BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Kanker 1.1 Definisi Kanker WHO

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1.
Kanker
1.1
Definisi Kanker
WHO tahun 2009 menyatakan bahwa kanker adalah istilah umum untuk
satu kelompok besar penyakit yang dapat mempengaruhi setiap bagian
tubuh.Kanker merupakan penyakit yang tidak mengenal status sosial dan dapat
menyerang siapa saja dan muncul akibat pertumbuhan tidak normal dari sel-sel
jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker dalam perkembangannya (Lubis
& Hasnida, 2009).
National Cancer Istitute (2009) menyatakan bahwa kanker adalah suatu
istilah untuk penyakit dimana sel-sel membelah secara abnormal tanpa kontrol
dan dapat menyerang jaringan sekitarnya.Kanker adalah penyakit atau kelainan
pada tubuh sebagai akibat dari sel-sel tubuh yang tumbuh dan berkembang
abnormal di luar batas kewajaran dan sangat liar (Junaidi, 2007).
Kanker dapat terjadi di berbagai jaringan dalam berbagai organ di setiap
tubuh, mulai dari kaki sampai kepala. Sel kanker dapat berasal dari semua unsur
yang membentuk organ. Keadaan kanker terjadi jika sel-sel normal berubah
dengan pertumbuhan yang sangat cepat, sehingga tidak dapat dikendalikan oleh
tubuh (Junaidi, 2007).
Awalnya kanker tidak menimbulkan keluhan karena hanya melibatkan
beberapa sel. Bila sel kanker bertambah, maka keadaan bergantung kepada orang
Universitas Sumatera Utara
yang terkena.Misalnya, pada usus berongga besar, tumor harus mencapai ukuran
besar sebelum memicu keluhan (Familiy’s Doctor, 2006 dikutip oleh Lubis &
Hasnida, 2009).Pada stadium lanjut sel kanker menyebar sampai ke organ vital
seperti otak atau paru lalu mengambil nutrisi yang dibutuhkan oleh organ tersebut,
akhirnya organ tersebut rusak dan mati (Lubis & Hasnida, 2009).
1.2
Mekanisme Terjadinya Kanker
Sel-sel kanker terbentuk dari sel-sel normal dalam suatu proses kompleks
yang disebut transformasi, yang terdiri dari tahap inisiasi dan promosi.Teori
inisiasi-promosi menyatakan bahwa langkah pertama karsinogenesis adalah
mutasi menetap dari DNA sel selama transkripsi DNA (Syamsuir, 1995).Agar
kanker dapat terbentuk dan bermutasi terhadap DNA, maka harus ada interaksi
yang berlangsung lama bagi sel tersebut dengan berbagai zat promotor.Zat
promotor adalah zat yang merangsang reproduksi dan pembelahan sel. Jadi,
banyaknya penyebab inisiasi karena adanya berbagai promotor, faktor keturunan,
umur, dan lingkungan.Semua itu berperan dalam pembentukan kanker (Junaidi,
2009).
Pada tahap inisiasi, sel normal berubah menjadi sel yang memiliki peluang
untuk menjadi sel neoplastik (Tjarta, 2002).Pada tahap ini karsinogen yang
berperan sebagai inisiator.Karsinogen berubah secara langsung maupun melalui
perubahan
metabolik
sehingga
menjadi
gugus
yang
beraksi
dengan
DNA.Perubahan tersebut mengakibatkan DNA pecah, mengalami hambatan
perbaikan kerusakan DNA, dan bersifat irreversibel (Kumar, 1996).Perubahan
yang terjadi disebabkan oleh karsinogen berupa bahan kimia, virus, radiasi
Universitas Sumatera Utara
(penyinaran), atau sinar ultraviolet matahari. Namun tidak semua sel memilki
kepekaan yang sama terhadap suatu karsinogen (Junaidi, 2007).
Promosi merupakan proses induksi tumor pada sel yang sebelumnya telah
diinisiasi oleh zat kimia (Kumar, 1996). Pada tahap ini menunjukkan bahwa
perubahan sel yang dirangsang oleh promotor adalah bersifat reversibel dan tidak
merusak DNA. Promotor hanya bekerja mengubah ekspresi informasi genetik sel
(Crown, 2009). Suatu sel yang mengalami inisiasi akan berubah menjadi ganas.
Sel yang belum melewati tahap inisiasi tidak akan terpengaruh oleh promosi.
Karena itu diperlukan beberapa faktor untuk terjadinya keganasan (gabungan dari
sel yang peka dan suatu karsinogen) (Junaidi, 2007).
Dalam suatu proses dimana sebuah sel normal menjadi sebuah sel ganas,
pada akhirnya gen DNA dari sel tersebut akan mengalami perubahan. Perubahan
dalam bahan genetik sel sering sulit ditemukan, tetapi terjadinya kanker dapat
diketahui dari adanya suatu perubahan dalam ukuran atau bentuk dari suatu
kromosom tertentu. Semakin sering DNA membelah dan ditranskripsi, semakin
besar kemungkinan terjadinya suatu kesalahan yang tidak terdeteksi akan
bermutasi dan diwariskan (Junaidi, 2007).
