BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Kanker kolorektal adalah keganasan dengan tingkat insidensi yang tinggi.
Diperkirakan terdapat 1.2 juta kasus baru dan lebih dari 600.000 kematian setiap
tahunnya di dunia. Kanker kolorektal menduduki peringkat keempat penyebab
kematian kanker di seluruh dunia, peringkat ketiga diagnosis kanker pada pria dan
kedua pada wanita. Pada tahun 2013 di Amerika Serikat diperkirakan terdapat
142.820 kasus kanker kolorektal baru dengan angka kematian sebesar 50.830
(Jemal et al., 2013). Kanker kolorektal merupakan jenis kanker ketiga terbanyak
di Indonesia dengan jumlah kasus 1,8/100.000 penduduk dan jumlah ini
diperkirakan akan semakin meningkat seiring dengan perubahan pola hidup
penduduk Indonesia (Depkes, 2008). Berdasarkan data penelitian mengenai
karakteristik demografi dan klinikopatologi pasien kanker kolorektal di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta pada tahun 2007-2011, didapatkan insidensi kanker
kolorektal sebanyak 33,5% dengan diagnosis saat pertama kali terdeteksi pada
stadium lanjut (stadium III dan IV) sebanyak 74,2% (Kusumastuti, 2015).
Prognosis dan ketahanan hidup penderita kanker kolorektal sangat
tergantung stadium saat penderita terdiagnosis. Angka harapan hidup 5 tahun
penderita stadium satu sebesar 74 % dan angka ini terus menurun hingga hanya
6% saja pada stadium akhir (AJCC, 2010). Pada kenyataannya, 20-25% pasien
terdiagnosis pada stadium metastatik, dan 50-60% sisanya akan mengalami
perkembangan metastasis selama hidup mereka (Van-Cutsem et al, 2014).
Sebagian besar penderita pada stadium ini hanya akan mendapatkan terapi paliasi
1
2
yang bertujuan memperpanjang usia dan memperbaikan kualitas hidup
(Folprect, 2005).
Terdapat beberapa obat kemoterapi yang memiliki aktivitas anti tumor
yang signifikan pada kanker kolorektal dengan metastasis, yakni 5-fluorouracil
(5-FU), irinotecan, oxaliplatin, bevacizumab, cetuximab, panitumumab, dan
capecitabine. Kombinasi dari obat-obat tersebut, seperti regimen FOLFOX
(leucovorin, 5-FU, dan oxaliplatin), regimen FOLFIRI (leucovorin, 5-FU, dan
irinotecan), dan regimen XELOX (oxaliplatin dan capecitabine), dengan atau
tanpa agen antibodi monoklonal, telah menunjukkan perkembangan terapi yang
menjanjikan pada kanker kolorektal dengan metastasis (Hurwitz et al., 2004).
Namun demikian, pertimbangan faktor keamanan ketika akan memberikan suatu
kemoterapi sangat perlu dilakukan. Pada kenyataannya, kemoterapi yang agresif
sering berkaitan dengan peningkatan mortalitas. Penelitian Cassidy pada tahun
2011 melaporkan bahwa kombinasi regimen kemoterapi dengan atau tanpa
disertai antibodi monoklonal pada kasus karsinoma kolorektal stadium empat
mempunyai angka mortalitas sebesar 2-4%. Angka mortalitas ini tidak hanya
berkaitan dengan pemberatan penyakit, namun juga berhubungan dengan
kemoterapi yang diberikan (Cassidy et al., 2011).
Overall survival (OS) 5 tahun pasien yang didiagnosis sebagai kasus
kanker kolorektal metastatik yang tidak dapat dioperasi sebesar 10% (Manfredi et
al, 2006). Sebaliknya, ketika metastasis bisa diangkat dengan operasi, OS 5 tahun
meningkat menjadi 50% (Venderbosch et al, 2011). Peningkatan OS pada pasien
kanker kolorektal metastatik pada studi klinis terbaru mungkin disebabkan
3
penggunaan polikemoterapi yang lebih luas dan penggunaan terapi target secara
rutin (Saltz et al, 2000).
