BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengakuan Batik Indonesia Oleh UNESCO pada 2 Oktober 2009, lembaga PBB di bidang pendidikan dan kebudayaan (UNESCO) mengakui batik sebagai hasil budaya bangsa Indonesia. Akhirnya dunia mengakui batik merupakan salah satu warisan umat manusia yang dihasilkan oleh bangsa Indonesia. Pengakuan UNESCO tersebut diberikan dengan alasan karena pemerintah beserta rakyat Indonesia dinilai telah melakukan banyak langkah nyata untuk melindungi dan melestarikan batik secara turun temurun. Dan juga keragaman motif batik yang ada di Indonesia yang memiliki banyak makna filosofi mendalam.(http://www.resep.web.id/artikel/sejarah-batik-indonesia-hinggadiakui-unesco.htm) Karya seni tradisi Nusantara salah satunya adalah seni rupa tradisional etnik dengan berbagai macam wujudnya. Sejak masa pra sejarah (300 SM) nenek moyang kita telah menciptakan karya seni rupa sebagai media pernyataan pemujaan terhadap roh yang diyakini mempunyai kekuatan magis. Karya seni rupa tradisional Indonesia berkembang di suatu daerah dan masing-masing wilayah atau daerah mempunyai kekhasan seni dan budaya yang disebabkan oleh situasi dan kondisi lingkungan yang berbeda serta tradisi dan potensi alamnya yang didasari oleh keterampilan, keuletan, dan kerja keras selama puluhan abad lamanya. Salah satu hasil kerajinan peninggalan nenek moyang bangsa Indonesia yang sangat tinggi nilainya adalah batik Menurut Koentjaraningrat, tujuh unsur kebudayaan yang dimiliki manusia yaitu: Sistem peralatan hidup dan teknologi, 1 sistem mata pencaharian, sistem organisasi sosial, bahasa, kesenian sistem pengetahuan, dan sistem religi atau kepercayaan (Koentjaraningrat, 1983:207). Batik yang tersebar di seluruh Indonesia mempunyai keunikan dan ciri masing-masing, baik dalam ragam hias maupun tata warnanya. Namun demikian, dapat dilihat adanya persamaan maupun perbedaan antara batik berbagai daerah tersebut. Bangsa Indonesia ternyata memiliki selera dan pula citra yang hampir sama. Perbedaan-perbedaan gaya dan selera itu disebabkan oleh kepercayaan yang dianutnya, tata kehidupan dan alam sekitar dari daerah yang bersangkutan sehingga mengakibatkan keberagaman motif batik. Pada awalnya motif atau pola batik didominasi dengan bentuk binatang dan tanaman. Namun dalam sejarah perkembangannya batik mengalami perkembangan, yaitu dari corak-corak lukisan binatang dan tanaman, beralih pada motif abstrak yang menyerupai awan, relief candi, wayang beber dan sebagainya. Selanjutnya melalui penggabungan corak lukisan dengan seni dekorasi pakaian, muncul seni batik tulis seperti yang kita kenal sekarang ini. Khasanah budaya Bangsa Indonesia yang demikian kaya telah mendorong lahirnya berbagai corak dan jenis batik tradisioanal dengan ciri kekhususannya sendiri. Misalnya batik Pekalongan, Yogyakarta, Solo ataupun daerah-daerah lain di Indonesia memiliki corak atau motif sesuai dengan kekhasan daerahnya. Gemawang merupakan salah satu desa di kecamatan Jambu, terdaftar sebagai desa percontohan advokasi Batik Gemawang mulai hidup tahun 2005. yang membuat Batik Gemawang menjadi luar biasa karena di Desa Gemawang tidak mempunyai akar sejarah pembatikan seperti di daerah perajin batik yang 2 lain. Motif yang menjadi andalan pun bukan merupakan motif batik pesisiran Semarang maupun motif pedalaman Yogya-Solo. Batik Gemawang mempunyai ciri khas unsur batik kopi, tala madu dan baruklinting. Sedangkan pewarnaan yang utama menggunakan indigofera adalah pewarna dengan menggunakan bahan-bahan pewarna yang diambil dari alam. Bahan pewarnaan tersebut seperti dari rebusan kulit-kulit kayu, babakan kayu, buah, bunga, daun-daun, Bahan alam yang dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami adalah tanaman indigo. Daunnya menghasilkan warna biru, pohon soga kulitnya menghasilkan warna cokelat kekuningan sampai cokelat kemerahan, batang kayu tenggeran menghasilkan warna merah sawo, kulit pohon secang menghasilkan warna merah. Salah satu pewarna alam termahal yang belum tentu setiap pembatik bisa melakukan pewarnaan tersebut. Paguyuban Batik "Nyi Ageng Pandanaran", sebagai salah satu komunitas perajin batik di Desa Gemawang, juga memproduksi batik dengan spesifikasi tersebut, di samping motif-motif klasik yang telah dikenal selama ini, seperti wahyu tumurun, bokor kencono, semen romo dan kawung. Sedangkan motif khas Paguyuban Batik "Nyi Ageng Pandanaran" antara lain baruklinting, bunga teratai, kembang kopi, tala madu dan baruklinting tapa. Corak khas dari suatu kebudayaan bisa tampil karena kebudayaan itu menghasilkan suatu unsur yang kecil berupa suatu unsur kebudayaan fisik dengan bentuk yang khusus, sehingga suatu kebudayaan dapat dibedakan dari kebudayaan yang lain (Koentjaraningrat, 1990 : 263). 3 Motif batik Gemawang ini belum banyak dikenal orang, Hal ini disebabkan karena Letak Kabupaten Semarang yang berada di daerah perbukitan turut menjadi alasan mengapa Batik Gemawang belum begitu dikenal oleh masyarakat umum. Namun masyarakat sangat antusias untuk mengembangkan batik di daerahnya. Motif batik Gemawang diciptakan oleh Abul Kholiq Fauzi, motif batik Gemawang memiliki motif khas yang yang membedakan dengan batik-batik pada umumnya di mana motif batik Gemawang seperti seri kopi, tolo madu, dan baru klinting terinspirasi dari alam sekitar, Hal ini menarik untuk diteliti fakta apa yang mendorong masyarakat desa Gemawang menciptakan batik Gemawang yang berbeda dengan batik yang lain. B. Rumusan Masalah Bagaimana sejarah batik Gemawang? C. Tujuan Mendiskripsikan sejarah munculnya batik Gemawang D. Manfaat Penelitian Dalam penelitian ini dapat diambil manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat secara Teoritik, dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan terutama pada bidang Sejarah Kebudayaan. 2. Manfaat secara Praktik, dapat mengungkap Sejarah batik di Kabupeten Semarang dalam wujud nilai-nilai, norma-norma, maupun aktifitas masyarakatnya. 4