BAB II KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 2.1 Kondisi Regional 2.1.1 Gambaran Umum Bandung dan Sekitarnya Daerah Bandung dan sekitarnya merupakan suatu dataran yang dikelilingi pegunungan. Secara morfologi daerah Bandung ini lebih merupakan suatu cekungan dari pada suatu dataran tinggi. Ketinggian dataran di cekungan Bandung ini berkisar antara 620 dan 750 mdpl, sedangkan pegunungan yang mengelilinginya banyak diatas 2000 mdpl. Pada daerah penelitian ketinggian dataran mencapai kurang lebih 1200 mdpl. Cekungan Bandung ini dikelilingi oleh badan gunung api sekarang, antara lain komplek Tangkubanparahu di sebelah Utara, komplek Patuha ± Malabar di sebelah Selatan, Gunung Manglayang di sebelah Timur dan disebelah Barat cekungan ini dibatasi pegunungan lipatan dari lapisan gamping tersier. Ditengah-tengahnya mengalir sungai Citarum sebagai sungai utama yang membelah cekungan ini. Cekungan Bandung secara administratif masuk kedalam Propinsi Jawa Barat, Indonesia. Daerah Penelitian Gambar 2. 1 Peta Daerah Bandung dan Sekitarnya (www.google.com) 25 2.1.2 Geologi Regional 2.1.2.1 Geomorfologi Berdasarkan Bahan Kuliah Geologi Cekungan Bandung, Departemen Teknik Geologi ITB 2006 (Budi B), Cekungan Bandung dapat dibagi menjadi beberapa satuan morfologi berdasarkan kondisi genetisnya. Satuan dataran danau Bandung; Satuan kerucut gunung api melingkari cekungan di Utara, Timur, dan Selatan; Satuan pematang homoklin membentuk perbukitan Rajamandala dan menutup cekungan Bandung di sebelah Barat, dan satuan dataran danau terdapat beberapa bukit terpisah satu sama lain seperti di Selatan Cimahi, satuan ini disebut satuan perbukitan terisolasi. Satuan Dataran Danau Bandung Satuan dataran danau Bandung cukup luas dan datar, memanjang Barat ± Timur. Merupakan dataran endapan danau Bandung purba yang mengering ratusan ribu tahun yang lalu. Diairi banyak sungai, hanya bagian tertentu merupakan dataran banjir. Sungai utama dataran ini adalah sungai Citarum yang juga merupakan sungai utama cekungan Bandung. Sungai Citarum ini membelah dataran danau, dengan demikian sumbu sungai ini terletak pada titik terendah cekungan Bandung. Didalam satuan ini termasuk pula dataran kipas aluvial, menempati seperlima dataran danau. Sudut lereng berkisar antara 0,5 sampai 2 %. Kipas alluvial ini menyebar kira-kira dari Cimahi ± Dago sebagai batas Utara hingga Cicahuem dan Buahbatu. Satuan Kerucut Gunung Api Merupakan pagar mengelilingi dataran danau, yang terdiri dari badan gunung api kuarter. Di Utara berjajaran gunungapi Burangrang, Tangkubanparahu, Bukittunggul, Canggak, Manglayang; di Timur terdapat beberapa kerucut gunung api kecil antara lain Mandalawangi, Mandalagiri, Gandapura; di Selatan dataran danau berjajaran gunungapi Malabar, Patuha, dan sebagainya. Yang masih 26 menunjukan gejala aktivitas magma adalah Tangkubanparahu dan Patuha, sedangkan yang lainnya boleh dikatakan mati. Sudut lereng rata-rata berkisar sekitar 30-40%. Banyak dari kerucut gunungapi tersebut nisbi tua dan lambungnya banyak tertoreh sungai secara dalam, sehingga banyak dijumpai lembah dengan tebing terjal bersudut besar, tidak jarang yang