1.3
Penyebab dan Faktor Resiko Kanker
1.3.1
Penyebab Kanker
Segala
sesuatu
yang
menyebabkan
terjadinya
kanker
disebut
karsinogen.Karsinogen menimbulkan perubahan pada DNA sehingga karsinogen
sering disebut bersifat mutagenik (Himawan, 1973). Menurut jenisnya, karsinogen
dapat berupa:
Universitas Sumatera Utara
a.
Karsinogen kimiawi
Yang pertama kali mengemukakan bahan kimia sebagai penyebab kanker
adalah Sir Percival Pott pada tahun 1775. Sir Percival Pot menggambarkan sering
terjadi kanker kulit skrotum pada orang-orang yang bekerja sebagai pembersih
cerobong asap (Robbins & Kumar, 1992). Pada umumnya, karsinogen kimia ialah
pro-karsinogen, yaitu karsinogen yang memerlukan perubahan metabolis agar
menjadi karsinogen aktif.Sehingga karsinogen aktif dapat menimbulkan
perubahan pada DNA, RNA atau protein sel tubuh (Tjarta, 2002).
Banyak substansi kimia yang ditemukan dalam lingkungan kerja yang
terbukti menjadi karsinogen dalam proses kanker. Karsinogen kimia mencakup
zat warna amino aromatik dan anilin; arsenik, jelaga, dan tar; asbestos; benzene;
pinang dan kapus sirih; cadmium; senyawa kromium; nikel dan seng, debu kayu;
senyawa berilium; dan povinil klorida (Brunner & Suddarth, 1997).
b.
Karsinogen virus
Virus yang bersifat karsinogen disebut virus onkogenik.Dari berbagai
penelitian diketahui bahwa baik virus DNA maupun virus RNA dapat
menimbulkan transformasi sel (Corwin, 2007).Salah satu golongan virus DNA
yaitu human papilloma virus (HPV). HPV dikenal hampir 50 tipe, beberapa
diantaranya adalah HPV tipe 1, 2, 4, dan 7 sering menyebabkan terjadinya
papilloma skuamosa. HPV tipe 16, 18, dan 31 dihubungkan dengan terjadinya
karsinoma serviks uteri (Kumar, 1996).
Pada binatang virus RNA banyak menimbulkan neoplasma, contohnya
Rous sarcoma virus dan Bittner milk faktor.Pada manusia HLTV1 menimbulkan
Universitas Sumatera Utara
leukemia sel T. Limfoma sel B pada penderita AIDS berhubungan dengan HIV
(Pringgoutomo, 2002).
c.
Karsinogen radiasi
Penyinaran ultraviolet (UV) dengan panjang gelombang 28-320 nm tidak
dapat dilihat oleh mata, tetapi dapat merugikan tubuh.Sinar UV tidak dapat
menembus kulit, tetapi efeknya berpengaruh terhadap sel-sel kulit yang
dicapainya. Pada akhirnya akan terjadi mutasi sel yang merupakan dasar dari
keganasan (Wim de Jong, 2002). Radiasi UV berbahaya bagi orang yang berkulit
putih.Radiasi UV berkaitan dengan terjadinnya kanker kulit (karsinoma sel basal,
kasinoma sel skuamosa, melanoma malignum) (Kumar, 1996).
Radiasi pengion baik untuk diagnostik, pengobatan, maupun yang
digunakan di kalangan industri dapat menimbulkan neoplasma.Sehingga sangat
perlu diberikan perlindungan bagi pekerja yang menggunakan radiasi pengion
(Tjakarta, 2002).Radiasi pengion secara langsung menimbulkan kerusakan
macromolecules atau berinteraksi dengan cairan sel. Kemudian radiasi pengion
menimbulkan kerusakan atau perubahan ikatan kimia (Wim de Jong, 2002).
d.
Karsinogen hormon
Pertumbuhan sel kanker mungkin dipercepat dengan adanya gangguan
keseimbangan
hormon.Gangguan
kesimbangan
hormon
dapat
berupa
pembentukan hormon itu sendiri (endogenus) atau pemberian hormon eksogenus
(Brunner & Suddarth, 1997).Beberapa jenis hormon bekerja sebagai faktor
pembantu pada karsinogenesis.Sebagai contoh estrogen dapat membantu
Universitas Sumatera Utara
pembentukan kanker endometrium dan payudara.Hormon steroid merangsang
pembentukan karsinoma sel hati (Kumar, 1996).
1.3.2 Faktor Resiko Kanker
a.
Faktor genetik
Faktor genetik menyebabkan beberapa keluarga memilki resiko lebih
tinggi untuk menderita kanker tertentu bila dibandingkan dengan keluarga
lainnya. Sebagai contoh, resiko wanita untuk menderita kanker payudara
meningkat 1,5 sampai 3 kali jika ibunya atau saudara perempuannya menderita
kanker payudara (Junaidi, 2007).
