BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Bidan Bidan adalah seorang yang telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan bidan yang telah diakui pemerintah dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang telah berlaku, dicatat (registrasi), diberi izin secara sah untuk menjalankan praktek. (Nazriah, 2009) Definisi bidan menurut Ikatan Bidan Indonesia atau IBI (2006) adalah seorang wanita yang telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan yang telah diakui pemerintah dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku dan diberi izin secara sah untuk melaksanakan praktek, Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan dan kebidanan di masyarakat, bidan diberi wewenang oleh pemerintah sesuai dengan wilayah pelayanan yang diberikan. Wewenang tersebut berdasarkan peraturan Menkes RI.Nomor 900/Menkes ISK/VII/2002 tentang registrasi dan praktek bidan. Federation of International Gynaecologist and Obstetritian atau FIGO (1991) dan World Health Organization atau WHO (1992) mendefinisikan bidan adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan bidan yang diakui oleh negara serta memperoleh kualifikasi dan diberi izin untuk menjalankan praktek kebidanan di negeri itu. Dia harus mampu memberikan supervisi, asuhan dan memberikan nasehat yang dibutuhkan kepada wanita selama masa hamil, persalinan Universitas Sumatera Utara dan masa pasca persalinan, memimpin persalinan atas tanggung jawabnya sendiri serta asuhan pada bayi baru lahir dan anak. Bidan mempunyai tugas penting dalam konsultasi dan pendidikan kesehatan baik bagi wanita sebagai pusat keluarga maupun masyarakat pada umumnya, tugas ini meliputi antenatal, intranatal, postnatal, asuhan bayi baru lahir, persiapan menjadi orangtua, gangguan kehamilan dan reproduksi serta keluarga keluarga berencana. Bidan juga dapat melakukan praktek kebidanan pada Puskesmas, Rumah sakit, klinik bersalin dan unit-unit kesehatan lainnya di masyarakat. (Nazriah, 2009) Menurut Estiwidani.D, dkk (2008) peran, fungsi bidan dalam pelayanan kebidanan adalah sebagai : pelaksana, pengelola, pendidik, dan peneliti. Sedangkan tanggung jawab bidan meliputi pelayanan konseling, pelayanan kebidanan normal, pelayanan kebidanan abnormal, pelayanan kebidanan pada anak, pelayanan KB,dan pelayanan kesehatan masyarakat. Sedemikian kompleksnya peran, fungsi, dan tanggung jawab seorang bidan dalam melaksanakan tugasnya memberikan pelayanan kebidanan yang terbaik dan professional kepada masyarakat maka untuk keberhasilan dalam mencapai tujuan tersebut diperlukan landasan yang kuat berupa kompetensi bidan. 2.2 Kompetensi Bidan dalam Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir 2.2.1 Kompetensi Kompetensi adalah suatu kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas keterampilan dan pengetahuan serta Universitas Sumatera Utara didukung oleh sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut. (Wibowo, 2008) Menurut Andersen dalam Usmara (2002) kompetensi adalah karakteristik dasar yang terdiri dari kemampuan (skill), pengetahuan (knowledge) serta atribut personal (personal atributs) lainnya yang mampu membedakan seseorang perform dan tidak perform. Miller, Rankin dan Neathey (Hutapea P dan Thoha N, 2008), menyatakan kompetensi didefenisikan sebagai gambaran tentang apa yang harus diketahui atau dilakukan seseorang agar dapat melaksanakan pekerjaannya dengan baik.. Menurut Spencer dan Spencer (Hutapea P dan Thoha N, 2008) kompetensi adalah karakteristik yang mendasari seseorang dan berkaitan dengan efektifitas kinerja individu dalam pekerjaannya, dan ada lima komponen utama pembentuk kompetensi, yaitu ; 1. Pengetahuan (knowledge) adalah informasi yang dimiliki seseorang untuk bidang tertentu. Pengetahuan merupakan kompenen utama kompetensi yang mudah diperoleh dan mudah diidentifikasi. 2. Keterampilan (skill), kemampuan seseorang untuk melakukan suatu aktivitas atau pekerjaan. Keterampilan lebih sukar dimiliki daripada pengetahuan 3. Konsep diri (self-concept), merupakan sikap atau nilai yang dimiliki seseorang yang dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dimiliki oleh seseorang yang diperoleh sejak kecil sampai saat tertentu; Universitas Sumatera Utara 4. Ciri diri (trait), adalah karakter bawaan diri atau watak/sifat yang membuat orang untuk berprilaku, dan bagaimana seseorang merespon sesuatu dengan cara tertentu 5. Motif, adalah sesuatu yang dipikirkan atau diinginkan seseorang secara konsisten yang dapat menghasilkan perbuatan. Kompetensi pengetahuan (knowledge competencies) dan keahlian (knowledge competencies) cenderung lebih nyata dan berada di permukaan sebagai salah satu karakteristik yang dimiliki manusia, kompetensi pengetahuan dan keahlian relatif mudah untuk dikembangkan sehingga program pelatihan merupakan cara yang baik menjamin tingkat kemampuan sumber daya manusia. Sedangkan motif, konsep diri dan cirri diri lebih tersembunyi dan cukup sulit untuk dinilai dan dikembangkan karena pada titik central kepribadian seseorang. (Hutapea P dan Thoha N, 2008) Adapun klasifikasi kompetensi menurut Mustopadidjaja (2008) terbagi kedalam empat jenis, yaitu : 1. Kompetensi Tekhnis (Technical Competence), yaitu kompetensi mengenai bidang yang menjadi tugas pokok organisasi. Kompetensi ini antara lain meliputi operasional sistem prosedur kerja, yang berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan dan tugas instansi, penerapan sistem dan prinsip – prinsip akuntabilitas. 2. Kompetensi Manajerial ( Manajerial Competence), kompetensi yang berkaitan dengan kemampuan manajerial yang dibutuhkan dalam menangani tugas-tugas organisasi. Kompetensi ini meliputi kemampuan menerapkan konsep dan tehnik Universitas Sumatera Utara perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, koordinasi dan evaluasi kinerja unit organisasi, juga kemampuan dalam melaksanakan prinsip-prinsip good governance dalam manajemen pemerintahan. 