RISIKO OPERASIONAL BANK DAN PERMODELANNYA

advertisement
Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitek & Sipil)
Auditorium Kampus Gunadarma, 21-22 Agustus 2007
Vol. 2
ISSN : 1858 - 2559
RISIKO STRATEGIK, RISIKO LEGAL, RISIKO KEPATUHAN DAN RISIKO
REPUTASI DALAM INDUSTRI PERBANKAN DI INDONESIA
(Strategic Risk, Legal Risk, Compliance Risk and
Reputation Risk in the Banking Industry in Indonesia)
Iwan Lesmana
Pengamat dan Praktisi Manajemen Risiko
ABSTRAK
Perbankan di Indonesia selain mengenal risiko pasar, risiko kredit, risiko operasional dan risiko likuiditas
juga mengenal risiko lainnya yang tidak kalah besar dampaknya dari ke empat risiko di atas. Risiko
tersebut adalah risiko strategi, risiko legal, risiko kepatuhan dan risiko reputasi. Risiko strategi merupakan
ketepatan pengambilan keputusan bisnis dan responsifnya bank menanggapi perubahan eksternal. Risiko
legal adalah risiko yang timbul dikarenakan lemahnya aspek yuridis. Risiko kepatuhan timbul dikarenakan
kurang patuhnya bank terhadap regulasi yang berlaku, sedangkan risiko reputasi merupakan akibat dari
publikasi atau persepsi negatif dari bank. Ke empat risiko tersebut memiliki keterkaitan yang sangat erat
di mana risiko strategik dapat menimbulkan risiko legal dan risiko legal saling berinteraksi dengan risiko
kepatuhan dan pada akhirnya timbul risiko reputasi. Hal ini membuat bank perlu memperhatikan proses
manajemen risiko pada risiko-risiko dimaksud secara terintegrasi dan seksama. Manajemen risiko pada
ke empat risiko di atas sangat memerlukan infrastruktur teknologi informasi yang memadai, mengingat
banyak variabel yang diperlukan dalam penilaian tingkat keseriusan risiko tersebut.
Key Word : strategic risk, legal risk, compliance risk and reputation risk.
PENDAHULUAN
Perbankan Indonesia saat ini telah memiliki
peranan yang penting dalam menggerakkan
roda perekonomian bangsa dengan fungsi
intermediasinya,
ternyata
memiliki
risiko
sistemik. Risiko sistemik adalah risiko yang
berimbas ke segala aspek (politik, sosial,
ekonomi dan lain sebagainya). Dampak dari
risiko sistemik yang berpengaruh dalam segala
bentuk penanganan risiko, baik berupa risiko
yang dapat didiversifikasi maupun tidak
terdevifikasi itulah yang mendorong Bank
Indonesia, langsung menerapkan ketentuan
yang diadopsinya dari Basel Committee. Hal ini
membuktikan
bahwa
industri
perbankan
memang telah highly regulated dan harus
dijalankan secara berhati-hati (prudent).
Operasional perbankan Indonesia pada
tahun 1998, menderita kerugian hingga
mencapai Rp. 238 trilyun. Meskipun 5 tahun
kemudian, industri perbankan telah kembali dari
keterpurukannya dan memperoleh laba, tapi hal
tersebut bukan laba sebenarnya. Laba yang
didapat perbankan umumnya diperoleh dari
adanya
pengembalian
Pencadangan
Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP), struktur
aset perbankan yang lemah berakibat pada
tingginya marjin akibat lebarnya spread
simpanan (SBI tetap tinggi sedangkan
sukubunga simpanan bank sudah rendah) dan
peroleh pendapatan non bunga yang besar dan
bersumber dari aktivitas perdagangan yang
sifatnya spekulasi (mata uang dan obligasi).
Kesimpulan dari kondisi di atas perbaikan
industri perbankan masih rawan atau berisiko.
A166
Kondisi di atas mengakibatkan Bank
Indonesia memfokuskan kinerjanya untuk
meningkatkan kualitas manajemen risiko dan
corporate governance (tata kelola) perbankan.
Pengelolaan segala aspek fungsional bank
harus dimaksimalkan untuk terintegrasi dalam
suatu sistem dan proses pengolaan risiko yang
akurat dan komprehensif, sehingga Bank
Indonesia memandang perlu diciptakannya
prakondisi dan infrastruktur pengelolaan risiko.
