universitas indonesia analisis praktik klinik keperawatan kesehatan

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN
MASYARAKAT PERKOTAAN PADA KLIEN DIABETES
MELLITUS TIPE 2 DENGAN INTERVENSI PENDIDIKAN
KESEHATAN TENTANG LATIHAN FISIK DI RUANG
PERAWATAN LT 5 UTARA GEDUNG TERATAI
RSUP FATMAWATI JAKARTA
KARYA ILMIAH AKHIR NERS
ANITA W. TOULASIK
1106129556
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM PROFESI NERS
DEPOK
JULI 2014
i
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN
MASYARAKAT PERKOTAAN PADA KLIEN DIABETES
MELLITUS TIPE 2 DENGAN INTERVENSI PENDIDIKAN
KESEHATAN TENTANG LATIHAN FISIKDI RUANG
PERAWATAN LT 5 UTARA GEDUNG TERATAI
RSUP FATMAWATI JAKARTA
KARYA ILMIAH AKHIR
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners
ANITA W. TOULASIK
1106129556
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM PROFESI NERS
DEPOK
JULI 2014
ii
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Karya Ilmiah Akhir Ners ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua surnber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Anita W. Toulasik, S.Kep.
NPM
: 1106129556
Tanda Tangan
Tanggal
: 12 Juli 2014
iii
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
HALAMAN PENGESAHAN
Karya Ilmiah Akhir Ners ini diajukan oleh :
Nama
: Anita W. Toulasik, S.Kep.
NPM
: 1106129556
Progam Studi
: Profesi Ners
Judul Karya Ilmiah Akhir : Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan
Masyarakat Perkotaan Pada Klien Diabetes Mellitus
Tipe 2 Dengan Intervensi Pendidikan Kesehatan
Tentang Latihan Fisik Di Ruang Lantai 5 Utara
Gedung Teratai Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati
Jakarta
Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners
pada program studi Profesi Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Ns. Arcellia F. Putri, S.Kep., M.Sc.
(
Penguji
(
: Ns. Khairul Nasri, S.Kep.
Ditetapkan di
: Depok
Tanggal
: 12 Juli 2014
iv
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena hanya
atas limpahan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan
Karya Ilmiah Akhir Ners (KIA-N) ini.
Penulisan KIA-N ini dilakukan untuk memenuhi persyaratan untuk memperoleh
gelar Ners generalis. Penulis menyadari bahwa penulisan KIA-N ini tidak akan
dapat terselesaikan tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Ns. Arcellia Faroshya Putri, S.Kep., M.Sc. selaku dosen pembimbing
yang telah berjerih lelah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk
memberikan bimbingan dan dorongan semangat selama menjalani praktik
profesi KKMP di RS maupun saat konsultasi di kampus.
2. Ibu Riri Maria, SKp., MANP selaku koordinator Mata Ajar KIA-N.
3. Dra Juaniti Sahar, Ph.D selaku dekan fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia.
4. Ns. Khairul Nasri, S.Kep., selaku kepala ruangan merangkap pembimbing
lapangan beserta staf di ruangan Lt 5 Utara gedung Teratai RSUP
Fatmawati yang telah menerima dan memberikan arahan bagi penulis
selama praktik klinik KKMP.
5. Para dokter yang bertugas di ruangan lantai 5 Utara gedung Teratai RSUP
Fatmawati.
6. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Timur yang telah
memfasilitasi dengan memberikan bantuan biaya pendidikan selama
penulis menjalani perkuliahan di FIK UI.
7. Teman-teman sekelompok dan seperjuangan selama praktik klinik di
RSUP Fatmawati (kak Rita, Tika dan Fany) yang selalu memberi
semangat.
v
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
8. Teman-teman seperjuangan FIK ekstensi 2011 terutama Imel, Munqidz,
Elida, Dewi yang selalu memberi dorongan semangat dan perhatian
selama pembuatan KIA-N ini.
9. Bapa Mesakh Toulasik, S.Pd. dan mama Yakoba Pada, A.Ma serta adikadik (Omi, Jefri, Mea, dan Fera) yang selalu memberikan dukungan
berupa doa, semangat dan dana selama penulis menjalani perkuliahan.
10. Bapak/ibu staf dosen Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan bimbingan selama penulis
mengikuti perkuliahan pada program sarjana dan profesi FIK UI.
11. Bapak/ibu staf pegawai yang bertugas di FIK UI yang telah membantu
penulis selama mengikuti perkuliahan di FIK UI.
12. Semua pihak yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
mendukung dalam doa, dana dan semangat selama penulis mengjalani
perkuliahan di FIK UI.
Semoga Tuhan sumber segala rahmat memberkati dan membalas kebaikan dari
bapak/ibu/saudara/saudari sekalian.
Depok, Juli 2014
Penulis
vi
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama
: Anita W. Toulasik
NPM
: 1106129556
Program Studi
: Profesi
Fakultas
: Ilmu Keperawatan
Jenis karya
: Karya Ilmiah Akhir Ners
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty
Free Rights) atas karya ilmiah akhir ners saya yang berjudul :
ANALISIS PRAKTIK KLINIK
KEPERAWATAN KESEHATAN MASALAH PERKOTAAN
PADA KLIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DENGAN INTERVENSI
PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG LATIHAN FISIK
DI RUANG PERAWATAN LT 5 UTARA GEDUNG TERATAI
RSUP FATMAWATI JAKARTA
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
mr,
Universitas
Indonesia
berhak
menyimpan,
Noneksklusif
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (data base),
merawat dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pemyataan ini saya buat dengan sebenamya.
Dibuat di
: Depok
Pada tanggal
: 12 Juli 2014
Yang Menyatakan
~&­
/7'
(Anita W. Toulasik)
vii
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
ABSTRAK
Nama
Program studi
Judul
: Anita W. Toulasik
: Profesi Ilmu Keperawatan
:Analisis Praktik Klinik Keperawatan Masyarakat
Perkotaan Pada Klien Diabetes Mellitus Tipe 2 Dengan
Intervensi Pendidikan Kesehatan Tentang Aktivitas Fisik
Di Ruang Perawatan Lantai 5 Utara Gedung Teratai
RSUP Fatmawati.
Diabetes mellitus tipe 2 adalah penyakit metabolik kronis dan progresif yang
banyak dialami oleh masyarakat di perkotaan. Salah satu faktor pemicunya adalah
gaya hidup kurang gerak. Salah satu masalah keperawatan yang timbul pada klien
diabetes mellitus tipe 2 adalah ketidakefektifan manajemen terapetik terkait
aktivitas fisik. Intervensi yang diberikan adalah pendidikan kesehatan. Studi
kasus ini bertujuan untuk menganalisis intervensi keperawatan pendidikan
kesehatan tentang latihan fisik bagi penderita DM tipe 2. Intervensi pendidikan
kesehatan tentang aktivitas fisik sebaiknya dilakukan berdasarkan model
transteori untuk meningkatkan perubahan perilaku klien.
Kata kunci :
Diabetes mellitus tipe 2, latihan fisik, ketidakefektifan manajemen terapeutik,
pendidikan kesehatan, model transteori
viii
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
ABSTRACT
Name
Study Programme
Titlle
: Anita W. Toulasik
: Profession of Nursing
: Analysis of Clinical Urban Health Nursing Practice
Toward The Type 2 Diabetes Mellitus Client Whose
Given Health Education of Physical Activity in The
North Fifth Floor of Teratai Building at Fatmawati
General Center Hospital Jakarta
Type 2 diabetes mellitus is a chronic metabolic and progressive disease that most
found among the urban residents. Sedentary life style is one of many factors that
cause it. One of the nursing problem found in type 2 diabetes mellitus client is
ineffectiveness of therapeutic management of physical activity. Intervention given
to overcome this problem is health education. Nursing intervention of health
education is better used based on trantheoritical model in order to enhance the
behaviour changes of the client.
Key words :
type 2 diabetes mellitus, physical activity, ineffectiveness of therapeutic
management, health education, transtheoretical model
ix
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ……………………………iii
HALAMAN PENGESAHAN…………………..…………………………. ..iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................... v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ……………..vii
ABSTRAK …………………………………………………………………...viii
DAFTAR ISI .................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xii
DAFTAR SKEMA .......................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xv
1. PENDAHULUAN...................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2. Tujuan Penulisan .................................................................................. 6
1.2.1 Tujuan Umum ............................................................................ 6
1.2.2 Tujuan Khusus ............................................................................ 7
1.3. Manfaat Penulisan ................................................................................ 7
1.3.1 Bagi Mahasiswa ......................................................................... 7
1.3.2 Bagi Institusi Pendidikan............................................................. 7
1.3.3 Bagi Institusi Rumah Sakit .......................................................... 7
1.3.4 Bagi Pengembangan Ilmu Keperawatan ..................................... 7
2. TINJAUAN TEORITIS ............................................................................ 8
2.1. Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan................................... 8
2.2. Diabetes Mellitus Tipe 2 ...................................................................... 10
2.2.1 Definisi ........................................................................................ 11
2.2.2 Penyebab .................................................................................... 12
2.2.3 Tanda dan Gejala ........................................................................ 15
2.3. Patofisiologi.......................................................................................... 16
2.4. Komplikasi ........................................................................................... 17
2.5. Pemeriksaan Penunjang........................................................................ 18
2.6 Penatalaksanaan ................................................................................... 19
2.6.1 Manajemen/pengaturan nutrisi .................................................... 19
2.6.2 Latihan Fisik/Olahraga ................................................................ 20
2.6.3 Pemantauan Glukosa .................................................................. 20
2.6.4 Terapi Farmakologi ..................................................................... 20
2.6.5 Pendidikan Kesehatan ................................................................. 20
2.7 Asuhan Keperawatan............................................................................ 21
2.7.1 Pengkajian ................................................................................... 21
2.7.2 Analisa Data ................................................................................ 22
2.7.3 Pendidikan Kesehatan Tentang Aktivitas Fisik Tentang
Aktivitas Fisik Untuk Mempertahankan Kadar Glukosa
Darah Dalam Rentang Normal .................................................... 23
2.8 Perencanaan Pulang.............................................................................. 25
x
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
3. LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA........................................... 26
3.1 Pengkajian ............................................................................................ 26
3.1.1 Identitas Klien ............................................................................ 26
3.1.2 Anamnesis ................................................................................... 26
3.1.2.1 Riwayat Kesehatan Utama .............................................. 26
3.1.2.2 Riwayat Penyakit Dahulu ............................................... 27
3.1.2.3 Riwayat Kesehatan Keluarga .......................................... 28
3.1.3 Anamnesa Keadaan Kesehatan Saat Ini dan Pemeriksaan
Fisik ............................................................................................ 29
3.1.4 Pemeriksaan Laboratorium.......................................................... 31
3.1.5 Pemeriksaan Diagnostik .............................................................. 32
3.1.6 Penatalaksanaan Medikasi .......................................................... 33
3.2 Web of Caution .................................................................................... 34
3.3 Rencana Asuhan Keperawatan dan Implementasi ............................... 35
3.3.1 Analisa Data ............................................................................... 35
3.3.2 Asuhan Keperawatan .................................................................. 35
3.4 Evaluasi Keperawatan .......................................................................... 36
3.5 Perencanaan Pulang.............................................................................. 36
PEMBAHASAN ........................................................................................... 37
4.1 Analisis Masalah Keperawatan Kesehatan Masyarakat
Perkotaan .............................................................................................. 37
4.2 Analisis Kasus ..................................................................................... 39
4.2.1 Faktor Risiko Diabetes Mellitus Tipe 2 ...................................... 39
4.2.2 Tanda dan Gejala ......................................................................... 42
4.2.3 Komplikasi .................................................................................. 43
4.2.4 Pemeriksaan Penunjang............................................................... 44
4.3 Analisis Intervensi Latihan Fisik Pada Klien Dengan Diabetes
Mellitus Tipe 2 .................................................................................... 45
PENUTUP .................................................................................................... 49
5.1. Kesimpulan ............................................................................................. 49
5.2. Saran ....................................................................................................... 50
REFERENSI ............................................................................................... 51
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
xi
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
DAFTAR GAMBAR
3.1.5.2
Pemeriksaan Diagnostik : Elektrokardiografi bpk. N.H tanggal
30 Mei 2014
xii
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
DAFTAR SKEMA
Patofisiologi Diabetes Mellitus Tipe 2 …………………………… 16
Web of Caution …………………………………………………… 34
xiii
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
DAFTAR TABEL
3.1.4
Pemeriksaan Laboratorium
3.1.4.1 Hasil Laboratorium darah lengkap dan kimia darah bpk N.H
tanggal 31 Mei 2014
3.1.4.2 Hasil Laboratorium analisa gas darah bpk. N.H tanggal 31 Mei
2014
3.1.4.3 Hasil laboratorium glukometer bpk. N.H tanggal 01 Juni 2014 s/d
4 Juni 2014
3.1.4.4 Hasil laboratorium keton darah bpk. N.H tanggal 01 Juni 2014
3.1.4.5 Hasil laboratorium darah lengkap bpk. N.H tanggal 02 Juni 2014
3.1.4.6 Hasil laboratorium kimia darah bpk. N.H tanggal 02 Juni 2014
3.1.4.7 hasil laboratorium kimia darah bpk N.H. tanggal 02 Juni 2014
3.1.4.8 Hasil laboratorium urinalisa dan sedimen urin bpk. N.H. tanggal
02 Juni 2014
3.1.4.9 Hasil laboratorium hapusan darah tepi bpk. N.H. tanggal 02 Juni
2014
xiv
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Satuan Acara Pengajaran (SAP) Aktivitas Fisik Untuk Penyandang
Diabetes Mellitus Tipe 2
Lampiran 2
Materi Pendidikan Kesehatan Terkait Aktivitas Fisik Untuk
Penyandang Diabetes Mellitus Tipe 2
Lampiran 3
Leaflet Aktivitas Fisik Untuk Penyandang Diabetes Mellitus Tipe 2
Lampiran 4
Pemeriksaan Laboratorium bpk. N.H.
Lampiran 5
Pemeriksaan Diagnostik bpk. N.H
Lampiran 6
Analisa Data klien bpk. N.H
Lampiran 7
Rencana Asuhan Keperawatan klien bpk. N.H
Lampiran 8
Catatan Perkembangan klien bpk. N.H
Lampiran 9
Jurnal 1
Lampiran 10 Jurnal 2
xv
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Perkotaan merupakan suatu wilayah yang memiliki jumlah penduduk yang
lebih banyak serta memiliki latar belakang budaya yang bervariasi dibanding
dengan penduduk yang ada di wilayah pedesaan. Stanhope & Lancaster
(2006) mendefinisikan perkotaan sebagai suatu wilayah geografis dengan
jumlah
populasi penduduk yang padat, yakni terdiri dari 99 orang yang
bertempat tinggal dalam area seluas satu meter persegi, sebuah kota yang
memiliki jumlah penduduk minimal 20.000 orang namun tidak lebih dari
50.000 orang. Padatnya jumlah penduduk yang ada di daerah perkotaan
merupakan akibat dari arus urbanisasi yang terus meningkat. Hal ini
umumnya terjadi di negara-negara yang sedang berkembang, terutama di Asia
dan Afrika (Kappor, Bhardwaj, Kumar, & Raina, 2014). Indonesia merupakan
salah satu negara berkembang di wilayah Asia yang memiliki arus urbanisasi
yang cukup tinggi. Menurut World Health Organization/WHO (2010),
penyakit tidak menular merupakan salah satu penyebab kematian secara
global, yaitu sebesar dua per tiga atau 36 juta dari 57 juta kematian
disebabkan oleh penyakit tidak menular. Ada empat macam penyakit tidak
menular menular yang saat ini paling banyak diderita oleh penduduk dunia,
yaitu penyakit kardiovaskular, kanker, diabetes, dan penyakit paru kronis.
Saat ini, keempat penyakit tidak menular ini, tidak saja diderita oleh
penduduk di negara maju tetapi juga di negara-negara berkembang
(WHO,2008 dalam Today’s research on aging, 2012).
1
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
2
Diabetes mellitus sebagai salah satu penyakit tidak menular penyebab
kematian di seluruh dunia diperhitungkan akan mengalami peningkatan
jumlah penderitanya dari 194 juta orang pada tahun 2003 menjadi 334 juta
orang pada tahun 2030 (International Diabetes Federation dalam Wild,
Roglic, Green, Sicree, & King, 2004). Prevalensi diabetes mellitus terutama
diabetes mellitus tipe 2 pada orang dewasa berusia 20-70 tahun diperkirakan
akan mengalami peningkatan dari 285 juta orang pada tahun 2010 menjadi
438 juta orang pada tahun 2030 (Ramachandran, Snehalatha, Shetty &
Nandita, 2012).
Di wilayah Asia, Indonesia menduduki peringkat keempat sebagai negara
dengan penderita diabetes mellitus terbanyak di dunia setelah India, China,
dan Amerika Serikat. Jumlah penderita diabetes mellitus di Indonesia
diperkirakan akan mengalami peningkatan dari 8,4 juta orang pada tahun 2000
menjadi 21,3 juta orang pada tahun 2030 (Wild, Roglic, Green, Sicree, &
King, 2004). National Diabetes Fact Sheet (2011) menunjukkan bahwa
penderita diabetes mellitus di Amerika Serikat mencapai angka 25,8 juta
orang yang terdiri dari orang dewasa dan anak-anak, yang berarti bahwa 8,3%
dari populasi penduduk Amerika menderita diabetes mellitus. Diperkirakan
bahwa sebanyak 113 juta orang penduduk Asia menderita diabetes mellitus,
dengan 95% diantaranya merupakan penderita diabetes mellitus tipe 2.
Di wilayah Asia Pasifik, Indonesia menduduki urutan ketujuh sebagai negara
dengan jumlah penderita diabetes mellitus tipe 2 terbanyak, setelah India,
China, Jepang, Thailand, Filipina, dan Korea dengan jumlah penderita
diabetes mellitus tipe 2 sebesar 2,8 juta (Routley, 2011).
WHO memperkirakan bahwa jumlah penderita diabetes mellitus di Indonesia
akan mengalami peningkatan dari 8,4 juta orang pada tahun 2000 menjadi
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
3
sekitar 21,3 juta orang pada tahun 2030. Demikian juga dengan International
Diabetes Federation (IDF) tahun 2009 yang menyatakan bahwa akan terjadi
kenaikan jumlah penderita diabetes mellitus di Indonesia dari 7,0 juta orang
menjadi sebesar 12,7 juta orang pada tahun 2030. Meskipun kedua organisasi
ini memaparkan jumlah yang berbeda namun tetap menunjukkan adanya
kemungkinan yang sama, yaitu peningkatan jumlah penderita diabetes
mellitus.
Menurut hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2013 terdapat kecenderungan
peningkatan prevalensi penyakit diabetes mellitus. Hal ini dilihat dari hasil
wawancara, yakni terjadi peningkatan menjadi sebesar 2,1% pada tahun 2013
dibandingkan dengan pada tahun 2007 yang hanya sebesar 1,1%.
Diabetes mellitus tipe 2 termasuk dalam penyakit tidak menular yang bersifat
kronis dan progresif, yang disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan.
Faktor genetik yang dimiliki oleh penderita diabetes mellitus tipe 2 adalah
faktor yang tidak dapat dimodifikasi, sebaliknya faktor lingkungan merupakan
faktor yang dapat dimodifikasi, meskipun proses penuaan sebagai bagian dari
faktor lingkungan merupakan hal yang tidak dapat dihentikan. Faktor
lingkungan yang mempengaruhi terjadinya penyakit diabetes mellitus namun
dapat dimodifikasi adalah gaya hidup. Faktor gaya hidup terdiri dari pola
makan yang tidak sehat, pola aktivitas/olahraga yang kurang, tingkat stress
psikologis yang tinggi, obesitas, serta kebiasaan merokok dan mengkonsumsi
minuman beralkohol dalam jumlah yang banyak.
Aktivitas fisik yang kurang (sedentary lifestyle) merupakan salah satu faktor
yang meningkatkan risiko terjadinya diabetes mellitus tipe 2, terutama pada
masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan. Menurut Laufs, Wassmann,
Czech, Mṻnzel, Eisenhauer, Bohm, & Neikenig (2005) prevalensi orang
dewasa yang memiliki gaya hidup tidak aktif (sedentary lifestyle) mengalami
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
4
peningkatan, yaitu sebesar 40% melaporkan hanya melakukan aktivitas fisik
kurang dari 10 menit setiap hari dalam seminggu.
WHO (2010) melaporkan bahwa sekitar 3,2 juta orang di dunia meninggal
setiap tahun akibat tidak aktif secara fisik. Orang yang tidak aktif secara fisik
memiliki peningkatan risiko sebesar 20-30% mengalami kematian oleh karena
berbagai penyebab. Aktivitas fisik/olahraga yang teratur mengurangi risiko
terjadinya penyakit jantung dan pembuluh darah, seperti tekanan darah tinggi,
diabetes mellitus, kanker payudara dan kanker kolon, serta depresi (WHO,
2010). Aktivitas fisik merupakan intervensi yang potensial untuk mencegah
dan mengatasi penyakit diabetes mellitus tipe 2 terutama apabila dilakukan
bersama-sama dengan intervensi gaya hidup sehat yang lainnya.
Perawat sebagai bagian dari tim kesehatan perlu memberikan motivasi untuk
membentuk perilaku hidup sehat dengan melakukan aktivitas fisik yang cukup
bagi penderita diabetes mellitus. Salah satu jenis aktivitas fisik paling alami
yang dapat dilakukan oleh penderita diabetes mellitus adalah jalan kaki (De
Feo & Schwarz, 2013). Aktivitas fisik yang memadai yang perlu dilakukan
oleh penderita diabetes mellitus adalah aktivitas fisik yang dilakukan minimal
selama 5 hari dalam seminggu dan setiap kali minimal berdurasi 30 menit.
Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati terletak di Jl. Rumah Sakit
Fatmawati Cilandak yang didirikan pada tahun 1954 oleh mantan presiden
Soekarno. RSUP Fatmawati merupakan rumah sakit pendidikan tipe A.
Berdasarkan hasil observasi selama melakukan praktik klinik keperawatan
kesehatan masalah perkotaan di gedung Teratai lantai 5 Utara RSUP
Fatmawati, umumnya klien dengan diabetes mellitus tipe 2 yang dirawat di
ruangan masuk karena hipoglikemia dan hiperglikemia. Data yang diperoleh
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
5
dari sensus harian ruangan lantai 5 Utara gedung Teratai RSUP Fatmawati,
jumlah klien yang dirawat dengan penyakit diabetes mellitus pada bulan
Januari 2014 sampai dengan April 2014 adalah sebanyak 11,6 % atau 76
orang dari 650 orang klien.
Berdasarkan hasil wawancara, umumnya klien dengan diabetes mellitus tipe 2
yang dirawat di ruangan, jarang atau tidak pernah melakukan aktivitas fisik
yang cukup. Hal ini disebabkan karena kesibukan bekerja, faktor ekonomi
yang kurang, maupun karena kurangnya pengetahuan mengenai aktivitas fisik
dan manfaatnya terhadap kesehatan.
Penderita diabetes mellitus tipe 2 yang pernah menjalani perawatan di rumah
sakit sering mengalami kekambuhan dan harus kembali lagi ke rumah sakit
untuk memperoleh perawatan. Umumnya penyebab dirawatnya kembali
penderita diabetes di rumah sakit adalah karena mengalami keadaan
hipoglikemia, hiperglikemia, ataupun karena mengalami komplikasi lanjutan,
seperti mengalami ketoasidosis, gagal ginjal kronis, ataupun ulkus gangren.
Pada klien yang menderita penyakit diabetes mellitus tipe 2 dapat terjadi
beberapa masalah keperawatan, antara lain, risiko kurang volume cairan,
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, risiko infeksi, risiko
cedera gangguan persepsi/senosori (taktil/visual), ketidakefektifan pola
seksual,
ketidakefektifan
penatalaksanaan
program
terapeutik,
ketidakberdayaan, ketakutan, penurunan koping keluarga, dan ketidakpatuhan
(Wilkonson & Ahern, 2012).
Ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik merupakan salah satu
masalah keperawatan yang sering terjadi pada klien yang menderita diabetes
mellitus tipe 2.
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
6
Hal ini dapat disebabkan karena kurangnya pengetahuan klien atau keluarga,
antara lain mengenai proses penyakit, diet dan keseimbangan latihan,
pemantauan dan pengobatan mandiri, perawatan kaki, tanda dan gejala
komplikasi, ataupun sumber-sumber yang ada di komunitas (Wilkinson &
Ahern, 2014).
Intervensi keperawatan yang dapat diberikan untuk mengatasi masalah
keperawatan ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik antara lain,
penetapan tujuan asuhan keperawatan bersama klien dan mengembangkan
rencana untuk pencapaian tujuan tersebut, pembuatan kontrak dengan klien
untuk perubahan perilaku yang telah disepakati terkait dengan pengobatan dan
perawatan, dan penyuluhan tentang proses penyakit, penyuluhan tentang
program aktivitas/latihan, penyuluhan tentang program diet, serta penyuluhan
tentang obat resep (Wilkonson & Ahern, 2014).
Berdasarkan hal tersebut di atas maka penulis ingin melakukan analisis
intervensi tentang pendidikan kesehatan aktivitas fisik pada penderita diabetes
mellitus di ruang lantai 5 Utara gedung Teratai RSUP Fatmawati.
1.2
Tujuan Penulisan
1.2.1
Tujuan Umum
Untuk menggambarkan tentang analisis praktik klinik keperawatan
kesehatan masyarakat perkotaan pada klien diabetes mellitus yang
diberi intervensi pendidikan kesehatan tentang aktivitas fisik
(olahraga) di ruang rawat gedung Teratai lantai 5 Utara RSUP
Fatmawati.
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
7
1.2.2
Tujuan Khusus
1.2.2.1
menggambarkan tentang penyakit diabetes mellitus dalam
konteks
masalah
keperawatan
kesehatan
masyarakat
tentang
pemberian
perkotaan.
1.2.2.2
melakukan
analisis
intervensi
pendidikan kesehatn tentang aktivitas fisik (olahraga) pada
klien dengan diabetes mellitus tipe 2.
1.3
Manfaat Penulisan
1.3.1
Bagi Mahasiswa
Meningkatkan pemahaman dan kemampuan analisis dalam merawat
klien dengan diabetes mellitus tipe 2.
1.3.2
Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan masukan untuk bahan pembelajaran mahasiswa
mengenai penyakit diabetes mellitus tipe 2.
1.3.3
Bagi Institusi Rumah Sakit
Sebagai masukan untuk pemberian asuhan keperawatan terhadap klien
yang menderita penyakit diabetes mellitus tipe 2.
1.3.4 Bagi Pengembangan Ilmu Keperawatan
Diharapkan ada penelitian selanjutnya yang dilakukan untuk
menganalisis intervensi pemberian motivasi untuk melakukan aktivitas
fisik pada klien dengan diabetes mellitus tipe 2 dengan menggunakan
model transteori.
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
8
BAB 2
TINJAUAN TEORI
Dalam bab 2 ini akan dibahas mengenai tinjauan teori yang berkaitan dengan
keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan dan penyakit diabetes mellitus tipe 2.
2.1
Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan
Keperawatan
kesehatan
masyarakat
perkotaan
merupakan
pelayanan
keperawatan profesional yang merupakan perpaduan antara konsep kesehatan
masyarakat dan konsep keperawatan yang diberikan untuk memberikan
pelayanan terhadap masalah kesehatan yang dialami oleh masyarakat yang
tinggal di daerah perkotaan. Menurut Stanhope & Lancaster (2006) perkotaan
adalah suatu wilayah yang secara geografis bukan merupakan daerah pedesaan
dengan jumlah penduduk yang lebih padat, yaitu lebih dari 99 (sembilan puluh
sembilan) orang per meter persegi, sebuah kota yang memiliki populasi
penduduk minimal 20.000 orang tidak lebih dari 50.000 orang. Separuh dari
penduduk dunia saat ini berada di daerah perkotaan dan diperkirakan bahwa
dalam 30 tahun mendatang dua per tiga dari penduduk dunia akan berada di
perkotaan (Vlahov, Freudenberg, Proietti, Ompad, Quinn, Nandi & Galea,
2007). Peningkatan populasi masyarakat di daerah perkotaan serta proses
penuaan merupakan faktor penentu utama terhadap peningkatan insiden
diabetes secara global. Urbanisasi menyebabkan beberapa pengaruh buruk,
seperti penururnan aktivitas fisik, kebiasaan mengkonsumsi makanan tinggi
kalori sehingga menyebabkan menyebabkan peningkatan indeks massa tubuh
dan peningkatan lemak pada tubuh bagian atas (Ramachandran, Snehalatha,
Shetty & Nanditha, 2012).
8
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
9
Perkotaan merupakan lingkungan yang baik sekaligus buruk bagi kesehatan dan
kesejahteraan (WHO & UN-HABITAT, 2010). Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi kesehatan di perkotaan, antara lain, pemerintahan kota,
karakteristik populasi penduduk, lingkungan (alam dan infrastruktur),
lingkungan sosial dan ekonomi, kualitas dan keamanan makanan, manajemen
pelayanan dan kedaruratan kesehatan.
WHO & United Nations Human Settlements Programme/UN-HABITAT
(2010), menyatakan bahwa terdapat tiga jenis masalah kesehatan yang berisiko
terjadi di daerah perkotaan, yaitu penyakit infeksi yang diperparah oleh kondisi
lingkungan hidup yang buruk, penyakit tidak menular (seperti, penyakit
jantung, kanker, diabetes) yang diperburuk oleh karena penggunaan tembakau,
diet yang tidak sehat, kurangnya aktivitas fisik/olahraga, serta konsumsi
alkohol, dan kecelakaan (meliputi, kecelakaan di jalan raya serta kekerasan).
Urbanisasi menyebabkan perubahan gaya hidup yaitu, konsumsi makanan cepat
saji dan makanan tinggi lemak yang makin meningkat, kurang gerak/kurang
berolahraga, serta penyalahgunaan zat, seperti tembakau dan alkohol yang
memicu terjadinya penyakit kronis, salah satunya adalah diabetes mellitus
(Kappor, Bhardwaj, Kumar, & Raina, 2014). Diabetes mellitus terutama
diabetes mellitus tipe 2 adalah penyakit tidak menular yang saat ini banyak
diderita oleh masyarakat di daerah perkotaan. Hal ini dapat disebabkan oleh
faktor gaya hidup kurang sehat yang cenderung dilakukan oleh masyarakat di
daerah perkotaan. Gaya hidup yang kurang sehat tersebut meliputi konsumsi
makanan yang tidak sehat (seperti makanan cepat saji sehingga menyebabkan
obesitas), kurang gerak (berolahraga) yang disebabkan karena berbagai faktor,
seperti kurangnya akses terhadap sarana olahraga akibat faktor sosial ekonomi
yang tidak memadai (kesibukan bekerja, transportasi yang kurang dan
kemacetan), ataupun faktor pendidikan, yaitu kurangnya pengetahuan mengenai
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
10
manfaat perilaku hidup sehat seperti diet sehat serta olahraga terhadap
kesehatan.
2.2
Diabetes Mellitus tipe 2
Diabetes mellitus merupakan penyakit yang disebabkan karena adanya
gangguan pada pankreas, sehingga menggangu metabolism karbohidrat, lemak
dan protein. Sebagian ahli menyatakan bahwa diabetes mellitus yang terjadi
pada orang dewasa merupakan salah satu konsekuensi dari sindrom metabolik
yang meliputi obesitas, terutama di daerah sekitar perut, tekanan darah tinggi,
kadar trigliserida dalam darah yang tinggi, low density lipoprotein (LDL) yang
tinggi, glukosa darah yang tinggi serta kadar high density lipoprotein (HDL)
yang rendah (Timby & Smith, 2010).
Secara keseluruhan terdapat empat jenis penyakit diabetes yaitu, diabetes
mellitus tipe 1, diabetes mellitus tipe 2, diabetes insipidus, dan diabetes mellitus
gestasionsal. Diabetes mellitus tipe 1 umumnya terjadi karena kerusakan sel
beta pulau Langerhans pankreas akibat infeksi virus atau proses autoimun,
sehingga tidak dapat memproduksi insulin sama sekali. Diabetes mellitus tipe 2
terjadi karena resistensi insulin pada sel target atau insufisiensi insulin yang
diproduksi oleh sel beta pulau Langerhans pancreas. Diabetes
insipidus
merupakan penyakit diabetes yang berhubungan dengan kerja hormon
antiduretik (antiduretic hormone/ADH). Diabetes insipidus terbagi atas dua
jenis, yaitu diabetes insipidus jenis sentral (neurogenik) dan diabetes insipidus
nefrogenik. Diabetes insipidus sentral (neurogenik) terjadi akibat kekurangan
hormone antidiuretik atau vasopressin akibat gangguan pada neuron sekretori
ADH di hipotalamus karena adanya kelainan kongenital atau akibat adanya
tumor, trauma kepala, inflamasi, maupun perdarahan (Chang, Daly, & Elliot;
2010). Sedangkan diabetes insipidus jenis nefrogenik terjadi akibat ginjal tidak
mampu merespon hormon ADH meskipun prosuksinya normal. Hal ini dapat
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
11
disebabkan oleh gangguan primer akibat kelainan genetik, maupun gangguan
sekunder karena adanya penyakit ginjal, hipokalemia, hiperkalsemia, atau
karena adanya obat yang menghambat kerja hormone ADH, seperti lithium.
(Chang, Daly, & Elliot; 2010).
Di antara keempat macam penyakit diabetes mellitus ini, diabetes mellitus tipe
2 yang dahulu disebut sebagai non insulin dependent diabetes mellitus
(NIDDM) merupakan jenis diabetes yang paling banyak terjadi terutama pada
orang dewasa, yaitu 90%-95% dari seluruh penderita diabetes mellitus, 80%
diantaranya adalah klien yang mengalami obesitas, sedangkan 20% sisanya
tidak mengalami obesitas (Smeltzer & Bare, 2000). Diabetes mellitus tipe 2
terjadi akibat resistensi insulin atau insufisiensi insulin. Resistensi insulin dapat
terjadi karena kurangnya suatu jenis zat yang disebut transmembrane gluocose
transporter pada permukaan sel. Transmembrane glucose transporter ini
berfungsi sebagai channel (saluran) yang memfasilitasi difusi glukosa ke dalam
sel. Pada penderita diabetes mellitus tipe 2 zat ini hanya berfungsi efektif
sebanyak 20%. (Timby & Smith, 2010).
2.2.1
Definisi
Secara harafiah, diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti
“siphon (tube)” atau “mengalir melalui”, yang menunjukkan terjadinya
pengeluaran urin dalam jumlah banyak pada penyakit ini, sedangkan
mellitus berarti “manis” atau “menyerupai madu”, yang menunjukkan
pada keadaan urin penderita diabetes mellitus yang terasa manis akibat
adanya glukosa di dalamnya (Chang, Daly & Elliot, 2010; Sherwood,
2011).
Diabetes mellitus tipe 2 adalah suatu gangguan metabolisme yang
disebabkan oleh kurangnya kepekaan/kemampuan sel-sel target untuk
berespon
terhadap insulin
sehingga terjadi
resistensi
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
insulin,
Universitas Indonesia
12
ketidakmampuan hati untuk mengeluarkan glukosa dan berkurangnya
fungsi sel-sel β pulau Langerhans pancreas (Winkelman, Warkman, &
Hausman; 2010).
2.2.2
Penyebab
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya diabetes mellitus
tipe 2, antara lain :
a.
Insufisiensi insulin relatif
Faktor genetik berperan dalam terjadinya resistensi insulin
relative pada diabetes mellitus tipe 2.
Hal ini dibuktikan
dengan angka kemungkinan terjadinya diabetes mellitus tipe
pada saudara kembar identik yang cukup tinggi, yaitu sebesar
60% - 80%, sedangkan pada anggota keluarga dekat penderita
diabetes mellitus tipe 2 dan pada kembar tidak identik, risiko/
kemungkinan menderita penyakit ini adalah 5-10 kali lebih
besar dari individu dengan usia dan berat yang sama namun
tidak memiliki riwayat keluarga yang menderita penyakit ini
(Kumar, Cotran, & Robbins, 2007)
b.
Resistensi insulin.
Resistensi insulin oleh sel-sel target yang disebabkan karena
berbagai faktor antara lain, faktor lingkungan, seperti obesitas,
gaya hidup tidak sehat seperti, makan yang berlebihan, kurang
olahraga, serta stress, dan proses penuaan (Kaku, 2010).
Kebiasaan mengkonsumsi makanan yang berlebihan, terutama
makanan yang memiliki indeks glikemik tinggi dapat memicu
terjadinya resistensi insulin. Indeks glikemik merupakan nilai
yang menunjukkan seberapa tinggi kenaikan glukosa dalam
darah seseorang setelah mengkonsumsi jenis makanan tertentu
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
13
yang mengandung karbohidrat (Mendosa, 2011). Menurut
Jenkins et al, 1981 dalam Premanath, Gowdappa, Mahesh &
Babu,
2011
indeks
menggambarkan
mengkonsumsi
glikemiks
respon
glukosa
adalah
dalam
nilai
darah
yang
setelah
makanan yang mengandung karbohidrat,
dibandingkan dengan makanan rujukan yaitu biasanya glukosa.
Semakin tinggi nilai glikemiks indeks suatu makanan, semakin
tinggi kenaikan kadar glukosa dalam darah yang akan terjadi
setelah mengkonsumsi makanan tersebut. Nilai glikemiks
indeks makanan terbagi atas tiga katergori, yaitu nilai
glikemiks indeks rendah, sedang, dan tinggi. Suatu makanan
dikatakan memiliki nilai glikemiks indeks yang rendah apabila
nilainya kurang dari 55. Nilai indeks glikemiks sedang yaitu
apabila berkisar antara 56-69. Sedangkan nilai glikemiks
indeks tinggi, apabila berkisar antara 70-100 (Mendosa, 2011).
Selain beberapa faktor lingkungan yang telah disebutkan di
atas, terdapat faktor gaya hidup tidak sehat lainnya yang dapat
menyebabkan
mengkonsumsi
terjadinya
alkohol
DM
tipe
dan
2,
yaitu
merokok.
kebiasaan
Kebiasaan
mengkonsumsi minuman alkohol dapat membawa pengaruh
positif dan negatif terhadap resistensi insulin. Hal ini
tergantung pada jumlah alkohol yang dikonsumsi, jenis
kelamin
dan
indeks
massa
tubuh
individu.
Kebiasan
mengkonsumsi minuman beralkohol dalam jumlah yang
banyakdapat meningkatnya risiko terjadinya diabetes mellitus
tipe 2 pada wanita dengan indeks massa tubuh kurang dari
normal atau normal (Tsamura et al, 1999 dalam Carlsson,
Hammar, Grill, & Kaprio, 2003). Hal ini sama dengan hasil
penelitian dari Carlsson, Hammar, Grill & Kaprio, 2003 yang
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
14
menyatakan bahwa konsumsi alkohol lebih dari 20 gram per
hari akan meningkatkan risiko terjadinya DM tipe 2 pada
wanita yang kurus tetapi tidak pada wanita yang overweight
dan laki-laki. Penelitian yang dilakukan oleh Carlsson,
Hammar,
Grill
&
Kaprio
(2003)
menyatakan
bahwa
mengkonsumsi alkohol dalam jumlah sedang (5-29,9 gram/hari
pada laki-laki dan 5-19,9 gram/hari pada perempuan) yang
memiliki indeks massa tubuh lebih dari atau sama dengan 25
kg/m2 dapat mengurangi risiko terjadinya DM tipe 2 sebesar
30-40%.
Selain kebiasaan mengkonsumsi minuman alkohol, kebiasaan
merokok meningkatkan risiko terjadinya penyakit diabetes
mellitus tipe 2.
Tidak saja perokok yang aktif, perokok pasif juga berisiko
menderita DM tipe 2. Hal ini disebabkan karena merokok (baik
aktif maupun pasif) menimbulkan efek sistemik yang meliputi
stress oksidatif inflamasi sistemik dan disfungsi endothelial
yang mempengaruhi terjadinya resistensi insulin (Zhang,
Curhan, Hu, Rimm, & Forman, 2011). Selain itu meskipun
individu yang merokok cenderung memiliki indeks massa
tubuh yang lebih rendah dibanding dengan yang tidak merokok,
tetapi memiliki adiposity atau lemak sentral yang tinggi,
sehingga
meningkatkan
kadar
hormon
resistin
yang
menyebabkan terjadinya resistensi insulin (Sherwood, 2011).
Mekanisme lainnya yang mendasari teori bahwa merokok
meningkatkan risiko terjadinya DM tipe 2 adalah bahwa
merokok secara lansung memicu terjadinya inflamasi pada
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
15
pankreas sehingga merusak fungsi sel β pulau Langerhans
(Zhang, Curhan, Hu, Rimm, & Forman, 2011).
2.2.3 Tanda dan gejala
Tanda dan gejala serta kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan
seorang individu menderita diabetes mellitus, antara lain : adanya trias
poli (3 P), yaitu polidipsi (banyak minum), polifagia (banyak makan),
dan poliuria (banyak kencing), serta adanya penurunan berat badan.
Sedangkan menurut Mahler & Adler (1999), kriteria yang dapat
digunakan untuk menentukan seseorang mengalami diabetes tipe 2,
adalah :

