Pemurnian Dan Karakterisasi Enzim Selulase Dari

advertisement
46
PEMBAHASAN
Identifikasi Isolat PMP 0126y
Isolat PMP 0126y merupakan salah satu isolat koleksi BBP4BKP yang
diisolasi dari limbah rumput laut (Munifah et al. 2011). Hasil analisis sekuen
DNA menunjukkan bahwa sebanyak 1282 pasang basa DNA isolat PMP 0126y
memiliki kemiripan sebesar 96% dengan bakteri Chryseobacterium indologenes
galur McR-1.
Berdasarkan laporan yang dikutip dari Health Protection Agency dalam
National Collection of Type Culture (NCTC) bakteri Chryseobacterium
indologenes rentan terhadap kalium sianida, secara aerob dapat menghidrolisis
kasein, dan bakteri ini dapat menghasilkan enzim gelatinase. Selain itu, bakteri ini
dapat menghidrolisis pati (Graevenitz dalam Murray et al. 1995), dan dapat
menghasilkan enzim mananase (Rattanasuk & Cairns 2009).
Genus Chryseobacterium termasuk ke dalam famili Flavobacteriaceae
(Calderon et al. 2011). Karakter bakteri genus Chryseobacterium berbentuk
batang dengan sisi yang sejajar dan ujung bulat, berukuran 0,5 x 1,0-3,0 µm,
endospora tidak terbentuk, sel bakteri bersifat Gram negatif, nonmotil, aerobik,
oksidase positif, katalase positif, menghasilkan pigmen yang berwarna kuning
terang sampai jingga. Pada umumnya Flavobacterium terdapat di tanah dan air
(Murray et al. 1995). Selain itu, ditemukan pula pada daging, susu, dan makanan
lainnya, serta pernah ditemukan di lingkungan rumah sakit dan material klinis
manusia (Holt 1994).
Bakteri Chryseobacterium indologenes atau nama lainnya Flavobacterium
indolegenes merupakan bakteri aerob yang hidup pada suhu pertumbuhan 37 0C di
media kaldu nutrien. Koloni bakteri ini berbentuk bulat cembung, permukaan
koloni berwarna kuning mengkilat dan licin, Gram negatif, dan secara
mikroskopis berbentuk batang pendek. Bakteri ini pernah diisolasi dari manusia
yaitu pada bedah trakea pada tahun 1958 (Yabuuchi et al. 1983). Genus
Flavobacterium adalah salah satu genus yang penting dalam degradasi
polisakarida. Berdasarkan penelitian yang dilakukan untuk mengisolasi bakteri
47
pendegradasi selulosa asetat diketahui bahwa 3 dari 35 galur yang berhasil
diisolasi dari genus Flavobacterium (Yang et al. 1985).
Pertumbuhan dan Produksi Enzim Selulase
Uji kualitatif selulase yang dihasilkan oleh isolat PMP 0126y ditandai
dengan terbentuknya zona bening di sekitar zona koloni pada media agar-agar
yang mengandung selulosa. Teather dan Wood (1982), melakukan penapisan
secara cepat mikrob selulolitik dengan cara pengukuran indeks zona bening. Luas
zona bening yang dihasilkan bergantung pada konsentrasi CMC dan agar-agar
yang digunakan. Semakin banyak CMC dan agar-agar yang diberikan maka akan
menyebabkan pori-pori mengecil sehingga enzim selulase yang disekresikan lebih
sulit melewati pori-pori tersebut dan mengakibatkan terhambatnya proses
degradasi (Hankin & Anagnostakis 1997). Zverlova et al. (2003) menyatakan
bahwa diameter zona bening umumnya berukuran lebih besar dibandingkan
dengan diameter koloni, karena enzim selulase disekresikan ke lingkungan
sekitarnya oleh bakteri pendegradasi selulosa.
Pada media kultur produksi enzim, isolat PMP 0126y mulai memasuki
fase eksponensial/logaritmik selama 6-12 jam waktu inkubasi. Fase logaritmik
merupakan tahapan fase pertumbuhan bakteri yang berlangsung sangat cepat
karena terjadi penggandaan sel bakteri secara cepat (Madigan et al. 2009),
sehingga bakteri yang berada dalam fase ini baik sekali untuk dijadikan inokulum.
