992)
Pengukuran pada model sebelum dan sesudah perawatan dilakukan
dengan penggaris khusus indeks PAR.
Gambar 6.Penggaris plastik indeks PAR (Richmond dkk., 1992)
Dua macam cara untuk menilai kemajuan hasil perawatan
menggunakan PAR Index (Richmond dkk, 1992) yaitu: 1) jika skor pra
perawatan ≥22 selisih dihitung berdasarkan berkurangnya skor, 2) jika
skor pra perawatan <22 selisih dihitung dalam persen.
PAR Indek adalah suatu indeks yang menilai hasil perawatan
ortodontik secara objektif, sehingga setiap skor maloklusi dapat
dimasukan ke dalam kelompok maloklusi berdasarkan keparahannya baik
21
pra maupun pasca perawatan seperti terlihat pada Tabel 8. (Richmond dkk,
1992).
Tabel 8. Distribusi subjek menurut keparahan maloklusi
Skor PAR Indeks
Keparahan Maloklusi
0
Ideal
1-16
Ringan
17-32
Sedang
33-48
Parah
>48
Sangat parah
Pada penelitian Yami pada tahun 1999 pasien dievaluasi dengan
menggunakan Peer Assessment Rating Indexs menunjukan 50% relaps
terlihat setelah 2 tahun pasca penggunaan retainer, 28% relaps terlihat
setelah 2-5 tahun pasca penggunaan retainer, dan 12% relaps terlihat
setelah 5-10 tahun pasca penggunaan retainer dan menurut Pritartha S.
Anindita pada tahun 2009 PAR index dapat digunakan untuk evaluasi
tingkat keberhasilan perawatan ortodontik.
B. LandasanTeori
Maloklusi adalah gangguan atau cacat fungsional yang dapat menjadi
hambatan bagi kesehatan emosional maupun fisik. Kelainan maloklusi dapat
menyebabkan masalah yaitu, adanya masalah dalam pergerakan rahang,
masalah mastikasi, diskriminasi sosial karena masalah penampilan dan estetik
wajah. Penatalaksanaannya adalah dengan perawatan ortodontik. Perawatan
22
ortodontik merupakan prosedur jangka panjang yang bertujuan mendapatkan
oklusi yang normal tanpa terjadinya rotasi dan diastema. Hasil perawatan
ortodontik harus dipertahankan agar hasil yang sudah dicapai tidak berubah
kembali seperti sebelum perawatan, atau mengalami relaps dengan
menggunakan alat retainer.
Relaps adalah suatu kejadian atau keadaan yang dijumpai setelah
perawatan ortodontik yang ditandai dengan kembalinya sebagian atau
seluruhnya kondisi seperti sebelum dilakukan perawatan. Ada beberapa
penyebab terjadinya relaps yaitu relaps karena perubahan pertumbuhan,
tekanan otot, kegagalan menghilangkan faktor penyebab dan faktor tidak
menggunakan
insidensi
retainer. Penelitian sebelumnya masih terdapat beberapa
relaps yang diukur menggunakan PAR, pada 2 tahun pasca
penggunaan retainer sebesar 50%, 2-5 tahun sebesar 28%, 5-10 tahun sebesar
12% , dan 78 pasien terdapat data kejadian penuruan PAR sebesar 62% .
Keberhasilan dari suatu perawatan ortodontik dipengaruhi oleh faktorfaktor kooperatif individu dalam pemakaian alat ortodontik, dan pemilihan
retainer yang sesuai. Oleh karena itu, setelah perawatan ortodontik selesai,
diperlukan evaluasi untuk mengetahui keberhasilan suatu perawatan. Untuk
melakukan penilaian tersebut, digunakan suatu indeks. Salah satu indeks yang
digunakan adalah dengan menggunakan Indeks PAR. Indeks PAR untuk
mengukur keparahan maloklusi sebelum, sesudah, kemajuan perawatan
ortodontik dan evaluasi terjadinya relaps. Skor PAR didapatkan dari cetakan
23
komponen oklusi yang terdiri dari overbite, overjet, midline discrepancy,
anterior segment alignment, dan buccal occlusion.
C. Kerangka Konsep
Maloklusi
Perawatan
Ortodontik Cekat
Periode Aktif
Periode Pasif
Tidak
Menggunakan
Retainer
Penggunaan
Retainer
Pengukuran
dengan indeks
PAR
Prevalensi
terjadinya relaps
Gambar 7. Kerangka konsep
24
D. Hipotesis
Berdasarkan uraian latar belakang dan tinjauan pustaka diatas diambil
hipotesis: Terjadi prevalensi relaps setelah perawatan ortodontik cekat yang
tinggi berdasarkan perhitungan menggunakan indeks PAR.
Download