2.1 KANKER 2.1.1 Definisi Kanker Kanker adalah penyakit pada tubuh sebagai akibat dari sel-sel tubuh yang tumbuh dan berkembang abnormal di luar batas kewajaran (Junaidi, 2007). Kanker adalah penyakit akibat pertumbuhan tidak normal dari sel-sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker. Dalam perkembangannya sel-sel kanker ini dapat berkembang ke bagian tubuh lain sehingga dapat menyebabkan kematian (Setiati, 2009). Jenis kanker tergantung pada jenis organ atau sel tempat terjadinya pembelahan sel yang abnormal tersebut, contohnya: kanker rahim, kanker payu dara, kanker hati, kanker usus, kanker pankreas, kanker otak, kanker kulit, kanker prostat, kanker tulang sarkoma,kanker testis, kanker lidah, kanker mata, kanker darah, dan lain-lain. Hasil penelitian Oemiati (2011), kanker terbanyak di Indonesia adalah kanker ovarium dan servix uteri. 2.1.2 Penyebab Kategori agens dan faktor-faktor tertentu memberikan implikasi dalam proses karsinogenik. Adapun fakor-faktor yang menyebabkan kanker adalah sebagai berikut (Smeltzer & Bare, 2002 ). 1. Virus Virus dianggap dapat menyatukan diri dalam struktur genetik sel yang menganggu generasi populasi sel sehingga sel tersebut mengarah pada kanker. 2. Agen Fisik Faktor-faktor fisik yang dapat menyebabkan kanker mencakup pemajanan terhadap sinar matahari atau radiasi, iritasi kronis atau inflamasi, dan penggunaan tembakau.Pemajanan berlebih pada radiasi ultraviolet, terutama pada individu berkulit terang, dan bermata hijau atau biru, meningkatakan resiko kanker kulit.Iritasi atau inflamasi kronik diduga merusak sel-sel yang menyebabkan diferensiasi sel abnormal. Mutasi sel sekunder terhadap iritasi atau inflamasikronik berkaitan dengan kanker bibir pada perokok yang menggunakan pipa. 3. Agen Kimia Banyak substansi kimiawi yang ditemukan dalam lingkungan kerja yang menjadi karsinogen atau ko-karsinigen dalam proses kanker. Karsinogen kimia mencakup zat warna amino aromatik dan anilin,arsenik, jelaga dan tar, absestos, benzen, pinang dan kapur sirih, kardium, senyawaan kromium, nikel dan seng, debu kayu, senyawa berilium dan polivinil klorida. 4. Faktor-faktor genetik dan keturunan Kerusakan DNA terjadi pada sel dimana pola kromosomnya abnormal, dapat terbentuk sel-sel mutan. Beberapa kanker pada masa dewasa dan anak-anak menunjukkan predisposisi keturunan. Pada kanker dengan predisposisi herediter umumnya saudara dekat memiliki tipe kanker yang sama. Kanker yang bersifat keturunan termasuk retinoblastoma, nefroblastoma, feokromositoma, maligna, leukimia dan kanker payudara, endometrial, kolorektal, lambung, prostat dan paruparu. 5. Faktor-faktor makanan Risiko kanker meningkat sejalan dengan ingesti jangka panjang karsinogenik atau ko-karsinogenik atau ada tidaknya substansi proaktif dalanm diet. Substansi diet berkaitan dengan peningkatan resiko kanker, mencakup lemak, alkohol, daging diasinkan atau diasap, makanan yang mengandung nitrat atu nitrit, dan diet dengan kalori tinggi. 6. Agen hormonal Pertumbuhan kanker dipercepat dengan adanya gangguan kesimbangan hormon baik oleh pembentukan hormon tubuh sendiri (endogenus) atau pemberian hormon eksogenus. 