3. Kompetensi Sosial (Social Competence), kemampuan melakukan komunikasi yang dibutuhkan oleh organisasi dalam pelaksanaan tugas pokoknya. Kompetensi ini secara internal memotivasi sumberdaya manusia dalam meningkatkan produktivitas kerja, secara eksternal melaksanakan kemahiran, kolaborasi, pengembangan jaringan kerja dengan berbagai lembaga dalam rangka meningkatkan citra dan kinerja organisasi. 4. Kompetensi Intelektual/Strategik, kemampuan untuk berpikir secara strategik dengan visi jauh kedepan. Kompetensi ini meliputi kemampuan merumuskan visi, misi strategi dalam rangka mencapai tujuan organisasi sebagai bagian integral dari pembangunan nasional, merumuskan dan memberikan masukan untuk pemecahan masalah dan pengambilan keputusan yang logis dan sistematis, memahami paradigma pembangunan kesehatan yang relevan serta kemampuan dalam menjelaskan kedudukan, tugas, fungsi organisasi kesehatan dalam mewujudkan tujuan pembangunan kesehatan Indonesia. 2.2.2 Faktor – Faktor yang Memengaruhi Kompetensi Menurut Siagian (2000) pendidikan dapat mempengaruhi kompetensi seseorang, makin tinggi pendidikan seseorang masih besar keinginannya untuk memanfaatkan pengetahuan dan keterampilannya dalam pelaksanaan tugas. Selanjutnya masa kerja juga dapat mempengaruhi kompetensi, dimana semakin lama Universitas Sumatera Utara seseorang bekerja maka semakin terampil dan makin berpengalaman pula dalam melaksanakan pekerjaan. Usmara (2002) menyatakan pelatihan merupakan suatu proses untuk meningkatkan kompetensi seseorang. Pelatihan adalah salah satu usaha mengembangkan sumber daya manusia terutama dalam hal pengetahuan, keahlian, kemampuan dan sikap. Pengetahuan yang di maksud adalah pengetahuan tentang ilmu yang harus dikuasai pada satu posisi, kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan untuk menangani tugas-tugas yang diamanahkan, keahlian yang dimaksud adalah beberapa keahlian yang diperlukan agar suatu pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik, sedangkan sikap adalah emosi dan kepribadian yang harus dimiliki agar suatu pekerjaan berhasil dengan sukses. (Arep.I dan Tanjung. H, 2003) Kinichi (2005) menyatakan kecerdasan merupakan suatu kapasitas individu dalam membangun cara berpikir, melakukan penalaran dan memecahkan persoalan, semakin tinggi tingkat kecerdasan seseorang maka semakin besar kompetensi yang dimilikinya. Menurut Gibson (1997) beberapa faktor yang memengaruhi kompetensi, yaitu : 1. Pendidikan adalah keadaan dalam bidang kognitif misalnya bagaimana seseorang melakukan pembelajaran (mencari informasi) untuk dirinya sesuai dengan kebutuhannya, sehingga dapat meningkatkan kompetensi. 2. Minat (interest) adalah kecenderungan seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan, misalnya minat untuk mempelajari atau melakukan sesuatu Universitas Sumatera Utara 3. Motivasi merupakan keadaan internal seseorang yang mendorong orang melakukan sesuatu. Motivasi berkaitan dengan keseimbangan untuk dapat mengatur dirinya sendiri dari golongan orang lain untuk menjadi kompeten. Apabila motivasi sudah menjadi bagian dari prilaku maka akan terlihat sikap seseorang sebagai orang yang termotivasi, hal ini dapat meningkatkan kompetensi individu. 4. Sosioekonomi keluarga, bagi orang yang menengah ke atas mempunyai dana untuk meningkatkan kompetensinya, sedangkan orang dengan sosioekonomi rendah tidak cukup dana untuk meningkatkan kompetensinya Menurut Michael Zwell dalam Wibowo (2008) menyatakan ada beberapa faktor yang memengaruhi kompetensi seseorang yaitu : 1. Keyakinan dan nilai-nilai : keyakinan orang tentang dirinya maupun terhadap orang lain akan sangat mempengaruhi prilaku. Apabila orang percaya bahwa mereka tidak kreatif dan inovatif mereka tidak akan berusaha berfikir tentang cara baru atau berbeda dalam melakukan sesuatu. 2. Keterampilan ; pengembangan ketrampilan secara spesifik berdampak terhadap kompetensi individu, kegiatan menguasai suatu ketrampilan dengan tambahan bahwa mempelajari ketrampilan harus dibarengi dengan kegiatan praktik, berlatih dan mengulang-ulang suatu kerja. 3. Pengalaman ; pengalaman merupakan elemen kompetensi yang perlu, tetapi untuk menjadi ahli tidak cukup dengan pengalaman saja, namun dengan pengalaman kompetensi individu akan semakin meningkat. Universitas Sumatera Utara 4. Karakteristik kepribadian ; kepribadian termasuk faktor yang sulit untuk berubah akan tetapi bukan berarti tidak dapat berubah, kepribadian dapat mempengaruhi kompetensi individu termasuk dalam penyelesaian masalah, kepedulian interpersonal, kemampuan bekerja, memberi pengaruh dan membangun hubungan 5. Motivasi ; motivasi merupakan faktor dalam kompetensi yang dapat berubah. Dalam memberikan dorongan, apresiasi terhadap pekerjaan, memberikan pengakuan dan perhatian individual dari atasan dapat mempunyai pengaruh positif terhadap motivasi seseorang sehingga terjadinya peningkatan kompetensi individu 6. Isu emosional ; mengatasi pengalaman yang tidak menyenangkan akan memperbaiki penguasaan dalam kompetensi, akan tetapi tidak beralasan mengharapkan pekerja mengatasi hambatan emosional tanpa bantuan lingkungan kerja. 7. Kemampuan intelektual ; kompetensi tergantung pada pemikiran kognitif seperti pemikiran konseptual dan pemikiran analitis. Tidak mungkin memperbaiki melalui setiap intervensi yang diwujudkan suatu organisasi. Sudah tentu faktor seperti pengalaman dapat meningkatkan kompetensi. 8. Budaya organisasi ; budaya organisasi mempengaruhi kompetensi sumber daya manusia dalam kegiatan praktek rekruitmen dan seleksi karyawan, system perhargaan, praktek pengambilan keputusan, filosofi organisasi, kebiasaan dan Universitas Sumatera Utara prosedur, komitmen pada pelatihan dan pengembangan serta proses organisasional. 