a. latar belakang

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Badan Pusat Statistika (2015) menunjukkan perekonomian Indonesia
pada tahun 2014 tumbuh sebesar 5,02%. Pertumbuhan terjadi pada seluruh
lapangan usaha. Informasi dan Komunikasi merupakan lapangan usaha yang
mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 10,02%, peringkat kedua datang dari
sektor jasa perusahaan sebesar 9,81% dan jasa lainnya sebesar 8,92%. Jika
dilihat dari segi struktur perekonomian yang ditinjau dari lapangan usaha pada
tahun 2014 didominasi oleh industri pengolahan yang mencapai 21,02%,
pertanian, kehutanan dan perikanan sebesar 13,38% serta perdagangan besareceran yang mencapai 13,38%.
Kemajuan dari sektor ekonomi khususnya perdagangan yang merupakan
penyumbang ketiga terbesar dari pertumbuhan ekonomi sangat nyata terasa jika
ditinjau lagi dari tempat terjadinya proses jual beli. Dahulu pasar merupakan salah
satu tempat dalam proses jual beli di masyarakat. Dewasa ini keberadaan pasar
mulai terkikis dengan hadirnya supermarket, hypermarket maupun minimarket
yang menawarkan fungsi pasar sesungguhnya dengan kelebihan pada keamanan,
kebersihan serta kenyamanan dalam proses jual beli. Tidak hanya sampai disitu
saja, saat ini juga berkembang konsep kekinian yang dikenal sebagai e-commerce
yang merupakan salah satu bentuk lapangan usaha sektor informasi dan
komunikasi.
Electronic Commerce merupakan salah satu bentuk kemajuan pikiran
manusia dalam dunia teknologi. Nanehkaran (2013) menjelaskan e-commerce
1
2
merupakan interaksi antara sistem komunikasi, sistem manajemen data dan
keamanan karena adanya saling tukar informasi komersial dalam kaitannya
dengan produk atau jasa dijual serta tersedia, sehingga komponen utama dari
perdagangan elektronik adalah sistem komunikasi, sistem manajemen data dan
keamanan. Mirescu (2010) menganalisis dari perspektif umum, e-bisnis dibagi
menjadi tiga komponen utama yaitu: dimensi manusia yang mencakup proses dan
kegiatan yang berkaitan dengan penelitian, pengembangan, pemasaran,
manufaktur, logistik, dan manajemen. Komponen teknologi yang berkaitan dengan
sistem informasi secara keseluruhan. Komponen komersial atau e-commerce,
yang secara keseluruhan dirasakan sebagai fenomena pada dasarnya
menjelaskan pembelian barang dan jasa melalui teknologi internet.
Nanehkaran (2013) juga menjelaskan kelebihan dari e-commerce antara
lain pihak penyedia website dapat menjual produk setiap waktu dalam 24 jam serta
konsumen dapat membeli produk setiap saat melalui website yang dibuka. Para
pembeli juga dapat menurunkan biaya transaksi jika membeli di toko online karena
menghabiskan biaya operasional yang lebih rendah, konsumen dapat memilih
barang dari berbagai prosedur tanpa bergerak secara fisik, dan melalui ecommerce konsumen dapat langsung membandingkan harga berbagai macam
produk dalam sekali kunjungan.
Wirdasari (2009) menjelaskan secara umum e-commerce dapat
diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu business to business dan business to
consumer. Business to business merupakan sistem komunikasi online yang
transaksinya dilakukan oleh para trading partner yang sudah dikenal. Business to
consumer merupakan mekanisme toko online yang sifatnya untuk publik, sehingga
setiap individu dapat mengakses melalui website dan internet.
3
Kementerian Komunikasi dan Informatika (2014) menyatakan, pengguna
internet di Indonesia hingga saat ini telah mencapai 82 juta orang. Dengan capaian
tersebut, Indonesia berada pada peringkat ke-8 di dunia. Dari jumlah pengguna
internet tersebut, 80 persen di antaranya adalah remaja berusia 15-19 tahun.
