UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA KLIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DENGAN INTERVENSI PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG LATIHAN FISIK DI RUANG PERAWATAN LT 5 UTARA GEDUNG TERATAI RSUP FATMAWATI JAKARTA KARYA ILMIAH AKHIR NERS ANITA W. TOULASIK 1106129556 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI NERS DEPOK JULI 2014 i Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA KLIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DENGAN INTERVENSI PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG LATIHAN FISIKDI RUANG PERAWATAN LT 5 UTARA GEDUNG TERATAI RSUP FATMAWATI JAKARTA KARYA ILMIAH AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners ANITA W. TOULASIK 1106129556 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI NERS DEPOK JULI 2014 ii Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Karya Ilmiah Akhir Ners ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua surnber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Nama : Anita W. Toulasik, S.Kep. NPM : 1106129556 Tanda Tangan Tanggal : 12 Juli 2014 iii Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 HALAMAN PENGESAHAN Karya Ilmiah Akhir Ners ini diajukan oleh : Nama : Anita W. Toulasik, S.Kep. NPM : 1106129556 Progam Studi : Profesi Ners Judul Karya Ilmiah Akhir : Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Pada Klien Diabetes Mellitus Tipe 2 Dengan Intervensi Pendidikan Kesehatan Tentang Latihan Fisik Di Ruang Lantai 5 Utara Gedung Teratai Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners pada program studi Profesi Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia DEWAN PENGUJI Pembimbing : Ns. Arcellia F. Putri, S.Kep., M.Sc. ( Penguji ( : Ns. Khairul Nasri, S.Kep. Ditetapkan di : Depok Tanggal : 12 Juli 2014 iv Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena hanya atas limpahan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan Karya Ilmiah Akhir Ners (KIA-N) ini. Penulisan KIA-N ini dilakukan untuk memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Ners generalis. Penulis menyadari bahwa penulisan KIA-N ini tidak akan dapat terselesaikan tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Ns. Arcellia Faroshya Putri, S.Kep., M.Sc. selaku dosen pembimbing yang telah berjerih lelah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan dorongan semangat selama menjalani praktik profesi KKMP di RS maupun saat konsultasi di kampus. 2. Ibu Riri Maria, SKp., MANP selaku koordinator Mata Ajar KIA-N. 3. Dra Juaniti Sahar, Ph.D selaku dekan fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. 4. Ns. Khairul Nasri, S.Kep., selaku kepala ruangan merangkap pembimbing lapangan beserta staf di ruangan Lt 5 Utara gedung Teratai RSUP Fatmawati yang telah menerima dan memberikan arahan bagi penulis selama praktik klinik KKMP. 5. Para dokter yang bertugas di ruangan lantai 5 Utara gedung Teratai RSUP Fatmawati. 6. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Timur yang telah memfasilitasi dengan memberikan bantuan biaya pendidikan selama penulis menjalani perkuliahan di FIK UI. 7. Teman-teman sekelompok dan seperjuangan selama praktik klinik di RSUP Fatmawati (kak Rita, Tika dan Fany) yang selalu memberi semangat. v Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 8. Teman-teman seperjuangan FIK ekstensi 2011 terutama Imel, Munqidz, Elida, Dewi yang selalu memberi dorongan semangat dan perhatian selama pembuatan KIA-N ini. 9. Bapa Mesakh Toulasik, S.Pd. dan mama Yakoba Pada, A.Ma serta adikadik (Omi, Jefri, Mea, dan Fera) yang selalu memberikan dukungan berupa doa, semangat dan dana selama penulis menjalani perkuliahan. 10. Bapak/ibu staf dosen Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan bimbingan selama penulis mengikuti perkuliahan pada program sarjana dan profesi FIK UI. 11. Bapak/ibu staf pegawai yang bertugas di FIK UI yang telah membantu penulis selama mengikuti perkuliahan di FIK UI. 12. Semua pihak yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah mendukung dalam doa, dana dan semangat selama penulis mengjalani perkuliahan di FIK UI. Semoga Tuhan sumber segala rahmat memberkati dan membalas kebaikan dari bapak/ibu/saudara/saudari sekalian. Depok, Juli 2014 Penulis vi Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Anita W. Toulasik NPM : 1106129556 Program Studi : Profesi Fakultas : Ilmu Keperawatan Jenis karya : Karya Ilmiah Akhir Ners Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Rights) atas karya ilmiah akhir ners saya yang berjudul : ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN MASALAH PERKOTAAN PADA KLIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DENGAN INTERVENSI PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG LATIHAN FISIK DI RUANG PERAWATAN LT 5 UTARA GEDUNG TERATAI RSUP FATMAWATI JAKARTA Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti mr, Universitas Indonesia berhak menyimpan, Noneksklusif mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (data base), merawat dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pemyataan ini saya buat dengan sebenamya. Dibuat di : Depok Pada tanggal : 12 Juli 2014 Yang Menyatakan ~&­ /7' (Anita W. Toulasik) vii Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 ABSTRAK Nama Program studi Judul : Anita W. Toulasik : Profesi Ilmu Keperawatan :Analisis Praktik Klinik Keperawatan Masyarakat Perkotaan Pada Klien Diabetes Mellitus Tipe 2 Dengan Intervensi Pendidikan Kesehatan Tentang Aktivitas Fisik Di Ruang Perawatan Lantai 5 Utara Gedung Teratai RSUP Fatmawati. Diabetes mellitus tipe 2 adalah penyakit metabolik kronis dan progresif yang banyak dialami oleh masyarakat di perkotaan. Salah satu faktor pemicunya adalah gaya hidup kurang gerak. Salah satu masalah keperawatan yang timbul pada klien diabetes mellitus tipe 2 adalah ketidakefektifan manajemen terapetik terkait aktivitas fisik. Intervensi yang diberikan adalah pendidikan kesehatan. Studi kasus ini bertujuan untuk menganalisis intervensi keperawatan pendidikan kesehatan tentang latihan fisik bagi penderita DM tipe 2. Intervensi pendidikan kesehatan tentang aktivitas fisik sebaiknya dilakukan berdasarkan model transteori untuk meningkatkan perubahan perilaku klien. Kata kunci : Diabetes mellitus tipe 2, latihan fisik, ketidakefektifan manajemen terapeutik, pendidikan kesehatan, model transteori viii Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 ABSTRACT Name Study Programme Titlle : Anita W. Toulasik : Profession of Nursing : Analysis of Clinical Urban Health Nursing Practice Toward The Type 2 Diabetes Mellitus Client Whose Given Health Education of Physical Activity in The North Fifth Floor of Teratai Building at Fatmawati General Center Hospital Jakarta Type 2 diabetes mellitus is a chronic metabolic and progressive disease that most found among the urban residents. Sedentary life style is one of many factors that cause it. One of the nursing problem found in type 2 diabetes mellitus client is ineffectiveness of therapeutic management of physical activity. Intervention given to overcome this problem is health education. Nursing intervention of health education is better used based on trantheoritical model in order to enhance the behaviour changes of the client. Key words : type 2 diabetes mellitus, physical activity, ineffectiveness of therapeutic management, health education, transtheoretical model ix Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL........................................................................................ i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ……………………………iii HALAMAN PENGESAHAN…………………..…………………………. ..iv KATA PENGANTAR ..................................................................................... v HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ……………..vii ABSTRAK …………………………………………………………………...viii DAFTAR ISI .................................................................................................... x DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xii DAFTAR SKEMA .......................................................................................... xiii DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xv 1. PENDAHULUAN...................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1 1.2. Tujuan Penulisan .................................................................................. 6 1.2.1 Tujuan Umum ............................................................................ 6 1.2.2 Tujuan Khusus ............................................................................ 7 1.3. Manfaat Penulisan ................................................................................ 7 1.3.1 Bagi Mahasiswa ......................................................................... 7 1.3.2 Bagi Institusi Pendidikan............................................................. 7 1.3.3 Bagi Institusi Rumah Sakit .......................................................... 7 1.3.4 Bagi Pengembangan Ilmu Keperawatan ..................................... 7 2. TINJAUAN TEORITIS ............................................................................ 8 2.1. Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan................................... 8 2.2. Diabetes Mellitus Tipe 2 ...................................................................... 10 2.2.1 Definisi ........................................................................................ 11 2.2.2 Penyebab .................................................................................... 12 2.2.3 Tanda dan Gejala ........................................................................ 15 2.3. Patofisiologi.......................................................................................... 16 2.4. Komplikasi ........................................................................................... 17 2.5. Pemeriksaan Penunjang........................................................................ 18 2.6 Penatalaksanaan ................................................................................... 19 2.6.1 Manajemen/pengaturan nutrisi .................................................... 19 2.6.2 Latihan Fisik/Olahraga ................................................................ 20 2.6.3 Pemantauan Glukosa .................................................................. 20 2.6.4 Terapi Farmakologi ..................................................................... 20 2.6.5 Pendidikan Kesehatan ................................................................. 20 2.7 Asuhan Keperawatan............................................................................ 21 2.7.1 Pengkajian ................................................................................... 21 2.7.2 Analisa Data ................................................................................ 22 2.7.3 Pendidikan Kesehatan Tentang Aktivitas Fisik Tentang Aktivitas Fisik Untuk Mempertahankan Kadar Glukosa Darah Dalam Rentang Normal .................................................... 23 2.8 Perencanaan Pulang.............................................................................. 25 x Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 3. LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA........................................... 26 3.1 Pengkajian ............................................................................................ 26 3.1.1 Identitas Klien ............................................................................ 26 3.1.2 Anamnesis ................................................................................... 26 3.1.2.1 Riwayat Kesehatan Utama .............................................. 26 3.1.2.2 Riwayat Penyakit Dahulu ............................................... 27 3.1.2.3 Riwayat Kesehatan Keluarga .......................................... 28 3.1.3 Anamnesa Keadaan Kesehatan Saat Ini dan Pemeriksaan Fisik ............................................................................................ 29 3.1.4 Pemeriksaan Laboratorium.......................................................... 31 3.1.5 Pemeriksaan Diagnostik .............................................................. 32 3.1.6 Penatalaksanaan Medikasi .......................................................... 33 3.2 Web of Caution .................................................................................... 34 3.3 Rencana Asuhan Keperawatan dan Implementasi ............................... 35 3.3.1 Analisa Data ............................................................................... 35 3.3.2 Asuhan Keperawatan .................................................................. 35 3.4 Evaluasi Keperawatan .......................................................................... 36 3.5 Perencanaan Pulang.............................................................................. 36 PEMBAHASAN ........................................................................................... 37 4.1 Analisis Masalah Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan .............................................................................................. 37 4.2 Analisis Kasus ..................................................................................... 39 4.2.1 Faktor Risiko Diabetes Mellitus Tipe 2 ...................................... 39 4.2.2 Tanda dan Gejala ......................................................................... 42 4.2.3 Komplikasi .................................................................................. 43 4.2.4 Pemeriksaan Penunjang............................................................... 44 4.3 Analisis Intervensi Latihan Fisik Pada Klien Dengan Diabetes Mellitus Tipe 2 .................................................................................... 45 PENUTUP .................................................................................................... 49 5.1. Kesimpulan ............................................................................................. 49 5.2. Saran ....................................................................................................... 50 REFERENSI ............................................................................................... 51 LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP xi Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 DAFTAR GAMBAR 3.1.5.2 Pemeriksaan Diagnostik : Elektrokardiografi bpk. N.H tanggal 30 Mei 2014 xii Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 DAFTAR SKEMA Patofisiologi Diabetes Mellitus Tipe 2 …………………………… 16 Web of Caution …………………………………………………… 34 xiii Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 DAFTAR TABEL 3.1.4 Pemeriksaan Laboratorium 3.1.4.1 Hasil Laboratorium darah lengkap dan kimia darah bpk N.H tanggal 31 Mei 2014 3.1.4.2 Hasil Laboratorium analisa gas darah bpk. N.H tanggal 31 Mei 2014 3.1.4.3 Hasil laboratorium glukometer bpk. N.H tanggal 01 Juni 2014 s/d 4 Juni 2014 3.1.4.4 Hasil laboratorium keton darah bpk. N.H tanggal 01 Juni 2014 3.1.4.5 Hasil laboratorium darah lengkap bpk. N.H tanggal 02 Juni 2014 3.1.4.6 Hasil laboratorium kimia darah bpk. N.H tanggal 02 Juni 2014 3.1.4.7 hasil laboratorium kimia darah bpk N.H. tanggal 02 Juni 2014 3.1.4.8 Hasil laboratorium urinalisa dan sedimen urin bpk. N.H. tanggal 02 Juni 2014 3.1.4.9 Hasil laboratorium hapusan darah tepi bpk. N.H. tanggal 02 Juni 2014 xiv Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Satuan Acara Pengajaran (SAP) Aktivitas Fisik Untuk Penyandang Diabetes Mellitus Tipe 2 Lampiran 2 Materi Pendidikan Kesehatan Terkait Aktivitas Fisik Untuk Penyandang Diabetes Mellitus Tipe 2 Lampiran 3 Leaflet Aktivitas Fisik Untuk Penyandang Diabetes Mellitus Tipe 2 Lampiran 4 Pemeriksaan Laboratorium bpk. N.H. Lampiran 5 Pemeriksaan Diagnostik bpk. N.H Lampiran 6 Analisa Data klien bpk. N.H Lampiran 7 Rencana Asuhan Keperawatan klien bpk. N.H Lampiran 8 Catatan Perkembangan klien bpk. N.H Lampiran 9 Jurnal 1 Lampiran 10 Jurnal 2 xv Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkotaan merupakan suatu wilayah yang memiliki jumlah penduduk yang lebih banyak serta memiliki latar belakang budaya yang bervariasi dibanding dengan penduduk yang ada di wilayah pedesaan. Stanhope & Lancaster (2006) mendefinisikan perkotaan sebagai suatu wilayah geografis dengan jumlah populasi penduduk yang padat, yakni terdiri dari 99 orang yang bertempat tinggal dalam area seluas satu meter persegi, sebuah kota yang memiliki jumlah penduduk minimal 20.000 orang namun tidak lebih dari 50.000 orang. Padatnya jumlah penduduk yang ada di daerah perkotaan merupakan akibat dari arus urbanisasi yang terus meningkat. Hal ini umumnya terjadi di negara-negara yang sedang berkembang, terutama di Asia dan Afrika (Kappor, Bhardwaj, Kumar, & Raina, 2014). Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di wilayah Asia yang memiliki arus urbanisasi yang cukup tinggi. Menurut World Health Organization/WHO (2010), penyakit tidak menular merupakan salah satu penyebab kematian secara global, yaitu sebesar dua per tiga atau 36 juta dari 57 juta kematian disebabkan oleh penyakit tidak menular. Ada empat macam penyakit tidak menular menular yang saat ini paling banyak diderita oleh penduduk dunia, yaitu penyakit kardiovaskular, kanker, diabetes, dan penyakit paru kronis. Saat ini, keempat penyakit tidak menular ini, tidak saja diderita oleh penduduk di negara maju tetapi juga di negara-negara berkembang (WHO,2008 dalam Today’s research on aging, 2012). 