memiliki sudut lereng lebih dari 70%. Hal ini dapat dilihat pada lereng gunung Burangrang, Bukittunggul, Canggak, Manglayang, Malabar. Dengan demikian kerucut tersayat lembah terjal tersebut menunjukan potensi longsor dari tanah di tempat tersebut. Kearah satuan daratan danau, kerucut gunungapi melandai membentuk kaki gunungapi. Kemiringan lahannya berkisar anara 5-15%. Dari kerucut gunungapi ini bermunculan mata air. Sumber sungai yang mengalir ke Bandung antara lain sungai Cimahi, Cibeureum, Cikapundung dari sebelah Utara; Citarik dari Timur; serta sungai Cikarial, Citarum hulu, Cisangkuy, Ciwidey, dan sebagainya dari pegunungan di Selatan dataran danau. Semua sungai yang tersebut diatas akan masuk ke sungai Citarum, yang membelah dataran danau Bandung di titik terendah dari cekungan Bandung. Satuan Pematang Homoklin Satuan ini merupakan perbukitan yang membentuk perbukitan Rajamandala ± Padalarang. Memanjang sepanjang Timur ± Timurlaut ± Baratdaya, berada di dinding Barat cekungan. Disini pula terdapat celah air Citarum. Ketinggian berkisar antara 800-1000 mdpl. Pematang homoklin ini menunjukan lereng Utara yang lebih terjal dari pada lereng Selatannya. Lereng Selatan ini merupakan lereng kemiringan lapisan pembentuknya. Sungai Citarum menerobos daerah ini di Selatan Rajamandala. Batuan pembentuknya adalah berbagai batuan sedimen marin tersier dari berbagai 27 formasi, antara lain batugamping dan batulempung Formasi Rajamandala, batupasir graywacke dan batulempung formasi Citarum, serta breksi gunungapi. Batuan ini pada umumnya miring ke Selatan. Satuan Perbukitan Terisolasi Satuan perbukitan terisolasi bermunculan di dalam satuan dataran danau. Dimana muncul terpisah satu sama lain atau berkelompok menjadi jajaran perbukitan. Bukit ini terdapat di Selatan Cimahi dan Dayeuhkolot, berketinggian antara 800900 meter. Antara lain G. Bohong (878 m), G. Panganten, G. Jatinunggak, G. Padakasih (946 m), G.Silacau (866 m), G.Geulis, dan sebagainya. Umumnya terdiri dari batuan sedimen gunungapi kasar, lava, dan atau intrusi batuan intermedier, seperti Andesit, Dasit. Gambar 2. 2 Peta Morfologi Cekungan Bandung (Dam, 1994 dalam Bahan Kuliah Geologi Cekungan Bandung, Departemen Teknik Geologi ITB, 2006) 28 2.1.2.2 Statigrafi dan Sedimentasi Menurut Hartono dan Koesoemadinata,1981, statigrafi dan sedimentasi daerah Bandung dapat dibagi menjadi: Formasi Cikapundung Secara umum litologinya terdiri atas konglomerat gunung api, breksi gunung api, tuf dan sisipan aliran lava andesit. Berdasarkan susunan statigrafi regional, formasi ini berada secara selaras diatas formasi tambakan. Ketebalan formasi Cikapundung berdasarkan selidikan gaya berat, diketahui ketebalannya adalah 0350 m (Kridoharto,1978). Sebarannya pada permukaan adalah pada bukit Utara Dago, dari sekitar sungai Cikapundung kearah Gunung Manglayang. Formasi Cikapundung berumur lebih muda atau paling tidak sama dengan Plistosin bawah, dimana menurut van Bemmelen (1949) formasi ini berumur plistosen tengah. Formasi Cibeureum Secara Umum formasi ini terdiri dari breksi gunung api dan Tufa. Batas bawah formasi Cibeureum dicirikan dengan dijumpainya lapisan