Manual Manajemen Kesehatan Reproduksi Ternak Sapi Sekolah Peternakan Rakyat Disusun oleh: Drh Mokhamad Fakhrul Ulum, MSi Prof Dr Drh Bambang Purwantara, MSc Divisi Reproduksi dan Kebidanan, Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT INSTITUT PERTANIAN BOGOR JULI 2015 Ulum & Purwantara, 2015 2 Manual: Manajemen Kesehatan Reproduksi Ternak Sapi Kata Pengantar Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan “Manual: Manajeman Kesehatan Reproduksi Ternak Sapi” ini dapat diselesaikan. Manual ini disusun dari berbagai sumber untuk digunakan dalam Program Nasional Sekolah Peternakan Rakyat yang digagas oleh Institut Petanian Bogor. Manual ini disusun dengan tujuan untuk menjadi pedoman bagi peternak sehingga memudahkan dalam usaha ternak sapi yang lebih menguntungkan. Manual disusun dengan teks/kalimat singkat dengan dilengkapi gambar sehingga dapat dengan cepat difahami peternak untuk dipraktikkan dalam usaha peternakannya. Akan tetapi masih banyak hal-hal yang kurang dalam penyusunannya sehingga masukan dan saran membangun senantiasa dinantikan untuk kesempurnaan manual ini kedepan. Semoga hal-hal dan materi yang disajikan dapat bermanfaat bagi banyak pihak yang membaca dan memanfaatkan apa-apa yang tertera dalam manual ini. Bogor, Juli 2015 Penulis 3 Ulum & Purwantara, 2015 Daftar Isi Hal Sampul Kata Pengantar Daftar Isi Pendahuluan 1 2 3 4 5 6 Penutup Tentang Penulis 4 ………………………………………………………… 1 ………………………………………………………… 3 ………………………………………………………… 4 ………………………………………………………… 5 Pengenalan Sistem Organ Reproduksi ………. 5 Program Kawin Suntik ……………………………. 6 Kebuntingan ………………………………………. 7 Kebidanan .......................................................... 8 Gangguan Reproduksi ………………………….. 9 Manajemen Reproduksi ………………………… 10 ………………………………………………………… 10 ………………………………………………………… 10 Manual: Manajemen Kesehatan Reproduksi Ternak Sapi Pendahuluan Manajemen kesehatan reproduksi pada ternak sapi ditujukan untuk meningkatkan efisiensi reproduksi dengan harapan dihasilkan 1 ekor pedet seekor induk dalam kurun 1 tahun. Kegiatan yang dapat dilakukan untuk mencapai target tersebut diantaranya melalui: 1. Pengenalan Sistem Organ Reproduksi A. Sistem organ reproduksi sapi betina Tersusun atas: Indung telur (ovarium) Tuba fallopii Rahim (uterus) Leher rahim (servik) vagina bibir vagina (vulva) Gambar 1. Sistem organ reproduksi sapi betina Sel telur dihasilkan dari ovarium yang bersiklus. Sel telur yang sudah matang akan dilepaskan untuk ditangkap oleh tuba falopii. Ditandai dengan gejala estrus (ingin kawin/beger/berahi) pada sapi betina. Selanjutnya fertilisasi terjadi jika ada sel spermatozoa. Hasil fertilisasi (zigot) selanjutnya berkembang menjadi fetus (janin) dalam rahim (uterus). Fetus berkembang hingga siap untuk dilahirkan setelah hampir 9 bulan kebuntingan. B. Organ reproduksi sapi jantan Tersusun atas: Testis epididimis kantung seminalis (ampula) Kelenjar (prostat, bulbo uretralis) uretra penis Gambar 2. Sistem organ reproduksi sapi jantan Spermatozoa dihasilkan dalam organ testis dan disalurkan melalui epididimis menuju ampula (vesika seminalis) hingga siap diejakulasikan penis saat perkawinan. Cairan biologis dari kelenjar asesoris memelihara kehidupan spermatozoa. 5 Ulum & Purwantara, 2015 2. Program Kawin Suntik (Inseminasi Buatan; IB) Kawin suntik atau inseminasi buatan (IB) merupakan teknologi reproduksi yang mampu meningkatkan efisiensi penggunaan cairan ejakulasi sapi jantan. Cairan ejakulasi tersusun atas sel spermatozoa dan cairan biologis dari kelenjar asesoris. Cairan ejakulasi diencerkan dengan dosis bahan pengencer khusus dalam straw untuk dibekukan dalam nitrogen cair. Cairan ejakulasi beku akan diencerkan sesaat sebelum dimasukkan dalam organ reproduksi sapi betina yang sedang berahi. A. Siklus berahi: 18-21 hari (siklus setiap 3 mingguan) Siklus berahi sapi sehat dan