BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Investasi Dana yang dialokasikan investor pada saat ini dan investor mengharapkan keuntungan pada masa yang akan datang merupakan investasi (Halim, 2010:2). Sunariyah (2011:4), menyatakan bahwa penanaman modal untuk satu atau lebih pada aktiva dan berjangka waktu lama dengan harapan memperoleh keuntungan merupakan investasi. Return merupakan kompensasi atas waktu dan risiko yang terkait dengan keuntungan yang diharapkan oleh investor. Menurut Tandelilin (2010:47), terdapat beberapa tujuan lain dari sebuah investasi selain keuntungan di masa yang akan datang antara lain : 1) Investor memperoleh kehidupan yang lebih layak di masa yang akan datang. 2) Investasi dapat mengurangi tekanan inflasi. Hal ini dikarenakan dengan melakukan investasi dapat menghindarkan diri dari risiko penurunan nilai kekayaan atau hak miliknya akibat adanya pengaruh inflasi. 3) Investasi dapat menghemat pajak. Beberapa negara di dunia banyak menetapkan kebijakan pemberian fasilitas perpajakan kepada masyarakat yang melakukan investasi pada bidang usaha tertentu dengan tujuan untuk mendorong pertumbuhan investasi. Proses investasi merupakan proses keputusan yang berkesinambungan. Proses keputusan investasi terdiri dari enam tahap keputusan yang berjalan terus-menerus sampai tercapai keputusan yang terbaik. Tahap-tahap keputusan investasi menurut Halim (2010:2) meliputi: 1) Penentuan Tujuan Investasi Tujuan investasi harus dinyatakan baik dalam keuntungan maupun risiko, sehingga preferensi rasio perlu dipertimbangkan dalam proses investasi. 2) Penentuan Kebijakan Investasi Tahap ini dimulai dengan penentuan keputusan alokasi aset. Keputusan ini menyangkut pendistribusian dana yang dimiliki dan porsi pendistribusian dana tersebut serta beban pajak dan pelaporan yang harus ditanggung. 3) Melakukan Analisis Investor melakukan analisis terhadap suatu efek atau sekelompok efek. Salah satu tujuan penilaian ini adalah untuk mengidentifikasi efek yang salah harga, apakah harganya terlalu tinggi atau terlalu rendah. Terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan yaitu pendekatan fundamental dan pendekatan teknikal. 4) Pemilihan strategi Portofolio Pemilihan strategi portofolio harus konsisten dengan dua tahap sebelumnya. Dua tahap strategi portofolio yang dapat dipilih, yaitu strategi portofolio aktif dan strategi portofolio pasif. Strategi portofolio aktif meliputi kegiatan penggunaan investasi yang tersedia dan teknikteknik peramalan secara aktif untuk mencari kombinasi portofolio yang terbaik. Strategi portofolio pasif meliputi aktifitas investasi pada portofolio yang seiring dengan kinerja indeks pasar. Asumsi strategi pasif ini adalah semua investasi yang tersedia akan diserap pasar dan direfleksikan pada harga saham. 5) Pemilihan Aset Tahap ini memerlukan pengevaluasian setiap sekuritas yang ingin dimasukkan dalam portofolio. Tujuannya adalah untuk mendapatkan kombinasi portofolio yang efisien, yaitu portofolio yang menawarkan return diharapkan yang lebih tinggi dengan tingkat risiko tertentu, atau sebaliknya menawarkan return diharapkan tertentu dengan tingkat risiko yang rendah. 6) Pengukuran evaluasi kinerja portofolio Pada tahapan ini pemodal melakukan penilaian terhadap kinerja portofolio baik dalam aspek tingkat keuntungan yang diperoleh maupun risiko yang ditanggung. Tahap ini adalah tahap paling akhir dari proses keputusan investasi. Jika tahap ini telah dilewati dan ternyata hasilnya kurang baik, maka proses keputusan investasi harus dimulai lagi dari awal, demikian seterusnya sampai dicapai keputusan investasi yang paling optimal. Dasar pengambilan keputusan investasi terdiri dari return yang diharapkan dan tingkat risiko yang harus ditanggung, serta hubungan antara return dengan risiko tersebut. Investor harus mempertimbangkan faktor risiko dalam pengambilan keputusan investasi. Menurut manajemen investasi, risiko dibagi dalam 2 jenis (Tandelilin, 2010:144), yaitu: 1) Risiko sistematis (risiko pasar) Risiko sistematis merupakan risiko yang berkaitan dengan perubahan yang terjadi di pasar secara keseluruhan. Perubahan pasar tersebut akan mempengaruhi variabilitas return suatu investasi. 2) Risiko tidak sistematis Risiko tidak sistematis adalah risiko yang tidak terkait dengan perubahan pasar secara keseluruhan. Salah satu bentuk investasi yang dapat dilakukan oleh investor adalah saham yang merupakan secarik kertas yang menunjukkan hak pemodal (yaitu pihak yang memiliki kertas tersebut) untuk memperoleh bagian dari prospek atau kekayaan organisasi yang menerbitkan sekuritas tersebut dan berbagai kondisi yang memungkinkan pemodal tersebut menjalankan haknya (Husnan, 2010:29). Investasi saham memberikan keuntungan dalam bentuk: 1) Dividen Dividen merupakan pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan penerbit saham tersebut atas keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Dividen diberikan setelah mendapat persetujuan dari pemegang saham dalam RUPS. Pemodal baru bisa memperoleh dividen, jika memiliki saham perusahaan tersebut dalam kurun waktu yang relatif lama sesuai dengan ketentuan untuk mendapatkan dividen. Dividen adalah salah satu daya tarik bagi pemegang saham dengan orientasi jangka panjang. 