2.1.3 Manifestasi Klinis Menurut Diananda (2009), gejala kanker biasanya tergantung dari jenis, tempat, dan stadium kanker. Gejala umum kanker sebagai berikut : 1. Pembengkakan pada organ tubuh yang terkena (misalnya : ada benjolan di payudara, di perut, dan sebagainya) 2. Terjadi perubahan warna Terjadi perubahan pada tahi lalat seperti: bertambah besar, warnanya tambah hitam, ada penyebaran pigmen di sekitar tahi lalat, gatal berdarah, rambut yang sebelumnya ada gugur dan tidak tumbuh lagi. 3. Demam kronis 4. Terjadinya batuk kronis (terutama kanker paru) atau perubahan suara (pada kanker leher) Perubahan nada suara pada umumnya menjadi serak dan makin lama suaranya makin hilang (aphoni) dapat disebabakan oleh kanker laring, thyroid, paru. Batuk yang tidak sembuh-sembuh dapat disebabkan olehkanker paru dan jalan nafas. 5. Terjadi perubahan pada sistem pencernaan/ kandung kemih Alat-alat pencernaan terganggu disebut indigestion atau dispepsi, misalnya: perubahan pola BAB, BAB berdarah dan sebagainya. Ini disebabkan oleh kanker rektum, lambung, usus, atau kolon dan sebagainya. 6. Penurunan nafsu makan dan berat badan 7. Keluarnya cairan atau darah tidak normal ( misalnya: keluar cairan abnormal dari puting payudara ). 2.1.4 Tahap dan Derajat atau Stadium Kanker Suatu evaluasi diagnostik yang lengkap termasuk mengidentifikasi tahap dan derajat keganasan. Pilihan pengobatan dan prognosa ditentukan dengan dasar pentahapan dan penderajatan (Smeltzer & Bare, 2002). Pentahapan menentukan ukuran tumor dan keberadaan metastasis. Sistem TNM sering digunakan dalam menggambarkan keganasan kanker. Dalam sistem ini T mengacu pada keluasan tumor primer, N mengacu pada keterlibatan nodus limfe, M mengacu pada keluasan metastasis. Sistem penderajatan digunakan untuk menentukan jenis jaringan yang menjadi asal dari tumor dan tingkat sel-sel mempertahankan fungsi dan karakteristik histologis dari jaringan asal. Penderajatan dituliskan dengan nilai numerik dengan rentang I sampai IV. Tumor derajat I dikenal sebagai tumor yang berdiferensia baik, struktur dan fungsinya hampir menyerupai jaringan asal. Sedangkan tumor yang tidak menyerupai jaringan sel dalam struktur atau fungsinya disebut tumor berdiferensiasi buruk atau tidak bisa berdiferensiasi disebut tumor derajat IV. T N Tumor Primer Ukuran, luas, kedalaman tumor primer TX Tumor primer tidak dapat dikaji T0 Tidak ada bukti tumor primer Tis In Situ TI-T4 Peningkatan ukuran atau luas Metastasis Nodus Luas dan lokasi kelenjar getah bening regional yang terkena NX Kelenjar getah bening regional tidak dapat dikaji N0 Tidak ada metastasis kelenjar getah bening regional NI-N3 Peningkatan jumlah dan ukuran kelenjar getah bening regional M Metastasis Tidak ada atau ada penyebaran jauh penyakit MX Penyakit jauh tidak dapat dikaji M0 Tidak ada penyebaran jauh dari penyakit MI Penyebaran penyakit jauh Tabel 2.1 Tumor Nodus Metastasis menurut Otto, 2005 2.1.5 Penatalaksanaan Kira-kira 40-50% penderita dapat disembuhkan baik dengan cara bedah, kemoterapi, radioterapi, maupun kombinasinya (Syamsuhidayat, 2005). 1. Pembedahan Pengangkatan kanker secara menyeluruh melalui tindakan pembedahan masih merupakan modalitas pengobatan yang terbaik dan yang paling sering digunakan. Pembedahan mungkin dipilihsebagai metode pengobatan primer atu mungkin sebagai metode diagnostik, profilaktik, paliatif, atau rekonstruksi. 2. Radiasi Radiasi ionosasi digunakan untuk menggangu pertumbuhan selular. Radiasi mungkin digunakan sebagai suatu cara untuk menyembuh kanker. Terapi radiasi juga dapat digunakan untuk mengontrol penyakit malignansi bila tumor tidak dapat diangkat secara pembedahan atau bila ada metastasis pada nodus lokal, atau terapi radiasi dapat digunakansecara profilaksis untuk mencegah infiltrasi leukemik ke otak atau medula spinalis. Radiasi diberikan pada letak tumor baik dengan mekanisme eksternal atau internal. 