Nilai tes toleransi glukosa oral (75 mg) setelah 2 jam adalah ≥
200 mg/dL

Nilai glukosa plasma acak ≥ 200 mg/dL disertai dengan gejalagejala diabetes mellitus.

Glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dL, pada lebih dari satu waktu.
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
16
2.3
Patofisiologi
Pada diabetes mellitus tipe 2 terjadi insufisiensi insulin relatif dan resistensi
insulin. Hal ini tidak berkaitan dengan adanya faktor autoimun, seperti yang
terjadi pada diabetes mellitus tipe 1. Faktor genetik dan lingkungan, seperti
gaya hidup yang kurang sehat (kegemukan serta kurang berolahraga)
memegang peranan besar pada terjadinya diabetes mellitus tipe 2.
Faktor genetik
faktor lingkungan
(Obesitas, kurang olahraga,
merokok, penuaan)
Kerusakan/gangguan
sekresi insulin
Resistensi insulin
- Glukotoxicity
- lipotoxicity
Gangguan kerja insulin
pada organ target utama,
seperti hati dan otot
Penurunan massa sel-sel β
pulau Langerhans
pankreas
Ketidakmampuan
mentranspor glukosa ke
dalam sel
Penurunan fungsi sel β
Metabolisme terganggu
Gangguan pengontrolan
gula darah jangka panjang
Glukosa tidak dapat
disimpan atau digunakan
oleh sel
Hiperglikemia
Kelelahan sel β
Diabetes Mellitus Tipe 2
(Bagan 1.1 Patofisiologi DM tipe 2)
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
17
2.4
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita diabetes mellitus tipe 2 umumnya
sama dengan diabetes mellitus tipe 1, yakni terbagi atas dua, komplikasi akut
dan kronik. Komplikasi akut diabetes mellitus tipe 2 terdiri dari, ketoasidosis
diabetikum/diabetic
ketoacidosis
(DKA)
dan
sindrom
hiperglikemik
hiperosmolar/hiperglycemic hiperosmolar nonketotic syndrome (HHNS).
Komplikasi kronik diabetes mellitus tipe 2, antara lain terjadinya penyakit
makrovaskuler dan penyakit mikrovaskuler. Penyakit makrovaskular yang
dapat terjadi sebagai akibat dari komplikasi kronis diabetes mellitus tipe 2
antara lain, coronary artery disease (CAD) dan aterosklerosis yang dapat
menyebabkan terjadinya penyakit jantung (infark miokardium). Sedangkan
penyakit mikrovaskular yang dapat terjadi sebagai akibat dari komplikasi kronis
diabetes mellitus dapat mempengaruhi aliran darah pada pembuluh darah kecil
di berbagai organ tubuh. Berbagai organ tersebut antara lain, pada ginjal dapat
terjadi nefropati yang dapat menyebabkan hipertensi, pada otak dapat terjadi
mikroangiopati pembuluh darah serebral, yang dapat menyebabkan infark
serebrovaskular dan perdarahan, yang juga dapat dipengaruhi oleh hipertensi
dan aterosklerosis. Pada mata, dapat terjadi retinopati, katarak, dan glaukoma.
Pada pembuluh darah ginjal dapat terjadi pula nefrosklerosis sehingga
menyebabkan glumerulosklerosis dan pielonefritis. Pada pembuluh darah kecil
di lambung dapat terjadi gastroparesis. Pada pembuluh darah perifer dapat
terjadi aterosklerosis sehingga menyebabkan infeksi luka (gangren) sedangkan
pada saraf dapat terjadi neuropati perifer. Komplikasi nefropati diabetes terjadi
karena ginjal merupakan komplikasi utama dari diabetes mellitus, selain infark
miokardium yang menjadi penyebab kematian pada klien yang menderita
penyakit diabetes mellitus tipe 2.
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
18
2.5
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita diabetes mellitus
tipe 2, antara lain :
 Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah, berupa glukosa darah puasa, glukosa darah 2
jam setelah puasa, glukosa darah sewaktu, dan hemoglobin
glikosilat/HbA1c (Goldenberg, R. & Punthakee, Z.; 2013)
- Pemeriksaan glukosa darah puasa dilakukan dengan cara
mempuasakan klien dengan cara tidak mengkonsumsi kalori
apapun selama 8 jam. Nilai laboratorium glukosa darah
puasa
lebih
dari
atau
sama
dengan
7
mmol/L
mengindikasikan bahwa klien menderita diabetes mellitus.
- Pemeriksaan glukosa darah 2 jam setelah mengkonsumsi 75
gram glukosa. Nilai laboratorium glukosa darah lebih dari
atau sama dengan 11,1 mmol/L mengindikasikan bahwa
klien menderita diabetes mellitus.
- Pemeriksaan glukosa darah sewaktu, yaitu dilakukan tanpa
memperhatikan
interval
waktu
terakhir
kali
klien
mengkonsumsi makanan. Nilai laboratorium glukosa darah
sewaktu lebih dari atau sama dengan 11,1 mmol/L
mengindikasikan terjadinya diabetes mellitus pada klien.
- Pemeriksaan laboratorium hemoglobin glikosilat (HbA1c
atau A1C) untuk mengetahui jumlah glukosa yang terikat
pada hemoglobin dan berhubungan langsung dengan
konsentrasi
glukosa
dalam
darah
selama
3
bulan
sebelumnya. Pada orang dewasa nilai HbA1c lebih dari atau
sama dengan 6,5% mengindikasikan pengontrolan glukosa
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
19
darah yang buruk dan mengindikasikan terjadinya diabetes
mellitus pada klien.