tipis konglomerat gunungapi yang menutupi lempung gunungapi karbonan berwarna coklat tuahitam, dengan disertai oleh meningginya radioaktivitas. Hubungan dengan formasi Cikapundung yang berada dibawahnya adalah selaras. Ketebalan formasi Cibeureum berkisar antara 0-180 m. Dari pengamatan serta studi regional, formasi ini memiilki sebaran membentuk suatu kipas, dengan sumbernya G.Tangkuban perahu (van Bemmelen, 1934). Umur formasi ini berkisar antara plistosen atas ± Holosen. Formasi Kosambi Litologinya terdiri dari batulempung gunungapi, batulanau gunungapi, dan batupasir gunungapi. Batas dengan formasi dibawahnya; dicirikan dengan mulai terdapatnya tuf-breksi dan mulai menghilangnya lapisan batulempung gunungapi. 29 Ketebalan formasi ini diperkirakan sebesar 0 ± 80 m. Menurut Silatongga, ketebalannya adalah 0 - 125 meter. Sebarannya meluas ke Selatan, merupakan dataran bekas danau. Formasi ini diperkirakan berumur Holosen. Formasi Cikidang Secara umum, formasi ini terdiri dari batuan leleran lava basal, konglomerat gunungapi, tuf kasar dan breksi gunungapi. Formasi ini terletak secara selaras di atas formasi Cibeureum yang berumur plistosen atas-Holosen. Struktur sedimen yang dapat dijumpai pada formasi ini memperlihatkan, bahwa formasi ini belum terkena oleh proses tektonik. Dari segi litologinya dijumpai bahwa konsolidasinya masih nisbi rendah, sehingga dapat ditaksirkan sebagai endapan berumur muda. Umur formasi ini diperkirakan adalah Holosen. Tabel 2. 1 Kolom Statigrafi Daerah Bandung dan Sekitarnya Umur Satuan Statigrafi Tebal (m) Keterangan Endapan Sungai ±5 Bahan lepas terkonsolidasi, tidak berukuran lempung sampai bongkah Bidang erosi Formasi Cikidang 0 - 65 Lava basal berstruktur kekar kolom, konglomerat gunungapi, tuf kasar berlapis Holosen sejajar dan breksi gunungapi yang kadang-kadang berwarna coklat tua 30 Formasi Kosambi 0 - 80 Batulempung batulanau Plistosen gunungapi, gunungapi dan batupasir gunungapi, setempat Atas dijumpai struktur perlapisan sejajar dan silang-siur Formasi Cibeureum 0 - 180 Perulangan urut-urutan breksitufa, fragmen skoria andesit basal dan batuapung Bidang erosi Plistosen Formasi Bawah Cikapundung ± 0 - 350 Konglomerat gunungapi, breksi gunungapi, tufa dan sisipan lava andesit. Umumnya berwarna lebih terang dari formasi lainnya, fragmen piroksen-andesit (Hartono dan Koesoemadinata, 1981) 2.1.2.3 Sejarah Geologi Geologi daerah Bandung merupakan gejala sejarah geologi sangat resen dan semua peristiwanya masih dapat diukur dengan ribuan tahun, sehingga sangat erat hubungannya dengan sejarah manusia purbakala. Hubungan antara peristiwa geologi ini dengan sasakala sangkuriang sudah sangat dikenal. Salah satu yang terbukti secara geologi, adalah terbentuknya danau Bandung dalam seketika, untuk kemudian mengering kembali; dan bahwa pada saat itu telah ada manusia yang bermukim di sekitar Danau Bandung ini. Pemulihan kembali atau rekonstruksi danau Bandung dapat dilihat dari gambar dibawah ini. 31 Gambar 2. 3 Danau Bandung Purba (Bahan Kuliah Geologi Cekungan Bandung, Departemen Teknik Geologi ITB, 2006) Tabel 2. 