BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Investasi Dana yang

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Teori Investasi
Dana yang dialokasikan investor pada saat ini dan investor mengharapkan
keuntungan pada masa yang akan datang merupakan investasi (Halim, 2010:2).
Sunariyah (2011:4), menyatakan bahwa penanaman modal untuk satu atau lebih
pada aktiva dan berjangka waktu lama dengan harapan memperoleh keuntungan
merupakan investasi. Return merupakan kompensasi atas waktu dan risiko yang
terkait dengan keuntungan yang diharapkan oleh investor. Menurut Tandelilin
(2010:47), terdapat beberapa tujuan lain dari sebuah investasi selain keuntungan
di masa yang akan datang antara lain :
1) Investor memperoleh kehidupan yang lebih layak di masa yang akan
datang.
2) Investasi dapat mengurangi tekanan inflasi. Hal ini dikarenakan dengan
melakukan investasi dapat menghindarkan diri dari risiko penurunan nilai
kekayaan atau hak miliknya akibat adanya pengaruh inflasi.
3) Investasi dapat menghemat pajak. Beberapa negara di dunia banyak
menetapkan kebijakan pemberian fasilitas perpajakan kepada masyarakat
yang melakukan investasi pada bidang usaha tertentu dengan tujuan untuk
mendorong pertumbuhan investasi.
Proses investasi merupakan proses keputusan yang berkesinambungan. Proses
keputusan investasi terdiri dari enam tahap keputusan yang berjalan terus-menerus
sampai tercapai keputusan yang terbaik. Tahap-tahap keputusan investasi menurut
Halim (2010:2) meliputi:
1) Penentuan Tujuan Investasi
Tujuan investasi harus dinyatakan baik dalam keuntungan maupun risiko,
sehingga preferensi rasio perlu dipertimbangkan dalam proses investasi.
2) Penentuan Kebijakan Investasi
Tahap ini dimulai dengan penentuan keputusan alokasi aset. Keputusan
ini
menyangkut
pendistribusian
dana
yang
dimiliki
dan
porsi
pendistribusian dana tersebut serta beban pajak dan pelaporan yang harus
ditanggung.
3) Melakukan Analisis
Investor melakukan analisis terhadap suatu efek atau sekelompok efek.
Salah satu tujuan penilaian ini adalah untuk mengidentifikasi efek yang
salah harga, apakah harganya terlalu tinggi atau terlalu rendah. Terdapat
dua pendekatan yang dapat digunakan yaitu pendekatan fundamental dan
pendekatan teknikal.
4) Pemilihan strategi Portofolio
Pemilihan strategi portofolio harus konsisten dengan dua tahap
sebelumnya. Dua tahap strategi portofolio yang dapat dipilih, yaitu
strategi portofolio aktif dan strategi portofolio pasif. Strategi portofolio
aktif meliputi kegiatan penggunaan investasi yang tersedia dan teknikteknik peramalan secara aktif untuk mencari kombinasi portofolio yang
terbaik. Strategi portofolio pasif meliputi aktifitas investasi pada
portofolio yang seiring dengan kinerja indeks pasar. Asumsi strategi pasif
ini adalah semua investasi yang tersedia akan diserap pasar dan
direfleksikan pada harga saham.
5) Pemilihan Aset
Tahap ini memerlukan pengevaluasian setiap sekuritas yang ingin
dimasukkan dalam portofolio. Tujuannya adalah untuk mendapatkan
kombinasi portofolio yang efisien, yaitu portofolio yang menawarkan
return diharapkan yang lebih tinggi dengan tingkat risiko tertentu, atau
sebaliknya menawarkan return diharapkan tertentu dengan tingkat risiko
yang rendah.
6) Pengukuran evaluasi kinerja portofolio
Pada tahapan ini pemodal melakukan penilaian terhadap kinerja
portofolio baik dalam aspek tingkat keuntungan yang diperoleh maupun
risiko yang ditanggung. Tahap ini adalah tahap paling akhir dari proses
keputusan investasi. Jika tahap ini telah dilewati dan ternyata hasilnya
kurang baik, maka proses keputusan investasi harus dimulai lagi dari
awal, demikian seterusnya sampai dicapai keputusan investasi yang paling
optimal.
Dasar pengambilan keputusan investasi terdiri dari return yang diharapkan
dan tingkat risiko yang harus ditanggung, serta hubungan antara return dengan
risiko tersebut. Investor harus mempertimbangkan faktor risiko dalam
pengambilan keputusan investasi. Menurut manajemen investasi, risiko dibagi
dalam 2 jenis (Tandelilin, 2010:144), yaitu:
1) Risiko sistematis (risiko pasar)
Risiko sistematis merupakan risiko yang berkaitan dengan perubahan
yang terjadi di pasar secara keseluruhan. Perubahan pasar tersebut akan
mempengaruhi variabilitas return suatu investasi.
2) Risiko tidak sistematis
Risiko tidak sistematis adalah risiko yang tidak terkait dengan perubahan
pasar secara keseluruhan.
Salah satu bentuk investasi yang dapat dilakukan oleh investor adalah
saham yang merupakan secarik kertas yang menunjukkan hak pemodal (yaitu
pihak yang memiliki kertas tersebut) untuk memperoleh bagian dari prospek atau
kekayaan organisasi yang menerbitkan sekuritas tersebut dan berbagai kondisi
yang memungkinkan pemodal tersebut menjalankan haknya (Husnan, 2010:29).
Investasi saham memberikan keuntungan dalam bentuk:
1) Dividen
Dividen merupakan pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan
penerbit saham tersebut atas keuntungan yang dihasilkan perusahaan.
Dividen diberikan setelah mendapat persetujuan dari pemegang saham
dalam RUPS. Pemodal baru bisa memperoleh dividen, jika memiliki
saham perusahaan tersebut dalam kurun waktu yang relatif lama sesuai
dengan ketentuan untuk mendapatkan dividen. Dividen adalah salah satu
daya tarik bagi pemegang saham dengan orientasi jangka panjang.
2) Capital Gain
Capital gain merupakan selisih antara harga beli dan harga jual. Capital
gain terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan saham di pasar
sekunder. Umumya pemodal dengan orientasi jangka pendek mengejar
keuntungan melalui capital gain (Darmadji dan Fakhruddin, 2012:6).