Semakin bertambahnya pengguna internet di Indonesia membuat produsen
berbondong-bondong menciptakan toko online yang sudah banyak dinikmati oleh
masyarakat Indonesia sampai saat ini. Keberadaan toko onlinepun semakin
banyak digemari sebagai salah satu alternatif belanja di Indonesia. Berdasarkan
data yang dipublikasikan oleh menkominfo menyebutkan nilai transaksi ecommerce pada tahun 2013 mencapai angka Rp130 triliun dan diramalkan akan
terus
bertambah
setiap
tahunnya
karena
semakin
bertumbuhnya
pengguna smartphone, penetrasi internet di Indonesia, penggunaan kartu debit
dan kredit, dan tingkat kepercayaan konsumen untuk berbelanja secara online
(Mitra, 2014).
Penjelasan yang dipaparkan telah menjelaskan bahwa melalui toko
online, individu sebagai konsumen akan merasa lebih nyaman dan aman dalam
melakukan transaksi pembelian karena menggunakan teknologi internet yang
memudahkan konsumen dalam melaksanakan proses tersebut. Selain itu,
beberapa toko online telah menyediakan berbagai macam produk, dari produk
keperluan sehari-hari seperti makanan, telepon genggam, baju bahkan produk
mewah seperti perhiasanpun ada. Konsumenpun merasa dimudahkan karena
hanya dengan duduk dan membuka website toko online, konsumen dapat
berbelanja produk yang diinginkan tanpa ada usaha lebih untuk langsung datang
ke sebuah toko. Kemudahan yang didapatkan akan membuat konsumen menjadi
lebih betah berlama-lama untuk berbelanja. Hostler mengungkapkan bahwa
4
perencanaan yang dibuat dapat saja dilupakan dan melakukan pembelian lebih
banyak. Hal seperti itu akan merangsang bertumbuhnya perilaku impulsif dalam
proses pembelian (Floh & Madleberger, 2013).
Goldenson menjelaskan impulsivitas dalam sisi psikologis digambarkan
dengan suatu daya yang kuat, bahkan pada waktu tertentu terlihat seperti sebuah
dorongan yang sangat menarik dan tidak tertahankan atau kehendak hati yang
tiba-tiba untuk bertindak tanpa mempertimbangkannya terlebih dahulu (Rook,
1987). Rook (1987) juga menjelaskan berdasarkan pandangan Freud bahwa
impulsif sebagai produk dari tekanan yang saling bersaing antara prinsip kepuasan
dan prinsip realitas, dimana prinsip kepuasan lebih unggul dengan kata lain Id
sebagai kepuasan lebih unggul dibandingkan Super Ego yang merupakan prinsip
realitas ataupun norma individu. Atas dasar itu Rook (1987) menjelaskan
pembelian impulsif terjadi ketika konsumen mengalami dorongan tiba-tiba, kuat
dan gigih untuk membeli sesuatu sesegera mungkin. Dorongan untuk membeli
adalah hedonically kompleks dan dapat merangsang konflik emosional. Pembelian
impulsif juga sering mengabaikan pertimbangan atas konsekuensi terhadap
sesuatu. Jadi secara garis besar dapat dijelaskan pembelian impulsif terjadi ketika
Super Ego tidak dapat mengontrol Id.
Pembelian impulsif juga dapat didefinisikan sebagai pembelian yang tidak
terencana secara spesifik karena terjadi ketika konsumen tiba-tiba memiliki
keinginan yang kuat dan kukuh untuk membeli sesuatu secepatnya (Utami, 2010).
Johnson & Laird (dalam Lin & Chuan, 2013) menjelaskan pembelian impulsif
sering dibandingkan dengan belanja kompulsif dan adiktif, dan dikategorikan
sebagai salah satu kecenderungan perilaku belanja konsumen yang tidak
beraturan, cirinya lebih ringan dan sering terjadi pada kehidupan sehari-hari
5
dibandingkan dengan perilaku berbelanja kompulsif dan belanja adiktif. Selain itu
perbedaan penting antara pembelian impulsif dan pembelian kompulsif terletak
pada motivasi internal atau alasan untuk melakukan suatu pembelian (Hartney,
2016) .