1 Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 2 Diabetes mellitus sebagai salah satu penyakit tidak menular penyebab kematian di seluruh dunia diperhitungkan akan mengalami peningkatan jumlah penderitanya dari 194 juta orang pada tahun 2003 menjadi 334 juta orang pada tahun 2030 (International Diabetes Federation dalam Wild, Roglic, Green, Sicree, & King, 2004). Prevalensi diabetes mellitus terutama diabetes mellitus tipe 2 pada orang dewasa berusia 20-70 tahun diperkirakan akan mengalami peningkatan dari 285 juta orang pada tahun 2010 menjadi 438 juta orang pada tahun 2030 (Ramachandran, Snehalatha, Shetty & Nandita, 2012). Di wilayah Asia, Indonesia menduduki peringkat keempat sebagai negara dengan penderita diabetes mellitus terbanyak di dunia setelah India, China, dan Amerika Serikat. Jumlah penderita diabetes mellitus di Indonesia diperkirakan akan mengalami peningkatan dari 8,4 juta orang pada tahun 2000 menjadi 21,3 juta orang pada tahun 2030 (Wild, Roglic, Green, Sicree, & King, 2004). National Diabetes Fact Sheet (2011) menunjukkan bahwa penderita diabetes mellitus di Amerika Serikat mencapai angka 25,8 juta orang yang terdiri dari orang dewasa dan anak-anak, yang berarti bahwa 8,3% dari populasi penduduk Amerika menderita diabetes mellitus. Diperkirakan bahwa sebanyak 113 juta orang penduduk Asia menderita diabetes mellitus, dengan 95% diantaranya merupakan penderita diabetes mellitus tipe 2. Di wilayah Asia Pasifik, Indonesia menduduki urutan ketujuh sebagai negara dengan jumlah penderita diabetes mellitus tipe 2 terbanyak, setelah India, China, Jepang, Thailand, Filipina, dan Korea dengan jumlah penderita diabetes mellitus tipe 2 sebesar 2,8 juta (Routley, 2011). WHO memperkirakan bahwa jumlah penderita diabetes mellitus di Indonesia akan mengalami peningkatan dari 8,4 juta orang pada tahun 2000 menjadi Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 3 sekitar 21,3 juta orang pada tahun 2030. Demikian juga dengan International Diabetes Federation (IDF) tahun 2009 yang menyatakan bahwa akan terjadi kenaikan jumlah penderita diabetes mellitus di Indonesia dari 7,0 juta orang menjadi sebesar 12,7 juta orang pada tahun 2030. Meskipun kedua organisasi ini memaparkan jumlah yang berbeda namun tetap menunjukkan adanya kemungkinan yang sama, yaitu peningkatan jumlah penderita diabetes mellitus. Menurut hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2013 terdapat kecenderungan peningkatan prevalensi penyakit diabetes mellitus. Hal ini dilihat dari hasil wawancara, yakni terjadi peningkatan menjadi sebesar 2,1% pada tahun 2013 dibandingkan dengan pada tahun 2007 yang hanya sebesar 1,1%. Diabetes mellitus tipe 2 termasuk dalam penyakit tidak menular yang bersifat kronis dan progresif, yang disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik yang dimiliki oleh penderita diabetes mellitus tipe 2 adalah faktor yang tidak dapat dimodifikasi, sebaliknya faktor lingkungan merupakan faktor yang dapat dimodifikasi, meskipun proses penuaan sebagai bagian dari faktor lingkungan merupakan hal yang tidak dapat dihentikan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi terjadinya penyakit diabetes mellitus namun dapat dimodifikasi adalah gaya hidup. Faktor gaya hidup terdiri dari pola makan yang tidak sehat, pola aktivitas/olahraga yang kurang, tingkat stress psikologis yang tinggi, obesitas, serta kebiasaan merokok dan mengkonsumsi minuman beralkohol dalam jumlah yang banyak. Aktivitas fisik yang kurang (sedentary lifestyle) merupakan salah satu faktor yang meningkatkan risiko terjadinya diabetes mellitus tipe 2, terutama pada masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan. Menurut Laufs, Wassmann, Czech, Mṻnzel, Eisenhauer, Bohm, & Neikenig (2005) prevalensi orang dewasa yang memiliki gaya hidup tidak aktif (sedentary lifestyle) mengalami Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 4 peningkatan, yaitu sebesar 40% melaporkan hanya melakukan aktivitas fisik kurang dari 10 menit setiap hari dalam seminggu. WHO (2010) melaporkan bahwa sekitar 3,2 juta orang di dunia meninggal setiap tahun akibat tidak aktif secara fisik. Orang yang tidak aktif secara fisik memiliki peningkatan risiko sebesar 20-30% mengalami kematian oleh karena berbagai penyebab. Aktivitas fisik/olahraga yang teratur mengurangi risiko terjadinya penyakit jantung dan pembuluh darah, seperti tekanan darah tinggi, diabetes mellitus, kanker payudara dan kanker kolon, serta depresi (WHO, 2010). Aktivitas fisik merupakan intervensi yang potensial untuk mencegah dan mengatasi penyakit diabetes mellitus tipe 2 terutama apabila dilakukan bersama-sama dengan intervensi gaya hidup sehat yang lainnya. Perawat sebagai bagian dari tim kesehatan perlu memberikan motivasi untuk membentuk perilaku hidup sehat dengan melakukan aktivitas fisik yang cukup bagi penderita diabetes mellitus. Salah satu jenis aktivitas fisik paling alami yang dapat dilakukan oleh penderita diabetes mellitus adalah jalan kaki (De Feo & Schwarz, 2013). Aktivitas fisik yang memadai yang perlu dilakukan oleh penderita diabetes mellitus adalah aktivitas fisik yang dilakukan minimal selama 5 hari dalam seminggu dan setiap kali minimal berdurasi 30 menit. Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati terletak di Jl. Rumah Sakit Fatmawati Cilandak yang didirikan pada tahun 1954 oleh mantan presiden Soekarno. RSUP Fatmawati merupakan rumah sakit pendidikan tipe A. Berdasarkan hasil observasi selama melakukan praktik klinik keperawatan kesehatan masalah perkotaan di gedung Teratai lantai 5 Utara RSUP Fatmawati, umumnya klien dengan diabetes mellitus tipe 2 yang dirawat di ruangan masuk karena hipoglikemia dan hiperglikemia. Data yang diperoleh Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 5 dari sensus harian ruangan lantai 5 Utara gedung Teratai RSUP Fatmawati, jumlah klien yang dirawat dengan penyakit diabetes mellitus pada bulan Januari 2014 sampai dengan April 2014 adalah sebanyak 11,6 % atau 76 orang dari 650 orang klien. Berdasarkan hasil wawancara, umumnya klien dengan diabetes mellitus tipe 2 yang dirawat di ruangan, jarang atau tidak pernah melakukan aktivitas fisik yang cukup. Hal ini disebabkan karena kesibukan bekerja, faktor ekonomi yang kurang, maupun karena kurangnya pengetahuan mengenai aktivitas fisik dan manfaatnya terhadap kesehatan. Penderita diabetes mellitus tipe 2 yang pernah menjalani perawatan di rumah sakit sering mengalami kekambuhan dan harus kembali lagi ke rumah sakit untuk memperoleh perawatan. Umumnya penyebab dirawatnya kembali penderita diabetes di rumah sakit adalah karena mengalami keadaan hipoglikemia, hiperglikemia, ataupun karena mengalami komplikasi lanjutan, seperti mengalami ketoasidosis, gagal ginjal kronis, ataupun ulkus gangren. Pada klien yang menderita penyakit diabetes mellitus tipe 2 dapat terjadi beberapa masalah keperawatan, antara lain, risiko kurang volume cairan, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, risiko infeksi, risiko cedera gangguan persepsi/senosori (taktil/visual), ketidakefektifan pola seksual, ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik, ketidakberdayaan, ketakutan, penurunan koping keluarga, dan ketidakpatuhan (Wilkonson & Ahern, 2012). Ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik merupakan salah satu masalah keperawatan yang sering terjadi pada klien yang menderita diabetes mellitus tipe 2. Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 6 Hal ini dapat disebabkan karena kurangnya pengetahuan klien atau keluarga, antara lain mengenai proses penyakit, diet dan keseimbangan latihan, pemantauan dan pengobatan mandiri, perawatan kaki, tanda dan gejala komplikasi, ataupun sumber-sumber yang ada di komunitas (Wilkinson & Ahern, 2014). Intervensi keperawatan yang dapat diberikan untuk mengatasi masalah keperawatan ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik antara lain, penetapan tujuan asuhan keperawatan bersama klien dan mengembangkan rencana untuk pencapaian tujuan tersebut, pembuatan kontrak dengan klien untuk perubahan perilaku yang telah disepakati terkait dengan pengobatan dan perawatan, dan penyuluhan tentang proses penyakit, penyuluhan tentang program aktivitas/latihan, penyuluhan tentang program diet, serta penyuluhan tentang obat resep (Wilkonson & Ahern, 2014). Berdasarkan hal tersebut di atas maka penulis ingin melakukan analisis intervensi tentang pendidikan kesehatan aktivitas fisik pada penderita diabetes mellitus di ruang lantai 5 Utara gedung Teratai RSUP Fatmawati. 1.2 Tujuan Penulisan 1.2.1 Tujuan Umum Untuk menggambarkan tentang analisis praktik klinik keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan pada klien diabetes mellitus yang diberi intervensi pendidikan kesehatan tentang aktivitas fisik (olahraga) di ruang rawat gedung Teratai lantai 5 Utara RSUP Fatmawati. Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 7 1.2.2 Tujuan Khusus 1.2.2.1 menggambarkan tentang penyakit diabetes mellitus dalam konteks masalah keperawatan kesehatan masyarakat tentang pemberian perkotaan. 1.2.2.2 melakukan analisis intervensi pendidikan kesehatn tentang aktivitas fisik (olahraga) pada klien dengan diabetes mellitus tipe 2. 1.3 Manfaat Penulisan 1.3.1 Bagi Mahasiswa Meningkatkan pemahaman dan kemampuan analisis dalam merawat klien dengan diabetes mellitus tipe 2. 1.3.2 Bagi Institusi Pendidikan Sebagai bahan masukan untuk bahan pembelajaran mahasiswa mengenai penyakit diabetes mellitus tipe 2. 1.3.3 Bagi Institusi Rumah Sakit Sebagai masukan untuk pemberian asuhan keperawatan terhadap klien yang menderita penyakit diabetes mellitus tipe 2. 1.3.4 Bagi Pengembangan Ilmu Keperawatan Diharapkan ada penelitian selanjutnya yang dilakukan untuk menganalisis intervensi pemberian motivasi untuk melakukan aktivitas fisik pada klien dengan diabetes mellitus tipe 2 dengan menggunakan model transteori. Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 8 BAB 2 TINJAUAN TEORI Dalam bab 2 ini akan dibahas mengenai tinjauan teori yang berkaitan dengan keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan dan penyakit diabetes mellitus tipe 2. 2.1 Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan merupakan pelayanan keperawatan profesional yang merupakan perpaduan antara konsep kesehatan masyarakat dan konsep keperawatan yang diberikan untuk memberikan pelayanan terhadap masalah kesehatan yang dialami oleh masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan. Menurut Stanhope & Lancaster (2006) perkotaan adalah suatu wilayah yang secara geografis bukan merupakan daerah pedesaan dengan jumlah penduduk yang lebih padat, yaitu lebih dari 99 (sembilan puluh sembilan) orang per meter persegi, sebuah kota yang memiliki populasi penduduk minimal 20.000 orang tidak lebih dari 50.000 orang. Separuh dari penduduk dunia saat ini berada di daerah perkotaan dan diperkirakan bahwa dalam 30 tahun mendatang dua per tiga dari penduduk dunia akan berada di perkotaan (Vlahov, Freudenberg, Proietti, Ompad, Quinn, Nandi & Galea, 2007). Peningkatan populasi masyarakat di daerah perkotaan serta proses penuaan merupakan faktor penentu utama terhadap peningkatan insiden diabetes secara global. Urbanisasi menyebabkan beberapa pengaruh buruk, seperti penururnan aktivitas fisik, kebiasaan mengkonsumsi makanan tinggi kalori sehingga menyebabkan menyebabkan peningkatan indeks massa tubuh dan peningkatan lemak pada tubuh bagian atas (Ramachandran, Snehalatha, Shetty & Nanditha, 2012). 8 Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 9 Perkotaan merupakan lingkungan yang baik sekaligus buruk bagi kesehatan dan kesejahteraan (WHO & UN-HABITAT, 2010). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kesehatan di perkotaan, antara lain, pemerintahan kota, karakteristik populasi penduduk, lingkungan (alam dan infrastruktur), lingkungan sosial dan ekonomi, kualitas dan keamanan makanan, manajemen pelayanan dan kedaruratan kesehatan. WHO & United Nations Human Settlements Programme/UN-HABITAT (2010), menyatakan bahwa terdapat tiga jenis masalah kesehatan yang berisiko terjadi di daerah perkotaan, yaitu penyakit infeksi yang diperparah oleh kondisi lingkungan hidup yang buruk, penyakit tidak menular (seperti, penyakit jantung, kanker, diabetes) yang diperburuk oleh karena penggunaan tembakau, diet yang tidak sehat, kurangnya aktivitas fisik/olahraga, serta konsumsi alkohol, dan kecelakaan (meliputi, kecelakaan di jalan raya serta kekerasan). Urbanisasi menyebabkan perubahan gaya hidup yaitu, konsumsi makanan cepat saji dan makanan tinggi lemak yang makin meningkat, kurang gerak/kurang berolahraga, serta penyalahgunaan zat, seperti tembakau dan alkohol yang memicu terjadinya penyakit kronis, salah satunya adalah diabetes mellitus (Kappor, Bhardwaj, Kumar, & Raina, 2014). Diabetes mellitus terutama diabetes mellitus tipe 2 adalah penyakit tidak menular yang saat ini banyak diderita oleh masyarakat di daerah perkotaan. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor gaya hidup kurang sehat yang cenderung dilakukan oleh masyarakat di daerah perkotaan. Gaya hidup yang kurang sehat tersebut meliputi konsumsi makanan yang tidak sehat (seperti makanan cepat saji sehingga menyebabkan obesitas), kurang gerak (berolahraga) yang disebabkan karena berbagai faktor, seperti kurangnya akses terhadap sarana olahraga akibat faktor sosial ekonomi yang tidak memadai (kesibukan bekerja, transportasi yang kurang dan kemacetan), ataupun faktor pendidikan, yaitu kurangnya pengetahuan mengenai Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 10 manfaat perilaku hidup sehat seperti diet sehat serta olahraga terhadap kesehatan. 2.2 Diabetes Mellitus tipe 2 Diabetes mellitus merupakan penyakit yang disebabkan karena adanya gangguan pada pankreas, sehingga menggangu metabolism karbohidrat, lemak dan protein. Sebagian ahli menyatakan bahwa diabetes mellitus yang terjadi pada orang dewasa merupakan salah satu konsekuensi dari sindrom metabolik yang meliputi obesitas, terutama di daerah sekitar perut, tekanan darah tinggi, kadar trigliserida dalam darah yang tinggi, low density lipoprotein (LDL) yang tinggi, glukosa darah yang tinggi serta kadar high density lipoprotein (HDL) yang rendah (Timby & Smith, 2010). Secara keseluruhan terdapat empat jenis penyakit diabetes yaitu, diabetes mellitus tipe 1, diabetes mellitus tipe 2, diabetes insipidus, dan diabetes mellitus gestasionsal. Diabetes mellitus tipe 1 umumnya terjadi karena kerusakan sel beta pulau Langerhans pankreas akibat infeksi virus atau proses autoimun, sehingga tidak dapat memproduksi insulin sama sekali. Diabetes mellitus tipe 2 terjadi karena resistensi insulin pada sel target atau insufisiensi insulin yang diproduksi oleh sel beta pulau Langerhans pancreas. Diabetes insipidus merupakan penyakit diabetes yang berhubungan dengan kerja hormon antiduretik (antiduretic hormone/ADH). Diabetes insipidus terbagi atas dua jenis, yaitu diabetes insipidus jenis sentral (neurogenik) dan diabetes insipidus nefrogenik. Diabetes insipidus sentral (neurogenik) terjadi akibat kekurangan hormone antidiuretik atau vasopressin akibat gangguan pada neuron sekretori ADH di hipotalamus karena adanya kelainan kongenital atau akibat adanya tumor, trauma kepala, inflamasi, maupun perdarahan (Chang, Daly, & Elliot; 2010). Sedangkan diabetes insipidus jenis nefrogenik terjadi akibat ginjal tidak mampu merespon hormon ADH meskipun prosuksinya normal. Hal ini dapat Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 11 disebabkan oleh gangguan primer akibat kelainan genetik, maupun gangguan sekunder karena adanya penyakit ginjal, hipokalemia, hiperkalsemia, atau karena adanya obat yang menghambat kerja hormone ADH, seperti lithium. (Chang, Daly, & Elliot; 2010). Di antara keempat macam penyakit diabetes mellitus ini, diabetes mellitus tipe 2 yang dahulu disebut sebagai non insulin dependent diabetes mellitus (NIDDM) merupakan jenis diabetes yang paling banyak terjadi terutama pada orang dewasa, yaitu 90%-95% dari seluruh penderita diabetes mellitus, 80% diantaranya adalah klien yang mengalami obesitas, sedangkan 20% sisanya tidak mengalami obesitas (Smeltzer & Bare, 2000). Diabetes mellitus tipe 2 terjadi akibat resistensi insulin atau insufisiensi insulin. Resistensi insulin dapat terjadi karena kurangnya suatu jenis zat yang disebut transmembrane gluocose transporter pada permukaan sel. Transmembrane glucose transporter ini berfungsi sebagai channel (saluran) yang memfasilitasi difusi glukosa ke dalam sel. Pada penderita diabetes mellitus tipe 2 zat ini hanya berfungsi efektif sebanyak 20%. (Timby & Smith, 2010). 2.2.1 Definisi Secara harafiah, diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “siphon (tube)” atau “mengalir melalui”, yang menunjukkan terjadinya pengeluaran urin dalam jumlah banyak pada penyakit ini, sedangkan mellitus berarti “manis” atau “menyerupai madu”, yang menunjukkan pada keadaan urin penderita diabetes mellitus yang terasa manis akibat adanya glukosa di dalamnya (Chang, Daly & Elliot, 2010; Sherwood, 2011). Diabetes mellitus tipe 2 adalah suatu gangguan metabolisme yang disebabkan oleh kurangnya kepekaan/kemampuan sel-sel target untuk berespon terhadap insulin sehingga terjadi resistensi Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 insulin, Universitas Indonesia 12 ketidakmampuan hati untuk mengeluarkan glukosa dan berkurangnya fungsi sel-sel β pulau Langerhans pancreas (Winkelman, Warkman, & Hausman; 2010). 2.2.2 Penyebab Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya diabetes mellitus tipe 2, antara lain : a. Insufisiensi insulin relatif Faktor genetik berperan dalam terjadinya resistensi insulin relative pada diabetes mellitus tipe 2. Hal ini dibuktikan dengan angka kemungkinan terjadinya diabetes mellitus tipe pada saudara kembar identik yang cukup tinggi, yaitu sebesar 60% - 80%, sedangkan pada anggota keluarga dekat penderita diabetes mellitus tipe 2 dan pada kembar tidak identik, risiko/ kemungkinan menderita penyakit ini adalah 5-10 kali lebih besar dari individu dengan usia dan berat yang sama namun tidak memiliki riwayat keluarga yang menderita penyakit ini (Kumar, Cotran, & Robbins, 2007) b. Resistensi insulin. Resistensi insulin oleh sel-sel target yang disebabkan karena berbagai faktor antara lain, faktor lingkungan, seperti obesitas, gaya hidup tidak sehat seperti, makan yang berlebihan, kurang olahraga, serta stress, dan proses penuaan (Kaku, 2010). Kebiasaan mengkonsumsi makanan yang berlebihan, terutama makanan yang memiliki indeks glikemik tinggi dapat memicu terjadinya resistensi insulin. Indeks glikemik merupakan nilai yang menunjukkan seberapa tinggi kenaikan glukosa dalam darah seseorang setelah mengkonsumsi jenis makanan tertentu Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 13 yang mengandung karbohidrat (Mendosa, 2011). Menurut Jenkins et al, 1981 dalam Premanath, Gowdappa, Mahesh & Babu, 2011 indeks menggambarkan mengkonsumsi glikemiks respon glukosa adalah dalam nilai darah yang setelah makanan yang mengandung karbohidrat, dibandingkan dengan makanan rujukan yaitu biasanya glukosa. Semakin tinggi nilai glikemiks indeks suatu makanan, semakin tinggi kenaikan kadar glukosa dalam darah yang akan terjadi setelah mengkonsumsi makanan tersebut. Nilai glikemiks indeks makanan terbagi atas tiga katergori, yaitu nilai glikemiks indeks rendah, sedang, dan tinggi. Suatu makanan dikatakan memiliki nilai glikemiks indeks yang rendah apabila nilainya kurang dari 55. Nilai indeks glikemiks sedang yaitu apabila berkisar antara 56-69. Sedangkan nilai glikemiks indeks tinggi, apabila berkisar antara 70-100 (Mendosa, 2011). Selain beberapa faktor lingkungan yang telah disebutkan di atas, terdapat faktor gaya hidup tidak sehat lainnya yang dapat menyebabkan mengkonsumsi terjadinya alkohol DM tipe dan 2, yaitu merokok. kebiasaan Kebiasaan mengkonsumsi minuman alkohol dapat membawa pengaruh positif dan negatif terhadap resistensi insulin. Hal ini tergantung pada jumlah alkohol yang dikonsumsi, jenis kelamin dan indeks massa tubuh individu. Kebiasan mengkonsumsi minuman beralkohol dalam jumlah yang banyakdapat meningkatnya risiko terjadinya diabetes mellitus tipe 2 pada wanita dengan indeks massa tubuh kurang dari normal atau normal (Tsamura et al, 1999 dalam Carlsson, Hammar, Grill, & Kaprio, 2003). Hal ini sama dengan hasil penelitian dari Carlsson, Hammar, Grill & Kaprio, 2003 yang Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 14 menyatakan bahwa konsumsi alkohol lebih dari 20 gram per hari akan meningkatkan risiko terjadinya DM tipe 2 pada wanita yang kurus tetapi tidak pada wanita yang overweight dan laki-laki. Penelitian yang dilakukan oleh Carlsson, Hammar, Grill & Kaprio (2003) menyatakan bahwa mengkonsumsi alkohol dalam jumlah sedang (5-29,9 gram/hari pada laki-laki dan 5-19,9 gram/hari pada perempuan) yang memiliki indeks massa tubuh lebih dari atau sama dengan 25 kg/m2 dapat mengurangi risiko terjadinya DM tipe 2 sebesar 30-40%. Selain kebiasaan mengkonsumsi minuman alkohol, kebiasaan merokok meningkatkan risiko terjadinya penyakit diabetes mellitus tipe 2. Tidak saja perokok yang aktif, perokok pasif juga berisiko menderita DM tipe 2. Hal ini disebabkan karena merokok (baik aktif maupun pasif) menimbulkan efek sistemik yang meliputi stress oksidatif inflamasi sistemik dan disfungsi endothelial yang mempengaruhi terjadinya resistensi insulin (Zhang, Curhan, Hu, Rimm, & Forman, 2011). Selain itu meskipun individu yang merokok cenderung memiliki indeks massa tubuh yang lebih rendah dibanding dengan yang tidak merokok, tetapi memiliki adiposity atau lemak sentral yang tinggi, sehingga meningkatkan kadar hormon resistin yang menyebabkan terjadinya resistensi insulin (Sherwood, 2011). Mekanisme lainnya yang mendasari teori bahwa merokok meningkatkan risiko terjadinya DM tipe 2 adalah bahwa merokok secara lansung memicu terjadinya inflamasi pada Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 15 pankreas sehingga merusak fungsi sel β pulau Langerhans (Zhang, Curhan, Hu, Rimm, & Forman, 2011). 