BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Perawatan ortodontik cekat Perawatan ortodontik cekat adalah alat yang dipasang secara cekat pada elemen gigi pasien sehingga alat tidak bisa dilepas oleh pasien sampai perawatan selesai (Rahardjo, 2009). Hasil perawatan ortodontik cekat ini dapat dipertahankan dengan alat khusus yang disebut retainer sehingga dapat mencegah terjadinya relaps. Perawatan ortodontik dibagi menjadi tiga menurut waktu dan tingkatan maloklusinya, antara lain: ortodontik preventif, ortodontik interseptif dan ortodontik kuratif. Perawatan ortodontik preventif adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk menjaga gigi agar tidak terjadi malposisi yang semestinya menjadi oklusi normal pada waktu tertentu. Ortodontik preventif ini membutuhkan kemampuan untuk menilai dento-fasial yang normal, perkembangan, pertumbuhan dan penyimpangan dari arah normal. Pada perawatan ini, diharuskan untuk menghilangkan kebiasaan yang melibatkan struktur dento-fasial antara lain, malnutrisi, memelihara bentuk gigi dengan restorasi yang tepat, penggunaan space maintainer setelah gigi susu tanggal sebelum waktunya (Moyers, 1988). Menurut American Association of Orthodontists dalam ortodontik interseptif, untuk menangani kondisi maloklusi atau malformasi gigi untuk menciptakan perkembangan yang normal. Langkah-langkah pencegahan 7 8 tersebut adalah mengontrol karies, anatomi restorasi gigi, pemeliharaan ruang, koreksi kebiasaan buruk, kelainan genetik dan kongenital, dan pengawasan tanggalnya gigi desidui. Prosedur dalam bidang ortodontik preventif dan interseptif terlihat saling berhubungan, oleh karena itu keduanya tidak bisa terpisahkan. Pada ortodontik interseptif sudah terjadi adanya maloklusi atau malformasi gigi untuk ditangani sedangkan pada ortodontik preventif ditujukan untuk mencegah maloklusi atau malformasi (Moyers, 1988). Ortodontik kuratif sama seperti ortodontik interseptif, sudah terjadi adanya maloklusi dan kebutuhan untuk menghilangkan gejala dan permasalahannya. Prosedur yang digunakan dalam ortodontik kuratif dapat berupa mekanik, fungsional, dan pembedahan (Moyers, 1988). Menurut periode perawatan ortodontik dibagi dalam 2 periode: periode aktif dan periode pasif. Periode aktif, merupakan periode saat menggunakan alat ortodontik yang memiliki tekanan mekanis untuk dilakukan pengaturan gigi-gigi yang malposisi, atau dengan memanfaatkan tekanan fungsional otot-otot sekitar mulut dilakukan perawatan untuk mengoreksi hubungan rahang bawah dan rahang atas. Contoh : Alat aktif: plat aktif, plat ekspansi dan alat pasif: activator (suatu alat myofungsional). Dan periode pasif, merupakan periode perawatan setelah periode aktif selesai, dengan tujuan untuk mempertahankan kedudukan gigi-gigi yang telah dikoreksi agar tidak terjadi relaps (kembali seperti kedudukan semula), sehingga gigi-gigi yang telah dikoreksi dapat dipertahankan dan 9 kemungkinan terjadinya relaps tersebut rendah. Periode ini dilakukan dengan mempertahankan menggunakan retainer. Alat-alat retainer bervariasi tergantung kasus pasien dan perawatan ortodontik yang dilakukan (Sulandjari, 2008). 2. Relaps Relaps adalah suatu keadaan dimana kembalinya sebagian atau seluruh kondisi seperti sebelum perawatan ortodontik sehingga dapat mengakibatkan hilangnya hasil yang sudah dicapai dalam perawatan ortodontik. Terdapat faktor-faktor yang dapat menyebabkan relaps (Iswari, 2012) yaitu 1). Relaps karena perubahan pertumbuhan, penelitian menunjukkan bahwa pola pertumbuhan gigi permanen akan muncul jika perawatan ortodontik dilakukan sebelum semua gigi tumbuh. Karena itulah perawatan ortodontik harus dilakukan sampai gigi permanen sudah tumbuh semuanya. 