Hal ini ditegaskan oleh Bank Indonesia melalui
surat Peraturan Bank Indonesia nomor
5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 perihal
Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank
Umum. Ketentuan itu menetapkan, bahwa
penerapan
manajemen
risiko
sekurangkurangnya mencakup :
a. pengawasan aktif dewan Komisaris dan
Direksi;
b. kecukupan kebijakan, prosedur dan
penetapan limit;
c. kecukupan
proses
identifikasi,
pengukuran,
pemantauan
dan
pengendalian
risiko
serta
sistem
informasi manajemen risiko; dan
d. sistem pengendalian intern yang
menyeluruh.
Risiko yang dicakup ditetapkan 8 macam, yaitu
risiko kredit, pasar, likuiditas, operasional,
hukum, reputasi, strategik dan kepatuhan.
Tahap awal diharapkan semua bank telah
melakukan pengelolaan risiko kredit, pasar,
likuiditas dan operasional.
Dalam kajian kali ini dipilih ke-empat risiko
lainnya (risiko strategik, risiko legal/hukum,
Risiko Strategik, Risiko Legal….
Lesmana
Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitek & Sipil)
Auditorium Kampus Gunadarma, 21-22 Agustus 2007
risiko kepatuhan, dan risiko reputasi) untuk
melengkapi kajian risiko perbankan Indonesia
yang telah terlebih dahulu diaplikasikan kepada
seluruh bank. Ke-empat risiko terakhir ini
terkadang memiliki batasan yang samar dengan
risiko
lainnya,
terutama
dengan
risiko
operasional yang memiliki area penelitian yang
begitu luas.
Risiko Strategik (Strategic Risk)
Aktivitas perbankan sehari-hari pada umumnya
bersinggungan dengan risiko finansial yang
merupakan salah satu elemen dari profil risiko
organisasi. Ke semua risiko yang terdapat
dalam suatu organisasi bersumber pada strategi
yang diterapkan. Sifat yang dinamis dari dengan
kompleksitas yang tinggi merupakan tantangan
utama industri perbankan untuk meminimalkan
risiko strategik dimaksud.
Risiko strategik dapat didefinisikan
sebagai dampak yang terjadi dan berprospek
terjadi pada pendapatan ataupun peningkatan
permodalan dari kenyataan yang menyimpang
atas keputusan/kebijakan bisnis, implementasi
yang tidak sesuai kebijakan, atau karena kurang
tanggap terhadap perubahan industri. Risiko
Vol. 2
ISSN : 1858 - 2559
tersebut terlihat dari pencapaian atas strategi
tujuan, strategi bisnis yang diterapkan di dalam
mencapainya, sumber daya yang digunakan
dibandingkan pencapaian tujuan dan kualitas
implementasi. Keterpaduan saluran komunikasi,
sistem operasi, jaringan distribusi, dan kapasitas
serta kemampuan manajerial merupakan hal
penting dalam pencapaian sukses dari
pengelolaan risiko strategik.
Hal-hal di atas menuntun pada
kenyataan bahwa jantung dari risiko strategik
adalah perolehan informasi mengenai organisasi
dan operasionalnya, di mana hal ini berkaitan
dengan tujuan dan obyektivitas organisasi.
Ketika informasi telah diperoleh harus
diorganisasikan dan diasosiasikan dengan
masing-masing unit melalui suatu penilaian.
Dengan demikian risiko strategik mengikut
sertakan proses penyepadanan visi dan obyek
strategi dengan konstrain operasional yang
berlaku pada saat ini dan masa mendatang.
Permasalahan di atas kembali menunjukkan
sifat
multi-dimensional,
sehingga
dalam
pengelolaannya dibutuhkan pendekatan dasar
risiko struktural. Tujuh kelas risiko strategik
dikenalkan oleh Slywotzky dan Drzik (2005)
seperti pada tabel berikut.
Tabel 1.
Kelas Risiko Strategik dan Sub Kategorinya
Classes of Strategic Risk
1. Industry
2. Technology
3. Brand
4. Competitor
5. Customer
6. Project –
smart sequencing, developing
excess options, employing the
steeping-stone method
7. Stagnation
Subcategories
- Margin Squeeze – shift the compete/collaboration ratio
- Rising R&D/capital expenditure costs
- Overcapacity
- Commoditization
- Deregulation
- Increased power among suppliers
- Extreme business-cyle volatility
- Shift in technology-double bet
- Patent expiration
- Process becomes obsolete
- Erosion-redifine the scope of brand investment,
reallocate your brand investment
- Collapse
- Emerging global rivals
- Gradual market-share gainer
- One-of-a-kind competitor-create a new, non
overlapping business design
- Customer priority shift-create and analyze proprietary
information, conduct quick and cheap market
experiments
- Increase customer power
- Over-reliance on a few customers
- R&D failure
- IT failure
- Bussiness development failure
- Merger or acquisition failure
- Flat or declining volume-generate ‘demand innovation’
- Volume up, price down
- Weak pipeline
Sumber : Adrian J. Slywotzky & John Drzik, Harvard Business Review, April 2005.