2) Capital Gain Capital gain merupakan selisih antara harga beli dan harga jual. Capital gain terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan saham di pasar sekunder. Umumya pemodal dengan orientasi jangka pendek mengejar keuntungan melalui capital gain (Darmadji dan Fakhruddin, 2012:6). Ada beberapa jenis saham yang diperdagangkan di pasar modal, antara lain: 1) Saham Atas Tunjuk (Bearer Stock) Setiap pemegang saham atas tunjuk dianggap sebagai pemilik dan memiliki hak untuk menjual saham tersebut, memperoleh bayaran atas dividen dan menghadiri Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). 2) Saham Atas Nama (Registered Stock) Jenis saham ini nama dari pemilik saham terdapat di sertifikat saham dan tercatat dalam Daftar Pemegang Saham (DPS) perusahaan. Pemegang saham jenis ini memperoleh hak untuk menjual saham, memperoleh deviden, dan mengakhiri Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). 3) Saham Biasa (Common Stock) Saham biasa adalah saham yang tidak memiliki saham istimewa, pemegang saham ini memiliki hak prioritas yang lebih rendah dibandingkan pemegang saham preferen terutama pada saat pembagian dividen dan likuidasi perusahaan. 4) Saham Preferen (Preferren Stock) Pemegang saham preferen memiliki hak prioritas dalam pembagian dividen dan pembagian kekayaan pada saat perusahaan dilikuidasi dibandingkan dengan pemegang saham biasa. Selain itu pemegang saham preferen berhak mengajukan usul pengajuan calon anggota dewan komisaris dan direksi. 2.1.1. Return Saham Konsep risiko selalu berkaitan dengan return karena investor selalu mengharapkan tingkat return yang sesuai atas setiap risiko investasi yang dihadapinya. Return saham adalah tingkat keuntungan yang dinikmati oleh pemodal atas investasi saham yang dilakukannya (Ang, 2010). Return atau tingkat pengembalian merupakan selisih antara jumlah yang diterima dan jumlah yang diinvestasikan, dibagi dengan jumlah yang diinvestasikan (Brigham dan Houston, 2011:215). Setiap investasi baik jangka pendek maupun jangka panjang mempunyai tujuan utama untuk mendapatkan keuntungan yang disebut return. Menurut Samsul (2008), return adalah pendapatan yang dinyatakan dalam persentase dari modal awal investasi. Pendapatan investasi dalam saham ini merupakan keuntungan yang diperoleh dari jual beli saham, dimana jika untung disebut capital gain dan jika rugi disebut capital loss. Tandelilin (2010:47) menjelaskan bahwa return adalah salah satu faktor yang memotivasi investor berinteraksi dan juga merupakan imbalan atas keberanian investor dalam menanggung risiko atas investasi yang dilakukannya. Ekspektasi dari para investor terhadap investasinya adalah memperoleh return sebesar-besarnya dengan risiko tertentu. Lubis (2008) menyatakan bahwa return dapat berupa capital gain atau dividen. Return saham yang diperoleh dari kegiatan investasi yang berupa dividen bukanlah hal yang mudah untuk diprediksi, karena kebijakan dividen merupakan kebijakan yang sulit bagi manajemen perusahaan. Keputusan mengenai dividen terkadang dikaitkan dengan keputusan pendanaan dan keputusan investasinya. Dividen setiap periodenya sesuai dengan fluktuasi dalam jumlah kesempatan investasi yang dapat diterima dan tersedia bagi perusahaan tersebut. Menurut Jogiyanto (2011: 199), return saham dapat dibagi menjadi dua yaitu: 1) Return realisasian Return yang telah terjadi yang dihitung berdasarkan data historis merupakan return realisasian 2) Return ekspektasian Return yang diharapkan akan diperoleh oleh investor dimasa mendatang merupakan return ekspektasian Menurut Brigham dan Houston (2011: 410), return saham diukur dengan rumus : π ππ‘π’ππ ππβππ = !! !!! !! ...................................................................................(2.1) Menurut Jogiyanto (2011: 201), return saham diukur dengan rumus : π ππ‘π’ππ ππβππ = !! !!!!! ! !! !!!! ...........................................................................(2.2) 2.2 Analisis Saham Gitman (2012:273) menjelaskan bahwa terdapat dua pendekatan yang digunakan investor untuk menganalisis dan menilai harga satuan saham, yaitu analisis teknikal dan analisis fundamental. Analisis teknikal lebih menekankan pada pola pergerakan harga berdasarkan data pasar masa lalu, sedangkan analisis fundamental menekankan analisisnya pada variabel ekonomi, industri dan perusahaan. 2.2.1 Analisis Teknikal Para analis teknikal percaya bahwa mereka dapat mengetahui pola-pola pergerakan harga saham di masa yang akan datang berdasarkan pada observasi pergerakan harga saham di masa lalu (Husnan, 2010:315). Analisis ini beranggapan bahwa harga suatu saham akan ditentukan oleh permintaan dan penawaran terhadap harga saham tersebut, sehingga asumsi yang mendasari analisis teknikal, antara lain (Tandelilin, 2010:248): 1) Nilai pasar barang dan jasa ditentukan oleh interaksi permintaan dan penawaran. 2) Interaksi permintaan dan penawaran ditentukan oleh berbagai faktor, baik faktor rasional maupun faktor yang tidak rasional. Faktor-faktor tersebut meliputi berbagai variabel ekonomi dan variabel fundamental serta faktor seperti opini yang beredar, mood investor dan ramalan-ramalan investor. 3) Harga-harga sekuritas secara individual dan nilai pasar secara keseluruhan cenderung bergerak mengikuti suatu tren selama jangka waktu yang relatif panjang. 4) Tren perubahan harga dan nilai pasar dapat berubah karena perubahan hubungan permintaan dan penawaran. Hubungan-hubungan tersebut akan dideteksi dengan melihat diagram reaksi pasar yang terjadi. Seorang investor yang mampu mengakses informasi secara cepat memiliki kemampuan analisis yang tinggi atas apa yang terjadi terhadap pasar, maka investor tersebut akan mampu mendapatkan pengembalian yang melebihi return pasar dan investor lainya. Informasi yang berasal dari analisis teknikal sangat penting untuk memutuskan kapan saatnya membeli suatu saham dan kapan saatnya menjual saham. Analisis teknikal secara umum memfokukan perhatian pada chart dari harga pasar sekuritas. Dow theory menyatakan bahwa pergerakan harga saham dibedakan menjadi tiga komponen, yaitu: fluktuasi harian, pergerakan secara bulanan dan primary trend. 