Ada beberapa jenis saham yang diperdagangkan di pasar modal, antara
lain:
1) Saham Atas Tunjuk (Bearer Stock)
Setiap pemegang saham atas tunjuk dianggap sebagai pemilik dan
memiliki hak untuk menjual saham tersebut, memperoleh bayaran atas
dividen dan menghadiri Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
2) Saham Atas Nama (Registered Stock)
Jenis saham ini nama dari pemilik saham terdapat di sertifikat saham dan
tercatat dalam Daftar Pemegang Saham (DPS) perusahaan. Pemegang
saham jenis ini memperoleh hak untuk menjual saham, memperoleh
deviden, dan mengakhiri Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
3) Saham Biasa (Common Stock)
Saham biasa adalah saham yang tidak memiliki saham istimewa,
pemegang saham ini memiliki hak prioritas yang lebih rendah
dibandingkan pemegang saham preferen terutama pada saat pembagian
dividen dan likuidasi perusahaan.
4) Saham Preferen (Preferren Stock)
Pemegang saham preferen memiliki hak prioritas dalam pembagian
dividen dan pembagian kekayaan pada saat perusahaan dilikuidasi
dibandingkan dengan pemegang saham biasa. Selain itu pemegang saham
preferen berhak mengajukan usul pengajuan calon anggota dewan
komisaris dan direksi.
2.1.1. Return Saham
Konsep risiko selalu berkaitan dengan return karena investor selalu
mengharapkan tingkat return yang sesuai atas setiap risiko investasi yang
dihadapinya. Return saham adalah tingkat keuntungan yang dinikmati oleh
pemodal atas investasi saham yang dilakukannya (Ang, 2010). Return atau tingkat
pengembalian merupakan selisih antara jumlah yang diterima dan jumlah yang
diinvestasikan, dibagi dengan jumlah yang diinvestasikan (Brigham dan Houston,
2011:215). Setiap investasi baik jangka pendek maupun jangka panjang
mempunyai tujuan utama untuk mendapatkan keuntungan yang disebut return.
Menurut Samsul (2008), return adalah pendapatan yang dinyatakan dalam
persentase dari modal awal investasi. Pendapatan investasi dalam saham ini
merupakan keuntungan yang diperoleh dari jual beli saham, dimana jika untung
disebut capital gain dan jika rugi disebut capital loss. Tandelilin (2010:47)
menjelaskan bahwa return adalah salah satu faktor yang memotivasi investor
berinteraksi dan juga merupakan imbalan atas keberanian investor dalam
menanggung risiko atas investasi yang dilakukannya.
Ekspektasi dari para investor terhadap investasinya adalah memperoleh
return sebesar-besarnya dengan risiko tertentu. Lubis (2008) menyatakan bahwa
return dapat berupa capital gain atau dividen. Return saham yang diperoleh dari
kegiatan investasi yang berupa dividen bukanlah hal yang mudah untuk
diprediksi, karena kebijakan dividen merupakan kebijakan yang sulit bagi
manajemen perusahaan. Keputusan mengenai dividen terkadang dikaitkan dengan
keputusan pendanaan dan keputusan investasinya. Dividen setiap periodenya
sesuai dengan fluktuasi dalam jumlah kesempatan investasi yang dapat diterima
dan tersedia bagi perusahaan tersebut.
Menurut Jogiyanto (2011: 199), return saham dapat dibagi menjadi dua
yaitu:
1) Return realisasian
Return yang telah terjadi yang dihitung berdasarkan data historis merupakan
return realisasian
2) Return ekspektasian
Return yang diharapkan akan diperoleh oleh investor dimasa mendatang
merupakan return ekspektasian
Menurut Brigham dan Houston (2011: 410), return saham diukur dengan
rumus :
π‘…π‘’π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘› π‘†π‘Žβ„Žπ‘Žπ‘š =
!! !!!
!!
...................................................................................(2.1)
Menurut Jogiyanto (2011: 201), return saham diukur dengan rumus :
π‘…π‘’π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘› π‘†π‘Žβ„Žπ‘Žπ‘š =
!! !!!!! ! !!
!!!!
...........................................................................(2.2)
2.2 Analisis Saham
Gitman (2012:273) menjelaskan bahwa terdapat dua pendekatan yang
digunakan investor untuk menganalisis dan menilai harga satuan saham, yaitu
analisis teknikal dan analisis fundamental. Analisis teknikal lebih menekankan
pada pola pergerakan harga berdasarkan data pasar masa lalu, sedangkan analisis
fundamental menekankan analisisnya pada variabel ekonomi, industri dan
perusahaan.
2.2.1 Analisis Teknikal
Para analis teknikal percaya bahwa mereka dapat mengetahui pola-pola
pergerakan harga saham di masa yang akan datang berdasarkan pada observasi
pergerakan harga saham di masa lalu (Husnan, 2010:315). Analisis ini
beranggapan bahwa harga suatu saham akan ditentukan oleh permintaan dan
penawaran terhadap harga saham tersebut, sehingga asumsi yang mendasari
analisis teknikal, antara lain (Tandelilin, 2010:248):
1) Nilai pasar barang dan jasa ditentukan oleh interaksi permintaan dan
penawaran.
2) Interaksi permintaan dan penawaran ditentukan oleh berbagai faktor, baik
faktor rasional maupun faktor yang tidak rasional. Faktor-faktor tersebut
meliputi berbagai variabel ekonomi dan variabel fundamental serta faktor
seperti opini yang beredar, mood investor dan ramalan-ramalan investor.
3) Harga-harga sekuritas secara individual dan nilai pasar secara keseluruhan
cenderung bergerak mengikuti suatu tren selama jangka waktu yang
relatif panjang.
4) Tren perubahan harga dan nilai pasar dapat berubah karena perubahan
hubungan permintaan dan penawaran. Hubungan-hubungan tersebut akan
dideteksi dengan melihat diagram reaksi pasar yang terjadi.
Seorang investor yang mampu mengakses informasi secara cepat memiliki
kemampuan analisis yang tinggi atas apa yang terjadi terhadap pasar, maka
investor tersebut akan mampu mendapatkan pengembalian yang melebihi return
pasar dan investor lainya. Informasi yang berasal dari analisis teknikal sangat
penting untuk memutuskan kapan saatnya membeli suatu saham dan kapan
saatnya menjual saham.
Analisis teknikal secara umum memfokukan perhatian pada chart dari
harga pasar sekuritas. Dow theory menyatakan bahwa pergerakan harga saham
dibedakan menjadi tiga komponen, yaitu: fluktuasi harian, pergerakan secara
bulanan dan primary trend.
