Vol. IV No. 22/Juni/2009 Kinerja Ekonomi Dan APBN Semester I-2009 Cukup Prospektif “Membangun Kepercayaan Publik dengan Mengelola Keuangan Negara Secara Profesional, Transparan, Bersih, dan Akuntabel” Media Keuangan Departemen Keuangan MK-Juni2009-baRu.indd2-3 32 Vol. IV No. 22/Juni/2009 ISSN 1907-6320 03/09/200910:57:24 English Corner Daftar Isi 3 Laporan Utama Kinerja Ekonomi dan APBN Semester 1-2009 Cukup Prospektif 4-12 Wawancara h Dirjen Anggaran: Anny Ratnawati h Kepala Danareksa Research Institute: Purbaya Yudhi Sadewa 13 Darmin Nasution: Dicintai Bawahan, Disayangi Pimpinan Lintas Peristiwa h Forum ASEAN University Network Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan: I Made Gde Erata Info Kebijakan 21 Review 23 Celengan 25 Pengelolaan Utang: Instrumen Kebijakan Fiskal yang Rawan Dipolitisasi h Wakil Ketua Panitia Anggaran DPR-RI: Harry Azhar Aziz Profil 19 Reportase 15-18 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial Sisi Lain Anggito Abimanyu h Pagu Indikatif Tahun Anggaran 2010 Artikel h Workshop Pengendalian Intern di Sektor Publik h Dugaan Korupsi di BLUD Transjakarta h Orasi Ilmiah pada Dies Natalis ke-63 PTIK h Menkeu Terima Kunjungan Sekretaris Departemen Keuangan Australia h Pembicaraan Pendahuluan RAPBN 2010 dengan DPR RI h Rapat Kerja Panitia Ad Hoc IV DPR RI h Reformasi Perpajakan Jilid Dua h Transportasi Publik Terpadu Bandung Metropolitan Area 26-29 h Mengenal Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dan Peran Inspektorat Jenderal English Corner IMF is Back in Front in Fighting This Global Crisis Renungan Sopan-santun Itu Perlu 30 31 Dari Lapangan Banteng TETAP TUMBUH P erekonomian pada semester pertama tahun 2009 memang kurang menguntungkan. Hal ini ditandai dengan sebagian ekonomi dunia yang masih mengalami kontraksi. Namun Indonesia, dengan pasar domestik yang relatif besar, masih dapat tumbuh di atas 4%. Tetap tumbuh di tengah negara-negara tetangga yang sebagian besar mengalami pertumbuhan ekonomi negatif merupakan insentif moral besar bagi para pelaku ekonomi kita. Penyerapan anggaran belanja pemerintah pusat dalam semester I mencapai 34,0% terhadap pagunya dalam Dokumen Stimulus atau 1,4% lebih rendah dari realisasi tahun sebelumnya (35,4% dari APBN-P). Sementara itu, masih ada keterlambatan pembelanjaan APBN yang terlihat dari masih menumpuknya dana di rekening pemerintah di BI. Namun menjelang akhir semester pertama, terlihat mulai ada perbaikan dari penyerapan anggaran karena dana pemerintah di BI terus menurun. Diperkirakan hal ini akan berdampak pada pertumbuhan perekonomian di bulan-bulan mendatang. Untuk memicu penyerapan, penerapan anggaran berbasis kinerja yang mempertimbangkan sistem reward and punishment kepada pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya keterlambatan, kiranya perlu dipertajam. Bentuk reward and punishment bisa bermacam-macam, dari yang paling sederhana, yaitu hukuman tidak akan mendapatkan anggaran lagi di tahun berikutnya bila tidak 100% menyerap, sampai kemudahan mencairkan anggaran untuk mereka yang berhasil. Pertumbuhan jangan hanya dipandang dari segi belanja Pemerintah saja. Banyak sektor lain yang non-Pemerintah mempunyai kesempatan yang sama dalam menumbuhkan ekonomi. Kalau dalam semester pertama 2009 diyakini pertumbuhan tidak terlalu menggembirakan, seyogyanya sektor nonPemerintah tidak lantas mengekor dengan ikut-ikutan kontraksi, misalnya. Jika melihat upaya habis-habisan Departemen Keuangan mengendalikan fiskal guna memacu pertumbuhan, mestinya hal ini bermuara pada kesamaan semangat sektor non-Pemerintah. Artinya, pebisnis harus tetap meningkatkan usaha yang non-APBN, sektor riil skala besar menaikkan kapasitasnya dengan menggenjot bisnis P to P (Private to Private), dan sektor riil skala menengah ke bawah harus rajin membuat terobosan ke pemodal kuat maupun ke pasar yang lebih luas, sambil memperkuat pasar domestik. Meski diharapkan dunia bisnis berani berbuat tanpa tergantung belanja APBN, Pemerintah tetap memandang dunia bisnis adalah dunia yang juga perlu dukungan fiskal. Sebagai catatan, untuk mendukung dunia bisnis swasta, Pemerintah memberikan kebijakan pengurangan tarif pajak penghasilan perusahaan dan masyarakat konsumen di perkotaan memperoleh penurunan tarif pajak pendapatan. Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, program stimulus fiskal dan dukungan kepada dunia usaha mengakibatkan tambahan belanja sekitar 1,5% dari PDB yang dapat membuat momentum ekonomi meningkat. Hasilnya bisa dilihat di mana Indonesia adalah salah satu dari perekonomian dengan pertumbuhan positif di Asia Pasifik selama triwulan I dan II 2009 selain Cina dan India. Redaksi Transparansi Informasi Kebijakan Fiskal Redaksi menerima sumbangan tulisan atau artikel yang sesuai dengan misi penerbitan. Redaksi berhak mengubah isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi. Bagi tulisan atau artikel yang dimuat akan mendapatkan imbalan sepantasnya. Diterbitkan oleh : Biro Humas, Sekretariat Jenderal Departemen Keuangan Pelindung: Menkeu RI Sri Mulyani Indrawati. Ketua Pengarah: Sekjen Depkeu Mulia P. Nasution. Pemimpin Umum/Penanggung Jawab: Kabiro Humas Depkeu Harry Z. Soeratin. Pemimpin Redaksi: Eddy M. Effendi. Wakil Pemimpin Redaksi: Hirwy Pudji Soebagijo. Redaktur Pelaksana: Sundari. Dewan Redaksi: Supriyatno, Agung Ardhiyanto. Tim Redaksi: Sasi Atiningsih, Zainal Sutanto, Suhartini, Faisal, Rizwan Pribhakti, Ferry Gunawan, Alphiani NP, Bigner L Tobing, Zachrony, Budi Wahyuni, Heru Preyambul J., Muh. Romli, Bagus Wijaya, Nico Adhitya, Pandu Rizky. Sekretariat: H. Siahaan, Hufron Purwanto, Eva Lisbeth, Soleh Pulungan, Murgani, Hesti Sulistiowati, Indri Maria, Lili Marini T, Novita A. H, Endah Setyorini, Sularno, Hilman Ibrahim, Syamsul Maulana, Lutfianan Nadzoh, Anas Nur Huda. Desain Grafis: Basuki Rahmat. Alamat Redaksi: Gedung