Selanjutnya pada jam ke-12 sampai jam ke-21 inkubasi isolat PMP 0126y
mengalami fase stasioner yaitu jumlah bakteri yang hidup sebanding dengan
bakteri yang mati. Pada fase ini terjadi pengurangan nutrien esensial dalam media
dan terjadi akumulasi bahan-bahan terbuang pada media pertumbuhan (Madigan
et al. 2009). Selanjutnya pada jam ke-24 sampai jam ke-27 isolat PMP 0126y
mengalami fase kematian yaitu bakteri tidak dapat mengalami pertumbuhan
kembali.
Laju pertumbuhan bakteri pada fase logaritmik (antara 6-9 jam waktu
inkubasi) digunakan sebagai penentuan waktu terbaik untuk penuangan media
inokulum ke media produksi. Hal ini dilakukan agar isolat tidak membutuhkan
waktu lama untuk fase adaptasi di dalam media produksi sehingga diharapkan
48
produksi enzim selulase pada media produksi lebih cepat. Isolat PMP 0126y
mengalami pertumbuhan eksponensial pada media produksi pada hari pertama
dan kedua, dan pada hari ketiga terjadi penurunan jumlah sel bakteri. Hal ini
diduga sumber karbon pada media mulai berkurang atau habis sehingga isolat
PMP 0126y mulai memanfaatkan CMC sebagai sumber karbon dengan enzim
selulase yang dihasilkannya sehingga diperoleh aktivitas selulase tertinggi pada
hari ketiga inkubasi.
Glukosa merupakan salah satu nutrisi dalam pertumbuhan bakteri sebagai
sumber karbon. Penggunaan glukosa dalam jumlah kecil untuk memproduksi
enzim selulase berfungsi sebagai sumber energi bagi isolat untuk menunjang
pertumbuhannya sehingga dapat beraktivitas lebih baik dalam menghidrolisis
selulosa amorf maupun kristal (Fikrinda et al. 2001). Akan tetapi, penambahan
glukosa sebanyak 0,1% pada media produksi ternyata tidak memberikan
peningkatan aktivitas selulase. Adanya glukosa yang memberikan nutrisi
tambahan selain ekstrak khamir menyebabkan jumlah sel isolat PMP 0126y
menjadi lebih banyak dan tetap stabil pertumbuhannya sampai hari ketiga dan
mulai mengalami penurunan pada hari keempat. Jumlah sel isolat PMP 0126y
yang tumbuh lebih banyak pada media produksi yang ditambah glukosa 0,1%
mencapai 9,4 log10 sel/mL. Madigan et al. (2009) menyatakan bahwa glukosa
yang ditambahkan menyebabkan bakteri akan tumbuh lebih cepat jika
dibandingkan media tanpa adanya glukosa.
Aktivitas selulase tidak meningkat dengan penambahan glukosa 0,1%,
sedangkan pada kadar glukosa yang lebih tinggi (1% atau lebih) dapat
menghambat pembentukan selulase (Purwadaria 1998; Rickard et al. 1989).
Selama ada glukosa pada media, maka enzim selulase belum dapat disintesis oleh
bakteri. Sintesis berbagai enzim yang berperan dalam proses katabolisme pada
umumnya direpresi bila sel ditumbuhkan pada media yang mengandung glukosa
(Madigan et al. 2009).
Pemurnian dan Karakterisasi Enzim Selulase
Produksi enzim selulase untuk pemurnian menggunakan media produksi
tanpa penambahan glukosa. Pemurnian enzim selulase yang dihasilkan oleh isolat
PMP 0126y diawali dengan melakukan pemekatan enzim yang bertujuan untuk
49
memekatkan enzim selulase yang dihasilkan. Pemekatan enzim dilakukan dengan
metode preparatif yaitu pengendapan dengan amonium sulfat dan ultrafiltrasi.