2.2.2 Analisis Fundamental
Investor memerlukan analisis untuk melakukan investasi dalam bentuk
saham yang digunakan untuk mengukur kinerja saham, yaitu analisis
fundamental. Tujuan analisis fundamental adalah menentukan apakah nilai saham
berada pada posisi undervalue atau overvalue. Saham dikatakan undervalue bila
return saham di pasar saham lebih kecil dari harga wajar atau nilai yang
seharusnya, demikian juga sebaliknya. Investor untuk memperkirakan return
saham dapat menggunakan analisis fundamental yang menganalisa kondisi
keuangan dan ekonomi perusahaan yang menerbitkan saham tersebut. Analisis
fundamental berkaitan dengan penilaian kinerja perusahaan, tentang efektivitas
dan efisiensi perusahaan mencapai sasarannya (Foster, 2009).
Para analisis
mencoba memperkirakan return saham di masa yang akan datang dengan
mengestimasi nilai dari faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi harga
saham di masa yang akan datang dan menerapkan hubungan faktor-faktor tersebut
sehingga diperoleh taksiran return saham.
Analisis fundamental merupakan analisis mengenai ekonomi, industri dan
kondisi perusahaan untuk memperhitungkan nilai dari saham perusahaan. Analisis
Fundamental mencoba memperkirakan harga saham di masa yang akan datang
dengan mengestimasi nilai faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi harga
saham di masa yang akan datang, dan menerapkan hubungan variabel-variabel
sehingga diperoleh taksiran harga saham (Husnan, 2010:315). Pendekatan
fundamental menggunakan suatu asumsi bahwa setiap saham memiliki nilai
intrinsik. Nilai intrinsik inilah yang akan diestimasi oleh para pemodal atau analis.
Nilai intrinsik adalah suatu fungsi dari variabel-variabel perusahaan yang
dikombinasikan untuk menghasilkan return yang diharapkan dan suatu risiko
yang melekat pada saham tersebut. Hasil estimasi nilai intrinsik kemudian
dibandingkan dengan harga pasar yang sekarang (current market value). Harga
pasar suatu saham merupakan refleksi dari rata-rata nilai intrinsiknya (Sunariyah,
2011:153).
Menurut Tandelilin (2010:338), analisis fundamental dapat dilakukan
secara top down approach melalui tiga tahapan, yaitu :
1) Analisis Ekonomi
Analisis ekonomi bertujuan untuk mengetahui jenis prospek bisnis suatu
perusahaan. Analisis ekonomi merupakan analisis terhadap faktor-faktor
eksternal dan bersifat makro berupa peristiwa-peristiwa yang terjadi di
luar perusahaan dan mempengaruhi semua perusahaan, sehingga tidak
dapat dikendalikan oleh perusahaan. Analisis kondisi ekonomi merupakan
langkah awal yang penting sebelum melakukan investasi karena
pergerakan arah ekonomi mempengaruhi pergerakan pasar modal yang
berguna bagi pengembangan keputusan para investor. Para investor
menjadikan kondisi ekonomi yang stabil sebagai kabar baik sehingga
berpengaruh secara positif terhadap pasar modal. Investor akan berhatihati melakukan investasi apabila kondisi ekonomi tidak stabil atau labil
(Husnan, 2010:47). Beberapa hubungan faktor makro ekonomi terhadap
profitabilitas perusahaan:
a) Produk Domestik Bruto (PDB)
Pertumbuhan PDB yang cepat merupakan indikasi terjadinya
pertumbuhan ekonomi. Meningkatnya PDB mempunyai pengaruh
positif terhadap daya beli konsumen sehingga dapat meningkatkan
permintaan terhadap produk perusahaan.
b) Inflasi
Inflasi meningkatkan pendapatan dan biaya perusahaan. Jika
peningkatan biaya produksi lebih tinggi dari peningkatan harga
yang dapat dinikmati oleh perusahaan maka profitabilitas
perusahaan akan turun.
c) Tingkat Bunga
Tingkat bunga yang meningkat akan menyebabkan peningkatan
suku bunga yang diisyaratkan atas investasi pada suatu saham.
Tingkat suku bunga yang meningkat bisa juga menyebabkan
investor menarik investasinya pada saham dan memindahkannya
pada investasi berupa tabungan ataupun deposito.
d) Kurs rupiah terhadap dolar
Menguatnya kurs rupiah terhadap dolar akan menurunkan biaya
impor bahan baku untuk produksi, dan akan menurunkan tingkat
suku bunga yang berlaku.
e) Anggaran Defisit
Anggaran yang defisit akan mendorong konsumsi dan investasi
pemerintah, sehingga dapat meningkatkan permintaan terhadap
produk perusahan. Akan tetapi, anggaran defisit di sisi lain justru
akan meningkatkan jumlah uang beredar dan akibatnya akan
mendorong inflasi.
f) Investasi swasta
Meningkatnya investasi swasta adalah sinyal positif bagi pemodal.
Meningkatnya investasi swasta akan meningkatkan PDB sehingga
dapat meningkatkan pendapatan konsumen.
g) Neraca perdagangan dan Pembayaran
Defisit neraca perdagangan dan pembayaran merupakan sinyal
negatif bagi pemodal. Defisit neraca perdagangan dan pembayaran
harus dibiayai dengan menarik modal asing. Untuk melakukan hal
ini, suku bunga harus dinaikkan.
2) Analisis Industri
Analisis industri diperlukan untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan
jenis industri perusahaan yang bersangkutan. Hal-hal penting yang perlu
dipertimbangkan para pemodal dan analis saham misalnya seperti
penjualan dan laba perusahaan, sikap dan kebijakan pemerintah terhadap
industri, kondisi persaingan dan harga saham perusahaan yang sejenis.
3) Analisis Perusahaan
Analisis perusahaan digunakan untuk mengetahui kinerja perusahaan.
Para penanam modal memerlukan informasi tentang perusahaan yang
relevan sebagai dasar pembuatan keputusan investasi. Informasi tersebut
termasuk baik informasi intern dan ekstern perusahaan. Informasi tersebut
antara lain tentang informasi laporan keuangan periode tertentu.