3. Kemoterapi Kemoterapi terutama digunakan untuk mengobati penyakit sistemik dari lesi setempat. Kemoterapi mungkin dikombinasi dengan pembedahan atau terapi radiasi, atau kedua-duanya, untuk menurunkan ukuran tumor sebelum operasi, untuk merusak semua sel-sel tumor yang tertinggal pasca operasi, atau untuk mengobati beberapa bentuk leukimia. Tujuan dari kemoterapi (penyembuhan, pengontrolan, paliatif) harus realistik, karena tujuan tersebut akan menetapkan medikasi yang digunakan dan keagresifan dari rencana pengobatan. 2.2 Kemoterapi 2.2.1 Definisi Kemoterapi Menurut Sukardja (2002), kemoterapi adalah terapi untuk membunuh selsel kanker dengan obat-obat anti kanker yang disebut dengan sitostatika. Sedangkan menurut Brunner (2002), kemoterapi adalah penggunaan preparat antineoplastik sebagai upaya untuk membunuh sel-sel kanker dengan mengganggu fungsi dan reproduksi selular. Kemoterapi memiliki beberapa tujuan berbeda, yaitu: kemoterapi kuratif, kemoterapi adjuvan, kemoterapi neoadjuvan, kemoterapi paliatif dan kemoterapi investigatif. 2.2.2Efek Samping Kemoterapi Obat sitotoksik menyerang sel – sel kanker yang sifatnya cepat membelah.Namun, terkadang obat ini memiliki efek pada sel – sel tubuh normal yang mempunyai sifat cepat membelah seperti rambut, mukosa ( selaput lendir ), sum – sum tulang, kulit dan sperma. Beberapa efek samping yang sering ditemui pada pasien adalah sebagai berikut (Sudoyo, 2009) : 1. Supresi sum–sum tulang Trombositopenia, anemia, dan leukopenia adalah efek samping yang terjadi akibat kemoterapi. 2. Mukositis Mukositis dapat terjadi pada rongga mulut (stomatitis), lidah (glositis), tenggorokan (esofagitis), usus (enteritis), dan rektum (proktitis).Umumnya mukositis terjadi pada hari ke-5 sampai hari ke-7 setelah kemoterapi. 3. Mual dan Muntah Mual dan muntah terjadi karena peradangan dari sel–sel mukosa yang melapisi saluran cerna. Muntah dapat terjadi secara akut, dalam 0-24 jam setelah kemoterapi, atau tertunda 24 – 96 jam setelah kemoterapi. 4. Diare Diare disebabkan karena kerusakan sel epitel saluran cerna sehingga absorpsi tidak adekuat. Obat golongan antimetabolit sering menimbulkan diare.Pasien dianjurkan untuk makan rendah serat, tinggi protein dan minum cairan yang banyak. 5. Alopesia Kerontokan rambut sering terjadi pada kemoterapi akibat efek letal obat terhadap sel-sel folikel rambut. Pemulihan total akan terjadi setelah pengobatan dihentikan. 6. Infertilitas Spermatogenesis dan pembentukan folikel ovarium merupakan hal yang rentan terhadap efek toksik obat antikanker. Pria yang kemoterapi seringkali produksi spermanya menurun.Kemoterapi seringkali menyebabkan perempuan pramenopause mengalami penghentian menstruasi sementara atau menetap dan timbul gejala-gejala menopause. 2.2.3 Faktor – Faktor yang Harus Diperhatikan dalam Melakukan Kemoterapi Menurut Sudoyo (2009), beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam melakukan kemoterapi adalah sebagai berikut: 1. Faktor yang harus diperhatikan dalam merencanakan kemoterapi adalah: pilihan rejimen pengobatan, dosis, cara pemberian, dan jadwal pemberian. 2. Faktor yang harus diperhatikan pada pasien adalah: Usia, jenis kelamin, status sosio ekonomi, status gizi, status penampilan, cadangan sumsum tulang, serta fungsi hati, paru, ginjal, jantung, dan penyakit penyerta 3. Faktor yang berhubungan dengan tumor seperti: jenis dan derajat histologi, tumor primer atau metastasis, lokasi metastasis, ukuran tumor, adanya efusi. 