Pemeriksaan kimia darah, berupa pemeriksaan fungsi hati,
fungsi ginjal, profil lemak, elektrolit, dan kadar ferritin.
- Pemeriksaan fungsi hati yang dilakukan meliputi kadar
albumin,

Pemeriksaan kadar hormon pertumbuhan dan serum kortisol

Pemeriksaan urin, berupa glukosa urin, keton urin,
- Pada kadar glukosa darah yang terlalu tinggi akan
menghasilkan adanya glukosa dalam urin.
- Komplikasi akut yaitu ketoasidosis diabetikum akan
menghasilkan adanya keton (keton positif) dalam urin.
2.6
Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan diabetes mellitus adalah untuk mempertahankan
kadar glukosa darah dalam batas normal (euglimia), serta menghindari terjadi
hiperglikemia atau hipoglikemia tanpa menimbulkan gangguan/perubahan yang
berlebihan aktivitas hidup sehari-hari klien (Smeltzer & Bare, 2010).
Penatalaksaan diabetes mellitus terdiri dari lima komponen, yaitu :
2.6.1 Manajemen/pengaturan nutrisi
Manajemen/pengaturan nutrisi pada klien diabetes mellitus bertujuan
untuk, menyediakan bahan/zat gizi pengganti yang penting bagi tubuh
(vitamin, dan mineral), memperoleh dan mempertahankan berat badan
yang ideal, memenuhi kebutuhan energi, mencegah peningkatan kadar
gula darah yang terlalu tinggi serta menjaganya dalam batas yang
normal, serta menurunkan kadar lemak darah yang meningkat.
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
20
2.6.2 Latihan fisik (olahraga)
Latihan fisik sangat penting dilakukan karena dapat menurunkan kadar
gula dalam darah dengan cara meningkatkan uptake (ambilan) glukosa
oleh otot dan meningkatkan penggunaan insulin. Selain itu, latihan fisik
juga dapat meningkatkan sirkulasi darah dan tonus otot (Smeltzer &
Bare, 2010).
2.6.3 Pemantauan glukosa
Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan dengan pemeriksaan
glikosilat hemoglobin (HbA1c) setiap dua sampai tiga bulan sekali,
pemeriksaan urine terhadap adanya glukosa (terutama pda klien yang
tidak dapat melakukan pemantauan dula darah secara mandiri, dan
keton apabila kadar glukosa dalam darah melebihi 240 mg/dL (Smeltzer
& Bare, 2010).
2.6.4 Terapi farmakologi
Terapi farmakologi bagi penderita diabetes mellitus terdiri dari dua
jenis, yaitu terapi insulin dan terapi obat oral anti diabetes.
2.6.5 Pendidikan kesehatan
Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang berlangsung seumur
hidup, sehingga membutuhkan tindakan perawatan diri yang khusus.
Oleh karena itu klien dan keluarga perlu memperoleh pendidikan
kesehatan mengenai pengaturan diet (nutrisi), efek samping pengobatan,
latihan fisik (olahraga), perkembangan penyakit, strategi pencegahan,
teknik pemantauan serta pengobatan (Smeltzer & Bare, 2010).
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
21
2.7
Asuhan Keperawatan
2.7.1 Pengkajian
Pada saat wawancara tanyakan kepada klien mengenai hal-hal sebagai
berikut : (Winkelman, C., Workman, M.L., & Hausman, K,A. ; 2010).
 Umur klien, berat badan sewaktu kecil, perubahan berat badan.
 Penyakit yang diderita belakangan ini atau stress berat yang
dialami.
 Kealpaan penggunaan insulin atau obat antidiabetik oral (bila
klien diketahui menderita diabetes mellitus).
 Perubahan kebiasaan makan.
 Perubahan dalam jadwal latihan atau tingkat aktivitas.
 Adanya serta durasi dari poliuria, polidipsia, polifagia, dan
kehilangan tenaga (rasa lemas) serta berat badan menurun.
 Riwayat luka kecil di kulit yang menjadi lebih mudah infeksi
atau sembuh dalam waktu yang lama.
 Pada wanita, frekuensi dan lamanya infeksi vagina (vaginitis).
 Adanya penyakit kardiovaskular, seperti disritmia, gagal jantung,
hipertensi, atau stroke.
 Adanya penyakit diabetes pada orangtua dan saudara.
 Riwayat kadar gula darah lebih dari normal (tinggi).
Pada pemeriksaan fisik dan nilai laboratorium, kaji tanda-tanda dan
nilai-nilai laboratorium sebagai berikut
(Winkelman, C., Workman,
M.L., & Hausman, K,A. ; 2010).

Adanya nyeri abdomen, mual dan muntah (terutama pada
ketoasidosis diabetikum).

Adanya dehidrasi (seperti, turgor kulit jelek, membrane
mukosa kering, hemokonsentrasi yang ditandai dengan
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
22
peningkatan nilai hematokrit dan hemoglobin, penurunan urine
output, urine berwarna gelap dan berbau kuat).

Peningkatan nilai gula darah puasa ( > 126 mg/dL) atau gula
darah sewaktu ( > 200 mg/dL)

Nilai tes toleransi glukosa yang abnormal.

Nilai
glycosylate
hemoglobin
assay
(HbA1c)
yang
tinggi/abnormal, > 7,5%.