2). Tekanan otot gigi. Ketidakseimbangan otot diakhir masa perawatan ortodontik akan menimbulkan maloklusi kembali. Ortodontik diharapkan dapat mengharmonisasikan atau menyeimbangkan semua otot-otot yang mengelilingi gigi geligi tersebut diakhir perawatan ortodontik dengan tujuan untuk memperkuat kestabilan gigi-gigi tersebut. 3). Kegagalan menghilangkan faktor penyebab, penyebab maloklusi sebaiknya diketahui saat menentukan diagnosa dan tahap perawatan harus ditentukan atau direncanakan terlebih dahulu untuk mengurangi suatu tingkat keparahan maloklusi tersebut. Kegagalan menghilangkan faktor penyebab dapat mengakibatkan relaps. 4). Faktor tidak memakai retainer, 10 setelah perawatan ortodontik, penggunaan retainer harus dilanjutkan selama 4-5 bulan untuk memberikan jaringan periodontal berekontruksi kembali. Setelah masa ini, penggunaan retainer harus dilanjutkan selama 7-8 minggu lagi untuk memberikan jaringan gusi beradaptasi kembali dengan posisi barunya. 5). Peranan gigi molar ketiga, gigi molar ketiga muncul terakhir di masa pertumbuhan gigi geligi. Gigi molar ketiga erupsi sekitar usia 18 sampai 21 tahun. Tekanan yang dihasilkan karena erupsi gigi molar ketiga ini dianggap sebagai penyebab ketidakteraturan susunan gigi anterior yang rentan relaps. 6). Tarikan pada periodontal, saat gigigigi digerakan secara ortodontik, jaringan utama periodontal dan gingival yang mengelilingi gigi akan meregang. Jaringan yang merengang ini akan memendek sehingga dapat berpotensi menyebabkan relaps pada gigi. Menurut Bhalajhi (2001) membuktikan bahwa jaringan utama akan berekontruksi dalam 4 minggu. Sebaliknya, jaringan gingival supra alveolar butuh waktu selama 40 minggu untuk dapat menyesuaikan diri dengan posisi baru, sehingga mudah terjadi relaps kembali. 3. Retainer Retainer merupakan alat pasif ortodontik yang membantu dalam mempertahankan dan menstabilisasi gigi dalam waktu yang lama untuk memberikan kesempatan reorganisasi struktur-struktur pendukung setelah tahap aktif dalam perawatan ortodontik (Profit,2007). Retainer merupakan dasar dari pencegahan terjadinya relaps atau dalam kata lain mencegah gigi kembali ke posisi awal dari maloklusi. Penggunaan alat pasif 11 merupakan periode setelah perawatan aktif selesai, saat memakai alat pasif seperti retainer lepasan atau cekat harus digunakan selama kurang lebih 2 tahun untuk menstabilkan oklusi yang telah dicapai. Graber (2000), memberikan alasan mengapa retainer dibutuhkan setelah perawatan ortodontik karena setelah gigi yang malposisi digerakkan ke posisi yang diinginkan, gigi tersebut harus didukung secara mekanis sampai semua jaringan yang terlibat di dalamnya mendukung dan menjaganya pada posisi yang baru, baik dalam struktur maupun fungsinya. (Mc Namara 2001). Menurut Profit (2007), alasan utama mengapa retainer dibutuhkan adalah karena gingiva dan jaringan periodontal dipengaruhi pergerakan gigi dan memerlukan waktu untuk reorganisasi setelah alat dilepaskan, tekanan jaringan lunak dapat menimbulkan relaps apabila gigi pada posisi yang tidak stabil, pertumbuhan dapat mengubah hasil perawatan ortodontik. Menurut Bennet (2013) retainer dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu retainer lepasan dan retainer cekat. Ada beberapa contoh retainer lepasan antara lain: 1). Begg Retainer, alat ini terdiri dari busur yang memanjang sampai molar terakhir. Retainer ini memiliki kawat yang tidak terlalu berlebih sehingga bisa mengeliminasi resiko adanya ruang yang terbuka atau diastema. 