2.3 Nilai Tukar
Pengertian nilai tukar suatu mata uang dapat dilihat dalam dua aspek, yaitu
aspek nominal dan aspek riil (Batiz, 1994:261). Nilai tukar nominal menyatakan
nilai tukar domestik per nilai tukar asing. Nilai tukar nominal yang umum adalah
nilai tukar bilateral di mana terdapat dua negara, misal Rupiah per Dolar US. Nilai
tukar rill adalah nilai tukar nominal yang telah disesuaikan dengan tingkat harga.
Terdapat empat jenis nilai tukar atau kurs valas dalam berbagai transaksi ataupun
jual beli valuta asing, yaitu (Dornbusch dan Fisher, 2008):
1) Selling Rate (kurs jual), yaitu kurs yang ditentukan oleh suatu Bank untuk
penjualan valuta asing tertentu pada saat tertentu.
2) Middle Rate (kurs tengah), yaitu kurs tengah antara kurs jual dan kurs beli
valuta asing terhadap mata uang nasional yang ditetapkan oleh Bank Central
pada suatu saat tertentu.
3) Buying Rate (kurs beli), yaitu kurs yang ditentukan oleh suatu bank untuk
pembelian valuta asing tertentu pada saat tertentu.
4) Flat Rate (kurs flat), yaitu kurs yang berlaku dalam transaksi jual beli bank
notes dan traveller cheque di mana dalam kurs tersebut sudah diperhitungkan
promosi dan biaya-biaya lainnya.
2.3.1 Nilai Tukar Dalam Pendekatan Tradisional
Fluktuasi nilai tukar dengan model pendekatan tradisional didasarkan pada
kajian terhadap pertukaran barang dan jasa antar negara (Yuliadi, 2008:61).
Model ini disebut sebagai model pendekatan perdagangan (trade approach) atau
pendekatan elastisitas terhadap pembentukan kurs (elasticity approach to
exchange rate determination). Menurut pendekatan ini, equilibrium kurs adalah
kurs yang akan menyeimbangkan nilai ekspor dan nilai impor suatu negara
sehingga kurs ditentukan dari keseimbangan nilai ekspor dan nilai impor. Jika
nilai ekspor lebih kecil dari pada nilai impor, maka nilai mata uang suatu negara
akan mengalami depresiasi (penurunan). Jika nilai ekspor lebih besar, maka nilai
kurs akan mengalami apresiasi (peningkatan) terhadap nilai tukar mata uang mitra
dagangnya secara internasional.
Kurs bebas yang mengalami depresiasi atau apresiasi akan mendorong
terjadinya arus perubahan ekspor dan impor barang dan jasa dari suatu negara ke
negara lainnya sehingga akan tercapai keseimbangan nilai kurs di mana nilai
ekspor sama dengan nilai impornya. Proses penyesuaian untuk mencapai
keseimbangan nilai kurs ditentukan oleh sejauh mana elastisitas impor dan ekspor
barang dan jasa terhadap perubahan harga (kurs) sehingga pendekatan ini sering
disebut dengan pendekatan elastisitas (Yuliadi, 2008:61).
2.3.2 Nilai Tukar Dalam Pendekatan Moneter
(1) Pendekatan Teori Kuantitas Uang
Teori kuantitas uang dikemukakan oleh Irving Fisher yang secara
matematis dapat diformulasikan sebagai berikut (Iswardono, 2004:65):
MV = PT ...............................................................................(2.3)
Keterangan :
M (money
V (velocity)
P (Price)
: jumlah uang yang beredar
: Kecepatan peredaran uang
: Tingkat harga barang
T (Trade)
: Jumlah barang yang diperdagangkan.
Menurut Fisher harga barang tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah
uang yang beredar saja tetapi juga kecepatan peredaran uang. Semakin
cepat peredaran uang maka akan berakibat pada harga barang dan jasa
yang semakin mahal yang menyebabkan permintaan akan barang dan jasa
dari luar negeri turun dan secara tidak langsung akan melemahkan nilai
tukar uang, sebaliknya jika kecepatan peredaran uang semakin lambat
maka harga barang akan turun yang secara tidak langsung nilai uang naik
(Iswardono, 2004:65).
(2) Pendekatan Keynes ( Iswardono, 2004:67).
Keynes membedakan 3 motivasi memegang uang, yaitu:
(1) Untuk transaksi
Motivasi transaksi menunjukkan perlunya uang untuk memenuhi
kebutuhan transaksi untuk memenuhi kebutuhan akan barang dan jasa,
baik perorangan maupun secara kelompok atau perusahaan.
Permintaan uang untuk transaksi dipengaruhi oleh pendapatan.
Semakin tinggi pendapatan, semikin tinggi pula permintaan atas uang
dengan tujuan transaksi.
(2) Untuk berjaga – jaga
Berhubungan dengan kaitan perencanaan keamanan yang meyangkut
transaksi yang tidak terduga. Permintaan uang untuk berjaga – jaga
juga dipengaruhi oleh pendapatan. Semakin tinggi pendapatan,
semikin tinggi pula permintaan atas uang dengan tujuan berjaga –
jaga.
(3) Untuk spekulasi
Didefenisikan sebagai motif mencari keuntungan karena mengetahui
kondisi pasar lebih baik. Menurut Keynes, permintaan uang untuk
spekulasi ini di sebabkan karena adanya pengharapan masyarakat akan
suatu jaminan kepastian untuk mendapatkan keuntungan dari tingkat
suku bunga. Jika suku bunga berubah, maka jumlah uang yang
diminta akan berubah juga. Kemudian Keynes menambahkan, adanya
pengharapan masyarakat akan adanya suku bunga di atas normal
(obligasi) sebagai salah satu pemicu motivasi untuk spekulasi. Ia
menyatakan, jika suku bunga rendah masyarakat akan memilih
obligasi karena menganggap akan mendapatkan keuntungan, demikian
sebaliknya.
Teori Keynes ini diaplikasikan kepada proses permintaan uang
yang kemudian mempengaruhi permintaan aggregat akan suatu mata
uang atas mata uang lainnya sedangkan, penawaran akan jumlah uang
ditentukan oleh pemerintah dan otoritas moneter yang ada.