2 Sejarah Geologi Bandung dan Sekitarnya Zaman Waktu Peristiwa Awal ± miosen tahun yang lalu 30-25 juta Seluruh Pulau Jawa berada di bawah laut. Daratan hanya berada di sebelah Utara Laut Jawa Pertengahan ± 25 juta tahun Muncul gunung berapi yang berada disebelah miosen yang lalu Akhir ± miosen tahun yang lalu 25-14 Selatan pengalengan juta Pantai Utara Pulau Jawa (embrio) masih dekat Pengalengan, dataran tinggi Bandung masih dibawah laut Pliosen ± 14-2 Juta Terjadi proses pengangkatan dan perlipatan tahun yang lalu endapan laut di jalur Bandung, pantai pindah 32 ke Utara Gunung Tangkubanparahu sekarang. Awal ± 2 juta tahun Diawali dari kegiatan gunung api di Selatan Plestosen yang lalu Cimahi. Kemudian dilanjutkan dengan kegiatan gunung api di Utara Bandung, dimana terjadi pembentukan Gunung Sunda setinggi kurang lebih 3000 mdpl Gunung Sunda Runtuh dan membentuk kaldera yang sangat besar. Untuk kemudian terjadi penyesaran di daerah Lembang. Holosen ± 11.000 tahun Diawali yang lalu dengan lahirnya Gunung Tangkubanparahu diikuti dengan Erupsi Fase A dari gunung Tangkuban perahu. Kemudian terjadi juga pengisian depresi Lembang oleh arus lava ± 6000 tahun Terjadi lagi letusan Gunung Tangkubanparahu yang lalu (Erupsi fase B). Erupsi ini diduga yang mengakibatkan kemudian terbentuknya danau Bandung. Danau Bandung purba berakhir dengan Bobolnya dimulai di Punggungan Pr. Kiara ± Pr. Larang. Kemudian terjadi erupsi lagi dari Gunung Tangkubanparahu (erupsi fase C), dimana terjadi aliran lava ke Utara dan Selatan. Terjadi Penyesaran lagi untuk sesar Lembang (Bahan Kuliah Geologi Cekungan Bandung, Departemen Teknik Geologi ITB, 2006) 33 Qvd Daerah Penelitian Qvu Qyu Qyt Ql Gambar 2.4 Peta Geologi Regional skala 1:100.000 (Silitonga, 1973) 34 Qvu HASIL GUNUNGAPI TUA TAK TERURAIKAN. Breksi gunungapi, lahar dan lava berselang-seling TUFA PASIR. Tufa berasal dari Gunung Dano dan Gunung Qyd Tangkubanparahu (erupsi C). Tufa pasir sangat sarang, mengandung kristal-kristl hornblende yang kasar, lahar lapuk kemerah-merahan, lapisan-lapisan lapili dan breksi. TUFA BERBATUAPUNG. Pasir tufaan, lapili, bom-bom, lava Qyt berongga dan kepingan-kepingan andesit-basalt padat yang bersudut dengan banyak bongkah-bongkah dan pecahan-pecahan batuapung. Berasal dari G. Tangkubanparahu (erupsi A) dan G. Tampomas ENDAPAN DANAU (0-125m). Lempung tufaan, batupasir tufaan, kerikil tufaan. Membentuk bidang-bidang perlapisan mendatar di Ql beberapa tempat. Mengandung kongkresi-kongkresi gamping, sisasisa tumbuhan, moluska air tawar dan tulang-tulang binatang bertulang belakang. Setempat mengandung sisipan breksi. Qyu HASIL GUNUNGAPI MUDA TAK TERURAIKAN. Pasir tufaan, lapili, breksi, lava, aglomerat. Sebagian berasal dari Tangkubanparahu dan sebagian dari G. Tampomas. 35 G. KOLUVIUM. Terutama berasal dari reruntuhan pegunungan Qc pegunungan hasil gunungapi tua, berupa bongkahbongkah batuan beku antara andesit – basal breksi, batu pasir tufa dan lempung tufa. Qob HASIL GUNUNGAPI LEBIH TUA (600 m). Breksi dan lahar dan pasir tufa berlapislapis dengan kemiringan yang kecil. 