Djuanda (Gedung E) Lantai 12, Jl. Dr. Wahidin No. 1, Jakarta Telp : (021) 3849605, 3449230 pst. 6316, e-mail: [email protected] /website : http://www.depkeu.go.id Media Keuangan Departemen Keuangan MK-Juni2009-baRu.indd4-5 2 Vol. IV No. 22/Juni/2009 ratified by members and should come into force very soon. But they are not enough. We need to forge forward with quota reform, speeding up the rebalancing process begun over a year ago. In this context, I the Fund welcome’s the G-20 support for completing the next phase of quota reform by early 2011. IMF projected that Indonesia will grow 3-4% this year with 5% of inflation, while, several monetary institutions (such as IMD) forecasted that Indonesia will grow more than that, it is shown by the significant rise of Indonesian competitiveness. What are the factors that made IMF released the forecast? Indonesia’s economy has been resilient to the global crisis, as we anticipated in last years Article IV consultation. Supported by election-related spending, GDP growth was one of the strongest in the G-20 and the region in Q1, although growth has slowed compared with 2007-08. Unlike other export-dependent Asian economies, the strength of Indonesia’s private consumption is expected to keep growth in the 3-4% range, as you say. However, the weak external environment and a cautious sentiment in some sectors of the domestic economy are depressing exports and investment, respectively. Moreover, it is also uncertain whether implementation of the fiscal spending measures will fully replace the positive demand effects of the one-off electionrelated spending boost that occurred in the first quarter of 2009. In the external sector, while there are signs that the export decline may be bottoming out, its sustained recovery depends on whether some of the higher exports (e.g., copper and coal) are temporary due to rebuilding of inventory or if there is a recovery in underlying demand. So while we are very positive about Indonesia’s prospects, there are still some factors holding the economy back. But I do believe there is a potential upside to the projections. In particular, the growth effects of the recent monetary easing may be stronger than expected in supporting domestic demand; credit recovery in the second half of the year could improve investment. A stronger than expected external recovery, especially by China, could also provide an added boost. IMF alerts Indonesia to pay attention to the second semester of this year, what factors need attentions? And is there any relation to this global downturn effect? Should Indonesia release its fiscal stimulus immediately? Key risks in the near term relate to the underlying strength of both domestic and external demand. In particular, private consumption—which comprises the largest part of GDP—needs support to maintain growth. Thus as you say, the fiscal stimulus, should be released immediately, and should be withdrawn only partially in 2010. Also, any worsening in the global risk aversion or further declines in commodity prices could impact external liquidity and growth; in particular, the recent strong surge in capital inflows could easily be reversed. Inflation is likely to drop to 5% by end2009, although core inflation may be higher at about 6½% due to both recovery and seasonality effects. Hence, we believe there is very limited further room for BI to reduce interest rates. mk Renungan Sopan-santun Itu Perlu “Sebaik-baik pemimpin kamu adalah orang yang kamu cintai, mereka pun mencintai kamu. Kamu mendoakan mereka, mereka pun mendoakan kamu. Dan seburuk-buruk pemimpin kamu adalah orang yang kamu benci dan mereka pun membenci kamu. Kamu melaknat mereka, dan mereka pun melaknat kamu.” (HR Muslim dalam Shahih Muslim, III/1481; Al-Baehaqi, Sunan Al-Kubra, VIII.158). Reformasi Birokrasi telah bergulir, peningkatan kinerja di berbagai lini mulai terlihat dan yang paling penting masyarakat telah merasakan manfaatnya. Akan tetapi sudah sempurnakah program ini? Atau masih terdapat kekurangan yang harus segera diperbaiki? Jika tidak, maka bahaya akan menimpa organisasi apabila tidak segera diperbaiki. Bahaya ini bukan timbul dari luar, melainkan menerobos dan menyeruak dari dalam. Mungkin saja, masih ada kata-kata yang tidak patut diucapkan oleh atasan kepada bawahan. Misalnya, kata-kata itu ”goblok, goblok, goblok!”, karena tidak bisa sabar dalam proses penyelesaian pekerjaan yang ditugaskan. Contoh pimpinan seperti ini biasanya merasa tidak puas dengan hasil kerja stafnya, meskipun staf tersebut telah melakukan yang terbaik. Mestinya, seorang pemimpin tidak hanya pandai secara kognitif, tetapi juga pandai dalam mengelola emosi atau perasaan (EQ) sehingga dapat menimbulkan perilaku positif. Bukan berarti jika seorang pimpinan telah memiliki kewenangan, ia dapat semena-mena memperlakukan stafnya. Kita sama-sama manusia yang memiliki hati nurani. Hubungan kita sebagai mitra kerja, bukan budak dengan tuannya. Konsep kerja sama dimulai dari sikap penyamaan visi. Tidak ada semangat tanpa visi, karena tidak ada gambaran jelas apa yang akan kita peroleh dengan pekerjaan kita. Penyamaan visi ini dibutuhkan komunikasi yang intens. Lalu, bagaimana mungkin komunikasi yang baik tercipta dengan kondisi lingkungan kerja yang tidak sehat? Reformasi birokrasi hendaknya juga mengubah sikap dan perilaku sumber daya manusia. Bahkan, sikaplah yang menyebabkan negara-negara tertinggal menjadi maju, bukan karena kekayaan alamnya, bukan pula karena kepandaian penduduknya. Sikap yang perlu dikembangkan adalah bijak ketika mengambil keputusan dan santun dalam berinteraksi. Hadis Nabi Muhammad Shollallahu’alaihi Wassalam di atas menerangkan bahwa pemimpin hendaknya dapat dicintai oleh orang yang dipimpinnya. Assestment center merupakan sarana untuk memilih pimpinan yang berkompeten. Aspek penilaiannya meliputi