2.3.3 Teori Purchasing Power Parity
Purchasing Power Parity (PPP) dianalisa oleh David Ricardo pada tahun
1817 dan Gustav Cassel pada tahun 1916 (Samuelson dan Nordhaus,
2004:629). Pendekatan teori ini menggunakan harga relatif di berbagai negara
sebagai petunjuk bagi nilai tukar dalam sistem yang fleksibel. Purchasing Power
Parity (PPP) merupakan sebuah pendekatan atau model hubungan nilai tukar yang
lebih sesuai atau relevan di dalam jangka panjang daripada di dalam jangka
pendek. Teori absolut dari paritas daya beli tersebut menyatakan bahwa nilai
tukar diantara dua mata uang secara sederhana adalah rasio dari tingkat harga
umum pada kedua negara tersebut. Teori ini mengacu kepada hukum “the law of
one price” dimana sebuah komoditi yang sama seharusnya memiliki harga yang
sama pada kedua negara jika dinyatakan dalam mata uang yang sama (Salvatore,
2008).
Teori Purchasing Power Parity dirumuskan berdasarkan asumsi implisit
bahwa dalam konteks perdagangan dan hubungan keuangan internasional tidak
ada biaya transportasi, tarif atau kendala lainnya yang dapat menghalangi laju
perdagangan barang dan jasa secara bebas Teori ini juga mengasumsikan bahwa
semua jenis komoditas dapat diperdagangkan secara bebas dan tidak terjadi
gangguan struktural di setiap negara.
2.4 Signalling Theory
Signalling theory menekankan kepada pentingnya informasi yang
dikeluarkan oleh perusahaan terhadap keputusan investasi pihak di luar
perusahaan. Informasi merupakan unsur penting bagi investor dan pelaku bisnis
karena informasi pada hakekatnya menyajikan keterangan, catatan atau gambaran
baik untuk keadaan masa lalu, saat ini maupun keadaan masa yang akan datang
bagi kelangsungan hidup suatu perusahaan dan bagaimana pasaran efeknya.
Informasi yang lengkap, relevan, akurat dan tepat waktu sangat diperlukan oleh
investor di pasar modal sebagai alat analisis untuk mengambil keputusan
investasi.
Menurut Jogiyanto (2011:392), informasi yang dipublikasikan sebagai
suatu pengumuman akan memberikan sinyal bagi investor dalam pengambilan
keputusan investasi. Jika pengumuman tersebut mengandung nilai positif, maka
diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu pengumuman tersebut diterima oleh
pasar. Pada waktu informasi diumumkan dan semua pelaku pasar sudah menerima
informasi tersebut, pelaku pasar terlebih dahulu menginterpretasikan dan
menganalisis informasi tersebut sebagai sinyal baik (good news) atau sinyal buruk
(bad news). Jika pengumuman informasi tersebut sebagai sinyal baik bagi
investor, maka terjadi perubahan dalam volume perdagangan saham.
Menurut
Sharpe
(1999:211),
pengumuman
informasi
akuntansi
memberikan sinyal bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik di masa
mendatang (good news) sehingga investor tertarik untuk melakukan perdagangan
saham, dengan demikian pasar akan bereaksi yang tercermin melalui perubahan
dalam volume perdagangan saham. Dengan demikian hubungan antara publikasi
informasi baik laporan keuangan, kondisi keuangan ataupun sosial politik
terhadap fluktuasi volume perdagangan saham dapat dilihat dalam efisiensi pasar.
Salah satu jenis informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan yang dapat
menjadi signal bagi pihak di luar perusahaan, terutama bagi pihak investor adalah
laporan tahunan. Informasi yang diungkapkan dalam laporan tahunan dapat
berupa informasi akuntansi yaitu informasi yang berkaitan dengan laporan
keuangan dan informasi non-akuntansi yaitu informasi yang tidak berkaitan
dengan laporan keuangan. Laporan tahunan hendaknya memuat informasi yang
relevan dan mengungkapkan informasi yang dianggap penting untuk diketahui
oleh pengguna laporan baik pihak dalam maupun pihak luar. Semua investor
memerlukan informasi untuk mengevaluasi risiko relatif setiap perusahaan
sehingga dapat melakukan diversifikasi portofolio dan kombinasi investasi dengan
preferensi risiko yang diinginkan. Jika suatu perusahaan ingin sahamnya dibeli
oleh investor maka perusahaan harus melakukan pengungkapan laporan keuangan
secara terbuka dan transparan.
2.5 Kinerja Perusahaan
2.5.1 Pengertian Kinerja Perusahaan
Bastian (2007:329) mendefinisikan kinerja sebagai suatu gambaran
mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan dalam mewujudkan
sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema
strategis suatu organisasi. Mahsun (2009:226) menyatakan bahwa kinerja
organisasi merupakan hal yang penting untuk mengukur keberhasilan suatu
organisasi dalam mencapai tujuannya. Secara umum kinerja dibagi menjadi dua
yaitu kinerja keuangan dan kinerja non keuangan. Kinerja non keuangan adalah
faktor kualitatif yang mendukung kinerja keuangan yang bersifat kuantitatif.
Pengukuran kinerja keuangan mengarah kepada perbaikan, perencanaan,
implementasi, dan pelaksanaan strategis.
Kinerja keuangan menurut Sugiyarso (2005:111) merupakan prestasi yang
diperoleh di dalam suatu periode tertentu yang mencerminkan tingkat kesehatan
perusahaan. Penilaian kinerja perusahaan merupakan suatu kegiatan yang sangat
penting karena berdasarkan hasil penilaian tersebut dapat diketahui dan dengan
demikian hasil penilaian tersebut dapat dipergunakan sebagai pedoman bagi usaha
perbaikan maupun peningkatan kinerja perusahaan selanjutnya.
Menurut Abdullah (2005:120), kinerja keuangan bank merupakan bagian
dari kinerja bank secara keseluruhan. Kinerja bank secara keseluruhan merupakan
gambaran prestasi yang dicapai bank dalam operasionalnya, baik menyangkut
aspek keuangan, pemasaran, penghimpunan dan penyaluran dana, teknologi
maupun sumber daya manusia. Penilaian aspek penghimpunan dana dan
penyaluran dana merupakan kinerja keuangan yang berkaitan dengan peran bank
sebagai lembaga intermediasi. Penilaian kondisi likuiditas bank guna mengetahui
seberapa besar kemampuan bank dalam memenuhi kewajibannya kepada para
deposan. Penilaian aspek profitabilitas guna mengetahui kemampuan menciptakan
profit, yang sudah barang tentu penting bagi para pemilik bank.