2.1.3 Hidrogeologi Umum Bandung 2.1.3.1 Sistem Akuifer Di daerah Bandung dan sekitarnya terdapat 3 (tiga) formasi geologis yang mempunyai sifatsifat pembawa air, yaitu Formasi Cikapundung, Cibeureum, dan Cikidang. Formasi Cikapundung dan Formasi Cibeureum yang berpotensi sebagai lapisan pembawa air atau akuifer produktif. Akuifer bebas : terdapat di seluruh area, menempati bagian atas dan seluruh formasi Cikapundung dan Cibereum. Akuifer tertekan : terdiri dari batuan leleran lava basal, konglomerat gunungapi, tuff kasar dan breksi gunungapi dari formasi Cikidang. 2.1.3.2 Parameter Aquifer Dari hasil studi yang dilakukan IWACO (1991), diperoleh hasil bahwa nilai transmissivitas di daerah Bandung dan sekitarnya adalah sebagai berikut : Tabel 2. 3 36 Transmisivitas Daerah Bandung dan Sekitarnya (IWACO, 1991) Daerah Transmisivitas (m2/hari) Bandung fan 4 ± 865 Cimahi fan 22 ± 1477 North of Lembang fault 3 ± 184 Soreang fan 2 Pamengpeuk ± Banjaran deposits 19 ± 44 Majalay ± Ciparay fan 9 ± 50 Eastern volcanic ± artesian aquifer 44 ± 440 Paseh ± Cikarang North ± Eastern volcanic 14 ± 47 Manglayang volcanic slopes 14 ± 405 Bandung plan / lake deposit Sementara itu, dari hasil penelitian dari Hartono (1980) diperoleh hasil bahwa nilai parameter di daerah Bandung dan sekitarnya adalah sebagai berikut : Tabel 2. 4 Transmisivitas Daerah Bandung dan Sekitarnya (Hartono, 1980) Transmissivitas Daerah (m2/hari) Zona Cimahi, menempati daerah Andir dan Cimahi 700 Zona Bandung, menempati daerah diantara Andir dibagian 400 barat sampai pertengahan kota Bandung sebelah timur Zona Cicahuem, menempati daerah sebelah timur 300 pertangahan kota Bandung sampai daerah Cicaheum 37 Zona Gegerkalong – Goleah, menempati daerah perbukitan 70 sebelah Utara Bandung dan di sebelah Selatan Lembang Zona Lembang, terletak antara depresi Lembang – Cisarua 140 2.1.3.3 Muka Air Tanah Muka air bawah tanah bandung dan sekitarnya telah dilaporkan mengalami penurunan sejalan dengan waktu. Kondisi muka air bawah tanah di daerah Bandung dan sekitarnya yang pernah dilaporkan adalah sebagai berikut : ¾ IWACO (1991). Berdasarkan datadata pemboran sebelum tahun 1955, Iwaco merekonstruksi muka air bawah tanah di daerah Bandung dan sekitarnya. Muka air bawah tanah pada waktu ini dapat dianggap sebagai muka air bawah tanah alamiah daerah ini. Hal ini dikarenakan sebelum tahun 1955, pengambilan air bawah tanah di daerah ini belum menunjukan jumlah yang cukup signifikan. ¾ Wibowo dan Repoyadi (1995) menyatakan bahwa di daerahdaerah industri Bandung dan sekitarnya telah terjadi penurunan muka air bawah tanah sebagai berikut : Periode 19831985, kedudukan muka air bawah tanah berkisar dari 2,5 – 10 m bmt (bawah muka tanah). Dalam periode ini fluktuasi penurunannya adalah kurang dari 2 m/tahun Periode 19851990, kedudukan muka air tanah berkisar dari 1025 m bmt. Di beberapa lokasi seperti daerah Cimahi diketahui muka air bawah tanahnya sampai 50 m bmt dan membentuk kerucut. Tingkat penurunan muka air bawah tanah pada periode ini mencapai 7,19 m/tahun. KBU, merupakan kawasan penyangga cekungan Bandung. Jika pada tahun 1960 koefisien run–off KBU hanya 40 persen maka tahun 2004, koefisien run–off KBU 38 mencapai 90 persen. Akibat lain selain turunnya muka air tanah dan meningkatnya koefisien