2.2.2 Analisis Fundamental Investor memerlukan analisis untuk melakukan investasi dalam bentuk saham yang digunakan untuk mengukur kinerja saham, yaitu analisis fundamental. Tujuan analisis fundamental adalah menentukan apakah nilai saham berada pada posisi undervalue atau overvalue. Saham dikatakan undervalue bila return saham di pasar saham lebih kecil dari harga wajar atau nilai yang seharusnya, demikian juga sebaliknya. Investor untuk memperkirakan return saham dapat menggunakan analisis fundamental yang menganalisa kondisi keuangan dan ekonomi perusahaan yang menerbitkan saham tersebut. Analisis fundamental berkaitan dengan penilaian kinerja perusahaan, tentang efektivitas dan efisiensi perusahaan mencapai sasarannya (Foster, 2009). Para analisis mencoba memperkirakan return saham di masa yang akan datang dengan mengestimasi nilai dari faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi harga saham di masa yang akan datang dan menerapkan hubungan faktor-faktor tersebut sehingga diperoleh taksiran return saham. Analisis fundamental merupakan analisis mengenai ekonomi, industri dan kondisi perusahaan untuk memperhitungkan nilai dari saham perusahaan. Analisis Fundamental mencoba memperkirakan harga saham di masa yang akan datang dengan mengestimasi nilai faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi harga saham di masa yang akan datang, dan menerapkan hubungan variabel-variabel sehingga diperoleh taksiran harga saham (Husnan, 2010:315). Pendekatan fundamental menggunakan suatu asumsi bahwa setiap saham memiliki nilai intrinsik. Nilai intrinsik inilah yang akan diestimasi oleh para pemodal atau analis. Nilai intrinsik adalah suatu fungsi dari variabel-variabel perusahaan yang dikombinasikan untuk menghasilkan return yang diharapkan dan suatu risiko yang melekat pada saham tersebut. Hasil estimasi nilai intrinsik kemudian dibandingkan dengan harga pasar yang sekarang (current market value). Harga pasar suatu saham merupakan refleksi dari rata-rata nilai intrinsiknya (Sunariyah, 2011:153). Menurut Tandelilin (2010:338), analisis fundamental dapat dilakukan secara top down approach melalui tiga tahapan, yaitu : 1) Analisis Ekonomi Analisis ekonomi bertujuan untuk mengetahui jenis prospek bisnis suatu perusahaan. Analisis ekonomi merupakan analisis terhadap faktor-faktor eksternal dan bersifat makro berupa peristiwa-peristiwa yang terjadi di luar perusahaan dan mempengaruhi semua perusahaan, sehingga tidak dapat dikendalikan oleh perusahaan. Analisis kondisi ekonomi merupakan langkah awal yang penting sebelum melakukan investasi karena pergerakan arah ekonomi mempengaruhi pergerakan pasar modal yang berguna bagi pengembangan keputusan para investor. Para investor menjadikan kondisi ekonomi yang stabil sebagai kabar baik sehingga berpengaruh secara positif terhadap pasar modal. Investor akan berhatihati melakukan investasi apabila kondisi ekonomi tidak stabil atau labil (Husnan, 2010:47). Beberapa hubungan faktor makro ekonomi terhadap profitabilitas perusahaan: a) Produk Domestik Bruto (PDB) Pertumbuhan PDB yang cepat merupakan indikasi terjadinya pertumbuhan ekonomi. Meningkatnya PDB mempunyai pengaruh positif terhadap daya beli konsumen sehingga dapat meningkatkan permintaan terhadap produk perusahaan. b) Inflasi Inflasi meningkatkan pendapatan dan biaya perusahaan. Jika peningkatan biaya produksi lebih tinggi dari peningkatan harga yang dapat dinikmati oleh perusahaan maka profitabilitas perusahaan akan turun. c) Tingkat Bunga Tingkat bunga yang meningkat akan menyebabkan peningkatan suku bunga yang diisyaratkan atas investasi pada suatu saham. Tingkat suku bunga yang meningkat bisa juga menyebabkan investor menarik investasinya pada saham dan memindahkannya pada investasi berupa tabungan ataupun deposito. d) Kurs rupiah terhadap dolar Menguatnya kurs rupiah terhadap dolar akan menurunkan biaya impor bahan baku untuk produksi, dan akan menurunkan tingkat suku bunga yang berlaku. e) Anggaran Defisit Anggaran yang defisit akan mendorong konsumsi dan investasi pemerintah, sehingga dapat meningkatkan permintaan terhadap produk perusahan. Akan tetapi, anggaran defisit di sisi lain justru akan meningkatkan jumlah uang beredar dan akibatnya akan mendorong inflasi. f) Investasi swasta Meningkatnya investasi swasta adalah sinyal positif bagi pemodal. Meningkatnya investasi swasta akan meningkatkan PDB sehingga dapat meningkatkan pendapatan konsumen. g) Neraca perdagangan dan Pembayaran Defisit neraca perdagangan dan pembayaran merupakan sinyal negatif bagi pemodal. Defisit neraca perdagangan dan pembayaran harus dibiayai dengan menarik modal asing. Untuk melakukan hal ini, suku bunga harus dinaikkan. 2) Analisis Industri Analisis industri diperlukan untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan jenis industri perusahaan yang bersangkutan. Hal-hal penting yang perlu dipertimbangkan para pemodal dan analis saham misalnya seperti penjualan dan laba perusahaan, sikap dan kebijakan pemerintah terhadap industri, kondisi persaingan dan harga saham perusahaan yang sejenis. 