2.2.3 Tanda dan gejala Tanda dan gejala serta kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan seorang individu menderita diabetes mellitus, antara lain : adanya trias poli (3 P), yaitu polidipsi (banyak minum), polifagia (banyak makan), dan poliuria (banyak kencing), serta adanya penurunan berat badan. Sedangkan menurut Mahler & Adler (1999), kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan seseorang mengalami diabetes tipe 2, adalah : Nilai tes toleransi glukosa oral (75 mg) setelah 2 jam adalah ≥ 200 mg/dL Nilai glukosa plasma acak ≥ 200 mg/dL disertai dengan gejalagejala diabetes mellitus. Glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dL, pada lebih dari satu waktu. Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 16 2.3 Patofisiologi Pada diabetes mellitus tipe 2 terjadi insufisiensi insulin relatif dan resistensi insulin. Hal ini tidak berkaitan dengan adanya faktor autoimun, seperti yang terjadi pada diabetes mellitus tipe 1. Faktor genetik dan lingkungan, seperti gaya hidup yang kurang sehat (kegemukan serta kurang berolahraga) memegang peranan besar pada terjadinya diabetes mellitus tipe 2. Faktor genetik faktor lingkungan (Obesitas, kurang olahraga, merokok, penuaan) Kerusakan/gangguan sekresi insulin Resistensi insulin - Glukotoxicity - lipotoxicity Gangguan kerja insulin pada organ target utama, seperti hati dan otot Penurunan massa sel-sel β pulau Langerhans pankreas Ketidakmampuan mentranspor glukosa ke dalam sel Penurunan fungsi sel β Metabolisme terganggu Gangguan pengontrolan gula darah jangka panjang Glukosa tidak dapat disimpan atau digunakan oleh sel Hiperglikemia Kelelahan sel β Diabetes Mellitus Tipe 2 (Bagan 1.1 Patofisiologi DM tipe 2) Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 17 2.4 Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita diabetes mellitus tipe 2 umumnya sama dengan diabetes mellitus tipe 1, yakni terbagi atas dua, komplikasi akut dan kronik. Komplikasi akut diabetes mellitus tipe 2 terdiri dari, ketoasidosis diabetikum/diabetic ketoacidosis (DKA) dan sindrom hiperglikemik hiperosmolar/hiperglycemic hiperosmolar nonketotic syndrome (HHNS). Komplikasi kronik diabetes mellitus tipe 2, antara lain terjadinya penyakit makrovaskuler dan penyakit mikrovaskuler. Penyakit makrovaskular yang dapat terjadi sebagai akibat dari komplikasi kronis diabetes mellitus tipe 2 antara lain, coronary artery disease (CAD) dan aterosklerosis yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit jantung (infark miokardium). Sedangkan penyakit mikrovaskular yang dapat terjadi sebagai akibat dari komplikasi kronis diabetes mellitus dapat mempengaruhi aliran darah pada pembuluh darah kecil di berbagai organ tubuh. Berbagai organ tersebut antara lain, pada ginjal dapat terjadi nefropati yang dapat menyebabkan hipertensi, pada otak dapat terjadi mikroangiopati pembuluh darah serebral, yang dapat menyebabkan infark serebrovaskular dan perdarahan, yang juga dapat dipengaruhi oleh hipertensi dan aterosklerosis. Pada mata, dapat terjadi retinopati, katarak, dan glaukoma. Pada pembuluh darah ginjal dapat terjadi pula nefrosklerosis sehingga menyebabkan glumerulosklerosis dan pielonefritis. Pada pembuluh darah kecil di lambung dapat terjadi gastroparesis. Pada pembuluh darah perifer dapat terjadi aterosklerosis sehingga menyebabkan infeksi luka (gangren) sedangkan pada saraf dapat terjadi neuropati perifer. Komplikasi nefropati diabetes terjadi karena ginjal merupakan komplikasi utama dari diabetes mellitus, selain infark miokardium yang menjadi penyebab kematian pada klien yang menderita penyakit diabetes mellitus tipe 2. Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 18 2.5 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita diabetes mellitus tipe 2, antara lain : Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan darah, berupa glukosa darah puasa, glukosa darah 2 jam setelah puasa, glukosa darah sewaktu, dan hemoglobin glikosilat/HbA1c (Goldenberg, R. & Punthakee, Z.; 2013) - Pemeriksaan glukosa darah puasa dilakukan dengan cara mempuasakan klien dengan cara tidak mengkonsumsi kalori apapun selama 8 jam. Nilai laboratorium glukosa darah puasa lebih dari atau sama dengan 7 mmol/L mengindikasikan bahwa klien menderita diabetes mellitus. - Pemeriksaan glukosa darah 2 jam setelah mengkonsumsi 75 gram glukosa. Nilai laboratorium glukosa darah lebih dari atau sama dengan 11,1 mmol/L mengindikasikan bahwa klien menderita diabetes mellitus. - Pemeriksaan glukosa darah sewaktu, yaitu dilakukan tanpa memperhatikan interval waktu terakhir kali klien mengkonsumsi makanan. Nilai laboratorium glukosa darah sewaktu lebih dari atau sama dengan 11,1 mmol/L mengindikasikan terjadinya diabetes mellitus pada klien. - Pemeriksaan laboratorium hemoglobin glikosilat (HbA1c atau A1C) untuk mengetahui jumlah glukosa yang terikat pada hemoglobin dan berhubungan langsung dengan konsentrasi glukosa dalam darah selama 3 bulan sebelumnya. Pada orang dewasa nilai HbA1c lebih dari atau sama dengan 6,5% mengindikasikan pengontrolan glukosa Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 19 darah yang buruk dan mengindikasikan terjadinya diabetes mellitus pada klien. Pemeriksaan kimia darah, berupa pemeriksaan fungsi hati, fungsi ginjal, profil lemak, elektrolit, dan kadar ferritin. - Pemeriksaan fungsi hati yang dilakukan meliputi kadar albumin, Pemeriksaan kadar hormon pertumbuhan dan serum kortisol Pemeriksaan urin, berupa glukosa urin, keton urin, - Pada kadar glukosa darah yang terlalu tinggi akan menghasilkan adanya glukosa dalam urin. - Komplikasi akut yaitu ketoasidosis diabetikum akan menghasilkan adanya keton (keton positif) dalam urin. 2.6 Penatalaksanaan Tujuan utama penatalaksanaan diabetes mellitus adalah untuk mempertahankan kadar glukosa darah dalam batas normal (euglimia), serta menghindari terjadi hiperglikemia atau hipoglikemia tanpa menimbulkan gangguan/perubahan yang berlebihan aktivitas hidup sehari-hari klien (Smeltzer & Bare, 2010). Penatalaksaan diabetes mellitus terdiri dari lima komponen, yaitu : 2.6.1 Manajemen/pengaturan nutrisi Manajemen/pengaturan nutrisi pada klien diabetes mellitus bertujuan untuk, menyediakan bahan/zat gizi pengganti yang penting bagi tubuh (vitamin, dan mineral), memperoleh dan mempertahankan berat badan yang ideal, memenuhi kebutuhan energi, mencegah peningkatan kadar gula darah yang terlalu tinggi serta menjaganya dalam batas yang normal, serta menurunkan kadar lemak darah yang meningkat. Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 20 2.6.2 Latihan fisik (olahraga) Latihan fisik sangat penting dilakukan karena dapat menurunkan kadar gula dalam darah dengan cara meningkatkan uptake (ambilan) glukosa oleh otot dan meningkatkan penggunaan insulin. Selain itu, latihan fisik juga dapat meningkatkan sirkulasi darah dan tonus otot (Smeltzer & Bare, 2010). 2.6.3 Pemantauan glukosa Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan dengan pemeriksaan glikosilat hemoglobin (HbA1c) setiap dua sampai tiga bulan sekali, pemeriksaan urine terhadap adanya glukosa (terutama pda klien yang tidak dapat melakukan pemantauan dula darah secara mandiri, dan keton apabila kadar glukosa dalam darah melebihi 240 mg/dL (Smeltzer & Bare, 2010). 2.6.4 Terapi farmakologi Terapi farmakologi bagi penderita diabetes mellitus terdiri dari dua jenis, yaitu terapi insulin dan terapi obat oral anti diabetes. 2.6.5 Pendidikan kesehatan Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang berlangsung seumur hidup, sehingga membutuhkan tindakan perawatan diri yang khusus. Oleh karena itu klien dan keluarga perlu memperoleh pendidikan kesehatan mengenai pengaturan diet (nutrisi), efek samping pengobatan, latihan fisik (olahraga), perkembangan penyakit, strategi pencegahan, teknik pemantauan serta pengobatan (Smeltzer & Bare, 2010). Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 21 2.7 Asuhan Keperawatan 2.7.1 Pengkajian Pada saat wawancara tanyakan kepada klien mengenai hal-hal sebagai berikut : (Winkelman, C., Workman, M.L., & Hausman, K,A. ; 2010). Umur klien, berat badan sewaktu kecil, perubahan berat badan. Penyakit yang diderita belakangan ini atau stress berat yang dialami. Kealpaan penggunaan insulin atau obat antidiabetik oral (bila klien diketahui menderita diabetes mellitus). Perubahan kebiasaan makan. Perubahan dalam jadwal latihan atau tingkat aktivitas. Adanya serta durasi dari poliuria, polidipsia, polifagia, dan kehilangan tenaga (rasa lemas) serta berat badan menurun. Riwayat luka kecil di kulit yang menjadi lebih mudah infeksi atau sembuh dalam waktu yang lama. Pada wanita, frekuensi dan lamanya infeksi vagina (vaginitis). Adanya penyakit kardiovaskular, seperti disritmia, gagal jantung, hipertensi, atau stroke. Adanya penyakit diabetes pada orangtua dan saudara. Riwayat kadar gula darah lebih dari normal (tinggi). Pada pemeriksaan fisik dan nilai laboratorium, kaji tanda-tanda dan nilai-nilai laboratorium sebagai berikut (Winkelman, C., Workman, M.L., & Hausman, K,A. ; 2010). Adanya nyeri abdomen, mual dan muntah (terutama pada ketoasidosis diabetikum). Adanya dehidrasi (seperti, turgor kulit jelek, membrane mukosa kering, hemokonsentrasi yang ditandai dengan Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 22 peningkatan nilai hematokrit dan hemoglobin, penurunan urine output, urine berwarna gelap dan berbau kuat). Peningkatan nilai gula darah puasa ( > 126 mg/dL) atau gula darah sewaktu ( > 200 mg/dL) Nilai tes toleransi glukosa yang abnormal. Nilai glycosylate hemoglobin assay (HbA1c) yang tinggi/abnormal, > 7,5%. Adanya keton dalam urine, adanya albumin dan glukosa dalam urin. 2.7.2 Analisa Data Menurut NANDA (2012), diagnosa keperawatan yang dapat timbul pada klien dengan diabetes mellitus (hipoglikemi), antara lain : Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh Penurunan/ketidakmampuan koping keluarga Ketakutan Risiko infeksi Risiko cedera Ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik Ketidakpatuhan Ketidakberdayaan Gangguan persepsi/sensori (taktil, visual) Ketidakefektifan/disfungsi pola seksual Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 23 2.7.3 Pendidikan Kesehatan tentang Aktivitas Fisik untuk Mempertahankan Kadar Glukosa Darah dalam rentang Normal Latihan fisik atau olahraga merupakan salah satu bagian penting dari penatalaksanaan penyakit diabetes mellitus, terutama diabetes mellitus tipe 2. Hal ini disebabkan karena pada penderita DM tipe 2 terjadi insufisiensi insulin relatif dan resistensi insulin yaitu suatu keadaan dimana jumlah insulin yang disekresi oleh sel beta pulau Langerhans relatif cukup atau hanya sedikit berkurang, namun tidak dapat bekerja dengan optimal untuk mentranspor glukosa dari dalam darah ke sel-sel otot sebagai tempat penyimpanan glukosa (glikogen). Latihan atau aktivitas fisik meningkatkan kadar transmembrane glucose transporter yaitu pengangkut/pembawa glukosa melalui membrane plasma untuk disimpan di sel-sel otot rangka dan sel jaringan lemak (Timby & Smith, 2010). Menurut Sherwood (2009), terdapat beberapa jenis pembawa/pengangkut glukosa (glucose transporter/GLUT), antara lain, GLUT 1, yang bertanggung jawab untuk memindahkan glukosa menembus sawar darah otak, GLUT 2 berfungsi memindahkan glukosa yang masuk ke sel ginjal dan usus ke aliran darah sekitar, GLUT 3 berfungsi untuk mengangkut glukosa ke dalam neuron, serta GLUT 4 yang berfungsi untuk penyerapan glukosa dari darah ke dalam sel-sel tubuh. GLUT 4 adalah satu-satunya jenis pengangkut glukosa yang berespon terhadap insulin, sehingga GLUT 4 hanya akan dikeluarkan oleh membran plasma apabila terdapat insulin. Kontraksi otot memicu penyisipan GLUT 4 ke dalam membran plasma sel otot meskipun tidak terdapat insulin (Sherwood, 2009). Latihan fisik yang dianjurkan untuk penderita DM tipe 2 adalah aerobik dan latihan resistensi. Latihan aerobic meningkatkan kebugaran jantung dan sistem pernapasan, sedangkan latihan resistensi meningkatkan Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 24 sensitivitas insulin serta junlah dan fungsi GLUT 4 (Horden, et al, 2012). Berdasarkan hal tersebut diatas maka latihan fisik/olahraga merupakan salah satu intervensi yang sangat penting untuk dilakukan oleh setiap individu baik sehat maupun sakit, terutama bagi penderita diabetes mellitus tipe 2. Parks, Housemann, & Brownson (2003) mengemukakan beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab seseorang tidak melakukan/kurang melakukan latihan fisik (olahraga), antara lain faktor waktu, tenaga, keadaaan ekonomi,dan sosial. Kurangnya waktu akibat kesibukan bekerja serta kurangnya tenaga akibat pekerjaan yang banyak menyebabkan seseorang jarang/tidak berolahraga. Sedangkan tingkat ekonomi yang rendah baik pada masyarakat yang hidup di perkotaan maupun di pedesaan menjadi salah satu penyebab kurangnya aktivitas fisik atau olahraga. Sebaliknya masyarakat perkotaan yang memiliki tingkat ekonomi yang tinggi cenderung memiliki tingkat aktivitas/olahraga yang cukup. Faktor dukungan sosial dari teman diketahui memiliki pengaruh terhadap tingkat aktivitas pada masyarakat perkotaan yang memiliki tingkat ekonomi tinggi. Aktivitas fisik yang teratur dan memadai adalah bagian dari perilaku hidup sehat yang perlu dilakukan dan menjadi bagian dari perilaku hidup sehari-hari klien diabetes mellitus tipe 2. Untuk menimbulkan kebiasaan melakukan aktivitas fisik/olahraga secara teratur dan memadai dibutuhkan adanya kemauan dan motivasi yang kuat dari klien. Motivasi dan kemauan yang kuat untuk melakukan, ativitas fisik dapat ditimbulkan dengan cara memberikan pendidikan kesehatan mengenai penyakit diabetes mellitus serta aktivitas fisik/olahraga yang dapat dilakukan oleh klien tanpa menimbulkan terjadinya komplikasi Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 25 seperti hipoglikemia. Selain itu adanya dukungan sosial dari keluarga, teman maupun kelompok pendukung (seperti klub diabetes) dapat juga meningkatkan motivasi klien untuk melakukan aktivitas fisik yang memadai secara teratur. Motivasi dan pendidikan kesehatan kepada klien mengenai aktivitas fisik dapat diberikan oleh tim kesehatan, termasuk perawat. Dalam memberikan motivasi dan pendidikan kesehatan kepada klien, keluarga sebagai bagian dari sistem pendukung klien perlu juga dilibatkan. 2.8 Perencanaan Pulang (Discharge Planning) Terlampir. Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 26 BAB 3 LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA 3.1 Pengkajian 3.1.1 Identitas Pasien Klien Bpk. N.H, lahir pada tanggal 15 April 1959 pada saat pengkajian berusia 55 tahun, 2 bulan, suku Betawi, pendidikan terakhir adalah SLTA, bekerja sebagai pegawai swasta, dan bertempat tinggal di Jl. Gg. Yusuf no. 41 RT 06 RW 09 kelurahan Jatipadang. 3.1.2 Anamnesis 3.1.2.1 Riwayat kesehatan utama Klien dirujuk dari RS Angkatan Laut Marinir Cilandak Jakarta dan masuk ke IGD RSUP Fatmawati pada tanggal 31 Mei 2014 jam 16.00 dengan keluhan demam, badan lemas, batuk-batuk, produksi dahak ada, berwarna putih kecoklatan, demam, terasa sesak nafas pada malam hari, keluhan tersebut dirasakan sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit dan merupakan klien. Klien dirujuk dari RS AL Marinir Cilandak dengan diagnosa medis HHD, DM tipe 2, AF, Pneumonia dextra DD/ TB paru. Hasil laboratorium klien saat berada di IGD adalah laboratorium darah dari RS AL Marinir Cilandak (tgl 30/05/2014 jam 22.44) adalah sebagai berikut, hemoglobin 10,0 g/dL, hematokrit 30%, eritrosit 15,5 rb/ul trombosit 502 rb/ul, GDS 435 mg/dL, SGOT 32 u/l, SGPT 31 u/l, ureum 51%, kreatinin 1,01 mg/dL. 26 Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 27 Sebulan sebelum masuk rumah sakit, klien berobat ke puskesmas dan mendapatkan pengobatan diabetes mellitus, namun berhenti setelah satu minggu karena alasan obat habis. Klien pindah ke ruangan lantai 5 Utara gedung Teratai pada tanggal 31 Mei 2014 jam 23.30 dengan diagnosa medis ketosis DM. Keadaan klien pada saat masuk ke ruangan lantai 5 Utara adalah kesadaran compos mentis (Glasgow Coma Scale/GCS = 15), dan terpasang infus NaCl 3%/24 jam dan NaCl 0,9%. Nilai gula darah sewaktu (GDS) setelah masuk ke ruangan lantai 5 Utara adalah 475 mg/dL. Tindakan yang dilakukan adalah memberikan loading cairan NaCl 0,9% sebanyak 2000 mL, dan memasang douwer catheter. Produksi urin via kateter sebanyak 500 mL, warna kuning jernih. Selanjutnya dilakukan pemasangan nasogastriktube (NGT) untuk pemberian nutrisi. 3.1.2.2 Riwayat pada Dahulu Klien memiliki riwayat penyakit stroke dan mengalami kelemahan pada ekstremitas bagian kanan sejak setahun yang lalu, klien mempunyai riwayat penyakit hipertensi namun tidak rutin berobat, klien sering tersedak saat makan. Klien memiliki riwayat merokok sejak usia muda, namun sudah berhenti sejak sakit. Aktivitas yang dilakukan klien sehari-hari adalah bekerja di kantor sejak jam 08.00 pagi hingga jam 18.00 dari hari Senin sampai Jum’at. Klien biasa memanfaatkan waktu istirahat di kantor dengan tidur siang. Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 28 Klien jarang berolahraga, hanya sesekali klien berolahraga bulutangkis atau jalan kaki pulang-pergi ke Ragunan bersama isterinya pada hari Sabtu atau Minggu. Hal tersebut dilakukan hanya sekali atau dua kali dalam sebulan. 3.1.2.3 Riwayat Kesehatan Keluarga Keluarga mengatakan memiliki riwayat keluarga yang menderita penyakit hipertensi dan diabetes mellitus. 3.1.3 Anamnesa keadaan kesehatan saat ini dan pemeriksaan fisik a. Aktivitas/istirahat Saat ini (ketika dilakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik) aktivitas klien terbatas di tempat tidur karena sesak napas, tidur malam dan siang di rumah sakit tidak mengalami gangguan, klien bisa tidur dengan nyenyak. Sebulan sebelum sakit klien mengalami insomnia karena perasaan panas di seluruh tubuh yang dialami setiap malam dank lien hanya bisa tertidur apabila seluruh tubuh dibasahi dengan air/menggunakan pakaian yang basah. Status mental klien tampak tenang dan kooperatif. Masa otot baik. tidak ada deformitas, rentang gerak terbatas karena pemasangan infus dan oksigen. kekuatan otot 5555 5555 5555 5555 b. Sirkulasi TD : 140/70 mmHg, N : 100 x/mnt (kuat, regular), palapsi dorongan dan getaran jantung baik, bunyi jantung 1 dan 2 normal, tidak ada murmur dan tidak ada gallop, suhu : 32⁰ C (axilla). Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 29 Warna bibir : merah kecoklatan, konjuntiva anemis, pengisian kapiler lebih dari 3 detik, sklera tidak ikerik, punggung kuku normal, diaphoresis banyak sekali. c. Integritas ego Klien mengatakan merasa stress karena penyakit yang diderita, pekerjaan menjadi terganggu. Klien memeluk agama Islam dan aktivitas keagamaan yang biasa diikuti klien adalah sholat 5 waktu dan pengajian di masjid. Gaya hidup klien sehari-hari adalah kurang berolahraga dan suka mengkonsumsi makanan yang manis-manis. Perubahan terakhir yang dialami klien adalah banyak makan namun berat badan menurun. Tidak ada perasaan tidak berdaya atau putus asa. Klien menganggap bahwa penyakit yang dideritanya saat ini adalah sudah merupakan kehendak dari Tuhan. Status emosional klien tampak tenang, tabah dan kooperatif. d. Eliminasi Klien mengatakan bab terakhir 10 hari yang lalu, sehari-hari klien bab setiap hari, konsistensi lembek, tidak ada riwayat perdarahan saat bab, tidak ada hemoroid. Bak siang hari 3-4 kali dan malam hari 4-5 kali. Dorongan saat bak kuat, karakteristik urine kuning jernih, tidak ada retensi urine, tidak ada perasaan nyeri atau terbakar pada saat berkemih. Tidak ada riwayat penyakit ginjal atau penggunaan diuretik. Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 30 e. Makanan/cairan Makanan yang dikonsumsi klien sehari-hari terdiri dari nasi, sayur dan lauk. Sehari-hari nasi yang dimakan klien bisa sampai 2 piring sekali makan, dan buah semangka bisa sebuah besar dihabiskan dua kali makan. Tidak ada keluhan nyeri ulu hati, tidak ada mual muntah. Saat ini diet yang diperoleh klien adalah diet cair melalui slang sonde (slang nasogastrik/NGT). Tinggi badan klien 160 cm, berat badan klien saat pengkajian 60 kg, indeks massa tubuh klien (IMT) adalah 23,54 kg/cm2. Berat badan klien dahulu 80 kg. tidak ada edema, turgor kulit baik. tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada distensi vena jugularis, tekanan vena jugularis (JVP) 5-2 cmH2O. membran mukosa lembab, bising usus 6 x/mnt. f. Kebersihan Aktivitas kebersihan (mandi dan berpakaian) sehari-hari selama di rawat di rumah sakit dibantu oleh perawat dan keluarga. Penampilan umum tampak bersih, ada bau keringat, kondisi kulit kepala bersih, cara berpakaian tampak rapi. g. Neurosensori Tidak ada perasaan pusing/ingin pingsan. Ada rasa kesemutan/kebas pada ekstremitas bagian bawah. Ada gejala sisa stroke, yaitu mulut miring ke kanan, tidak ada gangguan penglihatan, tidak ada glaukoma, tidak ada katarak, tidak ada retinopati diabetikum. Tidak ada petikasis, dan tidak ada gangguan pendengaran. Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 31 h. Nyeri/ketidaknyamanan Tidak ada keluhan nyeri pada tubuh. i. Pernapasan Terdapat keluhan sesak napas, ada batuk, sputum berwarna putih kekuningan dan kental. Tidak ada penapasan cuping hidung, ada penggunaan otot-otot bantu pernapasan. RR 32 x/mnt. Bunyi napas vesikuler. Tidak ada ronchi, tidak ada wheezing. Klien menggunakan oksigen 3 L/mnt nasal kasul. Ada riwayat community associated pneumonia (CAP), tidak ada riwayat asma dan bronchitis. Tidak ada riwayat penyakit tuberkulosis paru (TB paru). Klien memiliki riwayat merokok namun saat ini sudah berhenti. Tidak ada jari tabuh. j. Keamanan Tidak ada riwayat penyakit akibat hubungan seksual. Tidak ada perilaku risiko tinggi. Tidak ada perubahan pada tahi lalat dan tidak ada pembesaran nodus. k. Seksualitas Tidak sempat terkaji. l. Interaksi sosial Status perkawinan, menikah sah. Klien tinggal dengan isteri dan anak-anaknya. Sistem pendukung klien adalah isteri and anakanaknya. Peran dalam keluarga sebagai kepala keluarga, suami, ayah dan pencar nafkah. Komunikasi verbal baik dan jelas, tidak ada laringektomi. Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 32 m. Penyuluhan/pembelajaran Bahasa yang dominan digunakan oleh klien dan keluarganya seharihari adalah bahasa Indonesia. Pendidikan terakhir klien adalah Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA). Tidak ada keterbatasan kognitif. Faktor risiko yang ada dalam keluarga adalah BM dan hipertensi. 3.1.4 Pemeriksaan Laboratorium Terlampir 3.1.5 Pemeriksaan Diagnostik a. Thorax foto : infiltrat perikardial dan paru kanan gagal (suspek pneumonia lobus dextra dan kardiomegali). b. Elektrokardiografi (EKG) : sinus takikardi, NA, QRS rate 100x/mnt, gelombang P normal, PR interval kurang dari 0,25 dan kompleks QRS sempit. Tidak ada elevasi segmen ST, terdapat T invertil pada V1 serta terdapat VES panjang. Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 33 3.1.6 Penatalaksanaan medikasi Penatalaksanaan medikasi yang diperoleh oleh klien bpk. N.H. antara lain : a. Loading Nacl 0,9% 500 cc sebanyak 2 flaboth dalam 1 jam. b. IVFD I NaCl 3% 500 cc + KCl 12,5 mEq/24 jam II NaCl 0,9% 500 cc/8 jam. c. Diet DM/NGT 6x300 cc blenderized. d. Pasang NGT e. Ceftriaxon injeksi 1x2 gr/IV. f. Azitromycin 1x500 mg (p.o) g. Flumucyl 3xCI (p.o). h. Paracetamol tablet 3x500 mg (p.o). i. Insulin 10 UI bolus, selanjutnya drip 2 UI/jam (syringe pump). j. cek GDS tiap 3 jam, apabila < 200 mg/dL, beri insulin drip 1 UI/jam. Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 34 Faktor genetik pada bpk N.H : riwayat keluarga dengan DM dan HT Web of Caution 3.2 Defisiensi insulin relatif Faktor lingkungan pada bpk. N.H : merokok, makan dalam porsi banyak, jarang berolahraga. Resistensi insulin Uptake glukosa Ketidakstabilan kadar glukosa darah (HbA1C : 9,4%) Katabolisme protein Hiperglikemia (GDS 546mg/dL) glukoneogenesis Penurunan aktivitas leukosit 12,2 rb/dL, limfosit 14%, netrofil 77% Bersihan jalan napas tidak efektif Risiko infeksi Kehilangan nitrogen Asam amino Diuresis osmotik Kehilangan cairan dan elektrolit Gangguan perfusi jaringan : perifer dan kardiopulmonal (EKG : VES memanjang, kardiomegali.Thorax foto : susp pneumonia lobus dextra) gliserol Asam lemak bebas (Tg 162 mg/dL, HDL 18 mg/dL) Ketogenesis Ketonemia (0,70; 3,20) hipertermi ketoasidosis Penurunan volume syok Risiko gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh Ketonuria (positif 1) Risiko Kekurangan volume cairan & elektrolit. Kehilangan hipotonis hiperosmolalitas s lipolisis Asidosis metabolik kompensasi koma Alkalosis metabolik (pH : 7,517; HCO3 : 30,4 mmol/L) ( Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 35 3.3 Rencana Asuhan Keperawatan dan Implementasi 3.3.1 Analisa Data Salah satu masalah keperawatan yang ditemukan pada klien bpk. N.H adalah ketidakefektifan manajemen terapeutik. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan klien dan keluarga mengenai manajemen mandiri diabetes mellitus. Hal ini terlihat dari hasil wawancara dengan klien dan keluarga, yakni klien dan keluarga belum mengetahui tentang penyakit diabetes mellitus serta aktivitas fisik sebagai salah satu manajemen yang penting dilakukan untuk mempertahankan kestabilan kadar glukosa darah. Selain ketidakefektifan manajemen terapeutik, terdapat beberapa masalah keperawatan lain yang ditemukan pada klien bpk. N.H, baik yang bersifat aktual maupun risiko. Masalah-masalah keperawatan tersebut antara lain, bersihan jalan nafas tidak efektif, gangguan perfusi jaringan (perifer dan kardiopulmonal), hipertermi, risiko kekurangan cairan dan elektrolit tubuh, risiko ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh, gangguan pola eliminasi bowel, ketidakstabilan kadar glukosa darah, dan hiperglikemia. Analisa data untuk masalah-masalah keperawatan tersebut di atas terlampir di halaman lampiran. 3.3.2 Asuhan Keperawatan Asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien bpk N.H bertujuan untuk mengatasi masalah keperawatan yang terjadi. Pada bagian ini penulis akan memaparkan asuhan keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah keperawatan ketidakefektifan manajemen terapetik pada bpk. N.H. Sedangkan asuhan keperawatan terhadap masalah keperawatan lain yang terjadi pada bpk N.H dapat dilihat pada bagian lampiran. Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 36 Ketidakefektifan manajemen terapeutik pada klien bpk. N.H diangkat sebagai masalah keperawatan yang intervensinya dianalisis. Intervensi keperawatan untuk masalah ketidakefektifan manajemen terapeutik yang diberikan kepada klien adalah pendidikan kesehatan tentang diabetes mellitus dan aktivitas fisik. Hal ini dilakukan berdasarkan pertimbangan bahwa aktivitas fisik merupakan salah satu pilar penting dalam manajemen penanganan diabetes mellitus tipe 2. 3.4 Evaluasi Keperawatan Evaluasi keperawatan terhadap intervensi pendidikan kesehatan tentang diabetes mellitus dan aktivitas fisik pada klien diabetes mellitus tipe 2 dilakukan dengan cara evaluasi subyektif dengan menanyakan kepada klien tentang pemahamannya mengenai penyakit diabetes mellitus 3.5 Perencanaan Pulang Terlampir Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 37 BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Analisis Masalah Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan (KKMP) Keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan merupakan pelayanan keperawatan profesional yang ditujukan kepada masyarakat yang berada di daerah perkotaan. Seiring dengan meningkatnya urbanisasi, jumlah penduduk yang tinggal di kota-kota besar semakin bertambah. Menurut Allender, Wickramasinghe, Goldacre, Matthews & Katulanda (2011), pada tahun 2008 lebih dari separuh penduduk dunia tinggal di daerah perkotaan, dan diperkirakan populasi penduduk yang tinggal di perkotaan akan mengalami peningkatan sebesar 1,6 juta pada tahun 2030 yakni dari 3,3 juta menjadi 4,9 juta jiwa, sebaliknya jumlah penduduk di daerah pedesaan akan mengalami penurunan sebanyak 28 juta. Klien bapak N.H bertempat tinggal di kelurahan Jatipadang. Berdasarkan data sensus penduduk tahun 2010 dari Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta, kelurahan Jatipadang merupakan kelurahan dengan jumlah penduduk terpadat ketiga dari tujuh kelurahan yang ada di wilayah kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Jatipadang memiliki jumlah penduduk sebanyak 16.000,13 orang/km2. Urbanisasi secara besar-besaran ini terutama terjadi di Asia dan Afrika. Hal ini berdampak terhadap kesehatan. Disatu sisi urbanisasi memiliki keuntungan antara lain, tersedianya akses terhadap pelayanan kesehatan, sanitasi, serta keamanan pangan, namun disisi lainnya urbanisasi berdampak buruk karena menyebabkan meningkatnya kepadatan, polusi, deprivasi sosial, kejahatan serta penyakit yang berhubungan dengan stress. Di negara-negara yang kurang berkembang, urbanisasi memicu terjadinya penyakit-penyakit seperti hipertensi, penyakit jantung, obesitas, diabetes dan asma (Godfrey & Julien, 2005). 37 Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 38 Meningkatnya jumlah penduduk di daerah perkotaan menyebabkan peningkatan jumlah bangunan, bertambahnya kemacetan, kurangnya lahan terbuka untuk olahraga, serta meningkatnya persaingan untuk mendapatkan lapangan pekerjaan. Ritme kehidupan di perkotaan yang serba cepat dengan tingkat kesibukan yang tinggi menyebabkan tingginya tingkat stres serta kurangnya waktu serta lokasi untuk melakukan aktivitas fisik/olahraga yang memadai. Umumnya penduduk di daerah perkotaan memiliki pekerjaan yang mengharuskan duduk terus menerus di depan komputer sehingga menyebabkan kurang gerak. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Allender, Wickramasinghe, Goldacre, Matthews, & Katulanda (2011), bahwa urbanisasi dan proses perkembangan yang terjadi di negara berkembang menyebabkan berubahnya kegiatan perekonomian dari kegiatan/aktivitas ekonomi yang aktif secara fisik, seperti pertanian, pertambangan, dan perhutanan, menjadi aktivitas ekonomi tidak aktif secara fisik (sedentary) seperti bekerja di kantor. Olahraga/aktivitas fisik umumnya dilakukan hanya pada akhir pekan sehingga tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan aktivitas yang normal yaitu minimal 30 menit setiap hari yang dilakukan selama lima hari dalam seminggu. Hal ini sesuai dengan yang terjadi pada klien bpk. N.H yaitu ditemukan data berdasarkan hasil wawancara bahwa klien jarang sekali berolahraga. Klien hanya sekali atau dua kali sebulan berolahraga jalan kaki atau bermain bulutangkis. Apabila ada waktu istrahat atau luang di kantornya, bpk N.H menggunakannya untuk tidur saja. Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 39 4.2 Analisis Kasus 4.2.1 Faktor Risiko Diabetes Mellitus Tipe 2 Diabetes mellitus merupakan salah satu masalah kesehatan yang paling banyak terjadi pada masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan. Dari keempat jenis diabetes yang ada, diabetes mellitus tipe 2 memiliki jumlah penderita terbanyak, yaitu 80-90% (Chang, Daly & Elliot, 2010). Bpk. N.H. diketahui menderita diabetes mellitus sejak setahun yang lalu. Sebelumnya bpk. N.H. menderita stroke non hemoragik. Oleh karena onset kejadiannya setelah klien berusia diatas 35 tahun, dan adanya penurunan berat badan dari sebelum sakit ke setelah sakit, maka dapat disimpulkan bahwa klien bpk. N.H menderita diabetes mellitus tipe 2. Diabetes mellitus tipe 2 terjadi karena adanya insufisiensi relatif insulin, resistensi insulin ataupun keduan-duanya. Insufisiensi insulin relative oleh sel β pulau Langerhans pankreas terjadi akibat dari faktor genetik. Para ahli telah menyatakan bahwa angka kejadian DM tipe 2 pada kembar identik adalah 60-80% (Kumar, Cotran & Robbins, 2007). Berdasarkan hasil pengkajian pada bpk. N.H klien mengatakan bahwa terdapat riwayat keluarga yang menderita penyakit diabetes mellitus dan hipertensi. Selain faktor genetik, faktor lingkungan, seperti gaya hidup dan penuaan merupakan penyebab lain dari terjadinya penyakit DM tipe 2. Faktor gaya hidup yang memicu terjadinya DM tipe 2 antara lain, kebiasaan mengkonsumsi makanan yang tinggi kalori dan rendah serat, aktivitas fisik/olahraga yang kurang, kebiasaan merokok dan mengkonsumsi alkohol dalam jumlah yang banyak, serta pola hidup dengan tingkat stress yang tinggi. Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 40 Dari hasil wawancara yang dilakukan pada bpk N.H diperoleh informasi bahwa bpk N.H memiliki kebiasan mengkonsumi makanan dalam jumlah yang banyak, yaitu bisa mencapai 2 porsi sekali makan. Selain itu klien juga senang mengkonsumsi buah semangka dalam jumlah yang besar, yaitu setengah buah semangka ukuran besar sekali makan. Buah semangka diketahui termasuk dalam kategori buahbuahan yang memiliki nilai indeks glikemik yang rendah, yaitu sebesar 37 (Premanath, Gowdappa, Mahesh, & Babu, 2011). Dalam 100 gram buah semangka mengandung 30 kkal energi. Buah semangka memiliki kandungan antara lain, 92% air serta 7,55% karbohidrat, yang terdiri dari 6,2% gula dan 0,4% serat. Selain itu semangka memiliki banyak kandungan karotin, vitamin C, citrulline, dan flavoid. Semangka bebas akan kandungan lemak dan kolesterol sehingga termasuk dalam golongan buah-buahan rendah kalori (Leskovar et al, 2004; Bruton et al, 2009 dalam Naz, Butt, Sultan, Qayyum, & Niaz, 2014). Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kebiasaan mengkonsumsi buah semangka dalam jumlah yang banyak pada bpk N.H tidak termasuk dalam faktor risiko yang menyebabkan terjadinya penyakit diabetes mellitus. Banyaknya jumlah semangka yang dikonsumsi oleh bpk. N.H kemungkinan disebabkan karena banyaknya kandungan air dalam buah semangka dapat memuaskan rasa haus (polidipsia) akibat diabetes mellitus pada bpk. N.H. Klien tidak memiliki kebiasaan mengkonsumsi minuman beralkohol namun memiliki riwayat merokok sejak berusia muda, akan tetapi sudah berhenti semenjak sakit. Dilihat dari faktor pola makan klien dapat disimpulkan bahwa kebiasaan makan klien yang tinggi kalori serta kebiasaan merokok yang telah dilakukan selama bertahun-tahun, berperan dalam proses terjadinya penyakit diabetes mellitus pada klien. Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 41 Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Will, Galuska, Ford, Mokdad, & Calle (2001). Penelitian tersebut merupakan penelitian studi kohort prospektif yang dilakukan sejak tahun 1959 sampai dengan 1972 terhadap 275.190 orang laki-laki dan 434.637 orang perempuan berusia lebih dari dan sama dengan tiga puluh tahun, ditemukan hasil bahwa terdapat risiko peningkatan terjadinya DM tipe 2 sebesar 45% pada laki-laki dan dan 74% pada perempuan yang merokok lebih dari atau sama dengan dua bungkus perhari. Risiko terjadinya DM ini akan meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah rokok yang dikonsumsi. Klien juga jarang melakukan aktivitas fisik/olahraga. Aktivitas fisik yang kadang-kadang dilakukan oleh klien adalah olahraga bulu tangkis namun tidak teratur dan semenjak sakit klien sama sekali tidak pernah melakukan aktivitas fisik. Pekerjaan klien adalah sebagai pegawai swasta di kantor urusan pengiriman tenaga kerja ke luar negeri sebagai seorang pengawas. Klien bekerja selama 5 hari dalam seminggu mulai dari jam 8 pagi hingga 5 sore dan libur si akhir pekan (hari Sabtu dan Minggu). Pekerjaan klien sebagai pengawas tidak membutuhkan aktivitas yang banyak dan kadang-kadang klien tidur siang hari di kantor. Hal ini juga merupakan salah satu faktor yang berperan sebagai penyebab terjadinya DM tipe 2 sesuai dengan pernyataan WHO (2010). Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 42 4.2.2 Tanda dan Gejala Klien dan keluarganya (isteri) mengatakan bahwa akhir-akhir ini klien mengalami penurunan berat badan, meskipun klien setiap hari mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang besar (setiap kali makan dua piring nasi) dan satu buag semangka berukuran besar dapat dihabiskan bersama seorang anaknya dalam sekali makan. Klien juga sering merasakan haus sehingga banyak minum dan sebagai akibatnya klien mengalami peningkatan frekuensi berkemih menjadi 7-8 kali dalam sehari, sedangkan warna urin klien adalah kuning jernih. Klien mengatakan tidak mengalami kelurahan nyeri atau panas data berkemih. Hal tersebut sejalan dengan teori tanda dan gejala penderita DM tipe 2, yaitu poliuri, polidipsi dan polifagia. Poliuri tejadi sebagai konsekuensi dari peningkatan permeabilitas pembuluh darah akibat tingginya kadar glukosa dalam darah karena glukosa tersebut tidak dapat ditranspor ke dalam sel hati dan otot untuk dirubah menjadi glikogen. Akibat dari tetap tingginya kadar glukosa dalam darah, maka sel akan mengalami kelaparan. Sebagai konsekuensinya dari poliuri maka klien akan sering merasa haus dan kemudian banyak minum (polidipsi). Polifagia (banyak makan) terjadi karena kelaparan di dalam sel memicu hipotalamus mengaktifkan pusat lapar yang menyebabkan klien makan terus menerus dalam porsi yang banyak. Akan tetapi adanya resistensi insulin dan atau insufisiensi insulin relatif pada klien DM tipe 2 menyebabkan glukosa dalam bentuk karbohidrat yang banyak dimakan oleh klien tidak dapat mentranspor serta merubah glukosa dalam darah masuk ke dalam sel untuk disimpan sebagai glikogen. Apabila kondisi ini berlangsung secara terus-menerus tanpa ditangani secara baik, baik dengan pemberian obat antidiabetes maupun aktivitas fisik maka tubuh akan melakukan kompensasi dengan melakukan pemecahan lemak dan protein. Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 43 Sebagai akibat dari pemecahan lemak dan protein secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama, akan menhasilkan benda-benda keton yang bersirkulasi dalam peredaran darah. Apabila kondisi ini berlangsung terus tanpa ditangani maka benda-benda keton yang bersirkulasi dalam darah akan semakin bertambah banyak sehingga akan dikeluarkan melalui urin (Sherwood, 2011). Pada klien bpk N.H diperoleh data hasil laboratorium darah mengandung keton sebanyak 0,70 yang termasuk lebih dari batas normal. Begitu pula terjadi pengeluaran benda keton dalam urin pada saat pemeriksaan urin lengkap. Pada klien bpk. N.H tidak dilakukan pemeriksaan kadar keton dalam urinnya. 4.2.3 Komplikasi Klien mengatakan DM tipe 2 yang dideritanya baru diketahui setahun yang lalu setelah klien mengalami serangan stroke non hemoragik yang menyebabkan kelumpuhan pada sisi tubuh bagian kanannya. Saat dilakukan pemeriksaan fisik terhadap klien diperoleh data bahwa sudah tidak terdapat lagi kelemahan pada salah satu bagian tubuh klien dan kekuatan otot klien adalah 5555 5555 5555 5555 Gejala sisa stroke yang masih terlihat pada klien adalah adanya ketidaksimetrisan pada wajah klien ketika tersenyum serta lidah klien miring ke kanan saat diminta untuk dijulurkan keluar. Berdasarkan teori mengenai risiko komplikasi yang dapat terjadi pada klien diabetes mellitus tipe 2, salah atunya adalah komplikasi makrovaskuler, yaitu penyakit serebrovaskular (stroke). Hal ini sesuai dengan yang terjadi pada klien kelolaan, bpk N.H. Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 44 Menurut Silbernagl & Lang (2007), komplikasi penyakit serebrovaskular (stroke) pada klien diabetes mellitus terjadi karena hiperglikemia meningkatkan terbentuknya protein plasma yang mengandung gula, seperti fibrinogen, heptoglobulin, makrogobulin α dan faktor pembekuan V sampai dengan VIII. Akibatnya meningkatnya produksi protein plasma berbahan dasar gula ini, maka viskositas (kekentalan) darah akan meningkat sehingga risiko trombosis meningkat. Hal inilah yang merupakan faktor pemicu terjadinya komplikasi penyakit serebrovaskuler (stroke) pada klien dengan DM tipe 2. 4.2.4 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dijalani oleh bpk N.H antara lain, pemeriksaan darah dan pemeriksaan rontgen thorax foto. Pada pemeriksaan darah lengkap didapati adanya penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar leukosit dan trombosit, peningkatan kadar netrofil dan limfosit serta laju endap darah. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi infeksi kronis dalam tubuh klien. Pemeriksaan kimia darah pada bpk N.H menunjukkan hasil adanya keton positif dalam darah yang melebihi ambang batas nilai normalnya, demikian pula dengan hasil pemeriksaan urinnya, yang memperlihatkan adanya keton positif 1. Pada Hal ini menunjukkan terjadinya lipolisis pada klien akibat dari hiperglikemia dan kelaparan sel. Selain itu, pada pemeriksaan urin juga didapatkan adanya nilai protein positif 1. Hal ini tidak normal, karena seharusnya protein tidak dikeluarkan melalui ginjal, tetapi direabsorbsi oleh tubulus ginjal. Adanya protein positif 1 dalam urin bpk N.H mengindikasikan adanya gangguan pada kerja glomerulus yang tidak dapat menyaring protein, sehingga terjadi Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 45 protein loss. Hal ini menunjukkan tanda awal terjadinya komplikasi gagal ginjal akibat diabetes mellitus yang tidak terkendali. Pada pemeriksaan analisa gas darah, diperoleh hasil adanya peningkatan kadar pH darah dan HCO3 melebihi nilai normal. Hal ini mengindikasikan adanya alkalosis metabolik pada bpk. N. H. Pada klien dengan diabetes tipe 2 rentan terjadi infeksi, hal ini disebabkan karena penurunan fungsi limfosit (Silbernagl & Lang, 2007). Untuk mengatasi peningkatan infeksi, tubuh melakukan kompensasi dengan melepaskan hormon kontraregulator insulin, seperti glukagon dan hormon pertumbuhan somatostatin yang mengakibatkan terjadinya hiperglikemia yang semakin meningkat (Silbernagl & Lang, 2007). Pada pemeriksaan kimia darah, diperoleh hasil adanya peningkatan nilai feritin yang sangat tinggi, peningkatan trigliserida, penurunan albumin serta rendahnya nilai kolesterol high density lipoprotein (kolesterol baik). Menurut WHO (2011), serum ferritin meningkat selama inflamasi serta mengindikasikan overload besi dalam tubuh. 4.3 Analisis Salah Satu Intervensi Keperawatan Terkait Konsep Diabetes Mellitus tipe 2 Salah satu masalah keperawatan yang dapat terjadi pada klien yang menderita diabetes mellitus tipe 2 adalah ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik. Ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik dapat terjadi karena kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet dan keseimbangan latihan, pemantauan dan pengobatan mandiri, perawatan kaki, tanda dan gejala komplikasi, atau sumber-sumber yang tersedia di komunitas (Wilkinson & Ahern, 2012). Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 46 Beberapa dari intervensi keperawatan yang dapat diberikan untuk mengatasi masalah ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik, antara lain, pembuatan kontrak dengan klien, penyuluhan proses penyakit, penyuluhan program latihan/aktivitas, penyuluhan program diet, modifikasi perilaku, menajemen hiperglikemia, manajemen hipoglikemia (Wilkinson & Ahern, 2012). Salah satu intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien bpk N.H adalah penyuluhan/pendidikan kesehatan tentang program aktivitas/latihan. Intervensi ini diberikan dengan pertimbangan bahwa klien cenderung menjalani pola hidup yang kurang gerak, jarang sekali berolahraga. Sigal,et al (2006) dalam Kirk & Leese (2009) menyatakan bahwa latihan fisik atau olahraga secara teratur memberi pengaruh yang baik terhadap peningkatan kesehatan penderita DM tipe 2. Manfaat yang baik terhadap kesehatan penderita DM tipe 2 yang melakukan aktivitas fisik secara teratur meliputi, meningkatkan pengendalian terhadap diabetes mellitus yang dideritanya, meningkatkan kesehatan jantung dan paru-paru, mengurangi kelebihan berat badan, serta meningkatkan kualitas hidup. Kirk & Leese (2000) menyatakan bahwa intervensi pendidikan kesehatan untuk meningkatkan aktivitas fisik pada klien dengan DM tipe 2 memiliki pengaruh yang relatif lebih kecil terhadap perubahan perilaku dibanding dengan intervensi model strategi perilaku atau strategi perilaku-kognitif yang didasari oleh model transteori untuk perubahan perilaku aktivitas fisik. yaitu dengan cara memberikan motivasi kepada klien dewasa penderita DM untuk melakukan aktivitas fisik. Menurut Kirk & Leese, beberapa penelitian mendukung penggunaan metode ini pada penderita DM tipe 2. Penelitian tersebut antara lain dilakukan oleh Mau, et al, 2001; Kim et al, 2004; Kirk et al, 2004; & Jackson, et al, 2007. Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 47 Rollnick, et al (1999) dalam Kirk & Leese (2009) menjabarkan bahwa strategi pelaksanaan intervensi ini terdiri dari enam tahap/fase, yaitu prekontemplasi, kontemplasi, pesiapan, aksi, dan pemeliharaan (maintenance). Prekontemplasi adalah fase tidak aktif, dimana klien akan cenderung untuk menjadi tidak aktif selama enam bulan pertama. Strategi yang tepat yang dapat digunakan pada tahap kontemplasi ini adalah dengan memberikan informasi dan saran mengenai risiko dari tidak melakukan aktivitas serta keuntungan dari melakukan aktivitas. Fase kedua, yaitu komtemplasi masih merupakan fase inaktif. Namun pada fase ini klien telah mulai memikirkan tentang menjadi aktif/melakukan aktivitas selama enam bulan kedepan. Strategi yang tepat untuk dilakukan pada fase ini adalah dengan mendiskusikan bersama klien mengenai keuntungan dan kerugian melakukan aktivitas serta kendala yang mungkin akan dihadapi. Fase ketiga adalah persiapan. Pada fase ini klien telah melakukan upaya untuk beraktivitas. Strategi yang tepat untuk fase ini adalah dengan menetapkan tujuan yang realistik dan menyediakan dukungan/support. Fase keempat adalah fase tindakan/aksi, yaitu fase aktif yang akan berlangsung hanya selama enam bulan. Pada fase ini, strategi yang dapat digunakan adalah memberi penguatan terhadap keberhasilan yang telah dicapai, menekankan kembali tentang keuntungan yang telah dirasakan serta mengatasi hambatan yang dialami. Fase kelima merupakan fase akhir, yaitu pertahanan. Fase ini ditandai dengan tetap aktifnya klien setelah enam bulan. Strategi yang tepat dilakukan pada fase ini adalah dengan memberikan alternatif aktivitas untuk mencegah relaps (kekambuhan). Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 48 Intervensi dengan menggunakan model transteori untuk perubahan perilaku aktivitas fisik ini lebih koubahmprehensif karena memberikan pemantauan terhadap perubahan perilaku klien, dibanding dengan intervensi pendidikan kesehatan. Hal ini disebabkan karena intervensi pendidikan kesehatan hanya dapat mengevaluasi aspek kognitif klien dan kurang dapat mengevaluasi aspek perilaku klien. Intervensi model transteori perubahan perilaku membutuhkan pemantauan dari tenaga kesehatan dalam waktu yang relatif lebih panjang, namun lebih tepat sasaran. Menurut penulis, intervensi ini lebih mudah dilakukan oleh petugas kesehatan di pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) yang bertugas melakukan kunjungan rumah kepada klien DM tipe 2 setelah pulang dari rumah sakit. Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 49 Bab 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan Kadar gula darah klien dengan diabetes mellitus yang tinggal di daerah perkotaan dapat dikontrol dengan cara merubah pola hidup yang tidak sehat menjadi pola hidup yang sehat, yaitu meliputi diet dalam jumlah dan komposisi yang sesuai, melakukan aktivitas fisik/berolahraga, menurunkan berat badan yang berlebihan, menghindari konsumsi alkohon dan rokok. Aktivitas fisik yang perlu dilakukan oleh klien dengan diabetes mellitus pada prinsipnya harus bersifat teratur dan terus-menerus. Beberapa aktivitas fisik yang dapat dilakukan dan aman untuk penderita diabetes mellitus antara lain, jalan kaki (santai maupun jalan cepat), bersepeda, berenang, dayung perahu, jogging. Aktivitas fisik ini harus dilakukan minimal selama 5 hari dalam seminggu dengan durasi waktu minimal 30 menit sekali melakukan latihan fisik. Sebelum melakukan aktivitas fisik, klien perlu memperhatikan beberapa hal, yaitu klien tidak dalam keadaan lapar (belum makan), kondisi fisik klien dalam keadaan stabil (tekanan darah, suhu, nadi, dan pernapasan dalam batas normal, kadar gula darah antara 120-160 mg/dL). Klien dapat pula mempersiapkan minuman (air putih), makanan kecil, seperti biskuit dan permen gula untuk menjaga kemungkinan turunnya kadar gula darah (hipoglikemi). Selain itu klien juga diharapkan menggunakan alas kaki yang nyaman dan pakaian yang menyerap keringat. 49 Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 50 Perawat sebagai bagian dari tim kesehatan perlu memberikan motivasi dan pemahaman mengenai pentingnya aktivitas fisik terhadap pengontrolan kadar gula darah klien dengan diabetes mellitus, sehingga klien dapat melakukan aktivitas fisik yang cukup dan teratur sebagai bagian dari manajemen penyakit diabetes mellitus. 5.2 Saran Pada kesempatan ini penulis ingin memberikan beberapa saran, apabila memungkinkan dan dapat diterima oleh pihak pendidikan dan Rumah Sakit. a. Bagi Institusi Pendidikan (FIK UI) Diharapkan dapat menambahkan materi mengenai intervensi keperawatan yang berhubungan dengan pemberian motivasi dan strategi untuk perubahan perilaku kesehatan terhadap klien. b. Bagi Institusi Rumah Sakit (RSUP Fatmawai) Bagi RSUP Fatmawati, diharapkan dapat memberikan motivasi dan strategi perubahan perilaku untuk melakukan aktivitas fisik sebagai bagian dari intervensi keperawatan terhadap klien DM tipe 2 saat dirawat di RS maupun ketika akan pulang. Memberikan dukungan untuk klien melakukan aktivitas fisik selama dirawat di rumah sakit (misalnya, jalan kaki) sesuai dengan kondisi klien. Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 51 Referensi Allender, S., Wickramasinghe, K., Goldacre, M., Matthews, D., & Katulanda, P. (2011). Quantifying urbanization as a risk factor for noncommunicable disease. Journal of urban health. 88(5), 906-918. BPS DKI Jakarta (2014). Sensus Penduduk 2010. Carlsson, S., Hammar, N., Grill, V., & Kaprio, J. (2003). Alcohol consumption and the incidence of type 2 diabetes. Diabetes care. 26(10), 2785-2790. Chang, E., Daly, J., & Elliot, D. (2010). Patofisiologi aplikasi pada praktik keperawatan. Jakarta : EGC. De Feo, P. & Schwarz, P. (2013). Is physical exercise a core therapeutical element for most patients with type 2 diabetes ? Diabetes care journal. 36(2), S149-S154. Godfrey, R., & Julien, M. (2005). Urbanization and health. Clinical medicine. 5(2), 137-141. Goldenberg, R. & Punthakee, Z. (2013). Clinical practice guidelines. Definition, classification and diagnosis of diabetes, prediabetes and metabolic syndrome. Canadian journal of diabetes. 37, S8-S11. Horden, et al. (2012). Exercise prescription for patients with type 2 diabetes and prediabetes : a position statement from exercise and sport science Australia. Journal of Science and Medicine Sport. 15, 25-31. Kaku, K. (2010). Pathofisiology of Type 2 Diabetes and It’s Treatment Policy. JMAJ. 53(1), 41-46. Kapoor, D., Bhardwaj, A.K., Kumar, D., & Raina, S. K. (2014). Prevalence of diabetes mellitus and it’s risk factors among permanently settled tribal n areas inviduals in tribal and urban areas in northern state of sub-himalayan region of India. International journal of chronic diseases. Keputusan menteri kesehatan RI no 297/Menkes/SK/IV/2006 tentang Pedoman penyelenggaraan upaya keperawatan kesehatan masyarakat di puskesmas. Kirk, A., & Leese, G. (2209). Encouraging physical activity interventions among people with type 2 diabetes. Journal of diabetes nursing. 13(1), 26-31. Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 52 Kumar, V., Cotran, R.S., & Robbins, S.L. (2007). Buku ajar patologi (edisi 7). Pendit, B.U. (penerjemah). Jakarta : EGC. Mendosa. (2018). Revised international table of glycemic index (GI) and glycemic load (GL). Glycemic Index and Glycemic Load. 1-127. Myer, J., Atwood, J.E. & Froelicher, V. (2003). Active lifestyle and diabetes. Journal of the American heart association. doi : 10.1161/01.CIR.0000067882.00596.FC. Naz, A., Butt, M.S., Sultan, M.T., Qayyum, M.M.N., & Niaz, R.S. (2014). Review article : watermelon lycopene and allied health claims. EXCLI Journal. 13, 650-666. Park, S.E., Housemann, R.A., & Brownson, R.C. (2003). Differential correlates of physical activity in urban and rural adults of various socioeconomic backgrounds in the United States. Journal epidemiol community health. 57, 29-35. Population Reference Bureau (2012). Non communicable diseases among older adults in low-and middle-income countries. Today’s research on aging. 26, 17. Premanath, M., Gowdappa, H.B., Mahesh, M., & Babu, M.S. (2011). A study of glycemic index of ten Indian fruits by an alternate approach. E-International Scientific Research Journal. 3(1), 11-18. Purwanto, E. (2009). Korelasi jumlah netrofil, limfosit, dan monosit dengan kadar albumin urin pada pasien DM tipe 2 dengan mikroalbuminuria. Jurnal biomedika. 1(1), 7-17. Ramachandran, A., Snehalatha, C., Shetty, A.S., & Nanditha, A. (2012). Trends in prevalence of diabetes in asian countries. World journal of diabetes. 3(6), 110-117. Riskesdas (2013). Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 53 Routley, V.M. (2011). The emerging epidemic of type 2 diabetes-an asian pacific perspective. On The Risk. 27(3), 72-76. Sherwood, L. (2011). Fisiologi manusia dari sel ke sistem. (edisi 6). Pendit, B.U. (penerjemah). Jakarta : EGC. Smeltzer, S.C., & Bare, B. (2000). Brunner & Suddarth’s Textbook of Medical Surgical Nursing (9th edition). Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins. Silbernagl, S., & Lang, F. (2007). Teks dan atlas berwarna patofisiologi. Jakarta : EGC. Stanhope, M., & Lancaster, J. (2006). Foundations of nursing in the community : community-oriented practice (2nd edition). Philadelphia : Mosby Elsevier. Swearingen, P.L. (2007). Manual of medical surgical nursing care. Nursing interventions and collaborative management (6th edition). Philadelphia : Mosby Elsevier. Timby, .B. K., & Smith, N. E. (2010). Introductory medical-surgical nursing (10th edition). Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins. Wild, S., Roglic, G., Green, A., Sicree, R., & King, H. (2004). Global prevalence of diabetes. Estimates for year 2000 and projections for 2030. Diabetes care. 27(5), 1047-1053. Wilkinson, J.M., & Ahern, N.R. (2012). Buku saku diagnosis keperawatan (edisi 9). Jakarta : EGC. Wilkelman, C.; Workman, M.L. . (2010). Medical surgical nursing patient-centered collaborative care. St. Louis Missouri : Saunders Elsevier. Will, J.C., Galuska, D.A., Ford, E.S., Mokdad, A., & Calle, E. E. (2001). Cigarette smoking and diabetes mellitus : evidence of a positive association from a large prospective cohort study. International journal of epidemiology. 30, 540-546. World Health Organization. (2011). Serum ferritin concentrations for the assessment of iron status and iron deficiency in populations. Vitamin and mineral nutrition information system. Switzerland. Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 54 World Health Organization. (2010). Global satus report on noncommunicable diseases. WHO & United Nations Human Settlements Programme (UN-HABITAT) . (2010). Hidden cities unmasking and overcoming health inequities in urban settings. WHO press : Switzerland. Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 55 Lampiran 1 Satuan Acara Pengajaran (SAP) Pokok Bahasan : Pendidikan Kesehatan Pada Klien dengan Diabetes Mellitus tipe 2 Sub Pokok Bahasan : Program Latihan Fisik (olahraga) Untuk Penderita Diabetes Mellitus tipe 2 Alokasi Waktu : 45 menit Sasaran : Klien penderita Diabetes Mellitus tipe 2 dan keluarganya. Tempat : Ruang Rawat Lt. 5 Utara Gdg Teratai RSUP Fatmawati Jakarta I Tujuan Instruksional Umum Setelah dilakukan pendidikan kesehatan tentang program latihan fisik (olahraga) bagi penderita penyakit Diabetes Mellitus, diharapkan klien dan keluarga mampu memahami dan memiliki komitmen untuk melakukan latihan fisik (olahraga) dengan tepat. II Tujuan Instruksional Khusus Setelah mengikuti pendidikan kesehatan tentang Program Latihan Fisik (olahraga) bagi penderita Diabetes Mellitus selama 1 x 45 menit, klien yang menderita DM tipe 2 beserta keluarganya mampu : 1. Menjelaskan tentang pengertian DM tipe 2 2. Menjelaskan tentang penyebab DM tipe 2 3. Menjelaskan tentang tanda dan gejala DM tipe 2 4. Menjelaskan tentang perawatan DM tipe 2 Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 56 5. Menjelaskan tentang pengertian latihan fisik (olahraga) bagi penderita DM 6. Menjelaskan tentang pentingnya latihan fisik pada penderita DM tipe 2 7. Menjelaskan tentang akibat tidak melakukan aktivitas fisik pada penderita DM tipe 2 8. Menjelaskan tentang manfaat latihan fisik (olahraga)) bagi penderita DM tipe 2 9. Menjelaskan tentang jenis-jenis latihan fisik bagi penderita DM tipe 2 10. Menjelaskan persiapan untuk latihan 11. Menjelaskan tentang kontraindikasi bagi latihan fisik pada penserita DM tipe 2 III Kegiatan IV Metode 1. Diskusi 2. Ceramah 3. Tanya jawab V Media 1. Lembar balik 2. Leaflet VI Evaluasi 1. Evaluasi struktur 2. Evaluasi proses 3. Evaluasi hasil VII Daftar Pustaka Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 57 Terlampir. VIII Lampiran 1. Leaflet 2. Materi Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 58 Lampiran 2 LATIHAN FISIK (OLAHRAGA) BAGI PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit metabolic kronik yang bersifat prosgresif. Diabetes mellitus tipe 2 dapat terjadi akibat kurangnya produksi insulin (insufisiensi insulin) atau resistensi insulin. Insufisiensi insulin terjadi akibat yang dihasilkan oleh sel beta pulau Langerhans pancreas, atau resistensi insulin yaitu suatu keadaan yang ditandai dengan tetap tingginya kadar glukosa dalam darah meskipun jumlah insulin yang diproduksi cukup sehingga kadar gula darah yang tinggi tidak dapat dirubah menjadi glikogen untuk disimpan di sel-sel hati maupun otot. Apabila tidak ditangani dengan baik, maka dapat menimbulkan berbagai macam komplikasi yang serius baik yang bersifat akut sampai kronis, mulai dari komplikasi yang terjadi pada pembuluh darah besar (makrovaskular) sampai pembuluh darah kecil (mikrovaskular). Penanganan penyakit diabetes mellitus meliputi lima hal yaitu, manajemen nutrisi, latihan (aktivitas fisik), pemantauan gula darah, terapi farmakologi (obat anti diabetes), dan pendidikan kesehatan. Latihan fisik atau olahraga merupakan salah satu bagian penting dari penatalaksanaan penyakit diabetes mellitus, terutama diabetes mellitus tipe 2. Hal ini disebabkan karena pada penderita DM tipe 2 terjadi insufisiensi insulin relative dan resistensi insulin yaitu suatu keadaan dimana jumlah insulin yang diskeresi oleh sel beta pulau Langerhans relative cukup atau hanya sedikit berkurang, namun tidak dapat bekerja dengan optimal untuk mentranspor glukosa dari dalam darah ke sel-sel otot sebagai tempat penyimpanan glukosa (glikogen). Latihan atau aktivitas fisik meningkatkan kadar transmembrane glucose transporter yaitu pengangkut/pembawa glukosa melalui membrane plasma untuk Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 59 disimpan di sel-sel otot rangka dan sel jaringan lemak (Timby & Smith, 2010). Menurut Sherwood (2011), terdapat beberapa jenis pembawa/pengangkut glukosa (glucose transporter/GLUT), antara lain, GLUT 1, yang bertanggung jawab untuk memindahkan glukosa menembus sawar darah otak, GLUT 2 berfungsi memindahkan glukosa yang masuk ke sel ginjal dan usus ke aliran darah sekitar, GLUT 3 berfungsi untuk mengangkut glukosa ke dalam neuron, serta GLUT 4 yang berfungsi untuk penyerapan glukosa dari darah ke dalam sel-sel tubuh. GLUT 4 adalah satu-satunya jenis pengangkut glukosa yang berespon terhadap insulin, sehingga GLUT 4 hanya akan dikeluarkan oleh membran plasma apabila terdapat insulin. Kontraksi otot memicu penyisipan GLUT 4 ke dalam membran plasma sel otot meskipun tidak terdapat insulin (Sherwood, 2011). Latihan fisik yang dianjurkan untuk penderita DM tipe 2 adalah aerobic dan latihan resistensi. Latihan aerobic meningkatkan kebugaran jantung dan sistem pernapasan, sedangkan latihan resistensi meningkatkan sensitivitas insulin serta junlah dan fungsi GLUT 4 (Horden, et al, 2012). A. Pengertian DM tipe 2 Diabetes mellitus tipe 2 adalah penyakit kronis yang disebabkan karena kurangnya jumlah insulin atau insulin yang diproduksi tidak dapat bekerja dengan efektif untuk mengubah gula dalam darah menjadi energy yang disimpan dalam sel-sel otot dan lemak dalam tubuh. B. Penyebab DM tipe 2 Ada beberapa penyebab terjadinya DM tipe 2 : 1. Faktor keturunan 2. Kegemukan 3. Gaya hidup yang kurang sehat (jarang berolahraga, kegemukan, konsumsi makanan yang manis-manis atau berlemak) 4. Penuaan Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 60 C. Tanda dan Gejala DM tipe 2 Ada beberapa tanda dan gejala yang dapat dialami oleh penderita DM tipe 2, antara lain : 1. Sering haus 2. Sering minum 3. Sering lapar sehingga banyak makan 4. Berat badan menurun drastis 5. Adanya luka yang susah sembuh D. Perawatan DM tipe 2 Perawatan DM tipe 2 meliputi beberapa hal, yaitu : 1. Pengaturan diet yang seimbang 2. Modifikasi gaya hidup yang sehat, seperti berolah raga secara teratur, hindari merokok, minum alcohol. 