Warsono (2009:24) menjelaskan bahwa terdapat lima macam alat ukur
atau metode yang bisa digunakan untuk mengukur kinerja keuangan sebuah
perusahaan, yaitu analisis rasio keuangan, analisis rasio keuangan yang
dimodifikasi, Analisis Economic Value Added, Analisis Capital, Asset,
Management risk, Earning and Liquidity (CAMEL), dan Analisis Balance
Scorecard. Analisis rasio sangat bermanfaat bagi manajemen untuk perencanaan
dan pengevaluasian prestasi atau kinerja perusahaannya bila dibandingkan dengan
rata-rata industri, sedangkan bagi para kreditor dapat digunakan untuk
memperkirakan potensi risiko yang akan dihadapi dikaitkan dengan adanya
jaminan kelangsungan pembayaran bunga dan pengembalian pokok pinjamannya.
2.5.2 Rasio Penilaian Kinerja Bank
Terdapat tiga tipe dasar rasio yang dihitung untuk menilai kinerja suatu
bank (Faisol, 2007), yaitu:
1) Rasio Likuiditas, yang mengukur kemampuan bank untuk memenuhi
kewajiban finansial jangka pendeknya atau kewajiban yang telah jatuh tempo.
Beberapa rasio likuiditas yang sering digunakan dalam menilai kinerja suatu
bank antara lain sebagai berikut :
a) Cash Ratio (CR), yaitu likuiditas minimum yang harus dipelihara oleh
bank dalam membayar kembali pinjaman jangka pendek bank. Semakin
tinggi tingkat rasio ini semakin tinggi juga kemampuan likuiditas bank
yang bersangkutan, namun dalam prakteknya akan dapat mempengaruhi
profitabilitas. Rasio ini merupakan perbandingan antara jumlah alat
likuid yang dimiliki bank dengan pinjaman yang harus segera dibayar.
Alat likuid yang dimaksud adalah Uang Kas di Bank dan Rekening giro
yang disimpan di Bank Indonesia. CR dapat dirumuskan dengan :
𝐢𝑅 =
!"#$ !"#$"%
!"#$%&%# !"#$ !!"#$ !"#"$% !"#$%$&
π‘₯ 100%...............................(2.4)
b) Reserve Requirement (RR), yaitu likuditas wajib minimum yang wajib
dipelihara dalam bentuk giro pada BI. Reserve requirement merupakan
ketentuan bagi masing-masing bank untuk menyisihkan sebagian dari
dana pihak ketiga yang berhasil dihimpunnya dalam bentuk giro wajib
minimum yang berupa rekening bank yang bersangkutan pada bank
Indonesia.
c) Loan to Deposit Ratio (LDR) yaitu rasio antara jumlah seluruh kredit
yang diberikan Bank dengan dana yang diterima oleh bank. LDR
menyatakan seberapa jauh kemampuan bank untuk membayar kembali
penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit
yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Semakin tinggi rasio
tersebut memberikan indikasi semakin rendahnya kemampuan likuiditas
bank yang bersangkutan. Hal ini disebabkan karena jumlah dana yang
diperlukan untuk membiayai kredit semakin besar. LDR dapat
dirumuskan dengan :
!"#$% !"#$%&
𝐿𝐷𝑅 = !"#" !"!!" !"#$%& 𝑋100%.........................................................(2.5)
d) Loan to Asset Ratio (LAR) yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur
tingkat likuiditas bank yang menunjukkan kemampuan bank untuk
memenuhi permintaan kredit dengan menggunakan total aset yang
dimiliki bank. Semakin tinggi tingkat rasio ini, tingkat likuiditasnya
semakin kecil karena jumlah asset yang diperlukan untuk membiayai
kreditnya menjadi semakin besar. LAR dirumuskan dengan :
𝐿𝐴𝑅 =
!"#$% !"#$%&
!"#$% !"#$
π‘₯ 100%................................................................(2.6)
2) Rasio Rentabilitas, yaitu alat untuk menganalisa atau mengukur tingkat
efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan.
Rasio-rasio dalam kategori ini dapat pula dipakai untuk mengukur tingkat
kesehatan bank.
a) Return On Asset (ROA), yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur
kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan secara
keseluruhan. Semakin besar ROA suatu bank, maka semakin besar juga
tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula
posisi bank tersebut dalam penggunaan asset. ROA dirumuskan dengan
(Surat Edaran Bank Indonesia No.13/24/DPNP tanggal 25 Oktober
2011):
𝑅𝑂𝐴 =
!"#" !"#"$%& !"#"$
!"#"!!"#" !"!#$ !""#$
π‘₯100%...................................................(2.7)
b) Return On Equity (ROE), yaitu perbandingan antara laba bersih bank
dengan modal sendiri. Kenaikan dalam rasio ini, berarti terjadi kenaikan
laba bersih dari bank yang bersangkutan. ROE dirumuskan dengan :
𝑅𝑂𝐸 =
!"#" !"#"$%! !"#"$
!"#"!!"#! !"#$%&
π‘₯ 100%......................................................(2.8)
c) Rasio Beban Operasional (BOPO), yaitu perbandingan antara beban
operasional dengan pendapatan operasional. Rasio ini digunakan untuk
mengukur tingkat efisiensi bank dalam melakukan kegiatan operasinya.
BOPO dirumuskan dengan :
𝐡𝑂𝑃𝑂 =
!"#$% !"#$% !"#$%&'()%*
!"#$% !"#$%&%'%# !"#$%&'()%*
π‘₯ 100%....................................(2.9)
d) Net Profit Margin (NPM), adalah rasio yang menggambarkan tingkat
keuntungan bank, dibandingkan dengan pendapatan yang diterima dari
kegiatan operasionalnya. NPM dirumuskan dengan :
𝑁𝑃𝑀 =
!"#$%&%'%# !"#$% !"#$%!
!"#"!!"#" !"#$%& !"#$%!"#$
π‘₯ 100%.....................................(2.10)
3) Analisis Solvabilitas digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam
memenuhi kewajiban jangka panjangnya, atau kemampuan bank untuk
memenuhi kewajiban jangka panjangnya, atau kemampuan bank untuk
memenuhi kewajiban-kewajibannya jika terjadi likuidiasi bank. Rasio ini
digunakan untuk mengetahui perbandingan antara volume (jumlah) dana yang
diperoleh dari berbagai hutang (jangka pendek dan jangka panjang) serta
sumber-sumber lain diluar modal bank sendiri dengan volume penanaman
dana tersebut pada berbagai jenis aktiva yang dimiliki bank. Rasio
solvabilitas itu terdiri atas :
a) Capital Adequacy Ratio (CAR), adalah rasio yang memperlihatkan
sejumlah jauh aktiva bank yang mengandung risiko ikut dibiayai dari
dana modal bank sendiri disamping memperoleh dana-dana dari sumbersumber di luar bank, seperti dana masyarakat, pinjaman (hutang), dll.