2.3. Kecemasan 2.3.1 Definisi kecemasan Kecemasanadalah gangguan alam perasaan (affective) yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas, kepribadian masih tetap utuh, perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal (Hawari, 2001).Kecemasan terjadi sebagai hasil dari sebuah ancaman pada kepribadian seseorang, harga diri, atau identitas diri. Kecemasan dialami ketika nilai-nilai seseorang mengenali bahwa keberadaannya sebagai seseorang terancam. Nilainilai yang termasuk didalamnya adalah fisik, sosial, moral, dan unsur emosional dalam kehidupan (Stuart & Sundeen, 1998). 2.3.2 Penyebab Penyebab kecemasan terdiri dari faktor predisposisi dan faktor presipitasi. 1.Faktor predisposisi Menurut Stuart (2012), ada beberapa faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya kecemasan, yaitu: a. Menurut pandangan psikoanalitis Kecemasan adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian yaitu id dan super ego. Id mewakili dorongan insting dan implus primitif, sedangkan super ego melambangkan hati nurani dan dikendalikan oleh budaya. Ego atau aku, berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan, dan fungsi ego mengingatkan ego ada bahaya. b. Menurut pandangan interpersonal Kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap ketidaksetujuan dan penolakan interpersonal. Kecemasan juga berhubungan dengan perkembangan trauma seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kerentanan tertentu. c. Menurut pandangan perilaku Kecemasan merupakan produk frustasiyaitu segala sesuatu yang menggangu kemampuan individu mencapai tujuan yang diinginkan. Ahli teori perilaku yang lain menganggap kecemasan sebagai suatu dorongan yang dipelajari berdasarkan keinginan dari dalam diri untuk menghindari kepedihan. d. Kajian keluarga Gangguan kecemasan biasanya terjadi di dalam keluarga. Dan biasanya tumpang tindih antara gangguan kecemasan dan depresi. e. Kajian biologis Menunujukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk benzodiazepin, obat-obatan yang mengandung neuroregulator inhibisi asam gamma- aminobutirat, yang berperan penting dalam mekanisme biologis yang berhubungan dengan kecemasan. 2. Faktor presipitasi Faktor presipitasi dapat berasal dari sumber eksternal dan internal yaitu: a. Ancaman terhadap integritas fisik yang meliputi ketidakmampuan fisiologis yang akan terjadi atau penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari. b. Ancaman terhadap sistem diri dapat membahayakan identitas, harga diri, dan fungsi sosial yang terintegrasi pada individu. 2.3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan (Kaplan & Sadock, 1997 dalam Lufta & Maliya, 2007): 1. Faktor-faktor intrinsik, antara lain a. Usia pasien Kecemasan dapat terjadi pada semua usia, lebih sering pada usia dewasa dan lebih banyak pada wanita. b. Pengalaman pasien menjalani pengobatan Pengalaman awal pasien dalam menjalani pengobatan merupakan pengalaman-penagalaman yang sangat sangat berharga yang terjadi pada individu untuk masa-masa yang akan datang. Pengalaman awal ini seabagai bagian penting yang sangat menentukan kondisi mental pasien di kemudian hari. c. Konsep diri dan peran Konsep adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan oendirian yang diketahui individu terhadap dirinya dan dapat mempenagruhi individu tersebut berhubungan orang lain. Banyak faktor yang mempengaruhi peran seperti kejelasan perilaku dan pengetahuan yang sesuai dengan peran, konsistensi respon orang yang berarti terhadap peranyang dijalaninya. 