Hartney (2016) juga menambahkan bahwa pembelian impulsif sebagian
besar tidak direncanakan, dan terjadi pada saat itu sebagai reaksi terhadap
pemicu eksternal, seperti ingin cepat membeli ketika melihat item yang diinginkan
di toko. Sementara kebiasaan belanja kompulsif lebih dimotivasi oleh diri sendiri
atau faktor internal masing-masing individu. Dalam hal ini pembelian kompulsif
akan menjadikan pengalaman berbelanja sebagai salah satu cara untuk
menghindari perasaan ketidaknyamanan seperti kecemasan. Pelaku pembelian
kompulsif akan lebih mudah terperangkap dalam pola perilaku adiktif dimana
kegiatan belanja dilakukan untuk meredekan stres dan kecemasannya.
Kalla dan Arorra (2011) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang
mempengaruhi pembelian impulsif yang dibagi menjadi faktor internal dan
eksternal. Faktor internal antara lain perbedaan individu, kebutuhan hedonis,
suasana hati, kemampuan regulasi diri, rangsangan autis, status sosial dan
kesejahteraan subjektif. Faktor eksternal yang mempengaruhi pembelian impulsif
antara lain stimulus visual, format belanja, pelayanan, lingkungan toko, diskon,
tampilan, ruang bergerak, faktor lingkungan, faktor sosial, dan kepemilikan kartu
kredit.
Kahneman (2010) menjelaskan bahwa secara garis besar individu
dikendalikan oleh dua sistem. Sistem 1 adalah sistem yang cepat, intuitif dan
otomatis tidak dapat dihentikan. Contoh pada saat bersepeda ketika individu
melihat lubang di jalan maka individu dengan otomatis akan menghindari lubang
6
tersebut. Sedangkan sistem 2 adalah sistem yang lebih lambat, dikontrol dan
memerlukan usaha. Sistem 2 ini merupakan tempat pengendalian diri dan usaha
kognitif yang lebih. Penjelasan dari Kahneman (2010) mengenai teori dua sistem
ini dapat menjelaskan mengapa seseorang berperilaku impulsif dalam membeli.
Seperti yang telah dijelaskan bahwa terdapat banyak faktor yang membuat
seseorang berperilaku impulsif dalam membeli. Semakin banyak faktor yang
dipaparkan dalam sebuah toko fisik maupun toko online akan melemahkan kerja
sistem 2 karena usaha kognitif untuk melihat toko tersebut banyak dipakai dan
membuat sistem 2 menjadi lebih sibuk. Sehingga sistem 1 mulai mengambil peran
dan perilaku impulsif dalam membelipun muncul karena tidak adanya kontrol dari
sistem 2. Salah satu faktor yang telah dipaparkan menjelaskan bahwa tampilan
dari sebuah toko akan mempengaruhi pembelian impulsif. Hal ini bisa diterapkan
pada toko online melalui tampilan website yang menarik.
Beberapa penelitian terdahulu menemukan bahwa melalui tampilan
website yang baik akan meningkatkan pembelian impulsif. Parboteeah, Valacich
dan Wells (2009) menjelaskan kualitas website dapat dimanifestasikan sebagai
isyarat lingkungan yang secara langsung mempengaruhi kemungkinan konsumen
akan mengalami dorongan untuk membeli secara impulsif. Dawson dan Kim
(2009) menjelaskan faktor eksternal dari pembelian impulsif mengacu pada isyarat
pemasaran atau rangsangan yang ditempatkan dan dikendalikan oleh pemasar
dalam upaya untuk memikat konsumen dalam perilaku pembelian. Konsumen
dapat didorong untuk melakukan pembelian impulsif ketika dihadapkan pada
isyarat visual seperti insentif promosi. Isyarat pemasaran eksternal tidak hanya
menarik pelanggan baru pada situs ritel website, tetapi dapat mempromosikan
sesuatu yang lebih pada saat penjualan untuk mendorong pelanggan baru
7
tersebut melakukan pembelian impulsif. Shen dan Khalifah (2012) juga
menjelaskan bahwa sebuah penyajian virtual yang menarik dan dikonsep dengan
baik memiliki dampak signifikan terhadap pembelian impulsif. Pengalaman virtual
tersebut dapat diciptakan melalui penggunaan fitur website interaktif dan hidup.