3) Analisis Perusahaan Analisis perusahaan digunakan untuk mengetahui kinerja perusahaan. Para penanam modal memerlukan informasi tentang perusahaan yang relevan sebagai dasar pembuatan keputusan investasi. Informasi tersebut termasuk baik informasi intern dan ekstern perusahaan. Informasi tersebut antara lain tentang informasi laporan keuangan periode tertentu. 2.3 Nilai Tukar Pengertian nilai tukar suatu mata uang dapat dilihat dalam dua aspek, yaitu aspek nominal dan aspek riil (Batiz, 1994:261). Nilai tukar nominal menyatakan nilai tukar domestik per nilai tukar asing. Nilai tukar nominal yang umum adalah nilai tukar bilateral di mana terdapat dua negara, misal Rupiah per Dolar US. Nilai tukar rill adalah nilai tukar nominal yang telah disesuaikan dengan tingkat harga. Terdapat empat jenis nilai tukar atau kurs valas dalam berbagai transaksi ataupun jual beli valuta asing, yaitu (Dornbusch dan Fisher, 2008): 1) Selling Rate (kurs jual), yaitu kurs yang ditentukan oleh suatu Bank untuk penjualan valuta asing tertentu pada saat tertentu. 2) Middle Rate (kurs tengah), yaitu kurs tengah antara kurs jual dan kurs beli valuta asing terhadap mata uang nasional yang ditetapkan oleh Bank Central pada suatu saat tertentu. 3) Buying Rate (kurs beli), yaitu kurs yang ditentukan oleh suatu bank untuk pembelian valuta asing tertentu pada saat tertentu. 4) Flat Rate (kurs flat), yaitu kurs yang berlaku dalam transaksi jual beli bank notes dan traveller cheque di mana dalam kurs tersebut sudah diperhitungkan promosi dan biaya-biaya lainnya. 2.3.1 Nilai Tukar Dalam Pendekatan Tradisional Fluktuasi nilai tukar dengan model pendekatan tradisional didasarkan pada kajian terhadap pertukaran barang dan jasa antar negara (Yuliadi, 2008:61). Model ini disebut sebagai model pendekatan perdagangan (trade approach) atau pendekatan elastisitas terhadap pembentukan kurs (elasticity approach to exchange rate determination). Menurut pendekatan ini, equilibrium kurs adalah kurs yang akan menyeimbangkan nilai ekspor dan nilai impor suatu negara sehingga kurs ditentukan dari keseimbangan nilai ekspor dan nilai impor. Jika nilai ekspor lebih kecil dari pada nilai impor, maka nilai mata uang suatu negara akan mengalami depresiasi (penurunan). Jika nilai ekspor lebih besar, maka nilai kurs akan mengalami apresiasi (peningkatan) terhadap nilai tukar mata uang mitra dagangnya secara internasional. Kurs bebas yang mengalami depresiasi atau apresiasi akan mendorong terjadinya arus perubahan ekspor dan impor barang dan jasa dari suatu negara ke negara lainnya sehingga akan tercapai keseimbangan nilai kurs di mana nilai ekspor sama dengan nilai impornya. Proses penyesuaian untuk mencapai keseimbangan nilai kurs ditentukan oleh sejauh mana elastisitas impor dan ekspor barang dan jasa terhadap perubahan harga (kurs) sehingga pendekatan ini sering disebut dengan pendekatan elastisitas (Yuliadi, 2008:61). 2.3.2 Nilai Tukar Dalam Pendekatan Moneter (1) Pendekatan Teori Kuantitas Uang Teori kuantitas uang dikemukakan oleh Irving Fisher yang secara matematis dapat diformulasikan sebagai berikut (Iswardono, 2004:65): MV = PT ...............................................................................(2.3) Keterangan : M (money V (velocity) P (Price) : jumlah uang yang beredar : Kecepatan peredaran uang : Tingkat harga barang T (Trade) : Jumlah barang yang diperdagangkan. Menurut Fisher harga barang tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah uang yang beredar saja tetapi juga kecepatan peredaran uang. Semakin cepat peredaran uang maka akan berakibat pada harga barang dan jasa yang semakin mahal yang menyebabkan permintaan akan barang dan jasa dari luar negeri turun dan secara tidak langsung akan melemahkan nilai tukar uang, sebaliknya jika kecepatan peredaran uang semakin lambat maka harga barang akan turun yang secara tidak langsung nilai uang naik (Iswardono, 2004:65). (2) Pendekatan Keynes ( Iswardono, 2004:67). Keynes membedakan 3 motivasi memegang uang, yaitu: (1) Untuk transaksi Motivasi transaksi menunjukkan perlunya uang untuk memenuhi kebutuhan transaksi untuk memenuhi kebutuhan akan barang dan jasa, baik perorangan maupun secara kelompok atau perusahaan. Permintaan uang untuk transaksi dipengaruhi oleh pendapatan. Semakin tinggi pendapatan, semikin tinggi pula permintaan atas uang dengan tujuan transaksi. (2) Untuk berjaga – jaga Berhubungan dengan kaitan perencanaan keamanan yang meyangkut transaksi yang tidak terduga. Permintaan uang untuk berjaga – jaga juga dipengaruhi oleh pendapatan. Semakin tinggi pendapatan, semikin tinggi pula permintaan atas uang dengan tujuan berjaga – jaga. (3) Untuk spekulasi Didefenisikan sebagai motif mencari keuntungan karena mengetahui kondisi pasar lebih baik. Menurut Keynes, permintaan uang untuk spekulasi ini di sebabkan karena adanya pengharapan masyarakat akan suatu jaminan kepastian untuk mendapatkan keuntungan dari tingkat suku bunga. Jika suku bunga berubah, maka jumlah uang yang diminta akan berubah juga. Kemudian Keynes menambahkan, adanya pengharapan masyarakat akan adanya suku bunga di atas normal (obligasi) sebagai salah satu pemicu motivasi untuk spekulasi. Ia menyatakan, jika suku bunga rendah masyarakat akan memilih obligasi karena menganggap akan mendapatkan keuntungan, demikian sebaliknya. Teori Keynes ini diaplikasikan kepada proses permintaan uang yang kemudian mempengaruhi permintaan aggregat akan suatu mata uang atas mata uang lainnya sedangkan, penawaran akan jumlah uang ditentukan oleh pemerintah dan otoritas moneter yang ada. 2.3.3 Teori Purchasing Power Parity Purchasing Power Parity (PPP) dianalisa