run±off adalah menurunnya kualitas udara. Di atas Bandung akan terbentuk "heat island", terdapat awan yang membuat polusi udara di kota Bandung terkonsentrasi terus±menerus di atas kota Bandung. Bulan Oktober 2004 tercatat suhu tertinggi yang pernah dialami kota Bandung, yaitu 34 derajat Celcius. Temperatur meningkat dan kualitas udara rendah. Dari 365 hari dalam setahun, menurut Sobirin, hanya 55 hari kualitas udara di kota Bandung sehat. Priowirjanto dan Marsudi (1995), berdasarkan data dari (DGTL) Direktorat Geologi dan Tata Lingkungan pada bulan juni 1993 menyatakan bahwa telah terjadi penurunan muka air bawah tanah didaerah industri sebagai berikut : Tabel 2. 5 Muka Air Tanah Daerah Bandung dan Sekitarnya, DGTL (1993) Daerah Muka Air Penurunan/tahun Tanah (m (m/tahun) bmt) Leuwigajah, Cimindi, Utama, ± 41 ± 71 ± 3 ± 15 Garuda, ± 30 ± 52 ± 1,2 ± 4,3 Cibaligo Cijerah, Cibuntu, Meleber, Arjuna, Husen dan Pasir kaliki Buahbatu, kiara condong, ± 23 ± 50 ± 1,6 ± 3,1 kebonwaru ± 26 ± 67 Dayeuhkolot Cicahuem, Ujungberung, ± 16 ± 50 ± 3 ± 12 ± 1,6 ± 2,1 Gedebage, Cipadung dan Cibiru Cikeruh, Rancaekek, ± 7 ± 24 ±3±9 39 Cimanggung, dan Cikancung Ciparay, Banjaran, dan ± 8 ± 29 ± 0,9 ± 4,6 Pamengpeuk Ketapang dan Soreang ± 1.5 - 31 ± 0,4 ± 1,6 Resapan dan Pemakaian Air Tanah Berdasarkan perhitungan dari jumlah curah hujan di cekungan Bandung dan koefisien resapannya, didapatkan hasil bahwa jumlah resapan di Cekungan Bandung adalah sebesar 102,4 juta m3/tahun. Dimana, Kabupaten Bandung meresapkan 92 juta m3/tahun, Kabupaten Sumedang meresapkan 0,1 juta m3/tahun, dan Kota Bandung meresapkan 10,3 juta m3/tahun. (Sumber : Laporan pendayagunaan air bawah tanah, Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi Jawa Barat 2002). Untuk pemanfaatan air di daerah cekungan Bandung, untuk rumah tangga diperkirakan sebesar 260 juta m3/tahun (73 persen air tanah dan 27 persen air permukaan). Sedangkan kebutuhan air untuk industri kurang lebih 200 juta m3/tahun (76 persen air tanah dan 24 persen air permukaan). Tampak di sini bahwa pemanfaatan air tanah untuk kebutuhan rumah tangga dan industri jauh lebih besar daripada air permukaan. Apabila ketidakseimbangan pemanfaatan air tanah dan air permukaan ini berlanjut sementara gangguan terhadap kawasan konservasi air juga terus meningkat, maka ancaman terhadap keberadaan air tanah meningkat dan meningkat pula konflik terkait dengan pemanfaatan air di musim kemarau. (Sumber : PPSDAL-Lembaga Penelitian Unpad. Harian Umum Pikiran Rakyat, Bandung, 24 Maret 2006). 40 2.2 Kondisi Daerah Penelitian 2.2.1 Lokasi dan Batas Daerah Penelitian Secara geografis wilayah penelitian berada di antara koordinat 788500-792900 E, 9239800-9243400 N. Wilayah penelitian merupakan sub daerah aliran sungai Cikapundung. Secara administratif wilayah penelitian masuk kedalam Kotamadya Bandung dan Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat. Kotamadya Bandung meliputi 2 Kecamatan, yakni Kecamatan Coblong dan Kecamatan Cidadap serta Kabupaten Bandung meliputi satu Kecamatan, yaitu Kecamatan Lembang. Kecamatan Lembang meliputi Desa Mekarwangi dan Desa Pagerwangi. Kecamatan Cidadap meliputi Kelurahan Cimbeluit. Kecamatan Coblong meliputi Kelurahan Dago. Luas daerah penelitian adalah sebesar 7.8 km atau 780 Ha, dimana tata guna lahan di daerah penelitian berupa daerah pemukiman, perkebunan / ladang, persawahan, hutan, dan lainnya. Pada daerah kotamadya Bandung, tata guna lahan didominasi oleh daerah pemukiman dan bangunan lainnya. Pada daerah Kabupaten Bandung, tata guna lahan di daerah penelitian didominasi oleh daerah perkebunan atau ladang. 