Risiko Strategik, Risiko Legal….
Lesmana
A167
Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitek & Sipil)
Auditorium Kampus Gunadarma, 21-22 Agustus 2007
Miller (1992) memaparkan 5 tanggapan
‘generic’ untuk menghadapi ketidak tentuan
kondisi/lingkungan strategi dengan melakukan
penghindaran
(avoidance),
pengontrolan
(control), kerjasama (cooperation), tiruan
(imitation) dan fleksibilitas (flexibility).
Penghindaran ketidak tentuan terjadi
saat manajemen memperhitungkan risiko yang
berkaitan dengan operasi dari suatu produk atau
geografis pasar tidak sesuai harapan/tujuan.
Bagi suatu bank yang telah aktif dalam pasar
yang penuh ketidak tentuan, penghindaran
ketidak tentuan dapat saja dilakukan dengan
keluar dari pasar, melalui divestasi aset-aset
khusus yang ada atau berkaitan dengan pasar.
Bagi bank yang belum aktif dalam pasar dapat
menunda operasionalnya hingga ketidak tentuan
turun sampai tingkat yang diinginkan.
Pengontrolan lingkungan yang penting
untuk mereduksi ketidak tentuan. Para manajer
harus bertindak aktif, bukan pasif dalam
memperlakukan
ketidak
tentuan
dari
operasional, contohnya dengan pengontrolan
strategi seperti aktivitas politis, perluasan dan
pencapaian
kekuatan
pasar,
pengimplementasian
strategi
yang
memperlakukan kompetitor ke dalam pola
perilaku yang lebih dapat diprediksi dan lainnya.
Persetujuan dalam kerjasama yang
merupakan tanggapan yang berbeda atas
pengendalian, karena mereka mengandung
unsur
persetujuan
multilateral
di
atas
pengendalian unilateral, sebagai alat untuk
mencapai reduksi ketidak tentuan. Pengelolaan
ketidak pastian melalui koordinasi merupakan
hasil pendewasaan ketergantungan perilaku
dalam pereduksian otonomi melalui organisasi
terkoordinasi. Hal ini dilakukan dengan
perjanjian jangka panjang baik dengan investor
dan debitor, kerjasama jangka panjang (aliansi
atau joint venture), partisipasi dalam konsorsium
dan lainnya.
Ada kalanya bank melakukan imitasi dari
bank kompetitornya yang telah berhasil di suatu
bidang. Contoh saat pertama kali dikenalkan
tabungan berhadiah (TAHAPAN) banyak bank
menirunya seperti tabungan KESRA dan lain
sebagainya, bahkan hingga kini tabungan
berhadiah merupakan ciri khas dari industri
perbankan nasional dalam mengemas dan
memasarkan produknya. Meniru suatu produk
atau teknologi dapat menjadi suatu strategi
berbiaya rendah bagi beberapa industri
(Mansfield, Schwartz & Wagner, 1981).
Fleksibilitas organisasi tidak seperti
strategi pada pengontrolan dan kerjasama yang
berusaha meningkatkan tingkat prediksi dari
A168
Vol. 2
ISSN : 1858 - 2559
kontijensi lingkungan yang penting, melainkan
fleksibilitas tanggapan meningkatkan tanggapan
internal. Namun prediksi faktor eksternal tetap
tidak berubah.
Manajemen risiko strategi terutama
digunakan untuk perencanaan strategik, mitigasi
risiko dan pencegahan, manajemen krisis,
pengalokasian kapital dan pemilihan struktur
kapital. Adapun langkah dalam mengaplikasikan
proses manajemen risiko strategik adalah
dengan melakukan identifikasi dan penilaian
risiko (dampak, probabilitas, waktu dan
frekuensi), pemetaan risiko, mengkuantifikasi
risiko, mengindentifikasi konsekuensi potensi
positif dari suatu risiko, mengembangkan
perencanaan langkah mitigasi risiko dan
keputusan pemenuhan/kebutuhan kapital.
Manajemen risiko strategik memiliki
keuntungan antara lain :
- Persiapan untuk suatu risiko dengan
memitigasi risiko tersebut dan tentunya
dapat melindungi stabilitas perusahaan.