oleh David Ricardo pada tahun 1817 dan Gustav Cassel pada tahun 1916 (Samuelson dan Nordhaus, 2004:629). Pendekatan teori ini menggunakan harga relatif di berbagai negara sebagai petunjuk bagi nilai tukar dalam sistem yang fleksibel. Purchasing Power Parity (PPP) merupakan sebuah pendekatan atau model hubungan nilai tukar yang lebih sesuai atau relevan di dalam jangka panjang daripada di dalam jangka pendek. Teori absolut dari paritas daya beli tersebut menyatakan bahwa nilai tukar diantara dua mata uang secara sederhana adalah rasio dari tingkat harga umum pada kedua negara tersebut. Teori ini mengacu kepada hukum “the law of one price” dimana sebuah komoditi yang sama seharusnya memiliki harga yang sama pada kedua negara jika dinyatakan dalam mata uang yang sama (Salvatore, 2008). Teori Purchasing Power Parity dirumuskan berdasarkan asumsi implisit bahwa dalam konteks perdagangan dan hubungan keuangan internasional tidak ada biaya transportasi, tarif atau kendala lainnya yang dapat menghalangi laju perdagangan barang dan jasa secara bebas Teori ini juga mengasumsikan bahwa semua jenis komoditas dapat diperdagangkan secara bebas dan tidak terjadi gangguan struktural di setiap negara. 2.4 Signalling Theory Signalling theory menekankan kepada pentingnya informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan terhadap keputusan investasi pihak di luar perusahaan. Informasi merupakan unsur penting bagi investor dan pelaku bisnis karena informasi pada hakekatnya menyajikan keterangan, catatan atau gambaran baik untuk keadaan masa lalu, saat ini maupun keadaan masa yang akan datang bagi kelangsungan hidup suatu perusahaan dan bagaimana pasaran efeknya. Informasi yang lengkap, relevan, akurat dan tepat waktu sangat diperlukan oleh investor di pasar modal sebagai alat analisis untuk mengambil keputusan investasi. Menurut Jogiyanto (2011:392), informasi yang dipublikasikan sebagai suatu pengumuman akan memberikan sinyal bagi investor dalam pengambilan keputusan investasi. Jika pengumuman tersebut mengandung nilai positif, maka diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu pengumuman tersebut diterima oleh pasar. Pada waktu informasi diumumkan dan semua pelaku pasar sudah menerima informasi tersebut, pelaku pasar terlebih dahulu menginterpretasikan dan menganalisis informasi tersebut sebagai sinyal baik (good news) atau sinyal buruk (bad news). Jika pengumuman informasi tersebut sebagai sinyal baik bagi investor, maka terjadi perubahan dalam volume perdagangan saham. Menurut Sharpe (1999:211), pengumuman informasi akuntansi memberikan sinyal bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik di masa mendatang (good news) sehingga investor tertarik untuk melakukan perdagangan saham, dengan demikian pasar akan bereaksi yang tercermin melalui perubahan dalam volume perdagangan saham. Dengan demikian hubungan antara publikasi informasi baik laporan keuangan, kondisi keuangan ataupun sosial politik terhadap fluktuasi volume perdagangan saham dapat dilihat dalam efisiensi pasar. Salah satu jenis informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan yang dapat menjadi signal bagi pihak di luar perusahaan, terutama bagi pihak investor adalah laporan tahunan. Informasi yang diungkapkan dalam laporan tahunan dapat berupa informasi akuntansi yaitu informasi yang berkaitan dengan laporan keuangan dan informasi non-akuntansi yaitu informasi yang tidak berkaitan dengan laporan keuangan. Laporan tahunan hendaknya memuat informasi yang relevan dan mengungkapkan informasi yang dianggap penting untuk diketahui oleh pengguna laporan baik pihak dalam maupun pihak luar. Semua investor memerlukan informasi untuk mengevaluasi risiko relatif setiap perusahaan sehingga dapat melakukan diversifikasi portofolio dan kombinasi investasi dengan preferensi risiko yang diinginkan. Jika suatu perusahaan ingin sahamnya dibeli oleh investor maka perusahaan harus melakukan pengungkapan laporan keuangan secara terbuka dan transparan. 2.5 Kinerja Perusahaan 2.5.1 Pengertian Kinerja Perusahaan Bastian (2007:329) mendefinisikan kinerja sebagai suatu gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategis suatu organisasi. Mahsun (2009:226) menyatakan bahwa kinerja organisasi merupakan hal yang penting untuk mengukur keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuannya. Secara umum kinerja dibagi menjadi dua yaitu kinerja keuangan dan kinerja non keuangan. Kinerja non keuangan adalah faktor kualitatif yang mendukung kinerja keuangan yang bersifat kuantitatif. Pengukuran kinerja keuangan mengarah kepada perbaikan, perencanaan, implementasi, dan pelaksanaan strategis. Kinerja keuangan menurut Sugiyarso (2005:111) merupakan prestasi yang diperoleh di dalam suatu periode tertentu yang mencerminkan tingkat kesehatan perusahaan. Penilaian kinerja perusahaan merupakan suatu kegiatan yang sangat penting karena berdasarkan hasil penilaian tersebut dapat diketahui dan dengan demikian hasil penilaian tersebut dapat dipergunakan sebagai pedoman bagi usaha perbaikan maupun peningkatan kinerja perusahaan selanjutnya. Menurut Abdullah (2005:120), kinerja keuangan bank merupakan bagian dari kinerja bank secara keseluruhan. Kinerja bank secara keseluruhan merupakan gambaran prestasi yang dicapai bank dalam operasionalnya, baik menyangkut aspek keuangan, pemasaran, penghimpunan dan penyaluran dana, teknologi maupun sumber daya manusia. Penilaian aspek penghimpunan dana dan penyaluran dana merupakan kinerja keuangan yang berkaitan dengan peran bank sebagai