Adanya keton dalam urine, adanya albumin dan glukosa dalam
urin.
2.7.2 Analisa Data
Menurut NANDA (2012), diagnosa keperawatan yang dapat timbul
pada klien dengan diabetes mellitus (hipoglikemi), antara lain :
 Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
 Penurunan/ketidakmampuan koping keluarga
 Ketakutan
 Risiko infeksi
 Risiko cedera
 Ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik
 Ketidakpatuhan
 Ketidakberdayaan
 Gangguan persepsi/sensori (taktil, visual)
 Ketidakefektifan/disfungsi pola seksual
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
23
2.7.3 Pendidikan
Kesehatan
tentang
Aktivitas
Fisik
untuk
Mempertahankan Kadar Glukosa Darah dalam rentang Normal
Latihan fisik atau olahraga merupakan salah satu bagian penting dari
penatalaksanaan penyakit diabetes mellitus, terutama diabetes mellitus
tipe 2. Hal ini disebabkan karena pada penderita DM tipe 2 terjadi
insufisiensi insulin relatif dan resistensi insulin yaitu suatu keadaan
dimana jumlah insulin yang disekresi oleh sel beta pulau Langerhans
relatif cukup atau hanya sedikit berkurang, namun tidak dapat bekerja
dengan optimal untuk mentranspor glukosa dari dalam darah ke sel-sel
otot sebagai tempat penyimpanan glukosa (glikogen). Latihan atau
aktivitas fisik meningkatkan kadar transmembrane glucose transporter
yaitu pengangkut/pembawa glukosa melalui membrane plasma untuk
disimpan di sel-sel otot rangka dan sel jaringan lemak (Timby & Smith,
2010).
Menurut
Sherwood
(2009),
terdapat
beberapa
jenis
pembawa/pengangkut glukosa (glucose transporter/GLUT), antara lain,
GLUT 1, yang bertanggung jawab untuk memindahkan glukosa
menembus sawar darah otak, GLUT 2 berfungsi memindahkan glukosa
yang masuk ke sel ginjal dan usus ke aliran darah sekitar, GLUT 3
berfungsi untuk mengangkut glukosa ke dalam neuron, serta GLUT 4
yang berfungsi untuk penyerapan glukosa dari darah ke dalam sel-sel
tubuh. GLUT 4 adalah satu-satunya jenis pengangkut glukosa yang
berespon terhadap insulin, sehingga GLUT 4 hanya akan dikeluarkan
oleh membran plasma apabila terdapat insulin. Kontraksi otot memicu
penyisipan GLUT 4 ke dalam membran plasma sel otot meskipun tidak
terdapat insulin (Sherwood, 2009).
Latihan fisik yang dianjurkan untuk penderita DM tipe 2 adalah aerobik
dan latihan resistensi. Latihan aerobic meningkatkan kebugaran jantung
dan sistem pernapasan, sedangkan latihan resistensi meningkatkan
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
24
sensitivitas insulin serta junlah dan fungsi GLUT 4 (Horden, et al,
2012).
Berdasarkan hal tersebut diatas maka latihan fisik/olahraga merupakan
salah satu intervensi yang sangat penting untuk dilakukan oleh setiap
individu baik sehat maupun sakit, terutama bagi penderita diabetes
mellitus tipe 2. Parks, Housemann, & Brownson (2003) mengemukakan
beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab seseorang tidak
melakukan/kurang melakukan latihan fisik (olahraga), antara lain faktor
waktu, tenaga, keadaaan ekonomi,dan sosial. Kurangnya waktu akibat
kesibukan bekerja serta kurangnya tenaga akibat pekerjaan yang banyak
menyebabkan seseorang jarang/tidak berolahraga. Sedangkan tingkat
ekonomi yang rendah baik pada masyarakat yang hidup di perkotaan
maupun di pedesaan menjadi salah satu penyebab kurangnya aktivitas
fisik atau olahraga.
Sebaliknya masyarakat perkotaan yang memiliki tingkat ekonomi yang
tinggi cenderung memiliki tingkat aktivitas/olahraga yang cukup. Faktor
dukungan sosial dari teman diketahui memiliki pengaruh terhadap
tingkat aktivitas pada masyarakat perkotaan yang memiliki tingkat
ekonomi tinggi.
Aktivitas fisik yang teratur dan memadai adalah bagian dari perilaku
hidup sehat yang perlu dilakukan dan menjadi bagian dari perilaku
hidup sehari-hari klien diabetes mellitus tipe 2. Untuk menimbulkan
kebiasaan melakukan aktivitas fisik/olahraga secara teratur dan
memadai dibutuhkan adanya kemauan dan motivasi yang kuat dari
klien. Motivasi dan kemauan yang kuat untuk melakukan, ativitas fisik
dapat ditimbulkan dengan cara memberikan pendidikan kesehatan
mengenai penyakit diabetes mellitus serta aktivitas fisik/olahraga yang
dapat dilakukan oleh klien tanpa menimbulkan terjadinya komplikasi
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
25
seperti hipoglikemia. Selain itu adanya dukungan sosial dari keluarga,
teman maupun kelompok pendukung (seperti klub diabetes) dapat juga
meningkatkan motivasi
klien untuk melakukan aktivitas fisik yang
memadai secara teratur.
Motivasi dan pendidikan kesehatan kepada klien mengenai aktivitas
fisik dapat diberikan oleh tim kesehatan, termasuk perawat. Dalam
memberikan motivasi dan pendidikan kesehatan kepada klien, keluarga
sebagai bagian dari sistem pendukung klien perlu juga dilibatkan.
2.8
Perencanaan Pulang (Discharge Planning)
Terlampir.
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
26
BAB 3
LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA
3.1
Pengkajian
3.1.1 Identitas Pasien
Klien Bpk. N.H, lahir pada tanggal 15 April 1959 pada saat pengkajian
berusia 55 tahun, 2 bulan, suku Betawi, pendidikan terakhir adalah
SLTA, bekerja sebagai pegawai swasta, dan bertempat tinggal di Jl.
Gg. Yusuf no. 41 RT 06 RW 09 kelurahan Jatipadang.
3.1.2 Anamnesis
3.1.2.1
Riwayat kesehatan utama
Klien dirujuk dari RS Angkatan Laut Marinir Cilandak
Jakarta dan masuk ke IGD RSUP Fatmawati pada tanggal
31 Mei 2014 jam 16.00 dengan keluhan demam, badan
lemas, batuk-batuk, produksi dahak ada, berwarna putih
kecoklatan, demam, terasa sesak nafas pada malam hari,
keluhan tersebut dirasakan sejak 1 minggu sebelum masuk
rumah sakit dan merupakan klien. Klien dirujuk dari RS
AL Marinir Cilandak dengan diagnosa medis HHD, DM
tipe 2, AF, Pneumonia dextra DD/ TB paru. Hasil
laboratorium klien saat berada di IGD adalah laboratorium
darah dari RS AL Marinir Cilandak (tgl 30/05/2014 jam
22.44) adalah sebagai berikut, hemoglobin 10,0 g/dL,
hematokrit 30%, eritrosit 15,5 rb/ul trombosit 502 rb/ul,
GDS 435 mg/dL, SGOT 32 u/l, SGPT 31 u/l, ureum 51%,
kreatinin 1,01 mg/dL.
26
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
27
Sebulan sebelum masuk rumah sakit, klien berobat ke
puskesmas dan mendapatkan pengobatan diabetes mellitus,
namun berhenti setelah satu minggu karena alasan obat
habis. Klien pindah ke ruangan lantai 5 Utara gedung
Teratai pada tanggal 31 Mei 2014 jam 23.30 dengan
diagnosa medis ketosis DM. Keadaan klien pada saat
masuk ke ruangan lantai 5 Utara adalah kesadaran compos
mentis (Glasgow Coma Scale/GCS = 15), dan terpasang
infus NaCl 3%/24 jam dan NaCl 0,9%. Nilai gula darah
sewaktu (GDS) setelah masuk ke ruangan lantai 5 Utara
adalah 475 mg/dL. Tindakan yang dilakukan adalah
memberikan loading cairan NaCl 0,9% sebanyak 2000 mL,
dan memasang douwer catheter. Produksi urin via kateter
sebanyak 500 mL, warna kuning jernih. Selanjutnya
dilakukan pemasangan nasogastriktube (NGT) untuk
pemberian nutrisi.
3.1.2.2
Riwayat pada Dahulu
Klien memiliki riwayat penyakit stroke dan mengalami
kelemahan pada ekstremitas bagian kanan sejak setahun
yang lalu, klien mempunyai riwayat penyakit hipertensi
namun tidak rutin berobat, klien sering tersedak saat
makan. Klien memiliki riwayat merokok sejak usia muda,
namun sudah berhenti sejak sakit. Aktivitas yang dilakukan
klien sehari-hari adalah bekerja di kantor sejak jam 08.00
pagi hingga jam 18.00 dari hari Senin sampai Jum’at.
Klien biasa memanfaatkan waktu istirahat di kantor dengan
tidur siang.
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
28
Klien jarang berolahraga, hanya sesekali klien berolahraga
bulutangkis atau jalan kaki pulang-pergi ke Ragunan
bersama isterinya pada hari Sabtu atau Minggu. Hal
tersebut dilakukan hanya sekali atau dua kali dalam
sebulan.
3.1.2.3
Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga mengatakan memiliki riwayat keluarga yang
menderita penyakit hipertensi dan diabetes mellitus.
3.1.3 Anamnesa keadaan kesehatan saat ini dan pemeriksaan fisik
a. Aktivitas/istirahat
Saat ini (ketika dilakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik)
aktivitas klien terbatas di tempat tidur karena sesak napas, tidur
malam dan siang di rumah sakit tidak mengalami gangguan, klien
bisa tidur dengan nyenyak. Sebulan sebelum sakit klien mengalami
insomnia karena perasaan panas di seluruh tubuh yang dialami
setiap malam dank lien hanya bisa tertidur apabila seluruh tubuh
dibasahi dengan air/menggunakan pakaian yang basah.
Status mental klien tampak tenang dan kooperatif. Masa otot baik.
tidak ada deformitas, rentang gerak terbatas karena pemasangan
infus dan oksigen. kekuatan otot 5555 5555
5555 5555
b. Sirkulasi
TD : 140/70 mmHg, N : 100 x/mnt (kuat, regular), palapsi dorongan
dan getaran jantung baik, bunyi jantung 1 dan 2 normal, tidak ada
murmur dan tidak ada gallop, suhu : 32⁰ C (axilla).
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
29
Warna bibir : merah kecoklatan, konjuntiva anemis, pengisian
kapiler lebih dari 3 detik, sklera tidak ikerik, punggung kuku
normal, diaphoresis banyak sekali.
c. Integritas ego
Klien mengatakan merasa stress karena penyakit yang diderita,
pekerjaan menjadi terganggu. Klien memeluk agama Islam dan
aktivitas keagamaan yang biasa diikuti klien adalah sholat 5 waktu
dan pengajian di masjid. Gaya hidup klien sehari-hari adalah kurang
berolahraga dan suka mengkonsumsi makanan yang manis-manis.
Perubahan terakhir yang dialami klien adalah banyak makan namun
berat badan menurun. Tidak ada perasaan tidak berdaya atau putus
asa. Klien menganggap bahwa penyakit yang dideritanya saat ini
adalah sudah merupakan kehendak dari Tuhan.
Status emosional klien tampak tenang, tabah dan kooperatif.
d. Eliminasi
Klien mengatakan bab terakhir 10 hari yang lalu, sehari-hari klien
bab setiap hari, konsistensi lembek, tidak ada riwayat perdarahan
saat bab, tidak ada hemoroid. Bak siang hari 3-4 kali dan malam
hari 4-5 kali. Dorongan saat bak kuat, karakteristik urine kuning
jernih, tidak ada retensi urine, tidak ada perasaan nyeri atau terbakar
pada saat berkemih. Tidak ada riwayat penyakit ginjal atau
penggunaan diuretik.
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
30
e. Makanan/cairan
Makanan yang dikonsumsi klien sehari-hari terdiri dari nasi, sayur
dan lauk.
Sehari-hari nasi yang dimakan klien bisa sampai 2 piring sekali
makan, dan buah semangka bisa sebuah besar dihabiskan dua kali
makan. Tidak ada keluhan nyeri ulu hati, tidak ada mual muntah.
Saat ini diet yang diperoleh klien adalah diet cair melalui slang
sonde (slang nasogastrik/NGT). Tinggi badan klien 160 cm, berat
badan klien saat pengkajian 60 kg, indeks massa tubuh klien (IMT)
adalah 23,54 kg/cm2. Berat badan klien dahulu 80 kg. tidak ada
edema, turgor kulit baik. tidak ada pembesaran kelenjar tyroid,
tidak ada distensi vena jugularis, tekanan vena jugularis (JVP) 5-2
cmH2O. membran mukosa lembab, bising usus 6 x/mnt.
f. Kebersihan
Aktivitas kebersihan (mandi dan berpakaian) sehari-hari selama di
rawat di rumah sakit dibantu oleh perawat dan keluarga.
Penampilan umum tampak bersih, ada bau keringat, kondisi kulit
kepala bersih, cara berpakaian tampak rapi.
g. Neurosensori
Tidak
ada
perasaan
pusing/ingin
pingsan.
Ada
rasa
kesemutan/kebas pada ekstremitas bagian bawah. Ada gejala sisa
stroke, yaitu mulut miring ke kanan, tidak ada gangguan
penglihatan, tidak ada glaukoma, tidak ada katarak, tidak ada
retinopati diabetikum. Tidak ada petikasis, dan tidak ada gangguan
pendengaran.
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
31
h. Nyeri/ketidaknyamanan
Tidak ada keluhan nyeri pada tubuh.
i. Pernapasan
Terdapat keluhan sesak napas, ada batuk, sputum berwarna putih
kekuningan dan kental. Tidak ada penapasan cuping hidung, ada
penggunaan otot-otot bantu pernapasan. RR 32 x/mnt. Bunyi napas
vesikuler.
Tidak
ada
ronchi,
tidak
ada
wheezing.
Klien
menggunakan oksigen 3 L/mnt nasal kasul. Ada riwayat community
associated pneumonia (CAP), tidak ada riwayat asma dan
bronchitis. Tidak ada riwayat penyakit tuberkulosis paru (TB paru).
Klien memiliki riwayat merokok namun saat ini sudah berhenti.
Tidak ada jari tabuh.
j. Keamanan
Tidak ada riwayat penyakit akibat hubungan seksual. Tidak ada
perilaku risiko tinggi. Tidak ada perubahan pada tahi lalat dan tidak
ada pembesaran nodus.
k. Seksualitas
Tidak sempat terkaji.
l. Interaksi sosial
Status perkawinan, menikah sah. Klien tinggal dengan isteri dan
anak-anaknya. Sistem pendukung klien adalah isteri and anakanaknya. Peran dalam keluarga sebagai kepala keluarga, suami,
ayah dan pencar nafkah. Komunikasi verbal baik dan jelas, tidak
ada laringektomi.
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
32
m. Penyuluhan/pembelajaran
Bahasa yang dominan digunakan oleh klien dan keluarganya seharihari adalah bahasa Indonesia. Pendidikan terakhir klien adalah
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA). Tidak ada keterbatasan
kognitif. Faktor risiko yang ada dalam keluarga adalah BM dan
hipertensi.
3.1.4
Pemeriksaan Laboratorium
Terlampir
3.1.5
Pemeriksaan Diagnostik
a.
Thorax foto : infiltrat perikardial dan paru kanan gagal (suspek
pneumonia lobus dextra dan kardiomegali).
b.
Elektrokardiografi (EKG) : sinus takikardi, NA, QRS rate 100x/mnt,
gelombang P normal, PR interval kurang dari 0,25 dan kompleks QRS
sempit. Tidak ada elevasi segmen ST, terdapat T invertil pada V1 serta
terdapat VES panjang.
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
33
3.1.6
Penatalaksanaan medikasi
Penatalaksanaan medikasi yang diperoleh oleh klien bpk. N.H. antara lain :
a.
Loading Nacl 0,9% 500 cc sebanyak 2 flaboth dalam 1 jam.
b.
IVFD I NaCl 3% 500 cc + KCl 12,5 mEq/24 jam
II NaCl 0,9% 500 cc/8 jam.
c.
Diet DM/NGT 6x300 cc blenderized.
d.
Pasang NGT
e.
Ceftriaxon injeksi 1x2 gr/IV.
f.
Azitromycin 1x500 mg (p.o)
g.
Flumucyl 3xCI (p.o).
h.
Paracetamol tablet 3x500 mg (p.o).
i.
Insulin 10 UI bolus, selanjutnya drip 2 UI/jam (syringe pump).
j.
cek GDS tiap 3 jam, apabila < 200 mg/dL, beri insulin drip 1 UI/jam.
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
34
Faktor genetik pada bpk
N.H : riwayat keluarga
dengan DM dan HT
Web of Caution
3.2
Defisiensi insulin relatif
Faktor lingkungan pada bpk.
N.H : merokok, makan dalam
porsi
banyak,
jarang
berolahraga.
Resistensi insulin
Uptake glukosa
Ketidakstabilan
kadar glukosa darah
(HbA1C : 9,4%)
Katabolisme protein
Hiperglikemia
(GDS 546mg/dL)
glukoneogenesis
Penurunan aktivitas leukosit
12,2 rb/dL, limfosit 14%,
netrofil 77%
Bersihan
jalan napas
tidak efektif
Risiko
infeksi
Kehilangan
nitrogen
Asam
amino
Diuresis
osmotik
Kehilangan cairan
dan elektrolit
Gangguan perfusi jaringan :
perifer dan kardiopulmonal
(EKG : VES memanjang,
kardiomegali.Thorax foto :
susp pneumonia lobus
dextra)
gliserol
Asam lemak
bebas (Tg 162
mg/dL, HDL 18
mg/dL)
Ketogenesis
Ketonemia
(0,70; 3,20)
hipertermi
ketoasidosis
Penurunan
volume
syok
Risiko
gangguan
nutrisi :
kurang dari
kebutuhan
tubuh
Ketonuria
(positif 1)
Risiko
Kekurangan
volume cairan &
elektrolit.
Kehilangan hipotonis
hiperosmolalitas
s
lipolisis
Asidosis metabolik
kompensasi
koma
Alkalosis metabolik (pH :
7,517; HCO3 : 30,4 mmol/L)
(
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
35
3.3
Rencana Asuhan Keperawatan dan Implementasi
3.3.1 Analisa Data
Salah satu masalah keperawatan yang ditemukan pada klien bpk. N.H
adalah ketidakefektifan manajemen terapeutik. Hal ini disebabkan
karena kurangnya pengetahuan klien dan keluarga mengenai
manajemen mandiri diabetes mellitus. Hal ini terlihat dari
hasil
wawancara dengan klien dan keluarga, yakni klien dan keluarga belum
mengetahui tentang penyakit diabetes mellitus serta aktivitas fisik
sebagai salah satu manajemen yang penting dilakukan untuk
mempertahankan kestabilan kadar glukosa darah.
Selain ketidakefektifan manajemen terapeutik, terdapat beberapa
masalah keperawatan lain yang ditemukan pada klien bpk. N.H, baik
yang bersifat aktual maupun risiko. Masalah-masalah keperawatan
tersebut antara lain, bersihan jalan nafas tidak efektif, gangguan
perfusi jaringan (perifer dan kardiopulmonal), hipertermi, risiko
kekurangan cairan dan elektrolit tubuh, risiko ketidakseimbangan
nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh, gangguan pola eliminasi bowel,
ketidakstabilan kadar glukosa darah, dan hiperglikemia. Analisa data
untuk masalah-masalah keperawatan tersebut di atas terlampir di
halaman lampiran.
3.3.2 Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien bpk N.H bertujuan
untuk mengatasi masalah keperawatan yang terjadi. Pada bagian ini
penulis akan memaparkan asuhan keperawatan yang dilakukan untuk
mengatasi masalah keperawatan ketidakefektifan manajemen terapetik
pada bpk. N.H.
Sedangkan asuhan keperawatan terhadap masalah keperawatan lain
yang terjadi pada bpk N.H dapat dilihat pada bagian lampiran.
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
36
Ketidakefektifan manajemen terapeutik pada klien bpk. N.H diangkat
sebagai masalah keperawatan yang intervensinya dianalisis. Intervensi
keperawatan untuk masalah ketidakefektifan manajemen terapeutik
yang diberikan kepada klien adalah pendidikan kesehatan tentang
diabetes mellitus dan aktivitas fisik. Hal ini dilakukan berdasarkan
pertimbangan bahwa aktivitas fisik merupakan salah satu pilar penting
dalam manajemen penanganan diabetes mellitus tipe 2.
3.4
Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan terhadap intervensi pendidikan kesehatan tentang
diabetes mellitus dan aktivitas fisik pada klien diabetes mellitus tipe 2
dilakukan dengan cara evaluasi subyektif dengan menanyakan kepada klien
tentang pemahamannya mengenai penyakit diabetes mellitus
3.5
Perencanaan Pulang
Terlampir
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
37
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1
Analisis Masalah Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan
(KKMP)
Keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan merupakan pelayanan
keperawatan profesional yang ditujukan kepada masyarakat yang berada di
daerah perkotaan. Seiring dengan meningkatnya urbanisasi, jumlah
penduduk yang tinggal di kota-kota besar semakin bertambah. Menurut
Allender, Wickramasinghe, Goldacre, Matthews & Katulanda (2011), pada
tahun 2008 lebih dari separuh penduduk dunia tinggal di daerah perkotaan,
dan diperkirakan populasi penduduk yang tinggal di perkotaan akan
mengalami peningkatan sebesar 1,6 juta pada tahun 2030 yakni dari 3,3 juta
menjadi 4,9 juta jiwa, sebaliknya jumlah penduduk di daerah pedesaan akan
mengalami penurunan sebanyak 28 juta. Klien bapak N.H bertempat tinggal
di kelurahan Jatipadang. Berdasarkan data sensus penduduk tahun 2010 dari
Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta, kelurahan Jatipadang merupakan
kelurahan dengan jumlah penduduk terpadat ketiga dari tujuh kelurahan
yang ada di wilayah kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Jatipadang
memiliki jumlah penduduk sebanyak 16.000,13 orang/km2. Urbanisasi
secara besar-besaran ini terutama terjadi di Asia dan Afrika. Hal ini
berdampak terhadap kesehatan. Disatu sisi urbanisasi memiliki keuntungan
antara lain, tersedianya akses terhadap pelayanan kesehatan, sanitasi, serta
keamanan pangan, namun disisi lainnya urbanisasi berdampak buruk karena
menyebabkan meningkatnya kepadatan, polusi, deprivasi sosial, kejahatan
serta penyakit yang berhubungan dengan stress. Di negara-negara yang
kurang berkembang, urbanisasi memicu terjadinya penyakit-penyakit seperti
hipertensi, penyakit jantung, obesitas, diabetes dan asma (Godfrey & Julien,
2005).
37
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
38
Meningkatnya jumlah penduduk di daerah perkotaan menyebabkan
peningkatan jumlah bangunan, bertambahnya kemacetan, kurangnya lahan
terbuka untuk olahraga, serta meningkatnya persaingan untuk mendapatkan
lapangan pekerjaan.
Ritme kehidupan di perkotaan yang serba cepat dengan tingkat kesibukan