Dengan kata lain, CAR adalah rasio untuk mengukur kecukupan modal
yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau
menghasilkan risiko, misalnya kredit yang diberikan. CAR merupakan
indikator terhadap kemampuan bank untuk menutupi penurunan
aktivanya sebagai akibat dari kerugian-kerugian bank yang disebabkan
oleh aktiva berisiko. CAR dirumuskan dengan :
𝐢𝐴𝑅 =
!"#$%
!"#$%& !"#$%&'()* !"#$%$& !"#$%&
π‘₯ 100%...............................(2.11)
b) Debt to Equity Ratio (DER), yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur
kemampuan bank dalam menutup sebagian atau seluruh hutang-
hutangnya, baik jangka panjang maupun jangka pendek, dengan dana
yang berasal dari dana bank sendiri. Dengan kata lain, rasio ini mengukur
seberapa besar total pasiva yang terdiri atas persentase modal bank
sendiri dibandingkan dengan besarnya hutang. Penggunaan analisis rasio
dimungkinkan untuk dapat menentukan tingkat kinerja suatu bank.
Perhitungan rasio untuk menilai posisi kinerja suatu bank, akan
memberikan gambaran yang jelas tentang baik atau tidaknya operasional
suatu bank, yang dilihat dari posisi keuangannya salam neraca dan labarugi. DER dirumuskan dengan :
𝐷𝐸𝑅 =
!"#$%! !"#$%
!"#$%! !"#$% !"#$%&%
π‘₯ 100%.................................................(2.12)
2.6 Hubungan Makro Ekonomi dengan Return Saham
Makro ekonomi dalam penelitian ini diproksikan dengan kurs rupiah
terhadap dolar. Hubungan antara kurs rupiah terhadap dolar dan return saham
secara teori dapat dijelaskan melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan tradisional
dan model portofolio balance (Granger, et al, 1998). Kedua pendekatan ini
memiliki
perbedaan,
pendekatan
tradisional
mengatakan
nilai
tukar
mempengaruhi saham sedangkan portofolio balance mengatakan harga sahamlah
yang mempengaruhi nilai tukar. Pendekatan tradisional menyatakan bahwa
adanya perubahan kurs rupiah terhadap dolar mempengaruhi pendapatan dan
biaya operasional perusahaan yang berdampak pada laba perusahaan. Semakin
tinggi laba yang dihasilkan perusahaan maka prospek perusahaan semakin bagus
yang mengakibatkan harga saham naik dan return yang tinggi sehingga kurs
rupiah terhadap dolar memiliki hubungan positif dengan return saham.
Model portofolio balance mengasumsikan bahwa saham adalah bagian
dari kekayaan yang dapat mempengaruhi perilaku nilai tukar melalui permintaan
uang. Model portofolio balance menyatakan bahwa antara kurs rupiah terhadap
dolar dan harga saham memiliki hubungan negatif.
Granger, et al (1998)
menjelaskan bahwa kenaikan harga saham dapat meningkatkan kekayaan investor
domestik sehingga mendorong peningkatan permintaan uang. Peningkatan
permintaan
uang
akan
meningkatkan
suku
bunga
sehingga
menarik
modal asing yang akan memperkuat nilai tukar domestik. Dimitrova (2005)
menyatakan bahwa depresiasi mata uang akan menyebabkan depresi pasar saham
di Amerika Serikat dan Inggris di mana hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
ketika penurunan nilai tukar sebesar satu persen, pasar saham akan bereaksi.
Kyereboah-Coleman dan Agyire-Tettey (2008) menemukan bahwa nilai tukar
memiliki dampak negatif pada indeks pasar saham di Ghana.
Kewal (2012) menyatakan bahwa hubungan antara kurs rupiah terhadap
dolar dan harga saham berlawanan arah, artinya semakin kuat kurs rupiah
terhadap dolar terhadap US $ (rupiah terapresiasi) maka akan meningkatkan harga
saham, dan sebaliknya. Menguatnya kurs rupiah terhadap dolar akan menurunkan
biaya produksi terutama biaya impor bahan baku dan akan diikuti menurunnya
tingkat bunga yang berlaku sehingga memberikan dampak positif pada laba
perusahaan yang akhirnya menaikkan pendapatan per lembar saham (EPS).
Zohaib Khan, et al (2012) menyatakan bahwa nilai tukar berpengaruh negatif
terhadap return saham perbankan disebabkan karena ketika investor asing
menginvestasikan uang mereka dalam saham, investor asing mengkonversi
keuntungan mereka ke dalam mata uang negara mereka. Saat terjadinya depresiasi
nilai tukar, tingkat return yang diterima investor menjadi lebih rendah akibat
konversi mata uang asing, sehingga investor menjadi kecewa dan menjual
sahamnya. Beberapa penelitian lainnya, seperti Ma and Kao (1990), Abraham
(2008), Pasaribu, et al. (2009), Javed Benish and Shella (2012) juga menyatakan
bahwa nilai tukar uang memiliki pengaruh negatif terhadap harga saham sehingga
memengaruhi return sahamnya.
Penelitian Mukherjee dan Naka (1995) menemukan bahwa nilai tukar
memiliki dampak positif pada harga saham di Jepang. Namun, Kurihara dan Nezu
(2006) menemukan bahwa nilai tukar memiliki dampak negatif pada pasar saham.
Atindehou dan Gueyie (2001) menemukan bahwa ada dampak nilai tukar positif
dan negatif pada return saham perbankan karena investor lebih bereaksi selama
penurunan kerugian kurs. Penelitian Wangbangpo dan Sharma (2002)
menemukan bahwa nilai tukar memiliki hubungan positif dengan harga saham di
negara Indonesia, Malaysia dan Filipina, sebaliknya kurs rupiah terhadap dolar
berhubungan negatif di Singapura dan Thailand.