2.2.3 Kompetensi Bidan Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan PNS menjelaskan konsep kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang Pegawai Negeri Sipil berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap prilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas secara professional, efektif dan efisien. Kompetensi bidan adalah kemampuan dan karakteristik yang dilandasi oleh pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku yang harus dimiliki seorang bidan dalam melaksanakan praktek kebidanan pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan, secara aman dan bertanggungjawab sesuai dengan standar sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat. (PP IBI, 2006) Didalam lingkup praktik kebidanan, kompetensi bidan sebagaimana tertuang dalam buku kompetensi bidan Indonesia meliputi pengetahuan,ketrampilan dan sikap prilaku yang harus dimiliki oleh seorang bidan dalam melaksanakan praktek kebidanan secara aman dan bertanggung jawab. Kompetensi tersebut dikelompokkan dalam dua kategori yaitu : kompetensi dasar yang merupakan kompetensi minimal yang secara mutlak harus dimiliki oleh bidan dan kompetensi tambahan yang merupakan pengembangan dari pengetahuan dan ketrampilan dasar untuk mendukung tugas bidan dalam memenuhi tuntutan/kebutuhan masyarakat yang sangat dinamis Universitas Sumatera Utara serta perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi. (Hidayat.A dan Mufdlilah, 2008) Berdasarkan Kepmenkes RI Nomor: 369/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan,maka ditetapkan standar kompetensi bidan yang harus dimiliki yaitu : 1. Bidan mempunyai persyaratan pengetahuan dan keterampilan dari ilmu-ilmu sosial, kesehatan masyarakat dan etik yang membentuk dasar dari asuhan yang bermutu tinggi sesuai dengan budaya, untuk wanita, bayi baru lahir dan keluarganya 2. Pra konsepsi, KB, dan Ginekologi ; bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, pendidikan kesehatan yang tanggap terhadap budaya dan pelayanan menyeluruh dimasyarakat dalam rangka untuk meningkatkan kehidupan keluarga yang sehat, perencanaan kehamilan dan kesiapan menjadi orang tua. 3. Asuhan dan konseling selama kehamilan ; bidan memberi asuhan antenatal bermutu tinggi untuk mengoptimalkan kesehatan selama kehamilan yang meliputi: deteksi dini, pengobatan atau rujukan dari komplikasi tertentu. 4. Asuhan selama persalinan dan kelahiran ; bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, tanggap terhadap kebudayaan setempat selama persalinan, memimpin selama persalinan yang bersih dan aman, menangani situasi kegawatdaruratan tertentu untuk mengoptimalkan kesehatan wanita dan bayinya yang baru lahir. 5. Asuhan pada ibu nifas dan menyusui ; bidan memberikan asuhan pada ibu nifas dan menyusui yang bermutu tinggi dan tanggap terhadap budaya setempat. Universitas Sumatera Utara 6. Asuhan pada bayi baru lahir ; bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komperhensif pada bayi baru lahir sehat sampai dengan 1 bulan. 7. Asuhan pada bayi dan balita ; bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komperhensif pada bayi dan balita sehat (1 bulan – 5 tahun). 8. Kebidanan komunitas ; bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi dan komprehensif pada keluarga, kelompok dan masyarakat sesuai dengan budaya setempat. 9. Asuhan pada ibu/wanita dengan gangguan reproduksi ; melaksanakan asuhan kebidanan pada wanita/ibu dengan gangguan sistem reproduksi. Dengan demikian seorang bidan dimasa sekarang dituntut memiliki kompetensi dalam memberikan pelayanan kebidanan. Hal ini semua dapat terwujud bila seorang bidan mampu menguasai konsep dasar ilmu kebidanan , keterampilan tambahan dan perkembangannya juga mampu bersikap profesional sesuai dengan kode etik yang telah ditetapkan. 2.2.4 Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur. Asfiksia ini dapat terjadi karena kurangnya kemampuan organ bayi dalam menjalankan fungsinya, seperti pengembangan paru. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan. (Hidayat. Alimul A,A, 2008). Universitas Sumatera Utara Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat dan bayi berikut ini: 1. Faktor ibu ; Preeklampsia dan eklampsia, pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta), partus lama atau partus macet, demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV), kehamilan lewat waktu (sesudah 42 minggu kehamilan) 2. Faktor Tali Pusat ; lilitan tali pusat, tali pusat pendek, simpul tali pusat, prolapsus tali pusat 3. Faktor Bayi ; bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan), persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep), kelainan bawaan (kongenital), air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan) Gejala dan tanda asfiksia adalah : bayi tidak bernapas atau napas megap- megap atau pernafasan lambat (kurang dan 30 kali per menit), pernapasan tidak teratur, dengkuran atau retraksi (pelekukan dada), tangisan lemah atau merintih, warna kulit pucat atau biru, tonus otot lemas atau ekstremitas terkulai, denyut jantung tidak ada atau lambat (bradikerdia) (kurang dari 100 kali per menit). Untuk menentukan derajat asfiksia, digunakan skor APGAR dapat dilihat pada tabel 2.1 di bawah ini : Universitas Sumatera Utara Tabel. 2.1 Penilaian Skor APGAR TANDA Frekuensi Jantung Usaha bernafas Tonus Otot 0 Tidak ada Tidak ada Lumpuh Refleks Warna Tidak ada Biru / pucat 1 < 100 x / menit Lambat, tidak teratur Extremitas fleksi sedikit Gerakan sedikit Tubuh kemerahan, ekstermitas biru 2 > 100 x / menit Menangis kuat Gerakan aktif Menangis Tubuh dan ekstermitas kemerahan, Sumber : Manuaba, dkk, (2008), Gawat Darurat Obstretri Ginekologi dan Obstretri Ginekologi Sosial untuk Profesi Bidan Prosedur penilaian skor APGAR adalah nilai APGAR pada menit pertama dengan cepat dan simultan, jumlahkan hasilnya. Lakukan tindakan dengan cepat dan tepat sesuai dengan hasilnya. Ulangi pada menit ke lima dan sepuluh, dokumentasi hasil dan lakukan tindakan yang sesuai. Setelah skor APGAR diketahui, maka asfiksia dapat di klasifikasikan sebagai berikut : 1. Vigorous Baby, skor APGAR 7-10 ; bayi segera menangis dalam beberapa detik setelah lahir. Penanganannya adalah lendir yang ada dimulut dan hidung perlu segera dibersihkan sehingga tangisnya lebih nyaring 2. Mild Moderate asphycsia (asfiksia sedang), skor APGAR 4-6 ; sianosis, sirkulasi tidak lancar, tonus otot kurang baik. Penanganannya perlu dilakukan tindakan resusitasi 3. Asfiksia berat, skor APGAR 0-3 ; tidak ada pernafasan, bayi lemas,tonus otot buruk, sianosis berat, pucat, reflek