hardskill dan softskill. Sikap merupakan bagian dari softskill, hendaknya assesor benar-benar memperhatikan perilaku assessee terutama di luar simulasi kerja dan mencari informasi dari orang-orang yang terpercaya mengenai assesee sehingga informasi yang dihasilkan dapat lebih objektif dan menghasilkan assessee yang amanah. mk Media Keuangan Departemen Keuangan 31 Vol. IV No. 22/Juni/2009 03/09/200910:57:25 English Corner Laporan Utama IMF is Back in Front in Fighting This Global Crisis Kinerja Ekonomi dan APBN Semester I-2009 Mr. Milan Zavadjil Senior Resident Representative of IMF in Jakarta In this global crisis, IMF, as one of the world class funding institutions, once again taking role as the firefighter, battling in the front line to counter the effect of this crisis. Mr. Milan Zavadjil a Senior Resident Representative of IMF in Jakarta, kindly explain the measures taken by IMF to overcome this global crisis as well as the plan to provide warning so that the world would be so much aware if such a crisis like this happens in the future. Below we present the full transcript of the interview. IMF’s role in fighting global turmoil is big, and IMF has big as well as ambitious plans in the effort of overcoming the global crisis. Can you elaborate the plans, and is there any plans in which Indonesia would take a part? Yes, you are absolutely right, the IMF is back in the front line, battling to contain an economic crisis that originated in the U.S. housing market, but has affected, in different degrees, every part of the world. The world again has need for a firefighter. In response to problems faced by countries, the IMF has concluded new16 stand-by arrangements over the past year worth almost US$ 50 billion. We have also introduced a new instrument—the Flexible Credit Line (FCL)—that grants rapid upfront financing in large amounts with no ex post conditions for countries with a proven track record of good performance. Mexico, Poland, and Colombia have so far made use of this facility. Fund conditionality is becoming more focused and streamlined. Structural reforms will continue to be a part of IMF programs only when they are absolutely critical to a country’s recovery. And the monitoring of these programs will be done in a way that reduces stigma—countries will no longer need formal waivers if the agreed measure is not implemented on time. As regards our role as a global policy advisor, the IMF was among the first to pinpoint the needed policy responses that have now become part of conventional wisdom. And the G-20 has asked the IMF to monitor the policy responses of countries to the two key IMF recommendations—the case for fiscal stimulus, and the need to restructure the banking system. Looking ahead, we intend to do better in the area of early warnings. Ahead of this crisis, we identified many of the risks, but were just not loud or clear enough. In the future, our warnings must be strong, candid, and even-handed. They must not shy away from “naming and shaming” countries where appropriate. This is the only weapon that the Fund has if a country is not a user of Fund resources. Our strategy is to focus our surveillance on systemic risks, better integrating the macroeconomic and financial sector work, and better monitoring policy spillovers and cross-country linkages. We are developing, in collaboration with the newly strengthened Financial Stability Board, of which Indonesia is a member, an early warning exercise covering both advanced and emerging market countries. Through its role in the G-20 Indonesia has already made a huge contribution to reforms of the IMF. High political and economic risks are the results if the plans fail to work out, what kinds of factors need attention the most to avoid this failure? And what failure may happen and what may cause this failure? The risks to the global economic outlook are still tilted to the downside, although tail risks have diminished noticeably. In the advanced economies, rising unemployment and a loss of confidence in the stability of the financial sector (possible resulting from a larger wave of corporate bankruptcies than presently anticipated) could still put renewed downward pressure on asset prices and potentially trigger a deflationary episode. Moreover, rising questions about public debt sustainability in some countries could add to upward pressure on bond yields, which could have negative effects on the recovery of housing markets. Falling house prices are another important risk that could undermine confidence in bank capital bases. There is also a danger that higher unemployment and social discontent might prompt governments to introduce trade and financial restrictions, with adverse consequences for confidence and productivity. Achieving a sustained turnaround in activity hinges crucially on continuing progress to restore financial sector health and maintaining support to aggregate demand through monetary and fiscal policies. There remains much work to be done to heal financial sectors in the advanced economies. In the meantime, Media Keuangan Departemen Keuangan MK-Juni2009-baRu.indd6-7 30 while it would be premature to phase out easy macroeconomic policies given still weak activity and the downside risks I mentioned. In addition, it will be important to begin preparing frameworks that allow an orderly exit from extraordinary public interventions. For example, fiscal policy should stay supportive through 2010, but plans should be put in place to reverse the deterioration of fiscal balances and to ensure sustainable debt trajectories after growth is firmly re-established. Relevant reforms should aim at strengthening fiscal rules and institutions and reducing the build-up of future pension and health liabilities. It is said that IMF will issue bonds to gain US$ 50 billion additional fund. As