Persentase amonium sulfat yang dapat mengkonsentrasikan enzim selulase yang
dihasilkan oleh isolat PMP 0126y secara maksimal yaitu sebesar 50% dengan
aktivitas spesifik sebesar 0,128 U/mg, lebih tinggi jika dibandingkan dengan
aktivitas spesifik enzim selulase kasar sebelum dikonsentrasikan yaitu sebesar
0,075 U/mg. Pengendapan selulase dengan amonium sulfat juga dilakukan oleh
Jung et al. (2008) yang melaporkan bahwa 70% amonium sulfat dapat
meningkatkan aktivitas spesifik selulase yang dihasilkan oleh bakteri Bacillus
amyoliquefaciens DL-3 sebesar 533,4 U/mg dari aktivitas spesifik ekstrak kasar
sebesar 292,1 U/mg dan tingkat kemurnian sebesar 2,3 kali dari enzim ekstrak
kasar. Akan tetapi, aktivitas enzim selulase yang dihasilkan oleh isolat PMP
0126y pada 50% amonium sulfat pada supernatan menghasilkan aktivitas selulase
sebesar 0,068 U/mL. Aktivitas selulase ini hampir sama besar dengan aktivitas
selulase pada endapan yaitu sebesar 0,072 U/mL. Oleh karena itu, dapat dikatakan
bahwa pengendapan amonium sulfat ternyata tidak cocok untuk memekatkan
enzim selulase yang dihasilkan oleh isolat PMP 0126y. Selain itu, pengendapan
amonium sulfat pada enzim selulase yang dihasilkan oleh isolat ini dapat
membentuk gel dan gumpalan setelah sentrifugasi yang diduga berasal dari CMC.
Berdasarkan beberapa kelemahan ini, maka pemekatan enzim selanjutnya
dilakukan dengan cara ultrafiltrasi.
Pemekatan enzim selulase PMP 0126y dilakukan dengan menggunakan
membran ultrafiltrasi berukuran 10.000 NMWC (10.000 Dalton). Hasil pemisahan
supernatan dengan membran ultrafiltrasi menghasilkan retentat dan permeat.
Permeat merupakan protein yang dapat melewati membran dan berukuran lebih
kecil dari 10.000 Dalton, sedangkan retentat adalah protein yang berukuran Iebih
besar dari 10.000 Dalton sehingga tidak dapat melewati membran. Enzim selulase
isolat PMP 0126y dalam retentat yang berukuran lebih dari 10.000 Dalton dapat
dipisahkan. Hasil ultrafiltrasi yang dilakukan memberikan peningkatan pada
jumlah protein enzim selulase yaitu menjadi 0,822 mg/mL dari 0,750 mg/mL. Hal
ini diduga bahwa enzim selulase dari isolat PMP 0126y memiliki bobot molekul
protein di atas 10.000 Dalton. Aktivitas spesifik selulase pada retentat meningkat
50
sebesar 0,136 U/mg dari aktivitas spesifik pada permeat sebesar 0,099 U/mg dan
aktivitas spesifik enzim sebelum dipekatkan yaitu sebesar 0,086 U/mg.
Peningkatan aktivitas spesifik enzim selulase melalui pemekatan dengan
ultrafiltrasi juga dilaporkan oleh Arifin (2006) yang menunjukkan aktivitas
spesifik selulase meningkat dari 2,31 U/mg menjadi 2,84 U/mg dengan
ultrafiltrasi (Arifin 2006). Selain selulase, proses pemurnian dan pemisahan enzim
dengan ultrafiltrasi juga dilakukan pada enzim α-amilase dari bakteri Bacillus
sterothermophilus sebanyak 10 kali pemekatan yang dapat meningkatkan aktivitas
spesifik menjadi 6,68 U/mg dari 2,86 U/mg (Lestari et al. 2000).
Pemurnian enzim selulase dari isolat PMP 0126y setelah ultrafiltrasi
dilakukan dengan kromatografi penukar anion dengan kolom Sepharose
menggunakan bufer 0,05 M Tris-HCl pH 8 dan protein target dielusi dengan 1 M
NaCl. Puncak tertinggi dihasilkan oleh fraksi ke-48 pada konsentrasi NaCl
sebesar 37,3 mM. Aktivitas spesifik selulase hasil kromatografi penukar ion pada
enzim selulase dari Bacillus amyoliquefaciens DL-3 meningkat menjadi
1772,3 U/mg dari hasil pengendapan amonium sulfat sebesar 533,4 U/mg (Jung et
al. 2008). Pada kromatografi penukar anion yang dilakukan oleh Arifin (2006)
diperoleh aktivitas spesifik sebesar 1,91 U/mg dari hasil ultrafiltrasi sebesar
2,84 U/mg. Pada penelitian ini, pemurnian parsial dengan kromatografi kolom
penukar anion yang dilakukan berhasil meningkatkan kemurnian sebesar 15 kali
dari enzim selulase ekstrak kasar. Jung et al. (2008) melaporkan bahwa perolehan
enzim selulase hasil kromatografi penukar ion dari Bacillus amyoliquefaciens
DL-3 sebesar 15,0% dengan tingkat kemurnian sebesar 9,0.