Kandir (2008) menemukan bahwa nilai tukar memiliki hubungan positif
dengan harga saham. Yulianto (2015) juga menemukan bahwa kurs atau nilai
tukar memiliki pengaruh yang positif terhadap harga saham perbankan. Puah dan
Jayaraman (2007) menyatakan bahwa perubahan kurs rupiah terhadap dolar
merupakan variabel yang bersifat elastis terhadap harga saham. Gupta, et al
(1997) menemukan bahwa nilai tukar memiliki hubungan sebab akibat yang
rendah dengan harga saham. Tetapi penelitian Mok (1993) dan Pasaribu, et al
(2009) menemukan bahwa kurs rupiah terhadap dolar tidak berpengaruh
signifikan terhadap harga saham.
2.7 Hubungan Kinerja Bank dengan Return Saham
Kinerja bank dalam penelitian ini diproksikan dengan profitabilitas.
Profitabilitas
merupakan
informasi
kinerja
keuangan
perusahaan
dalam
menghasilkan laba dari asset yang digunakan dan akan berdampak pada
pemegang saham perusahaan (Sartono, 2010:122). Profitabilitas diproksikan
dengan Return On Assets (ROA). Penilaian kinerja perusahaan menggunakan
informasi keuangan, seperti ROA yang merupakan rasio terpenting diantara rasio
profitabilitas lain jika digunakan untuk memprediksi return saham (Ang, 1997).
Pada perusahaan perbankan, ROA adalah perbandingan antara laba sebelum pajak
dengan rata-rata total aset.
Nilai laba yang dihasilkan positif dan ditandai dengan ROA yang selalu
meningkat tiap tahunnya akan meningkatkan kemampuan perusahaan dalam
membayar return kepada investor. Semakin tinggi ROA juga memberikan sinyal
positif kepada investor bahwa prospek perusahaan semakin bagus yang
mengakibatkan meningkatnya harga saham. Kenaikan harga saham akan
berdampak pada kenaikan return saham (Tandelilin, 1997).
Penelitian Yulianto (2015), menemukan bahwa ROA berpengaruh positif
dan signifikan terhadap return saham. Semakin besar ROA menunjukkan kinerja
bank dapat secara efektif mengelola total aset perusahaan sehingga menghasilkan
laba yang besar. Tingginya laba tersebut akan memberikan return yang tinggi bagi
pemegang saham perusahaan dan akan mengundang investor untuk membeli
saham akan tinggi. Hal tersebut didukung oleh Witkowska (2006) yang
menemukan bahwa ROA mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap return
saham pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Warsawa di Polandia.
Muhammad dan Frank (2014) menemukan bahwa ROA berpengaruh signifikan
terhadap return saham di pasar saham Australia.
Trisnawati
(1999)
menunjukkan
bahwa
ROA
tidak
signifikan
berpengaruh terhadap return saham di pasar perdana (saat IPO) maupun return
saham dipasar sekunder. Hebble (2009) dan Susilowati (2011) juga menunjukkan
bahwa ROA tidak signifikan berpengaruh terhadap return saham,
hasil
penelitian ini mengindikasikan bahwa para investor tidak semata-mata
menggunakan ROA sebagai ukuran dalam menilai kinerja perusahaan untuk
memprediksi total return saham di pasar modal (terutama di BEI).
2.8 Hubungan Makro Ekonomi dengan Kinerja Bank
Kondisi makro ekonomi memiliki pengaruh terhadap kinerja perusahaan,
karena keputusan para pelaku pasar modal cenderung dipengaruhi beberapa
variabel makroekonomi, seperti kurs rupiah terhadap dolar dan tingkat suku
bunga, serta variabel lainnya (Sudiyatno, 2010). Variabel makroekonomi
merupakan cerminan dari risiko sistematis yang berpotensi meningkatkan atau
menurunkan kinerja perusahaan, karena jika kondisi makro ekonomi memburuk
maka risiko sistematis meningkat dan dapat menurunkan kinerja perusahaan.
Kinerja perusahaan juga merupakan cerminan dari operasional perusahaan dan
beberapa risiko, sehingga kinerja perusahaan menggambarkan kemampuan
perusahaan dalam menghadapi faktor makro ekonomi dan mikro ekonomi
(Samsul, 2008).
Haryati (2009) menjelaskan bahwa kinerja bank sebagai intermediasi juga
dipengaruhi oleh variabel makro ekonomi, seperti kurs rupiah terhadap dolar dan
tingkat bunga. Fluktuasi nilai tukar akan mempengaruhi perbankan, meningkatnya
kurs nilai mata uang asing (US$) terhadap rupiah mengakibatkan masyarakat
cenderung untuk memiliki US$ (menarik dana dan mengkonversikannya dalam
US$) yang mengakibatkan menurunnya dana rupiah perbankan, sehingga
mempengaruhi kegiatan bank dalam penyaluran kreditnya.
Berbeda dengan Haryati (2009), Almilia dan Utomo (2006) menjelaskan
bahwa nilai tukar mata uang asing menjadi salah satu faktor profitabilitas
perbankan karena dalam kegiatannya, bank juga memberikan jasa jual beli valuta
asing. Pada situasi normal, memperdagangkan valuta asing pada dasarnya sangat
menguntungkan karena transaksi menghasilkan keuntungan berupa selisih kurs
yang disebabkan para pelaku perdagangan valuta asing selalu menawarkan dua
harga nilai tukar (Loen & Ericson, 2008). Bank dalam kegiatan transaksi tersebut
akan memperhatikan nilai tukar akan mata uang asing karena hal tersebut mampu
mempengaruhi tingkat profitabilitas bank. Bila terjadinya fluktuasi akan nilai
tukar mata uang asing, bank dapat memperoleh pendapatan berupa fee dan selisih
kurs.
Sudiyatno (2010) menemukan bahwa fundamental makro memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap fundamental perusahaan. Penelitian Arvianto,
dkk (2014) menemukan bahwa faktor fundamental makro terhadap fundamental
mikro perusahaan memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan. Penelitian
Hasan, dkk (2006) menemukan bahwa pengaruh variabel makro ekonomi
terhadap kinerja perusahaan baik sebelum maupun setelah otonomi daerah
menunjukkan hasil yang berbeda, sebelum otonomi daerah variabel makro
ekonomi tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan, sedangkan
setelah otonomi daerah variabel makro ekonomi berpengaruh signifikan terhadap
kinerja perusahaan pada bank pembangunan daerah.
Download