normal berlangsung setiap 3 mingguan. Gejala berahi ini harus diamati dengan baik. Jika tidak teramati, gejala akan muncul kembali dalam 3 minggu selanjutnya pada sapi yang sehat dan bersiklus normal. B. Manajemen Kawin secara Inseminasi Buatan (IB): Pengamatan tanda berahi waktu kawin Tanda-tanda berahi: 1. Perubahan pada organ vulva: bengkak, merah, basah (berlendir) 3A (Aboh, Abang, Anget) atau 3 B (Bareuh, Bereum, Baseuh) Gambar 3. Perubahan 3A/3B pada vulva 2. Perubahan tingkah laku: menaiki/saling menaiki, diam dinaiki Gambar 4. Perubahan tingkahlaku betina yang ingin menaiki dan diam dinaiki Waktu berahi (ovulasi sel telur 10-12 jam setelah tanda berahi) pengamatan sebaiknya dilakukan minimal 3 x sehari AM-PM 6 Gejala berahi pagi (05.00-06.00) Pelaksanaan kawin IB/ pejantan (alami) sore (17.00-18.00) malam (21.00-22.00) siang (09.00-10.00) sore (17.00-18.00) pagi (05.00-06.00) Manual: Manajemen Kesehatan Reproduksi Ternak Sapi Gambar 5. Pelaksanaan IB pada sapi betina oleh petugas inseminator 3. Kebuntingan A. Lama kebuntingan sapi: 9 bulan (260-300 hari) B. Pemeriksaan kebuntingan oleh petugas Kesehatan Hewan: 1. Umur 1-1,5 bulan setelah kawin ultrasonografi (USG) perektal Gambar 6. Pemeriksaan kebuntingan dengan alat ultrasonografi perektal 2. Umur 2 ~ 9 bulan setelah kawin palpasi perektal Gambar 7. Pemeriksaan kebuntingan oleh petugas secara perektal 3. Tanda-tanda kebuntingan (jelas pada usia kebuntingan tua) Vulva bengkak, ambing bengkak, perut membesar Gambar 8. Tanda-tanda sapi bunting C. Gangguan kebuntingan 1. Tidak berahi, tidak bunting kurang nutrisi (NKT <2,5, kekurusan), kelebihan nutrisi (NKT >3, kegemukan), berasal dari kebuntingan kembar jantan-betina, 7 Ulum & Purwantara, 2015 penyakit (bakteri, virus, parasit), berahi tidak teramati oleh peternak, pelaksanaan kawin IB/pejantan telat (> 12 jam) sejak tanda berahi 2. Kelainan berupa kelahiran umur kebuntingan muda (abortus) penyakit (bakteri, virus, parasit), fisik (terjatuh, terpeleset, terseruduk, dsb). 3. Tidak melahirkan, melebihi masa kebuntingan (mumifikasi, pyometra, myometra, dsb) penyakit (bakteri, virus, parasit), 4. Kebidanan A. Kelahiran Normalnya sapi akan melahirkan diakhir masa kebuntingan. Kelahiran merupakan proses mengeluarkan fetus dari rahim. Beberapa minggu sebelum kelahiran, pemberian suplemen kalsium (1 sendok teh/hari) pada sapi bunting dapat menjaga stamina dan kondisi induk saat melahirkan. B. Tanda-tanda menjelang kelahiran Tahap persiapan: Ambing membengkak dan mulai meneteskan kolostrum (susu jolong), vulva membengkak luar biasa. Tahap melahirkan: Merejan intensif dengan posisi badan membungkuk (melenguh berirama), Keluar (menyembul) balon berisi cairan bening (kantung amnion), Kaki dan kepala (posisi normal) tampak keluar. Gambar 9. Proses kelahiran pedet Tahap pengeluaran plasenta (ari-ari): Normalnya berlangsung 3-8 jam setelah kelahiran, Tidak normal jika lebih dari 8-10 jam setelah kelahiran (retensio sekundinae) penanganan khusus dari petugas kesehatan hewan. C. Gangguan melahirkan Kesulitan kelahiran (distokia) faktor induk: kebuntingan pertama, kebuntingan kembar, kebuntingan umur muda (terlalu cepat dikawinkan), umur kebuntingan > 9 bulan (> 300 hari). faktor anak: ukuran anak > lubang kelahiran, ras anak besar sedangkan induk kecil, dsb Petugas kesehatan hewan: a) Jika terjadi kelainan posisi anak melakukan pembiusan (dikebaskan) secara lokal menata ulang posisi pedet sesuai dengan posisi kelahiran normal menarik pedet keluar 8 Manual: Manajemen Kesehatan Reproduksi Ternak Sapi Gambar 10. Membetulkan posisi kepala dan menarik fetus b) Jika pedet terlalu besar bedah sesar (pedet masih hidup) atau fetotomi (pedet sudah mati dalam rahim) Tindakan bedah dan fetotomi dilakukan oleh dokter hewan. Sapi akan dibius (dikebaskan) menggunakan obat bius untuk menghilangkan rasa sakit