2). Clip on Retainer atau Spring Aligner, didesain khusus untuk digunakan pada regio anterior. Alat ini biasa digunakan untuk mengkoreksi kelainan gigi rotasi yang sering terlihat pada regio anterior 12 rahang bawah. 3). Removable Wraparound Retainer, retainer ini merupakan versi kelanjutan dari spring aligner yang menutupi seluruh gigi. Satu lengkung penuh retainer wraparound diindikasikan untuk kasus kerusakan jaringan periodontal sebagai splinting. Kekurangannya adalah membuat pasien sulit untuk berbicara dan resiko terjadinya masalah TMJ (Profit, 2007). 4). Rickets Retainer, dikembangkan oleh Rickets, hampir sama dengan Hawley retainer kecuali kawat pada bagian labial bermula dari palatal kemudian melewati interproksimal antara gigi insisivus kedua dan kaninus. Busur labial melengkung ke arah distal kaninus menuju ke mesial. 5). Van Der Linden Retainer, popular di Eropa dikembangkan oleh Frans vander Linden dari Netherland. Retainer ini hampir sama dengan Hawley retainer dengan modifikasi busur labial pada gigi kaninus dalam oklusi sentrik. Gigi anterior harus berkontak dengan palatum dan gigi premolar serta molar harus beroklusi tanpa gangguan. Cengkram pada gigi molar terakhir dapat digunakan untuk menggeser molar kedua yang berada di bukal ke arah mesial dan palatal (Bennet, 2002). 6). Invisible retainer/Vacuum Former Retainer, invisible retainer merupakan retainer yang menutupi seluruh mahkota klinis dan sebagian jaringan gingiva. Terbuat dari lembaran termoplastik transparan ultra tipis menggunakan mesin biostar. Retainer ini tidak mencolok dan diterima dengan baik oleh pasien. Retainer cekat adalah alat cekat yang digunakan untuk koreksi ortodontik, dapat ditinggalkan ditempatnya sebagai retainer. 13 Retainer cekat terdiri dari tiga macam yaitu: 1). Banded Canine to Canine Retainer, tipe retainer ini biasanya digunakan pada region anterior bawah. Kaninus dipasang band dan kawat tebal dibentuk mengikuti aspek lingual gigi kemudian disolder di band gigi kaninus. Band yang terpasang di gigi kaninus menyebabkan kebersihan rongga mulut menjadi buruk dan tidak estetik (Profit, 2007). 2). Bonded Lingual Retainer, merupakan retainer yang diikat di permukaan lingual gigi. Kawat stainless steel atau kawat elgiloy biru ditempatkan di lingual mengikuti kurvatur anterior. Bagian ujungnya diletakkan di kaninus kemudian di bonding. Selain itu bonded lingual retainer dapat juga diletakkan dirahang atas setelah perawatan diastema antara gigi insisivus sentral. Retainer akan mencegah kembali celah di antara gigi insisivus sentral rahang atas. Kawat harus disesuaikan sehingga bisa diletakkan dekat cingulum agar tidak menyentuh kontak oklusal. Alternatif lain adalah menggunakan kawat padat yang dibuat tidak melewati daerah interproksimal sehingga pasien dapat melakukan flossing dengan benang gigi. 3). Band and Spur Retainer, retainer tipe ini digunakan pada kasus dengan satu gigi yang dirawat secara ortodontik terutama untuk mengkoreksi rotasi atau untuk labio-lingual displacement. Gigi yang sudah digerakkan telah di band dan di spur disolder pada band sehingga mengikat gigi-gigi disampingnya. 