tidak ada. Penanganannya sangat memerlukan tindakan resusitasi intensif serta ditangani oleh dokter ahli anak. (Boyle. M, 2007) Universitas Sumatera Utara Kejadian asfiksia jika berlangsung terlalu lama dapat menimbulkan perdarahan otak, kerusakan otak dan kemudian keterlambatan tumbuh kembang. Asfiksia juga dapat menimbulkan cacat seumur hidup seperti buta, tuli , cacat otak dan kematian. Oleh karena itu asfiksia memerlukan intervensi dan tindakan yang tepat untuk meminimalkan terjadinya kematian bayi, yaitu pelaksanaan manajemen asfiksia pada bayi baru lahir yang dilakukan oleh bidan. Manajemen asfiksia pada bayi baru lahir bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa berupa kelainan neurology yang mungkin muncul, dan langkah – langkah dalam manajemen asfiksia ini ditujukan kepada bidan yang pada umumnya bekerja secara mandiri dalam memberikan pelayanan kesehatan. Adapun manajemen asfiksia terdiri dari kegiatan yang tersebut dibawah ini (Depkes RI, 2008) : 1. Persiapan Resusitasi Bayi Baru Lahir Resusitasi merupakan sebuah upaya menyediakan oksigen ke otak,jantung, dan organ-organ vital lainnya melalui sebuah tindakan yang meliputi pemijatan jantungdan menjamin ventilasi yang adekuat. Bidan harus siap melakukan resusitasi bayi baru lahir pada setiap menolong persalinan. Tanpa persiapan kita akan kehilangan waktu yang sangat berharga, walau hanya beberapa menit bila bayi baru lahir tidak segera bernafas, bayi dapat menderita kerusakan otak atau meninggal. Persiapan yang diperlukan adalah : 1) Persiapan keluarga ; membahas dengan keluarga persiapan persalinan dan kemungkinan resusitasi pada bayi baru lahir Universitas Sumatera Utara 2) Persiapan tempat ; menggunakan ruangan yang hangat dan terang, menyiapkan tempat resusitasi yang rata, keras, bersih, kering dan hangat. 3) Alat untuk resusitasi ; menyiapkan alat resusitasi dalam keadaan siap pakai. 4) Persiapan diri bidan ; mengenakan alat pelindung diri pada persalinan, mencuci kedua tangan dengan air mengalir dan sabun atau alkohol dan gliserin, menggunakan sarung tangan sebelum menolong persalinan. 2. Keputusan Resusitasi Bayi Baru Lahir Bidan harus mampu melakukan penilaian untuk mengambil keputusan guna menentukan tindakan resusitasi. Bidan harus mampu melakukan penilaian kondisi bayi baru lahir secara cepat dengan mempertimbangkan atau menanyakan 5 pertanyaan sebagai berikut: Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur mekonium ; apakah bayi bernapas spontan ; apakah kulit bayi berwarna kemerahan ; apakah tonus/kekuatan otot bayi cukup ; apakah ini kehamilan cukup bulan. Bila kelima pertanyaan tersebut jawabannya “ya”, maka bayi dapat diberikan kepada ibunya untuk segera menciptakan hubungan emosional, kemudian di lakukan asuhan bayi baru lahir normal. Bila salah satu atau lebih pertanyaan tersebut jawabannya “tidak”, maka segera lakukan langkah awal resusitasi bayi baru lahir. Dalam manajemen asfiksia, proses penilaian sebagai dasar pengambilan keputusan bukanlah suatu proses sesaat yang dilakukan satu kali. Setiap tahapan manajemen asfiksia senantiasa dilakukan penilaian untuk membuat keputusan, tindakan apa yang tepat dilakukan. Universitas Sumatera Utara 3. Tindakan Resusitasi Tindakan resusitasi merupakan tindakan kritis yang dilakukan pada saat terjadi kegawatdaruratan pada sistem pernafasan dan system kardiovaskuler. Kegawatdaruratan pada kedua sistem ini dapat menimbulkan kematian dalam waktu yang singkat (4-6 menit). Tindakan resusitasi meliputi ; a. Langkah awal diselesaikan dalam waktu 30 detik, yaitu jaga bayi tetap hangat, atur posisi bayi, isap lendir, keringkan dan rangsang bayi, atur posisi kepala dan selimuti bayi. Bila air ketuban bercampur mekonium maka dilakukan langkah berikut : 1) Saat kepala bayi lahir, sebelum bahu dilahirkan ; menghisap lendir dari mulut lalu hidung bayi di perineum ibu. 2) Setelah seluruh badan bayi lahir ; Menilai apa bayi bernafas atau tidak. 3) Bila bayi tidak bernafas ; membuka lebar mulut bayi, usap mulut bayi, ulangi mengisap lendir, menilai apakah bayi bernafas atau tidak 4) Bila bayi bernafas ; melanjutkah dengan 5 langkah awal. b. Ventilasi adalah memasukkan sejumlah volume udara kedalam paru dengan tekanan positif untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa bernafas spontan dan teratur. Langkah-langkahnya ; 1) Pemasangan sungkup. 2) Melakukan ventilasi 2 kali ; meniup udara kemulut bayi 2 kali dengan tekanan 30 cm air, melihat apakah dada bayi mengembang setelah ditiup 2 kali, bila dada bayi berkembang lanjutkan ventilasi. Universitas Sumatera Utara 3) Melakukan ventilasi 20 kali dalam 30 detik dengan tekanan 20 cm air ; bila bayi mulai bernafas normal hentikan ventilasi bertahap ( lihat dada, frekuensi nafas permenit) dan lanjutkan asuhan pasca resusitasi. Apabila bayi megapmegap atau tidak bernafas lanjutkan ventilasi. 4) Ventilasi, setiap 30 detik hentikan dan lakukan penilaian ulang nafas ; bila bayi mulai bernafas normal hentikan ventilasi bertahap lanjutkan asuhan pasca resusitasi. Apabila bayi megap-megap atau tidak bernafas teruskan ventilasi 20 kali dalam 30 detik kemudian lakukan penilaian ulang nafas setiap 30 detik. 5) Siapkan rujukan jika bayi belum bernafas spontan sesudah 2 menit resusitasi 6) Lanjutkan ventilasi sambil memeriksa denyut jantung bayi selama 10 menit, hentikan resusitasi jika denyut jantung tetap tidak terdengar dan pulsasi tali pusat tidak teraba 4. Asuhan Pasca Resusitasi Setelah tindakan resusitasi diperlukan asuhan pasca resusitasi yang merupakan perawatan intensif selama 2 jam pertama. Asuhan pasca resusitasi adalah pelayanan kesehatan pasca resusitasi yang diberikan baik kepada bayi baru lahir ataupun ibu dan keluarganya. Pelayanan kebidanan yang diberikan berupa ; 1) Melakukan pemantauan secara intensif bayi pasca resusitasi selama 2 jam ; memperhatikan tanda-tanda kesulitan bernafas pada bayi 2) Jaga bayi tetap hangat dan kering ; menunda memandikan bayi sampai dengan 624 jam Universitas Sumatera Utara 3) Bila nafas bayi dan warna kulit normal, berikan bayi kepada ibunya. 