2. Faktor-faktor ekstrinsik, antara lain: a. Kondisi medis (diagnosa penyakit) Terjadinya gejala kecemasan yang berhubungan dengan kondisi medis sering ditemukan walaupun insidensi gangguan bervariasi untuk masingmasing kondisi medis. b. Tingkat pendidikan Tingkat pendidikan yang cukup akan lebih mudah mengidentifikasi stresor dalam diri sendiri maupun dari luar dirinya. Tingkat pendidikan juga mempengaruhi kesdaran dan pemahaman terhadap stimulus. c. Akses informasi Pemberitahuan tentang sesuatu agar orang membentuk pendapatnya berdasarkan sesuatu yang diketahuinya. Informasi adalah segala penjelasan yang didapatkan pasien sebelum pelaksanaan kemoterapi. d. Proses adaptasi Proses adaptasi sering menstimulasi individu untuk mendapatkan bantuan sumber-sumber dari lingkungannya. e. Tingkat sosial ekonomi Status sosial ekonomi berkaitan dengan gangguan psikiatrik. Keadaan ekonomi yang rendah atau tidak memadai dapat mempengaruhi peningkatan kecemasan pada pasien. f. Jenis tindakan kemoterapi Semakin mengetahui tentang tindakan kemoterapi, akan memepengaruhi tingakat kecemasan pasienkemoterapi. g. Komunikasi terapeutik Hampir sebagian besar pasien yang menjalani kemoterapi mengalami kecemasan. Pasien sangat membutuhkan penjelasan yang baik dari perawat. 2.3.4 Tanda dan Gejala Kecemasan Stuart (2012) menyatakan bahwa ansietas dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan fisiologis, perilaku, kognitif dan afektif. 1. Respon fisiologis berhubungan dengan ansietas terutama dimediasi oleh sistem saraf otonom yaitu saraf simpatis dan parasimpatis. Berbagai respon fisiologis yang dapat diobservasi, yaitu: a. Kardiovaskular: palpitasi, jantung berdebar, pingsan, tekanan darah meningkat, tekanan darah menurun, denyut nadi menurun. b. Pernafasan: napas cepat dan dangkal, tekanan pada dada, sensasi tercekik, terengah-engah. c. Neuromuskular: refleks meningkat, reaksi terkejut, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor, rigiditas, gelisah, wajah tegang, kelemahan umum, tungkai lemah, gerakan yang janggal. d. Gastrointestinal: kehilangan nafsu makan, menolak makan, rasa tidak nyaman pada perut, nyeri abdomen, mual, nyeri ulu hati dan diare. e. Saluran perkemihan: tidak dapat menahan kencing dan sering berkemih f. Kulit: wajah kemerahan, keringat terlokalisasi (telapak tangan), gatal, rasa panas dan dingin pada kulit, wajah pucat dan berkeringat seluruh tubuh. 2. Respon perilaku: gelisah, ketegangan fisik, tremor, terkejut, bicara cepat, kurang koodinasi, menarik diri dari hubungan interpersonal, melarikan diri dari masalah, menghindar, hiperventilasi dan sangat waspada. 3. Respon kognitif: perhatian terganggu, konsentrasi buruk, pelupa, salah dalam memberikan penilaian, hambatan berpikir, kreatifitas menurun, lapang persepsi menurun, bingung, takut kehilangan kendali, mimpi buruk, takut cedera atau kematian, produktivitas menurun. 4. Respon afektif: mudah terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang, gugup, ketakutan, khawatir, mati rasa, rasa bersalah dan malu. 2.3.5 Tingkat Kecemasan Menurut Tarwoto dan Wartonah (2010), ada beberapa tingkatan kecemasan yaitu: 1. Cemas ringan Cemas ringan berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa hidupnya sehari-hari. Pada tingakatan inilah persepsi melebar dan individu akan berhati-hati dan waspada. Respon cemas ringan seperti sesekali bernafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, gejala ringan padalambung, muka berkerut dan bibir bergetar, lapang persepsi meluas, konsentrasi pada masalah secara efektif, tidak dapat duduk dengan tenang, tremor halus pada tangan. 