Enzim selulase PMP 0126y hasil ultrafiltrasi dan pemurnian kolom
penukar anion memperlihatkan aktivitas optimum yang cenderung asam yaitu
pada bufer sitrat fosfat 0,05 mM pH 5. Salah satu contoh bakteri yang memiliki
pH optimum ekstrem asam ialah Clostridium acetobutylicum dengan pH optimum
4,6 (Allcock & Woods 1981). Kisaran pH untuk selulase tergolong luas, Bacillus
sp. galur N-4 menghasilkan selulase yang aktif pada rentang pH 5-10 (Horikhosi
1999).
Enzim selulase hasil pemekatan dengan ultrafiltrasi bekerja optimal pada
suhu 30 0C, sedangkan hasil pemurnian kolom penukar anion memperlihatkan
51
aktivitas optimum pada suhu 40 0C. Adanya perbedaan pada suhu optimum antara
enzim kasar (ultrafiltrasi) dengan enzim hasil pemurnian parsial (kromatografi)
disebabkan karena diduga enzim hasil kromatografi penukar anion kehilangan
senyawa seperti logam, kotoran, dan garam yang memelihara konformasi enzim
(Irawadi 1991). Hal ini menyebabkan enzim akan spesifik menghidrolisis substrat,
sehingga suhu optimum yang dihasilkan pada enzim hasil kromatografi penukar
anion lebih tinggi yaitu 40 0C.
Karakterisasi selulase hasil pemurnian isolat PMP 0126y dan beberapa
jenis bakteri yang telah dilakukan oleh sejumlah peneliti disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9 Pemurnian dan karakterisasi selulase dari berbagai jenis bakteri
Suhu
(0C)
pH
Penukar ion
50
7
Berat
molekul
(kDa)
53
Penukar anion
Penukar ion
dan gel filtrasi
Gel filtrasi dan
penukar ion
60
35
6
6,5-7
30-65
26-36
60
7-8
67
Bacillus sp. PDV Penukar ion
60
5
33
Bacillus
spaerichus JS1
Bacillus
amyoliquefaciens
MTCC610
Bacillus pumilus
Penukar ion
60
8
42
Penukar anion
DEAE
45
7
-
Gel filtrasi
60
6,5-7
80 &170
Bacillus
circulans
Bacillus sp.
Penukar ion
50
4,5
82
Penukar anion
40
5-9
103-130
Bacillus
galur
M-9
Bacillus
licheniformes
Bacillus
galur
CH43 & HR68
PMP 0126y
Penukar anion
DEAE
Pengendapan
amonium
Gel filtrasi &
Penukar ion
Penukar anion
60
5
54
65
6
37-43
65
&70
40
5-6,5
40
5
14, 30, 39
Bakteri
Bacillus
amyoliquefaciens
DL-3
Bacillus pumilus
Pseudomonas
fluorescens
Bacillus pumilus
Teknik
Kromatografi
Pustaka
Jung et al.
(2008)
Arifin (2006)
Bakare et al.
(2005)
Christakopoulus et al.
(1999)
Sharma et al.
(1990)
Singh et al
(2004)
Selvankumar et al.
(2011)
Kotchoni et
al. (2006)
Kim & Kim
(1995)
Yoshimatsu
et al. (1990)
Bajaj et al.
(2009)
Bischoff et
al. (2006)
Mawadza et
al. (2000)
Penelitian ini
52
Aktivitas enzim selulase isolat PMP 0126y menurun pada suhu di atas
suhu optimum disebabkan oleh terputusnya ikatan sekunder enzim karena
besarnya energi kinetika dari molekul enzim sehingga mengakibatkan hilangnya
struktur sekunder dan tersier dari enzim, disertai dengan hilangnya aktivitas enzim
(Suhartono 1989). Selain itu, turunnya aktivitas enzim akibat panas menyebabkan
putusnya sebagian besar ikatan yang kurang kuat pada struktur protein enzim.