Singh (2006) melakukan percobaan mengenai efek warna di berbagai
bidang dan menemukan bahwa melalui warna dapat menambah atau mengurangi
nafsu makan, meningkatkan suasana hati, menenangkan pelanggan, dan
mengurangi persepsi terhadap waktu yang dibuang sia-sia. Bellizi, Crowley dan
Hasty (1983) menyatakan bahwa warna dibedakan menjadi dua, yaitu warna
hangat dan warna dingin. Warna hangat antara lain merah dan kuning, sedangkan
warna dingin antara lain biru dan hijau. Warna merah cenderung akan dapat
meningkatkan
tekanan
darah,
denyut
nadi,
pernapasan,
keringat
dan
menggairahkan gelombang otak yang berkontribusi dalam mendorong orangorang untuk membuat keputusan yang cepat (Singh & Srivastava, 2011). Kuning
dianggap sebagai warna yang menyenangkan, outgoing, terbuka, dan ramah.
Secara psikologis, kuning adalah warna terkuat, dalam studi hubungan warna
dengan suasana hati, kuning dikaitkan dengan komedi, suasana hati bahagia dan
menyenangkan (Kurt & Osueke, 2014). Hijau memiliki efek negatif, seperti terlalu
hambar, membosankan, dan demoralisasi ketika salah digunakan. Sementara biru
akan kuat merangsang pemikiran yang jelas dan ringan, biru lembut menenangkan
pikiran dan memudahkan untuk dapat lebih berkonsentrasi (Kurt & Osueke, 2014).
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa warna yang dapat
membuat seseorang lebih impuls dalam belanja adalah warna merah-kuning.
Warna merah mendorong orang-orang untuk membuat keputusan yang cepat
8
sementara warna kuning dianggap sebagai warna yang menyenangkan, dikaitkan
dengan keceriaan, dan suasana hati bahagia.
Parboteeah, Valacich, dan Wells (2009) juga membuktikan bahwa
karakteristik website berupa navigasi dan tampilan yang menarik akan
mempengaruhi besarnya jumlah pembelian impulsif pada seorang. Navigasi
merupakan organisasi dan hierarki layout dari konten dan halaman dalam website
(Montoya-Weiss, Voss & Grewal 2003). De Wulf, Schillewaert, Muylle, dan
Rangarajan (2005) juga menjelaskan bahwa navigasi mengacu pada konsistensi
struktur situs website. Dalam toko online sendiri navigasi merupakan petunjuk
untuk melakukan pembelian. Kemudahan navigasi di ritel elektronik secara
konseptual terkait dengan disposisi kognitif dan afektif dari pelanggan. Navigasi
membingungkan akan membutuhkan lebih banyak usaha kognitif dan mengarah
ke suasana hati negatif serta menghambat dalam pengambilan keputusan
membeli konsumen (Floh & Madleberger, 2013).
Kotler membahas pentingnya atmospherics sebagai alat pemasaran.
Atmospherics termasuk pemandangan, suara dan bau yang merupakan bagian
dari lingkungan toko berpengaruh terhadap perilaku berbelanja konsumen (Lee &
Rao, 2010). Floh dan Madleberger (2013) juga menemukan bahwa melalui
athmospheric cues berupa isi, tampilan yang baik dan penggunaan navigasi yang
sederhana dari sebuah website belanja akan membuat konsumen merasa nyaman
berbelanja dan pada akhirnya akan melakukan pembelian impulsif. Daya tarik
tampilan mengacu pada unsur-unsur visualnya, terutama warna yang digunakan
dan tata letak keseluruhan. Hasil menunjukkan bahwa desain toko online
memengaruhi pembelian impulsif dan berbelanja via variabel mediator yang
tampak dari kenyamanan berbelanja, browsing, dan impulsiveness.
9
Penelitian yang dilakukan oleh Floh dan Madleberger (2013) ini
menggunakan metode survei. Survei dilakukan melalui email kepada responden
yang berisi tentang pertanyaan mengenai pengalaman terakhirnya mengalami
pembelian impulsif. Salah satu hasil penelitian yang diterima adalah semakin
banyak konsumen melibatkan diri untuk browsing di e-store, maka semakin
banyak pula produk yang dibeli baik oleh pria atau wanita secara impulsif. Namun
terdapat lagi celah yang perlu digali lebih dalam, yakni atas hubungan sebabakibat dari stimulasi apakah yang menyebabkan pengakses internet melakukan
pembelian impulsif. Sehingga meskipun hipotesis yang ada diterima, terdapat
kekurangan secara metode dari penelitian tersebut karena menggunakan metode
survei bukan metode eksperimen yang langsung menghadirkan stimulus belanja
di toko online.