2.Cemas sedang Pada tingkat ini lahan persepsi terhadap masalah menurun. Individu lebih berfokus pada hal-hal penting saat itu dan mengesampingkan hal lain. Respon cemas sedang seperti sering nafas pendek, nadi dan tekana darah naik, mulut kering, anoreksia, gelisah , lapang pandang menyempit, rangsangan luar tidak mampu diterima. 3. Cemas berat Pada cemas berat lapang persepsi sangat sempit. Seseorang cenderung hanya memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal yang penting. Seseorang tidak mampu berpikir berat lagi dan membutuhkan lebih banyak pengarahan atau tuntunan. Respon kecemasan berat seperti napas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat, berkeringat dan sakit kepala, penglihatan kabur, ketegangan lapang persepsi sangat sempit, tidak mampu meyelesaikan masalah, blocking, verbalisasi cepat, dan perasaan anacaman meningkat. 4. Panik Pada tahap ini persepsi telah terganggu sehingga individu tidak dapat mengendalikan diri lagi dan tidak dapat melakukan apapun, walaupun telah diberi pengarahan. Respon panik seperti napas pendek, rasa tercekik dan palpitasi, sakit dada, pucat, hipotensi, lapang persepsi sangat sempit, tidak dapat berpikir logis, agitasi, mengamuk, marah, ketakutan, berteriak-teriak, blocking, kehilangan kendali, dan persepsi kacau. Ada 4 tingkat ansietas (Pepalu, 1952): ringan, sedang, berat, dan panik. Pada masing-masing tahap, individu memperlihatkan perubahan perilaku, kemampuan kognitif, dan respon emosional ketika berupaya menghadapi ansietas (Videbeck, 2008). Tingkat Kecemasan Cemas Ringan Cemas Sedang Cemas Berat Fisiologis Kognitif/persepsi Emosi / Afektif Ketegangan otot ringan Sadar akan lingkungan Rileks atau sedikit gelisah Penuh perhatian Rajin Lapangan persepsi luas Terlihat tenang, percaya diri Perasaan gagal sedikit Waspada dan memerhatikan banyak hal Mempertimbangkan informasi Tingkat pembelajaran optimal Perilaku otomatis Sedikit tidak sabar Aktivitas menyendiri Terstimulasi Tenang Ketegangan otot sedang Tanda-tanda vital meningkat Pupil dilatasi, mulai berkeringat Sering mondarmandir, memukulkan tangan Suara berubah: bergetar, nada suara tinggi Kewaspadaan dan ketegangan meningkat Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyeri punggung Ketegangan otot berat Hiperventilasi Kontak mata buruk Pengeluaran keringat meningkat Bicara cepat, nada suara tinggi Tindakan tanpa Lapang persepsi menurun Tidak perhatian secara selektif Fokus terhadap stimulus meningkat Rentang perhatian menurun Penyelesaian masalah menurun Pembelajaran terjadi dengan memfokuskan Tidak nyaman Mudah tersinggung Kepercayaan diri goyah Tidak sabar Gembira Lapang persepsi terbatas Proses berpikir terpecah-pecah Sulit berpikir Penyelesaian masalah buruk Tidak mampu mempertimbangkan Sangat cemas Agitasi Takut Bingung Merasa tidak adekuat Menarik diri Penyangkalan Ingin bebas tujuan dan informasi serampangan Hanya Rahang menegang memperhatikan dan menggertakkan ancaman gigi Preokupasi dengan Kebutuhan ruang pikiran sendiri gerak meningkat Egosentris Mondar-mandir, berteriak Meremas tangan, gemetar Panik Flight, fight, atau Persepsi sangat Merasa terbebani freeze sempit Merasa tidak mampu, tidak Ketegangan