Faktor genetik juga berperan dalam pembentukan sel kanker.Jika
kerusakan DNA terjadi pada sel dimana pola kromosomnya abnormal, maka dapat
terbentuk sel-sel mutan.Pola kromosom yang abnormal berhubungan dengan
kromosom ekstra, terlalu sedikit kromosom, atau translokasi kromosom (Brunner
& Suddarth, 1997).
b.
Faktor lingkungan
Lingkungan berpengaruh besar akan timbulnya kanker. Diperkirakan
sedikitnya 85% kanker disebabkan oleh pengaruh lingkungan, diantaranya 50%
berhubungan dengan karsinogen dalam makanan, 35% dengan merokok, 5%
dengan pekerjaan, dan sisanya 10% mungkin disebabkan oleh faktor lain
(Sukardja, 2000).
c.
Makanan
Makanan merupakan salah satu faktor resiko penting sebagai penyebab
kanker. Misalnya, makanan yang dibuat dengan cara diasapkan atau diasamkan
Universitas Sumatera Utara
dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker lambung. Alkohol juga memiliki
resiko
yang
lebih
tinggi
terjadinya
kanker
kerongkongan
(Diananda,
2009).Sebaliknya mengonsumsi makanan tinggi serat mengurangi kemungkinan
terjadinya kanker usus besar. Mengurangi lemak sampai kurang dari 30% dari
kalori total akan mengurangi resiko terjadinya kanker usus besar, payudara, dan
prostat (Junaidi, 2007).
1.4
Gejala Kanker
Gejala yang timbul pada kanker tergantung dari jenis jaringan atau organ
tubuh yang terserang, secara umum gejalanya sebagai berikut:
1.4.1 Nyeri
Nyeri dapat terjadi akibat tumor yang meluas sehingga menekan saraf dan
pembuluh darah di sekitarnya.Nyeri juga merupakan reaksi kekebalan dan
peradangan terhadap kanker yang sedang tumbuh (Junaidi, 2007).Nyeri juga
disebabkan karena ketakutan atau kecemasan (Corwin, 2007).
1.4.2 Perdarahan atau pengeluaran cairan yang tidak wajar
Misalnya ludah, batuk, muntah yang berdarah, mimisan terus-menerus,
cairan puting susu yang mengandung darah, cairan liang senggama yang berdarah
(diantara menstruasi/menopause), darah dalam tinja, dan darah dalam air kemih
(Junaidi, 2007).
1.4.3
Anemia
Anemia terjadi karena berbagai hal, sebagian besar terjadi pada mereka
yang mengalami kanker metastatis.Anemia secara dini terjadi pada mereka yang
Universitas Sumatera Utara
menderita kanker sel-sel pembentuk darah atau kanker yang menyebabkan
perdarahan menahun misalnya kanker rahim, usus besar (Junaidi, 2007).
Anemia juga sering dijumpai pada kasus prabedah ginekologi dan
memerlukan evaluasi penyebabnya.Anemia juga harus diperhitungkan dengan
memperkirakan perdarahan yang terjadi pada saat pembedahan.Perhitungan
dilakukan untuk menentukan apakah diperlukan transfusi prabedah serta persiapan
darah untuk antisipasi perdarahan pada waktu pembedahan (Santoso, 2006 dalam
Aziz, Andrijono, & Saifuddin, 2006).
1.4.4
Penurunan berat badan
Penurunan berat badan pada pasien kanker selalu disertai dengan
kakeksia.Kakeksia istilah yang sering digunakan untuk menjelaskan penurunan
lemak dan protein pada pasien kanker.Kakeksia dapat disebabkan berbagai hal,
seperti hilangnya nafsu makan akibat pencernaan yang terganggu, dan
peningkatan laju metabolisme sel-sel kanker secara terus-menerus. Sel kanker
memerlukan energi yang tinggi dan mengambil nutrien yang diperlukan oleh sel
lain untuk hidup (Corwin, 2007).
Malnutrisi dan kehilangan berat badan seringkali memberikan kontribusi
kepada kematian pasien kanker.Pada pasien kanker kehilangan berat badan terjadi
secara tidak sengaja dan progresif.Kehilangan berat badan terjadi akibat faktorfaktor mekanis pada saluran cerna yang berhubungan dengan tumor, efek samping
pembedahan, kemoterapi, dan radiasi. Kekurangan protein-kalori mengakibatkan
penurunan nyata berat badan dan mengganggu fungsi-fungsi kompartemen protein
somatik dan viseral (Sunatrio, 2006 dalam Aziz, Andrijono, & Saifuddin, 2006).
Universitas Sumatera Utara
2.Kemoterapi
2.1 Defenisi Kemoterapi
Menurut WHO kemoterapi adalah pemberian obat-obat sitotoksik untuk
membunuh sel kanker.Kemoterapi merupakan terapi sistemik yang berarti obat
menyebar ke seluruh tubuh dan dapat mencapai sel kanker yang telah menyebar
jauh atau metastase ke tempat lain (Rasjidi, 2007).