lembaga intermediasi. Penilaian kondisi likuiditas bank guna mengetahui seberapa besar kemampuan bank dalam memenuhi kewajibannya kepada para deposan. Penilaian aspek profitabilitas guna mengetahui kemampuan menciptakan profit, yang sudah barang tentu penting bagi para pemilik bank. Warsono (2009:24) menjelaskan bahwa terdapat lima macam alat ukur atau metode yang bisa digunakan untuk mengukur kinerja keuangan sebuah perusahaan, yaitu analisis rasio keuangan, analisis rasio keuangan yang dimodifikasi, Analisis Economic Value Added, Analisis Capital, Asset, Management risk, Earning and Liquidity (CAMEL), dan Analisis Balance Scorecard. Analisis rasio sangat bermanfaat bagi manajemen untuk perencanaan dan pengevaluasian prestasi atau kinerja perusahaannya bila dibandingkan dengan rata-rata industri, sedangkan bagi para kreditor dapat digunakan untuk memperkirakan potensi risiko yang akan dihadapi dikaitkan dengan adanya jaminan kelangsungan pembayaran bunga dan pengembalian pokok pinjamannya. 2.5.2 Rasio Penilaian Kinerja Bank Terdapat tiga tipe dasar rasio yang dihitung untuk menilai kinerja suatu bank (Faisol, 2007), yaitu: 1) Rasio Likuiditas, yang mengukur kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban finansial jangka pendeknya atau kewajiban yang telah jatuh tempo. Beberapa rasio likuiditas yang sering digunakan dalam menilai kinerja suatu bank antara lain sebagai berikut : a) Cash Ratio (CR), yaitu likuiditas minimum yang harus dipelihara oleh bank dalam membayar kembali pinjaman jangka pendek bank. Semakin tinggi tingkat rasio ini semakin tinggi juga kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan, namun dalam prakteknya akan dapat mempengaruhi profitabilitas. Rasio ini merupakan perbandingan antara jumlah alat likuid yang dimiliki bank dengan pinjaman yang harus segera dibayar. Alat likuid yang dimaksud adalah Uang Kas di Bank dan Rekening giro yang disimpan di Bank Indonesia. CR dapat dirumuskan dengan : πΆπ = !"#$ !"#$"% !"#$%&%# !"#$ !!"#$ !"#"$% !"#$%$& π₯ 100%...............................(2.4) b) Reserve Requirement (RR), yaitu likuditas wajib minimum yang wajib dipelihara dalam bentuk giro pada BI. Reserve requirement merupakan ketentuan bagi masing-masing bank untuk menyisihkan sebagian dari dana pihak ketiga yang berhasil dihimpunnya dalam bentuk giro wajib minimum yang berupa rekening bank yang bersangkutan pada bank Indonesia. c) Loan to Deposit Ratio (LDR) yaitu rasio antara jumlah seluruh kredit yang diberikan Bank dengan dana yang diterima oleh bank. LDR menyatakan seberapa jauh kemampuan bank untuk membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Semakin tinggi rasio tersebut memberikan indikasi semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan. Hal ini disebabkan karena jumlah dana yang diperlukan untuk membiayai kredit semakin besar. LDR dapat dirumuskan dengan : !"#$% !"#$%& πΏπ·π = !"#" !"!!" !"#$%& π100%.........................................................(2.5) d) Loan to Asset Ratio (LAR) yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat likuiditas bank yang menunjukkan kemampuan bank untuk memenuhi permintaan kredit dengan menggunakan total aset yang dimiliki bank. Semakin tinggi tingkat rasio ini, tingkat likuiditasnya semakin kecil karena jumlah asset yang diperlukan untuk membiayai kreditnya menjadi semakin besar. LAR dirumuskan dengan : πΏπ΄π = !"#$% !"#$%& !"#$% !"#$ π₯ 100%................................................................(2.6) 2) Rasio Rentabilitas, yaitu alat untuk menganalisa atau mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan. Rasio-rasio dalam kategori ini dapat pula dipakai untuk mengukur tingkat kesehatan bank. a) Return On Asset (ROA), yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan secara keseluruhan. Semakin besar ROA suatu bank, maka semakin besar juga tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dalam penggunaan asset. ROA dirumuskan dengan (Surat Edaran Bank Indonesia No.13/24/DPNP tanggal 25 Oktober 2011): π ππ΄ = !"#" !"#"$%& !"#"$ !"#"!!"#" !"!#$ !""#$ π₯100%...................................................(2.7) b) Return On Equity (ROE), yaitu perbandingan antara laba bersih bank dengan modal sendiri. Kenaikan dalam rasio ini, berarti terjadi kenaikan laba bersih dari bank yang bersangkutan. ROE dirumuskan dengan : π ππΈ = !"#" !"#"$%! !"#"$ !"#"!!"#! !"#$%& π₯ 100%......................................................(2.8) c) Rasio Beban Operasional (BOPO), yaitu perbandingan antara beban operasional dengan pendapatan operasional. Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi bank dalam melakukan kegiatan operasinya. BOPO dirumuskan dengan : π΅πππ = !"#$% !"#$% !"#$%&'()%* !"#$% !"#$%&%'%# !"#$%&'()%* π₯ 100%....................................(2.9) d) Net Profit Margin (NPM), adalah rasio yang menggambarkan tingkat keuntungan bank, dibandingkan dengan pendapatan yang diterima dari kegiatan operasionalnya. NPM dirumuskan dengan : πππ = !"#$%&%'%# !"#$% !"#$%! !"#"!!"#" !"#$%& !"#$%!"#$ π₯ 100%.....................................