- Persiapan yang lebih baik dibandingkan
kompetitor memberikan suatu sumber
daya yang lebih menguntungkan dan
kompetitif.
- Dapat mengubah ancaman strategis
menjadi
pertumbuhan
peluang/kesempatan.
- Volatilitas dapat direduksi sehingga
diperoleh pengetahuan yang lebih baik
akan analisa komunitas.
- Penggunaan kapital yang lebih efektif
dan mereduksi biaya.
- Pengorganisasian sistem dan proses
yang meningkatkan Risk Adjusted
Return on Capital.
- Melindungi reputasi perusahaan.
Salah satu usaha dalam memitigasi risiko
strategi adalah dengan melakukan outsourcing
strategy. Pertimbangan dalam melakukan
outsourcing
adalah
eksposur
risiko,
kompleksitas (termasuk di dalamnya ketidak
tentuan) dan hal-hal yang tidak terkendali.
Umumnya perbankan melakukan outsourcing
untuk hal yang kritikal tapi bukanlah merupakan
elemen inti (non core element), seperti riset dan
penciptaan produk, promosi, fungsi IT
(Information Technology) ataupun HR (Human
Resources), eksternal audit dan supply-chain
management.
Keuntungan
dari
proses
outsourcing ini pada prinsipnya mengacu pada
hal-hal seperti berikut.
- Tingkat leverage yang lebih tinggi dari
kompetensi inti dan aset intelektual.
Risiko Strategik, Risiko Legal….
Lesmana
Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitek & Sipil)
Auditorium Kampus Gunadarma, 21-22 Agustus 2007
-
Nilai inovasi yang lebih cepat dan lebih
tinggi.
- Penurunan
investasi
kapital
dan
pendapatan yang lebih baik.
- Meningkatkan fleksibilitas organisasi
dan biaya tetap.
- Penggunaan teknologi yang baik untuk
perbaikan waktu dan kualitas informasi
bagi keputusan kritis.
Pembahasan risiko strategi amat erat kaitannya
dengan dengan risiko legal (hukum), sehingga
pokok pembahasan selanjutnya adalah risiko
legal dan beberapa metoda penanganannya.
Risiko Legal (Legal Risk)
Risiko legal adalah risiko yang timbul dari
adanya ketidak pastian (ketidak tentuan) dalam
penerapan atau interpretasi suatu perjanjian,
peraturan atau ketentuan, sehingga terjadi
kegagalan untuk mematuhi/menaati perjanjian,
peraturan atau ketentuan dimaksud. Dengan
demikian risiko legal timbul dikarenakan adanya
hak dan kewajiban dari para pihak yang terlibat
dalam suatu subyek yang dianggap memiliki
faktor ketidak tentuan. Contohnya adalah kalau
pihak yang seharusnya melakukan pembayaran
menyatakan dirinya bangkrut.
Risiko legal dalam kenyataannya
seringkali membangkitkan risiko sistemik, yaitu
risiko yang memiliki dampak luas. Risiko
sistemik merupakan risiko yang memiliki
dampak seperti layak domino yang telah
disusun dan ketika satu kartu domino
dirubuhkan,
maka
kartu
kedua
akan
merubuhkan kartu ketiga kemudian kartu ketiga
akan merubuhkan kartu keempat bahkan kelima
dan seterusnya. Itulah sebabnya risiko sistemik
disimpulkan memiliki efek domino. Sebagai
contoh nyata dalam perbankan dapat dilihat
pada peristiwa krisis moneter yang melanda
Indonesia di tahun 1998, di mana setelah
kerusuhan terjadi penarikan besar-besaran
(rush) secara serempak, dan pada waktu yang
bersamaan
dengan
kewajiban
bank
menyediakan dana tersebut, maka bank belum
dapat menggunakan haknya dengan menarik
dana miliknya yang sedang dipinjamkan.
Pengurasan dana yang masih ada di bank,
menyebabkan masalah bagi bank yang telah
terkena perjanjian akan memberikan pinjaman,
sehingga gagal dalam memenuhi kewajibannya.
Jikalau ditelusuri lebih lanjut, kegagalan bank
memenuhi kewajiban memberikan pinjaman ke
suatu usaha, mengakibatkan usaha tersebut
bangkrut, selanjutnya kebangkrutan usaha
tersebut memicu pemutusan hubungan kerja
Risiko Strategik, Risiko Legal….
Lesmana
Vol. 2
ISSN : 1858 - 2559
secara masal dan seterusnya seperti efek
domino yang berdampak luas.