2.2
Jenis-Jenis Kemoterapi
2.2.1 Kemoterapi Adjuvan
Kemoterapi yang diberikan sesudah operasi, dapat sendiri atau bersamaan
dengan radiasi, dan bertujuan untuk membunuh sel yang telah bermetastase
(Rasjidi, 2007). Kemoterapi adjuvan bertujuan untuk mengeradikasi massa tumor
yang subklinis 104sel yang tidak mungkin terdeteksi pasca pembedahan. Dengan
jumlah sel kanker yang relatif sedikit kemoterapi akan bekerja secara efektif
(Saleh, 2006 dalam Aziz, Andrijono, & Saifuddin, 2006).
2.2.2 Kemoterapi Neoadjuvan
Kemoterapi ini diberikan pada pasien kanker sebelum operasi untuk
mengecilkan massa tumor (Rasjidi, 2007). Hasil yang optimal akan terjadi bila
kemoterapi diberikan bersama dengan radioterapi, baik secara bersama-sama atau
berurutan (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, & Setiati, 2009).
Kemoterapi neoadjuvan telah banyak digunakan pada penatalaksanaan
kanker kepala dan leher.Alasan utama penggunaan kemoterapineoadjuvan pada
awal perjalanan penyakit adalahuntuk menurunkan beban sel tumor sistemik yang
terdapat di dalam sel tumor yang resisten (Parkway Center Cancer, 2003).
Universitas Sumatera Utara
2.2.3
Kemoterapi Primer
Kemoterapi primer digunakan sebagai pengobatan satu-satunya yang
efektif. Misalnya: limfoma, tumor Wilm, rabdomiosarkoma embrional, kanker
paru sel kecil, kanker paru stadium lanjut (Wim de Jong, 2002). Kemoterapi
primer
hanya bersifat mengendalikan pertumbuhan tumor dan bukan untuk
menyembuhkan/memberantas seluruh sel kankernya (Rasjidi, 1992)..
Terapi ini biasanya dilakukan untuk pasien dengan stadium lanjut (4B)
dimana kanker sudah menyebar ke organ-organ lain di dalam tubuh.Kemoterapi
diberikan bersamaandengan radiasi.Umumnya dosis kemoterapiyang diberikan
lebih rendah.Biasanya sebagairadiosensitizer (Wim de Jong, 2002).
2.2.4
Kemoterapi Induksi
Digunakan sebagai terapi pertama dari beberapa terapi berikutnya (Rasjidi,
2007).Kemoterapi induksi bertujuan untuk mengecilkan ukuran tumor sebelum
dilakukan pembedahan lokal atau radioterapi. Obat-obatan digunakan sebagai
katalis induksi gelombang radio untuk meningkatkan efektivitas radioterapi
(Parkway Center Cancer, 2013)
2.2.5
Kemoterapi kombinasi
Kemoterapi kombinasi adalah pemberian dua zat atau lebih dalam terapi
kanker.Kemoterapi kombinasi menyebabkan setiap pengobatan saling mendukung
aksi obat lainnya atau berperan secara sinergis (Otto, 1996).Kemoterapi
kombinasi bertujuan untuk memperbaiki laju respons dan daya ketahanan
hidup.Efektivitas kemoterapi kombinasi meningkat karena mencegah timbulnya
klon resisten. Efek sitolitik akan meningkat karena penggabungan dua jenis obat,
Universitas Sumatera Utara
yaitu fase spesifik dan fase non spesifik sehingga dapat membunuh sel, baik yang
berada dalam pembelahan maupun sel dalam fase inaktif (Saleh, 2006 dalam Aziz,
Andrijono, Saifuddin, 2006).
2.3
Cara Kerja Kemoterapi
Suatu sel normal akan berkembang mengikui siklus pembelahan sel yang
teratur. Beberapa sel akan membelah diri dan membentuk sel baru dan sel lain
akan mati. Sel yang abnormal akan membelah diri dan berkembang secara tidak
terkontrol, yang pada akhirnya akan terjadi suatu massa yang dikenal sebagai
tumor (Rasjidi, 2007).
Siklus sel secara sederhana dibagi menjadi 5 tahap yaitu:
2.3.1
Fase G0, dikenal sebagai fase istirahat. Ketika ada sinyal untuk
berkembang, sel ini akan memasuki fase G1
2.3.2
Fase G1, pada fase ini sel siap untuk membelah diri yang diperantarai oleh
beberapa protein penting untuk bereproduksi. Fase ini berlangsung 18-30
jam
2.3.3
Fase S, disebut sebagai fase sintesis. Pada fase ini DNA sel akan di kopi.
Fase ini berlangsung 18-20 jam
2.3.4
Fase M. sel dibagi menjadi 2 sel baru. Fase ini berlangsung 30-60 menit.
Kanker tidak berkembang lebih cepat daripada jaringan normal.Pada
jaringan tumor, banyak sel yang berada pada fase aktif dari siklus sel. Pada
jaringan normal sebagian besar populasi sel berada pada dalam fase G0 (Saleh,
2006 dalam Aziz, Andrijono, & Saifuddin, 2006).
