Masyarakat di Desa Nuha, Kecamatan Nuha, Kabupaten Luwu Timur, memiliki tradisi menganyam yang diwariskan dari generasi ke generasi. Desa Nuha yang berjarak 11 km di utara Sorowako bisa dijangkau dalam 30 menit menggunakan perahu motor melintas Danau Matano. Potensi terbesar di desa yang berbatasan langsung dengan Provinsi Sulawesi Tengah itu adalah sektor pertanian dan perikanan danau. Menganyam, yang dalam bahasa setempat disebut mo’ena, merupakan cara para perempuan Desa Nuha di masa lampau untuk memenuhi kebutuhan terhadap perangkat rumah tangga. Mereka membuat wadah nasi, tempat menyimpan pakaian, dan tikar dari tanaman perdu yang tumbuh liar di hutan. Seiring waktu, fungsi dan bahan anyaman Nuha mengalami pergeseran. Jika para tetua dua generasi lalu menggunakan tiu (tanaman air) dan tole (semacam daun pandan) sebagai bahan anyaman, kini ibu-ibu Desa Nuha lebih banyak menggunakan teduhu (pakis hutan) yang lebih kuat dan indah. Jika dulu hasil anyaman atau inena difungsikan sebagai wadah pakaian hingga wadah makanan, kini inena menjadi suvenir yang dijajakan kepada pengunjung. Dalam sebentuk tradisi kriya, ada penghargaan terhadap kekayaan alam. Hal itu tampak pada cara masyarakat Desa Nuha memanfaatkan teduhu. Mereka jeli melihat potensi alam yang dimiliki desanya, lantas mengubahnya menjadi bentukan karya yang memikat. Bentuk penghargaan juga tampak pada pemilihan teduhu. Mereka tidak mengambil tanaman muda yang masih bisa tumbuh dan berkembang, melainkan hanya mengambil tanaman yang sudah cukup umur untuk dimanfaatkan sebagai “ Menghargai bahan baku inena. Mereka, para perempuan Desa Nuha, sendirilah yang pergi ke hutan mencari teduhu. Dari bentuk-bentuk anyaman Desa Nuha yang sederhana, ada pelajaran tentang ketekunan dan kesabaran. Untuk membuat wadah kecil berdiameter 12cm, perlu waktu satu pekan, tanpa diselingi kegiatan berkebun atau bertani. Teduhu yang sudah tua dikupas kulitnya, direbus, kemudian dianyam. Tantangan mencari bahan baku hingga masuk ke dalam hutan dan waktu pengerjaan yang tidak singkat membuat pengrajin inena di Desa Nuha kesulitan beregenerasi. Kini tinggal orangorang tua yang masih menjalankan tradisi mo’ena. Desa Nuha merupakan satu dari 38 desa di Kabupaten Luwu Timur yang menjadi sasaran Program Mitra Desa Mandiri (PMDM) PT Vale. PMDM merupakan bagian dari Program Terpadu Pengembangan Masyarakat (PTPM) yang bertujuan mendorong kemandirian masyarakat. PMDM memberikan dukungan kepada para pengrajin inena di Desa Nuha berupa pelatihan keterampilan dan promosi produk. Dukungan diberikan demi meningkatkan taraf hidup masyarakat sekaligus melestarian tradisi mo’ena yang merupakan kekayaan budaya sekaligus kebanggaan bersama. Anyaman Teduhu dari DESA NUHA alam, menumbuhkan nilai luhur “ Menganyam adalah salah satu bentuk tradisi tertua di dunia. Konon kegiatan itu ditiru manusia dari cara burung menjalin ranting menjadi bentuk sarang yang kuat. Seni menganyam merupakan tradisi kriya yang ditemukan di hampir seluruh wilayah di Indonesia. Anyaman dipercaya sebagai hasil kerajinan tangan yang tidak mendapat pengaruh dari luar sehingga termasuk ke dalam tradisi asli masyarakat Indonesia sejak zaman nenek moyang. Anyaman sendiri adalah kumpulan serat yang dirangkai hingga membentuk sebuah benda yang kaku. Menganyam adalah proses rangkai-silang bahan-bahan yang biasanya berasal dari tumbuhtumbuhan. Anyaman Teduhu dari DESA NUHA tempat tissue wadah bulat Diameter: 15cm Tinggi: 12cm Harga: Rp60.000 Diameter: 35cm Tinggi: 6cm Harga: Rp160.000 Ukuran: 22 x12cm Harga: Rp60.000 Diameter alas: 20cm Tinggi: 22cm Harga: Rp160.000 wadah heksagonal Diameter: 22cm Tinggi: 10cm Harga: Rp70.000 wadah oval Ukuran: 20 x 10cm Tinggi: 6cm Harga: Rp70.000 Ukuran: 35 x 22cm Tinggi: 6cm Harga: Rp160.000 tas jinjing Ukuran: 20 x15cm Harga: Rp60.000 Pemesanan: Ideham (Fasilitator PMDM Kecamatan Nuha) Email: [email protected] | HP +62811425450 Diameter: 38cm Tinggi: 10cm Harga: Rp200.000