Beberapa penelitian sebelumnya mengenai pembelian impulsif di media
online telah berkontribusi membangun sebuah kerangka teoretik. Teori yang
sudah ada tersebut masih perlu ada perubahan dari berbagai macam penelitian
untuk melengkapi agar menjadi lebih sempurna dan sesuai dengan perkembangan
jaman. Madhavaram dan Laverie (2004) menemukan konsep bahwa pembelian
impulsif terjadi karena pengakses internet terpapar oleh stimulus selain dari sisi
produknya semata. Meskipun demikian riset survei dengan metode in-depth
questions yang dipilih belum dapat menjelaskan stimulus apa saja yang
menyebabkan terjadinya pembelian impulsif.
Bolton Consulting Group (BCG) menemukan pada tahun 2013
masyarakat yang masuk dalam kelas menengah di Indonesia sudah mencapai
angka 74 juta orang dan diprediksikan pada tahun 2020, angka ini naik menjadi
141 juta orang atau sekitar 54% dari total penduduk di Indonesia (Mitra, 2014).
10
Berdasarkan data tersebut maka dapat diramalkan potensi pengguna toko online
di Indonesia akan semakin bertambah. Para produser akan semakin berlombalomba dalam membuat inovasi terhadap toko online yang dimilikinya agar pembeli
menjadi lebih nyaman dalam berbelanja sehingga perilaku impulsif dalam membeli
terjadi. Verhagen dan van Dolen (2011) menemukan bahwa pembelian impulsif
lebih banyak terjadi pada transaksi online.
Perilaku impulsif ini secara tidak langsung akan membuat konsumen rugi
karena pada dasarnya barang yang dibeli akibat perilaku tersebut merupakan
barang yang tidak terlalu mendesak dan penting. Rook (1987) menemukan dalam
percobaannya bahwa 80 persen subjek mengatakan jika mereka mengalami
pengalaman negatif sebagai akibat pembelian impulsif. 65% dari responden yang
mengalami pengalaman tersebut, mengatakan bahwa konsekuensi negatif yang
mereka alami adalah permasalahan finansial, sebanyak 37% mengalami
kekecewaan terhadap produk, 20% merasa bersalah ketika perilaku pembelian
impulsif itu terjadi, 19% mengalami celaan/penolakan dan 8% subjek mengatakan
bahwa pembelian impulsif yang dilakukan merusak perencanaan dalam berdiet.
Berbagai macam dampak negatif yang timbul akibat perilaku pembelian
impulsif. Perilaku negatif tersebut berdampak buruk pada seorang individu yang
mengalaminya.
Jika,
perilaku
pembelian
impulsif
tidak
muncul
maka
permasalahan finansial, kekecewaan terhadap produk, rasa bersalah tidak akan
muncul. Untuk itu diperlukan pemahaman individu agar dapat menghindari
stimulus yang menyebabkan perilaku impulsif dalam pembelian. Dengan
mengetahui stimulus apa saja yang akan menyebabkan perilaku impulsif dalam
membeli, individu sebagai konsumen minimal akan tidak terjebak dalam perilaku
pembelian impulsif.
11
Penelitian ini menjadi penting oleh karena telah terjadi pergeseran aktivitas
berbelanja konsumen yang semula didasarkan sebagai pemenuhan kebutuhan
hidup yang pada awalnya ketika berbelanja kebutuhan dasar kemudian beralih
menjadi belanja secara impulsif oleh pengaruh dari perkembangan strategi
pemasaran yang diberikan oleh produsen. Strategi pemasaran dari produsen
tersebut telah dijelaskan melalui website toko online yang diungkapkan dalam
penelitian ini berupa latar belakang tampilan warna dan navigasi website.
Sehingga penelitian ini juga bertujuan untuk menyediakan informasi bagi para
produsen agar dapat melakukan inovasi mengenai strategi pemasarannya pada
toko online dan pada akhirnya konsumen lebih merasa nyaman dan tertarik
berbelanja. Konsekuensinya, peluang produsen untuk mengembangkan bisnis
menjadi meningkat dan bagi perkembangan bisnis online tetap terjaga mengikuti
perkembangan teknologi. Akhirnya, menjadi jelas bahwa penelitian ini meletakkan
dasar keberpihakan penelitian pada perkembangan kajian ilmu pengetahuan
psikologi
industri
dan
organisasi,
khususnya
perilaku konsumen,
yang
kebermanfaatannya tidak hanya bagi konsumen melainkan juga kepada produsen.