Universitas Sumatera Utara
2.4
Komplikasi Kemoterapi
2.4.1
Segera: shock, aritmia, nyeri pada tempat suntikan
2.4.2
Dini: mual/muntah, panas, panas (reaksi hipersensitif)
2.4.3
Lambat (beberapa hari): stomatitis, diare, alopecia, depresi, sumsum
tulang, nephrotoksis, neuropati
2.4.4
Lambat (beberapa bulan): hiperpigmentasi kulit, amenorhoea, penurunan
konsentrasi sperma (Sukardja, 2000)
3.
Mual-Muntah
3.1
Defenisi Mual-Muntah
Mual adalah perasaan atau sensasi yang sangat tidak enak di belakang
tenggorokan atau epigastrium (Price & Willson, 2003).Terdapat berbagai
perubahan aktivitas saluran cerna yang berkaitan dengan mual, seperti
meningkatnya saliva, menurunnya tonus lambung, dan peristaltik.Peningkatan
tonus duodenum dan jejunum menyebabkan terjadinya refluks isi lambung.Namun
demikian, tidak terdapat bukti yang mengesankan bahwa hal ini menyebabkan
mual (Price & Willson, 2003).
Mual juga merupakan perasaan yang diakui secara sadar tentang terjadinya
eksitasi yang tidak disadari pada pusat muntah di medulla oblongata atau di
daerah yang dekat dengan pusat muntah tersebut (Guyton, 1996). Pusat mual
meliputi daerah otak yang paling tinggi dan sulit dimengerti dengan baik (Rahman
& Beattie, 2004 dalam Hawkins & Grunberg, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Muntah didefinisikan sebagai suatu reflex yang menyebabkan dorongan
ekspulsi isi lambung atau usus atau keduanya ke mulut (Price & Willson, 2003).
Muntah dianggap penting karena dapat menjadi indikator berbagai keadaan,
seperti obstruksi usus, infeksi, nyeri, penyakit metabolit, kehamilan, penyakit
labirin dan vesibular, substansi emetic eksogen seperti racun, uremia atau gagal
ginjal, penyakit radiasi, kondisi psikologis, migren, infaerk miokard, dan sinkop
sirkulatorik (Price & Willson, 2003).
Retching adalah suatu upaya yang kuat dan involunter untuk muntah tanpa
mengeluarkan apapun (Rhodes & McDaniel, 2001).Retching merupakan suatu
proses dimana terjadi kontraksi yang kuat dari diafragma dan otot abdomen tanpa
adanya pengeluaran isi dari lambung (Grace & Borley, 2007). Retching dapat
digambarkan dengan istilah tercekik (gagging) dan rasa ingin muntah yang tidak
mengeluarkan isi (Rhodes & McDaniel, 2001).
3.2
Etiologi dan Patofisiologi Mual-Muntah
Adapun etiologi dari mual-muntah adalah: rasa lapar atau kadar gula darah
menurun, stress, infeksi (bakteri, virus, atau yang lain), kekurangan cairan,
makanan yang tidak dapat di toleransi oleh tubuh (kafein, terigu, dan yang lain),
penggunaan obat antiretroviral (Herman, 2004).
Saluran pencernaan diliputi pada pemicu mual-muntah.Pusat mual-muntah
juga berperan pada ekspresi dari mual melalui perubahan pada aktivitas motorik
yang mengembalikan isi usus ke lambung terlebih dahulu secara paksa dibawa
dengan kontraksi dari diafragma dan otot abdominal.Ada bukti yang kuat bahwa
5-hydroxytryptamine
(5-HT)
dilepaskan
dari
sel
enterochromaffin.Sel
Universitas Sumatera Utara
enterochromaffin adalah sebuah sel pemicu muntah yang kuat.Berfungsi sebagai
bagian dari sebuah mekanisme deteksi luminal toksin. 5-HT dilepas dari aktivitas
mukosa gut pada sensori akhir dari serabut vagal aferen yang menyampaikan ke
batang otak yang menyusun respon emesis (Grundy, 2000 dalam Liebert, 2007).
Pusat muntah terdiri dari 3 komponen yaitu area postrema, nucleus traktus
solitarius, dan dorsal vagal kompleks.Aktivitas dari mual-muntah melibatkan
sebuah lengkung refleks (Donnerer, 2003 dalam Hawkins & Grunberg, 2009).
Sinyal mengirim ke dorsal vagal kompleks mengaktifkan impuls somatis dan
visceral ke organ efektor: otot abdominal, perut, esophagus, dan diafragma
(Bubalo, Bierman, & Yates, 2004 dalam Hawkins & Grunberg, 2009). Pada saat
pusat muntah distimulasi, aliran udara tertutup dan terjadi peningkatan tekanan
intra abdominal menuju ke pengeluaran dengan paksa dari isi lambung (Girish &
Manikandan, 2007 dalam Hawkins & Grunberg, 2009).