4) Bila kondisi bayi memburuk, rujuk segera ; memperhatikan tanda-tanda bahaya pada bayi 5) Pencatatan ; membuat catatan resusitasi selengkapnya. 5. Asuhan Pasca Lahir Lebih Lanjut Sesudah pemantauan 2 jam pasca resusitasi, bayi masih perlu asuhan pasca lahir lebih lanjut. Tujuan dari asuhan pasca lahir adalah untuk mengetahui kondisi lebih lanjut dalam 24 jam pertama kesehatan bayi setelah mengalami tindakan resusitasi 6. Pencegahan Infeksi Tindakan pencegahan infeksi (PI) tidak terpisah dari komponen-komponen lain dalam asuhan bayi baru lahir. Tindakan ini harus diterapkan dalam setiap aspek asuhan untuk melindungi bayi baru lahir, bidan dan tenaga kesehatan lainnya dengan mengurangi infeksi dengan bakteri, virus dan jamur. Tujuan tindakan-tindakan PI adalah meminimalkan infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme tersebut dan menurunkan resiko penularan penyakit yang mengancam jiwa. Adapun pencegahan infeksi menurut jenis alat resusitasi adalah : 1) Meja resusitasi ; basuh dengan larutan dekontaminasi dan kemudian cuci dengan sabun dan air, keringkan dengan udara/angin. 2) Tabung resusitasi ; lakukan dekontaminasi, pencucian secara teratur tergantung frekuensi resusitasi. Lakukan tiga langkah pencegahan infeksi (dekontaminasi, Universitas Sumatera Utara pencucian dan desinfeksi tingkat tinggi) apabila alat digunakan pada bayi dengan infeksi. 3) Sungkup silikon dan katup karet ; dapat di rebus 4) Alat penghisap yang dipakai ulang ; lakukan ke tiga langkah pencegahan infeksi (dekontaminasi, pencucian dan desinfeksi tingkat tinggi) 5) Kain dan selimut ; lakukan dekontaminasi dan pencucian kemudian dikeringkan dengan angin/udara atau sinar matahari kemudian simpan di tempat yang bersih dan kering. Manajemen asfiksia bayi baru lahir merupakan pelayanan kebidanan yang harus dilakukan oleh bidan yang berkompeten. Bidan harus dapat membuat keputusan yang tepat pada saat kritis. Kemampuan ini memerlukan penguasaan pengetahuan dan ketrampilan kebidanan pada situasi kritis dan mampu menerapkannya untuk memenuhi kebutuhan pasien kritis. ( Hudak dan Gallo, 1997) Kompetensi bidan dalam manajemen asfiksia bayi baru lahir adalah kemampuan dan karakteristik yang dilandasi oleh pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku yang harus dimiliki seorang bidan dalam dalam melaksanakan pelayanan kebidanan termasuk menangani kasus asfiksia pada bayi baru lahir, yang pelaksanaannya menggambarkan enam aspek yaitu persiapan resusitasi bayi baru lahir, keputusan resusitasi bayi baru lahir, tindakan resusitasi, asuhan pasca resusitasi, asuhan tindak lanjut pasca resusitasi, dan pencegahan infeksi. (Depkes RI, 2008) Bidan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal itu Universitas Sumatera Utara harus dibicarakan dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya tindakan resusitasi. Akan tetapi, adakalanya faktor risiko menjadi sulit dikenali atau (sepengetahuan bidan) tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi. Oleh karena itu, bidan harus mempunyai pengetahuan dan ketrampilan manajemen asfiksia pada bayi baru lahir dan pengetahuan dan ketrampilan ini digunakan setiap kali menolong persalinan. (Depkes RI, 2008) 2.3 Karakteristik Individu Karakteristik merupakan ciri khas yang mempunyai sifat khas dengan watak tertentu seperti tabiat, watak, sifat kejiwaan, akhlak (budi pekerti) yang membedakan dengan orang lain. (Depdikbud, 2003) dan menurut Depdiknas (2003) karakteristik adalah ciri-ciri khusus yang mempunyai sifat yang khas sesuai dengan watak yang dimiliki seseorang. Notoatmojo (2003) mengatakan bahwa karakteristik seseorang atau masyarakat di pengaruhi oleh pendidikan, pekerjaan, umur, sikap, perilaku, etnis, jenis kelamin, pendapat dan spiritual. Menurut Sigmund Freud, “karakteristik” adalah kumpulan tata nilai yang terwujud dalam suatu system daya dorong yang melandasi pemikiran, sikap dan perilaku, yang akan ditampilkan secara mantap. Karakteristik merupakan aktualisasi diri seseorang potensi dari dalam dan internalisasi nilai-nilai yang terpatri dalam diri seseorang melalui pendidikan, percoban, pengorbanan dan pengaruh lingkungan menjadi nilai yang intrinsik yang melandasi sikap dan perilaku. (Soedarsono, 2008) Universitas Sumatera Utara Menurut Teddy (2008) terdapat dua karakteristik yang mempengaruhi individu dan perilaku yaitu : (a) Karakteristik lingkungan terdiri dari budaya, kelas sosial, keluarga dan situasi. (b) Karakteristik individu terdiri dari keterlibatan, pengetahuan, sikap, kepribadian, gaya hidup dan demografi ( umur, jenis kelamin, suku, agama, status perkawinan, jumlah anak, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan) Menurut Robbins (2008) mengungkapkan bahwa karakteristik individu/pribadi yang meliputi ; umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, banyaknya tanggung jawab dan status masa kerja. Bashaw dan Grant dalam Agus, S (2001) mengemukakan beberapa ciri-ciri pribadi meliputi jenis kelamin, status perkawinan, usia, pendidikan, pendapatan keluarga dan masa jabatan. Organisasi merupakan wadah bagi individu untuk mencapai tujuan, baik tujuan pribadi maupun tujuan organisasi. Latar belakang individu dapat menjadikan ciri-ciri tertentu pada setiap individu apalagi yang berkaitan dengan kompetensi seseorang. Selama bekerja individu mempunyai konsep, rencana pengembangan diri merupakan bagian dari peningkatan kompetensi individu dan organisasi mempunyai peran yang penting dalam memberikan kesempatan pengembangan diri individu. (Hutapea P dan Thoha N, 2008) Dari beberapa pendapat diatas karakteristik individu dalam penelitian ini dilihat dari pendidikan, masa kerja, pengalaman kerja, dan pelatihan yang diikuti. Karakteristik individu secara tidak langsung mempengaruhi pelaksanaan kegiatan dalam organisasi baik di tingkat manajemen maupun tehnis pelaksanaan, demikian Universitas Sumatera Utara halnya dengan pelaksanaan manajemen asfiksia bayi baru lahir. Karakteristik individu dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Pendidikan Pendidikan merupakan faktor penting dalam menentukan kemampuan