BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit Non- Communicable Disease (penyakit tidak menular) yang paling sering terjadi di dunia. DM merupakan penyakit kronik yang terjadi akibat pankreas tidak mampu menghasilkan insulin yang cukup atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin tersebut. Hal ini akan menyebabkan peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah atau hiperglikemia (WHO, 2011). Keadaan hiperglikemia ini jika berlangsung terus-menerus akan mengakibatkan kerusakan dan kegagalan berbagai organ terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah (ADA, 2012). Diabetes Mellitus telah dikategorikan sebagai penyakit global oleh Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO). Jumlah penderita DM ini meningkat di setiap negara. Berdasarkan data dari WHO (2006), diperkirakan terdapat 171 juta orang di dunia menderita diabetes pada tahun 2000 dan menyebabkan kematian sebanyak 3,2 juta jiwa. WHO memprediksi akan terjadi peningkatan menjadi 366 juta penderita pada tahun 2030 (Animesh, 2006). Sepuluh besar negara dengan prevalensi DM tertinggi di dunia pada tahun 2000 adalah India, Cina, Amerika, Indonesia, Jepang, Pakistan, Rusia, Brazil, Italia, dan Bangladesh. Pada tahun 2030 India, Cina, dan Amerika diprediksikan tetap menduduki posisi tiga teratas negara dengan prevalensi DM tertinggi. Sementara, Indonesia diprediksikan akan tetap berada dalam sepuluh besar negara dengan prevalensi DM tertinggi pada tahun 2030 (Wild, Roglic, Green, et al, 2004). Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, Diabetes Mellitus merupakan salah satu penyakit tidak menular. Di Indonesia, penyakit tidak menular telah menjadi masalah yang cukup besar. Secara epidemiologi, ini ditandai dengan bergesernya pola penyakit dari penyakit menular yang prevalensinya menurun ke penyakit tidak menular yang secara global meningkat di dunia dan di Indonesia menduduki posisi sepuluh besar penyakit penyebab kematian dan kasus terbanyak, salah satunya adalah Diabetes Mellitus (Depkes, 2008). Indonesia menduduki posisi keempat dunia setelah India, Cina, dan Amerika dalam prevalensi DM. Pada tahun 2000 masyarakat Indonesia yang menderita DM adalah sebesar 8,4 juta jiwa dan diprediksi akan meningkat pada tahun 2030 menjadi 21,3 juta jiwa. Data ini menunjukkan bahwa angka kejadian DM tidak hanya tinggi di negara maju tetapi juga di negara berkembang, seperti Indonesia. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2007 menunjukkan bahwa secara nasional, prevalensi DM berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan dan adanya gejala adalah sebesar 1,1%. Sedangkan prevalensi berdasarkan hasil pengukuran kadar gula darah pada penduduk umur lebih dari lima belas tahun di daerah perkotaan adalah sebesar 5,7% (Depkes, 2008). Di kota Medan, sejak bulan September hingga Oktober 2009 DM merupakan penyakit dengan angka kejadian terbanyak (Dinkes dalam Palanimuthu, 2010). Berdasarkan survei awal yang dilakukan oleh peneliti di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan, diperoleh data pada tahun 2011 sampai 2012 terdapat 375 pasien rawat inap dengan diagnosis DM. Sedangkan untuk rawat jalan pada tahun 2013 terdapat 7023 kunjungan pasien DM. Terdapat dua tipe utama Diabetes Mellitus yaitu Diabetes Mellitus tipe 1 dan Diabetes Mellitus tipe 2. Peningkatan prevalensi DM tipe 2 jauh lebih cepat dibandingkan dengan DM tipe 1. Hal ini disebabkan oleh adanya peningkatan angka obesitas dan penurunan aktivitas fisik yang sangat berpengaruh dalam proses terjadinya DM tipe 2 (Powers, 2005). Selain itu, pola hidup yang cenderung dimodernisasi dan teknologi yang berkembang pesat berperan dalam meningkatkan insidensi DM tipe 2 (Thejaswini, Dayananda, Chandrakala, et al., 2012). Keadaan hiperglikemia kronis pada DM berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, gangguan fungsi dan kegagalan berbagai organ, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah. Komplikasi jangka panjang DM antara lain retinopati yang berpotensi menyebabkan kehilangan penglihatan, nefropati yang mengarah ke gagal ginjal, neuropati perifer dengan resiko ulkus kaki dan