yang tinggi menyebabkan tingginya tingkat stres serta kurangnya waktu serta
lokasi untuk melakukan aktivitas fisik/olahraga yang memadai. Umumnya
penduduk di daerah perkotaan memiliki pekerjaan yang mengharuskan
duduk terus menerus di depan komputer sehingga menyebabkan kurang
gerak.
Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh
Allender,
Wickramasinghe, Goldacre, Matthews, & Katulanda (2011), bahwa
urbanisasi dan proses perkembangan yang terjadi di negara berkembang
menyebabkan berubahnya kegiatan perekonomian dari kegiatan/aktivitas
ekonomi yang aktif secara fisik, seperti pertanian, pertambangan, dan
perhutanan, menjadi aktivitas ekonomi tidak aktif secara fisik (sedentary)
seperti bekerja di kantor. Olahraga/aktivitas fisik umumnya dilakukan hanya
pada akhir pekan sehingga tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan
aktivitas yang normal yaitu minimal 30 menit setiap hari yang dilakukan
selama lima hari dalam seminggu. Hal ini sesuai dengan yang terjadi pada
klien bpk. N.H yaitu ditemukan data berdasarkan hasil wawancara bahwa
klien jarang sekali berolahraga. Klien hanya sekali atau dua kali sebulan
berolahraga jalan kaki atau bermain bulutangkis. Apabila ada waktu istrahat
atau luang di kantornya, bpk N.H menggunakannya untuk tidur saja.
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
39
4.2
Analisis Kasus
4.2.1 Faktor Risiko Diabetes Mellitus Tipe 2
Diabetes mellitus merupakan salah satu masalah kesehatan yang paling
banyak terjadi pada masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan. Dari
keempat jenis diabetes yang ada, diabetes mellitus tipe 2 memiliki
jumlah penderita terbanyak, yaitu 80-90% (Chang, Daly & Elliot,
2010). Bpk. N.H. diketahui menderita diabetes mellitus sejak setahun
yang lalu. Sebelumnya bpk. N.H. menderita stroke non hemoragik.
Oleh karena onset kejadiannya setelah klien berusia diatas 35 tahun,
dan adanya penurunan berat badan dari sebelum sakit ke setelah sakit,
maka dapat disimpulkan bahwa klien bpk. N.H menderita diabetes
mellitus tipe 2.
Diabetes mellitus tipe 2 terjadi karena adanya insufisiensi relatif
insulin, resistensi insulin ataupun keduan-duanya. Insufisiensi insulin
relative oleh sel β pulau Langerhans pankreas terjadi akibat dari faktor
genetik. Para ahli telah menyatakan bahwa angka kejadian DM tipe 2
pada kembar identik adalah 60-80% (Kumar, Cotran & Robbins,
2007). Berdasarkan hasil pengkajian pada bpk. N.H klien mengatakan
bahwa terdapat riwayat keluarga yang menderita penyakit diabetes
mellitus dan hipertensi. Selain faktor genetik, faktor lingkungan,
seperti gaya hidup dan penuaan merupakan penyebab lain dari
terjadinya penyakit DM tipe 2. Faktor gaya hidup yang memicu
terjadinya DM tipe 2 antara lain, kebiasaan mengkonsumsi makanan
yang tinggi kalori dan rendah serat, aktivitas fisik/olahraga yang
kurang, kebiasaan merokok dan mengkonsumsi alkohol dalam jumlah
yang banyak, serta pola hidup dengan tingkat stress yang tinggi.
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
40
Dari hasil wawancara yang dilakukan pada bpk N.H diperoleh
informasi bahwa bpk N.H memiliki kebiasan mengkonsumi makanan
dalam jumlah yang banyak, yaitu bisa mencapai 2 porsi sekali makan.
Selain itu klien juga senang mengkonsumsi buah semangka dalam
jumlah yang besar, yaitu setengah buah semangka ukuran besar sekali
makan. Buah semangka diketahui termasuk dalam kategori buahbuahan yang memiliki nilai indeks glikemik yang rendah, yaitu sebesar
37 (Premanath, Gowdappa, Mahesh, & Babu, 2011). Dalam 100 gram
buah semangka mengandung 30 kkal energi. Buah semangka memiliki
kandungan antara lain, 92% air serta 7,55% karbohidrat, yang terdiri
dari 6,2% gula dan 0,4% serat. Selain itu semangka memiliki banyak
kandungan karotin, vitamin C, citrulline, dan flavoid. Semangka bebas
akan kandungan lemak dan kolesterol sehingga termasuk dalam
golongan buah-buahan rendah kalori (Leskovar et al, 2004; Bruton et
al, 2009 dalam Naz, Butt, Sultan, Qayyum, & Niaz, 2014).
Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kebiasaan
mengkonsumsi buah semangka dalam jumlah yang banyak pada bpk
N.H tidak termasuk dalam faktor risiko yang menyebabkan terjadinya
penyakit diabetes mellitus. Banyaknya jumlah semangka yang
dikonsumsi oleh bpk. N.H kemungkinan disebabkan karena banyaknya
kandungan air dalam buah semangka dapat memuaskan rasa haus
(polidipsia) akibat diabetes mellitus pada bpk. N.H. Klien tidak
memiliki kebiasaan mengkonsumsi minuman beralkohol namun
memiliki riwayat merokok sejak berusia muda, akan tetapi sudah
berhenti semenjak sakit. Dilihat dari faktor pola makan klien dapat
disimpulkan bahwa kebiasaan makan klien yang tinggi kalori serta
kebiasaan merokok yang telah dilakukan selama bertahun-tahun,
berperan dalam proses terjadinya penyakit diabetes mellitus pada
klien.
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
41
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Will,
Galuska, Ford, Mokdad, & Calle (2001). Penelitian tersebut
merupakan penelitian studi kohort prospektif yang dilakukan sejak
tahun 1959 sampai dengan 1972 terhadap 275.190 orang laki-laki dan
434.637 orang perempuan berusia lebih dari dan sama dengan tiga
puluh tahun, ditemukan hasil bahwa terdapat risiko peningkatan
terjadinya DM tipe 2 sebesar 45% pada laki-laki dan dan 74% pada
perempuan yang merokok lebih dari atau sama dengan dua bungkus
perhari. Risiko terjadinya DM ini akan meningkat seiring dengan
bertambahnya jumlah rokok yang dikonsumsi.
Klien juga jarang melakukan aktivitas fisik/olahraga. Aktivitas fisik
yang kadang-kadang dilakukan oleh klien adalah olahraga bulu tangkis
namun tidak teratur dan semenjak sakit klien sama sekali tidak pernah
melakukan aktivitas fisik. Pekerjaan klien adalah sebagai pegawai
swasta di kantor urusan pengiriman tenaga kerja ke luar negeri sebagai
seorang pengawas. Klien bekerja selama 5 hari dalam seminggu mulai
dari jam 8 pagi hingga 5 sore dan libur si akhir pekan (hari Sabtu dan
Minggu). Pekerjaan klien sebagai pengawas tidak membutuhkan
aktivitas yang banyak dan kadang-kadang klien tidur siang hari di
kantor. Hal ini juga merupakan salah satu faktor yang berperan sebagai
penyebab terjadinya DM tipe 2 sesuai dengan pernyataan WHO
(2010).
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
42
4.2.2 Tanda dan Gejala
Klien dan keluarganya (isteri) mengatakan bahwa akhir-akhir ini klien
mengalami penurunan berat badan, meskipun klien setiap hari
mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang besar (setiap kali makan
dua piring nasi) dan satu buag semangka berukuran besar dapat
dihabiskan bersama seorang anaknya dalam sekali makan. Klien juga
sering merasakan haus sehingga banyak minum dan sebagai akibatnya
klien mengalami peningkatan frekuensi berkemih menjadi 7-8 kali
dalam sehari, sedangkan warna urin klien adalah kuning jernih. Klien
mengatakan tidak mengalami kelurahan nyeri atau panas data
berkemih. Hal tersebut sejalan dengan teori tanda dan gejala penderita
DM tipe 2, yaitu poliuri, polidipsi dan polifagia. Poliuri tejadi sebagai
konsekuensi dari peningkatan permeabilitas pembuluh darah akibat
tingginya kadar glukosa dalam darah karena glukosa tersebut tidak
dapat ditranspor ke dalam sel hati dan otot untuk dirubah menjadi
glikogen. Akibat dari tetap tingginya kadar glukosa dalam darah, maka
sel akan mengalami kelaparan. Sebagai konsekuensinya dari poliuri
maka klien akan sering merasa haus dan kemudian banyak minum
(polidipsi). Polifagia (banyak makan) terjadi karena kelaparan di
dalam sel memicu hipotalamus mengaktifkan pusat lapar yang
menyebabkan klien makan terus menerus dalam porsi yang banyak.
Akan tetapi adanya resistensi insulin dan atau insufisiensi insulin
relatif pada klien DM tipe 2 menyebabkan glukosa dalam bentuk
karbohidrat yang banyak dimakan oleh klien tidak dapat mentranspor
serta merubah glukosa dalam darah masuk ke dalam sel untuk
disimpan sebagai glikogen. Apabila kondisi ini berlangsung secara
terus-menerus tanpa ditangani secara baik, baik dengan pemberian
obat antidiabetes maupun aktivitas fisik maka tubuh akan melakukan
kompensasi dengan melakukan pemecahan lemak dan protein.
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
43
Sebagai akibat dari pemecahan lemak dan protein secara terus menerus
dalam jangka waktu yang lama, akan menhasilkan benda-benda keton
yang bersirkulasi dalam peredaran darah. Apabila kondisi ini
berlangsung terus tanpa ditangani maka benda-benda keton yang
bersirkulasi dalam darah akan semakin bertambah banyak sehingga
akan dikeluarkan melalui urin (Sherwood, 2011).
Pada klien bpk N.H diperoleh data hasil laboratorium darah
mengandung keton sebanyak 0,70 yang termasuk lebih dari batas
normal. Begitu pula terjadi pengeluaran benda keton dalam urin pada
saat pemeriksaan urin lengkap. Pada klien bpk. N.H tidak dilakukan
pemeriksaan kadar keton dalam urinnya.
4.2.3 Komplikasi
Klien mengatakan DM tipe 2 yang dideritanya baru diketahui setahun
yang lalu setelah klien mengalami serangan stroke non hemoragik
yang menyebabkan kelumpuhan pada sisi tubuh bagian kanannya.
Saat dilakukan pemeriksaan fisik terhadap klien diperoleh data bahwa
sudah tidak terdapat lagi kelemahan pada salah satu bagian tubuh klien
dan kekuatan otot klien adalah 5555 5555
5555 5555
Gejala sisa stroke yang masih terlihat pada klien adalah adanya
ketidaksimetrisan pada wajah klien ketika tersenyum serta lidah klien
miring ke kanan saat diminta untuk dijulurkan keluar. Berdasarkan
teori mengenai risiko komplikasi yang dapat terjadi pada klien diabetes
mellitus tipe 2, salah atunya adalah komplikasi makrovaskuler, yaitu
penyakit serebrovaskular (stroke). Hal ini sesuai dengan yang terjadi
pada klien kelolaan, bpk N.H.
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
44
Menurut
Silbernagl
&
Lang
(2007),
komplikasi
penyakit
serebrovaskular (stroke) pada klien diabetes mellitus terjadi karena
hiperglikemia meningkatkan
terbentuknya protein plasma yang
mengandung gula, seperti fibrinogen, heptoglobulin, makrogobulin α
dan
faktor
pembekuan
V
sampai
dengan
VIII.
Akibatnya
meningkatnya produksi protein plasma berbahan dasar gula ini, maka
viskositas (kekentalan) darah akan meningkat sehingga risiko
trombosis meningkat. Hal inilah yang merupakan faktor pemicu
terjadinya komplikasi penyakit serebrovaskuler (stroke) pada klien
dengan DM tipe 2.
4.2.4 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dijalani oleh bpk N.H antara lain,
pemeriksaan darah dan pemeriksaan rontgen thorax foto. Pada
pemeriksaan darah lengkap didapati adanya penurunan kadar
hemoglobin, peningkatan kadar leukosit dan trombosit, peningkatan
kadar netrofil dan limfosit serta laju endap darah. Hal ini menunjukkan
bahwa telah terjadi infeksi kronis dalam tubuh klien. Pemeriksaan
kimia darah pada bpk N.H menunjukkan hasil adanya keton positif
dalam darah yang melebihi ambang batas nilai normalnya, demikian
pula dengan hasil pemeriksaan urinnya, yang memperlihatkan adanya
keton positif 1. Pada Hal ini menunjukkan terjadinya lipolisis pada
klien akibat dari hiperglikemia dan kelaparan sel. Selain itu, pada
pemeriksaan urin juga didapatkan adanya nilai protein positif 1. Hal ini
tidak normal, karena seharusnya protein tidak dikeluarkan melalui
ginjal, tetapi direabsorbsi oleh tubulus ginjal. Adanya protein positif 1
dalam urin bpk N.H mengindikasikan adanya gangguan pada kerja
glomerulus yang tidak dapat menyaring protein, sehingga terjadi
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
45
protein loss. Hal ini menunjukkan tanda awal terjadinya komplikasi
gagal ginjal akibat diabetes mellitus yang tidak terkendali.
Pada pemeriksaan analisa gas darah, diperoleh hasil adanya
peningkatan kadar pH darah dan HCO3 melebihi nilai normal. Hal ini
mengindikasikan adanya alkalosis metabolik pada bpk. N. H. Pada
klien dengan diabetes tipe 2 rentan terjadi infeksi, hal ini disebabkan
karena penurunan fungsi limfosit (Silbernagl & Lang, 2007). Untuk
mengatasi peningkatan infeksi, tubuh melakukan kompensasi dengan
melepaskan hormon kontraregulator insulin, seperti glukagon dan
hormon pertumbuhan somatostatin yang mengakibatkan terjadinya
hiperglikemia yang semakin meningkat (Silbernagl & Lang, 2007).
Pada pemeriksaan kimia darah, diperoleh hasil adanya peningkatan
nilai feritin yang sangat tinggi, peningkatan trigliserida, penurunan
albumin serta rendahnya nilai kolesterol high density lipoprotein
(kolesterol baik). Menurut WHO (2011), serum ferritin meningkat
selama inflamasi serta mengindikasikan overload besi dalam tubuh.
4.3
Analisis Salah Satu Intervensi Keperawatan Terkait Konsep Diabetes
Mellitus tipe 2
Salah satu masalah keperawatan yang dapat terjadi pada klien yang
menderita diabetes mellitus tipe 2 adalah ketidakefektifan penatalaksanaan
program terapeutik. Ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik
dapat terjadi karena kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet
dan keseimbangan latihan, pemantauan dan pengobatan mandiri, perawatan
kaki, tanda dan gejala komplikasi, atau sumber-sumber yang tersedia di
komunitas (Wilkinson & Ahern, 2012).
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
46
Beberapa dari intervensi keperawatan yang dapat diberikan untuk mengatasi
masalah ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik, antara lain,
pembuatan kontrak dengan klien, penyuluhan proses penyakit, penyuluhan
program latihan/aktivitas, penyuluhan program diet, modifikasi perilaku,
menajemen hiperglikemia, manajemen hipoglikemia (Wilkinson & Ahern,
2012).
Salah satu intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien bpk N.H
adalah penyuluhan/pendidikan kesehatan tentang program aktivitas/latihan.
Intervensi ini diberikan dengan pertimbangan bahwa klien cenderung
menjalani pola hidup yang kurang gerak, jarang sekali berolahraga.
Sigal,et al (2006) dalam Kirk & Leese (2009) menyatakan bahwa latihan
fisik atau olahraga secara teratur memberi pengaruh yang baik terhadap
peningkatan kesehatan penderita DM tipe 2. Manfaat yang baik terhadap
kesehatan penderita DM tipe 2 yang melakukan aktivitas fisik secara teratur
meliputi, meningkatkan pengendalian terhadap diabetes mellitus yang
dideritanya, meningkatkan kesehatan jantung dan paru-paru, mengurangi
kelebihan berat badan, serta meningkatkan kualitas hidup.
Kirk & Leese (2000) menyatakan bahwa intervensi pendidikan kesehatan
untuk meningkatkan aktivitas fisik pada klien dengan DM tipe 2 memiliki
pengaruh yang relatif lebih kecil terhadap perubahan perilaku dibanding
dengan intervensi model strategi perilaku atau strategi perilaku-kognitif yang
didasari oleh model transteori untuk perubahan perilaku aktivitas fisik. yaitu
dengan cara memberikan motivasi kepada klien dewasa penderita DM untuk
melakukan aktivitas fisik. Menurut Kirk & Leese, beberapa penelitian
mendukung penggunaan metode ini pada penderita DM tipe 2. Penelitian
tersebut antara lain dilakukan oleh Mau, et al, 2001; Kim et al, 2004; Kirk et
al, 2004; & Jackson, et al, 2007.
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
47
Rollnick, et al (1999) dalam Kirk & Leese (2009) menjabarkan bahwa
strategi pelaksanaan intervensi ini terdiri dari enam tahap/fase, yaitu
prekontemplasi,
kontemplasi,
pesiapan,
aksi,
dan
pemeliharaan
(maintenance). Prekontemplasi adalah fase tidak aktif, dimana klien akan
cenderung untuk menjadi tidak aktif selama enam bulan pertama. Strategi
yang tepat yang dapat digunakan pada tahap kontemplasi ini adalah dengan
memberikan informasi dan saran mengenai risiko dari tidak melakukan
aktivitas serta keuntungan dari melakukan aktivitas. Fase kedua, yaitu
komtemplasi masih merupakan fase inaktif. Namun pada fase ini klien telah
mulai memikirkan tentang menjadi aktif/melakukan aktivitas selama enam
bulan kedepan. Strategi yang tepat untuk dilakukan pada fase ini adalah
dengan mendiskusikan bersama klien mengenai keuntungan dan kerugian
melakukan aktivitas serta kendala yang mungkin akan dihadapi.
Fase ketiga adalah persiapan. Pada fase ini klien telah melakukan upaya
untuk beraktivitas. Strategi yang tepat untuk fase ini adalah dengan
menetapkan tujuan yang realistik dan menyediakan dukungan/support. Fase
keempat adalah fase tindakan/aksi, yaitu fase aktif yang akan berlangsung
hanya selama enam bulan. Pada fase ini, strategi yang dapat digunakan
adalah memberi penguatan terhadap keberhasilan yang telah dicapai,
menekankan kembali tentang keuntungan yang telah dirasakan serta
mengatasi hambatan yang dialami. Fase kelima merupakan fase akhir, yaitu
pertahanan. Fase ini ditandai dengan tetap aktifnya klien setelah enam bulan.
Strategi yang tepat dilakukan pada fase ini adalah dengan memberikan
alternatif aktivitas untuk mencegah relaps (kekambuhan).
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
48
Intervensi dengan menggunakan model transteori untuk perubahan perilaku
aktivitas fisik ini lebih koubahmprehensif karena memberikan pemantauan
terhadap perubahan perilaku klien, dibanding dengan intervensi pendidikan
kesehatan. Hal ini disebabkan karena intervensi pendidikan kesehatan hanya
dapat mengevaluasi aspek kognitif klien dan kurang dapat mengevaluasi
aspek perilaku klien.
Intervensi model transteori perubahan perilaku membutuhkan pemantauan
dari tenaga kesehatan dalam waktu yang relatif lebih panjang, namun lebih
tepat sasaran. Menurut penulis, intervensi ini lebih mudah dilakukan oleh
petugas kesehatan di pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) yang bertugas
melakukan kunjungan rumah kepada klien DM tipe 2 setelah pulang dari
rumah sakit.
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
49
Bab 5
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Kadar gula darah klien dengan diabetes mellitus yang tinggal di daerah
perkotaan dapat dikontrol dengan cara merubah pola hidup yang tidak sehat
menjadi pola hidup yang sehat, yaitu meliputi diet dalam jumlah dan
komposisi yang sesuai, melakukan aktivitas fisik/berolahraga, menurunkan
berat badan yang berlebihan, menghindari konsumsi alkohon dan rokok.
Aktivitas fisik yang perlu dilakukan oleh klien dengan diabetes mellitus pada
prinsipnya harus bersifat teratur dan terus-menerus. Beberapa aktivitas fisik
yang dapat dilakukan dan aman untuk penderita diabetes mellitus antara lain,
jalan kaki (santai maupun jalan cepat), bersepeda, berenang, dayung perahu,
jogging. Aktivitas fisik ini harus dilakukan minimal selama 5 hari dalam
seminggu dengan durasi waktu minimal 30 menit sekali melakukan latihan
fisik.
Sebelum melakukan aktivitas fisik, klien perlu memperhatikan beberapa hal,
yaitu klien tidak dalam keadaan lapar (belum makan), kondisi fisik klien
dalam keadaan stabil (tekanan darah, suhu, nadi, dan pernapasan dalam batas
normal, kadar gula darah antara 120-160 mg/dL). Klien dapat pula
mempersiapkan
minuman (air putih), makanan kecil, seperti biskuit dan
permen gula untuk menjaga kemungkinan turunnya kadar gula darah
(hipoglikemi). Selain itu klien juga diharapkan menggunakan alas kaki yang
nyaman dan pakaian yang menyerap keringat.
49
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
50
Perawat sebagai bagian dari tim kesehatan perlu memberikan motivasi dan
pemahaman mengenai pentingnya aktivitas fisik terhadap pengontrolan kadar
gula darah klien dengan diabetes mellitus, sehingga klien dapat melakukan
aktivitas fisik yang cukup dan teratur sebagai bagian dari manajemen penyakit
diabetes mellitus.
5.2
Saran
Pada kesempatan ini penulis ingin memberikan beberapa saran, apabila
memungkinkan dan dapat diterima oleh pihak pendidikan dan Rumah Sakit.
a.
Bagi Institusi Pendidikan (FIK UI)
Diharapkan dapat menambahkan materi mengenai intervensi keperawatan
yang berhubungan dengan pemberian motivasi dan strategi untuk
perubahan perilaku kesehatan terhadap klien.
b.
Bagi Institusi Rumah Sakit (RSUP Fatmawai)