Secara umum risiko legal terkait
beberapa isu yang antara lain adalah :
- Format kontrak atau perjanjian. Apakah
berbentuk lisan atau harus tertulis ? Bila
tertulis apakah harus akta notaris,
legalisasi atau cukup di bawah tangan.
- Kapasitas. Apakah para pihak memiliki
wewenang atau dalam kapasitasnya
untuk membuat (menanda tangani)
suatu kontrak/perjanjian ?
- Legalitas
dari
suatu
transaksi
turunan/derivatif. Bagi suatu bank yang
biasanya menawarkan jasa jual beli
valuta asing, maka bank harus memiliki
legalitas atau kuasa dari investor untuk
menjual/membeli valuta asing tersebut
untuk kepentingan investor.
- Hipotik dan agunan. Jika suatu usaha
dinyatakan bangkrut, maka hipotik atau
hak
preferen
(sejenis
prioritas/senioritas)
dalam
mengklaim/menagih hutang merupakan
faktor penentu adanya risiko legal.
- Netting agreement. Hal ini merupakan
usaha pemecahan risiko legal secara
damai.
- Country risk merupakan risiko yang
akan timbul, jika transaksi sudah
bersifat global. Unsur sosial, politik dan
keamanan yang merupakan unsur
utama dalam penilaian country risk
dapat memberikan informasi mengenai
risiko legal yang terkait.
Risiko legal yang terjadi di industri perbankan
tidak hanya tercermin dari transaksi perbankan
saja, melainkan infrastruktur yang digunakan
juga dapat menyumbang risiko legal, seperti
halnya dalam teknologi informasi yang
digunakan. Potensi risiko legal yang terjadi
antara lain adalah :
- Kehilangan atau pencurian data.
- Pemusnahan
data
tidak
sesuai
prosedur.
- Data tidak akurat atau terkorupsi.
- Data disalah gunakan.
- Data salah penanganan dan tidak aman
(dapat diakses oleh pihak yang tidak
berhak).
- Data yang dibutuhkan untuk litigasi tidak
tersedia.
- Data yang dibutuhkan untuk audit tidak
tersedia.
Kenyataan di atas menyebabkan risiko
legal didefinisikan sebagai risiko yang timbul
dari kelemahan aspek yuridis yang diakibatkan
A169
Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitek & Sipil)
Auditorium Kampus Gunadarma, 21-22 Agustus 2007
tuntutan
hukum,
ketiadaan
peraturan
perundang-undangan yang mendukung atau
kelemahan perikatan, seperti tidak terpenuhinya
syarat sahnya kontrak/perjanjian dan pengikatan
agunan yang tidak sempurna.
Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam
usaha mereduksi risiko legal adalah dengan
mengimplementasikan program kepatuhan,
menciptakan dan mereviu kebijakan dan
prosedur, melakukan penilaian risiko reputasi,
mengaplikasikan audit yang dilakukan oleh baik
internal dan eksternal auditor dan mengelola
konflik dari beda kepentingan (conflict of
interest).
Salah satu penyebab dari adanya risiko legal
dapat disimpulkan adalah ketidak patuhan
kepada regulasi, sehingga pengukuran risiko
legal dapat diindikasikan seberapa besar
kepatuhan pada regulasi telah dilanggar.
Melanjutkan pembahasan risiko legal, maka
risiko kepatuhan merupakan pokok selanjutnya
dari pembahasan ini.
Risiko Kepatuhan (Compliance Risk)
Risiko kepatuhan adalah risiko yang disebabkan
bank tidak mematuhi atau tidak melaksanakan
peraturan perundang-undangan dan ketentuan
lain yang berlaku. Ketentuan lain yang berlaku
antara lain adalah kebijakan dan prosedur
internal, standard/kode etik dan peraturan
Pemerintah lainnya yang terkait. Risiko
umumnya timbul saat perundang-undangan dan
ketentuan di atas dalam kondisi yang tidak jelas
atau belum diuji coba. Risiko kepatuhan dapat
membuat jatuhnya reputasi bank, mereduksi
nilai bank, membatasi kesempatan berbisnis,
mereduksi potensi untuk berkembang dan
ketidak berdayaan pemberlakuan hak dan
kewajiban dalam kontrak/perjanjian.