we know that IMF never issues any bond although the idea has emerged since 1980’s. What are the factors behind this idea? How do the members of IMF respond this idea? And would this idea of bond issuance fulfill the need of IMF? This crisis is by no means over, and we expect to be called upon to help more countries financially before this year is out. To do our job, we need more ammunition. The G-20 pledged to triple the IMF’s lending capacity to $750 billion. Of the additional $ 500 million needed to achieve the tripling of resources, US$ 412 billion has already been committed. The EU, the US and Japan already having contributed about $ 100 million each, and contributions have been announced by Norway, Canada, Switzerland and many other countries. Included in this amount are announced bond purchases by China ($ 50 billion) and Brazil and Russia (US$ 10 billion each). There is an issue that China, India, Brazil and Russia demand bigger franchise, what are their reasons? How do the members and IMF itself respond to it? This is why we need to reform our governance structure to give more influence to emerging markets and lowincome countries, as recommended by the G-20. The reform process began in 2008, with the decision to increase the quotas of 54 member countries—granting the emerging markets, including China, Brazil, and India—a greater stake in the institution. These reforms are in the process of being Vol. IV No. 22/Juni/2009 Cukup Prospektif Paruh pertama 2009 telah kita lalui. Dalam enam bulan perjalanan waktu tersebut, kinerja ekonomi bangsa ini dihadapkan pada berbagai tantangan dan ujian yang cukup berat akibat krisis ekonomi global. Dari sisi domestik, tantangan berasal dari menyempitnya kesempatan kerja akibat menurunnya kapasitas produksi di sektor industri. Selain itu, tantangan domestik lainnya berasal dari masih belum memadainya kondisi infrastruktur di Indonesia baik secara kualitas maupun kuantitas. Lemahnya kondisi infrastruktur jelas berpengaruh terhadap kinerja ekonomi secara keseluruhan. S ementara itu, dari sisi global, tantangan berasal dari melemahnya demand masyarakat dunia yang berakibat pada penurunan kinerja perdagangan internasional Indonesia (baca: ekspor impor). Bahkan, dalam triwulan I-2009 kinerja ekspor dan impor nasional sempat mengalami kontraksi sebesar masing-masing 19,1% dan 24,1%. Ini artinya, potensi terjadinya rasionalisasi atau PHK massal dari sektor ini juga cukup besar di masa mendatang. Di samping itu, penurunan kinerja ekspor juga berimbas pada melemahnya penghimpunan cadangan devisa. Bagi negara dengan sistem devisa bebas dan sistem kurs mengambang bebas seperti Indonesia, tentu posisi cadangan devisa sangat penting bagi penguatan Rupiah. Sebagai bangsa yang beriman, kita patut bersyukur. Di tengah berbagai tantangan dan ujian berat di sepanjang semester I2009 tersebut, stabilitas ekonomi Indonesia dalam periode tersebut masih relatif terjaga dan cukup prospektif menjadi pijakan untuk masa selanjutnya. Hal ini antara lain dapat dilihat dari laju inflasi yang cenderung terus menurun dan bahkan sempat terjadi deflasi pada Januari dan April 2009 dengan besaran masing-masing 0,07 persen dan 0,31 persen. Selain itu, pergerakan suku bunga BI rate yang notabene merupakan suku bunga benchmark juga berada dalam tren penurunan. Tercatat, dalam semester I-2009 lalu BI rate telah diturunkan sebesar 225 basis point (bps). Lebih dari itu, ada hal yang membanggakan dan penting dicatat, yaitu di tengah kontraksi ekonomi negara-negara maju dunia, Indonesia justru menjadi satu di antara sedikit negara yang masih mencatatkan pertumbuhan positif. Seperti diketahui, laju PDB (Produk Domestik Bruto) pada triwulan I-2009 lalu mencapai 4,4%. Senada dengan stabilitas makroekonomi yang semakin terjaga, kinerja APBN di sepanjang semester I-2009 juga cukup prospektif. Berbagai instrumen dalam APBN 2009, baik pendapatan, belanja, maupun pembiayaan, menunjukkan realisasi yang cukup baik dan masih dalam batasan sesuai harapan. Kondisi cash flow APBN dalam periode tersebut juga masih aman dan Media Keuangan Departemen Keuangan 3 membukukan surplus. Bahkan, surplus anggaran ini berasal dari dua sisi, yaitu sisi operasional dan sisi pembiayaan. Dari sisi operasional, surplus tercatat sebesar Rp8,5 triliun, sedangkan surplus dari pembiayaan mencapai Rp62,3 triliun sehingga overall surplus APBN semester I-2009 (hingga Mei 2009) mencapai Rp70,8 triliun. Berbagai pencapaian ini memang tidak boleh membuat kita lengah. Pasalnya, krisis belum berakhir dan tantangan/ujian yang harus dihadapi di paruh kedua 2009 ini masih berat. Namun demikian, ada satu pembelajaran berharga yang bisa dipetik dari berbagai pencapaian di semester I2009 lalu, yaitu dengan modal bekerja keras dan menyatukan kekuatan bersama serta tetap memohon ridho-Nya, kita yakin dan optimis segala bentuk tantangan krisis akan dapat kita kelola dan kita ubah menjadi peluang yang bermanfaat bagi bangsa dan masyarakat. Kita berharap, semoga kinerja ekonomi dan APBN di masa-masa mendatang akan semakin baik dan baik lagi. mk Sumber: Depkeu, Kerangka Ekonomi Makro dan PokokPokok Kebijakan Fiskal Tahun 2010 Vol. IV No. 22/Juni/2009 03/09/200910:57:27 Wawancara Artikel Dirjen Anggaran , Anny Ratnawati Laporan Semester I APBN 2009 dan Proyeksi APBN 2009 Dalam rangka memenuhi tugas konstitusional, Departemen Keuangan telah menyusun Laporan Semester I APBN 2009 dan telah melaporkannya kepada DPR. Untuk mengetahui lebih jauh mengenai perkembangan Laporan Semester I APBN 2009, Media Keuangan berhasil mewawancarai pejabat yang mempunyai otoritas di bidang anggaran, Direktur Jenderal Angaran Ani Ratnawati. Berikut petikan wawancaranya. Mohon penjelasan secara umum bagaimana Ibu melihat kinerja ekonomi dan APBN di Semester I 2009 lalu? Selama semester I 2009, efek dari pelemahan ekonomi global