Bagi RSUP Fatmawati, diharapkan dapat memberikan motivasi
dan strategi perubahan perilaku untuk melakukan aktivitas fisik
sebagai bagian dari intervensi keperawatan terhadap klien DM
tipe 2 saat dirawat di RS maupun ketika akan pulang.

Memberikan dukungan untuk klien melakukan aktivitas fisik
selama dirawat di rumah sakit
(misalnya, jalan kaki) sesuai
dengan kondisi klien.
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
51
Referensi
Allender, S., Wickramasinghe, K., Goldacre, M., Matthews, D., & Katulanda, P.
(2011). Quantifying urbanization as a risk factor for noncommunicable
disease. Journal of urban health. 88(5), 906-918.
BPS DKI Jakarta (2014). Sensus Penduduk 2010.
Carlsson, S., Hammar, N., Grill, V., & Kaprio, J. (2003). Alcohol consumption and
the incidence of type 2 diabetes. Diabetes care. 26(10), 2785-2790.
Chang, E., Daly, J., & Elliot, D. (2010). Patofisiologi aplikasi pada praktik
keperawatan. Jakarta : EGC.
De Feo, P. & Schwarz, P. (2013). Is physical exercise a core therapeutical element for
most patients with type 2 diabetes ? Diabetes care journal. 36(2), S149-S154.
Godfrey, R., & Julien, M. (2005). Urbanization and health. Clinical medicine. 5(2),
137-141.
Goldenberg, R. & Punthakee, Z. (2013). Clinical practice guidelines. Definition,
classification and diagnosis of diabetes, prediabetes and metabolic syndrome.
Canadian journal of diabetes. 37, S8-S11.
Horden, et al. (2012). Exercise prescription for patients with type 2 diabetes and prediabetes : a position statement from exercise and sport science Australia.
Journal of Science and Medicine Sport. 15, 25-31.
Kaku, K. (2010). Pathofisiology of Type 2 Diabetes and It’s Treatment Policy. JMAJ.
53(1), 41-46.
Kapoor, D., Bhardwaj, A.K., Kumar, D., & Raina, S. K. (2014). Prevalence of
diabetes mellitus and it’s risk factors among permanently settled tribal n areas
inviduals in tribal and urban areas in northern state of sub-himalayan region of
India. International journal of chronic diseases.
Keputusan menteri kesehatan RI no 297/Menkes/SK/IV/2006 tentang Pedoman
penyelenggaraan upaya keperawatan kesehatan masyarakat di puskesmas.
Kirk, A., & Leese, G. (2209). Encouraging physical activity interventions among
people with type 2 diabetes. Journal of diabetes nursing. 13(1), 26-31.
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
52
Kumar, V., Cotran, R.S., & Robbins, S.L. (2007). Buku ajar patologi (edisi 7).
Pendit, B.U. (penerjemah). Jakarta : EGC.
Mendosa. (2018). Revised international table of glycemic index (GI) and glycemic
load (GL). Glycemic Index and Glycemic Load. 1-127.
Myer, J., Atwood, J.E. & Froelicher, V. (2003). Active lifestyle and diabetes.
Journal of the American heart association.
doi : 10.1161/01.CIR.0000067882.00596.FC.
Naz, A., Butt, M.S., Sultan, M.T., Qayyum, M.M.N., & Niaz, R.S. (2014). Review
article : watermelon lycopene and allied health claims. EXCLI Journal. 13,
650-666.
Park, S.E., Housemann, R.A., & Brownson, R.C. (2003). Differential correlates of
physical activity in urban and rural adults of various socioeconomic
backgrounds in the United States. Journal epidemiol community health. 57,
29-35.
Population Reference Bureau (2012). Non communicable diseases among older
adults in low-and middle-income countries. Today’s research on aging. 26, 17.
Premanath, M., Gowdappa, H.B., Mahesh, M., & Babu, M.S. (2011). A study of
glycemic index of ten Indian fruits by an alternate approach. E-International
Scientific Research Journal. 3(1), 11-18.
Purwanto, E. (2009). Korelasi jumlah netrofil, limfosit, dan monosit dengan kadar
albumin urin pada pasien DM tipe 2 dengan mikroalbuminuria. Jurnal
biomedika. 1(1), 7-17.
Ramachandran, A., Snehalatha, C., Shetty, A.S., & Nanditha, A. (2012). Trends in
prevalence of diabetes in asian countries. World journal of diabetes. 3(6),
110-117.
Riskesdas (2013).
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
53
Routley, V.M. (2011). The emerging epidemic of type 2 diabetes-an asian pacific
perspective. On The Risk. 27(3), 72-76.
Sherwood, L. (2011). Fisiologi manusia dari sel ke sistem. (edisi 6). Pendit, B.U.
(penerjemah). Jakarta : EGC.
Smeltzer, S.C., & Bare, B. (2000). Brunner & Suddarth’s Textbook of Medical
Surgical Nursing (9th edition). Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.
Silbernagl, S., & Lang, F. (2007). Teks dan atlas berwarna patofisiologi. Jakarta :
EGC.
Stanhope, M., & Lancaster, J. (2006). Foundations of nursing in the community :
community-oriented practice (2nd edition). Philadelphia : Mosby Elsevier.
Swearingen, P.L. (2007). Manual of medical surgical nursing care. Nursing
interventions and collaborative management (6th edition). Philadelphia :
Mosby Elsevier.
Timby, .B. K., & Smith, N. E. (2010). Introductory medical-surgical nursing (10th
edition). Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.
Wild, S., Roglic, G., Green, A., Sicree, R., & King, H. (2004). Global prevalence of
diabetes. Estimates for year 2000 and projections for 2030. Diabetes care.
27(5), 1047-1053.
Wilkinson, J.M., & Ahern, N.R. (2012). Buku saku diagnosis keperawatan (edisi 9).
Jakarta : EGC.
Wilkelman, C.; Workman, M.L. . (2010). Medical surgical nursing patient-centered
collaborative care. St. Louis Missouri : Saunders Elsevier.
Will, J.C., Galuska, D.A., Ford, E.S., Mokdad, A., & Calle, E. E. (2001). Cigarette
smoking and diabetes mellitus : evidence of a positive association from a
large prospective cohort study. International journal of epidemiology. 30,
540-546.
World Health Organization. (2011). Serum ferritin concentrations for the assessment
of iron status and iron deficiency in populations. Vitamin and mineral
nutrition information system. Switzerland.
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
54
World Health Organization. (2010). Global satus report on noncommunicable
diseases.
WHO & United Nations Human Settlements Programme (UN-HABITAT) . (2010).
Hidden cities unmasking and overcoming health inequities in urban settings.
WHO press : Switzerland.
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
55
Lampiran 1
Satuan Acara Pengajaran (SAP)
Pokok Bahasan
: Pendidikan Kesehatan Pada Klien dengan Diabetes Mellitus
tipe 2
Sub Pokok Bahasan
: Program Latihan Fisik (olahraga) Untuk Penderita Diabetes
Mellitus tipe 2
Alokasi Waktu
: 45 menit
Sasaran
: Klien penderita Diabetes Mellitus tipe 2 dan keluarganya.
Tempat
: Ruang Rawat Lt. 5 Utara Gdg Teratai RSUP Fatmawati
Jakarta
I
Tujuan Instruksional Umum
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan tentang program latihan fisik
(olahraga) bagi penderita penyakit Diabetes Mellitus, diharapkan klien dan
keluarga mampu memahami dan memiliki komitmen untuk melakukan latihan
fisik (olahraga) dengan tepat.
II
Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mengikuti pendidikan kesehatan tentang Program Latihan Fisik
(olahraga) bagi penderita Diabetes Mellitus selama 1 x 45 menit, klien yang
menderita DM tipe 2 beserta keluarganya mampu :
1. Menjelaskan tentang pengertian DM tipe 2
2. Menjelaskan tentang penyebab DM tipe 2
3. Menjelaskan tentang tanda dan gejala DM tipe 2
4. Menjelaskan tentang perawatan DM tipe 2
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
56
5. Menjelaskan tentang pengertian latihan fisik (olahraga) bagi penderita
DM
6. Menjelaskan tentang pentingnya latihan fisik pada penderita DM tipe 2
7. Menjelaskan tentang akibat tidak melakukan aktivitas fisik pada
penderita DM tipe 2
8. Menjelaskan tentang manfaat latihan fisik (olahraga)) bagi penderita
DM tipe 2
9. Menjelaskan tentang jenis-jenis latihan fisik bagi penderita DM tipe 2
10. Menjelaskan persiapan untuk latihan
11. Menjelaskan tentang kontraindikasi bagi latihan fisik pada penserita
DM tipe 2
III
Kegiatan
IV
Metode
1. Diskusi
2. Ceramah
3. Tanya jawab
V
Media
1. Lembar balik
2. Leaflet
VI
Evaluasi
1. Evaluasi struktur
2. Evaluasi proses
3. Evaluasi hasil
VII Daftar Pustaka
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
57
Terlampir.
VIII Lampiran
1. Leaflet
2. Materi
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
58
Lampiran 2
LATIHAN FISIK (OLAHRAGA)
BAGI PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2
Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit metabolic kronik yang bersifat
prosgresif. Diabetes mellitus tipe 2 dapat terjadi akibat kurangnya produksi insulin
(insufisiensi insulin) atau resistensi insulin. Insufisiensi insulin terjadi akibat yang
dihasilkan oleh sel beta pulau Langerhans pancreas, atau resistensi insulin yaitu suatu
keadaan yang ditandai dengan tetap tingginya kadar glukosa dalam darah meskipun
jumlah insulin yang diproduksi cukup sehingga kadar gula darah yang tinggi tidak
dapat dirubah menjadi glikogen untuk disimpan di sel-sel hati maupun otot.
Apabila tidak ditangani dengan baik, maka dapat menimbulkan berbagai macam
komplikasi yang serius baik yang bersifat akut sampai kronis, mulai dari komplikasi
yang terjadi pada pembuluh darah besar (makrovaskular) sampai pembuluh darah
kecil (mikrovaskular).
Penanganan penyakit diabetes mellitus meliputi lima hal yaitu, manajemen nutrisi,
latihan (aktivitas fisik), pemantauan gula darah, terapi farmakologi (obat anti
diabetes), dan pendidikan kesehatan. Latihan fisik atau olahraga merupakan salah
satu bagian penting dari penatalaksanaan penyakit diabetes mellitus, terutama
diabetes mellitus tipe 2. Hal ini disebabkan karena pada penderita DM tipe 2 terjadi
insufisiensi insulin relative dan resistensi insulin yaitu suatu keadaan dimana jumlah
insulin yang diskeresi oleh sel beta pulau Langerhans relative cukup atau hanya
sedikit berkurang, namun tidak dapat bekerja dengan optimal untuk mentranspor
glukosa dari dalam darah ke sel-sel otot sebagai tempat penyimpanan glukosa
(glikogen). Latihan atau aktivitas fisik meningkatkan kadar transmembrane glucose
transporter yaitu pengangkut/pembawa glukosa melalui membrane plasma untuk
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
59
disimpan di sel-sel otot rangka dan sel jaringan lemak (Timby & Smith, 2010).
Menurut Sherwood (2011), terdapat beberapa jenis pembawa/pengangkut glukosa
(glucose transporter/GLUT), antara lain, GLUT 1, yang bertanggung jawab untuk
memindahkan glukosa menembus sawar darah otak, GLUT 2 berfungsi
memindahkan glukosa yang masuk ke sel ginjal dan usus ke aliran darah sekitar,
GLUT 3 berfungsi untuk mengangkut glukosa ke dalam neuron, serta GLUT 4 yang
berfungsi untuk penyerapan glukosa dari darah ke dalam sel-sel tubuh. GLUT 4
adalah satu-satunya jenis pengangkut glukosa yang berespon terhadap insulin,
sehingga GLUT 4 hanya akan dikeluarkan oleh membran plasma apabila terdapat
insulin. Kontraksi otot memicu penyisipan GLUT 4 ke dalam membran plasma sel
otot meskipun tidak terdapat insulin (Sherwood, 2011).
Latihan fisik yang dianjurkan untuk penderita DM tipe 2 adalah aerobic dan latihan
resistensi. Latihan aerobic meningkatkan kebugaran jantung dan sistem pernapasan,
sedangkan latihan resistensi meningkatkan sensitivitas insulin serta junlah dan fungsi
GLUT 4 (Horden, et al, 2012).
A. Pengertian DM tipe 2
Diabetes mellitus tipe 2 adalah penyakit kronis yang disebabkan karena
kurangnya jumlah insulin atau insulin yang diproduksi tidak dapat bekerja
dengan efektif untuk mengubah gula dalam darah menjadi energy yang
disimpan dalam sel-sel otot dan lemak dalam tubuh.
B. Penyebab DM tipe 2
Ada beberapa penyebab terjadinya DM tipe 2 :
1. Faktor keturunan
2. Kegemukan
3. Gaya hidup yang kurang sehat (jarang berolahraga, kegemukan,
konsumsi makanan yang manis-manis atau berlemak)
4. Penuaan
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
60
C. Tanda dan Gejala DM tipe 2
Ada beberapa tanda dan gejala yang dapat dialami oleh penderita DM tipe 2,
antara lain :
1. Sering haus
2. Sering minum
3. Sering lapar sehingga banyak makan
4. Berat badan menurun drastis
5. Adanya luka yang susah sembuh
D. Perawatan DM tipe 2
Perawatan DM tipe 2 meliputi beberapa hal, yaitu :
1. Pengaturan diet yang seimbang
2. Modifikasi gaya hidup yang sehat, seperti berolah raga secara teratur,
hindari merokok, minum alcohol.
3. Rutin memantau gula darah (terutama HbA1C setiap 3 bulan sekali
apabila menggunakan insulin suntik, dan setiap 6 bulan sekali apabila
menggunakan obat anti diabetes atau hanya diet saja tanpa obat anti
diabetes serta bila kadar gula darah terkontrol dengan baik).
4. Melakukan perawatan kaki setiap hari.
5. Pengobatan (minum obat secara teratur)
E. Pengertian Latihan fisik
Latihan fisik pada penderita DM tipe 2 adalah serangkaian gerakan tubuh
yang menimbulkan kontraksi otor-otot rangka sehingga meningkatkan
pengeluaran energi. (Colberg, et al, 2010)
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
61
F. Pentingnya latihan fisik
Latihan fisik penting dilakukan oleh penderita DM tipe 2 karena dapat
meningkatkan kerja GLUT (zat pembawa glukosa dari darah ke dalam sel)
sehingga kadar gula dalam darah menjadi relative lebih stabil.
G. Akibat tidak melakukan latihan fisik :
Ada beberapa akibat buruk yang dapat terjadi apabila latihan fisik tidak
dilakukan/dilakukan namun tidak secara teratur :
1. Kadar gula darah tetap tinggi (tidak terkontrol)
2. Mempercepat timbulnya komplikasi dari penyakit DM, seperti
kebutaan, gagal ginjal, hilangnya sensasi pada saraf-saraf tepi
(kebas/mati rasa terutama di kaki), penyakit darah tinggi, penyakit
jantung.
H. Manfaat
Menurut Horden, Dunstan, Prins, Baker, Singh, & Coomes (2012), latihan
fisik (olahraga) dapat memberikan beberapa manfaat bagi penderita DM tie 2,
antara lain :
1. Meningkatkan glikemik control (pengontrolan gula darah)
2. Meningkatkan komposisi tubuh
3. Meningkatkan kesehatan jantung dan sistem pernapasan
4. Mengurangi risiko penyakit jantung (kardiovaskular)
5. Meningkatkan fungsi fisik dan kesejahteraan pada klien dengan DM
tipe 2
6. Meningkatkan mood.
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
62
I. Jenis-jenis latihan yang dianjurkan untuk penderita DM tipe 2 atau prediabetes.
Latihan yang dianjurkan untuk penyanang DM tipe 2 atau pre-diabetes, yaitu
latiha aerobic dan latihan resistensi.
1) Latihan aerobic (melatih otot-otot besar) yang dapat dilakukan antara
lain, berlari, bersepeda, berenang. Latihan ini dibagi menjadi 2 jenis,
yaitu aerobic intensitas sedang dan berat.
a) Aerobic intensitas sedang
 Intensitas latihan : hingga denyut jantung maksimal
meningkat 55-69%.
 Lama latihan : total 210 menit dalam seminggu.
 Frekuensi latihan : tidak boleh lebih dari 2 hari
berturut-turut tanpa latihan.
b) Aerobik intensitas berat
 Intensitas latihan : hingga denyut jantung maksimal
meningkat 70-89%.
 Lama latihan : total 125 menit dalam seminggu.
 Frekuensi latihan : tidak boleh lebih dari 2 hari
berturut-turut tanpa latihan.
2) Latihan resistensi (latihan sendi dan otot-otot besar).
 Intensitas latihan : sedang sampai berat, terdiri dari 8-10
gerakan, selama 2-4 set, disertai pengulangan sebanyak 8-10,
dengan interval 1-2 menit.
 Lama latihan : 60 menit dalam seminggu.
 Frekuensi latihan : 2 kali atau lebih dalam seminggu.
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
63
Aktivitas fisik yang dianjurkan untuk penderita DM tipe 2 dengan komplikasi
(Sigal, et al,2006 dalam Kirk & Leese, 2009)
Komplikasi
aktivitas fisik yang dianjurkan
Retinopati prolipertif
berjalan, berenang, bersepeda. Hindari aktivitas
berat yang merangsang valsalva atau latihan
yang menimbulkan goncangan seperti aerobic
tingkat tinggi.
Penyakit arteri perifer
interval latihan (3 menit berjalan, 1 menit
istirahat), berenang, bersepeda statis, latihan di
kursi.
Neuropati perifer
latihan tanpa menahan berat (berenang,
bersepeda, mendayung perahu). Hindari latihan
yang berhubungan
dengan menahan berat,
seperti berlari, berjalan dalam waktu lama,
menaiki tangga.
Neuropati autonomik
latihan di air, bersepeda dalam posisi setengah
berbaring. Hindari latihan yang menyebabkan
perubahan posisi tubuh, denyut, dan tekanan
darah yang cepat.
Nefropati
latihan ringan sampai berat
J. Pesiapan
Ada beberapa hal yang harus dipersipakan sebelum melakukan latihan
fisik/olahraga, antara lain :
1. Pergunakan pakaian yang nyaman (yang menyerap keringat, tidak
ketat)
2. Gunakan alas kaki yang nyaman (sepatu dan kakus kaki) yang
berukuran pas (tidak sesak dan tidak terlalu longgar).
3. Lebih baik apabila bersama dengan anggota keluarga atau teman.
4. Membawa persediaan makanan kecil/ air putih atau permen.
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
64
K. Kontraindikasi
Terdapat beberapa kontraindikasi dari latihan fisik bagi penderita DM tipe 2,
yaitu :
1. Kadar gula darah > 250 mg/dL (14 mmol/L) yang memiliki keton dalam
urine.
Karena
akan
meningkatkan
sekresi
glucagon,
hormone
peertumbuhan dan katekolamin, sehingga hati akan melepaskan lebih
banyak glukosa yang makin akan meningkatkan kadar gula darah
(Smeltzer & Bare, 2000).
2. Kadar gula darah dibawah 80 mg/dL (ditandai dengan keringat dingin,
lemas, pusing ).
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
65
Referensi
Colberg, S. R, et al. (2010). Exercise and type 2 diabetes. Diabetes Care Journals. 33
(12), e147e167.
De Feo, P., & Schwarz, P. (2013). Is physical exercise a core therapeutical element
for most patients with type 2 diabetes ? Diabetes Care Journals. 36 (2), S149S154.
.
Horden, M.D., et al. (2012). Exercise prescription for patients with type 2 diabetes
and pre-diabetes : a position statement from exercise and sport science
Australia. Journal of Science and Medicine Sport. 15, 25-31
Kirk, A., & Leese, G. (2009). Encouraging physical activity interventions among
people with type 2 diabetes. Journal of Diabetes Nursing. I (15), 26-31
Sherwood, L. (2009). Fisiologi manusia dari sel ke sistem. (edisi 6). Pendit, B.U.
(penerjemah). Jakarta : EGC.
Smeltzer, S.C., & Bare, B. (2000). Brunner & Suddarth’s Textbook of Medical
Surgical Nursing (9th edition). Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
67
Lampiran 4
3.1.4 Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal/jam
Jenis pemeriksaan dan hasil
Nilai normal
31 Mei 2014/
Darah lengkap
jam 15:20:43
Hb
10,8
g/dL
13,2 – 17,3
Ht
33
%
33 – 45
Leukosit
12,2
rb/dL
5,0 – 10,0
Trombosit
586
rb/dL
150 – 440
Eritrosit
3,80
rb/dL
4,40 – 5,90
VER
86,9
fl
80,0 – 100,0
HER
28,3
pg
26,0 – 34,0
KHER
32,5
g/dL
32,0 – 36,0
RDW
13,5
%
11,5 – 14,5
SGOT
34
U/I
0 – 34
SGPT
37
U/I
0 – 40
Ur
60
mg/dL
20 – 40
Cr
1,0
mg/dL
0,6 – 1,5
GDS
546
mg/dL
< 200
Na
124
mmol/L
135 – 147
K
4,25
mmol/L
3,10 – 5,10
Cl
94
mmol/L
95 - 108
Keton darah
0,70
Fungsi hati
Elektrolit
Golongan darah
0,00 – 0,60
B/Rh +
Tabel 3.1.4.1 hasil laboratorium Bpk N.H tanggal 31 Mei 2014
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
68
Tanggal/jam
Jenis pemeriksaan dan hasil
Nilai normal
31 Mei 2014/
Anlisa gas darah (AGD)
jam 17:46:43
pH
7,517
pCO2
38,3
mmol/L
35 – 45
pO2
84
mmol/L
83 – 108
BP
749
HCO3
30,4
mmol/L
21 – 28
O2 saturasi
97,2
%
95 – 99
BE
7,1
-2,5 – 2,5
Total CO2
31,5
19 – 24
7,370 – 7,440
Tabel 3.1.4.2 hasil laboratorium AGD Bpk. N.H tanggal 31 Mei
2014
Tanggal/jam
Jenis pemeriksaan & hasil
Nilai normal
Glukometer (POCT)
01-6-2014/11:06:39 am
479
mg/dL
< 90
01-6-2014/11:06:52 am
391
mg/dL
< 90
01-6-2014/11:07:06 am
373
mg/dL
< 90
01-6-21014/1:26:10 pm
436
mg/dL
< 90
01-6-2014/1:26:23 pm
349
mg/dL
< 90
01-6-2014/1:26:34 pm
310
mg/dL
< 90
01-6-2014/1:26:49 pm
232
mg/dL
< 90
01-6-2014/1:27:29 pm
436
mg/dL
< 90
02-6-2014/6:18:29 am
144
mg/dL
< 90
04-6-2014/08:30 am
214
mg/dL
< 90
Tabel 3.1.4.3 hasil lab glukometer Bpk. N.H tanggal 01-06-2014
s/d 04-06-2014
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
69
Tanggal/jam
01 Juni 2014
Jenis pemeriksaan dan hasil
Nilai normal
Kimia darah
Keton darah
3,20 mmol/L
0,00 – 0,60
Tabel 3.1.4.4 hasil laboratorium keton darah Bpk. N.H tanggal 31
Mei 2014
Tanggal/jam
Jenis pemeriksaan dan hasilnya
Nilai normal
02 Juni 2014/
Darah lengkap
jam 15:20:43
Hb
9,7
g/dL
13,2 – 17,3
Ht
30
%
33 – 45
Leukosit
12,3
rb/dL
5,0 – 10,0
Trombosit
568
rb/dL
150 – 440
Eritrosit
3,40
rb/dL
4,40 – 5,90
Laju endap darah(LED) 110,0 nm 0,0 – 10,0
VER
88,2
fl
80,0 – 100,0
HER
28,4
fl
26,0 – 34,0
KHER
32,3
fl
32,0 – 36,0
RDW
12,3
fl
11,5 – 14,5
Basofil
0
%
0–1
Eosinofil
1
%
1–3
Netrofil
77
%
50 – 70
Limfosit
14
%
20 – 40
Monosit
6
%
2–8
Luc
2
%
< 4,5
Retikulosit
0,5
%
0,5 – 1,5
Tabel 3.1.4.5 hasil lab darah lengkap Bpk. N.H tanggal 02 Juni
2014
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
70
Tanggal/jam
Jenis pemeriksaan dan hasilnya
02 Juni 2014/
Kimia darah
jam 15:20:43
Feritin
Nilai normal
600
mg/mL
22 – 322
2,50
g/dL
3,40 – 4,80
3,8
mg/dL
<7
Fungsi hati
Albumin
Fungsi ginjal
Asam urat
Pengontrolan glukosa darah
HbA1c
9,4
%
4,5 – 6,3
Profil lipid
Trigliserida
162 mg/dL
< 150
Kolesterol total 131 mg/dL
< 200
Kolesterol HDL 18 mg/dL
28 – 63
Kolesterol LDL
< 130
80 mg/dL
Elektrolit darah
Natrium
137
mmol/L
135 – 147
Kalium
3,87
mmol/L
3,10 – 5,10
Clorida
106
mmol/L
95 – 108
Tabel 3.1.4.6 hasil lab kimia darah Bpk.N.H tanggal 02 Juni 2014
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
71
Tanggal/jam
Jenis pemeriksaan dan hasilnya
Nilai normal
02 Juni 2014/
Kimia darah
jam 15:20:48
Kolesterol total
131 mg/dL
< 200
Kolesterol HDL
18 mg/dL
28-63
Kolesterol LDL
80 mg/dL
< 130
Elektrolit darah
Natrium
137 mmol/L
135-147
Kalium
3,84 mmol/L 3,10-5,10
Klorida
106 mmol/L 95-108
Tabel 3.1.4.7 hasil laboratorium kimia darah dan urin Bpk. N.H
tanggal 02 Juni 2014
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
72
Tanggal/jam
Jenis pemeriksaan dan hasilnya
Nilai normal
02 Juni 2014/
Urinalisa
jam 15:20:48
Urobilinogen
0,2 E.U/dL
<1
Protein urine
positif 1
negatif
Berat jenis
1,015
1,005-1,030
Bilirubin
negatif
negatif
Keton
positif 1
negatif
Nitrit
negatif
negatif
pH
6,0
4,8-7,4
lekosit
negatif
negatif
darah/Hb
positif 1
negatif
glukosa urin/reduksi Trace
negatif
warna
kuning
kuning
kejernihan
jernih
jernih
Sedimen Urin
Epitel
positif
Lekosit
3-4 /LPB
0-5
Eritrosit
10-15 /LPB
0-2
Silinder
negatif/LPK
negatif
Kristal
negatif
negatif
Bakteri
negatif
negatif
Lain-lain
negatif
negatif
Tabel 3.1.4.8 hasil laboratorium urinalisa dan sedimen urin
Bpk. N.H tanggal 02 Juni 2014
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
73
Tanggal/jam
Jenis pemeriksaan
Hasil
02 Juni 2014/
Hapusan Darah Tepi
Jam 15:20:48
Eritrosit
Normositik normokrom
Leukosit
Kesan jumlah meningkat,
netrofilia
Trombosit
Kesan jumlah meningkat,
morfologi normal
Kesan
Anemia
normokrom,
normositik
leukositosis
dan trombositosis
Tabel 3.1.4.9 hasil laboratorium hapusan darah tepi Bpk. N.H
tanggal 02 Juni 2014
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
74
Lampiran 5
3.1.5
Pemeriksaan Diagnostik
3.1.5.1 Thorax foto : pericardial infiltrat dan pneumonia lobus kanan,
kardiomegali.
3.1.5.2 EKG : tanggal 30 Mei 2014