4.
Mual-Muntah Post Kemoterapi
4.1
Penggolongan Mual-Muntah Post Kemoterapi
Mual-muntah post kemoterapi digolongkan menjadi tiga tipe yaitu:
4.1.1 Mual-Muntah Akut (Acute Nausea-Vomiting)
Mual-muntah akut biasanya terjadi beberapa menit sampai beberapa jam
post kemoterapi dan hilang dalam 24 jam pertama. Mual-muntah yang berat
biasanya terjadi 5-6 jam post kemoterapi (National Comprehensive Cancer
Network, 2007). Mual-muntah akut akan menetap selama beberapa jam. Tingkat
Universitas Sumatera Utara
keparahan mual-muntah tergantung variasi obat kemoterapi yang digunakan
(Markman, 2002).
4.1.2 Mual-Muntah Tertunda (Delayed Nausea-Vomiting)
Mual-muntah yang terjadi lebih dari 24 jam post kemoterapi dikenal
dengan mual-muntah tertunda (delayed) (Navari, 2007). Patofisologi dan
neurofarmakologi dari mual-muntah tertunda (delayed) masih belum dapat
dipahami dengan baik. Pengobatan mual-muntah tertunda (delayed) ini jauh lebih
sulit diibandingkan dengan mual-muntah akut (acute) (Antonarakis & Hain,
2004).
4.1.3 Mual-Muntah Antisipasi (Anticipatory Nausea-Vomiting)
Mual-muntah antisipasi (anticipatory) dapat terjadi beberapa hari atau jam
sebelum kemoterapi dan diperkirakan terjadi hampir 29 persen dari pasien yang
menerima kemoterapi (Thompson & O’Bryant, 2013). Mual-muntah antisipasi
(anticipatory) juga dihubungkan dengan ketidakseimbangan diantara lingkungan
dan mual-muntah post kemoterapi (Antonarakis & Hain 2004).
Mual-muntah antisipasi (anticipatory) berhubungan dengan fenomena.
Ketika seseorang memiliki pengalaman yang buruk dengan kemoterapi, kemudian
orang tersebut mengingat kemoterapi, melihat rumah sakit, dan hal yang
berhubungan dengan pengalaman buruknya maka akan mengaktifkan suatu respon
yang sering dikenal dengan Pavlovian reflex. Pavlovian reflex adalah sebuah
rangsangan non fisik yang berperan terhadap beberapa respon yang dapat
diramalkan (Grunberg, 2013).
Universitas Sumatera Utara
4.2
Patofisiologi Mual-Muntah PostKemoterapi
Mual-muntah post kemoterapi disebabkan oleh kehadiran atau adanya
agen kemoterapi atau metabolit agen kemoterapi di aliran darah atau cairan
serebrospinal yang berperan secara langsung pada chemoreceptor trigger zone di
area postrema. Area postrema berada di sebelah luar barrier darah-otak dan
sehingga menyebabkan terjadinya kesensitifan melalui darah dan cairan
serebrospinal (Hawkins & Grunberg, 2009).
Sinyal dari area postrema kemudian disampaikan ke nukleus traktus
solitarius yang terletak di dalam barrier darah-otak dan mengandalkan pada neuro
transmitter untuk memicu muntah. Agen sitotoksik juga dapat menyebabkan
terlepasnya serotonin (5-HT) dan substansi P (NK1) dari sel enterochromaffin di
mukosa lambung yang kemudian mengirim sinyal ke nukleus traktus solitarius
melalui serabut sensori vagal (Girish & Manikandan; Herrstedt, 2008 dalam
dalam Hawkins & Grunberg, 2009). Sinyal yang berasal dari nukleus traktus
solitarius, respon muntah diatur oleh jalur aferen, termasuk saraf vagus dan
phrenic.Tambahannya, pada serotonin (5-HT) dan jalur substansi P (NK1),
cannabioid dan jalur dopamine (D2) juga dapat menyebabkan mual-muntah post
kemoterapi. Jalur lain yang meliputi mual-muntah termasuk acetylcoline atau
muskarinik (M), histamin (H), endorphin, dan 𝛾𝛾-aminobutyric acid tetapi jalur ini
tidak diharapkan mengaktifkan mual-muntah post kemoterapi (Herrstedt, 2008
dalam Hawkins & Grunberg, 2009).
Universitas Sumatera Utara
4.3
Faktor-Faktor yang MempengaruhiMual-Muntah Post Kemoterapi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi mual-muntah adalah:
4.3.1Kategori obat kemoterapi yang digunakan
Obat-obat kemoterapi dikategorikan berdasarkan aktivitas farmakologi dan
pengaruhnya terhadap reproduksi sel. Kelompok dasar dan aksi potensial mereka
adalah sebagai berikut:
a. Obat-obat spesifik fase siklus sel berpengaruh terhadap sel-sel yang sedang
mengalami pembelahan. Contohnya adalah antimetabolit, alkaloid
tanaman vinca, dan zat lainnya seperti asparaginase dan dacarbazine.