semakin terasa. Efek pelemahan ekonomi global tersebut telah membuat pertumbuhan ekonomi di beberapa negara maju, khususnya Amerika Serikat (AS) sebagai episentrum krisis, mengalami penurunan tajam. Penurunan tersebut telah menyebabkan volume perdagangan dunia mengalami kontraksi. Setelah mengalami ekspansi rata-rata 8,1% selama lima tahun terakhir, pada tahun 2008 pertumbuhan volume perdagangan dunia menurun tajam menjadi 4,1%. Indikasi merosotnya volume perdagangan dunia ini dapat dilihat dari penurunan Baltic Dry Index sebagai barometer volume perdagangan dunia. Untuk Indonesia, dampak negatifnya langsung tercermin dari penurunan atau perlambatan pertumbuhan perdagangan dan investasi. Namun dengan fundamental ekonomi yang kuat, kinerja perekonomian nasional tidak sampai mengalami pertumbuhan negatif seperti halnya sebagian besar negara di dunia. Realisasi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) pada triwulan I tahun 2009 mencapai 4,4%, melambat bila dibandingkan pertumbuhan pada periode yang sama tahun 2008 sebesar 6,3%. Perlambatan tersebut karena masih belum pulihnya ekspor Indonesia akibat melemahnya permintaan dunia. Namun demikian, perlambatan tersebut masih dapat dihambat dengan tingginya konsumsi masyarakat terkait dengan program stimulus fiskal, pembayaran gaji ke-13 bagi aparatur negara dan pensiunan, dan pelaksanaan pemilu presiden sehingga pertumbuhan PDB dalam semester I 2009 akan mencapai 4,4%. Sementara itu, tingkat inflasi semester I 2009 mencapai 3,7% (y-o-y) atau 0,21 (y-t-d). Tingkat inflasi ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan inflasi semester I 2008 yang mencapai 11,03 (y-o-y) dan 7,37 (y-t-d). Lebih rendahnya inflasi tersebut karena adanya penurunan harga komoditas dunia, baik energi maupun pangan, terutama minyak, sehingga mendorong Pemerintah menurunkan harga BBM pada pertengahan Januari 2009. Ekspektasi inflasi yang membaik oleh para pelaku pasar turut mendorong rendahnya laju inflasi (yt-d). Selain itu, adanya kenaikan BBM pada pertengahan Mei 2008 membuat inflasi tahun 2008 menjadi tinggi sehingga jika dibandingkan secara year on year maka inflasi semester I 2009 menjadi rendah. Di sisi fiskal, realisasi penerimaan perpajakan sampai dengan semester I tahun 2009 sebesar Rp288,5 triliun atau 43,6% dari sasarannya dalam Dokumen Stimulus 2009. Realisasi tersebut mengalami penurunan apabila dibandingkan dengan semester I tahun 2008 yang sebesar Rp307,5 triliun. Penurunan tersebut terutama disebabkan oleh perlambatan laju pertumbuhan ekonomi yang secara langsung berdampak pada melambatnya pertumbuhan pada semua sektor yang kemudian menyebabkan penurunan penerimaan dari berbagai jenis pajak. Sementara itu, realisasi PNBP sampai dengan Semester I 2009 sebesar Rp78,5 triliun atau 42,2% dari target dalam Dokumen Stimulus 2009. Realisasi tersebut menunjukkan penurunan jika dibandingkan dengan realisasi PNBP pada semester I 2008. Relatif rendahnya PNBP dalam semester I 2009 terutama dipengaruhi oleh adanya penurunan penerimaan SDA migas dan belum masuknya sebagian besar setoran dividen BUMN. Penurunan penerimaan SDA migas dalam semester I 2009 sangat terkait dengan penurunan harga minyak (ICP) dari rata-rata US$102,6 per barel dalam Semester I 2008 (Des 2007-Mei 2008) menjadi Media Keuangan Departemen Keuangan MK-Juni2009-baRu.indd8-9 4 b.Memberikan peringatan dini dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah; c.Memelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah. Apa yang harus dilakukan oleh Itjen? Bila ditinjau dari arti pentingnya bagi organisasi, amanat Undang-undang, dan praktik pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan, penerapan SPIP di lingkungan instansi pemerintah merupakan hal yang sangat mendesak untuk dilakukan. US$46,5 per barel dalam Semester I 2009 (Des 2008-Mei 2009). Sementara itu, belum masuknya sebagian besar setoran dividen BUMN disebabkan sebagian besar BUMN masih dalam tahap penyelesaian RUPS, yang salah satunya untuk menentukan besaran dividen yang akan dibayarkan dalam tahun 2009. Penyetoran dividen BUMN ke kas negara diperkirakan dilakukan pada bulan Juli-Agustus. Penyerapan anggaran belanja pemerintah pusat dalam semester I mencapai 34,0% terhadap pagunya dalam Dokumen Stimulus atau 1,4% lebih rendah dari realisasi tahun sebelumnya (35,4% dari APBN-P). Lebih rendahnya realisasi belanja pemerintah pusat tersebut terutama berkaitan dengan lebih rendahnya realisasi belanja subsidi terkait dengan penurunan realisasi harga minyak mentah Indonesia Sementara itu, realisasi penyerapan anggaran transfer ke daerah, pada semester I sudah cukup baik, yaitu mencapai 46,1% dari pagunya dalam Dokumen Stimulus, meningkat dari semester I tahun sebelumnya yang mencapai 39,9%. Cukup tingginya penyerapan anggaran transfer ke daerah tersebut, terutama terkait dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai Mekanisme Penyaluran Anggaran Transfer ke Daerah, yang dapat diterbitkan secara lebih cepat dan menyempurnakan mekanisme sebelumnya. Hambatan dan tantangan apa saja yang terjadi dalam perjalanan APBN 2009 di Semester I tersebut? Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, Indonesia tidak bisa lepas dari pengaruh keterpurukan global yang mulai terjadi pada akhir tahun Vol. IV No. 22/Juni/2009 Pengendalian Intern sangat diperlukan untuk menjamin bahwa penyelenggaraan kegiatan pada suatu instansi pemerintah dapat mencapai tujuannya secara efisien dan efektif, pengelolaan keuangan negara dilaporkan secara andal, aset negara aman, dan peraturan perundang-undangan ditaati. Jaminan tersebut sangat penting dalam rangka mewujudkan akuntabilitas instansi pemerintah kepada publik. Sementara itu, amanat untuk menyelenggarakan Pengendalian Intern Pemerintah sudah tertuang pada UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang diundangkan pada 14 Januari 2004, berarti sudah lebih dari lima tahun amanat tersebut ditetapkan. Pada sisi lain, Badan Pemeriksa Keuangan dalam melaksanakan pemeriksaan selalu melakukan penilaian atas Pengendalian Intern dan hasilnya dituangkan dalam salah satu dari tiga laporan hasil pemeriksaan, yang meliputi Opini atas laporan keuangan, Sistem Pengendalian Intern, dan Ketaatan pada Peraturan Perundang-undangan. Mempertimbangkan hal-hal tersebut, maka sekali lagi harus ditekankan bahwa penerapan SPIP secara sistematis merupakan hal yang sangat mendesak. Itjen Departemen Keuangan, dengan berbagai pertimbangan historis lahirnya UU Perbendaharaan Negara dan PP SPIP, dapat saja menjadi champion penerapan SPIP di lingkungan Kementerian/Lembaga. Untuk itu, beberapa hal yang tidak memerlukan petunjuk teknis lebih lanjut dapat segera dilakukan, seperti: 1)Menyusun Pedoman Pengendalian Intern di lingkungan Departemen Keuangan Langkah ini bisa dimulai dengan menyusun pedoman pengendalian intern untuk lingkup Itjen Departemen Keuangan, yang kemudian dikembangkan menjadi pedoman pengendalian intern di lingkungan Departemen Keuangan. Beberapa referensi menunjukkan perlunya penyusunan pedoman (internal control policies/manual) yang berisi kebijakan pengendalian intern mulai dari pengertian pengendalian intern, pihak yang wajib menerapkan pengendalian intern, istilah yang digunakan, unsurunsur pengendalian intern berikut petunjuk penerapannya, pemisahan tugas, prosedur review, otorisasi, format laporan evaluasi tahunan, termasuk pengendalian intern atas akuntansi. Pedoman tersebut juga perlu dilengkapi dengan control self assessment template yang dapat digunakan oleh manajemen untu melakukan evaluasi intern atas pengendalian intern. 2)Menerapkan pengendalian intern di Itjen Bila pedoman pengendalian telah disusun, maka langkah berikutnya adalah menerapkan sistem pengendalian intern di lingkungan Itjen Depkeu. Langkah ini diperlukan agar para auditor lebih memahami dan menghayati pengendalian intern dan arti pentingnya bagi organisasi sebelum kemudian mereka melakukan evaluasi atas sistem pengendalian intern pada unit yang diawasi. 3)Memberikan asistensi penerapan pengendalian intern pada unit-unit di lingkungan Departemen Keuangan Dalam rangka mempercepat penerapan Pengendalian Intern pada unit-unit di lingkungan Departemen Keuangan, Itjen dapat melakukan peran sebagai pemberi asistensi bagi unit-unit yang akan menerapkan menyusun dan mengembangkan pengendalian intern. Peran ini tetap harus dijalankan Itjen setelah Pengendalian Intern berjalan pada unit tersebut dengan melakukan evaluasi berkala. 4)Meningkatkan capacity building auditor Untuk dapat menjalankan peran sebagaimana disebutkan di atas, sudah pasti membutuhkan auditor yang memahami sistem Pengendalian Intern. Oleh karena itu, peningkatan capacity Media Keuangan Departemen Keuangan 29 building harus terus dilakukan agar kemampuan auditor untuk menerapkan dan mengevaluasi pengendalian intern terus meningkat sehingga diharapkan auditor selalu dapat menjadi mitra bagi para aparat unit eselon I lain dalam meningkatkan kualitas pengendalian intern. 5)Melakukan perubahan metodologi audit Satu hal yang sangat penting dalam menjalan­kan peran Itjen dalam rangka penerap­an pengendalian intern di lingkungan Deparemen Keuangan adalah perubahan meto­dologi pengawasan. Semua arah pengawasan harus diselaraskan dengan PP SPIP sehingga perlu dilakukan perubahan menyang­ kut charter audit, program kerja audit, pelak­sa­naan audit, dan pelaporan audit. Dalam charter audit perlu secara eksplisit dikemukakan tentang wewenang dan tanggung jawab Itjen untuk melakukan evaluasi atas Pengendalian Intern. Penutup Penerapan SPIP adalah mandatory, artinya merupakan hal yang diwajibkan oleh Undang-undang dan Peraturan Pemerintah sehingga sudah harus dilaksanakan dan tidak bisa ditawar-tawar lagi. SPIP merupakan satu sistem pengendalian yang terintegrasi dan terus menerus sepanjang proses pencapaian tujuan yang dibangun atas lima unsur, yaitu lingkungan pengendalian, penilaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi, dan pemantauan atas sistem pengendalian intern. Mengingat pentingnya Pengendalian Intern bagi organisasi, amanat Undang-undang dan praktik pemeriksaan BPK, maka SPIP harus segera diterapkan oleh instansi pemerintah. Itjen Departemen Keuangan, dengan berbagai pertimbangan historis, dapat memelopori langkah penerapan SPIP di lingkungan Depkeu dengan: i) Menyusun pedoman Pengendalian Intern di lingkungan Departemen Keuangan; ii)Menerapkan pengendalian intern di lingkungan Itjen; iii)Memberikan asistensi penerapan pengendalian intern pada unit-unit di lingkungan Departemen Keuangan; iv)Meningkatkan capacity building auditor; v)Melakukan perubahan metodologi audit yang sejalan dengan penerapan SPIP. mk Vol. IV No. 22/Juni/2009 03/09/200910:57:30 Artikel Wawancara yang memadai bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan negara, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Unsur SPIP Dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a sampai dengan e, PP SPIP terdiri atas 5 (lima) unsur, yaitu: 1) lingkungan pengendalian (control environment); 2) penilaian risiko (risk assessment); 3) kegiatan pengendalian (control activities); 4) informasi dan komunikasi (information and communication); dan 5) pemantauan pengendalian intern (monitoring). Kelima unsur tersebut diuraikan secara rinci dalam 43 Pasal (Pasal 4 - Pasal 46). PP SPIP juga menjelaskan bahwa “Unsur pengendalian intern yang digunakan mengacu pada unsur Sistem Pengendalian Intern yang telah dipraktikkan di lingkungan pemerintahan di berbagai negara dan dewasa ini konsep yang banyak dipakai di berbagai negara mengacu pada model COSO.” Dalam model COSO, kelima unsur tersebut dapat digambarkan dalam bentuk piramida, di mana control environment berada