(2.10) 3) Analisis Solvabilitas digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka panjangnya, atau kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban jangka panjangnya, atau kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya jika terjadi likuidiasi bank. Rasio ini digunakan untuk mengetahui perbandingan antara volume (jumlah) dana yang diperoleh dari berbagai hutang (jangka pendek dan jangka panjang) serta sumber-sumber lain diluar modal bank sendiri dengan volume penanaman dana tersebut pada berbagai jenis aktiva yang dimiliki bank. Rasio solvabilitas itu terdiri atas : a) Capital Adequacy Ratio (CAR), adalah rasio yang memperlihatkan sejumlah jauh aktiva bank yang mengandung risiko ikut dibiayai dari dana modal bank sendiri disamping memperoleh dana-dana dari sumbersumber di luar bank, seperti dana masyarakat, pinjaman (hutang), dll. Dengan kata lain, CAR adalah rasio untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan risiko, misalnya kredit yang diberikan. CAR merupakan indikator terhadap kemampuan bank untuk menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian-kerugian bank yang disebabkan oleh aktiva berisiko. CAR dirumuskan dengan : πΆπ΄π = !"#$% !"#$%& !"#$%&'()* !"#$%$& !"#$%& π₯ 100%...............................(2.11) b) Debt to Equity Ratio (DER), yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam menutup sebagian atau seluruh hutang- hutangnya, baik jangka panjang maupun jangka pendek, dengan dana yang berasal dari dana bank sendiri. Dengan kata lain, rasio ini mengukur seberapa besar total pasiva yang terdiri atas persentase modal bank sendiri dibandingkan dengan besarnya hutang. Penggunaan analisis rasio dimungkinkan untuk dapat menentukan tingkat kinerja suatu bank. Perhitungan rasio untuk menilai posisi kinerja suatu bank, akan memberikan gambaran yang jelas tentang baik atau tidaknya operasional suatu bank, yang dilihat dari posisi keuangannya salam neraca dan labarugi. DER dirumuskan dengan : π·πΈπ = !"#$%! !"#$% !"#$%! !"#$% !"#$%&% π₯ 100%.................................................(2.12) 2.6 Hubungan Makro Ekonomi dengan Return Saham Makro ekonomi dalam penelitian ini diproksikan dengan kurs rupiah terhadap dolar. Hubungan antara kurs rupiah terhadap dolar dan return saham secara teori dapat dijelaskan melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan tradisional dan model portofolio balance (Granger, et al, 1998). Kedua pendekatan ini memiliki perbedaan, pendekatan tradisional mengatakan nilai tukar mempengaruhi saham sedangkan portofolio balance mengatakan harga sahamlah yang mempengaruhi nilai tukar. Pendekatan tradisional menyatakan bahwa adanya perubahan kurs rupiah terhadap dolar mempengaruhi pendapatan dan biaya operasional perusahaan yang berdampak pada laba perusahaan. Semakin tinggi laba yang dihasilkan perusahaan maka prospek perusahaan semakin bagus yang mengakibatkan harga saham naik dan return yang tinggi sehingga kurs rupiah terhadap dolar memiliki hubungan positif dengan return saham. Model portofolio balance mengasumsikan bahwa saham adalah bagian dari kekayaan yang dapat mempengaruhi perilaku nilai tukar melalui permintaan uang. Model portofolio balance menyatakan bahwa antara kurs rupiah terhadap dolar dan harga saham memiliki hubungan negatif. Granger, et al (1998) menjelaskan bahwa kenaikan harga saham dapat meningkatkan kekayaan investor domestik sehingga mendorong peningkatan permintaan uang. Peningkatan permintaan uang akan meningkatkan suku bunga sehingga menarik modal asing yang akan memperkuat nilai tukar domestik. Dimitrova (2005) menyatakan bahwa depresiasi mata uang akan menyebabkan depresi pasar saham di Amerika Serikat dan Inggris di mana hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ketika penurunan nilai tukar sebesar satu persen, pasar saham akan bereaksi. Kyereboah-Coleman dan Agyire-Tettey (2008) menemukan bahwa nilai tukar memiliki dampak negatif pada indeks pasar saham di Ghana. Kewal (2012) menyatakan bahwa hubungan antara kurs rupiah terhadap dolar dan harga saham berlawanan arah, artinya semakin kuat kurs rupiah terhadap dolar terhadap US $ (rupiah terapresiasi) maka akan meningkatkan harga saham, dan sebaliknya. Menguatnya kurs rupiah terhadap dolar akan menurunkan biaya produksi terutama biaya impor bahan baku dan akan diikuti menurunnya tingkat bunga yang berlaku sehingga memberikan dampak positif pada laba perusahaan yang akhirnya menaikkan pendapatan per lembar saham (EPS). Zohaib Khan, et al (2012) menyatakan bahwa nilai tukar berpengaruh negatif terhadap return saham perbankan disebabkan karena ketika investor asing menginvestasikan uang mereka dalam saham, investor asing mengkonversi keuntungan mereka ke dalam mata uang negara mereka. Saat terjadinya depresiasi nilai tukar, tingkat return yang diterima investor menjadi lebih rendah akibat konversi mata uang asing, sehingga investor menjadi kecewa dan menjual sahamnya. Beberapa penelitian lainnya, seperti Ma and Kao (1990), Abraham (2008), Pasaribu, et al. (2009), Javed Benish and Shella (2012) juga menyatakan bahwa nilai tukar uang memiliki pengaruh negatif terhadap harga saham sehingga memengaruhi return sahamnya. Penelitian Mukherjee dan Naka (1995) menemukan bahwa nilai tukar memiliki dampak positif pada harga saham di Jepang. Namun, Kurihara dan Nezu (2006) menemukan bahwa nilai tukar memiliki dampak negatif pada pasar saham. Atindehou dan Gueyie (2001) menemukan bahwa ada dampak nilai tukar positif dan negatif pada return saham perbankan karena investor lebih bereaksi selama penurunan kerugian kurs. Penelitian Wangbangpo dan Sharma (2002) menemukan bahwa nilai tukar memiliki hubungan positif dengan harga saham di negara Indonesia, Malaysia dan Filipina, sebaliknya kurs rupiah terhadap dolar berhubungan negatif di Singapura dan Thailand. Kandir (2008) menemukan bahwa nilai tukar memiliki hubungan positif dengan harga saham. Yulianto (2015) juga menemukan bahwa kurs atau nilai tukar memiliki