Obat-obat ini sangat efektif melawan tumor yang sedang bertumbuh yang
memiliki proporsi yang lebih besar pada siklus sel selama fase obat
tersebut menyerang sel kanker. Obat-obat ini diberikan dalam konsentrasi
minimal secara terus-menerus (Otto, 1996).
b.
Obat-obat pada fase siklus sel non spesifik berpengaruh pada sel yang
sedang membelah atau beristirahat. Misalnya agen alkilasi, antibiotik
antitumor, nitrourea, hormon dan steroid, serta agens lainnya seperti
prokarbazin. Bersifat aktif pada segala fase dalam siklus sel dan dapat
efektif pada tumor yang besar dengan beberapa sel aktif yang sedang
membelah pada saat pemberian. Obat-obat ini sering diberikan secara
injeksi bolus tunggal (Otto, 1996)
Universitas Sumatera Utara
4.3.2 Dosis dari obat kemoterapi
Pemberian dosis yang tinggi pada obat kemoterapi lebih sering
menyebabkan mual-muntah post kemoterapi (National Comprehensive Cancer
Network, 2007).
4.3.3 Cara pemberian obat kemoterapi
a.
Pemberian secara intravena
Banyak obat kemoterapi yang digunakan melalui intravena.Misalnya
siklofosfamid, epirubisin, vinkristin, 5-FU, metotreksat, sitarabin, dan lainlain.Cara pemberian kemoterapi melalui intravena untuk pengobatan kanker
payudara, kanker kolorektal, limfoma maligna, leukemia akut, dan lain-lain.Cara
pemberian kemoterapi melalui intravena bervariasi tergantung pada jenis obat dan
keganasannya (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, & Setiati, 2009).
Obat kemoterapi yang diberikan melalui intravena dapat menyebabkan
terjadi lebih cepat daripada diberikan melalui oral.Karena obat kemoterapi yang
diberikan melalui intravena diabsorbsi lebih cepat (Cancer Care Nova Scotia,
2004).
b.
Pemberian secara oral
Pemberian secara oral biasanya untuk pengobatan kanker ovarii yang
relaps, kanker kolorektal yang telah lanjut, leukemia limfositik kronik sel B, dan
lain-lain. Beberapa jenis obat yang digunakan per oral yaitu etoposid, kapesitabin,
dan fludarabin (Brunner & Suddarth, 1997).
Universitas Sumatera Utara
c.
Pemberian secara intra-muskulus
Pemberian secara intra-muskulus lebih jarang digunakan karena banyak
obat yang dapat mengiritasi atau bahkan merusak kulit dan jaringan
otot.Pemberian intra-muskulus sering dihindari karena meyebabkan resiko syok
anafilaksis. Pemberian intra-muskulus antara lain pemberian Bleomycin (Sylvia &
Wilsson, 1996).
Pemberian cara ini yaitu suntikan tidak diberikan pada lokasi yang sama
dengan pemberian dua-tiga kali berturut-turut. Yang dapat diberikan intramuskulus antara lain bleomycin dan methotrexate (Rasjidi, 2007).
d.
Pemberian secara intra-arteri
Pemberian secara intra-arteri memerlukan pemasangan kateter pada arteri
yang terletak di dekat tumor.Obat diberikan dalam larutan yang mengandung
heparin melalui pompa infus karena terdapat tekanan arteri (Otto, 1996).
Pemberian intra-arteri jarang dilakukan karena membutuhkan sarana yang cukup
banyak, antara lain alat radiologi diagnostik, mesin atau alat filter, serta
memerlukan keterampilan tersendiri (Rasjidi, 2007).
e.
Pemberian secara intraperitoneal
Pemberian secara intraperitoneal adalah pemberian agen kemoterapi secara
langsung ke dalam rongga peritoneal melalui dialisa (Kumar, 1996). Kemoterapi
intraperitoneal diberikan melalui kateter Tenckhoff
(kateter khusus yang
dirancang untuk menghilangkan atau menambahkan cairan dalam jumlah besar
dari atau ke dalam rongga perut) atau melalui port implan yang melekat pada
kateter. Kemoterapi disuntikan ke port melalui kateter, lalu masuk ke rongga
Universitas Sumatera Utara
abdomen dimana obat terabsorbsi ke daerah yang terkena.Cara ini memiliki efek
samping yang lebih buruk daripada kemoterapi IV biasa (Otto, 1996).
