1 BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Aktivitas adalah suatu kegiatan yang dilakukan setiap hari baik secara fisik maupun non fisik. Aktivitas seseorang akan berbeda-beda karena aktivitas disesuaikan dengan masing-masing individual. Aktivitas yang berhubungan dengan kesehatan (health related behaviour) adalah tindakan seseorang dalam memelihara atau meningkatkan kesehatan. Seseorang yang sadar dengan kesehatannya akan mencari pengobatan dari penyakitnya begitupun sebaliknya seseorang yang tidak sadar dengan kesehatannya cenderung tidak peduli terhadap kesakitan (Becker cit Notoatmodjo, 2003). Aktivitas seksual merupakan perilaku seks yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan biologis dan psikologis. Manusia akan terlibat dalam berbagai tindakan seksual, dimulai dari masturbasi, oral seks, hubungan seksual (Regan, 2006). Seorang wanita yang hamil juga memiliki keinginan untuk melakukan aktivitas seksual. Seksualitas dapat terjadi karena pengaruh dari faktor internal dan eksternal. Respon seksual sangat dipengaruhi oleh sistem saraf pusat, hormon, dan lingkungan (Martopo, 2000). Respon seksual wanita terdiri dari desire, arousal, orgasm, dan resolution (Kaplan, 1979). Respon seksual dimulai dari desire ditandai ketertarikan secara seksual dan terjadi peningkatan sekresi cairan pada vagina (Archer dan Lioyd, 2002). Tahap kedua yaitu arousal, yang dapat 1 2 terjadi akibat stimulasi dari psikologis maupun fisiologis (Montgomery, 2008). Arousal atau yang disebut dengan bangkitan seksual pada wanita dapat dilihat dengan keluarnya cairan dari vagina, klitoris membesar dan terjadi perubahan pada warna labia (Montgomery, 2008). Tahap ketiga yaitu orgasm, merupakan akumulasi dari respon seksual, yang mengakibatkan kontraksi otot secara ritmik di daerah panggul dan ditandai dengan kenikmatan seksual (Rosenthal, 2012). Orgasme pada wanita dapat bertahan lebih lama dibandingkan dengan pria (Rathus el al., 2015). Tahap keempat adalah resolusi, ditandai dengan mengalirnya darah yang sebelumnya memenuhi payudara dan rahim ke area jaringan sekitar, rahim akan kembali ke posisi semula, vagina mengecil dan klitoris ke posisi normal (Barbara, 2012). Resolusi dapat berlangsung 10 sampai 15 menit dengan rasa tenang dan relaksasi (Montgomery, 2008). Respon seksual dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain biologi dan psikologi (Basson, 2007). Desire dan arousal dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain sistem saraf (berbagai neurotransmitter), hormon reproduksi, dan faktor lingkungan (Ganz, 2007). Hormon reproduksi pada wanita terdiri dari estrogen dan progesteron yang diproduksi oleh korpus luteum (Rollins, 2010). Di dalam tubuh, hormon progesteron memiliki efek bifasik. Pertama, dapat menstimulasi penerimaan seksual, pengontrolan aktivitas seks dan libido. Kedua, sekresi progesteron yang berkepanjangan akan menghambat 3 penerimaan seksual, hal ini memiliki keterkaitan menjaga kehamilan (Becker, 2002). Sebuah penelitian menunjukkan bahwa seorang wanita yang dilakukan ovariektomi akan mengalami penurunan dalam gairah seksualnya. Terapi menggunakan hormon progesteron melalui injeksi dapat merangsang fungsi seksualnya kembali normal. Ini karena hormon progesteron dapat merangsang saraf VMH (ventromedial hypothalamus) (Becker, 2002). Pada hipothalamus efek steroid gonad akan memfasilitasi VMH pada perilaku seks wanita (Becker, 2002). Hal ini dibuktikan dengan hewan coba, bahwa setelah VMH aktif akan merangsang persyarafan otak bagian tengah, yang akan memulai perilaku konsumatif melalui periaqueductal gray (PAG) dan spinal cord. Perilaku konsumatif seperti mounting, coitus, dan ejakulasi (Sokolowski dan Corbin, 2012). Respon seksual dapat terjadi ketika seseorang sudah menginjak masa pubertas, dimana organ-organ reproduksi sudah mulai berkembang dan berfungsi secara normal. Aktivitas seksual dapat terjadi melalui berbagai cara, dimulai dari masturbasi, pemenuhan seksual dengan sesama jenis sampai senggama itu sendiri. Pada dasarnya aktivitas seksual selain untuk mendapatkan kepuasaan juga untuk menciptakan keintiman dalam keluarga, karena kita tahu bahwa aktivitas seksual yang benar dan boleh dilakukan oleh pasangan yang sudah resmi menjalin ikatan pernikahan (UUD, 1974). Kegiatan seksual pada manusia tidak akan pernah berhenti 4 selama kehamilan. Berbeda dengan binatang, akan berhenti ketika pasangannya mengalami kehamilan. Kehamilan merupakan sesuatu hal yang diharapkan oleh pasangan, dengan kehamilan dapat meneruskan generasi orangtuanya (Widiasmoko, 2000). Kehamilan merupakan sesuatu hal yang penting