seseorang. Pendidikan dan pengalaman kerja merupakan langkah awal untuk melihat kemampuan seseorang. (Handoko, 1998). Menurut Hasibuan (2000) pendidikan merupakan indikator yang mencerminkan kemampuan seseorang untuk menyelesaikan pekerjaan. Dengan latar belakang pendidikan pula seseorang dianggap akan mampu menduduki suatu jabatan tertentu. Selain itu pendidikan merupakan suatu pembinaan dalam proses perkembangan manusia untuk berfikir dan cenderung berkembangnya kemampuan dasar yang ada padanya. Nadler dalam Moekijat (1996) pendidikan adalah proses pembelajaran yang mempersiapkan individu untuk pekerjaan yang berbeda pada masa yang akan datang. Menurut Undang-undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, jenjang pendidikan formal terdiri atas :1) Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau yang sederajat; 2) Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar yang terdiri dari pendidikan menengah umum seperti SMU atau yang sederajat; 3) Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan Diploma III, Sarjana, Magister, Specialis dan Doktor. Menurut Siagian (2000) pendidikan dapat mempengaruhi kompetensi seseorang, karena makin tinggi pendidikan seseorang makin besar keinginannya Universitas Sumatera Utara untuk memanfaatkan pengetahuan dan keterampilannya dalam pelaksanaan tugasnya. Di samping itu pegawai yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi diharapkan mampu memberikan masukan-masukan yang bermanfaat kepada atasan dalam upaya peningkatan pelaksanaan tugas. 2. Masa Kerja Masa kerja adalah jangka waktu orang sudah bekerja (pada suatu kantor, badan, dan sebagainya. Semakin lama seseorang bekerja maka semakin terampil dan makin berpengalaman pula dalam melaksanakan pekerjaan. Masa kerja merupakan faktor individu yang berhubungan dengan prilaku dan persepsi individu yang mempengaruhi kompetensi individu, misalnya seseorang yang lebih lama bekerja akan dipertimbangkan lebih dahulu dalam hal promosi, hal ini berkaitan erat dengan apa yang disebut senioritas. (Siagian, 2000 ) Menurut Peraturan Pemerintah No. 13 tahun 2002 tentang Pengangkatan PNS dalam Jabatan Struktural, menyatakan bahwa masa kerja adalah lamanya kerja pegawai dalam tahunan yang terdiri atas ; 0-5 tahun, 6-10 tahun, 11-15 tahun, 16-20 tahun dan ≥ 20 tahun. 3. Pengalaman Kerja Menurut Notoatmodjo (2003) pengalaman merupakan guru yang terbaik (experience is the best teacher), pepatah tersebut dapat diartikan bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan. Pengalaman akan menghasilkan pemahaman yang berbeda bagi tiap individu, maka pengalaman mempunyai kaitan dengan pengetahuan seseorang yang mempunyai pengalaman banyak akan menambah pengetahuan. Universitas Sumatera Utara Pengalaman kerja meliputi banyaknya jenis pekerjaan atau jabatan yang pernah diduduki seseorang dan lamanya mereka bekerja pada masing – masing pekerjaan atau jabatan tertentu. Pengalaman kerja yang dimiliki oleh pegawai dalam organisasi yang berbeda-beda, hal ini disebabkan setiap pegawai mempunyai pengalaman dari pekerjaaan yang berbeda-beda yang telah dilakukan berulang-ulang. Oleh karena itu pengalaman kerja yang didapatkan seseorang akan meningkatkan kompetensinya dalam melaksanakan pekerjaan. (Siagian, 2000) Pengalaman kerja berkaitan dengan umur dan pendidikan individu, dengan pendidikan yang lebih tinggi maka pengalamannya akan semakin luas, sedangkan semakin tua umur seseorang maka pengalaman akan semakin banyak. Seorang bidan yang bekerja sudah lama, semakin banyak pengalaman kerja dan semakin banyak kasus yang ditangani, sehingga akan membuat bidan terampil dalam penyelesaian pekerjaan. Pengalaman kerja dapat diartikan dengan pengalaman seseorang selama memberikan pelayanan kebidanan baik di institusi pemerintah atau swasta. (Mangkuprawira, 2004) 4. Pelatihan Pelatihan merupakan salah satu usaha untuk mengembangkan sumber daya manusia, terutama dalam hal pengetahuan (knowledge), kemampuan (ability), keahlian (skill) dan sikap (attitude). Pelatihan pada dasarnya merupakan sebuah proses untuk meningkatkan kompetensi seseorang. (Arep.I dan Tanjung. H, 2003) Menurut John R Schermerhorn dalam Moekijat (1996) pelatihan merupakan serangkaian aktivitas yang memberikan kesempatan untuk mendapatkan dan Universitas Sumatera Utara meningkatkan ketrampilan yang berkaitan dengan pekerjaan. Moekijat (1996) menyatakan beberapa tujuan pelatihan bagi pegawai adalah ; 1) untuk mengembangkan ketrampilan sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih efektif, 2) untuk mengembangkan pengetahuan sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional, 3) untuk mengembangkan sikap sehingga menimbulkan kerjasama dengan teman-teman pegawai dan pimpinan. Peraturan Pemerintah No.101 tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan terwujudnya PNS yang memiliki kompetensi yang sesuai dengan persyaratan jabatan masing-masing. Sehingga dapat dikatakan setiap individu yang bekerja dalam tatanan organisasi mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan kesempatan mengikuti pelatihan. Kebutuhan diklat bagi setiap sumber daya manusia tidak sama karena masing-masing profesi mempunyai standar kompetensi yang ada, seperti bidan dengan selalu berkembangnya metode-metode baru dalam pelayanan kebidanan maka bidan membutuhkan informasi baru melalui diklat teknis. 2.4 Motivasi 2.4.1 Definisi Motivasi Dalam kehidupan sehari-hari, istilah motivasi memiliki pengertian yang beragam baik yang berhubungan dengan prilaku individu maupun prilaku organisasi. Istilah motivasi (motivation) berasal dari bahasa latin yakni movere yang berarti “menggerakkan” (to move). Berendoom dan Stainer yang dikutip Sedarmayanti (2000) mendefinisikan motivasi adalah kondisi mental yang mendorong aktivitas dan Universitas Sumatera Utara member energi yang mengarah kepada kepuasan atau mengurangi ketidakseimbangan. Gibson et.al (1997), mendefinisikan motivasi adalah kekuatan yang mendorong seorang karyawan yang menimbulkan dan mengarahkan prilaku. Dengan demikian motivasi adalah suatu usaha yang dapat menyebabkan seseorang tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendaki atau mendapat kepuasan atas perbuatan tersebut. Menurut Hasibuan (2000) mengartikan motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upaya nya untuk mencapai kepuasan. Untuk lebih jelasnya motivasi menurut Hasibuan (2000) dapat dilihat pada gambar 2.2 seperti berikut ; 1. Kebutuhan yang tidak dipenuhi 6. Kebutuhan yang tidak dipenuhi dinilai kembali oleh pegawai 5. Imbalan atau hukuman Pegawai 4. Hasil karya (evaluasi diri tujuan yang tercapai) 2. Mencari jalan untukmemenuhi kebutuhan (motif) 3. Perilaku yang berorientasi pada tujuan (harapan) Gambar. 