4.3.4 Karakteristik individu
a. Riwayat mengonsumsi alkohol
Sebuah penelitian telah menunjukkan bahwa muntah lebih mudah
dikontrol pada pasien dengan riwayat alkohol kronik (>100 g/hari) dibandingkan
pasien yang tidak memiliki riwayat alkohol (Gralla, 2000).Di dalam sebuah
evaluasi, 52 pasien menerima cisplatin dosis tinggi dan kombinasi regimen antimuntah yang sesuai, 93% dari pasien dengan riwayat alkohol kronik tidak
mengalami muntah.Sementara 61% dari pasien lainnya yang tidak memiliki
riwayat alkohol mengalami muntah (Tyson, 1999).
c. Usia
Pasien dengan usia muda lebih memungkinkan untuk muntah. Resiko ini
mungkin sebuah masalah psikologis secara langsung atau tidak langsung bagi
pasien usia muda. Usia muda secara tidak langsung sering mengalami reaksi
distonik akut ketika menerima anti-muntah. Anti-muntah memiliki reseptor
dopamin sebagai penghalang mekanisme aksi (Allen & Reily, 1999).
Di dalam sebuah ringkasan laporan, dari hampir 500 pasien yang
menerima metoclopramide, hanya 2% pasien berumur > 30 tahun yang muntah.
27 % muntah terjadi pada usia muda (Kris, 2000). Ketika anti-muntah dopamin
diberikan selama beberapa hari, yang paling sering terjadi adalah reaksi distonik.
Reaksi distonik khusus terjadi pada pasien usia muda (Andrews & Bandhri, 2000).
Universitas Sumatera Utara
d.
Jenis kelamin
Beberapa penelitian melaporkan bahwa wanita lebih sulit mengontrol
muntah dibanding laki-laki.Hal ini merupakan masalah yang kompleks.Namun,
dengan menggunakan analisis multivariat menunjukkan bahwa jenis kelamin
merupakan faktor bersifat independen dari muntah (Balfour, 2001).
Dalam penelitian anti-muntah, wanita terdaftar sebagai penerima dua atau
lebih agen muntah (cisplastin plus dan cysclophosphamide).Dan wanita jarang
memiliki riwayat penggunaan alkohol (Andrews & Bandhri, 2000).
e. Motion Sickness
Motion sickness sangat sering terjadi seperti mabuk laut, mabuk udara, dan
lainnya.Tandanya adalah pucat, keringat dingin, mual, dan muntah. Tanda dan
gejala yang timbul relatif bertahap, tetapi pada saat tertentu akan memuncak
sehingga terjadi mual dan muntah. Setelah mual-muntah sering terjadi malaise
(Neal, 2005).
Motion sickness dipercaya merupakan respon terhadap informasi sensoris
yang bermasalah.Hanya sedikit yang diketahui mengenai mekanisme neural yang
terlibat dalam motion sickness (Neal, 2005).Pasien yang mengalami motion
sickness biasanya lebih mudah mengalami mual-muntah akibat kemoterapi
(Solimando, 2003).
f.
Siklus kemoterapi
Siklus kemoterapi adalah waktu yang diperlukan untuk pemberian satu
kemoterapi. Untuk satu siklus umumnya setiap 3 atau 4 minggu sekali, namun
ada juga yang setiap minggu (Tjokronegoro, 2006). Siklus kemoterapi
Universitas Sumatera Utara
memberikan pengaruh terhadap gejala mual-muntah.Semakin tinggi siklus
kemoterapi, maka semakin berat gejala mual-muntahnya (McRonald & Fleisher,
2005).
4.4
PengukuranMual-Muntah
Pengukuran mual-muntah dibutuhkan untuk mendapatkan informasi yang
dibutuhkan, untuk difokuskan pada intervensi yang tepat dalam mengatasi gejala
mualpost kemoterapi (Wood et al, 2011).
Menurut Rhodes dan Mc Daniel (2001), alat untuk mengukur mualmuntah yang telah teruji validitas dan reabilitasnya yaitu: Numerik Rating Scale
for Nausea,Duke Descriptive Scale (DDS), Behavioral Observation Tool, Visual
Analog Scale (VAS), Index Nausea Vomiting and Retching (INVR), Marrow
Assessment Of Nausea and Emesis and Functional Living Index Emesis.
Pada penelitian ini instrumen yang digunakan untuk mengkaji gejala mualmuntah post kemoterapi yaitu Index Nausea, Vomiting, and Retching (INVR).
Index Nausea, Vomiting, and Retching (INVR) adalah kuesioner yang
dikembangkan oleh Rhodes daan digunakan untuk memberikan informasi tentang
mual, muntah, dan retching.Kuesioner ini lebih sering digunakan karena lebih
sederhana dan lebih mudah untuk membacanya (Rhodes & McDaniel, 2001).
Kuesioner ini memiliki nilai validitas konstruk 0.87 dan reliabilitas yang
diuji dengan Alpha-Cronbach 0.98.Index Nausea, Vomiting, and Retching (INVR)
memiliki 8 item pengkajian dan 5 skala likert. Rentang skor berkisar dari 0 sampai
32. Dimana 0: tidak mual-muntah, 1-8: mual-muntah ringan, 9-16: mual-muntah
sedang, 17-24: mual-muntah berat, dan 25-32: mual-muntah buruk (Rhodes &
Universitas Sumatera Utara
McDaniel, 2001).Dan untuk mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi mualmuntah post kemoterapi digunakan kuesioner data demografi (karakteristik
individu).
Universitas Sumatera Utara
Download