amputasi, dan neuropati otonom yang menyebabkan gangguan gastrointestinal, genitourinari, gejala kardiovaskular dan disfungsi seksual (ADA, 2012). Salah satu komplikasi DM tipe 2 adalah penyakit ginjal kronis (Chronic Kidney Disease) yang mana insidensinya juga semakin tinggi di dunia (Qing, Xiao, Liu, et al., 2012). Pada pasien DM dengan komplikasi ini, anemia yang sering ditemukan merupakan akibat dari kurangnya sintesis serta pelepasan eritropoietin dari ginjal. Selain gagal ginjal kronik, anemia pada penderita DM terjadi oleh karena adanya peradangan sistemik, kekurangan zat besi dan juga adanya faktor iatrogenik, seperti penggunaan Angiotensin Converting Enzyme inhibitor (ACE-I). Terjadiya anemia pada penyakit ginjal kronik berhubungan dengan penurunan Glomerulus Filtrarion Rate (GFR) dan keadaan ini dianggap menjadi faktor risiko yang penting pada gangguan di sistem kardiovaskular (Bonakdaran, Gharebaghi, Vahedian, 2011). Keadaan anemia sering ditemukan pada pasien DM. Anemia merupakan komplikasi umum dan lebih sering terjadi pada orang dengan diabetes dibandingkan orang tanpa diabetes. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Rani, Raman, Rachepalli, et al. (2010), prevalensi anemia pada penderita DM tipe 2 adalah sebesar 12,3%. Untuk pasien DM yang berusia 40-49 tahun, prevalensi anemia lebih tinggi pada wanita (26,4%) dibandingkan dengan pria (10,3%). Hampir 1 dari 4 (23%) pasien dengan DM tipe 1 dan DM tipe 2 mengalami anemia. Pada penelitian lain di Hongkong oleh Chen, Li, Chan et al. (2011) ditemukan prevalensi anemia pada pasien DM tipe 2 sebesar 22,8 %. Anemia telah dikaitkan dengan terjadinya komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular pada diabetes. Sebuah studi observasional menunjukkan bahwa kadar Hb (Hemoglobin) yang rendah pada pasien DM dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit ginjal serta morbiditas dan mortalitas kardiovaskular (Mehdi dan Toto, 2009). Berdasarkan penelusuran literatur, prevalensi anemia pada penderita DM tipe 2 masih berbeda-beda. Di RSUP Haji Adam Malik sendiri belum diketahui secara pasti berapa prevalensi anemia pada pasien DM tipe 2. Kemudian, anemia yang terjadi pada penderita diabetes masih sering diabaikan padahal anemia ini dapat menurunkan kualitas hidup penderita diabetes. Untuk itu, peneliti tertarik untuk meneliti prevalensi anemia pada penderita Diabetes Mellitus tipe 2 sehingga dapat diketahui seberapa besar prevalensi anemia pada penderita Diabetes Mellitus tipe 2. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah : Bagaimanakah prevalensi anemia pada penderita Diabetes Mellitus tipe 2 yang rawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012? 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Tujuan penelitian ini adalah untuk: Mengetahui prevalensi anemia pada penderita Diabetes Mellitus tipe 2 yang rawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Mengetahui berapa besar prevalensi anemia pada penderita Diabetes Mellitus tipe 2 yang rawat inap di RSUP Haji Adam Malik pada tahun 2012. 2. Mengetahui distribusi frekuensi sampel berdasarkan jenis kelamin dan usia 3. Mengetahui distribusi frekuensi anemia pada penderita Diabetes Mellitus tipe 2 berdasarkan jenis kelamin dan usia. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini dimaksudkan dapat bermanfaat sebagai berikut: 1.4.1. Bagi Masyarakat a. Membantu masyarakat untuk mengetahui bahwa Diabetes Mellitus tipe 2 dapat menyebabkan terjadinya anemia. b. Memberi informasi tentang penyakit Diabetes Mellitus tipe 2 dan anemia pada Diabetes Mellitus. 1.4.2. Bagi RSUP Haji Adam Malik a. Mengetahui prevalensi Diabetes Mellitus tipe 2. b. Mengetahui prevalensi anemia pada penderita Diabetes Mellitus tipe 2. c. Bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya di RSUP Haji Adam Malik Medan yang berhubungan dengan penelitian ini. 1.4.3. Bagi Peneliti a. Menambah pengalaman dalam melaksanakan penelitian. b. Mengetahui prevalensi anemia pada penderita Diabetes Mellitus tipe 2. c. Sebagai kesempatan untuk mengintegrasikan ilmu yang telah didapat di bangku kuliah dalam bentuk melakukan penelitian ilmiah secara mendiri.