METODE CARDIO PULMONARY RESUSCITATION UNTUK MENINGKATKAN SURVIVAL RATES PASIEN POST CARDIAC ARREST Ifa Roifah STIKes Bina Sehat PPNI Mojokerto Abstract Cardiac arrest is the main cause of death in the world, in which the heart does not deliver the blood that can cause brain damage in 4-6 hours and becoming irreversible within 5-10 minutes if not treated right away. Chest compression, to maintain blood circulation, combined with breathing, help to oxygenate the blood, called cardio pulmonary resuscitation, is a major aid should be immediately done when cardiac arrest appear. This research aims to analyze the effect of administering CPR toward the survival rates in post cardiac arrest patient in ICCU of RSUD Sidoarjo. The research design was analytical with case-control approach. The technique of collecting data through secondary data and analyzed with descriptive statistics analysis. The sampling technique used is total sampling so that the number of population and the sample is the same, as much as 8 patients. Results of research conducted on 1-14 may 2014 in ICCU of RSUD Sidoarjo stating that the average survival time of patients that get resuscitation or CPR have higher survival compared with patients who got only 1 cycle. Administering CPR is also influenced by other factors, namely the quality of giving CPR itself, internal factors such as the patient's condition or the cause of cardiac arrest companion on a patient, age and gender factors. The research indicates that giving resuscitation (CPR) fast and precise will increase the survival rates of patients with cardiac arrest. Keywords : cardiac arrest, cardio pulmonary resuscitation, survival rates. 34 Penebalan otot jantung (Cardiomyopathy), seseorang yang sedang menggunakan obat-obatan untuk jantung, kelistrikan jantung yang tidak normal, pembuluh darah yang tidak normal dan penyalahgunaan obat juga bisa menjadi penyebab terjadinya henti jantung (American Heart Association, 2010). Akibatnya ketika jantung berhenti berdetak, tidak akan ada aliran darah yang akan mengalir. Jika tidak ada aliran darah, oksigen tidak dapat dialirkan ke seluruh tubuh. Saat jantung berhenti, pasien dikatakan mengalami cardiac arrest (Aehlert, 2010). Kerusakan otak mungkin terjadi jika cardiac arrest dalam 4-6 menit tidak ditangani. Kerusakan otak ini akan menjadi irreversible dalam waktu 8-10 menit. Chest Compression dilakukan untuk mempertahankan sirkulasi darah saat jantung tidak berdetak. Chest Compression dikombinasikan dengan bantuan pernapasan untuk mengoksidasi darah. Kombinasi bantuan pernafasan dan external chest compression ini disebut cardiopulmonary resuscitation (CPR) (Aehlert, 2006). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian CPR terhadap survival rates pasien post cardiac arrest di ruang ICCU RSUD Sidoarjo. Pendahuluan Henti jantung masih merupakan penyebab kematian utama di dunia. Walau telah ada kemajuan dalam hal tatalaksana kegawatdaruratan kardiovaskular, angka ketahanan hidup mereka dengan henti jantung di luar rumah sakit tetap rendah (Mulia & Siswanto, 2011). Lima dari 1000 pasien yang dirawat di rumah sakit dibeberapa negara berkembang diperkirakan mengalami henti jantung dan kurang dari 20% dari jumlah pasien tersebut tidak mampu bertahan hingga keluar dari rumah sakit (Goldbelger, 2012). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Centers for Disease Control and Prevention dari 2005-2010 didapatkan usia rata-rata penderita cardiac arrest adalah 64 tahun (Standar deviasi 18,2), 61% (19.360) penderita OHCA adalah lakilaki, 21,6% pasien meninggal setelah mendapat resusitasi, 26,3% berhasil dilarikan ke rumah sakit dan hanya 9,6% berhasil bertahan sampai keluar dari rumah sakit. Sejumlah 36,7% penderita OHCA diketahui oleh seorang bystander. Hanya 33,3% dari pasien tersebut yang mendapatkan CPR dari bystander, 3,7% nya juga mendapatkan penanganan defibrilator (AED). Jumlah prevalensi penderita henti jantung di Indonesia tiap tahunnya belum didapatkan data yang jelas, namun diperkirakan sekitar 10 ribu warga, yang berarti 30 orang per hari. Data di ruang perawatan koroner intensif Rumh Sakit Cipto Mangunkusuma tahun 2006, menunjukkan, terdapat 6,7 % pasien mengalami atrial fibrilasi, yang merupakan kelainan irama jantung yang bisa menyebabkan henti jantung (Depkes, 2006). Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Ruang ICCU RSUD Sidoarjo dari bulan JanuariMaret 2014 ditemukan 29 pasien penderita kegawatan jantung akibat infark miokardium akut, STEMI, iskemia, ventrikel takikardi dan aterosklerosis. 58% dari total penderita kegawatan jantung tidak mengalami cardiac arrest, sedangkan 41,4% lainnya mengalami cardiac arrest di rumah sakit. 66,7% dari jumlah pasien yang mengalami cardiac arrest mendapatkan pertolongan cardio pulmonary resuscitation (CPR) pada saat kejadian. Penyebab yang sering melandasi henti jantung ini adalah ventrikular fibrilasi, blok AV yang biasanya menyebabkan irama jantung sangat rendah dimana penghantaran atau kondisi elektrik pada rangsangan jantung ke bilik jantung diperlambat atau terganggu (Chung, 2010). Metode Penelitian Desain penelitian ini adalah analitik dengn menggunakan pendekatan case-control atau retrospektive study yang kemudian dianalisis menggunakan statistik deskriptif yaitu tabel distribusi frekuensi dan nilai mean. Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita cardiac arrest selama bulan 1 Januari – 30 April 2014 di ICCU RSUD Sidoarjo. Sampling dalam penelitian ini menggunakan nonprobability sampling dengan teknik total sampling sehingga sampel dalam penelitian ini adalah sama dengan jumlah populasi selama 1 Januari-30 April 2014 yaitu 8 responden. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemberian cardio pulmonary resuscitation (CPR) dengan skala data nominal dan variabel dependennya dengan skala data interval adalah survival rates pasien post cardiac arrest yaitu lamanya waktu (dalam menit) bertahan hidup pasien cardiac arrest setelah mendapatkan CPR. Pengumpulan datanya menggunakan data sekunder dari rekam medik pasien post cardiac 35 arrest di ruang ICCU RSUD Sidoarjo dan didokummentasikan melalui lembar checklist riwayat pasien. hidupnya akan lebih lama dibandingkan dengan yang tidak diberikan, sehingga dengan demikian terdapat pengaruh pemberian CPR terhadap survival rates pasien cardiac arrest. Hasil Penelitian dan Pembahasan Pembahasan Penelitian ini menunjukkan bahwa faktor kondisi pasien itu sendiri juga mempengaruhi jumlah pemberian siklus CPR, 4 dari 8 pasien pada penelitian ini ternyata tidak mampu bertahan setelah pemberian 1 siklus CPR. Faktor kondisi dalam hal ini adalah penyebab atau penyakit penyerta yang memicu terjadinya cardiac arrest pada pasien tersebut diantaranya adanya infark miokard kronis, penyakit jantung koroner, sepsis, serta syok kardiogenik, dan tidak hanya berhenti pada kondisi pasien saja namun adanya indikasi untuk dihentikannya CPR juga mempengaruhi pemberian siklus CPR, misalnya saat muncul lebam mayat maka CPR harus dihentikan. Aehlert (2006) menyatakan bila pencetusnya adalah ventrikel fibrilasi maka outcome masih baik, namun bila pencetusnya PEA atau asistole maka outcomenya cenderung buruk. Faktor obat-obatan penunjang juga sangat diperlukan untuk membantu kelancaran proses CPR dan faktanya 4 orang pasien ini ternyata tidak menyetujui diberikannya obat (streptokinase), yang dapat membantu melancarkan proses sirkulasi dalam darah dan menunjang keberhasilan CPR, hal ini dikarenakan tidak terjangkaunya harga obat tersebut oleh pasien sehingga sebagian besar pasien tidak menyetujui untuk diberikan obat tersebut. Lama tidaknya pasien bertahan hidup pada penelitian ini memang bervariasi dan tidak dapat diprediksi. Kemampuan pasien untuk bertahan hidup pasca