selama tindakan sehingga proses pertolongan kelahiran dapat berjalan dengan baik. Gambar 11. Pertolongan tindakan bedah pada pertolongan kelahiran D. Pasca kelahiran: a) Induk: 1. Induk diberi minuman gula dan garam (oralit): 3-4 liter (setengah ember) 2. Induk diberikan makanan rumput hijauan 3. Susu diperah untuk pedet (khususnya susu kolostrum/susu jolong) 4. Lendir rahim (lochia) normal berbau amis akan keluar dalam beberapa minggu setelah melahiran (2-3 minggu) b) Pedet: 1. Pedet dibersihkan dari lendir, khususnya pada saluran nafas mencegah tersumbatnya saluran pernafasan oleh sisa cairan lendir kelahiran 2. Pedet digantung dengan posisi kepala dibawah memudahkan pembersihan lendir kelahiran yang dapat menjadi penyumbat pernafasan 3. Pedet diurut/digosok-gosok bagian dada dan digerak-gerakkan kaki-kakinya merangsang pedet aktif bernafas 4. Pedet dimandikan membersihkan lendir dan merangsang aktif bergerak 5. Susu kolostrum (susu jolong) diberikan pada pedet 5. Gangguan Reproduksi Gangguan reproduksi dapat terjadi pada sapi induk, yaitu: A. Dewasa Tidak Berahi 1. Bunting, ternak bunting tidak menunjukkan tanda berahi 2. Kelainan hormon reproduksi (progesteron tinggi) bunting semu, kista luteal 9 Ulum & Purwantara, 2015 3. Penyakit reproduksi yang ditandai dengan adanya leleran berwarna putih/kekuningan/kehijauan yang berbau tidak sedap (peradangan rahim) 4. Tanda berahi tidak teramati peternak 5. Kekurangan pakan (nutrisi rendah, NKT <2.5/kekurusan) 6. Penyakit akibat kecacingan dan parasit B. Dewasa Berahi Terus kawin berulang 1. Pelaksanaan kawin IB/jantan >12 jam sejak tanda berahi, gagal fertilisasi 2. Proses inseminasi (inseminator) tidak mengikuti SOP 3. Kelainan hormon reproduksi (estrogen tinggi) kista folikel 6. Manajemen Reproduksi Manajemen reproduksi ternak dapat dilakukan dengan memerhatikan beberapa faktor, yaitu: 1. Pakan (hijauan) faktor utama dalam pemenuhan gizi dan kesehatan ternak untuk bereproduksi dengan baik. Pakan hijauan diberikan dalam jumlah yang cukup. Ketersediaan lahan dan hijauan untuk ternak harus diperhatikan dengan baik. 2. Suplemen suplemen (pakan tambahan) dapat diberikan sesuai dengan kebutuhan dan usia ternak. 3. Ternak pemilihan jenis ternak dan perencanaan pemeliharaan disesuaikan dengan kondisi daerah. 4. Kandang disesuaikan dengan jenis ternak, ventilasi dan pencahayaan yang cukup, tersedia ruang (jarak) yang cukup bagi ternak untuk beraktifitas dan bereproduksi. 5. Pelayanan kesehatan diagnosa dan penanganan gangguan kesehatan dan reproduksi ternak tergantung pada ketersediaan bahan obat-obatan dan jasa pelayanan medis dari petugas kesehatan hewan. 6. Pencatatan (rekording) sumber data utama dalam perencanaan, penanganan, dan penentuan kebijakan usaha pengembangan ternak. Penutup Demikian manual manajemen kesehatan reproduksi ternak sapi disusun untuk memudahkan peternak dalam usaha menghasilkan 1 ekor pedet dari seekor induk dalam kurun waktu 1 tahun. Tentang Penulis: drh Mokhamad Fakhrul Ulum, MSi adalah staf muda di Divisi Reproduksi dan Kebidanan, Fakultas Kedokteran Hewan IPB yang aktif dalam pengembangan ilmu klinik reproduksi untuk efisiensi usaha ternak nasional. E-mail: [email protected] | http://ulum.staff.ipb.ac.id Prof Dr drh Bambang Purwantara, MSc adalah Guru Besar Tetap bidang Reproduksi di Fakultas Kedokteran Hewan IPB yang aktif men-disseminasi-kan hasil-hasil riset reproduksi terkini untuk kemaslahatan dan kemandirian usaha ternak nasional. E-mail: [email protected]| http://krp.fkh.ipb.ac.id 10 Manual: Manajemen Kesehatan Reproduksi Ternak Sapi 11 Ulum & Purwantara, 2015 Sekretariat: Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Institut Pertanian Bogor Gedung Andi Hakim Nasoetion Lt. 5, Kampus IPB Dramaga, Bogor Jawa Barat 16680 Telp. (0251) 8622-093, 8622-642 | Fak. (0251) 8622-323 | http://lppm.ipb.ac.id 12