4. Indeks PAR Kebutuhan perawatan dan hasil perawatan telah dinilai selama bertahun-tahun menggunakan beberapa indeks, antara lain handicaping 14 malocclusion index (HMA), index of treatment need (IOTN), dan Indeks PAR. Indeks PAR adalah indeks yang dianggap lebih baik dibandingkan indeks yang lain, karena memiliki validitas dan reliabilitas yang telah teruji serta mempunyai keseragaman dalam intepretasi dan kriteria yang diteliti (Richmond, 1992). Indeks PAR merupakan salah satu indeks untuk menilai stabilitasi gigi setelah perawatan ortodontik. Skor Indeks PAR dapat digunakan untuk mengetahui peningkatan maloklusi berupa perbaikan saat perawatan dan untuk mengevaluasi stabilitas dan relaps pada pasien ortodontik yang telah terbukti valid dari beberapa penelitian (Sarah, 2005). Penilaian antara kasus sebelum dan sesudah perawatan menggunakan indeks PAR memiliki 11 komponen, masing-masing komponen memiliki beberapa skor yang dinilai dengan kriteria tertentu berdasarkan keparahannya. Dari 11 komponen pada tabel 1, beberapa komponen individual tidak dimasukkan dalam bobot indeks PAR karena tidak memiliki nilai yang bermakna dalam memprediksi keberhasilan perawatan ortodontik. Segmen bukal (berjarak, berjejal dan impaksi) merupakan salah satu komponen dari bobot indeks PAR. Salah satu alasan yang dijelaskan adalah titik kontak antara gigi bukal sangat bervariasi. Jika perubahan letak (displacement) gigi parah, akan menghasilkan oklusi crossbite dan skornya dicatat pada oklusi bukal kanan atau kiri (tidak lagi pada penilaian titik kontak). Adanya premolar impaksi juga tidak dimasukkan dalam bobot indeks PAR. Selain karena prevalensinya sangat 15 sedikit, pencabutan premolar juga sering dilakukan pada kasus yang membutuhkan ruang sehingga tidak memberikan pengaruh dalam menilai keberhasilan perawatan. Tabel 1. Komponen indeks PAR No Komponen 1. Segmen bukal rahang atas kanan 2. Segmen anterior rahang atas 3. Segmen bukal rahang atas kir 4. Segmen bukal rahang bawah kanan 5. Segmen anterior rahang bawah 6. Segmen bukal rahang bawah kiri 7. Oklusi bukal kanan 8. Overjet 9. Overbite 10. Garis median 11 Oklusi Sumber: Richmond dkk (1992) Dari 11 komponen pada tabel di atas, terdapat 5 komponen utama dalam pemeriksannya, masing-masing komponen tersebut dinilai dan diberi bobot bedasarkan besaran yang telah ditentukan. Setiap skor komponen diakumulasikan dan dikalikan bobotnya masing-masing, sehingga menghasilkan jumlah skor akhir dari 5 komponen utama yang digunakan. Lima komponen utama yang diperiksa beserta bobotnya (Tabel 2) adalah: Penilaian skor segmen anterior (Tabel 3). Penilaian skor oklusi bukal, ( Tabel 4). Penilaian skor overjet, (Tabel 5). Penilaian skor overbite (Tabel 6). Penilaian skor garis median ( Tabel 6). 16 Tabel 2. Derajat Pembobotan PAR Indeks. 1. 2. 3. 4. 5. Komponen Segmen Anterior Atas dan Bawah Oklusi bukal kanan dan kiri Jarak Gigit Tumpang Gigit Garis Tengah Bobot 1 1 6 2 4 Sumber: Richmon dkk (1992) a. Penilaian skor segmen anterior. Pengukuran pergeseran titik kontak dimulai dari mesial gigi kaninus kiri ke titik kontak mesial gigi kaninus kanan (Gambar 1). Penilaian skor pada kasus ini yaitu mengukur gigi berjejal (crowded), berjarak (spacing), dan impaksi gigi (impacted teeth). Gigi kaninus yang impaksi dicatat pada segmen anterior rahang atas dan rahang bawah (Tabel 3). Gambar1. Penilaian skor segmen anterior dengan Metode Richmond,dkk menggunakan PAR Ruler. Tabel 3.Penilaian skor segmen anterior Skor 0 1 2 3 4 5 Kelainan 0-1 mm 1,1 -2 mm 2,1-4 mm 4,1-8 mm Lebih besar dari 8 mm Gigi impaksi Sumber: Richmond dkk (1992) 17 b. Penilaian skor oklusi bukal. Penilaian skor ini dicatat dalam keadaan oklusi gigi posterior