dan dinantikan oleh pasangan suami istri, hal yang sangat membahagiakan dimana pasangan tersebut akan menjadi orangtua bagi calon anak-anaknya. Seorang wanita yang hamil akan mengalami berbagai perubahan secara fisik maupun psikologi. Salah satu perubahan fisiologi yang dapat terjadi adalah peningkatan hormon progesteron. Sebelum terjadi kehamilan, hormon progesteron pada wanita dihasilkan oleh korpus luteum. Saat terjadi ovulasi hormon progesteron produksinya meningkat dari 2-3 mg/hari sampai 22 mg/hari. Keadaan ini guna mempersiapkan rahim ketika terjadi pembuahan. Setelah terjadi kehamilan produksi progesteron akan digantikan oleh plasenta (Rollins, 2010). Saat terjadi kehamilan produksi progesteron meningkat, plasenta mampu memproduksi progesteron sebanyak 300-400 mg/hari selama tiga trimester. Peningkatan hormon progesteron ini untuk mendukung perkembangan embrio di uterus. Saat terjadi kehamilan konsentrasi progesteron pada trimester (TM) I 9-17 ng/mL, TM II 17-146 ng/mL dan TM III 43-300 ng/mL (American Pregnancy Association, 2015). Penelitian yang telah dilakukan Moodley dan Khedun (2011), dari 611 responden wanita hamil dilaporkan 558 (91.0%) aktif melakukan 5 hubungan seksual. Hal ini menyatakan bahwa ketika terjadi kehamilan keinginan untuk melakukan hubungan seksual sangat tinggi. Penelitian Bermudez (2001), dari 39 sampel wanita hamil menunjukkan peningkatan hasrat seksual sebesar 55.66% pada TM I, 61,57% pada TM II dan 76,18 % pada TM III. Penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan seksual seiring dengan bertambahnya umur kehamilan. Dari 190 wanita hamil didapatkan hasil 37,4% wanita memiliki hasrat seksual lebih baik selama kehamilan, 47,9% memiliki kepuasan seksual pada TM II. 75,7% wanita merasakan adanya perubahan hubungan seksual selama kehamilan, tapi hanya 26,6% yang mengalami perubahan kearah kebaikan (Khamis, 2007). Hormon progesteron berperan penting dalam menjaga libido dan aktivitas seksual, penulis tertarik ingin melakukan penelitian tentang hubungan konsentrasi hormon progesteron dengan aktivitas seksual wanita hamil trimester I, II, dan III di Yogyakarta. Untuk mengobservasi aktivitas seksual pada wanita hamil dengan menggunakan kuesioner FSFI (Female Sexual Function Index). Kuesioner FSFI diharapkan dalam merefleksikan aktivitas seksual pada wanita hamil. Evaluasi aktivitas seksual dengan menggunakan FSFI meliputi; desire, arousal, satisfaction, lubrication, orgasme dan nyeri. 6 I.2. Rumusan Masalah Hormon progesteron dapat menstimulasi aktivitas seks dan libido. Pada wanita hamil produksi hormon progesteron meningkat. 1. Apakah ada hubungan konsentrasi hormon progesteron dengan aktivitas seksual pada wanita hamil trimester I, II, dan III? 2. Apakah terjadi peningkatan konsentrasi hormon progesteron wanita hamil pada trimester I, II, dan III? 3. Apakah terjadi perbedaan nilai pada desire, arousal, lubrication, orgasme, satisfaction dan nyeri dalam aktivitas seksual selama kehamilan? I.3. Tujuan I.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan konsentrasi hormon progesteron dengan aktivitas seksual pada wanita hamil trimester I, II dan III. I.3.2. Tujuan Khusus a. Untuk mengkaji perbedaan konsentrasi progesteron pada wanita hamil trimester I, II dan III . b. Untuk mengkaji perbedaan desire, arousal, lubrication, orgasme, satisfaction dan nyeri pada wanita hamil trimester I, II dan III. 7 I.4. Manfaat Penelitian 1. Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan teori ilmu pengetahuan yang baru dan menguatkan teori yang sudah ada. 2. Diharapkan dapat memberikan informasi tambahan pada responden penelitian tentang hal-hal yang berperan saat melakukan aktivitas seksual pada kehamilan, tentang desire, arousal, lubrication, orgasme, satisfaction dan nyeri. I.5. Keaslian Penelitian Tabel 1. Keaslian penelitian Peneliti Widiasmoko (2000) Desain Cross sectional Tujuan Mengetahui perilaku kehidupan seksual pada seorang wanita hamil. Aslan et al. (2005) Prospective cohort Mengevaluasi study fungsi seksual selama kehamilan. Anzaku et al. Cross-sectional Mengetahui (2015) study frekuensi, praktik, persepsi dan kenyamanan berhubungan badan selama hamil. Bello et al. (2010) Cross-sectional Menilai study pandangan wanita dan pengalaman seksual selama kehamilan dan setelah melahirkan. Sampel 120 107 204 375 8 Penelitian terdahulu ditampilkan pada tabel 1. Perbedaan Penelitian sebelumnya dengan penelitian yang kami laksanakan, terletak pada variabel konsentrasi hormon progesteron. Adapun persamaanya adalah menggunakan instrumen FSFI (female sexual function index) untuk mengevaluasi aktivitas seksual.