3. Rutin memantau gula darah (terutama HbA1C setiap 3 bulan sekali apabila menggunakan insulin suntik, dan setiap 6 bulan sekali apabila menggunakan obat anti diabetes atau hanya diet saja tanpa obat anti diabetes serta bila kadar gula darah terkontrol dengan baik). 4. Melakukan perawatan kaki setiap hari. 5. Pengobatan (minum obat secara teratur) E. Pengertian Latihan fisik Latihan fisik pada penderita DM tipe 2 adalah serangkaian gerakan tubuh yang menimbulkan kontraksi otor-otot rangka sehingga meningkatkan pengeluaran energi. (Colberg, et al, 2010) Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 61 F. Pentingnya latihan fisik Latihan fisik penting dilakukan oleh penderita DM tipe 2 karena dapat meningkatkan kerja GLUT (zat pembawa glukosa dari darah ke dalam sel) sehingga kadar gula dalam darah menjadi relative lebih stabil. G. Akibat tidak melakukan latihan fisik : Ada beberapa akibat buruk yang dapat terjadi apabila latihan fisik tidak dilakukan/dilakukan namun tidak secara teratur : 1. Kadar gula darah tetap tinggi (tidak terkontrol) 2. Mempercepat timbulnya komplikasi dari penyakit DM, seperti kebutaan, gagal ginjal, hilangnya sensasi pada saraf-saraf tepi (kebas/mati rasa terutama di kaki), penyakit darah tinggi, penyakit jantung. H. Manfaat Menurut Horden, Dunstan, Prins, Baker, Singh, & Coomes (2012), latihan fisik (olahraga) dapat memberikan beberapa manfaat bagi penderita DM tie 2, antara lain : 1. Meningkatkan glikemik control (pengontrolan gula darah) 2. Meningkatkan komposisi tubuh 3. Meningkatkan kesehatan jantung dan sistem pernapasan 4. Mengurangi risiko penyakit jantung (kardiovaskular) 5. Meningkatkan fungsi fisik dan kesejahteraan pada klien dengan DM tipe 2 6. Meningkatkan mood. Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 62 I. Jenis-jenis latihan yang dianjurkan untuk penderita DM tipe 2 atau prediabetes. Latihan yang dianjurkan untuk penyanang DM tipe 2 atau pre-diabetes, yaitu latiha aerobic dan latihan resistensi. 1) Latihan aerobic (melatih otot-otot besar) yang dapat dilakukan antara lain, berlari, bersepeda, berenang. Latihan ini dibagi menjadi 2 jenis, yaitu aerobic intensitas sedang dan berat. a) Aerobic intensitas sedang Intensitas latihan : hingga denyut jantung maksimal meningkat 55-69%. Lama latihan : total 210 menit dalam seminggu. Frekuensi latihan : tidak boleh lebih dari 2 hari berturut-turut tanpa latihan. b) Aerobik intensitas berat Intensitas latihan : hingga denyut jantung maksimal meningkat 70-89%. Lama latihan : total 125 menit dalam seminggu. Frekuensi latihan : tidak boleh lebih dari 2 hari berturut-turut tanpa latihan. 2) Latihan resistensi (latihan sendi dan otot-otot besar). Intensitas latihan : sedang sampai berat, terdiri dari 8-10 gerakan, selama 2-4 set, disertai pengulangan sebanyak 8-10, dengan interval 1-2 menit. Lama latihan : 60 menit dalam seminggu. Frekuensi latihan : 2 kali atau lebih dalam seminggu. Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 63 Aktivitas fisik yang dianjurkan untuk penderita DM tipe 2 dengan komplikasi (Sigal, et al,2006 dalam Kirk & Leese, 2009) Komplikasi aktivitas fisik yang dianjurkan Retinopati prolipertif berjalan, berenang, bersepeda. Hindari aktivitas berat yang merangsang valsalva atau latihan yang menimbulkan goncangan seperti aerobic tingkat tinggi. Penyakit arteri perifer interval latihan (3 menit berjalan, 1 menit istirahat), berenang, bersepeda statis, latihan di kursi. Neuropati perifer latihan tanpa menahan berat (berenang, bersepeda, mendayung perahu). Hindari latihan yang berhubungan dengan menahan berat, seperti berlari, berjalan dalam waktu lama, menaiki tangga. Neuropati autonomik latihan di air, bersepeda dalam posisi setengah berbaring. Hindari latihan yang menyebabkan perubahan posisi tubuh, denyut, dan tekanan darah yang cepat. Nefropati latihan ringan sampai berat J. Pesiapan Ada beberapa hal yang harus dipersipakan sebelum melakukan latihan fisik/olahraga, antara lain : 1. Pergunakan pakaian yang nyaman (yang menyerap keringat, tidak ketat) 2. Gunakan alas kaki yang nyaman (sepatu dan kakus kaki) yang berukuran pas (tidak sesak dan tidak terlalu longgar). 3. Lebih baik apabila bersama dengan anggota keluarga atau teman. 4. Membawa persediaan makanan kecil/ air putih atau permen. Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 64 K. Kontraindikasi Terdapat beberapa kontraindikasi dari latihan fisik bagi penderita DM tipe 2, yaitu : 1. Kadar gula darah > 250 mg/dL (14 mmol/L) yang memiliki keton dalam urine. Karena akan meningkatkan sekresi glucagon, hormone peertumbuhan dan katekolamin, sehingga hati akan melepaskan lebih banyak glukosa yang makin akan meningkatkan kadar gula darah (Smeltzer & Bare, 2000). 2. Kadar gula darah dibawah 80 mg/dL (ditandai dengan keringat dingin, lemas, pusing ). Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia 65 Referensi Colberg, S. R, et al. (2010). Exercise and type 2 diabetes. Diabetes Care Journals. 33 (12), e147e167. De Feo, P., & Schwarz, P. (2013). Is physical exercise a core therapeutical element for most patients with type 2 diabetes ? Diabetes Care Journals. 36 (2), S149S154. . Horden, M.D., et al. (2012). Exercise prescription for patients with type 2 diabetes and pre-diabetes : a position statement from exercise and sport science Australia. Journal of Science and Medicine Sport. 15, 25-31 Kirk, A., & Leese, G. (2009). Encouraging physical activity interventions among people with type 2 diabetes. Journal of Diabetes Nursing. I (15), 26-31 Sherwood, L. (2009). Fisiologi manusia dari sel ke sistem. (edisi 6). Pendit, B.U. (penerjemah). Jakarta : EGC. Smeltzer, S.C., & Bare, B. (2000). Brunner & Suddarth’s Textbook of Medical Surgical Nursing (9th edition). Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins. Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 67 Lampiran 4 3.1.4 Pemeriksaan Laboratorium Tanggal/jam Jenis pemeriksaan dan hasil Nilai normal 31 Mei 2014/ Darah lengkap jam 15:20:43 Hb 10,8 g/dL 13,2 – 17,3 Ht 33 % 33 – 45 Leukosit 12,2 rb/dL 5,0 – 10,0 Trombosit 586 rb/dL 150 – 440 Eritrosit 3,80 rb/dL 4,40 – 5,90 VER 86,9 fl 80,0 – 100,0 HER 28,3 pg 26,0 – 34,0 KHER 32,5 g/dL 32,0 – 36,0 RDW 13,5 % 11,5 – 14,5 SGOT 34 U/I 0 – 34 SGPT 37 U/I 0 – 40 Ur 60 mg/dL 20 – 40 Cr 1,0 mg/dL 0,6 – 1,5 GDS 546 mg/dL < 200 Na 124 mmol/L 135 – 147 K 4,25 mmol/L 3,10 – 5,10 Cl 94 mmol/L 95 - 108 Keton darah 0,70 Fungsi hati Elektrolit Golongan darah 0,00 – 0,60 B/Rh + Tabel 3.1.4.1 hasil laboratorium Bpk N.H tanggal 31 Mei 2014 Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 68 Tanggal/jam Jenis pemeriksaan dan hasil Nilai normal 31 Mei 2014/ Anlisa gas darah (AGD) jam 17:46:43 pH 7,517 pCO2 38,3 mmol/L 35 – 45 pO2 84 mmol/L 83 – 108 BP 749 HCO3 30,4 mmol/L 21 – 28 O2 saturasi 97,2 % 95 – 99 BE 7,1 -2,5 – 2,5 Total CO2 31,5 19 – 24 7,370 – 7,440 Tabel 3.1.4.2 hasil laboratorium AGD Bpk. N.H tanggal 31 Mei 2014 Tanggal/jam Jenis pemeriksaan & hasil Nilai normal Glukometer (POCT) 01-6-2014/11:06:39 am 479 mg/dL < 90 01-6-2014/11:06:52 am 391 mg/dL < 90 01-6-2014/11:07:06 am 373 mg/dL < 90 01-6-21014/1:26:10 pm 436 mg/dL < 90 01-6-2014/1:26:23 pm 349 mg/dL < 90 01-6-2014/1:26:34 pm 310 mg/dL < 90 01-6-2014/1:26:49 pm 232 mg/dL < 90 01-6-2014/1:27:29 pm 436 mg/dL < 90 02-6-2014/6:18:29 am 144 mg/dL < 90 04-6-2014/08:30 am 214 mg/dL < 90 Tabel 3.1.4.3 hasil lab glukometer Bpk. N.H tanggal 01-06-2014 s/d 04-06-2014 Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 69 Tanggal/jam 01 Juni 2014 Jenis pemeriksaan dan hasil Nilai normal Kimia darah Keton darah 3,20 mmol/L 0,00 – 0,60 Tabel 3.1.4.4 hasil laboratorium keton darah Bpk. N.H tanggal 31 Mei 2014 Tanggal/jam Jenis pemeriksaan dan hasilnya Nilai normal 02 Juni 2014/ Darah lengkap jam 15:20:43 Hb 9,7 g/dL 13,2 – 17,3 Ht 30 % 33 – 45 Leukosit 12,3 rb/dL 5,0 – 10,0 Trombosit 568 rb/dL 150 – 440 Eritrosit 3,40 rb/dL 4,40 – 5,90 Laju endap darah(LED) 110,0 nm 0,0 – 10,0 VER 88,2 fl 80,0 – 100,0 HER 28,4 fl 26,0 – 34,0 KHER 32,3 fl 32,0 – 36,0 RDW 12,3 fl 11,5 – 14,5 Basofil 0 % 0–1 Eosinofil 1 % 1–3 Netrofil 77 % 50 – 70 Limfosit 14 % 20 – 40 Monosit 6 % 2–8 Luc 2 % < 4,5 Retikulosit 0,5 % 0,5 – 1,5 Tabel 3.1.4.5 hasil lab darah lengkap Bpk. N.H tanggal 02 Juni 2014 Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 70 Tanggal/jam Jenis pemeriksaan dan hasilnya 02 Juni 2014/ Kimia darah jam 15:20:43 Feritin Nilai normal 600 mg/mL 22 – 322 2,50 g/dL 3,40 – 4,80 3,8 mg/dL <7 Fungsi hati Albumin Fungsi ginjal Asam urat Pengontrolan glukosa darah HbA1c 9,4 % 4,5 – 6,3 Profil lipid Trigliserida 162 mg/dL < 150 Kolesterol total 131 mg/dL < 200 Kolesterol HDL 18 mg/dL 28 – 63 Kolesterol LDL < 130 80 mg/dL Elektrolit darah Natrium 137 mmol/L 135 – 147 Kalium 3,87 mmol/L 3,10 – 5,10 Clorida 106 mmol/L 95 – 108 Tabel 3.1.4.6 hasil lab kimia darah Bpk.N.H tanggal 02 Juni 2014 Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 71 Tanggal/jam Jenis pemeriksaan dan hasilnya Nilai normal 02 Juni 2014/ Kimia darah jam 15:20:48 Kolesterol total 131 mg/dL < 200 Kolesterol HDL 18 mg/dL 28-63 Kolesterol LDL 80 mg/dL < 130 Elektrolit darah Natrium 137 mmol/L 135-147 Kalium 3,84 mmol/L 3,10-5,10 Klorida 106 mmol/L 95-108 Tabel 3.1.4.7 hasil laboratorium kimia darah dan urin Bpk. N.H tanggal 02 Juni 2014 Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 72 Tanggal/jam Jenis pemeriksaan dan hasilnya Nilai normal 02 Juni 2014/ Urinalisa jam 15:20:48 Urobilinogen 0,2 E.U/dL <1 Protein urine positif 1 negatif Berat jenis 1,015 1,005-1,030 Bilirubin negatif negatif Keton positif 1 negatif Nitrit negatif negatif pH 6,0 4,8-7,4 lekosit negatif negatif darah/Hb positif 1 negatif glukosa urin/reduksi Trace negatif warna kuning kuning kejernihan jernih jernih Sedimen Urin Epitel positif Lekosit 3-4 /LPB 0-5 Eritrosit 10-15 /LPB 0-2 Silinder negatif/LPK negatif Kristal negatif negatif Bakteri negatif negatif Lain-lain negatif negatif Tabel 3.1.4.8 hasil laboratorium urinalisa dan sedimen urin Bpk. N.H tanggal 02 Juni 2014 Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 73 Tanggal/jam Jenis pemeriksaan Hasil 02 Juni 2014/ Hapusan Darah Tepi Jam 15:20:48 Eritrosit Normositik normokrom Leukosit Kesan jumlah meningkat, netrofilia Trombosit Kesan jumlah meningkat, morfologi normal Kesan Anemia normokrom, normositik leukositosis dan trombositosis Tabel 3.1.4.9 hasil laboratorium hapusan darah tepi Bpk. N.H tanggal 02 Juni 2014 Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 74 Lampiran 5 3.1.5 Pemeriksaan Diagnostik 3.1.5.1 Thorax foto : pericardial infiltrat dan pneumonia lobus kanan, kardiomegali. 3.1.5.2 EKG : tanggal 30 Mei 2014 Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 75 Lampiran 6 ANALISA DATA N Tanggal o. 1. 3/6/2014 Data Masalah Penunjang Keperawatan DS : - klien mengeluh sesak napas Bersihan DO : - RR : 32 x/mnt napas tidak efektif - Ada penggunaan jalan otot-otot bantu pernapasan. - Batuk ada, sputum ada, warna putih kekuningan dan kental. 2. 3/6/2014 DS : - Klien mengeluh badan Gangguan perfusi terasa lemah, dan sesak napas. DO : - keadaan umum klien jaringan dan tampak lemah. kardiopulmonal) - Konjungtiva tampak pucat - Ada penggunaan otot-otot bantu pernapasan. - CRT : > 3 detik - Lab 31/5/14 Hb 10,8 mg/dL - Lab 2/6/14 Hb 9,7 mg/dL - Lab AGD (31/5/14) • pH 7,517 • HCO3 30,4 - Hasil EKG (30/5/14) • Sinus takikardi, NA, QRS rate 100x/mnt, gelombang P normal, kurang dari (perifer PR interval 0,25 dan kompleks QRS smpt?. Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 76 • Terdapat T invertil pada V1 serta terdapat VES panjang. - Hasil thorax foto : • Infiltrat pericardial dan gagal paru kanan. • Suspek pneumonia dan kardiomegali. 3. 3/6/2014 DS : - Klien mengatakan sehari bak 7 Risiko kekurangan 8 kali sehari, warna volume cairan dan elektrolit tubuh. urin kuning jernih. sampai - Klien mengeluh sering haus. - klien mengatakan tidak terasa haus berlebihan seperti ketika sebelum dirawat masih di rumah. - Keluarga klien minum hari 08.00 pagi mengatakan ini sejak hingga jam jam 14.00 siang sebanyak 500 cc per NGT. DO: - diaphoresis banyak sekali (+++) - Terpasang douwer catheter, produksi urine ada warna kuning jernih. - mukosa bibir klien tampak lembab, turgor kulit baik. - Terpasang IVFD NS 1500 cc/24 jam dan IVFD insulin 1 UI/jam (syringe pump di Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 77 tangan kiri) - balance cairan per 24 jam tgl 2 Juni 2014 : intake 2500 cc, output 3300 cc; BC (- 800 cc). - balance cairan per 12 jam tgl 3 Juni 2014 : intake 1600 cc, output : 1400 cc; BC (+ 200 cc). - lab (31/5/2014) Na:124 mmol/L,K: 4,25 mmol/L, Cl: 94 mmol/L - lab (2/5/2014) mmol/L,K: 3,87 Na:137 mmol/L, Cl:106 mmol/L 4. 3/6/2014 DS: - Klien mengeluh badan Hipertermi terasa demam. DO : - palpasi kulit teraba panas. - Kulit tubuh tampak kemerahan - Observasi suhu 38⁰ C (axilla). 5. 3/6/2014 DS : - klien mengatakan merasa Risiko lapar terus. DO : - terpasang NGT no 16 ketidakseimbangan nutrisi - klien mendapat diet cair DM dari 1800 kalori melalui NGT tubuh. - BB : 60 kg, TB : 160 cm - IMT : 23,43 kg/cm2. - BB klien sebelum sakit 80 kg (ada penurunan berat badan sebesar 20 kg) Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 : kurang kebutuhan 78 6. 3/6/2014 DS : - klien mengatkan sudah 10 hari Gangguan belum buang air besar. 7. 3/6/2014 pola eliminasi bowel : DO: - bising usus 6 x/ menit konstipasi. DS : - klien mengatakan sering Ketidakstabilan merasa haus. kadar DO : - nilai lab POCT 2014) masih glukosa (1-4 Juni darah berfluktuasi (hiperglikemia) belum mencapai 200 mg/dL (436, 232, 349, 475, 436, 373, 391, 310, 144. dan 214), mg/dL. 8. 3/6/2014 DS : - klien mengatakan badannya Risiko infeksi terasa demam. - klien mengatakan batuk sejak 1 minggu sebelum masuk RS - klien mengatakan berdahak, warna batuk sputum putih kekuningan dan kental. DO : - suhu tubuh (K) : 38⁰ C (axilla) - nilai lab (31/5/2014) leukosit : 12,2 rb/dL - Lab (2/6/14) : darah lengkap : neutrofil 77%, 14%. Eritrosit limfosit urine 10- 15/LPB Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 79 9. 3/6/2014 DS: - klien dan keluarga mengatakan Ketidakefektifan hanya mengetahui penyakit diabetes tentang manajemen hanya terapeutik. sedikit saja mellitus. - klien mengatakan tidak mengetahui tentang program olahraga/latihan fisik serta manfaatnya bagi penderita DM tipe 2. - Klien mengatakan sebelum dirawat klien hanya kadangkadang saja berolahraga, yaitu pada hari Sabtu atau Minggu. Olahraga yang dilakukan adalah jalan kaki pulang pergi ke Ragunan, atau bermain bulutangkis. DO :- bahasa sehari-hari yang digunakan klien adalah bahasa Indonesia. - Pendidikan terakhir klien adalah SLTA. Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 80 Lampiran 7 RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN No Diagnosa Keperawatan 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya sekresi trakeobraonkial sekunder terhadap infeksi atau berhubungan dengan nyeri dan kelemahan sekunder terhadap konsolodasi paru. Tujuan Intervensi Klien akan dapat Mandiri : mempertahankan - Pertahankan jalan napas bersihan jalan nafas yang klien dan pastikan sekresi efektif dan adekuat dapat dikeluarkan. setelah diberi perawatan selama 1x8 jam. - Auskultasi bunyi napas setiap 2-4 jam (atau sesuai Kriteria evaluasi : dengan kebutuhan/kondisi Klien dapat klien) serta laporkan mendemonstrasikan adanya perubahan dalam batuk efektif. kemampuan klien untuk Jalan nafas klien mengeluarkan sekresi bersih. pulmonal. Tidak ada bunyi napas tambahan. - Inspeksi sputum terhadap jumlah, bau, warna, dan konsistensinya. Catat pada catatan perkembangan klien. Rasional - Jalan nafas yang paten dan bebas dari sekresi akan meningkatkan keadekuatan jalan napas klien. - Komplikasi dari terapi hiperventilasi meliputi, distensi lambung, sakit kepala, hipotensi, serta tanda dan gejala dari pneumothorax seperti, napas pendek, nyeri dada tajam, menghilangnya bunyi napas pada satu sisi paru, dispnea dan batuk. - Untuk mengurangi rasa nyeri pada saat batuk. Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 81 - Pastikan klien melakukan nafas dalam dengan latihan batuk efektif minimal 2 jam sekali. Bantu klien mendapatkan posisi yang nyaman, biasanya semi fowler untuk meningkatkan keefektifan latihan. - Kaji adanya kebutuhan terapi hiperventilasi apabila klien tidak mampu menarik napas dalam. Laporkan apabila ada komplikasi dari terapi hiperventilasi. - Ajarkan klien untuk menahan bagian dada dengan bantal, selimut yang dilipat atau menyilangkan lengan di depan dada ketika batuk. - Pastikan klien memperoleh fisioterapi dada sesuai dengan kebutuhan. Dokumentasikan respon klien terhadap terapi. - Fisioterapi dada meningkatkan keefektifan pengeluaran secret dan bersihan jalan nafas klien. Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 82 - Bantu klien merubah posisi setiap 2 jam untuk memobilisasi secret. Apabila klien dapat berjalan, bantu klien melakukan ambulasi sesuai dengan toleransi. - Ambulasi membantu pengeluaran sekret dari paru dan membantu pengembangan paru sehingga mencegah terjadinya atelektasis. - Tingkatkan pemberian cairan 2500 mL atau lebih perhari, apabila tidak terdapat kontraindikasi. Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 83 - Pemberian cairan dapat menurunkan kekentalan sputum. 2. Gangguan perfusi jaringan (kardiopulmonal dan perifer) berhubungan dengan terganggunya aliran darah vena atau arteri sekunder terhadap peningkatan viskositas darah, peningkatan jumlah dan kelekatan trombosit, serta imobilisasi pada klien. Klien akan dapat Mandiri : mempertahankan perfusi - Pantau nilai hematokrit. jaringan (kardiopulmonal Dengan penggantian cairan yang tepat, nilai dan perifer) yang optimal setelah diberi perawatan hematokrit akan kembali selama 1x8 jam. normal dalam 24-48 jam. Kaji nilai ureum nitrogen Kriteria evaluasi : darah, sebagai indikator Tekanan nadi perifer terhadap perbaikan perfusi lebih dari 2 (skala 0jaringan dan ginjal. 4). Kulit hangat - Kaji kekuatan nadi Tes kapilari refill perfifer setiap 2-4 jam. kurang dari 2 detik. Laporkan dengan segera Tidak ada apabila terdapat pembengkakan. penurunan kekuatan nadi Kulit tidak pucat. atau tidak adanya nadi. Tidak ada eritema Tidak ada nyeri pada - Awasi tanda-tanda paha dan betis. terjadinya trombisis vena dalam/deep vein thrombosis (DVT), seperti eritema, nyeri, kulit yang teraba lembut serta - Nilai hematokrit merupakan indikator dalam menentukan keadekuatan perfusi jaringan. Nilai ureum nitrogen dalam darah merupakan indikator terhadap keadekuatan perfusi jaringan ginjal). - Kekuatan nadi perifer yang menurun atau menghilang menunjukkan adanya penurunan perfusi jaringan perifer. - Thrombosis arteri kemungkinan menyebabkan nyeri, parestesia (terutama kehilangan sensasi terhadap sentuhan ringan dan pada dua titik yang berbeda), sianosis dengan pemanjangan waktu kapilari Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 84 hangat/panas, dan bengkak pada area yang mengandung thrombus. Kaji adanya perubahan warna kulit, pucat, kulit teraba dingin, dan dilatasi pada vena-vena superficial pada daerah ekstremitas bawah. Laporkan dengan segera apabila terdapat tanda-tanda tersebut. refill, lebab/kebiruan dan ekstremitas yang teraba dingin. - - Motivasi klien melakukan latihan aktif pada semua ekstremitas setiap 2 jam sekali guna meningkatkan aliran darah ke jaringan. Motivasi klien untuk menggerakkan betis dan memutar pergelangan kaki setiap jam pada klien yang diduga mengalami DVT. - Latihan aktif membantu meningkatkan aliran darah ke jaringan perifer dan mencegah terjadinya thrombosis. - Apabila tidak terdapat kontraindikasi, berikan cairan lebih dari 2500 mL per hari - Pemberian caiaran yang adekuat mengurangi viskositas darah sehingga melancarkan sirkulasi ke jaringan. Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 85 3. Risiko kekurangan volume cairan dan elektrolit tubuh berhubungan dengan kegagalan mekanisme pengaturan atau penurunan volume sirkulasi sekunder terhadap hiperglikemia dan poliuria dengan diuresis osmotik. Klien akan dapat mempertahankan volume cairan tubuh yang adekuat setelah diberi perawatan selama 1x8 jam. Kriteria evaluasi : Tekanan darah 90/60 mmHg atau lebih (atau sesuai dengan nilai toleransi klien). Denyut jantung 60100 x/mnt. Turgor kulit baik, lembab, serta membrane mukosa berwarna merah muda. Berat jenis urine kurang dari 1,020 Balans cairan normal. Urin output 30 ml/jam atau lebih. Mandiri : - Pantau tanda-tanda vital setiap jam. Laporkan apabila ada perubahan tanda-tanda vital kearah tidak normal. - Monitor masukan haluaran cairan. - Perubahan tanda-tanda vital (denyut jantung lebih dari 120x/mnt, tekanan darah kurang dari 90/60 mmHg menunjukkan terjadinya syok hipovolemik. dan - Penurunan masukan cairan serta peningkatan haluaran urin mempengaruhi terjadinya kekurangan volume cairan. - Berikan cairan minimal 1500-3000 mL per 24 jam (apabila tidak terdapat kontraindikasi). - Rata-rata kebutuhan cairan yang dibutuhkan adalah 1500-3000 mL per 24 jam. - Monitor berat badan setiap hari pada waktu yang sama. - Penurunan berat badan menunjukan kemungkinan terjadinya kekurangan volume cairan tubuh. - Monitor turgor kulit dan membran mukosa klien. - Perubahan pada turgor kulit dan membrane mukosa yang kering mengindikasikan terjadinya kekurangan volume cairan tubuh. - Pantau nilai laboratorium warna dan berat jenis urin klien. - Warna urin yang pekat serta peningkatan berat jenis urin menunjukkan terjadinya kekurangan volume cairan tubuh pada klien. Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 86 - Pantau nilai natrium, ureum dan kreatinin darah klien. 4. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolism sekunder terhadap infeksi (pneumonia). Klien akan dapat Mandiri : mempertahankan suhu - Pantau suhu tubuh klien tubuh yang normal setiap 2 jam sekali. (normotermi) setelah diberi perawatan selama 1x8 jam. - Bantu klien menggunakan pakaian yang tipis dan menyerap keringat serta Kriteria evaluasi : Suhu tubuh dalam ganti selimut klien dengan batas normal. yang tipis. Warna kulit normal (tidak kemerahan). - Atur suhu lingkungan klien senyaman mungkin dengan meningkatkan ventilasi udara (membuka jendela, memasang kipas angin. - Peningkatan nilai natrium, ureum dan kreatinin darah mengindikasikan kekurangan volume cairan tubuh. - Sebagai indikator untuk mengetahui adanya perubahan kearah yang tidak normal. - Pakaian yang tipis dan menyerap keringat meningkatkan pengeluaran panas melalui mekanisme evaporasi serta meningkatkan rasa nyaman klien. - Ventilasi udara yang adekuat meningkatkan pengeluaran panas dengan cara konveksi. - Atur suhu air conditioner/AC) lebih rendah dari suhu tubuh (apabila tersedia). - Penggunaan air conditioner dengan suhu yang sesuai akan membantu pengeluaran panas tubuh secara radiasi. - Motivasi klien meningkatkan intake cairan sebanyak 200 cc (apabila tidak terdapat kontraindikasi). - Intake cairan yang adekuat membantu menurunkan suhu tubuh klien. Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 87 5. Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang berlebihan, dan penurunan aktivitas. - Berikan kompres hangat di daerah axilla atau lipat paha klien. - Kompres hangat di daerah axilla dan lipat paha mempercepat penuruan panas tubuh melalui mekanisme konduksi. Area axilla dan lipat paha merupakan tempat terdapatnya pembuluh darah balik yang berukuran besar sehingga baik untuk tempat diberikannya kompres hangat. - Pantau suhu tubuh klien setiap 2 jam sekali atau sesuai dengan indikasi. - Untuk mengetahui keberhasilan intervensi yang diberikan. - Berikan antipiretik sesuai dengan kebutuhan. - Agen antipiretik dapat diberikan apabila cara-cara konvensional di atas tidak berhasil menurunkan panas tubuh klien. Klien akan dapat Mandiri : menunjukkan - Pantau berat badan klien perkembangan status setiap hari. nutrisi yang adekuat. - Berikan klien makanan Kriteria evaluasi : sesuai dengan kebutuhan Berat badan stabil tubuh (2400 kkal/hari) Nilai nitrogen seimbang atau positif. - Anjurkan klien Nilai serum protein 6mengkonsumsi dan 8 g/dL sayuran mentah seperti 1 Nilai serum albumin mangkuk salad dan agar3,5-5,5 g/dL. agar tanpa gula; minuman - Sebagai indikator untuk menentukan adanya perubahan status nutrisi klien. - Memberikan makanan sesuai dengan kebutuhan tubuh klien akan menjaga berat badan klien yang normal. - Makanan bebas gula mengandung kalori kurang dari 20 kal per porsi, sehingga kalorinya dapat diabaikan dan tidak menyebabkan hiperglikemi pada klien. Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 88 bebas gula, atau sup rendah garam, pada saat klien merasa lapar diantara waktu makan. - Anjurkan klien untuk makan secara perlahanlahan dan tunggu 15 detik diantara mengunyah, menelan dan memasukkan makanan berikutnya. Kolaborasi : - Sediakan makanan 3 kali sehari dan snack 2 kali sehari sesuai dengan jumlah kalori yang diresepkan. 6. Gangguan pola eliminasi bowel : konstipasi berhubungan dengan perubahan dalam diet, aktivitas, dan faktor psikososial sekunder terhadap hospitalisasi. Klien akan dapat Mandiri : memperoleh pola - Kaji dan dokumentasikan eliminasi yang adekuat pola eliminasi bowel klien setelah diberi perawatan yang normal, meliputi selama 1x24 jam. frekuensi, waktu, kebiasaan yang berhubungan dengan Kriteria evaluasi : eliminasi bowel, serta cara Kebiasaan/pola buang yang berhasil digunakan air besar klien akan untuk mengatasi kembali normal. konstipasi pada waktu Feses lunak dan klien yang lampau. tidak akan mengalami ketegangan/stress saat - Berikan informasi pada - Waktu makan yang perlahan memperpanjang perasaan senang ketika makan dan menyediakan waktu bagi otak untuk merasakan sensasinya. - Kalori yang sesuai memenuhi kebutuhan nutrisi klien dan membantu mempertahankan berat badan ideal klien. - Sebagai data dasar dalam menetapkan masalah dan menentukan intervensi bagi klien. - Pemberian informasi terkait dengan Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 89 mengeluarkan feses. klien bahwa perubahanperubahan yang terjadi sehubungan dengan hospitalisasi dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya konstipasi. Dorong klien untuk menggunakan metode nonfarmakologi yang berhasil digunakan di rumah segera pada saat masalah konstipasi terjadi atau untuk mencegah terjadinya konstipasi. perubahan selama hospitalisasi akan meningkatkan adaptasi klien. - Ajarkan klien tentang hubungan antara intake cairan dan konstipasi. Kecuali ada kontraindikasi lain, dorong intake cairan lebih dari 2500 mL/hari. Pantau dan catat pergerakan usus (tanggal, waktu, konsistensi, jumlah). - Pengetahuan mengenai manfaat intake cairan yang adekuat akan medorong klien untuk mengkonsumsi cairan sesuai dengan kebutuhan yang telah ditetapkan sehingga dapat mencegah konstipasi. - Ajarkan klien tantang hubungan antara jenis makanan yang dikonsumsi dan konstipasi. Dorong klien untuk memasukan makanan berserat - Pengetahuan mengenai manfaat makanan berserat akan meningkatkan motivasi dan ketaatan klien dalam mengkonsumsi makanan yang telah disediakan. Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 90 (seperti, buah-buahan mentah dan sayuran, gandum, kacangkacangan, buah dengan kulitnya) sebagai bagian dari makanan yang dikonsumsi setiap kali makan (apabila memungkinan). - Ajarkan klien tentang hubungan antara konstipasi dan tingkat aktivitas. Dorong klien melakukan aktivitas yang optimal. - Aktivitas yang optimal akan mengurangi risiko terjadinya konstipasi dengan meningkatkan peristaltik usus. - Tentukan dan beritahukan program aktivitas guna meningkatkan partisipasi, termasuk peralatan yang diperlukan untuk membantu kemandirian klien. - Melibatkan klien dalam penyusunan program aktivitas akan meningkatkan motivasi dan partisipasi klien dalam latihan. - Anjurkan kepada klien untuk mempertahankan pola eliminasi bowel yang normal. Sediakan bahan yang dibutuhkan atau sediakan lingkungan yang nyaman yang biasanya - Mempertahankan pola eliminasi bowel yang normal akan mengurangi risiko terjadinya konstipasi. Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 91 digunakan klien (segelas kopi saat bangun tidur, apabila tidak ada kontraindikasi, berikan privasi, jalan singkat). - Jadwalkan pemberian intervensi bertepatan dengan kebiasaan klien. Jika pergerakan bowel klien terjadi pada pagi hari, gunakan reflex gastrokolik atau duodenukolik klien untuk membantu pengosongan kolon. Bila pergerakan bowel klien terjadi pada sore hari, ambulasikan klien sesaat sebelum waktu yang tepat. Rangsangan digital pada bagian dalam sfingter anal juga dapat memfasilitasi pergerakan bowel. Kolaborasi : - Berikan agen sesuai dengan dokter. laxatif resep - Pemberian intervensi yang sesuai dengan waktu pergerakan bowel klien akan meningkatkan keberhasilan dalam melakukan eliminasi bowel. - Agen laxatif yang sesuai akan membantu pengeluaran feses untuk mengatasi konstipasi. Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 92 7. Hiperglikemia berhubungan dengan insufisiensi insulin relatif dan resistensi insulin. Klien akan dapat Mandiri : mempertahankan kadar - Monitor kadar glukosa glukosa darah dalam darah kapiler setiap kali batas normal setelah sebelum makan dan diberi perawatan selama sebelum tidur. Periksa 3x8 jam. kadar keton urin apabila kadar glukosa darah meningkat. Kriteria evaluasi : Kadar glukosa darah akan berada dalam rentang normal, yaitu 80-120 mg/dL. Klien akan terbebas - Kaji tanda dan gejala dari tanda-tanda klinis dari hiperglikemia, hiperglikemia, seperti rasa haus, seperti rasa haus, meningkatnya jumlah dan meningkatnya frekuensi berkemih, dan jumlah dan rasa lelah/mengantuk. frekuensi urinari, rasa lemas. - Berikan penguatan kepada klien mengenai pentingnya kepatuhan terhadap diet, latihan fisik, dan regimen pengobatan yang telah diresepkan. Kolaborasi : - Berikan insulin atau agen - Kenaikan kadar glukosa darah yang terjadi sebelum klien mengkonsumsi makanan menunjukkan bahwa klien tidak patuh terhadap diet dan mungkin membutuhkan agen tidiabetes oral dalam dosis yang lebih tinggi atau dapat diatasi dengan insulin kerja cepat. Ketonuria meningkatkan kemungkinan terjadinya ketoasidosis diabetikum. - Hiperglikemia memiliki onset yang berlansung pelahan-lahan dengan gejala yang sering kali tidak terdeteksi. Hiperglikemia dapat berkembang menjadi ketoasidosis diabetikum. - Kepatuhan klien terhadap diet, latihan fisik dan regimen pengobatan merupakan bagian dari manajemen hiperglikemia. - Ketidakcukupan Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 insulin 93 antidiabetik oral sesuai dengan yang diresepkan. 8. Risiko berhubungan penurunan leukosit. menyebabkan hiperglikemia. terjadinya - Lakukan pemberian insulin sesuai dengan protocol sliding scale yang telah ditetapkan oleh dokter. - Insulin menurunkan kadar glukosa darah. - Beritahukan kepada dokter apabila klien yang mengalami hiperglikemia tidak memiliki ketergantungan terhadap insulin. - Modifikasi terhadap diet atau perubahan dalam pemberian agen antidiabetik merupakan kewenangan yang diresepkan oleh dokter. infeksi Klien akan terbebas dari Mandiri : dengan infeksi setelah diberi - Monitor klien terhadap - Adanya peningkatan nilai aktivitas perawatan selama 3x24 tanda-tanda terjadinya laboratorium leukosit jam. infeksi. Monitor adanya mengindikasikan terjadinya proses peningkatan nilai infeksi dalam tubuh klien. laboratorium leukosit serta Kriteria evaluasi : Suhu tubuh klien hasil kultur apabila dalam batas normal diresepkan. (36-37,5⁰ C) kebersihan - Kebersihan tangan yang teratur pada Kecepatan nadi - Lakukan tangan pada 5 moment 5 momen saat memberikan intervensi kurang dari atau saat memberikan kepada klien akan mengurangi risiko sama dengan intervensi kepada klien. terjadinya infeksi nosokomial pada 100x/mnt. klien. Tekanan darah dalam rentang Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 94 normal klien. Nilai laboratorium leukosit kurang dari 11.000 /dL. Nilai laboratorium kultur negatif. - Lakukan tindakan invasif - Penggunaan teknik steril pada saat (seperti pemasangan infus melakukan tindakan invasif atau kateter urin) dengan mencegah terjadinya infeksi pada menggunakan teknik klien. steril. - Lakukan perawatan area - Perawatan area sekitar pemasangan sekitar pemasangan infus infus setiap hari akan mengurangi setiap hari dengan risiko terjadinya infeksi aliran darah. menggunakan teknik aseptik. - Motivasi klien untuk - Teknik nafas dalam dan batuk efektif melakukan teknik napas dapat meningkatkan pengeluaran dalam dan batuk efektif sekret sehingga mencegah untuk membantu pneumonia. pengeluaran sekret dari paru-paru. Kolaborasi : - Kolaborasi dengan tim - Agen mukolitik membantu dokter untuk pemberian mengencerkan sekret sehingga agen mukolitik. mempermudah pengeluarannya. - Kolaborasi dengan tim - Pemberian antibiotik berguna untuk dokter untuk pemberian mengatasi infeksi yang actual telah agen antibiotik sesuai terjadi. dengan kondisi klien. 9. Ketidakefektifan manajemen terapeutik berhubungan dengan kurang pengetahuan mengenai manajemen Klien akan dapat Mandiri : mempertahankan - Kaji kemampuan dan manajemen terapeutik kemauan klien untuk yang efektif setelah belajar tentang diabetes diberi perawatan selama dan menajemen diri klien. - Proses pengajaran akan lebih efektif apabila klien mampu dan memiliki motivasi untuk memperoleh informasi. Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 95 mandiri mellitus. diabetes 3x24 jam. Kriteria evaluasi : - Ajarkan kepada klien Klien dapat tentang insulin dan cara mengungkapkan menggunakannya sesuai secara verbal tentang dengan teknik yang tepat. penyakit diabetes mellitus dan manajemen dirinya. - Berikan kesempatan pada Klien dapat klien untuk mendemonstrasikan mempraktikkan pemberian teknik manajemen diri insulin. diabetes mellitus. - Tunjukkan kepada klien cara memantau gula darah dengan menggunakan glukometer. - Klien belajar dengan berbagai cara : penjelasan secara verbal, membaca informasi, melihat demonstrasi, atau menggunakan aplikasi yang dipegang (leaflet/booklet). - Ajarkan kepada klien mengenai pentingnya latihan fisik dan metode yang dapat digunakan untuk melakukan latihan fisik sehari-hari. - Latihan fisik menurunkan kadar glukosa darah, membantu menurunkan berat badan, dan meningkatkan sirkulasi darah. Kolaborasi : - Atur jadwal dengan ahli gizi untuk pemberian pendidikan kesehatan - Praktik meningkatkan kepercayaan diri dan mengembangkan keahlian klien. - Menggunakan metode yang sama dengan yang akan digunakan oleh klien ketika pulang ke rumah akan meningkatkan pengetahuan mengenai manajemen diri. - Ahli gizi merupakan orang yang ahli dibidangnya. Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 96 tentang terapi nutrisi bagi klien. CATATAN PERKEMBANGAN No. 1. Diagnosa Tanggal Keperawatan Bersihan jalan nafas 3 Juni 2014 tidak efektif (14.00-20.00 berhubungan dengan WIB) adanya sekresi trakeobronkial sekunder terhadap infeksi atau berhubungan dengan nyeri dan kelemahan sekunder terhadap konsolodasi paru. 4 Juni 2014 (07.30-14.00 WIB) Implementasi Evaluasi 1. Mengkaji pola napas (3 Juni 2014 jam 19.30) dan frekuensi napas S : klien mengatakan nafasnya terasa sesak klien. O : - RR : 32 x/mnt,kesadran compos 2. Mengukur tanda vital mentis. TD : 140/70 mmHg, N: 106 x/mnt. klien. - Batuk ada, produksi sputum ada, warna 3. Mengatur posisi tidur klien semifowler. putih kekuningan dan kental. 4. Mengatur pemberian - Ada penggunaan otot-otot bantu oksigen 3 L/mnt. pernafasan. A : Masalah keperawatan : besihan jalan nafas tidak efektif P : 1. Evaluasi pola dan frekuensi penapasan klien. 2. Ajarkan klien melakukan teknik nafas dalam dan batuk efektif. 3. Motivasi klien minum air hangat untuk mengencerkan secret. 4. Pertahankan pemberian oksigen 3 L/mnt 5. Beri obat antitusif sesuai resep dokter 1. Mengevaluasi pola dan (4 Juni 2014 jam 13.30) frekuensi penapasan S : klien mengatakan sesaknya berkurang klien. O : RR : 28 x/mnt, TD 120/70 mmHg, N : 96 2. Mengajarkan klien x/mnt, S : 36⁰ C (axilla), batuk masih ada Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 Paraf 97 melakukan teknik nafas sesekali, sputum masih ada, warna putih dalam dan batuk efektif. kekuningan dan kental. 3. Memotivasi klien A : Masalah keperawatan : bersihan jalan nafas minum air hangat untuk tidak efektif belum teratasi P : Intervensi dipertahankan. mengencerkan secret. 