RINGKASAN iii Myopia atau rabun jauh merupakan kelainan refraksi di mana obyek jauh difokuskan di depan retina pada keadaan otot siliaris relaksasi. Hongkong dan Singapore merupakan negara dengan myopia tertinggi di Asia. Di Indonesia gangguan penglihatan akibat kelainan refraksi sebesar 22,1 %, sementara angka pemakaian kacamata koreksi masih rendah yaitu 12,5 % dari kebutuhan (Ilyas, 2007). Myopia yang tidak dikoreksi akan menurunkan produktifitas dan menimbulkan keluhan seperti sakit kepala dan menghambat kelancaran aktifitas sehari-hari. Hal ini akan mempengaruhi prestasi belajar dan aktifitas fisik terutama pada anak-anak. Telah lama diamati di beberapa Negara seperti Israel, Amerika, dan New Zealand bahwa myopia sering terjadi pada anak yang mempunyai intelligence Quotient (IQ) yang tinggi. Faktor lain yang diduga berperan terhadap myopia adalah tinggi badan. Myopia ditemukan lebih banyak pada anak yang bertubuh tinggi. Panjang bola mata di duga berhubungan dengan tinggi badan (Saw et al. 2002). Beberapa penelitian telah menyebutkan bahwa anak-anak yang sering menggunakan mata untuk melihat dalam jarak dekat lebih sering menderita myopia. Waktu belajar yang lama di sekolahsekolah terbukti mempertinggi angka myopiadi Asia. Dari latar belakang di atas penulis tertarik untuk meneliti faktor risiko myopia pada murid beberapa Sekolah Dasar negeri di Pekanbaru. Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional untuk mencari faktor risiko myopia pada murid sekolah dasar serta menilai seberapa kuat faktor risiko tersebut terhadap terjadinya myopia di beberapa sekolah dasar di Pekanbaru. Dari populasi penelitian terdapat 64 murid SD yang menderita Myopia yang selanjutnya dijadikan sampel kelompok kasus. Kemudian diambil 64 orang kelompok kontrol. Sampel diberi kuesioner untuk diisi dengan bantuan orang tuanya . Karakteristik myopia pada responden penelitian adalah lebih banyak pada wanita (78%) , sebagian besar (83%) berupa myopia ringan, dan mulai terjadi peningkatan drastis pemakaian kacamata koreksi terbanyak pada usia 9 tahun. Hasil uji statistik perbedaan rerata skor pola melihat dekat antara kelompok kasus (6,86) lebih tinggi secara bermakna dibandingkan dengan kelompok kontrol (5,77) dengan nilai p 0,001 (p< 0,05 ). Uji statistik perbedaan rerata skor faktor risiko pribadi dan keluarga pada menunjukkan rerata skor faktor pribadi dan keluarga pada kelompok kasus ( 3,59) lebih tinggi secara bermakna dibandingkan rerata kelompok kontrol (2,97) dengan nilai p 0,002 (p< 0,05). Terdapat hubungan yang signifikan antara pola melihat dekat dengan terjadinya myopia dengan nilai p=0,000 (P< 0,05). Nilai Odds Ratio (OR) yang diperoleh adalah 4,048 yang berarti bahwa responden yang mempimyai skor melihat dekat risiko tinggi mempunyai kecenderungan 4,048 kali lebih besar untuk menderita myopia. Terdapat hubungan antara faktor pribadi dan keluarga dengan terjadinya myopia menunjukkan hasil yang signifikan dengan nilai p = 0,021 ( nilai p < 0,05). Nilai OR yang didapatkan adalah 2,984 hal ini berarti bahwa murid yang memiliki faktor pribadi dan keluarga risiko tinggi cenderung menderita myopia sebanyak 2,984 kali lebih besar dibandingkan murid dengan faktor pribadi dan keluarga risiko rendah Kata kunci: Myopia, faktor risiko.