41 42 2.2.2 Klimatologi Data klimatologi daerah penelitian diambil dari satu stasiun klimatologi. Stasiun klimatologi yang dipakai adalah stasiun Dago. Jika dilihat dari posisi letak stasiunnya, maka stasiun Dago dianggap mewakili seluruh daerah penelitian. 2.2.3 Geologi Daerah Penelitian 2.2.3.1 Geomorfologi Pada daerah penelitian, satuan geomorfologi dibagi menjadi empat satuan morfologi, dimana pembagian ini dibagi berdasarkan kemiringan lerengnya. Satuan lereng sangat curam dengan kemiringan lereng lebih besar dari 70%, satuan lereng curam dengan kemiringan lereng antara 30 ± 70%, satuan lereng agak curam, dengan kemiringan lereng 15± 30%, dan satuan lereng datar sampai miring dengan kemiringan dibawah 15%. Satuan lereng sangat curam dengan kemiringan lereng lebih dari 70% membentang di sepanjang lereng lembah sungai Cikapundung dari Curug Dago sampai Maribaya. Secara genetis satuan morfologi ini dibentuk oleh satuan batuan yang mempunyai sifat kekerasan yang tinggi. Satuan lereng curam dengan kemiringan 30 - 70% membentang pada sebagian wilayah penelitian, baik di bagian Utara maupun Selatan. Ciri dari satuan ini yaitu adanya banyak punggungan yang bergelombang dengan kemiringan lereng yang bervariatif. Secara genetis satuan morfologi ini dibentuk oleh satuan batuan yang telah mengalami erosi intensif. Proses yang sering terjadi adalah erosi dan gerakan tanah. Satuan lereng agak curam membentang pada sebagian wilayah penelitian yang mempunyai kemiringan lereng antara 15 ± 30 %. Ciri dari satuan ini yaitu adanya banyak punggungan yang bergelombang dan mempunyai kemiringan yang landai. Secara genetis satuan morfologi ini dibentuk oleh satuan batuan yang telah 43 mengalami erosi intensif. Proses yang sering terjadi adalah gerakan tanah (slide) dan erosi intensif. Satuan lereng datar sampai miring dengan kemiringan kurang dari 15 % membentang disebelah Barat daya daerah penelitian. Secara genetis, satuan morfologi ini dibentuk oleh satuan batuan yang relatif lunak dan struktur yang cenderung tidak heterogen. Proses yang sering terjadi yaitu gerakan tanah yang tidak terlalu cepat, erosi lembar, dan erosi alur. Namun pada pengolahan data, pembagian lereng di daerah penelitian akan lebih spesifik. 2.2.3.2 Litologi Litologi daerah penelitian meliputi satuan breksi vulkanik formasi Cikapundung, breksi vulkanik formasi Cikidang, lava basalt dan lava andesit, endapan epiklastik, dan tufa yang telah mengalami pelapukan. Breksi vulknanik pada formasi Cikidang berwarna coklat-hitam, terkonsolidasikan, fragmen batuan beku dan batu apung, kemas tertutup, masa dasar halus. Di lapangan singkapan dapat ditemukan di Curug Dago. Breksi vulkanik ini merupakan endapan jatuhan yang diduga merupakan hasil erupsi terakhir dari Gunung TangkubanParahu. Penyebarannya tidak merata, pada daerah penelitian berada di daerah Selatan, dari Curug Dago menerus ke Selatan. 