Penurunan aktivitas selulase pada suhu di bawah suhu optimum disebabkan oleh
rendahnya afinitas antara enzim dengan sumber karbon atau rendahnya kecepatan
awal pemutusan kompleks enzim dengan sumber karbon (Irawadi 1991). Bakteri
Chryseobacterium indologenes yang diduga sama dengan isolat PMP 0126y
menghasilkan aktivitas tertinggi enzim mananase pada suhu 30 0C (Rattanasuk &
Cairns 2009).
Di antara substrat yang digunakan, aktivitas selulase yang dihasilkan oleh
isolat PMP 0126y tertinggi dihasilkan pada substrat limbah rumput laut Glacilaria
sp. dari Pameungpeuk yang didelignifikasi dengan NaOH 6%. Aktivitas selulase
yang cukup tinggi pada limbah rumput laut hasil pengolahan agar-agar ini diduga
karena telah dilakukan perlakuan awal terhadap limbah yaitu dengan melakukan
delignifikasi dengan basa NaOH 6% (w/w) baik pada pengolahan limbah agaragar dari daerah Pameungpeuk maupun dari PT. Agarindo. Pada kedua limbah
rumput laut tersebut diduga masih mengandung lignin. Lignin membungkus dan
mengikat selulosa secara fisik sehingga menghalangi enzim selulase bekerja
maksimal pada substrat (Meryandini et al. 2009), sehingga perlu dilakukan
delignifikasi. Proses delignifikasi merupakan suatu proses dalam menghilangkan
lignin dari liginiselulosa yang dilakukan dengan menggunakan bahan kimia asam
atau basa (Ahmed et al. 2001). Perlakuan awal dengan asam pekat H2SO4 1%
(v/w) tidak menghasilkan hasil yang sebaik pada substrat limbah dengan
perlakuan basa NaOH. Berdasarkan aktivitas selulase yang dihasilkan oleh isolat
PMP 0126y dapat disimpulkan bahwa pada perlakuan awal terbaik atau
delignifikasi terhadap limbah selulosa dari pengolahan agar-agar rumput laut
Glacilaria sp. dengan menggunakan basa NAOH 6%.
Enzim selulase dari isolat PMP 0126y dapat tergolong sebagai
endoglukanase karena dapat menghidrolisis dengan baik substrat selulosa CMC
53
murni dan CMC teknis. Aktivitas enzim selulase pada CMC murni lebih besar
yaitu sebesar 0,118 U/mL dibandingkan dengan aktivitas selulase pada CMC
teknis sebesar 0,073 U/mL. Substrat CMC merupakan substrat selulosa murni
yang berbentuk amorphous sehingga aktivitas enzim selulase pada substrat CMC
merupakan aktivitas enzim endo-1,4-β-glukanase karena enzim bekerja pada
rantai dalam CMC menghasilkan oligosakarida atau rantai selulosa yang lebih
pendek (Lynd et al. 2002). Hampir semua mikroorganisme selulolitik mampu
menghidrolisis CMC (Goto et al. 1992), dengan kata lain bahwa hampir semua
mikroorganisme dapat menghasilkan enzim endoselulase yang sangat aktif
mendegradasi derivat selulosa seperti CMC (Mattinen 1998). Hidrolisis terhadap
selulosa amorf (CMC) dilakukan secara acak oleh enzim CMC-ase yang
memutuskan ikatan β-1,4-glukosidase dari bagian dalam reaksi (Enari 1983).