4. Mempertahankan 1. Kaji keluhan klien saat ini dan pemberian oksigen 3 keluhan sesak klien. L/mnt. 2. Observasi tanda-tanda vital klien. 5. Memberi klien minum 3. Atur pemberian obat batuk sesuai obat batuk sesuai resep dengan prinsip 6 benar. dokter. 5 Juni 2014 (07.30-14.00 WIB) 1. Mengkaji keluhan klien (5 Juni 2014 jam 13.30) saat ini dan keluhan S : - klien mengatakannya sesaknya sudah sesak klien. berkurang. 2. Mengobservasi tanda- Klien mengatakan batuknya masih ada, tanda vital klien. namun sudah berkurang. Sputum masih 3. Mengatur pemberian ada, warna putih kekuningan, kental dan oksigen sesuai dengan dapat dibatukkan keluar. kebuthan klien. O : - keadaan umum klien tampak masih lemah. 4. Memberikan obat batuk - TD 140/80 mmHg, RR : 24 x/mnt, S : sesuai dengan prinsip 6 36⁰ C (axilla), N : 84x/mnt (kuat, penuh, benar. teratur). - Batuk (+), sputum ada, wrna putik kekuningan. A : Masalah keperawatan : gangguan bersihan jalan nafas belum taratasi P : Intervensi dipertahankan Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 98 2. Gangguan perfusi 3 Juni 2014 jaringan (14.30-20.00 kardiopulmonal WIB) berhubungan dengan terganggunya aliran darah vena atau arteri sekunder terhadap peningkatan viskositas darah, peningkatan jumlah dan kelekatan trombosit, serta imobilisasi pada klien. 1. Mengkaji keluhan klien (3 Juni 2014 jam 19.30) 2. Mengkaji konjungtiva S : klien mengeluh badan terasa lemah, dan klien sesak napas. 3. Mengkaji kapilari refill O : - keadaan umum klien tampak lemah, RR : klien (CRT) 32 x/mnt. CRT > 3 detik. konjungtiva 4. Mengkaji tanda-tanda tampak pucat. vital klien. - Lab (31/5/14) : Hb 10,8 g/dL, Ht : 33%. 5. Mengkaji nilai AGD : pH : 7,517; HCO3 : 30,4 laboratorium (Hb, Ht) - Lab (2/6/14) : Hb 9,7 g/dL, Ht : 30% klien. - Hasil EKG (30/5/14) : sinus takikardia terdapat T invertil pada V1 serta terdapat VES panjang. - Hasil thorax foto : infiltrat pericardial dan gagal paru kanan, suspek pneumonia dan kardiomegali. A: Masalah keperawatan : gangguan perfusi jaringan perifer dan kardiopulmonal. P : 1. Atur posisi tidur supine atau sesuai tingkat toleransi klien 2. Atur pemberian oksigen sesuai kebutuhan. 3. Kolaborasi untuk pemberian transfusi darah. 4 Juni 2014 (07.30-14.00 WIB) 1. Mengkaji keluhan klien (4 Juni 2014 jam 13.30) S :- klien mengatakan sesaknya sudah berkurang saat ini. 2. Mengkaji keluhan sesak tapi badan masih terasa lemah. nafas klien. - Klien mengatakan semalam bisa tidur Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 99 3. Mengkaji pemenuhan pulas sampai jam 05.00 pagi. kebutuhan O :- keadaan umum klien tampak sakit sedang. istrirahat/tidur klien - RR 28x/mnt, N 96x/mnt (kuat, penuh, semalam. teratur), tekanan nadi : +3 - Konjungtiva anemis, CRT >3 detik. 4. Mengobservasi tanda- A : Masalah keperawatan : gangguan perfusi tanda vital klien. jaringan (perifer dan kardiopulmonal) 5. Mengkaji konjungtiva belum teratasi. klien P : Intervensi dipertahankan 6. Mengkaji CRT klien. - Motivasi klien untuk melakukan latihan aktif pada keempat ekstremitas setiap 2 jam untuk melancarkan aliran darah ke jaringan. 5 Juni 2014 (07.30-14.00 WIB) 1. Mengkaji keluhan klien saat ini. 2. Mengkaji kinjungtiva dan CRT klien. 3. Memotivasi klien untuk meggerakkan tangan dan kakinya setiap 2 jam sekali untuk memperlancar aliran darah ke jaringan. (5 Juni 2014 jam 13.30) S : klien mengatakan sesak sudah berkuran. - Konjungtiva tampak masih anemis A : masalah keperawatan : gangguan perfusi jaringan (perifer dan kardiopulmonal) belum teratasi. P : Intervensi dipertahankan - Motivasi klien meningkatkan intake minum 1500 cc/hari. Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 100 3. Risiko kekurangan 3 Juni 2014 volume cairan dan (14.30-20.00 elektrolit tubuh WIB) berhubungan dengan kegagalan mekanisme pengaturan atau penurunan volume sirkulasi sekunder terhadap hiperglikemia 1. Mengkaji intake dan (3 Juni 2014 jam 19.30) output klien (balance S: - klien mengatakan saat di rumah frekuensi buang air kecil 7 kali sehari, cairan) per 24 jam pada warna kuning jernih. tgl 2 Juni 2014. 2. Mengkaji mukosa bibir - klien mengatakan tidak terasa haus dan turgor kulit klien. berlebihan seperti ketika sebelum 3. Mengkaji intake dan dirawat masih di rumah. - Keluarga klien mengatakan minum hari output klien per 12 jam ini sejak jam 08.00 pagi hingga jam pada tgl 3 Juni 2014. 14.00 siang sebanyak 500 cc per NGT. O : - mukosa bibir klien tampak lembab, turgor kulit baik. - Terpasang IVFD NS 1500 cc/24 jam (tangan kanan) dan IVFD insulin 1 UI/jam (syringe pump di tangan kiri) - balance cairan per 24 jam tgl 2 Juni 2014 : intake 2500 cc, output 3300 cc; BC (- 800 cc). - balance cairan per 12 jam tgl 3 Juni 2014 : intake 1600 cc, output : 1400 cc; BC (+ 200 cc). - lab (31/5/2014) Na:124 mmol/L,K: 4,25 mmol/L, Cl: 94 mmol/L - lab (2/5/2014) Na:137 mmol/L,K: 3,87 mmol/L, Cl:106 mmol/L A : Masalah keperawatan : risiko kekurangan volume cairan dan elektrolit tubuh. P : - Intervensi dipertahankan Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 101 - Anjurkan klien minum 1500 cc/hari. 4 Juni 2014 (08.00-14.00) 1. Mengkaji mukosa bibir dan turgor kulit klien. 2. Mengkaji balance cairan klien per 24 jam tgl 3 Juni 2014. 3. Mengkaji intake dan output klien klien per 6 jam tgl 4 Juni 2014 4. Memotivasi keluarga klien untuk memberi klien minum 1000 cc/24 jam. 5. Mengkaji tanda-tanda kelebihan volume cairan : udem, mata sembab. (4 Juni 2014 jam 13.30) S : - klien mengatakan tidak merasa haus berlebihan lagi. O : - mukosa bibir klien tampak lembab, turgor kulit baik. - terpasang IVFD NaCl 1500 cc/24 jam (ta.ka) dan insulin drip 1 UI/jam dalam 48 cc NaCl (syringe pump, ta.ki) menetes lancar. - balance cairan per 24 jam tgl 3 Juni 2014 : intake 2600 cc, output 2200 cc; BC (+ 400 cc). A: Risiko kekurangan volume cairan dan elektrolit tubuh, tidak terjadi. Timbul masalah baru : risiko kelebihan volume cairan. P : - Intervensi dipertahankan 1. Monitor intake output per shift. 2. Anjurkan klien minum 1000 cc/ 24 am 3. Kaji tanda-tanda kelebihan volume cairan (udem, mata sembab, sesak nafas yang bertambah, bunyi nafas ronchi). 5 Juni 2014 (jam 08.0014.00) 1. Mengkaji tanda-tanda (5 Juni 2014 jam 13.30) kelebihan volume S : - klien mengatakan tidak merasa haus lagi, cairan. sesak tidak bertambah. 2. Mengkaji intake dan O : - mukosa 101embrane klien lembab, turgor output klien per 24 jam kulit baik, tidak ada udem ekstremitas, Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 102 tgl 4 Juni 2014. 3. Mengkaji intake dan output klien per 8 jam tgl 5 Juni 2014. 4. Hipertermi 3 Juni 2014 berhubungan dengan (14.00-20.00 peningkatan laju WIB) metabolism sekunder terhadap infeksi (pneumonia). (jam WIB) 19.30 dan tidak ada udem palpebra. - Terpasang IVFD NaCl 0,9 % 1500 cc/24 jam dan IVFD insulin drip 1 UI/jam dalam 48 cc Nacl (syringe pump) di tangan kiri menetes lancar. A : Masalah keperawatan : risiko kelebihan volume cairan dan elektrolit tubuh. P : - intervensi dipertahankan 1. Mengobservasi suhu tubuh klien. 2. Mengkaji keluhan klien saat ini. 3. Mengganti pakaian klien dengan yang tipis dan menyerap keringat. 4. Mengganti selimut klien dengan yang tipis. 5. Mengatur ventilasi kamar klien (kipas angin) sesuai kebutuhan. (3 Juni 2014 jam 19.30 WIB) S : - klien mengatakan badannya terasa demam. O : - Suhu : 38⁰ C (axilla). - Palpasi kulit teraba panas. - Terpasang IVFD NaCl 0,9% 500 cc/8 jam dan drip Insulin 1,5 UI/jam (ditangan kiri) menetes lancar, tidak ada tanda-tanda phlebitis. - Terpasang veflon di tangan kanan (tidak ada tanda-tanda phlebitis). - Suhu klien (jam 20.00 : 37,5⁰ C(axilla) A : masalah keperawatan : hipertermi. P : - kolaborasi pemberian antipiretik, apabila cara-cara konventional tidak berhasil 6. Mengajarkan klien menurunkan suhu tubuh klien. untuk member kompres hangat di kedua axilla klien. 7. Mengobeservasi suhu tubuh klien 8. Memberi klien minum paracetamol 500 mg (1 tablet) per oral. Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 103 4 Juni 2014 (07.30-20.00 WIB) 5. Risiko 3 Juni 2014 ketidakseimbangan (14.00-20.00 nutrisi kurang dari WIB) kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang berlebihan, dan penurunan aktivitas. 1. Mengkaji suhu tubuh (4 Juni 2014 jam 08.00) klien. S : klien mengatakan badannya tidak terasa 2. Mengkaji keluhan demam lagi demam klien. O : - palpasi kulit tubuh klien tidak demam. - Suhu klien : 37 ⁰C (axilla) A : masalah keperawatan : hipertermi, telah teratasi. P : Intervensi dihentikan 1. Mengkaji tinggi badan, berat badan klien saat ini dan berat badan klien sebelum sakit. 2. Menghitung indeks massa tubuh (IMT) dan berat badan ideal klien. 3. Menganjurkan klien hanya mengkonsumsi makanan yang disediakan dari bagian gizi rumah sakit. 4. Menganjurkan klien makan salad (buahbuahan dan sayuran mentah tanpa pemanis) apabila merasa lapar diantara waktu makan dan apabila snack yang diberikan dari rumah sakit sudah dikonsumsi. (3 Juni 2014 jam 19.30) S : - klien mengatakan merasa lapar terus. - klien mengatakan tinggi badannya 160 cm, berat badan saat ini 60 kg, dan berat badan sebelum sakit 80 kg. O : - IMT klien : 23, 4 kg/cm2 - BB ideal klien : 54-66 kg. - Terpasang slang makan (NGT) no 16, klien mendapat diet cair DM 1800 kalori/hari via slang makan. A: Masalah keperawatan : risiko ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh. P : 1. Timbang berat badan klien setiap 2 hari sekali. 2. Anjurkan klien hanya mengkonsumsi makanan yang disediakan dari bagian gizi rumah sakit. 3. Kaji hasil lab protein, albumin klien. Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 104 6. 4 Juni 2014 (07.30-14.00) 1. Mengkaji keluhan lapar terus-menerus yang dirasakan oleh klien. 2. Mengkaji hasil laboratorium protein, albumin klien. 5 Juni 2014 (07.30-14.00 WIB) 1. Mengkaji nafsu makan (5 Juni 2014 jam 13.30) klien. S : - klien mengatakan tidak ada penurunan 2. Mengkaji adanya nafsu makan. keluhan mual muntah - Klien mengatakan tidak ada keluhan atau nyeri ulu hati. nyeri ulu hati atau mual muntah. O : - klien dapat menghabiskan setiap porsi makanan yang diberikan. A : Masalah keperawatan : risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh P : Intervensi dipertahankan. 1. Mengkaji pola eliminasi (3 Juni 2014 jam 19.30) bowel (bab) klien S : klien mengatakan sudah 10 hari belum sehari-hari buang air besar (bab). 2. Mengkaji pola bab klien O : - bising usus klien 6 x/mnt. saat di rumah sakit. A : Masalah keperawatan : gangguan pola 3. Mengkaji bising usus eliminasi bowel : konstipasi klien. P : 1. Anjurkan klien minum air 1500 cc/hari. 2. Anjurkan klien menggerakkan anggota tubuhnya di atas tempat tidur sesuai dengan toleransi. Gangguan pola 3 Juni 2014 eliminasi bowel : (14.00-20.00 konstipasi WIB) berhubungan dengan perubahan dalam diet, aktivitas, dan faktor psikososial sekunder terhadap hospitalisasi. (4 Juni 2014 jam 13.30) S : klien mengatakan rasa lapar terusmenerusnya sudah tidak dirasakan lagi. O : - lab (2/6/2014) : albumin 2,50 g/dL A : masalah keperawatan : risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. P : Intervensi dipertahankan. - kaji nafsu makan dan adanya keluhan nyeri ulu hati dan mual muntah pada klien. Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 105 4 Juni 2014 1. Mengkaji pemenuhan (07.30-14.00) kebutuhan eliminasi klien saat ini. 2. Mengkaji intake cairan klien. 3. Mengkaji bising usus klien. 4. Menganjurkan klien menggerakkan anggota tubuhnya di atas tempat tidur sesuai dengan toleransi. (4 Juni 2014 jam 13.30) S : klien mengatakan belum bab sejak sebelum masuk ke rumah sakit. O : intake cairan klien peroral (3/6/14) : 1100 cc/24 jam. A : Masalah keperawatan : gangguan pola eliminasi bowel : konstipasi, belum teratasi P : - Intervensi dipertahankan - kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian agen laxatif. 1. Mengkaji kebutuhan eliminasi bowel klien. 2. Mengkaji bising usus klien. 3. Mengkaji intake cairan klien per 24 jam. 4. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian agen laxatif. (5 Juni 2014 jam 19.30) S : klien mengatakan belum bab sejak sebelum masuk rumah sakit sampai dengan saat ini. O : - bising usus klien 8 x/mnt - intake cairan peroral (4/6/14) : 1100 cc A : Masalah keperawatan : gangguan pola eliminasi bowel : konstipasi, belum teratasi. P : Intervensi dipertahankan. 5 Juni 2014 (07.30-20.00 WIB) 7. Hiperglikemia 3 Juni 2014 berhubungan dengan (14.00-20.00 insufisiensi insulin WIB) relatif dan resistensi insulin. 1. Mengambil sample (3 Juni 2014 jam 19.30) darah untuk S : - klien mengatakan badannya terasa lemas pemeriksaan glukosa - Klien mengatakan ssaat di rumah darah klien. kencingnya banyak terutama pada 2. Mengkaji hasil malam hari. laboratorium glukosa - Klien mengatakan terasa haus terus darah klien. - Klien mengatakan terasa lapar terus dan 3. Mengkaji tanda dan makannya banyak tetapi berat badannya Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 106 gejala hiperglikemi terus menurun. yang dialami oleh klien. - Klien mengatakan berat badansebelum 4. Mengkaji keluhan klien sakit 80 kg yang berhubungan - Klien mengatakan BB saat ini 60 kg. dengan peningkatan kadar glukosa darah. O : - lab POCT klien (1/6/14 s/d 2/6/14) : 5. Berikan insulin injeksi 479 mg/dL, 391 mg/dL, 373 mg/dL, 436 5 UI/SC. mg/dL, 349 mg/dL, 310 mg/dL, 232 mg/dL, 436 mg/dL, 144 mg/dL. - Lab control gula darah harian klien (KGDH) tgl 3 Juni 2014 : jam 06.00 : 347 mg/dL; jam 16.00 : 227 mg/dL A : masalah keperawatan kolaborasi : hiperglikemi P : 1. Monitor kadar glukosa darah klien setiap hari atau sesuai dengan protap. 2. Kaji tanda-tanda hiperglikemi dan laporkan apabila ada. 3. Pertahankan pemberian insulin sesuai dengan kebutuhan klien dan dosis yang telah ditetapkan. Jam 17.00 4 Juni 2014 (07.30-14.00) Jam 11.30 1. Mengkaji adanya tanda dan gejala hiperglikemia keluhan. 2. Mengkaji tanda dan gejala komplikasi akibat hiperglikemia. 3. Memberi injeksi insulin 5 UI/SC (4 Juni 2014 jam 13.30) S : - klien mengatakan tidak merasa lemas dan tidak merasakan haus berlebihan seperti saat masih di rumah. O : - lab kontrol gula darah harian klien : 4/6/14 jam 06.00 : 115 mg/dL; 11.00 : 214 mg/dL A : masalah keperawatan kolaborasi : hiperglikemi, belum teratasi. P : Intervensi dipertahankan. Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 107 - Monitor hasil kadar gula darah harian klien. - Beri injeksi insulin sesuai dengan protap. 5 Juni 2014 (07.30-14.00 WIB) 8. Risiko infeksi 3 Juni 2014 berhubungan dengan (14.00-20.00 penurunan aktivitas WIB) leukosit. 1. mengkaji hasil kadar (5 Juni 2014 jam 13.30) gula darah harian klien. S : klien mengatakan badannya tidak terasa 2. Mengkaji keluhan klien lemas lagi. saat ini. O : - lab control gula darah harian klien : 5/6/14 jam 06.00 : 240 mg/dL; 11.00 : 101 mg/dL. A : masalah kolaborasi : hiperglikemia teratasi. P : Intervensi dipertahankan. 1. Mengkaji tanda-tanda vital klien. 2. Mengkaji keluhan batuk klien (frekuensi, lamanya, faktor pencetus) 3. Mengkaji karakteristik sputum klien. 4. Mengkaji hasil laboratorium klien (leukosit, netrofil, limfosit) 5. Mengkaji hasil laboratorium kultur sputum klien. 6. Mengaajarkan klien mengenai etika batuk dan cara membuang (3 Juni 2014 jam 19.30) S : - klien mengatakan badannya terasa demam. - klien mengatakan batuk sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. - Klien mengatakan batuk berdahak, warna sputum putih kekuningan, dan kental. O : - suhu : 38⁰ C (axilla) - lab kultur sputum (2/6/2014) : negatif. - Lab 31/5/2014 : leukosit 12,2 rb/dL - Lab 2/6/2014 : leukosit 12,3 rb/dL, netrofil 77%, limfosit 14%. A : Masalah keperawatan : risiko infeksi. P : - Ajarkan klien tentang etika batuk. - Ajarkan klien tentang cara membuang dahak yang benar. - Berikan agen antibiotik sesuai dengan waktu yang ditetapkan Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 108 sputum dengan benar. 7. Mengatur jadwal pemberian agen antibiotik sesuai dengan resep dari dokter. 4 Juni 2014 (07.30-14.00) 1. Mengkaji keluhan batuk (4 Juni 2014 jam 13.30) klien. S : klien mengatakan batuknya sudah berkurang. 2. Mengkaji karakteristik O : - klien batuk sekali-kali. sputum klien. - sputum ada berwarna putik, kental A : masalah keperawatan : risiko infeksi, belum teratasi. P : Intervensi dipertahankan. 5 Juni 2014 1. Mengkaji keluhan batuk (5 Juni 2014 jam 13.30) (07.30-14.00) klien. S : klien mengatakan masih batuk sesekali, 2. mengkaji hasil thorax masih ada lender, berwarna putih foto klien. kekuningan. O : - batuk ada, sputum ada, warna putih kekuningan. - hasil thorax foto : infiltrat pericardial dan suspek pneumonia. A : masalah keperawatan : risiko infeksi, belum teratasi. P : Intervensi dipertahankan. Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 109 9. Ketidakefektifan 3 Juni 2014 manajemen (14.00-20.00) terapeutik berhubungan dengan kurang pengetahuan mengenai manajemen mandiri diabetes mellitus. 1. Mengkaji pengetahuan (3 Juni 2014 jam 13.30) klien dan keluarga S : - klien dan keluarga mengatakan hanya tentang penyakit mengetahui tentang penyakit diabetes diabetes mellitus. hanya sedikit saja mellitus. 2. Mengkaji kebiasaan - klien mengatakan tidak mengetahui klien melakukan program olahraga/latihan fisik serta aktivitas fisik manfaatnya bagi penderita DM tipe 2. (berolahraga). - Klien mengatakan sebelum dirawat klien 3. hanya kadang-kadang saja berolahraga, yaitu pada hari Sabtu atau Minggu. Olahraga yang dilakukan adalah jalan kaki pulang pergi ke Ragunan, atau bermain bulutangkis. O :A : Masalah keperawatan : ketidakefektifan manajemen terapeutik. P : 1. kaji kemampuan dan kemauan klien untuk belajar tentang aktivitas fisik bagi penderita DM tipe 2. 2. ajarkan kepada klien mengenai pentingnya latihan fisik dan metode yang dapat digunakan untuk melakukan latihan fisik sehari-hari. 4 Juni 2014 1. Mengkaji kemampuan (4 Juni 2014 jam 13.30) (07.30-14.00) dan kemauan klien S : - klien mengatakan apabila sudah pulang untuk belajar tentang ke rumah, mau melakukan olahraga Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 110 diabetes dan manajemen diri (aktivitas fisik secara teratur). - secara teratur sesuai dengan toleransi tubuh. klien mengatakan mau belajar tentang penyakit diabetes mellitus. O : A : Masalah keperawatan : ketidakefektifan manajemen terapeutik P : 1. Kaji pemahaman klien mengenai diabetes mellitus. 2. kaji pemahaman klien mengenai aktivitas fisik dan manfaatnya bagi penderita DM tipe 2. 3. Berikan kepada klien dan keluarga pendidikan kesehatan mengenai pengertian, penyebab, tanda dan gejala, komplikasi dan penanganan DM tipe 2. 4. memberikan pendidikan kesehatan kepada klien dan keluarga tentang aktivitas fisik dan manfaatnya bagi penderita DM tipe 2. 5 Juni 2014 1. Mengkaji pemahaman (07.30-14.00) klien mengenai diabetes mellitus. 2. Mengkaji pemahaman klien mengenai aktivitas fisik dan manfaatnya bagi penderita DM tipe 2. 3. Memberikan reinforcement positif bagi klien. 4. Memotivasi klien untuk (5 Juni 2014 jam 13.30) S :- klien dapat menyebutkan pengetian, penyebab, tanda dan gejala, komplikasi dan perawatan penyakit diabetes mellitus. - klien dapat menyebutkan aktivitas fisik dan manfaatnya bagi penderita DM tipe 2. O :A : Diagnosa keperawatan : ketidakefektifan manajemen terapeutik, teratasi sebagian. P : Intervensi : Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014 111 tetap - pendidikan kesehatan dihentikan. - motivasi klien untuk melakukan aktivitas fisik sesuai toleransi tubuh selama di rawat di rumah sakit dan setelah pulang ke rumah. Analisis praktik ..., Anita Welhelmina Toulasik, FIK UI, 2014