Kegagalan dalam kepatuhan telah mengganjal
semua jenis usaha termasuk di dalamnya
industri perbankan, terutama bagi bank besar
dengan organisasi yang kompleks, yang
beroperasi secara global dan belum memiliki
manajemen risiko kepatuhan. Dampak atas
kegagalan dalam mengelola risiko kepatuhan
tercermin dari penilaian buruk corporate
governance
suatu
perbankan
oleh
masyarakat/investor. Oleh karena itu bank perlu
memiliki pengertian dari persyaratan kepatuhan
dan hasil unjuk kerja lintas unit suatu organisasi
serta mempertahankan konsistensi dalam
tanggung jawab, ekspektasi, dokumentasi
penilaian dan pelaporan (pengawasan). Olson
(2002)
menyatakan,
bahwa
pendekatan
terintegrasi ke semua hal di atas terhadap
manajemen risiko kepatuhan telah memiliki
A170
Vol. 2
ISSN : 1858 - 2559
dampak positif pada indentifikasi risiko dan
proses mitigasinya.
Manajemen risiko kepatuhan dapat
dilakukan juga dengan melakukan diversifikasi
perundang-undangan dan ketentuan, yang
antara lain berdasarkan sektor usaha, entitas
legal/hukum dan geografi. Hal ini dikarenakan
perundangan ataupun ketentuan yang berlaku di
suatu negara belum tentu berlaku di negara lain,
karena tidak semua negara menganut ketentuan
hukum yang berlaku secara universal.
Kesuksesan suatu program manajemen risiko
kepatuhan kuncinya ada pada manajemen
teratas dari suatu organisasi yang mengajarkan
perlunya budaya kepatuhan dari atas ke bawah,
dalam suatu komunikasi yang baik dan
dilaksanakan dalam aktivitas keseharian. Hal ini
wajib dilakukan sampai semua pekerja
memahami
budaya
kepatuhan
tersebut
sehingga muncul perhatian akan risiko
kepatuhan dan tercipta kontrol yang effektif
untuk menanggulanginya. Manajemen risiko
kepatuhan haruslah bersifat dinamis dan proaktif, mengingat kegiatan bisnis bisa bertambah
atau beralih/berganti.
Pengukuran dari risiko kepatuhan dapat
didasarkan pada tabel di bawah ini.
Memperhatikan tabel di atas dapat disimpulkan
dampak
dari
tidak
berhasilnya
fungsi
manajemen risiko kepatuhan adalah timbulnya
risiko lain, yaitu risiko reputasi.
Risiko Reputasi (Reputation Risk)
Risiko reputasi adalah dampak saat ini dan
prospek pada pendapatan dan peningkatan
kapital yang diakibatkan oleh opini publik yang
negatif. Penyebab utama dari risiko ini adalah
publikasi negatif terhadap kegiatan usaha bank
atau persepsi negatif terhadap bank.
Risiko reputasi mengakibatkan kemampuan
bank untuk mengembangkan jaringan, jasa
ataupun melanjutkan pelayanan dari kustomer
yang sudah ada menjadi terganggu, selain itu
juga membawa bank dalam proses litigasi dan
kerugian finansial. Eksposur risiko reputasi bisa
timbul di seluruh aktivitas organisasi, termasuk
tanggung jawab dalam melaksanakan transaksi
dengan kustomer dan masyarakat.
Dalam dunia ekonomi global saat ini
intangible asset seperti reputasi telah menjadi
suatu kekayaan yang diperlukan oleh semua
bank. Manajemen risiko reputasi telah menjadi
bagian penting dari peranan strategi dari dewan
direksi bank, di mana corporate value suatu
bank ditentukan dari persepsi reputasinya.
Tingkat loyalitas kustomer pada saat krisis
Risiko Strategik, Risiko Legal….
Lesmana
Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitek & Sipil)
Auditorium Kampus Gunadarma, 21-22 Agustus 2007
melanda dunia usaha dapat dijadikan nilai atas
persepsi yang diberikan kustomer terhadap
reputasi
suatu
bank.
Reputasi
sangat
bergantung
kepada
faktor
kepercayaan,
Vol. 2
ISSN : 1858 - 2559
sehingga dibutuhkan komunikasi yang efisien
dan hubungan jangka panjang yang solid baik di
dalam dan di luar organisasi.
Tabel 2.
Kuantitas dan Kualitas Indikator Risiko Kepatuhan
Kuantitas Indikator
Risiko Kepatuhan
Rendah
- Kejahatan
dan
ketidak
patuhan
tidak
signifikan
ditinjau dari jumlah
dan dampaknya
- Institusi
memiliki
record kepatuhan
yang baik
Moderat
- frekuensi
dan
dampak
dari
kejahatan
atau
ketidak
patuhan
masih
dapat
diterima
- Institusi
memiliki
record kepatuhan
yang kurang baik
Tinggi
- Eksposur kejahatan
dan
ketidak
patuhan signifikan
mengganggu
reputasi,
nilai,
pendapatan
dan
kesempatan
berbisnis.