diberikan CPR sangat bergantung pula pada kondisi pasien yang meliputi gender (pria atau wanita), usia (anak-anak atau dewasa), dan kondisi pemicu cardiac arrest itu sendiri. Supriyono (2008) menyatakan morbiditas akibat penyakit jantung pada laki-laki 2 kali lebih besar dibandingkan dengan wanita dan hal ini terjadi 10 tahun lebih dini pada pria daripada perempuan. Kondisi ini terjadi karena adanya estrogen dan endogen pada wanita yang bersifat protektif, namun bila sudah memasuki fase menopause maka wanita juga memiliki resiko yang sama tingginya dengan pria. Fakta dalam penelitian ini juga menunjukkan 7 dari 8 pasien dengan cardiac arrest adalah pria, hal ini bisa dikarenakan akibat Hasil Penelitian Hasil penelitian yang dilakukan pada tanggal 1 Mei – 14 Mei 2014 di ICCU RSUD Sidoarjo, didapatkan data sebagai berikut: Tabel 1 Tabulasi data responden yang diberikan CPR di Ruang ICCU RSUD Sidoarjo, Kab. Sidoarjo tanggal 1 Januari – 30 April 2014 No Usia (Tahun) 1 2 3 4 5 6 7 8 Total 73 41 61 52 60 48 79 64 8 Jenis Kelamin (L/P) L L L L L L P L 8 Siklus Waktu (Menit) 1 1 1 1 5 5 2 2 8 5 5 5 15 45 30 10 10 8 Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar penderita cardiac arrest di ruang ICCU RSUD Sidoarjo berusia antara 60-79 tahun yaitu sebanyak 5 orang (62,5%), selain itu sebagian besar penderita cardiac arrest di ruang ICCU RSUD Sidoarjo adalah laki-laki yaitu sebanyak 7 orang (87,5%), pasien yang mendapatkan 1 siklus sebanyak 4 orang di mana semuanya adalah laki-laki yaitu 3 orang berhasil bertahan selama 5 menit dengan usia masingmasing 73 tahun, 41 tahun, dan 61 tahun dan 1 orang yang bertahan selama 15 menit dengan usia 52 tahun. Rata-rata waktu ketahanan hidup pasien yang diberikan 1 siklus CPR adalah 7,5 menit. Pasien yang mendapatkan 2 siklus sebanyak 2 orang masing-masing adalah perempuan berusia 79 tahun dan laki-laki berusia 64 tahun, keduanya bertahan selama 10 menit sehingga rata-rata waktu ketahanan hidup pasien ini adalah 10 menit. Pasien yang mendapatkan 5 siklus sebanyak 2 orang dan keduanya adalah laki-laki yang masingmasing berusia 60 dan 48 tahun dan kedua pasien ini masing-masing bertahan selama 30 menit dan 45 menit sehingga rata-rata waktu ketahanan hidupnya yaitu 37,5 menit. Hasil ini membuktikan bahwa semakin seseoarang diberikan jumlah siklus yang sesuai dengan prosedur (5 siklus) maka waktu ketahanan 36 adanya gaya hidup yang tidak sehat (misal, merokok), faktor pekerjaan yang terlalu berat dan berhubungan dengan zat-zat yang bersifak toksik serta faktor keturunan yang bisa menjadi salah satu penyebabnya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa banyak pasien yang tidak mampu bertahan lebih dari 5 menit pada pemberian siklus pertama CPR. Kondisi ini bisa disebabkan selain karena faktor kondisi internal pasien, kualitas CPR itu sendiri juga sangat berpengaruh dalam hal ini. Kualitas CPR berhubungan dengan kemampuan penolong dalam melakukan kompresi dada, waktu sela yang tidak terlalu panjang dalam setiap kompresi dan pemberian nafas buatan, waktu sela yang tidak lebih dari 10 detik saat mengukur nadi karotis setelah dilakukan CPR, serta kecepatan pemberian pertolongan (CPR) pada menit awal terjadinya cardiac arrest. Durasi resusitasi yang dilakukan di berbagai Rumah Sakit bervariasi. Petugas medis cenderung enggan melanjutkan usaha resusitasi bila ROSC tidak muncul segera setelah resusitasi awal yang dilakukan, dan hal ini tentu saja akan memperburuk prognosis pasien cardiac arrestlebih memilih mengikuti pengalaman praktek mereka dilapangan selama ini, dan hanya sedikit dari mereka yang mengetahui variasi durasi waktu resusitasi dan hubungannya dengan potensi bertahan hidup pasien (Goldberger, 2012) Gray (2002) dalam bukunya mendukung pernyataan Goldberger di atas, menyatakan bahwa penuntun pemberian CPR yang paling membantu adalah dokter atau perawat senior yang mengetahui