2.1 Proses Motivasi Sumber : Hasibuan , Manajemen Sumber Daya manusia (2000) Universitas Sumatera Utara Pemahaman terhadap motivasi individu berkaitan erat pula tentang pemahaman tentang motif, yaitu kebutuhan, keinginan, tekanan, dorongan, dan desakan hati yang membangkitkan dan mempertahankan gairah individu untuk mengerjakan sesuatu. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa motif itulah yang menimbulkan adanya motivasi individu untuk melakukan pekerjaannya. Motif itu sendiri dapat berasal dari luar individu, misalnya motif berupa tekanan dari atasan, atau dapat pula berasal dari dalam individu, misalnya terdorong keinginan atau kebutuhannya.(Widodo, 1998) Salah satu variabel yang dapat meningkatkan motif individu adalah adanya insentif (Hull, dalam Streers and Porter, 1991). Menurut Wahjosumidjo (1992) insentif adalah alat-alat yang digunakan dalam mendorong orang melakukan sesuatu, insentif dapat berupa uang (finansial) atau bukan uang (non finansial). Insentif finansial antara lain dapat berbentuk upah, gaji, jaminan sosial seperti asuransi, pensiun, hadiah , bonus dan sebagainya. Insentif jenis ini dianggap membantu menarik karyawan yang lebih berkualiatas, mengurangi turn over, dan meningkatkan semangat kerja. Sedangkan insentif non finansial dikenal juga sebagai insentif pribadi, karena insentif ini memberi peluang untuk mengembangkan inisiatif pribadi seperti pengembangan diri yang dapat meningkatkan kompetensi serta kesempatan berprestasi. Banyak penelitian telah membuktikan adanya dampak positif insentif non finansial terhadap hasil karya, diantaranya kesempatan untuk maju, tantangan dalam pekerjaan, tanggungjawab, supervise yang efektif, kondisi kerja yang baik. Universitas Sumatera Utara 2.4.2 Teori Motivasi Adapun teori-teori motivasi yang biasanya dikenal adalah teori kebutuhan, teori harapan dan teori keadilan, yang meliputi ; teori hirarki kebutuhan Maslow, teori motivasi dua factor Herzberg, dan teori Mc Clelland. (Winardi, 2001) Teori Maslow sering disebut dengan hirarki kebutuhan, karena menyangkut kehidupan manusia. Salah satu unsur atau komponen motivasi adalah kebutuhan. Abraham Maslow mengemukakan bahwa hirarki kebutuhan manusia adalah sebagai berikut : 1) kebutuhan fisiologis ( physiological needs), yaitu kebutuhan untuk makan, minum, perlindungan fisik, bernafas, seksual. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan tingkat terendah (kebutuhan paling dasar), 2) kebutuhan rasa aman (safety and security needs), yaitu kebutuhan akan perlindungan dari ancaman, bahaya, pertentangan dang lingkungan hidup, 3) kebutuhan untuk merasa memiliki (belongingnees needs), yaitu kebutuhan untuk diterima oleh kelompok, berafilasi, berinteraksi, mencintai seta dicintai, 4) kebutuhan akan harga diri (estem needs ), yaitu kebutuhan untuk dihormati dan dihargai orang lain, 5) kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs), yaitu kebutuhan untuk menggunakan kemampuan , ketrampilan dan potensi. (Riduwan, 2008) Federick Herzberg dalam teori motivasi dua faktor menjelaskan bahwa pada manusia dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi oleh dua faktor yang merupakan kebutuhan, yaitu : 1) Faktor motivasi (motivation factors) adalah faktor motivator ( intrinsik) yang menyangkut kebutuhan psikologis seseorang yaitu perasaan sempurna dalam Universitas Sumatera Utara mengerjakan pekerjaan. Faktor motivasi ini berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang berkaitan langsung dengan pekerjaan, yang meliputi : 1) pengakuan (cognition) artinya karyawan memperoleh pengakuan dari pihak perusahaan bahwa ia orang yang berprestasi dikatakan baik, diberi penghargaan, pujian, dan sebagainya, 2) tanggung jawab (responsibility) artinya karyawan diserahi tanggung jawab dalam pekerjaan yang dilaksanakan, 3) prestasi (achievement) artinya karyawan memperoleh kesempatan untuk mencapai hasil yang baik, 4) pertumbuhan dan perkembangaan (growth and development) artinya dalam pekerjaan itu ada kesempatan bagi karyawan untuk tumbuh dan berkembang, 5) pekerjaan itu sendiri (job itself) artinya memang pekerjaan yang dilakukan itu sesuai dan menyenangkan karyawan 2) Faktor pemeliharaan (maintenance factors) adalah factor-faktor yang berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh ketentraman badaniah. Kebutuhan kesehatan ini merupakan kebutuhan yang berlangsung terus menerus, karena kebutuhan ini akan kembali pada titik nol setelah dipenuhi. Adapun faktor pemeliharaan motivasi (ekstrinsik) ialah : 1) gaji (salary) yang diterima, 2) kedudukan/status, 3) hubungan antar pribadi dengan teman, 4) hubungan antar pribadi dengan atasan, 5) hubungan antar pribadi dengan bawahan, 6) penyeliaan (supervise) terhadap karyawan, 7) kondisi tempat kerja (working conditions), 8) keselamatan kerja (job safety), 9) kebijakan dan administrasi perusahaan, 10) kehidupan pribadi. (Winardi, 2001) Universitas Sumatera Utara Dalam studi motivasi lainnya Mc.Clelland dalam (Hasibuan, 2000) mengemukan ada tiga macam kebutuhan adalah sebagai berikut : a. Need for Achievement, yaitu kebutuhan untuk berprestasi yang merupakan reaksi dari dorongan dan tanggung jawab untuk pemecahan masalah. Kebutuhan untuk berprestasi adalah kebutuhan untuk melakukan pekerjaan lebih baik daripada sebelumnya, selalu berkeinginan mencapai prestasi yang lebih baik. b. Need for Affiliation, yaitu kebutuhan untuk berhubungan social, yang merupakan dorongan untuk berinteraksi dengan