pengaruh yang positif terhadap harga saham perbankan. Puah dan Jayaraman (2007) menyatakan bahwa perubahan kurs rupiah terhadap dolar merupakan variabel yang bersifat elastis terhadap harga saham. Gupta, et al (1997) menemukan bahwa nilai tukar memiliki hubungan sebab akibat yang rendah dengan harga saham. Tetapi penelitian Mok (1993) dan Pasaribu, et al (2009) menemukan bahwa kurs rupiah terhadap dolar tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham. 2.7 Hubungan Kinerja Bank dengan Return Saham Kinerja bank dalam penelitian ini diproksikan dengan profitabilitas. Profitabilitas merupakan informasi kinerja keuangan perusahaan dalam menghasilkan laba dari asset yang digunakan dan akan berdampak pada pemegang saham perusahaan (Sartono, 2010:122). Profitabilitas diproksikan dengan Return On Assets (ROA). Penilaian kinerja perusahaan menggunakan informasi keuangan, seperti ROA yang merupakan rasio terpenting diantara rasio profitabilitas lain jika digunakan untuk memprediksi return saham (Ang, 1997). Pada perusahaan perbankan, ROA adalah perbandingan antara laba sebelum pajak dengan rata-rata total aset. Nilai laba yang dihasilkan positif dan ditandai dengan ROA yang selalu meningkat tiap tahunnya akan meningkatkan kemampuan perusahaan dalam membayar return kepada investor. Semakin tinggi ROA juga memberikan sinyal positif kepada investor bahwa prospek perusahaan semakin bagus yang mengakibatkan meningkatnya harga saham. Kenaikan harga saham akan berdampak pada kenaikan return saham (Tandelilin, 1997). Penelitian Yulianto (2015), menemukan bahwa ROA berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham. Semakin besar ROA menunjukkan kinerja bank dapat secara efektif mengelola total aset perusahaan sehingga menghasilkan laba yang besar. Tingginya laba tersebut akan memberikan return yang tinggi bagi pemegang saham perusahaan dan akan mengundang investor untuk membeli saham akan tinggi. Hal tersebut didukung oleh Witkowska (2006) yang menemukan bahwa ROA mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap return saham pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Warsawa di Polandia. Muhammad dan Frank (2014) menemukan bahwa ROA berpengaruh signifikan terhadap return saham di pasar saham Australia. Trisnawati (1999) menunjukkan bahwa ROA tidak signifikan berpengaruh terhadap return saham di pasar perdana (saat IPO) maupun return saham dipasar sekunder. Hebble (2009) dan Susilowati (2011) juga menunjukkan bahwa ROA tidak signifikan berpengaruh terhadap return saham, hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa para investor tidak semata-mata menggunakan ROA sebagai ukuran dalam menilai kinerja perusahaan untuk memprediksi total return saham di pasar modal (terutama di BEI). 2.8 Hubungan Makro Ekonomi dengan Kinerja Bank Kondisi makro ekonomi memiliki pengaruh terhadap kinerja perusahaan, karena keputusan para pelaku pasar modal cenderung dipengaruhi beberapa variabel makroekonomi, seperti kurs rupiah terhadap dolar dan tingkat suku bunga, serta variabel lainnya (Sudiyatno, 2010). Variabel makroekonomi merupakan cerminan dari risiko sistematis yang berpotensi meningkatkan atau menurunkan kinerja perusahaan, karena jika kondisi makro ekonomi memburuk maka risiko sistematis meningkat dan dapat menurunkan kinerja perusahaan. Kinerja perusahaan juga merupakan cerminan dari operasional perusahaan dan beberapa risiko, sehingga kinerja perusahaan menggambarkan kemampuan perusahaan dalam menghadapi faktor makro ekonomi dan mikro ekonomi (Samsul, 2008). Haryati (2009) menjelaskan bahwa kinerja bank sebagai intermediasi juga dipengaruhi oleh variabel makro ekonomi, seperti kurs rupiah terhadap dolar dan tingkat bunga. Fluktuasi nilai tukar akan mempengaruhi perbankan, meningkatnya kurs nilai mata uang asing (US$) terhadap rupiah mengakibatkan masyarakat cenderung untuk memiliki US$ (menarik dana dan mengkonversikannya dalam US$) yang mengakibatkan menurunnya dana rupiah perbankan, sehingga mempengaruhi kegiatan bank dalam penyaluran kreditnya. Berbeda dengan Haryati (2009), Almilia dan Utomo (2006) menjelaskan bahwa nilai tukar mata uang asing menjadi salah satu faktor profitabilitas perbankan karena dalam kegiatannya, bank juga memberikan jasa jual beli valuta asing. Pada situasi normal, memperdagangkan valuta asing pada dasarnya sangat menguntungkan karena transaksi menghasilkan keuntungan berupa selisih kurs yang disebabkan para pelaku perdagangan valuta asing selalu menawarkan dua harga nilai tukar (Loen & Ericson, 2008). Bank dalam kegiatan transaksi tersebut akan memperhatikan nilai tukar akan mata uang asing karena hal tersebut mampu mempengaruhi tingkat profitabilitas bank. Bila terjadinya fluktuasi akan nilai tukar mata uang asing, bank dapat memperoleh pendapatan berupa fee dan selisih kurs. Sudiyatno (2010) menemukan bahwa fundamental makro memiliki pengaruh yang signifikan terhadap fundamental perusahaan. Penelitian Arvianto, dkk (2014) menemukan bahwa faktor fundamental makro terhadap fundamental mikro perusahaan memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan. Penelitian Hasan, dkk (2006) menemukan bahwa pengaruh variabel makro ekonomi terhadap kinerja perusahaan baik sebelum maupun setelah otonomi daerah menunjukkan hasil yang berbeda, sebelum otonomi daerah variabel makro ekonomi tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan, sedangkan setelah otonomi daerah variabel makro ekonomi berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan pada bank pembangunan daerah.