otot Pikiran tidak logis, sangat berat terganggu berdaya Lepas kendali Agitasi motorik Kepribadian kacau Mengamuk, putus kasar Tidak dapat asa Pupil dilatasi menyelesaikan Marah, sangat Tanda-tanda vital masalah takut meningkat Fokus pada pikiran Mengharapkan kemudian menurun sendiri Tidak dapat tidur Tidak rasional hasil yang buruk Kaget, takut Hormon stres dan Sulit memahami neurotransmiter stimulus eksternal Lelah berkurang Halusinasi, waham, Wajah ilusi mungkin terjadi menyerangai, mulut ternganga Tabel 2.2 Tingkat Kecemasan (Peplau, 1952 dalam Videbeck 2008) Rentang Respon Kecemasan menurut Stuart (2012): Adaptif Antisipasi Maladaptif Ringan Skema 2.1 Rentang kecemasan Sedang Berat Panik 2.3.5 Kecemasan Pasien Kanker yang Menjalani Kemoterapi Kecemasan pada pasien kanker disebabkan oleh masalah persepsi pasien tentang kanker yang selalu dikaitkan dengan kematian dan masalah ketidak pastian setelah pengobatan (Sharti & Djoerban, 2007). Pasien kanker dapat mengalami reaksi psikologis yang berat. Derajat dan manifestasi reaksi psikologis berkaitan langsung dengan jenis kelamin, usia, tingkat budaya, pengalaman hidup, pemahaman akan pengetahuan medis, dan ciri pribadi. Kecemasan dapat dialami penderita kanker selama sakit yaitu sebelum dan sesudah diagnosa ditegakkan dan saat menjalani pengobatan. Hal ini berkaitan dengan tidak adanya kepastian akan prognosa penyakit, dan efektifitas pengobatan terhadap pemulihan kondisi. Kemoterapi merupakan terapi kanker yang sering digunakan. Efek samping dari obat kemoterapi sering membuat pasien mengalami ansietas, tegang, depresi, fobia maupun keraguan. Sebelum kemoterapi pasien sudah merasa takut, dan reaksi psikologis pasca kemoterapi sering kali lebih berat (Fujin, dkk., 2011). Rasa cemas yang dirasakan pasien kanker timbul karena kemoterapi tidak hanya berlangsung dalam waktu singkat tetapi juga dilakukan secara berulang. Efek samping yang timbul menimbulkan rasa tidak nyaman dan paling sering terjadi secara umum adalah rontoknya rambut karena kematian sel rambut, timbulnya anoreksia yang membuat nafsu makan berkurang drastis karena efek samping mual muntah yang terjadi, vertigo, anemia serta perubahan kulit (Otto, 2007 dalam Lumbantobing 2012). Ansietas pada pasien kanker dapat menyebabkan ketidakseimbangan fisik, psikologis, sosial dan emosional. Keluhan-keluhan yang muncul dari ansietas meliputi respon fisik, kognitif, perilaku dan emosi. Hasil penelitian Setyowati (2006), menemukan bahwa kemoterapi membuat penderita kanker merasa cemas, kecemasan ini ditunjukkan melalui respon fisiologis, perilaku kognitif dan afektif. Reaksi fisiologis seperti tangan berkeringat dan terasa dingin, detak jantung berdetak lebih cepat, wajah pucat dan tegang, kehilangan nafsu makan, gerakan yang janggal, rasa tidak nyaman pada perut, rasa tertekan pada dada dan sering buang air kecil. Respon perilaku berupa gugup, menarik diri dari hubungan interpersonal, dan melarikan diri dari masalah. Respon kognitif seperti takut pada kematian dan cedera. Sedangkan respon afektif berupa kurang sabar, merasa tegang, gugup, dan merasa takut. Kecemasan pada pasien kanker yang menjalani kemoterapi akan berpengaruh pada keadaan fisiologis pasien. Perubahan fisiologis seperti pernafasan, aliran darah dan denyut jantung yang meningkat akan mempengaruhi efektivitas pengobatan kemoterapi. Oleh karena itu, kecemasan dalam menghadapi kemoterapi sedapat mungkin diatasi agar pasien kanker bisa lebih cepat pulih.