orang lain dan tidak mau melakukan sesuatu yang merugikan orang lain. c. Need for Power, yaitu kebutuhan untuk kekuasaan yang merupakan refleksi dari dorongan untuk mencapai otoritas dan untuk memiliki pengaruh orang lain. Dalam kaitannya dengan teori motivasi Mc.Celland dalam Hasibuan (2000), menyatakan pada dasarnya ada tiga sub variabel dari motivasi, yaitu motif, harapan dan insentif. Pendapat dari teori ini bahwa pegawai mempunyai cadangan energi potensial, bagaimana energi dilepaskan dan digunakan tergantung kekuatan dorongan motivasi dan situasi serta peluang yang tersedia. Energi akan dimanfaatkan oleh pegawai karena didorong oleh motif, harapan dan insentif . Dari beberapa pendapat diatas motivasi dalam penelitian ini dilihat dari tanggung jawab, pengakuan, pengembangan, kondisi kerja, imbalan, dengan alasan kelima hal tersebut berkaitan langsung dengan pelaksanaan pelayanan kebidanan dan fenomena yang terjadi di tempat penelitian. Universitas Sumatera Utara 2.5 Landasan Teori Menurut Spencer dan Spencer (Hutapea dan Thoha, 2008) kompetensi adalah karakteristik yang mendasari seseorang dan berkaitan dengan efektivitas kinerja individu dalam pekerjaannya, dan ada lima komponen utama pembentuk kompetensi, yaitu ; 1) Pengetahuan (knowledge) adalah informasi yang dimiliki seseorang untuk bidang tertentu. Pengetahuan merupakan kompenen utama kompetensi yang mudah diperoleh dan mudah diidentifikasi. 2) Keterampilan (skill), kemampuan seseorang untuk melakukan suatu aktivitas atau pekerjaan. Keterampilan lebih sukar dimiliki daripada pengetahuan, 3) Konsep diri (self-concept), merupakan sikap atau nilai yang dimiliki seseorang yang dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dimiliki oleh seseorang yang diperoleh sejak kecil sampai saat tertentu, 4) Ciri diri (trait), adalah karakter bawaan diri atau watak/sifat yang membuat orang untuk berprilaku, dan bagaimana seseorang merespon sesuatu dengan cara tertentu, 5) Motif, adalah sesuatu yang dipikirkan atau diinginkan seseorang secara konsisten yang dapat menghasilkan perbuatan. Manajemen asfiksia bayi baru lahir merupakan pelayanan kebidanan yang harus dilakukan oleh bidan yang berkompeten. Bidan harus dapat membuat keputusan yang tepat pada saat kritis. Kemampuan ini memerlukan penguasaan pengetahuan dan keterampilan kebidanan pada situasi kritis dan mampu menerapkannya untuk memenuhi kebutuhan pasien kritis. ( Hudak dan Gallo, 1997) Kompetensi bidan dalam manajemen asfiksia bayi baru lahir adalah kemampuan dan karakteristik yang dilandasi oleh pengetahuan, keterampilan dan Universitas Sumatera Utara sikap perilaku yang harus dimiliki seorang bidan dalam dalam melaksanakan pelayanan kebidanan termasuk menangani kasus asfiksia pada bayi baru lahir, yang pelaksanaannya menggambarkan enam aspek yaitu persiapan resusitasi bayi baru lahir, keputusan resusitasi bayi baru lahir, tindakan resusitasi, asuhan pasca resusitasi, asuhan tindak lanjut pasca resusitasi, dan pencegahan infeksi. (Depkes RI, 2008) Gibson (1996) beberapa faktor yang mempengaruhi kompetensi, yaitu : pendidikan, minat, motivasi dan sosioekonomi keluarga. Michael Zwell (2000) dalam Wibowo (2008) menyatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi kompetensi seseorang yaitu : keyakinan dan nilai-nilai, keterampilan, pengalaman, karakteristik kepribadian, motivasi, isu emosional, kemampuan intelektual dan budaya organisasi. Menurut Robbins (2008) menyatakan bahwa karakteristik individu/pribadi terdiri dari ; umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, banyaknya tanggung jawab dan status masa kerja. Bashaw dan Grant dalam Agus, S (2001) mengemukakan beberapa ciri-ciri pribadi meliputi jenis kelamin, status perkawinan, usia, pendidikan, pendapatan keluarga dan masa jabatan. Gibson et.al (1997), mendefinisikan motivasi adalah kekuatan yang mendorong seorang karyawan yang menimbulkan dan mengarahkan prilaku. Dengan demikian motivasi adalah suatu usaha yang dapat menyebabkan seseorang tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendaki atau mendapat kepuasan atas perbuatan tersebut. Federick Herzberg dalam teori motivasi dua faktor menjelaskan bahwa pada manusia berlaku faktor motivasi dan faktor pemeliharaan dilingkungan pekerjaannya. Universitas Sumatera Utara Faktor yang merupakan penggerak motivasi ( intrinsik) adalah : 1) Pengakuan (cognition), 2) Tanggung jawab (responsibility), 3) Prestasi (achievement), 4) Pertumbuhan dan perkembangan (growth and development), 5) Pekerjaan itu sendiri (job itself). Adapun faktor pemeliharaan motivasi (ekstrinsik) ialah : 1) Gaji (salary) yang diterima, 2) Kedudukan/status, 3) Hubungan antar pribadi dengan teman, 4) Hubungan antar pribadi dengan atasan, 5) Hubungan antar pribadi dengan bawahan, 6) Penyeliaan (supervise) terhadap karyawan, 7) Kondisi tempat kerja (working conditions), 8) Keselamatan kerja (job safety), 9) Kebijakan dan administrasi perusahaan, 10) Kehidupan pribadi. (Winardi, 2001) Motivasi adalah daya pendorong untuk menggerakkan kemampuan dalam bentuk keahlian dan keterampilan, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya dalam rangka pencapaian tujuan organisasi. Maka, apabila dalam diri setiap bidan terdapat motivasi yang tepat dalam bekerja, tentunya bidan akan terdorong untuk berbuat semaksimal mungkin dalam pelaksanaan tugasnya, termasuk terjadinya peningkatan kompetensi bidan dalam manajemen asfiksia bayi baru lahir, sehingga kasus asfiksia bayi baru lahir dapat ditangani dengan segera dan kematian bayi tidak terjadi. Universitas Sumatera Utara 2.6 Kerangka Konsep Berdasarkan landasan teori diatas maka dapat disusun kerangka konsep penelitian adalah sebagai berikut ; Variabel Independen Variabel Dependen KARAKTERISTIK INDIVIDU . 1. Pendidikan 2. Masa Kerja 3. Pelatihan 4. Pengalaman kerja Pengetahuan, ketrampilan dan sikap bidan dalam manajemen asfiksia bayi baru lahir MOTIVASI 1. 2. 3. 4. 5. KOMPETENSI BIDAN Tanggung jawab Pengakuan Pengembangan Kondisi tempat kerja Imbalan Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian Universitas Sumatera Utara