di sisi kiri dan kanan mulai dari gigi kaninus ke molar terakhir (Gambar 2), dengan cara melihat dalam tiga arah yaitu, anteroposterior, vertikal dan transversal (Tabel 4). Gambar 2. Penilaian skor oklusi bukal (Richmond dkk., 1992) Tabel 4. Penilaian skor oklusi bukal No Skor Komponen 1. Antero-posterior 0 Interdigitasi baik kelas I,II, III 1 Kelainan kurang dari setengah unit 2 Kelainan pada setengah unit (cups to cups) 2. Vertikal 0 Tidak ada kelainan 1 Gigitan terbuka sedikitnya pada dua gigi, dengan jarak lebih dari 2 mm 3. Transversal 0 Tidak ada crossbite 1 Kecenderungan crossbite 2 Crossbite pada salah satu gigi 3 Crossbite lebih dari satu gigi 4 Lebih dari satu gigi scissor bite Sumber: Richmond dkk (1992) c. Penilaian skor overjet. Penilaian skor ini untuk semua gigi insisivus. Penilaian dilakukan dengan menempatkan penggaris indeks PAR sejajar dataran oklusal dan radial dengan lengkung gigi (Gambar 3). 18 Jika terdapat dua insisivus yang crossbite dan memiliki overjet 4 mm, skornya adalah 3 (untuk crossbite) ditambah 1 (untuk overjet 4 mm), sehingga total skornya adalah 4. Tabel penilaian skor overjet dapat dilihat pada tabel 5. Gambar 3. Penilaian skor overjet dengan Metode Richmond dkk menggunakan PAR Ruler (Richmond dkk., 1992) Tabel 5. Penilaian skor overjet No Skor Komponen 1. Overjet 0 0-3 mm 1 3,1-5 mm 2 5,1-7 mm 3 7,1-9 mm 4 Lebih besar dari 9 mm 2. Crossbite anterior 0 Tidak ada kelainan 1 Satu atau lebih gigi edge to edge 2 Crossbite pada satu gigi 3 Crossbite pada dua gigi 4 Crossbite lebih dari dua gigi Sumber: Richmond dkk (1992) d. Penilaian skor overbite. Penilaian skor ini untuk semua gigi insisivus yang dinilai dari jarak tumpang tindih dalam arah vertikal gigi insisivus atas terhadap panjang mahkota klinis gigi insisivus bawah (Gambar 4), dan dinilai berdasarkan besarnya gigitan terbuka (Tabel 19 6). Skor yang dicatat adalah nilai overbite yang terbesar diantara gigi insisivus. Gambar 4. Penilaian skor overbite (Richmond dkk., 1992) Tabel 6.Penilaian skor overbite No Skor Komponen 1. Gigitan Terbuka 0 Tidak ada gigitan terbuka 1 Gigitan terbuka kurang dari atau sama dengan 1 mm 2 Gigitan terbuka 1,1-2 mm 3 Gigitan terbuka 2,1-3 mm 4 Gigitan terbuka sama dengan atau lebih dari 4 mm 2. Overbite 0 Besarnya penutupan kurang dari atau sama dengan 1/3 tinggi mahkota gigi insisivus bawah 1 Besarnya penutupan lebih dari 1/3, tetapi kurang dari 2/3 tinggi mahkota gigi insisivus bawah 2 Besarnya penutupan lebih dari 2/3 tinggi mahkota gigi insisivus bawah 3 Besarnya penutupan sama dengan / lebih dari tinggi mahkota gigi insisivus bawah Sumber: Richmond dkk (1992) e. Penilaian skor garis median. Penilaian skor ini dinilai dari hubungan garis tengah lengkung gigi atas terhadap lengkung gigi bawah (Gambar 5). Garis tengah lengkung gigi diwakili oleh garis pertemuan kedua gigi insisivus pertama atas terhadap garis pertemuan kedua gigi 20 insisivus bawah (Tabel 7). Jika gigi insisivus bawah sudah dicabut penilaian skor garis median tidak dicatat. Gambar 5.Penilaian skor garis median (Richmond dkk., 1992) Tabel 7.Penilaian skor garis median Skor Komponen 0 Tidak ada pergeseran garis median – ¼ lebar gigi insisivus bawah 1 Lebih dari ¼ - ½ lebar gigi insisivus bawah 2 Lebih dari ½ lebar gigi insisivus bawah Sumber: Richmond dkk (1992) Pengukuran pada model sebelum dan sesudah perawatan dilakukan dengan penggaris khusus indeks PAR. Gambar 6.Penggaris plastik indeks PAR (Richmond dkk., 1992) Dua macam cara untuk menilai kemajuan hasil