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
75
Lampiran 6
ANALISA DATA
N
Tanggal
o.
1.
3/6/2014
Data
Masalah
Penunjang
Keperawatan
DS : - klien mengeluh sesak napas
Bersihan
DO : - RR : 32 x/mnt
napas tidak efektif
- Ada
penggunaan
jalan
otot-otot
bantu pernapasan.
- Batuk ada, sputum ada, warna
putih kekuningan dan kental.
2.
3/6/2014
DS : - Klien mengeluh badan
Gangguan perfusi
terasa lemah, dan sesak napas.
DO : - keadaan umum klien
jaringan
dan
tampak lemah.
kardiopulmonal)
- Konjungtiva tampak pucat
- Ada
penggunaan
otot-otot
bantu pernapasan.
- CRT : > 3 detik
- Lab 31/5/14 Hb 10,8 mg/dL
- Lab 2/6/14 Hb 9,7 mg/dL
- Lab AGD (31/5/14)
• pH
7,517
• HCO3
30,4
- Hasil EKG (30/5/14)
• Sinus takikardi, NA, QRS
rate 100x/mnt, gelombang
P
normal,
kurang
dari
(perifer
PR
interval
0,25
dan
kompleks QRS smpt?.
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
76
• Terdapat T invertil pada V1
serta terdapat VES panjang.
- Hasil thorax foto :
• Infiltrat
pericardial
dan
gagal paru kanan.
• Suspek
pneumonia
dan
kardiomegali.
3.
3/6/2014
DS : - Klien mengatakan sehari bak 7 Risiko kekurangan
8 kali sehari, warna volume cairan dan
elektrolit tubuh.
urin kuning jernih.
sampai
- Klien mengeluh sering haus.
-
klien mengatakan tidak terasa
haus berlebihan seperti ketika
sebelum
dirawat
masih
di
rumah.
- Keluarga
klien
minum hari
08.00
pagi
mengatakan
ini
sejak
hingga
jam
jam
14.00 siang sebanyak 500 cc
per NGT.
DO: - diaphoresis banyak sekali
(+++)
-
Terpasang douwer catheter,
produksi urine ada warna
kuning jernih.
-
mukosa bibir klien tampak
lembab, turgor kulit baik.
- Terpasang IVFD NS 1500
cc/24 jam dan IVFD insulin 1
UI/jam
(syringe
pump
di
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
77
tangan kiri)
- balance cairan per 24 jam tgl 2
Juni 2014 : intake 2500 cc,
output 3300 cc; BC (- 800 cc).
- balance cairan per 12 jam tgl 3
Juni 2014 : intake 1600 cc,
output : 1400 cc; BC (+ 200
cc).
- lab
(31/5/2014)
Na:124
mmol/L,K: 4,25 mmol/L, Cl:
94 mmol/L
- lab
(2/5/2014)
mmol/L,K:
3,87
Na:137
mmol/L,
Cl:106 mmol/L
4.
3/6/2014
DS: - Klien
mengeluh
badan Hipertermi
terasa demam.
DO : - palpasi kulit teraba panas.
- Kulit tubuh tampak kemerahan
- Observasi suhu 38⁰ C (axilla).
5.
3/6/2014
DS : - klien
mengatakan
merasa Risiko
lapar terus.
DO : - terpasang NGT no 16
ketidakseimbangan
nutrisi
- klien mendapat diet cair DM dari
1800 kalori melalui NGT
tubuh.
- BB : 60 kg, TB : 160 cm
- IMT : 23,43 kg/cm2.
-
BB klien sebelum sakit 80
kg (ada penurunan berat
badan sebesar 20 kg)
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
:
kurang
kebutuhan
78
6.
3/6/2014
DS : - klien mengatkan sudah 10 hari Gangguan
belum buang air besar.
7.
3/6/2014
pola
eliminasi bowel :
DO: - bising usus 6 x/ menit
konstipasi.
DS : - klien mengatakan sering
Ketidakstabilan
merasa haus.
kadar
DO : - nilai lab POCT
2014)
masih
glukosa
(1-4 Juni darah
berfluktuasi (hiperglikemia)
belum mencapai 200 mg/dL
(436, 232, 349, 475, 436, 373,
391, 310, 144. dan 214),
mg/dL.
8.
3/6/2014
DS : - klien mengatakan badannya Risiko infeksi
terasa demam.
- klien mengatakan batuk sejak
1 minggu sebelum masuk RS
- klien
mengatakan
berdahak,
warna
batuk
sputum
putih kekuningan dan kental.
DO : - suhu tubuh (K) : 38⁰ C (axilla)
- nilai lab (31/5/2014)
leukosit : 12,2 rb/dL
- Lab (2/6/14) : darah lengkap
: neutrofil 77%,
14%.
Eritrosit
limfosit
urine
10-
15/LPB
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
79
9.
3/6/2014
DS: - klien dan keluarga mengatakan Ketidakefektifan
hanya mengetahui
penyakit diabetes
tentang manajemen
hanya
terapeutik.
sedikit saja mellitus.
- klien mengatakan tidak
mengetahui
tentang program
olahraga/latihan fisik serta
manfaatnya bagi penderita
DM tipe 2.
-
Klien
mengatakan
sebelum
dirawat klien hanya kadangkadang saja berolahraga, yaitu
pada hari Sabtu atau Minggu.
Olahraga
yang
dilakukan
adalah jalan kaki pulang pergi
ke Ragunan, atau bermain
bulutangkis.
DO :-
bahasa
sehari-hari
yang
digunakan klien adalah bahasa
Indonesia.
-
Pendidikan
terakhir
klien
adalah SLTA.
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
80
Lampiran 7
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas
tidak
efektif
berhubungan
dengan
adanya
sekresi
trakeobraonkial sekunder
terhadap infeksi atau
berhubungan
dengan
nyeri dan kelemahan
sekunder
terhadap
konsolodasi paru.
Tujuan
Intervensi
Klien
akan
dapat Mandiri :
mempertahankan
- Pertahankan jalan napas
bersihan jalan nafas yang
klien dan pastikan sekresi
efektif
dan
adekuat
dapat dikeluarkan.
setelah diberi perawatan
selama 1x8 jam.
- Auskultasi bunyi napas
setiap 2-4 jam (atau sesuai
Kriteria evaluasi :
dengan kebutuhan/kondisi
 Klien
dapat
klien)
serta
laporkan
mendemonstrasikan
adanya perubahan dalam
batuk efektif.
kemampuan klien untuk
 Jalan nafas klien
mengeluarkan
sekresi
bersih.
pulmonal.
 Tidak
ada
bunyi
napas tambahan.
- Inspeksi sputum terhadap
jumlah, bau, warna, dan
konsistensinya. Catat pada
catatan
perkembangan
klien.
Rasional
- Jalan nafas yang paten dan bebas
dari sekresi akan meningkatkan
keadekuatan jalan napas klien.
- Komplikasi dari terapi hiperventilasi
meliputi, distensi lambung, sakit
kepala, hipotensi, serta tanda dan
gejala dari pneumothorax seperti,
napas pendek, nyeri dada tajam,
menghilangnya bunyi napas pada
satu sisi paru, dispnea dan batuk.
- Untuk mengurangi rasa nyeri pada
saat batuk.
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
81
- Pastikan klien melakukan
nafas
dalam
dengan
latihan
batuk
efektif
minimal 2 jam sekali.
Bantu klien mendapatkan
posisi
yang
nyaman,
biasanya semi fowler
untuk
meningkatkan
keefektifan latihan.
- Kaji adanya kebutuhan
terapi
hiperventilasi
apabila klien tidak mampu
menarik napas dalam.
Laporkan apabila ada
komplikasi dari terapi
hiperventilasi.
- Ajarkan
klien
untuk
menahan bagian dada
dengan bantal, selimut
yang
dilipat
atau
menyilangkan lengan di
depan dada ketika batuk.
- Pastikan
klien
memperoleh
fisioterapi
dada
sesuai
dengan
kebutuhan.
Dokumentasikan respon
klien terhadap terapi.
- Fisioterapi
dada
meningkatkan
keefektifan pengeluaran secret dan
bersihan jalan nafas klien.
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
82
- Bantu klien merubah
posisi setiap 2 jam untuk
memobilisasi
secret.
Apabila
klien
dapat
berjalan,
bantu
klien
melakukan
ambulasi
sesuai dengan toleransi.
- Ambulasi membantu pengeluaran
sekret dari paru dan membantu
pengembangan
paru
sehingga
mencegah terjadinya atelektasis.
- Tingkatkan
pemberian
cairan 2500 mL atau lebih
perhari, apabila tidak
terdapat kontraindikasi.
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
83
- Pemberian cairan dapat menurunkan
kekentalan sputum.
2.
Gangguan
perfusi
jaringan (kardiopulmonal
dan perifer) berhubungan
dengan
terganggunya
aliran darah vena atau
arteri sekunder terhadap
peningkatan viskositas
darah,
peningkatan
jumlah dan kelekatan
trombosit,
serta
imobilisasi pada klien.
Klien
akan
dapat Mandiri :
mempertahankan perfusi - Pantau nilai hematokrit.
jaringan (kardiopulmonal
Dengan
penggantian
cairan yang tepat, nilai
dan perifer) yang optimal
setelah diberi perawatan
hematokrit akan kembali
selama 1x8 jam.
normal dalam 24-48 jam.
Kaji nilai ureum nitrogen
Kriteria evaluasi :
darah, sebagai indikator
 Tekanan nadi perifer
terhadap perbaikan perfusi
lebih dari 2 (skala 0jaringan dan ginjal.
4).
 Kulit hangat
- Kaji
kekuatan
nadi
 Tes kapilari refill
perfifer setiap 2-4 jam.
kurang dari 2 detik.
Laporkan dengan segera
 Tidak
ada
apabila
terdapat
pembengkakan.
penurunan kekuatan nadi
 Kulit tidak pucat.
atau tidak adanya nadi.
 Tidak ada eritema
 Tidak ada nyeri pada - Awasi
tanda-tanda
paha dan betis.
terjadinya trombisis vena
dalam/deep
vein
thrombosis (DVT), seperti
eritema, nyeri, kulit yang
teraba
lembut
serta
- Nilai
hematokrit
merupakan
indikator
dalam
menentukan
keadekuatan perfusi jaringan. Nilai
ureum nitrogen dalam darah
merupakan
indikator
terhadap
keadekuatan perfusi jaringan ginjal).
- Kekuatan nadi perifer yang menurun
atau
menghilang
menunjukkan
adanya penurunan perfusi jaringan
perifer.
- Thrombosis arteri kemungkinan
menyebabkan
nyeri,
parestesia
(terutama
kehilangan
sensasi
terhadap sentuhan ringan dan pada
dua titik yang berbeda), sianosis
dengan pemanjangan waktu kapilari
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
84
hangat/panas,
dan
bengkak pada area yang
mengandung
thrombus.
Kaji adanya perubahan
warna kulit, pucat, kulit
teraba dingin, dan dilatasi
pada vena-vena superficial
pada daerah ekstremitas
bawah. Laporkan dengan
segera apabila terdapat
tanda-tanda tersebut.
refill, lebab/kebiruan dan ekstremitas
yang teraba dingin.
-
- Motivasi klien melakukan
latihan aktif pada semua
ekstremitas setiap 2 jam
sekali guna meningkatkan
aliran darah ke jaringan.
Motivasi klien untuk
menggerakkan betis dan
memutar pergelangan kaki
setiap jam pada klien yang
diduga mengalami DVT.
- Latihan
aktif
membantu
meningkatkan aliran darah ke
jaringan perifer dan mencegah
terjadinya thrombosis.
- Apabila tidak terdapat
kontraindikasi,
berikan
cairan lebih dari 2500 mL
per hari
- Pemberian caiaran yang adekuat
mengurangi
viskositas
darah
sehingga melancarkan sirkulasi ke
jaringan.
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
85
3.
Risiko
kekurangan
volume
cairan
dan
elektrolit
tubuh
berhubungan
dengan
kegagalan
mekanisme
pengaturan
atau
penurunan
volume
sirkulasi
sekunder
terhadap hiperglikemia
dan poliuria dengan
diuresis osmotik.
Klien
akan
dapat
mempertahankan volume
cairan
tubuh
yang
adekuat setelah diberi
perawatan selama 1x8
jam.
Kriteria evaluasi :
 Tekanan darah 90/60
mmHg atau lebih
(atau sesuai dengan
nilai toleransi klien).
 Denyut jantung 60100 x/mnt.
 Turgor kulit baik,
lembab,
serta
membrane
mukosa
berwarna
merah
muda.
 Berat jenis urine
kurang dari 1,020
 Balans cairan normal.
 Urin output 30 ml/jam
atau lebih.
Mandiri :
- Pantau tanda-tanda vital
setiap jam. Laporkan
apabila ada perubahan
tanda-tanda vital kearah
tidak normal.
- Monitor masukan
haluaran cairan.
- Perubahan tanda-tanda vital (denyut
jantung lebih dari 120x/mnt, tekanan
darah kurang dari 90/60 mmHg
menunjukkan
terjadinya
syok
hipovolemik.
dan
- Penurunan masukan cairan serta
peningkatan
haluaran
urin
mempengaruhi
terjadinya
kekurangan volume cairan.
- Berikan cairan minimal
1500-3000 mL per 24 jam
(apabila tidak terdapat
kontraindikasi).
- Rata-rata kebutuhan cairan yang
dibutuhkan adalah 1500-3000 mL
per 24 jam.
- Monitor berat badan setiap
hari pada waktu yang
sama.
- Penurunan berat badan menunjukan
kemungkinan terjadinya kekurangan
volume cairan tubuh.
- Monitor turgor kulit dan
membran mukosa klien.
- Perubahan pada turgor kulit dan
membrane mukosa yang kering
mengindikasikan
terjadinya
kekurangan volume cairan tubuh.
- Pantau nilai laboratorium
warna dan berat jenis urin
klien.
- Warna urin yang pekat serta
peningkatan
berat
jenis
urin
menunjukkan terjadinya kekurangan
volume cairan tubuh pada klien.
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
86
- Pantau nilai natrium,
ureum dan kreatinin darah
klien.
4.
Hipertermi berhubungan
dengan peningkatan laju
metabolism
sekunder
terhadap
infeksi
(pneumonia).
Klien
akan
dapat Mandiri :
mempertahankan
suhu - Pantau suhu tubuh klien
tubuh
yang
normal
setiap 2 jam sekali.
(normotermi)
setelah
diberi perawatan selama
1x8 jam.
- Bantu klien menggunakan
pakaian yang tipis dan
menyerap keringat serta
Kriteria evaluasi :
 Suhu tubuh dalam
ganti selimut klien dengan
batas normal.
yang tipis.
 Warna kulit normal
(tidak kemerahan).
- Atur suhu lingkungan
klien senyaman mungkin
dengan
meningkatkan
ventilasi udara (membuka
jendela, memasang kipas
angin.
- Peningkatan nilai natrium, ureum
dan kreatinin darah mengindikasikan
kekurangan volume cairan tubuh.
- Sebagai indikator untuk mengetahui
adanya perubahan kearah yang tidak
normal.
- Pakaian yang tipis dan menyerap
keringat meningkatkan pengeluaran
panas melalui mekanisme evaporasi
serta meningkatkan rasa nyaman
klien.
- Ventilasi udara yang adekuat
meningkatkan pengeluaran panas
dengan cara konveksi.
- Atur
suhu
air
conditioner/AC)
lebih
rendah dari suhu tubuh
(apabila tersedia).
- Penggunaan air conditioner dengan
suhu yang sesuai akan membantu
pengeluaran panas tubuh secara
radiasi.
- Motivasi
klien
meningkatkan
intake
cairan sebanyak 200 cc
(apabila tidak terdapat
kontraindikasi).
- Intake
cairan
yang
adekuat
membantu menurunkan suhu tubuh
klien.
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
87
5.
Risiko
ketidakseimbangan
nutrisi
kurang
dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan
dengan
intake yang berlebihan,
dan penurunan aktivitas.
- Berikan kompres hangat
di daerah axilla atau lipat
paha klien.
- Kompres hangat di daerah axilla dan
lipat paha mempercepat penuruan
panas tubuh melalui mekanisme
konduksi. Area axilla dan lipat paha
merupakan
tempat
terdapatnya
pembuluh
darah
balik
yang
berukuran besar sehingga baik untuk
tempat
diberikannya
kompres
hangat.
- Pantau suhu tubuh klien
setiap 2 jam sekali atau
sesuai dengan indikasi.
- Untuk mengetahui keberhasilan
intervensi yang diberikan.
- Berikan antipiretik sesuai
dengan kebutuhan.
- Agen antipiretik dapat diberikan
apabila cara-cara konvensional di
atas tidak berhasil menurunkan panas
tubuh klien.
Klien
akan
dapat Mandiri :
menunjukkan
- Pantau berat badan klien
perkembangan
status
setiap hari.
nutrisi yang adekuat.
- Berikan klien makanan
Kriteria evaluasi :
sesuai dengan kebutuhan
 Berat badan stabil
tubuh (2400 kkal/hari)
 Nilai
nitrogen
seimbang atau positif. - Anjurkan
klien
 Nilai serum protein 6mengkonsumsi
dan
8 g/dL
sayuran mentah seperti 1
 Nilai serum albumin
mangkuk salad dan agar3,5-5,5 g/dL.
agar tanpa gula; minuman
- Sebagai indikator untuk menentukan
adanya perubahan status nutrisi
klien.
- Memberikan makanan sesuai dengan
kebutuhan tubuh klien akan menjaga
berat badan klien yang normal.
- Makanan bebas gula mengandung
kalori kurang dari 20 kal per porsi,
sehingga kalorinya dapat diabaikan
dan tidak menyebabkan hiperglikemi
pada klien.
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
88
bebas gula, atau sup
rendah garam, pada saat
klien
merasa
lapar
diantara waktu makan.
- Anjurkan klien untuk
makan secara perlahanlahan dan tunggu 15 detik
diantara
mengunyah,
menelan dan memasukkan
makanan berikutnya.
Kolaborasi :
- Sediakan makanan 3 kali
sehari dan snack 2 kali
sehari
sesuai
dengan
jumlah
kalori
yang
diresepkan.
6.
Gangguan pola eliminasi
bowel
:
konstipasi
berhubungan
dengan
perubahan dalam diet,
aktivitas, dan faktor
psikososial
sekunder
terhadap hospitalisasi.
Klien
akan
dapat Mandiri :
memperoleh
pola - Kaji dan dokumentasikan
eliminasi yang adekuat
pola eliminasi bowel klien
setelah diberi perawatan
yang normal, meliputi
selama 1x24 jam.
frekuensi,
waktu,
kebiasaan
yang
berhubungan
dengan
Kriteria evaluasi :
eliminasi bowel, serta cara
 Kebiasaan/pola buang
yang berhasil digunakan
air besar klien akan
untuk
mengatasi
kembali normal.
konstipasi pada waktu
 Feses lunak dan klien
yang lampau.
tidak akan mengalami
ketegangan/stress saat - Berikan informasi pada
- Waktu makan yang perlahan
memperpanjang perasaan senang
ketika makan dan menyediakan
waktu bagi otak untuk merasakan
sensasinya.
- Kalori yang sesuai memenuhi
kebutuhan
nutrisi
klien
dan
membantu mempertahankan berat
badan ideal klien.
- Sebagai
data
dasar
dalam
menetapkan
masalah
dan
menentukan intervensi bagi klien.
- Pemberian informasi terkait dengan
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
89
mengeluarkan feses.
klien bahwa perubahanperubahan yang terjadi
sehubungan
dengan
hospitalisasi
dapat
meningkatkan
kemungkinan terjadinya
konstipasi. Dorong klien
untuk
menggunakan
metode nonfarmakologi
yang berhasil digunakan
di rumah segera pada saat
masalah konstipasi terjadi
atau untuk mencegah
terjadinya konstipasi.
perubahan selama hospitalisasi akan
meningkatkan adaptasi klien.
- Ajarkan klien tentang
hubungan antara intake
cairan dan konstipasi.
Kecuali ada kontraindikasi
lain, dorong intake cairan
lebih dari 2500 mL/hari.
Pantau
dan
catat
pergerakan usus (tanggal,
waktu,
konsistensi,
jumlah).
- Pengetahuan mengenai manfaat
intake cairan yang adekuat akan
medorong
klien
untuk
mengkonsumsi cairan sesuai dengan
kebutuhan yang telah ditetapkan
sehingga dapat mencegah konstipasi.
- Ajarkan klien tantang
hubungan antara jenis
makanan yang dikonsumsi
dan konstipasi. Dorong
klien untuk memasukan
makanan berserat
- Pengetahuan mengenai manfaat
makanan
berserat
akan
meningkatkan motivasi dan ketaatan
klien dalam mengkonsumsi makanan
yang telah disediakan.
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
90
(seperti,
buah-buahan
mentah
dan
sayuran,
gandum,
kacangkacangan, buah dengan
kulitnya) sebagai bagian
dari
makanan
yang
dikonsumsi setiap kali
makan
(apabila
memungkinan).
- Ajarkan klien tentang
hubungan
antara
konstipasi dan tingkat
aktivitas. Dorong klien
melakukan aktivitas yang
optimal.
- Aktivitas yang optimal akan
mengurangi
risiko
terjadinya
konstipasi dengan meningkatkan
peristaltik usus.
- Tentukan
dan
beritahukan
program
aktivitas
guna
meningkatkan partisipasi,
termasuk peralatan yang
diperlukan
untuk
membantu
kemandirian
klien.
- Melibatkan klien dalam penyusunan
program
aktivitas
akan
meningkatkan
motivasi
dan
partisipasi klien dalam latihan.
- Anjurkan kepada klien
untuk
mempertahankan
pola eliminasi bowel yang
normal. Sediakan bahan
yang dibutuhkan atau
sediakan lingkungan yang
nyaman yang biasanya
- Mempertahankan pola eliminasi
bowel yang normal akan mengurangi
risiko terjadinya konstipasi.
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
91
digunakan klien (segelas
kopi saat bangun tidur,
apabila
tidak
ada
kontraindikasi,
berikan
privasi, jalan singkat).
- Jadwalkan
pemberian
intervensi
bertepatan
dengan kebiasaan klien.
Jika pergerakan bowel
klien terjadi pada pagi
hari,
gunakan
reflex
gastrokolik
atau
duodenukolik klien untuk
membantu pengosongan
kolon. Bila pergerakan
bowel klien terjadi pada
sore hari, ambulasikan
klien
sesaat
sebelum
waktu
yang
tepat.
Rangsangan digital pada
bagian dalam sfingter anal
juga dapat memfasilitasi
pergerakan bowel.
Kolaborasi :
- Berikan
agen
sesuai
dengan
dokter.
laxatif
resep
- Pemberian intervensi yang sesuai
dengan waktu pergerakan bowel
klien
akan
meningkatkan
keberhasilan
dalam
melakukan
eliminasi bowel.
- Agen laxatif yang sesuai akan
membantu pengeluaran feses untuk
mengatasi konstipasi.
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
92
7.
Hiperglikemia
berhubungan
dengan
insufisiensi insulin relatif
dan resistensi insulin.
Klien
akan
dapat Mandiri :
mempertahankan kadar - Monitor kadar glukosa
glukosa darah dalam
darah kapiler setiap kali
batas normal setelah
sebelum
makan
dan
diberi perawatan selama
sebelum tidur. Periksa
3x8 jam.
kadar keton urin apabila
kadar
glukosa
darah
meningkat.
Kriteria evaluasi :
 Kadar glukosa darah
akan berada dalam
rentang
normal,
yaitu 80-120 mg/dL.
 Klien akan terbebas - Kaji tanda dan gejala
dari
tanda-tanda
klinis dari hiperglikemia,
hiperglikemia,
seperti
rasa
haus,
seperti rasa haus,
meningkatnya jumlah dan
meningkatnya
frekuensi berkemih, dan
jumlah
dan
rasa lelah/mengantuk.
frekuensi
urinari,
rasa lemas.
- Berikan penguatan kepada
klien
mengenai
pentingnya
kepatuhan
terhadap diet, latihan fisik,
dan regimen pengobatan
yang telah diresepkan.
Kolaborasi :
- Berikan insulin atau agen
- Kenaikan kadar glukosa darah yang
terjadi sebelum klien mengkonsumsi
makanan menunjukkan bahwa klien
tidak patuh terhadap diet dan
mungkin
membutuhkan
agen
tidiabetes oral dalam dosis yang
lebih tinggi atau dapat diatasi dengan
insulin kerja cepat. Ketonuria
meningkatkan
kemungkinan
terjadinya ketoasidosis diabetikum.
- Hiperglikemia memiliki onset yang
berlansung pelahan-lahan dengan
gejala yang sering kali tidak
terdeteksi. Hiperglikemia dapat
berkembang menjadi ketoasidosis
diabetikum.
- Kepatuhan klien terhadap diet,
latihan fisik dan regimen pengobatan
merupakan bagian dari manajemen
hiperglikemia.
- Ketidakcukupan
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
insulin
93
antidiabetik oral sesuai
dengan yang diresepkan.
8.
Risiko
berhubungan
penurunan
leukosit.
menyebabkan
hiperglikemia.
terjadinya
- Lakukan
pemberian
insulin sesuai dengan
protocol sliding scale
yang telah ditetapkan oleh
dokter.
- Insulin menurunkan kadar glukosa
darah.
- Beritahukan kepada dokter
apabila
klien
yang
mengalami hiperglikemia
tidak
memiliki
ketergantungan terhadap
insulin.
- Modifikasi terhadap diet atau
perubahan dalam pemberian agen
antidiabetik merupakan kewenangan
yang diresepkan oleh dokter.
infeksi Klien akan terbebas dari Mandiri :
dengan infeksi setelah diberi - Monitor klien terhadap - Adanya
peningkatan
nilai
aktivitas perawatan selama 3x24
tanda-tanda
terjadinya
laboratorium
leukosit
jam.
infeksi. Monitor adanya
mengindikasikan terjadinya proses
peningkatan
nilai
infeksi dalam tubuh klien.
laboratorium leukosit serta
Kriteria evaluasi :
 Suhu tubuh klien
hasil
kultur
apabila
dalam batas normal
diresepkan.
(36-37,5⁰ C)
kebersihan - Kebersihan tangan yang teratur pada
 Kecepatan
nadi - Lakukan
tangan pada 5 moment
5 momen saat memberikan intervensi
kurang dari atau
saat
memberikan
kepada klien akan mengurangi risiko
sama
dengan
intervensi kepada klien.
terjadinya infeksi nosokomial pada
100x/mnt.
klien.
 Tekanan
darah
dalam
rentang
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
94
normal klien.
 Nilai laboratorium
leukosit kurang dari
11.000 /dL.
 Nilai laboratorium
kultur negatif.
- Lakukan tindakan invasif - Penggunaan teknik steril pada saat
(seperti pemasangan infus
melakukan
tindakan
invasif
atau kateter urin) dengan
mencegah terjadinya infeksi pada
menggunakan
teknik
klien.
steril.
- Lakukan perawatan area - Perawatan area sekitar pemasangan
sekitar pemasangan infus
infus setiap hari akan mengurangi
setiap
hari
dengan
risiko terjadinya infeksi aliran darah.
menggunakan
teknik
aseptik.
- Motivasi klien untuk - Teknik nafas dalam dan batuk efektif
melakukan teknik napas
dapat meningkatkan pengeluaran
dalam dan batuk efektif
sekret
sehingga
mencegah
untuk
membantu
pneumonia.
pengeluaran sekret dari
paru-paru.
Kolaborasi :
- Kolaborasi dengan tim - Agen
mukolitik
membantu
dokter untuk pemberian
mengencerkan
sekret
sehingga
agen mukolitik.
mempermudah pengeluarannya.
- Kolaborasi dengan tim - Pemberian antibiotik berguna untuk
dokter untuk pemberian
mengatasi infeksi yang actual telah
agen antibiotik sesuai
terjadi.
dengan kondisi klien.
9.
Ketidakefektifan
manajemen
terapeutik
berhubungan
dengan
kurang
pengetahuan
mengenai
manajemen
Klien
akan
dapat Mandiri :
mempertahankan
- Kaji kemampuan dan
manajemen
terapeutik
kemauan klien untuk
yang efektif
setelah
belajar tentang diabetes
diberi perawatan selama
dan menajemen diri klien.