- Institusi
memiliki
record kepatuhan
yang tidak baik.
Kualitas Indikator Manajemen Kepatuhan
Kuat
- Manajemen sangat mengerti semua aspek risiko kepatuhan dan berkomitmen
patuh.
- Wewenang dan akuntabilitas kepatuhan terdefinisi dan dilaksa-nakan dengan
transparan.
- Pertimbangan kepatuhan ada pada produk, pengembangan sistem dan proses
modifikasi termasuk pe-rubahan oleh pihak eksternal.
- Ketika ada kekurangan yang teridentifikasi, manajemen segera melakukan
koreksi (perbaikan).
- Sistem dan kontrol yang layak diimplementasikan untuk mengi-dentifikasi
masalah kepatuhan dan penilaian.
- Program pelatihan efektif.
- Proses manajemen kepatuhan dan sistem informasi telah baik dengan budaya
kontrol yang kuat telah efektif.
- Kebijakan kerahasiaan bank telah memenuhi ketentuan legal dan ligitasi.
Memuaskan
- Manajemen mengerti aspek kunci risiko kepatuhan dan cukup berkomitmen
pada kepatuhan.
- Wewenang dan akuntabilitas ter-definisi, meskipun ada beberapa yang perlu
diperbaiki.
- Manajemen cukup tanggap terha-dap perubahan pasar, teknologi dan
ketentuan.
- Kepatuhan tidak secara formal dipertimbangkan dalam pengem-bangan produk
dan sistem.
- Permasalahan dapat dikoreksi da-lam bisnis normal tanpa investasi keuangan
dan perhatian manaje-men yang signifikan.
- Tidak ada kejadian signifikan dalam hal kontrol dan sistem. Kejahatan atau
ketidak patuhan serius masih dalam batas toleransi.
- Manajemen menyediakan sumber daya dan training yang cukup untuk produk
dan operasional yang kompleks.
- Proses manajemen kepatuhan dan sistem informasi cukup baik.
- Kebijakan kerahasiaan bank telah cukup baik untuk ketentuan legal dan ligitasi.
Lemah
- Manajemen tidak mengerti atau mengabaikan aspek kunci risiko kepatuhan.
- Manajemen tidak peduli akuntabili-tas untuk unjuk kepatuhan.
- Manajemen tidak mengantisipasi atau mengimplementasi aksi yang layak dalam
menanggapi perubah-an pasar, teknologi atau ketentuan.
- Pertimbangan kepatuhan tidak dilakukan dalam pengembangan produk dan
sistem.
- Kesalahan sering tidak terdeteksi oleh internal, tindakan koreksi sering tidak
efektif atau manaje-men tidak tanggap.
- Kejahatan dan ketidak patuhan tinggi, karena tindakan koreksi tidak ada atau
selalu ditunda.
- Manajemen tidak menyediakan sumber daya dan training yang memadai.
- Proses manajemen kepatuhan dan sistem informasi tidak efisien.
- Kebijakan kerahasiaan bank tidak ada atau tidak memperhatikan masalah legal
dan ligitasi.
Sumber : Hasil Pengolahan dari Wikipedia
Keuntungan dalam manajemen risiko
reputasi dapat meningkatkan hubungan dengan
pemilik bank, menciptakan lingkungan investasi
Risiko Strategik, Risiko Legal….
Lesmana
yang menyenangkan dan kemudahan perolehan
kapital, mendapatkan pegawai ataupun partner
yang terbaik demikian juga pemasok dan
A171
Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitek & Sipil)
Auditorium Kampus Gunadarma, 21-22 Agustus 2007
pelanggan,
memperkecil
barrier
untuk
berkembang, perolehan harga terbaik untuk
produk dan jasa, meminimalkan litigasi dan
jeratan regulasi, mereduksi potensi krisis,
memperkuat
kredibilitas
organisasi
dan
kepercayaan stakeholders. Reputasi dewasa ini
sangat cepat tersebar penilaiannya berkenaan
dengan kemajuan dunia teknologi informasi, di
mana internet telah dapat dihadirkan di hampir
setiap pelosok dunia ini.