perawatan menggunakan PAR Index (Richmond dkk, 1992) yaitu: 1) jika skor pra perawatan ≥22 selisih dihitung berdasarkan berkurangnya skor, 2) jika skor pra perawatan <22 selisih dihitung dalam persen. PAR Indek adalah suatu indeks yang menilai hasil perawatan ortodontik secara objektif, sehingga setiap skor maloklusi dapat dimasukan ke dalam kelompok maloklusi berdasarkan keparahannya baik 21 pra maupun pasca perawatan seperti terlihat pada Tabel 8. (Richmond dkk, 1992). Tabel 8. Distribusi subjek menurut keparahan maloklusi Skor PAR Indeks Keparahan Maloklusi 0 Ideal 1-16 Ringan 17-32 Sedang 33-48 Parah >48 Sangat parah Pada penelitian Yami pada tahun 1999 pasien dievaluasi dengan menggunakan Peer Assessment Rating Indexs menunjukan 50% relaps terlihat setelah 2 tahun pasca penggunaan retainer, 28% relaps terlihat setelah 2-5 tahun pasca penggunaan retainer, dan 12% relaps terlihat setelah 5-10 tahun pasca penggunaan retainer dan menurut Pritartha S. Anindita pada tahun 2009 PAR index dapat digunakan untuk evaluasi tingkat keberhasilan perawatan ortodontik. B. LandasanTeori Maloklusi adalah gangguan atau cacat fungsional yang dapat menjadi hambatan bagi kesehatan emosional maupun fisik. Kelainan maloklusi dapat menyebabkan masalah yaitu, adanya masalah dalam pergerakan rahang, masalah mastikasi, diskriminasi sosial karena masalah penampilan dan estetik wajah. Penatalaksanaannya adalah dengan perawatan ortodontik. Perawatan 22 ortodontik merupakan prosedur jangka panjang yang bertujuan mendapatkan oklusi yang normal tanpa terjadinya rotasi dan diastema. Hasil perawatan ortodontik harus dipertahankan agar hasil yang sudah dicapai tidak berubah kembali seperti sebelum perawatan, atau mengalami relaps dengan menggunakan alat retainer. Relaps adalah suatu kejadian atau keadaan yang dijumpai setelah perawatan ortodontik yang ditandai dengan kembalinya sebagian atau seluruhnya kondisi seperti sebelum dilakukan perawatan. Ada beberapa penyebab terjadinya relaps yaitu relaps karena perubahan pertumbuhan, tekanan otot, kegagalan menghilangkan faktor penyebab dan faktor tidak menggunakan insidensi retainer. Penelitian sebelumnya masih terdapat beberapa relaps yang diukur menggunakan PAR, pada 2 tahun pasca penggunaan retainer sebesar 50%, 2-5 tahun sebesar 28%, 5-10 tahun sebesar 12% , dan 78 pasien terdapat data kejadian penuruan PAR sebesar 62% . Keberhasilan dari suatu perawatan ortodontik dipengaruhi oleh faktorfaktor kooperatif individu dalam pemakaian alat ortodontik, dan pemilihan retainer yang sesuai. Oleh karena itu, setelah perawatan ortodontik selesai, diperlukan evaluasi untuk mengetahui keberhasilan suatu perawatan. Untuk melakukan penilaian tersebut, digunakan suatu indeks. Salah satu indeks yang digunakan adalah dengan menggunakan Indeks PAR. Indeks PAR untuk mengukur keparahan maloklusi sebelum, sesudah, kemajuan perawatan ortodontik dan evaluasi terjadinya relaps. Skor PAR didapatkan dari cetakan 23 komponen oklusi yang terdiri dari overbite, overjet, midline discrepancy, anterior segment alignment, dan buccal occlusion. C. Kerangka Konsep Maloklusi Perawatan Ortodontik Cekat Periode Aktif Periode Pasif Tidak Menggunakan Retainer Penggunaan Retainer Pengukuran dengan indeks PAR Prevalensi terjadinya relaps Gambar 7. Kerangka konsep 24 D. Hipotesis Berdasarkan uraian latar belakang dan tinjauan pustaka diatas diambil hipotesis: Terjadi prevalensi relaps setelah perawatan ortodontik cekat yang tinggi berdasarkan perhitungan menggunakan indeks PAR.