- Proses pengajaran akan lebih efektif
apabila klien mampu dan memiliki
motivasi
untuk
memperoleh
informasi.
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
95
mandiri
mellitus.
diabetes 3x24 jam.
Kriteria evaluasi :
- Ajarkan kepada klien
 Klien
dapat
tentang insulin dan cara
mengungkapkan
menggunakannya sesuai
secara verbal tentang
dengan teknik yang tepat.
penyakit
diabetes
mellitus
dan
manajemen dirinya.
- Berikan kesempatan pada
 Klien
dapat
klien
untuk
mendemonstrasikan
mempraktikkan pemberian
teknik manajemen diri
insulin.
diabetes mellitus.
- Tunjukkan kepada klien
cara memantau gula darah
dengan
menggunakan
glukometer.
- Klien belajar dengan berbagai cara :
penjelasan secara verbal, membaca
informasi, melihat demonstrasi, atau
menggunakan
aplikasi
yang
dipegang (leaflet/booklet).
- Ajarkan kepada klien
mengenai
pentingnya
latihan fisik dan metode
yang dapat digunakan
untuk melakukan latihan
fisik sehari-hari.
- Latihan fisik menurunkan kadar
glukosa
darah,
membantu
menurunkan berat badan, dan
meningkatkan sirkulasi darah.
Kolaborasi :
- Atur jadwal dengan ahli
gizi untuk pemberian
pendidikan
kesehatan
- Praktik meningkatkan kepercayaan
diri dan mengembangkan keahlian
klien.
- Menggunakan metode yang sama
dengan yang akan digunakan oleh
klien ketika pulang ke rumah akan
meningkatkan
pengetahuan
mengenai manajemen diri.
- Ahli gizi merupakan orang yang ahli
dibidangnya.
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
96
tentang terapi nutrisi bagi
klien.
CATATAN PERKEMBANGAN
No.
1.
Diagnosa
Tanggal
Keperawatan
Bersihan jalan nafas 3 Juni 2014
tidak
efektif (14.00-20.00
berhubungan dengan WIB)
adanya
sekresi
trakeobronkial
sekunder terhadap
infeksi
atau
berhubungan dengan
nyeri dan kelemahan
sekunder terhadap
konsolodasi paru.
4 Juni 2014
(07.30-14.00
WIB)
Implementasi
Evaluasi
1. Mengkaji pola napas (3 Juni 2014 jam 19.30)
dan frekuensi napas S : klien mengatakan nafasnya terasa sesak
klien.
O : - RR : 32 x/mnt,kesadran compos
2. Mengukur tanda vital
mentis. TD : 140/70 mmHg, N: 106
x/mnt.
klien.
- Batuk ada, produksi sputum ada, warna
3. Mengatur posisi tidur
klien semifowler.
putih kekuningan dan kental.
4. Mengatur
pemberian
- Ada
penggunaan
otot-otot
bantu
oksigen 3 L/mnt.
pernafasan.
A : Masalah keperawatan : besihan jalan nafas
tidak efektif
P : 1. Evaluasi pola dan frekuensi penapasan
klien.
2. Ajarkan klien melakukan teknik nafas
dalam dan batuk efektif.
3. Motivasi klien minum air hangat untuk
mengencerkan secret.
4. Pertahankan pemberian oksigen 3 L/mnt
5. Beri obat antitusif sesuai resep dokter
1. Mengevaluasi pola dan (4 Juni 2014 jam 13.30)
frekuensi
penapasan S : klien mengatakan sesaknya berkurang
klien.
O : RR : 28 x/mnt, TD 120/70 mmHg, N : 96
2. Mengajarkan
klien
x/mnt, S : 36⁰ C (axilla), batuk masih ada
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Paraf
97
melakukan teknik nafas
sesekali, sputum masih ada, warna putih
dalam dan batuk efektif.
kekuningan dan kental.
3. Memotivasi
klien A : Masalah keperawatan : bersihan jalan nafas
minum air hangat untuk
tidak efektif belum teratasi
P : Intervensi dipertahankan.
mengencerkan secret.
4. Mempertahankan
1. Kaji keluhan klien saat ini dan
pemberian oksigen 3
keluhan sesak klien.
L/mnt.
2. Observasi tanda-tanda vital klien.
5. Memberi klien minum
3. Atur pemberian obat batuk sesuai
obat batuk sesuai resep
dengan prinsip 6 benar.
dokter.
5 Juni 2014
(07.30-14.00
WIB)
1. Mengkaji keluhan klien (5 Juni 2014 jam 13.30)
saat ini dan keluhan S : - klien mengatakannya sesaknya sudah
sesak klien.
berkurang.
2. Mengobservasi tanda- Klien mengatakan batuknya masih ada,
tanda vital klien.
namun sudah berkurang. Sputum masih
3. Mengatur
pemberian
ada, warna putih kekuningan, kental dan
oksigen sesuai dengan
dapat dibatukkan keluar.
kebuthan klien.
O : - keadaan umum klien tampak masih lemah.
4. Memberikan obat batuk
- TD 140/80 mmHg, RR : 24 x/mnt, S :
sesuai dengan prinsip 6
36⁰ C (axilla), N : 84x/mnt (kuat, penuh,
benar.
teratur).
- Batuk (+), sputum ada, wrna putik
kekuningan.
A : Masalah keperawatan : gangguan
bersihan jalan nafas belum taratasi
P : Intervensi dipertahankan
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
98
2.
Gangguan
perfusi 3 Juni 2014
jaringan
(14.30-20.00
kardiopulmonal
WIB)
berhubungan dengan
terganggunya aliran
darah vena atau
arteri
sekunder
terhadap
peningkatan
viskositas
darah,
peningkatan jumlah
dan
kelekatan
trombosit,
serta
imobilisasi
pada
klien.
1. Mengkaji keluhan klien (3 Juni 2014 jam 19.30)
2. Mengkaji konjungtiva S : klien mengeluh badan terasa lemah, dan
klien
sesak napas.
3. Mengkaji kapilari refill O : - keadaan umum klien tampak lemah, RR :
klien (CRT)
32 x/mnt. CRT > 3 detik. konjungtiva
4. Mengkaji tanda-tanda
tampak pucat.
vital klien.
- Lab (31/5/14) : Hb 10,8 g/dL, Ht : 33%.
5. Mengkaji
nilai
AGD : pH : 7,517; HCO3 : 30,4
laboratorium (Hb, Ht)
- Lab (2/6/14) : Hb 9,7 g/dL, Ht : 30%
klien.
- Hasil EKG (30/5/14) : sinus takikardia
terdapat T invertil pada V1 serta
terdapat VES panjang.
- Hasil thorax foto : infiltrat pericardial
dan gagal paru kanan, suspek pneumonia
dan kardiomegali.
A:
Masalah keperawatan : gangguan perfusi
jaringan perifer dan kardiopulmonal.
P : 1. Atur posisi tidur supine atau sesuai
tingkat toleransi klien
2. Atur pemberian oksigen
sesuai
kebutuhan.
3. Kolaborasi untuk pemberian transfusi
darah.
4 Juni 2014
(07.30-14.00
WIB)
1. Mengkaji keluhan klien (4 Juni 2014 jam 13.30)
S :- klien mengatakan sesaknya sudah berkurang
saat ini.
2. Mengkaji keluhan sesak
tapi badan masih terasa lemah.
nafas klien.
- Klien mengatakan semalam bisa tidur
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
99
3. Mengkaji pemenuhan
pulas sampai jam 05.00 pagi.
kebutuhan
O :- keadaan umum klien tampak sakit sedang.
istrirahat/tidur
klien
- RR 28x/mnt, N 96x/mnt (kuat, penuh,
semalam.
teratur), tekanan nadi : +3
- Konjungtiva anemis, CRT >3 detik.
4. Mengobservasi tanda- A : Masalah keperawatan : gangguan perfusi
tanda vital klien.
jaringan (perifer dan kardiopulmonal)
5. Mengkaji konjungtiva
belum teratasi.
klien
P : Intervensi dipertahankan
6. Mengkaji CRT klien.
- Motivasi klien untuk melakukan latihan
aktif pada keempat ekstremitas setiap 2
jam untuk melancarkan aliran darah ke
jaringan.
5 Juni 2014
(07.30-14.00
WIB)
1. Mengkaji keluhan klien
saat ini.
2. Mengkaji kinjungtiva
dan CRT klien.
3. Memotivasi klien untuk
meggerakkan
tangan
dan kakinya setiap 2
jam
sekali
untuk
memperlancar
aliran
darah ke jaringan.
(5 Juni 2014 jam 13.30)
S : klien mengatakan sesak sudah berkuran.
- Konjungtiva tampak masih anemis
A : masalah keperawatan : gangguan perfusi
jaringan (perifer dan kardiopulmonal)
belum teratasi.
P : Intervensi dipertahankan
- Motivasi klien meningkatkan intake
minum 1500 cc/hari.
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
100
3.
Risiko kekurangan 3 Juni 2014
volume cairan dan (14.30-20.00
elektrolit
tubuh WIB)
berhubungan dengan
kegagalan
mekanisme
pengaturan
atau
penurunan volume
sirkulasi sekunder
terhadap
hiperglikemia
1. Mengkaji intake dan (3 Juni 2014 jam 19.30)
output klien (balance S: - klien mengatakan saat di rumah
frekuensi buang air kecil 7 kali sehari,
cairan) per 24 jam pada
warna kuning jernih.
tgl 2 Juni 2014.
2. Mengkaji mukosa bibir
- klien mengatakan tidak terasa haus
dan turgor kulit klien.
berlebihan seperti ketika sebelum
3. Mengkaji intake dan
dirawat masih di rumah.
- Keluarga klien mengatakan minum hari
output klien per 12 jam
ini sejak jam 08.00 pagi hingga jam
pada tgl 3 Juni 2014.
14.00 siang sebanyak 500 cc per NGT.
O : - mukosa bibir klien tampak lembab,
turgor kulit baik.
- Terpasang IVFD NS 1500 cc/24 jam
(tangan kanan) dan IVFD insulin 1
UI/jam (syringe pump di tangan kiri)
- balance cairan per 24 jam tgl 2 Juni
2014 : intake 2500 cc, output 3300 cc;
BC (- 800 cc).
- balance cairan per 12 jam tgl 3 Juni
2014 : intake 1600 cc, output : 1400 cc;
BC (+ 200 cc).
- lab (31/5/2014) Na:124 mmol/L,K: 4,25
mmol/L, Cl: 94 mmol/L
- lab (2/5/2014) Na:137 mmol/L,K: 3,87
mmol/L, Cl:106 mmol/L
A : Masalah keperawatan : risiko kekurangan
volume cairan dan elektrolit tubuh.
P : - Intervensi dipertahankan
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
101
-
Anjurkan klien minum 1500 cc/hari.
4 Juni 2014
(08.00-14.00)
1. Mengkaji mukosa bibir
dan turgor kulit klien.
2. Mengkaji
balance
cairan klien per 24 jam
tgl 3 Juni 2014.
3. Mengkaji intake dan
output klien klien per 6
jam tgl 4 Juni 2014
4. Memotivasi
keluarga
klien untuk memberi
klien minum 1000 cc/24
jam.
5. Mengkaji tanda-tanda
kelebihan
volume
cairan : udem, mata
sembab.
(4 Juni 2014 jam 13.30)
S : - klien mengatakan tidak merasa haus
berlebihan lagi.
O : - mukosa bibir klien tampak lembab, turgor
kulit baik.
- terpasang IVFD NaCl 1500 cc/24 jam
(ta.ka) dan insulin drip 1 UI/jam dalam
48 cc NaCl (syringe pump, ta.ki)
menetes lancar.
- balance cairan per 24 jam tgl 3 Juni
2014 : intake 2600 cc, output 2200 cc;
BC (+ 400 cc).
A: Risiko kekurangan volume cairan dan
elektrolit tubuh, tidak terjadi. Timbul
masalah baru : risiko kelebihan volume
cairan.
P : - Intervensi dipertahankan
1. Monitor intake output per shift.
2. Anjurkan klien minum 1000 cc/ 24 am
3. Kaji tanda-tanda kelebihan volume cairan
(udem, mata sembab, sesak nafas yang
bertambah, bunyi nafas ronchi).
5 Juni 2014
(jam 08.0014.00)
1. Mengkaji tanda-tanda (5 Juni 2014 jam 13.30)
kelebihan
volume S : - klien mengatakan tidak merasa haus lagi,
cairan.
sesak tidak bertambah.
2. Mengkaji intake dan O : - mukosa 101embrane klien lembab, turgor
output klien per 24 jam
kulit baik, tidak ada udem ekstremitas,
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
102
tgl 4 Juni 2014.
3. Mengkaji intake dan
output klien per 8 jam
tgl 5 Juni 2014.
4.
Hipertermi
3 Juni 2014
berhubungan dengan (14.00-20.00
peningkatan
laju WIB)
metabolism
sekunder terhadap
infeksi (pneumonia).
(jam
WIB)
19.30
dan tidak ada udem palpebra.
- Terpasang IVFD NaCl 0,9 % 1500 cc/24
jam dan IVFD insulin drip 1 UI/jam
dalam 48 cc Nacl (syringe pump) di
tangan kiri menetes lancar.
A : Masalah keperawatan : risiko kelebihan
volume cairan dan elektrolit tubuh.
P : - intervensi dipertahankan
1. Mengobservasi
suhu
tubuh klien.
2. Mengkaji keluhan klien
saat ini.
3. Mengganti
pakaian
klien dengan yang tipis
dan menyerap keringat.
4. Mengganti
selimut
klien dengan yang tipis.
5. Mengatur
ventilasi
kamar klien (kipas
angin)
sesuai
kebutuhan.
(3 Juni 2014 jam 19.30 WIB)
S : - klien mengatakan badannya terasa demam.
O : - Suhu : 38⁰ C (axilla).
- Palpasi kulit teraba panas.
- Terpasang IVFD NaCl 0,9% 500 cc/8 jam
dan drip Insulin 1,5 UI/jam (ditangan kiri)
menetes lancar, tidak ada tanda-tanda
phlebitis.
- Terpasang veflon di tangan kanan (tidak
ada tanda-tanda phlebitis).
- Suhu klien (jam 20.00 : 37,5⁰ C(axilla)
A : masalah keperawatan : hipertermi.
P : - kolaborasi pemberian antipiretik, apabila
cara-cara konventional tidak berhasil
6. Mengajarkan
klien
menurunkan suhu tubuh klien.
untuk member kompres
hangat di kedua axilla
klien.
7. Mengobeservasi suhu
tubuh klien
8. Memberi klien minum
paracetamol 500 mg (1
tablet) per oral.
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
103
4 Juni 2014
(07.30-20.00
WIB)
5.
Risiko
3 Juni 2014
ketidakseimbangan
(14.00-20.00
nutrisi kurang dari WIB)
kebutuhan
tubuh
berhubungan dengan
intake
yang
berlebihan,
dan
penurunan aktivitas.
1. Mengkaji suhu tubuh (4 Juni 2014 jam 08.00)
klien.
S : klien mengatakan badannya tidak terasa
2. Mengkaji
keluhan
demam lagi
demam klien.
O : - palpasi kulit tubuh klien tidak demam.
- Suhu klien : 37 ⁰C (axilla)
A : masalah keperawatan : hipertermi, telah
teratasi.
P : Intervensi dihentikan
1. Mengkaji tinggi badan,
berat badan klien saat
ini dan berat badan
klien sebelum sakit.
2. Menghitung
indeks
massa tubuh (IMT) dan
berat badan ideal klien.
3. Menganjurkan
klien
hanya mengkonsumsi
makanan
yang
disediakan dari bagian
gizi rumah sakit.
4. Menganjurkan
klien
makan salad (buahbuahan dan sayuran
mentah tanpa pemanis)
apabila merasa lapar
diantara waktu makan
dan apabila snack yang
diberikan dari rumah
sakit sudah dikonsumsi.
(3 Juni 2014 jam 19.30)
S : - klien mengatakan merasa lapar terus.
- klien mengatakan tinggi badannya 160 cm,
berat badan saat ini 60 kg, dan berat badan
sebelum sakit 80 kg.
O : - IMT klien : 23, 4 kg/cm2
- BB ideal klien : 54-66 kg.
- Terpasang slang makan (NGT) no 16,
klien mendapat diet cair DM 1800
kalori/hari via slang makan.
A: Masalah
keperawatan
:
risiko
ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari
kebutuhan tubuh.
P : 1. Timbang berat badan klien setiap 2 hari
sekali.
2. Anjurkan klien hanya mengkonsumsi
makanan yang
disediakan
dari
bagian gizi rumah sakit.
3. Kaji hasil lab protein, albumin klien.
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
104
6.
4 Juni 2014
(07.30-14.00)
1. Mengkaji keluhan lapar
terus-menerus
yang
dirasakan oleh klien.
2. Mengkaji
hasil
laboratorium
protein,
albumin klien.
5 Juni 2014
(07.30-14.00
WIB)
1. Mengkaji nafsu makan (5 Juni 2014 jam 13.30)
klien.
S : - klien mengatakan tidak ada penurunan
2. Mengkaji
adanya
nafsu makan.
keluhan mual muntah
- Klien mengatakan tidak ada keluhan
atau nyeri ulu hati.
nyeri ulu hati atau mual muntah.
O : - klien dapat menghabiskan setiap porsi
makanan yang diberikan.
A : Masalah
keperawatan
:
risiko
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
P : Intervensi dipertahankan.
1. Mengkaji pola eliminasi (3 Juni 2014 jam 19.30)
bowel
(bab)
klien S : klien mengatakan sudah 10 hari belum
sehari-hari
buang air besar (bab).
2. Mengkaji pola bab klien O : - bising usus klien 6 x/mnt.
saat di rumah sakit.
A : Masalah keperawatan : gangguan pola
3. Mengkaji bising usus
eliminasi bowel : konstipasi
klien.
P : 1. Anjurkan klien minum air 1500 cc/hari.
2. Anjurkan klien menggerakkan anggota
tubuhnya di atas tempat tidur sesuai
dengan toleransi.
Gangguan
pola 3 Juni 2014
eliminasi bowel : (14.00-20.00
konstipasi
WIB)
berhubungan dengan
perubahan
dalam
diet, aktivitas, dan
faktor
psikososial
sekunder terhadap
hospitalisasi.
(4 Juni 2014 jam 13.30)
S : klien mengatakan rasa lapar terusmenerusnya sudah tidak dirasakan lagi.
O : - lab (2/6/2014) : albumin 2,50 g/dL
A : masalah
keperawatan
:
risiko
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh.
P : Intervensi dipertahankan.
- kaji nafsu makan dan adanya keluhan
nyeri ulu hati dan mual muntah pada
klien.
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
105
4 Juni 2014
1. Mengkaji pemenuhan
(07.30-14.00)
kebutuhan
eliminasi
klien saat ini.
2. Mengkaji intake cairan
klien.
3. Mengkaji bising usus
klien.
4. Menganjurkan
klien
menggerakkan anggota
tubuhnya di atas tempat
tidur sesuai dengan
toleransi.
(4 Juni 2014 jam 13.30)
S : klien mengatakan belum bab sejak
sebelum masuk ke rumah sakit.
O : intake cairan klien peroral (3/6/14) : 1100
cc/24 jam.
A : Masalah keperawatan : gangguan pola
eliminasi bowel : konstipasi, belum
teratasi
P : - Intervensi dipertahankan
- kolaborasi dengan tim medis untuk
pemberian agen laxatif.
1. Mengkaji
kebutuhan
eliminasi bowel klien.
2. Mengkaji bising usus
klien.
3. Mengkaji intake cairan
klien per 24 jam.
4. Kolaborasi
dengan
dokter untuk pemberian
agen laxatif.
(5 Juni 2014 jam 19.30)
S : klien mengatakan belum bab sejak
sebelum masuk rumah sakit sampai
dengan saat ini.
O : - bising usus klien 8 x/mnt
- intake cairan peroral (4/6/14) : 1100 cc
A : Masalah keperawatan : gangguan pola
eliminasi bowel : konstipasi, belum
teratasi.
P : Intervensi dipertahankan.
5 Juni 2014
(07.30-20.00
WIB)
7.
Hiperglikemia
3 Juni 2014
berhubungan dengan (14.00-20.00
insufisiensi insulin WIB)
relatif dan resistensi
insulin.
1. Mengambil
sample (3 Juni 2014 jam 19.30)
darah
untuk S : - klien mengatakan badannya terasa lemas
pemeriksaan
glukosa
- Klien mengatakan ssaat di rumah
darah klien.
kencingnya banyak
terutama pada
2. Mengkaji
hasil
malam hari.
laboratorium
glukosa
- Klien mengatakan terasa haus terus
darah klien.
- Klien mengatakan terasa lapar terus dan
3. Mengkaji tanda dan
makannya banyak tetapi berat badannya
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
106
gejala
hiperglikemi
terus menurun.
yang dialami oleh klien.
- Klien mengatakan berat badansebelum
4. Mengkaji keluhan klien
sakit 80 kg
yang
berhubungan
- Klien mengatakan BB saat ini 60 kg.
dengan
peningkatan
kadar glukosa darah.
O : - lab POCT klien (1/6/14 s/d 2/6/14) :
5. Berikan insulin injeksi
479 mg/dL, 391 mg/dL, 373 mg/dL, 436
5 UI/SC.
mg/dL, 349 mg/dL, 310 mg/dL, 232
mg/dL, 436 mg/dL, 144 mg/dL.
- Lab control gula darah harian klien
(KGDH) tgl 3 Juni 2014 : jam 06.00 :
347 mg/dL; jam 16.00 : 227 mg/dL
A : masalah keperawatan kolaborasi
:
hiperglikemi
P : 1. Monitor kadar glukosa darah klien
setiap hari atau sesuai dengan protap.
2. Kaji tanda-tanda hiperglikemi dan
laporkan apabila ada.
3. Pertahankan pemberian insulin sesuai
dengan kebutuhan klien dan dosis yang
telah ditetapkan.
Jam 17.00
4 Juni 2014
(07.30-14.00)
Jam 11.30
1. Mengkaji adanya tanda
dan
gejala
hiperglikemia keluhan.
2. Mengkaji tanda dan
gejala
komplikasi
akibat hiperglikemia.
3. Memberi injeksi insulin
5 UI/SC
(4 Juni 2014 jam 13.30)
S : - klien mengatakan tidak merasa lemas dan
tidak merasakan haus berlebihan seperti
saat masih di rumah.
O : - lab kontrol gula darah harian klien :
4/6/14 jam 06.00 : 115 mg/dL; 11.00 : 214
mg/dL
A : masalah keperawatan
kolaborasi :
hiperglikemi, belum teratasi.
P : Intervensi dipertahankan.
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
107
- Monitor hasil kadar gula darah harian
klien.
- Beri injeksi insulin sesuai dengan protap.
5 Juni 2014
(07.30-14.00
WIB)
8.
Risiko
infeksi 3 Juni 2014
berhubungan dengan (14.00-20.00
penurunan aktivitas WIB)
leukosit.
1. mengkaji hasil kadar (5 Juni 2014 jam 13.30)
gula darah harian klien. S : klien mengatakan badannya tidak terasa
2. Mengkaji keluhan klien
lemas lagi.
saat ini.
O : - lab control gula darah harian klien :
5/6/14 jam 06.00 : 240 mg/dL; 11.00 : 101
mg/dL.
A : masalah kolaborasi : hiperglikemia
teratasi.
P : Intervensi dipertahankan.
1. Mengkaji tanda-tanda
vital klien.
2. Mengkaji keluhan batuk
klien
(frekuensi,
lamanya,
faktor
pencetus)
3. Mengkaji karakteristik
sputum klien.
4. Mengkaji
hasil
laboratorium
klien
(leukosit,
netrofil,
limfosit)
5. Mengkaji
hasil
laboratorium
kultur
sputum klien.
6. Mengaajarkan
klien
mengenai etika batuk
dan cara membuang
(3 Juni 2014 jam 19.30)
S : - klien mengatakan badannya terasa demam.
- klien mengatakan batuk sejak 1 minggu
sebelum masuk rumah sakit.
- Klien mengatakan batuk berdahak, warna
sputum putih kekuningan, dan kental.
O : - suhu : 38⁰ C (axilla)
- lab kultur sputum (2/6/2014) : negatif.
- Lab 31/5/2014 : leukosit 12,2 rb/dL
- Lab 2/6/2014 : leukosit 12,3 rb/dL, netrofil
77%, limfosit 14%.
A : Masalah keperawatan : risiko infeksi.
P : - Ajarkan klien tentang etika batuk.
- Ajarkan klien tentang cara membuang
dahak yang benar.
- Berikan agen antibiotik sesuai dengan
waktu yang ditetapkan
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
108
sputum dengan benar.
7. Mengatur
jadwal
pemberian
agen
antibiotik sesuai dengan
resep dari dokter.
4 Juni 2014
(07.30-14.00)
1. Mengkaji keluhan batuk (4 Juni 2014 jam 13.30)
klien.
S : klien mengatakan batuknya sudah berkurang.
2. Mengkaji karakteristik O : - klien batuk sekali-kali.
sputum klien.
- sputum ada berwarna putik, kental
A : masalah keperawatan : risiko infeksi, belum
teratasi.
P : Intervensi dipertahankan.
5 Juni 2014
1. Mengkaji keluhan batuk (5 Juni 2014 jam 13.30)
(07.30-14.00)
klien.
S : klien mengatakan masih batuk sesekali,
2. mengkaji hasil thorax
masih ada lender, berwarna putih
foto klien.
kekuningan.
O : - batuk ada, sputum ada, warna putih
kekuningan.
- hasil thorax foto : infiltrat pericardial dan
suspek pneumonia.
A : masalah keperawatan : risiko infeksi, belum
teratasi.
P : Intervensi dipertahankan.
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
109
9.
Ketidakefektifan
3 Juni 2014
manajemen
(14.00-20.00)
terapeutik
berhubungan dengan
kurang pengetahuan
mengenai
manajemen mandiri
diabetes mellitus.
1. Mengkaji pengetahuan (3 Juni 2014 jam 13.30)
klien dan keluarga S : - klien dan keluarga mengatakan hanya
tentang
penyakit
mengetahui tentang penyakit diabetes
diabetes mellitus.
hanya sedikit saja mellitus.
2. Mengkaji
kebiasaan
- klien mengatakan tidak mengetahui
klien
melakukan
program olahraga/latihan fisik serta
aktivitas
fisik
manfaatnya bagi penderita DM tipe 2.
(berolahraga).
- Klien mengatakan sebelum dirawat klien
3.
hanya kadang-kadang saja berolahraga,
yaitu pada hari Sabtu atau Minggu.
Olahraga yang dilakukan adalah jalan
kaki pulang pergi ke Ragunan, atau
bermain bulutangkis.
O :A : Masalah keperawatan : ketidakefektifan
manajemen terapeutik.
P : 1. kaji kemampuan dan kemauan klien
untuk belajar tentang aktivitas fisik bagi
penderita DM tipe 2.
2. ajarkan kepada klien mengenai
pentingnya latihan fisik dan metode
yang dapat digunakan untuk melakukan
latihan fisik sehari-hari.
4 Juni 2014
1. Mengkaji kemampuan (4 Juni 2014 jam 13.30)
(07.30-14.00)
dan kemauan klien S : - klien mengatakan apabila sudah pulang
untuk belajar tentang
ke rumah, mau melakukan olahraga
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
110
diabetes
dan
manajemen
diri
(aktivitas fisik secara
teratur).
-
secara teratur sesuai dengan toleransi
tubuh.
klien mengatakan mau belajar tentang
penyakit diabetes mellitus.
O : A : Masalah keperawatan : ketidakefektifan
manajemen terapeutik
P : 1. Kaji pemahaman klien mengenai
diabetes mellitus.
2. kaji pemahaman klien mengenai
aktivitas fisik dan manfaatnya bagi
penderita DM tipe 2.
3. Berikan kepada klien dan keluarga
pendidikan
kesehatan
mengenai
pengertian, penyebab, tanda dan gejala,
komplikasi dan penanganan DM tipe 2.
4. memberikan pendidikan kesehatan
kepada klien dan keluarga tentang
aktivitas fisik dan manfaatnya bagi
penderita DM tipe 2.
5 Juni 2014
1. Mengkaji pemahaman
(07.30-14.00)
klien mengenai diabetes
mellitus.
2. Mengkaji pemahaman
klien
mengenai
aktivitas
fisik
dan
manfaatnya
bagi
penderita DM tipe 2.
3. Memberikan
reinforcement
positif
bagi klien.
4. Memotivasi klien untuk
(5 Juni 2014 jam 13.30)
S :- klien dapat menyebutkan pengetian,
penyebab, tanda dan gejala, komplikasi
dan perawatan penyakit diabetes
mellitus.
- klien dapat menyebutkan aktivitas fisik
dan manfaatnya bagi penderita DM tipe
2.
O :A : Diagnosa keperawatan : ketidakefektifan
manajemen terapeutik, teratasi sebagian.
P : Intervensi :
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
111
tetap
- pendidikan kesehatan dihentikan.
- motivasi klien untuk melakukan aktivitas
fisik sesuai toleransi tubuh selama di
rawat di rumah sakit dan setelah pulang
ke rumah.
Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014
Download