Faktor prognostik klinis adalah faktor yang diperoleh dari berbagai
penelitian baik translasional maupun klinis dan telah dipakai dalam berbagai uji
klinis. Berbagai paramater klinis, seperti status performa, kadar hemoglobin,
kadar albumin serum, lokasi tumor primer, dan kadar penanda tumor, telah
teridentifikasi sebagai faktor prognosis pada beberapa studi terdahulu (Kohne et
al., 2002, Divitiis 2014). Berdasarkan parameter yang berhubungan dengan tumor,
jumlah lokasi tumor lebih dari satu atau dua, adanya metastasis ke hati, peritoneal
carcinomatosis, menjadi prediktor keluaran yang buruk. Diantara parameter
laboratorium, hemoglobin < 11g/dL memberikan kesintasan yang lebih buruk
(Kohne et al., 2002).
Anemia merupakan problem yang sering terjadi pada pasien kanker.
Prevalensi anemia pada tumor solid dilaporkan sebesar 40 % (Ludwig et al.,
2004). Penyebab dan mekanismenya bersifat kompleks dan dipengaruhi oleh
banyak faktor. Pada anemia, sering didapatkan gejala infiltrasi ke sumsum tulang
serta
kehilangan darah, hemolisis, kelainan pada ginjal, hati atau endokrin,
ataupun adanya tanda-tanda defisiensi nutrisional (Kar, 2005). Menurut penelitian
yang dilakukan oleh Caro et al (2001), anemia merupakan prediktor yang kuat
yang berhubungan dengan kualitas hidup dan OS pada pasien kanker. Pada pasien
anemia didapatkan penurunan kualitas hidup dan OS. Berdasarkan analisis dari
studi klinis, anemia meningkatkan resiko kematian dan penurunan survival
dibandingkan dengan pasien kanker yang tidak mengalami anemia (Hayes et al.,
2007). Pada anemia terkait kanker, adanya hipoksia tumor yang disebabkan
4
penurunan kapasitas darah yang membawa oksigen dianggap merupakan
penyebab utama penurunan survival. (Carlos et al., 2001). Penelitian lain
menunjukkan bahwa hipoksia tumor juga menurunkan efektifitas kemoterapi dan
berkaitan dengan progresifitas tumor. (Aapro et al., 2012).
Penelitian yang
dilakukan oleh Pramana dkk (2015), menunjukkan bahwa adanya penurunan OS
pada pasien kanker nasofaring dengan anemia sebelum dilakukan kemoterapi.
B. Pertanyaan Penelitian
Apakah anemia merupakan faktor prognosis penurunan survival pada
pasien kanker kolorektal yang menjalani kemoterapi bevacizumab based di RSUP
Dr.Sardjito?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah anemia merupakan
faktor prognosis penurunan survival pada pasien kanker kolorektal yang
menjalani kemoterapi bevacizumab based di RSUP Dr.Sardjito
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pasien,
peneliti maupun institusi, berupa:
1. Manfaat bagi pasien, memberikan pengetahuan tentang anemia sebagai salah
satu faktor prognostik pada ketahanan hidup penderita kanker kolorektal yang
telah mengalami metastasis.
2. Manfaat bagi peneliti, dapat memberikan data berbasis bukti mengenai nilai
faktor prognostik anemia yang berhubungan dengan keganasan pada ketahanan
hidup penderita.
5
3. Manfaat bagi institusi, dapat menjadi sumber data dan bukti klinis mengenai
angka kejadian anemia pada keganasan sebagai salah satu faktor prognostik
pada pasien dalam rangka meningkatkan pelayanan pada penderita.