Manajemen risiko reputasi dapat
dilakukan diantaranya dengan memakai metode
Tanggapan
Awal
Identifikasi
Krisis
Vol. 2
ISSN : 1858 - 2559
Project Evaluation Review Technique (PERT)
yang umumnya dipadukan dengan Critical Path
Method (CPM), sehingga risiko yang akan
dihadapi oleh tiap proyek dapat direduksi.
Perhatian pada risiko reputasi juga
harus memperhatikan penanganan krisis,
karena manajemen krisis yang baik dapat
mengembalikan tingkat kepercayaan, sehingga
mereduksi risiko reputasi. Manajemen krisis
dapat dilakukan dengan mekanisme seperti
pada bagan yang disampaikan oleh Davies
(2003) seperti berikut ini.
Perencanaan
Strategi Krisis
Pembangkitan
Logistik
Prosedur
Evakuasi
Perencanaan
Teknis
Manajemen Krisis
Manajemen
Krisis
Dinamis
Manajemen
Komunikasi
Perencanaan
Kelangsungan
Bisnis
Perencanaan
Teknis Pemulihan
Sumber : Davies Business Risk Consulting, Ltd.
Gambar 1.
Pendekatan Modular pada Manajemen Krisis
KESIMPULAN
Teknologi informasi sangat diperlukan dalam
pengelolaan risiko strategik, risiko legal, risiko
kepatuhan dan risiko reputasi. Data/informasi
yang cepat dan akurat ditambah metode atau
prinsip manajemen risiko dapat mereduksi keempat risiko yang memiliki keterkaitan yang
sangat erat.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim- (1998). Operational Risk Management.
Basle
Committee
on
Banking
Supervision.
(2002). Legal Risk Analysis Tool. State
Archives
Departement,
Minnesota
Historical Society.
(2005). Indonesian Certificate In
Banking
Risk
And
Regulation:
Workbook, Level 1. Global Association
A172
of Risk Profesionals & Badang
Sertifikasi Manajemen Risiko.
(2006). Indonesian Certificate In
Banking
Risk
And
Regulation:
Workbook, Level 2. Global Association
of Risk Profesionals & Badang
Sertifikasi Manajemen Risiko.
(2006). Indonesian Certificate In
Banking
Risk
And
Regulation:
Workbook, Level 3. Global Association
of Risk Profesionals & Badang
Sertifikasi Manajemen Risiko.
Alt, Konrad S. (2002). Managing Reputation
Risk. The RMA Journal.
Bank for International Settlements (2001).
Operational
Risk:
Consultative
Document.
Basel
Committee
on
Banking Supervision.
Bank Indonesia (2003). Penerapan Manajemen
Risiko Bagi Bank Umum. Peraturan
Bank Indonesia.
Risiko Strategik, Risiko Legal….
Lesmana
Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitek & Sipil)
Auditorium Kampus Gunadarma, 21-22 Agustus 2007
Davies, David (2003). Crisis Management:
Combating The Denial Syndrome.
Davies Business Risk Consulting, Ltd.
www.idRisk.com
Miller, Kent D. (1992). A Framework for
Integrated
Risk
Management
In
International Business. Journal of
International
Business
Studies,
00472506, Vol. 23, Issue 2.
Mansfield, Edwin, Schwartz, Mark & Wagner,
Samuel (1981). Imitations Costs and
Patents: An Empirical Study. The
Economic Journal, Vol. 91, No. 364.
Olson, Mark W. (2006). Compliance Risk
Management
in
a
Diversified
Environment. The Federal Reserve
Board to the Financial Services
Roundtable and The Morin Center for
Banking
and
Financial
Services,
Washington D. C.
Rayner, Jenny (2007). Risky Business – towards
best practice in managing reputation
Risiko Strategik, Risiko Legal….
Lesmana
Vol. 2
ISSN : 1858 - 2559
risk.
Abbey
Consulting.
http://www.ibe.org.uk/risky.html
Sari, Suryani Ika (2006). Bank Nasional Harus
Fokus Pada Risiko Operasional. Tempo
Interaktif.
http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/
2006/08/28/brk,20060828-82741,id.html
Situngkir, Hokky dan Yohanes Surya (2006).
Kerangka Kerja Ekonofisika dalam
Basel II. Munich Personal RePec
http://mpra.ub.uniArchive.
muenchen.de/896/
Slywotzky, Adrian J. and Drzik, John (2005).
What Is Strategic Risk Management?
Description. Harvard Business Review.
Sutaryono, Paul (2003). Manajemen Risiko
Operasional dan Upaya Mengatasi
Pembobolan
Bank.
Kompas.
http://www.kompas.com/kompascetak/0305/23/ finansial/322374.htm
A173
Download