kondisi pasien, serta catatan kasus yang informatif. Usaha resusitasi yang jelas tidak sesuai dengan usia pasien atau kondisi medis dasar yang tidak hanya menyebabkan frustasi bagi tim CPR namun juga potensial berbahaya untuk pasien, serta dapat menyebabkan kesedihan mental pada keluarga pasien. Tidak adanya indikasi jelas untuk menghentikan usaha resusitasi lebih awal, seperti pada penyakit terminal, lanjutkan usaha resusitasi selama kurang lebih 30 menit, yang terbukti telah menyediakan oksigenasi jaringan yang adekuat (yaitu pH dan gas darah yang memuaskan), jika masih belum ada aktivitas jantung spontan setelah 30 menit, resusitasi lebih lanjut sangat tidak bermanfaat. Tanpa oksigenasi adekuat, kerusakan otak ireversibel dimulai setelah 3 menit dan usaha resusitasi yang berhasil setelah lebih dari 10 menit kemungkinan besar dapat menyebabkan kecacatan. Penelitian lain yang juga mendukung hasil penelitian ini adalah Ballew dan kawan-kawan dalam Goldberger (2012) yang menyatakan bahwa dari 313 pasien yang berhasil bertahan hingga keluar dari rumah sakit hanya 45% saja, hal itu karena mereka sempat mendapatkan resusitasi kurang dari 5 menit, tetapi kurang dari 5% bila resusitasi dilakukan selama lebih dari 20 menit. Penelitian lain, masih dalam Goldberger (2012), menyatakan bahwa dari 266 pasien hanya 2% dari mereka yang diberikan resusitasi 10 menit lebih lama dan mengalami return of spontaneous circulation (ROSC). Pasien di rumah sakit yang diberikan resusitasi dalam waktu lama memiliki tingkat survivor yang tinggi bila dibandingkan dengan pasien yang hanya mendapatkan resusitasi dalam waktu singkat, namun sejauh ini belum ada penelitian yang menyatakan bahwa perbedaan pemberian jumlah siklus dapat mempengaruhi lamanya waktu bertahan pasien. Simpulan dan Saran Semakin banyak siklus CPR yang dapat diberikan pada pasien cardiac arrest dapat mempertahankan waktu hidupnya lebih lama dibandingkan dengan pasien yang hanya mendapatkan CPR lebih sedikit sehingga terdapat pengaruh pemberian CPR terhadap waktu ketahanan hidup pasien yang dipengaruhi oleh faktor internal pasien dan faktor eksternal pasien seperti kualitas pemberian CPR dan waktu pertolongan yang diberikan segera setelah diketahui bahwa pasien tersebut mengalami cardiac arrest. Saran dalam penelitian ini adalah (1) Perlu standart operasaional prosedur pelaksanaan CPR pasien cardiac arrest sesuai dengan kasus-kasus tertentu khususnya dalam durasi resusitasi yang sangat berpengaruh terhadap survival rates pasien. (2) Pengembangan penelitian dengan mengunakan data primer sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi dapat terkaji lebih jelas. DAFTAR PUSTAKA Aehlert, Barbara. 2006. Emergency Medical Technician EMT in Action. Southwest: EMS Education, Inc. Mc Graw, Hill Higher Education. 37 American Heart Association. 2010. Scientific Position Risk Factors & Coronary Heart Disease. AHA Scientific Position. November 24, 2007. Chung, Edward K. 2010. 100 Tanya Jawab Mengenai Serangan Jantung dan Masalahmasalah yang terkait dengan Jantung. Jakarta: PT. Indeks. Goldberger, Z. D., Chan, P. S., Berg, R. A., & dkk. 2012, October 27. Duration of Resuscitation Efforts and Survival After in-hospital Cardiac Arrest: an Observational Study. 380. Gray, Huon H., Keith D. Dawkins, John M. Morgan. 2002. Lecture Notes: Cardiology, Ed. 4. Jakarta: Erlangga. McNally, B, dkk. 2011, July 29. Out-of-Hospital Cardiac Arrest Surveillance - Cardiac Arrest Registry to Enhance Survival (CARES), United States, October 1, 2005December 31, 2010. Morbidity and Mortality Weekly Report, 60. Mulia, B., & Siswanto, B. B. 2011. Cardiocerebral Resuscitation: Advances in Cardiac Arrest Resuscitation. Med J Indones. Supriyono, Mamat. 2008. Faktor-faktor Resiko yang Berpengaruh terhadap Kejadian Penyakit Jantung Koroner pada Kelompok Usia ≤ 45 tahun. Semarang: Universitas Diponegoro Semarang. 38