44 Gambar 2. 9 Singkapan Breksi Vulkanik Formasi Cikidang Lokasi : Curuk Dago Lava basalt, berwarna abu-abu kecoklatan, afanitik, kompak, bagian atas terdapat waktu jeda (interval) kaya akan lubang gas, beberapa memperlihatkan struktur kekar kolom. Ditemukan disepanjang lembah sungai Cikapundung dari Curug Dago menerus kearah Utara. Lava ini pengendapannya berupa aliran, dapat dilihat di Curug Dago. Penyebarannya hanya di daerah sekitar alirannya, hal ini dapat terlihat dari kontak lava dengan breksi vulkanik formasi Cikapundung yang berada diatasnya. 45 Gambar 2. 10 Singkapan Lava Basalt Lokasi : Curuk Dago Breksi vulkanik pada formasi Cikapundung berwarna abu-abu muda kecoklatan, bentuk butir menyudut sedang sampai menyudut. Berukuran butir piroklastik dari dari lapili sampai blok (80%), fragmen berupa batuan beku, batu apung, masa dasar tuf halus-kasar. Di lapangan breksi vulkanik ditemui berada diatas lava basalt, terdapat pada gua-gua wisata taman raya Ir. H. Juanda, dan pada dinding-dinding sepanjang Dago Pakar. 46 Gambar 2.11 Breksi Vulkanik Lokasi : Dago Pakar Tufa, berwarna coklat±coklat muda muda, berbutir halus, terdapat fragmen mineral batuan beku. Di lapangan terdapat pada anak-anak sungai Cikapundung di beberapa tempat. Penyebarannya di daerah penelitian pada daerah lokal, dimana merupakan sisipan dari breksi vulkanik formasi Cikapundung. 47 Gambar 2.12 Singkapan Tufa Lokasi : Anak Sungai Cikapundung, Mekarwangi 2.2.3.3 Struktur Geologi Secara umum batuan-batuan yang ada pada daerah penelitian merupakan hasil produk letusan gunung api tangkuban perahu atau gunung sunda purba, baik berupa jatuhan maupun lelehan. Endapan vulkanik di daerah penelitian memiliki penyebaran yang tidak merata dimana perlapisan yang dimiliki endapan vulkanik ini secara umum terlihat hampir mendatar 2.2.4 Sungai Sungai utama yang mengalir pada daerah penelitian adalah sungai Cikapundung dan anak sungai Cikapundung. Arah aliran sungai yang berada di daereah penelitian secara umum memiliki arah Utara ± Selatan. Berdasarkan tahapan siklus geomorfik (Davis, 1902) , sungai-sungai yang ada pada daerah penelitian masuk kedalam klasifikasi sungai dewasa. Dimana sungai pada tahapan dewasa ini dicirikan oleh erosi lateral telah mulai bekerja, sedimentasi dan 48 erosi mulai sebanding sehingga menghasilkan lembah sungai yang relatif simetris, mulai memperlihatkan kelokan-kelokan dengan sudut yang besar. Pola aliran sungai pada daerah penelitian merupakan pola sungai yang berbentuk paralel. Dimana pola berbentuk sejajar ini umunya terbentuk pada daerah dengan kemiringan umum lereng menengah sampai terjal, atau pada singkapan batuan yang lebar dan sejajar serta miring. Sungai Cikapundung memiliki hulu di sebelah Utara dan berhilir ke Sungai Citarum yang berada di Selatan. Pada daerah penelitian, sungai ini terletak diantara hilir dan hulunya, akan tetapi posisi sungai Cikapundung pada daerah penelitian lebih dekat kearah hulu. 49