Selain itu, enzim selulase yang dihasilkan oleh isolat PMP 0126y dapat
juga tergolong ke dalam enzim selobiohidrolase karena dapat menghasilkan
aktivitas selulase yang cukup tinggi pada media avisel dengan aktivitas selulase
sebesar 0,103 U/mL. Substrat selulosa untuk selobiohidrolase antara lain katun,
avisel, dan selulosa amorf (Fogarty 1983). Selobiohidrolase juga dapat
menghidrolisis mikrokristalin yaitu substrat selulosa yang berbentuk kristalin
(Kim & Kim 1995). Hal ini menunjukkan bahwa enzim selulase yang dihasilkan
oleh isolat PMP 0126y memiliki aktivitas enzim ekso-1,4-β-glukanase yang
memotong ujung rantai oligosakarida menjadi selobiosa, yaitu dua molekul
glukosa yang berikatan secara β-1,4-glikosidik (Kim & Kim 1995). Mulcahy
(1996) menambahkan bahwa bakteri pendegradasi selulosa baik aerob atau
anaerob cenderung untuk mendegradasi selulosa kristalin dan biasanya degradasi
enzim dilakukan lebih dari satu enzim selulase.
Aktivitas relatif selulase tertinggi terjadi pada penambahan logam CaCl2
5 mM yang dapat meningkatkan sebesar 53% dari aktivitas relatif optimum tanpa
penambahan logam. Peningkatan aktivitas relatif selulase menjadi 109,3% dengan
penambahan ion logam CaCl2 juga dilaporkan oleh Jung et al. (2008) dan
Kotchoni et al. (2006), aktivitas relatif meningkat sebesar 20% pada 5 mM CaCl2
dan 18% pada ion MgCl2. Ion Ca2+ merupakan modelator positif yang
menyebabkan
perubahan
konformasi
sisi
katalitik
enzim,
yang
akan
54
mempermudah interaksi antara enzim dengan substrat sehingga meningkatkan
aktivitas katalitik enzim (Scopes 1987). Penambahan senyawa pengkelat logam
seperti EDTA tidak menurunkan aktivitas relatif sebesar 50%, akan tetapi pada
penambahan EDTA dengan logam CaCl2 5 mM yang menghasilkan aktivitas
relatif selulase tertinggi dapat menurunkan aktivitas relatif selulase sebanyak 53%
dari aktivitas relatif pada penambahan logam CaCl2 5 mM. Hal ini karena
senyawa EDTA merupakan senyawa pengkhelat logam yang menyebabkan
penurunan aktivitas katalitik enzim. Penghambatan EDTA maupun ion logam
terhadap selulase dengan cara membuat kompleks dengan substrat, bereaksi
dengan gugus aktif protein dari enzim, atau bereaksi dengan kompleks substrat
enzim (Deng & Tabatai 1994).
Dari zimogram menunjukkan ada tiga molekul protein yang memiliki
aktivitas selulolitik pada gel dengan berat molekul yaitu 39, 30, 14 kDa. Imam
et al. (1993) melaporkan enzim selulase yang dihasilkan oleh bakteri yang
diisolasi dari cacing kapal laut memiliki berat molekul sebesar 63 kDa dengan
menggunakan bufer renaturasi 0,1 M 2-[N-Morpholino] ethane-sulfonic acid
(MES) pH 5,8 selama 15 menit. Berat molekul protein selulase sebesar 37-43 kDa
dari enzim selulase yang dihasilkan oleh beberapa bakteri penghasil selulase
antara lain bakteri Bacillus circulans (Hakamada et al. 2002) dan Bacillus sp.
KSM-330 (Ozaki & Ito 1991). Berat molekul sebesar 61-78 kDa ditunjukkan oleh
enzim selulase dari Bacillus sp. AC-1 (Li et al. 2006) dan Bacillus sp. KSM-522
(Okoshi et al. 1990).
Isolat PMP 0126y merupakan isolat yang mampu menghasilkan enzim
ekstraseluler selulase tertinggi pada limbah agar-agar Pameungpeuk dengan
delignifikasi NaOH 6% sehingga dapat dimanfaatkan dalam mengolah limbah
pengolahan rumput laut. Enzim yang diperoleh dapat diaplikasikan pada limbah
rumput laut tersebut menjadi produk gula pereduksi. Gula pereduksi seperti
glukosa sebagai hasil penguraian limbah selulosa dari rumput laut mempunyai
prospek bioteknologi yang besar, karena glukosa tersebut dapat dikembangkan ke
arah industri bioetanol (Gilbert & Hazlewood 1993). Beberapa penelitian
pemanfaatan limbah rumput laut menjadi bioetanol sudah dilakukan oleh Ge et al.
(2011) dan John et al. (2011).
Download