4. Manfaat bagi ilmu pengetahuan, dapat menambah bukti klinis baru mengenai
peran anemia sebagai salah satu faktor prognostik pada ketahanan hidup
penderita kanker kolorektal yang telah mengalami metastasis, sehingga
bermanfaat untuk digunakan dalam praktek klinis.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian yang dilakukan Khanbai et al (2014) merupakan studi
retrospektif pada pasien anemia pada kanker kolorektal. Insidensi anemia
didapatkan sesuai dengan stadium kanker kolorektal, dimana pada pasien dengan
Duke A didapatkan insidensi sebesar 28,5%, Duke B 65,2% dan Duke C 66,6%.
Angka mortalitas pada pasien duke A 9,5%, duke B 8,6% dan duke C 12,9%.
Berdasarkan penelitian Khanbai et al dapat disimpulkan bahwa adanya anemia
pada pasien kanker kolorektal menentukan prognosis survival dan kualitas hidup.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Zacharakis et al (2010) dengan subyek
berjumlah 541 pasien kanker kolorektal metastasis, didapatkan bahwa anemia
yang terjadi sejak sebelum dan selama kemoterapi berhubungan dengan
kelangsungan hidup yang lebih buruk.
Penelitian yang dilakukan oleh Caro et al (2001), merupakan studi literatur
yang meliputi 60 penelitian mengenai survival antara kanker dengan anemia. Caro
et al melaporkan bahwa anemia pada pasien kanker berhubungan dengan
prediktor penurunan survival pada pasien kanker paru, serviks, kepala dan leher,
prostat, limfoma dan multiple mieloma. Penelitian tersebut juga melaporkan risiko
6
relatif kematian pada pasien kanker paru sebesar 19% (10-29)%, kanker kepala
dan leher 75% (37-123)%, kanker prostat 47% (21-78)%, serta limfoma 67% (30113%). Serupa dengan penelitian Caro et al (2001), Pramana dkk (2015)
melakukan penelitian pada 40 pasien NPC stadium II-IVb. Pramana melaporkan
insidensi anemia didapatkan pada 12 pasien (30%), dengan median OS pada
pasien anemia dibandingkan tidak anemia sebesar (21,3 vs 34,5) bulan dengan
nilai p= 0,044 dan Hazard Ratio=2,68 (0,98-7,28). Kesimpulan dari penelitian
Pramana adalah adanya anemia sebelum terapi pada pasien NPC stadium II-IVb
menyebabkan survival yang rendah dibandingkan dengan pasien yang tidak
mengalami anemia. Berikut adalah tabel penelitian mengenai anemia yang
berkaitan dengan prognosis pasien.
7
Tabel 1. Daftar penelitian mengenai anemia yang dikaitkan dengan prognosis
pasien
Peneliti/Metode
Khanbai et al., 2014
Penelitian retrospekif
Subyek 119 pasien
dengan kanker kolorektal
Judul
The Problem of
Anaemia in Patients
with Colorectal
Cancer
Hasil
Anemia merupakan kondisi yang
sering ditemukanpada pasien
dengan kanker kolorektal.
Didapatkan penurunan kualitas
hidup dan survival pasien dengan
anemia dibandingkan dengan
pasien tidak anemia.
Zacharakis et al., 2010 Predictors of survival anemia yang terjadi selama
Penelitian retrospektif
in stage IV metastatic kemoterapi berhubungan dengan
Subyek : 541 pasien
colorectal cancer
kelangsungan hidup yang lebih
dengan kanker kolorektal
buruk
metastasis
Caro et al, 2001.
Penelitian studi literatur
dengan 60 penelitian
mengenai survival kanker
dengan anemia
Anemia As an
Independent
Prognostic Factor for
survival in Patients
with Cancer: A
Systematic,
Quantitative Review.
Anemia berhubungan dengan
prediktor penurunan survival pada
pasien kanker paru, serviks,
kepala dan leher, prostat, limfoma
dan multipel mieloma.
Pramana dkk (2015)
Penelitian retrospektif
Subyek 40 pasien dengan
kanker nasofaring
Pretreatment anemia
in nasopharyngeal
cancer patients
undergoing
neoadjuvant therapy
Pasien dengan kanker nasofaring
didapatkan OS yang lebih buruk
pada pasien dengan anemia
sebelum dilakukan kemoterapi
Download