Berdasarkan latar belakang tersebut dan temuan dari Floh dan
Madleberger (2013) mendorong peneliti ingin melihat efek dari tampilan warna dan
navigasi terhadap pembelian impulsif konsumen toko online. Oleh karena itu
peneliti ingin meneliti dengan judul efek tampilan warna dan navigasi website
terhadap pembelian impulsif konsumen toko online. Penelitian ini akan berfokus
pada mahasiswa dengan usia remaja sebagai subjeknya, karena menurut
penelitian sebelumnya pembelian impulsif lebih difokuskan pada usia remaja
karena adanya faktor disposable income untuk dibelanjakan (Lin & Chuan, 2013).
Miladani (2013) juga menjelaskan bahwa perubahan mood yang cepat menjadikan
12
konsumen pada masa ini mudah terpengaruh oleh lingkungan belanja dan
melakukan pembelian impulsif. Selain itu, mahasiswa di usia remaja dinilai sudah
terbiasa dan sering menggunakan internet sehingga akan lebih familiar dan tidak
mengalami kesulitan saat penelitian.
B. Rumusan Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, ada beberapa rumusan
permasalahan: “Apakah warna tampilan dan navigasi dalam website secara
bersamaan akan meningkatkan pembelian impulsif?”
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menguji secara
empiris efek dari warna dan navigasi website terhadap pembelian impulsif
konsumen toko online. Penelitian ini juga bertujuan untuk menghasilkan penelitian
baru mengenai tampilan warna dan navigasi website di Indonesia. Dari hasil
penelitian diharapkan dapat menyumbangkan beberapa manfaat sebagai berikut:
1. Memungkinkan munculnya penelitian lain yang serupa dengan tema jenis
produk, navigasi dan online impulsive buying, khususnya penelitian di
Indonesia.
2. Menambah perkembangan kajian ilmu pengetahuan dalam bidang Psikologi
Industri dan Organisasi, khususnya Perilaku Konsumen, melalui efek yang
diakibatkan oleh tampilan warna dan metode pembayaran terhadap pembelian
impulsif.
13
3. Memberikan edukasi bagi konsumen agar lebih waspada dan penuh kesadaran
terhadap stimulasi dari faktor-faktor eksternal toko online yang mengakibatkan
terjadinya pembelian impulsif.
4. Menyediakan informasi bagi para ahli pemasaran di media online untuk
mengembangkan strategi pemasaran yang efektif demi meningkatkan
pembelian impulsif konsumen demi profitabilitas perusahaan.
D. Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya
Beberapa peneliti telah melakukan penelitian yang berhubungan dengan
tampilan warna dan navigasi website terhadap pembelian impulsif. Penelitian yang
dilakukan oleh Floh dan Madleberger (2013), memiliki kesamaan dengan
penelitian ini terletak pada variabel bebasnya yaitu atmospheric cues dan variabel
tergantungnya yaitu pembelian impulsif. Perbedaan dengan penelitian ini adalah
metode yang digunakan adalah metode eksperimen yang menghadirkan stimulus
toko online kepada subjek.
Penelitian yang dilakukan oleh Parboteeah, Valacich dan Wells (2009),
memiliki kesamaan dengan penelitian ini variabel tergantungnya yaitu pembelian
impulsif dan media eksperimen berupa toko online. Perbedaan dengan penelitian
ini terletak pada variabel bebas yang menggunakan tampilan warna dan navigasi
pada website.
Lee dan Rao (2010) telah meneliti mengenai efek warna terhadap
kepercayaan berbelanja subjek di toko online. Perbedaan dengan penelitian ini
terletak pada variabel tergantung yaitu pembelian impulsif sementara penelitian
Lee dan Rao lebih mengukur tingkat kepercayaan subjek dalam berbelanja. Selain
itu media warna yang dipakai menggunakan warna hangat (merah-kuning) serta
14
warna dingin (biru-hijau). Penelitian ini juga menggunakan navigasi website
sebagai salah satu variabel bebasnya.
Download