pada dasar piramida, kemudian risk assessment dan control activities pada tingkat piramida berikutnya, dan monitoring pada puncak piramida. Sementara itu, information and communication menghubungkan keempat komponen tersebut. Secara gambar, piramida internal control tersebut disajikan seperti di bawah ini. Definisi dari masing-masing unsur Pengendalian Intern di atas, yaitu: 1) Lingkungan Pengendalian adalah kondisi dalam Instansi Pemerintah yang memengaruhi efektivitas pengendalian intern; 2) Penilaian risiko adalah kegiatan penilaian atas kemungkinan kejadian yang mengancam pencapaian tujuan dan sasaran instansi pemerintah; 3) Kegiatan pengendalian adalah tindakan yang diperlukan untuk mengatasi risiko serta penetapan dan pelaksanaan kebijakan dan prosedur untuk memastikan bahwa tindakan mengatasi risiko telah dilaksanakan secara efektif; 4) Informasi adalah data yang telah diolah yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah; 5) Komunikasi adalah proses penyampaian pesan atau informasi dengan menggunakan simbol atau lambang tertentu baik secara langsung maupun tidak langsung untuk mendapatkan umpan balik; 6) Pemantauan pengendalian intern adalah proses penilaian atas mutu kinerja Sistem Pengendalian Intern dan proses yang memberikan keyakinan bahwa temuan audit dan evaluasi lainnya segera ditindaklanjuti. Tanggung jawab atas Efektivitas Pengendalian Intern Dalam model COSO pihak yang bertanggung jawab atas efektivitas pengendalian intern adalah manajemen, sedangkan dalam SPIP tanggung jawab pelaksanaan pengendalian intern terletak pada pimpinan instansi pemerintah, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 2 ayat (1) bahwa “Untuk mencapai pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel, menteri pimpinan lembaga, gubernur, dan bupati/ walikota wajib melakukan pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan.” Pelaksanaan Pengendalian Intern tersebut tidak lagi dapat dilakukan dengan pedoman yang lain, tetapi harus berdasarkan PP SPIP, karena dalam Pasal 2 ayat (2) ditegaskan bahwa “Pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan dengan berpedoman pada SPIP sebagaimana diatur dalam Peraturan Media Keuangan Departemen Keuangan MK-Juni2009-baRu.indd10-11 28 Pemerintah ini”. Selanjutnya, terkait dengan efektivitas Pengendalian Intern, dijelaskan dalam Pasal 47 secara tegas bahwa “Menteri/pimpinan lembaga, gubernur, dan bupati/walikota bertanggung jawab atas efektivitas penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern di lingkungan masing-masing.” Jadi, tanggung jawab atas efektivitas Pengendalian Intern tetap berada pada manajemen dan tidak akan pernah beralih kepada pihak yang melakukan evaluasi/ review. Tanggung jawab tersebut sejalan dengan konsep yang dikembangkan oleh COSO yang menekankan pentingnya tone at the top bagi terselenggaranya pengendalian intern yang efektif. Peran Inspektorat Jenderal Di dalam PP SPIP, Inspektorat Jenderal (Itjen) merupakan salah satu unsur Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 49 ayat (1) sehingga apabila berbicara peran Itjen, itu artinya berbicara mengenai peran APIP. PP SPIP yang mengatur berbagai peran yang harus dilakukan oleh Itjen, dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: 1) Melakukan evaluasi atas sistem pengendalian intern (Pasal 18, Pasal 19 dan Pasal 45). Peran ini diperlukan dalam rangka memberikan jaminan bahwa sistem pengendalian intern masih sesuai dan berfungsi seperti yang diharapkan. 2) Melakukan pengawasan intern atas penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah termasuk akuntabilitas keuangan negara. Peran ini diperlukan untuk meningkatkan control environment dan memberikan keyakinan bahwa sistem pengendalian intern dapat diandalkan untuk memberikan jaminan yang memadai atas pencapaian tujuan instansi pemerintah. Dalam Pasal 11 PP SPIP menyebutkan bahwa perwujudan peran ini sekurangkurangnya harus: a.Memberikan keyakinan yang memadai atas ketaatan, kehematan, efisiensi, dan efektivitas pencapaian tujuan penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah; Vol. IV No. 22/Juni/2009 2008 dan diperkirakan mencapai puncaknya pada tahun 2009 ini. Sebagaimana kita maklumi bersama, sebagai antisipasi terhadap krisis ekonomi global tersebut, pada awal tahun anggaran 2009 Pemerintah telah mengajukan Dokumen Stimulus kepada DPR RI yang berisi langkah-langkah kebijakan Pemerintah untuk mengamankan APBN dan berbagai penyesuaian besaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan agar APBN tetap realistis dan sustainable. Salah satu komponen dalam APBN yang terkena dampak langsung dari krisis ekonomi global tersebut adalah penerimaan perpajakan. Hal ini terutama disebabkan oleh perlambatan perekonomian dunia dan dalam negeri yang secara langsung berdampak pada melambatnya pertumbuhan pada semua sektor. Selain itu, penurunan impor barang modal dan bahan baku yang mengalami tekanan akibat koreksi perdagangan global juga turut memberikan andil pada penerimaan perpajakan. Indikator ekonomi makro lainnya yang memengaruhi turunnya penerimaan perpajakan pada semester I tahun 2009 adalah melambatnya pertumbuhan ekonomi, penurunan harga minyak dunia, dan melemahnya nilai tukar rupiah. Namun kita bersyukur bahwa di tengah kondisi ekonomi dunia yang belum menentu tersebut, penerimaan perpajakan kita pada semester I sudah mencapai 43,6% dari target penerimaan perpajakan yang ditetapkan dalam Dokumen Stimulus. Sementara itu, untuk penerimaan negara bukan pajak, selama ini sebagian besar berasal dari penerimaan SDA migas yang sangat dipengaruhi oleh harga minyak (ICP), nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat, dan lifting migas. Dalam semester I 2009, realisasi harga minyak mencapai rata-rata US$46,5 per barel (Des 2008–Mei 2009) atau lebih tinggi dari asumsi ICP yang ditetapkan dalam Dokumen Stimulus, yakni US$45 per barel. Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat Rp11.082 atau sedikit melemah dari asumsi yang ditetapkan dalam Dokumen Stimulus 2009 Rp11.000 per US$. Realisasi kedua indikator ekonomi makro tersebut sebenarnya dapat memberikan dampak yang positif bagi penerimaan negara. Namun, karena realisasi lifting migas mencapai 957 ribu barel per hari (bph) (Des 2008–Mei 2009) atau 0,3% lebih rendah dari asumsi yang ditetapkan dalam Dokumen Stimulus 2009 sebesar 960 ribu bph, maka pencapaian penerimaan SDA migas dalam semester I masih relatif rendah, yakni sebesar Rp40,4 triliun atau 25% dari rencananya dalam Dokumen Stimulus 2009. Sebagaimana diketahui, di sektor migas saat ini terdapat kecenderungan penurunan produksi yang disebabkan oleh faktor alam dan kurangnya investasi baru di bidang eksplorasi potensi SDA migas. Oleh karena itu, diperlukan langkah strategis di sektor migas, baik untuk mencapai target lifting tahun 2009 sebesar 960 ribu bph maupun untuk mendukung upaya peningkatan produksi migas pada tahun-tahun berikutnya. Di samping itu, juga diperlukan peningkatan penerapan tata kelola yang baik dan peningkatan pengawasan kegiatan sektor migas untuk mengoptimalkan penerimaan negara. Sementara itu, di tengah-tengah krisis ekonomi global yang dampaknya ikut kita rasakan, maka realisasi belanja pemerintah menjadi salah satu faktor yang diharapkan dapat menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia dan mengurangi dampak negatif dari krisis ekonomi global. Untuk itu, Pemerintah bersama DPR telah mengalokasikan dana pada beberapa K/L, tambahan dana untuk stimulus fiskal sebesar Rp12,2 triliun yang diharapkan dapat membantu memulihkan perekonomian nasional. Menjadi kewajiban sekaligus tantangan Ditjen Anggaran tentunya, agar belanja stimulus fiskal yang dialokasikan dalam dokumen stimulus dapat segera diterbitkan dokumen anggarannya. Dengan demikian, tidak ada alasan bagi K/L yang menerima alokasi dana belanja stimulus fiskal untuk menundanunda pencairan anggarannya. Realisasi belanja pemerintah pusat sepanjang Semester I 2009 masih relatif rendah. Bagaimana pandangan Ibu mengenai hal ini? Memang s.d. akhir Mei realisasi anggaran belanja pemerintah pusat baru mencapai 25,3% dari pagu anggaran dalam dokumen stimulus. Namun, s.d. akhir semester I, realisasi anggaran belanja pemerintah pusat telah mencapai Rp233,0 triliun atau 34,0% dari pagu anggaran dalam dokumen stimulus. Hal ini menunjukkan bahwa pada bulan Juni realisasi anggaran belanja pemerintah pusat mulai menunjukkan kenaikan yang cukup siginifikan dibandingkan bulanbulan sebelumnya. Realisasi tersebut sedikit Media Keuangan Departemen Keuangan 5 lebih rendah bila dibandingkan dengan realisasi belanja pemerintah pusat pada periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 35,4%. Lebih rendahnya realisasi tersebut disebabkan rendahnya realisasi belanja subsidi berkaitan dengan penurunan realisasi harga minyak mentah Indonesia. Menurut hemat saya, selain dipengaruhi oleh kedisiplinan K/L dalam melaksanakan kegiatan dan pencairan anggaran, besar kecilnya penyerapan anggaran belanja pada semester I juga sangat dipengaruhi oleh kecepatan K/L dalam mempersiapkan kelengkapan administrasi, seperti penunjukan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan bendahara. Di samping itu, juga terdapat tahapan untuk menyampaikan specimen tanda tangan Pejabat dalam Satuan Kerja kepada KPPN dan Bank. Selain itu, penyerapan anggaran belanja pemerintah pusat di semester I juga merupakan konsekuensi dari: (i) kegiatan-kegiatan yang pelaksanaannya harus melalui proses pengadaan barang dan jasa publik (sekitar 50-60% dari komposisi belanja K/L), dan (ii) pembayaran atas pekerjaan/pengadaan barang yang dikontrakkan dilakukan melalui termin tertentu. Berkaitan dengan lelang pengadaan barang dan jasa, dapat disampaikan bahwa prosesnya membutuhkan waktu paling cepat selama 40 hari kerja sehingga kecenderungan yang terjadi proses pencairan dana untuk semester satu hanya untuk pembayaran uang muka saja. Hal inilah yang menyebabkan rendahnya pencairan Semester I. Di sisi lain, apabila rendahnya pencairan disebabkan rencana yang tidak dapat dieksekusi secara langsung karena memerlukan penyesuaian-penyesuaian (proses revisi), dapat saya sampaikan bahwa kendala utama yang menyebabkan hal ini terjadi karena perbedaan pengurusan proses perencanaan yang dilaksanakan oleh pusat masing-masing Kementrian Negara/ Lembaga, sedangkan pelaksananya adalah Vol. IV No. 22/Juni/2009 03/09/200910:57:32 Wawancara Artikel satuan kerja di daerah. DJA dalam hal ini sudah memfasilitasi dengan membagi kewenangan penyelesaian revisi. Proses revisi bisa dilaksanakan oleh satuan kerja, DJPB dan DJA sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dengan pembagian kewenangan ini diharapkan proses revisi dapat dilaksanakan secepat mungkin guna mendukung proses pencairan. Biasanya, memang pada awal semester II penyerapan belanja cenderung membaik seiring dengan rampungnya proses persiapan administratif dan kegiatan pengadaan barang/jasa yang telah mulai dilaksanakan pada semester I. Sementara itu, dari sisi proses penyusunan anggaran, saya kira jelas, bukan menjadi faktor penghambat relatif rendahnya penyerapan anggaran belanja di semester I, karena pada tanggal 1 Januari 2009, DIPA untuk semua K/L telah diterbitkan. Apa terobosan yang tengah atau akan ditempuh dalam rangka mengakselerasi penyerapan belanja, baik belanja pemerintah pusat maupun pemerintah daerah di Semester II 2009 nanti? (Hal ini penting mengingat kontribusi belanja pemerintah diharapkan menjadi salah satu penopang pertumbuhan ekonomi 2009 yang diperkirakan sebesar 4,3%). Apabila pada Semester I kementerian/ lembaga (K/L) masih disibukkan oleh berbagai persiapan administrasi untuk pencairan anggaran serta proses pengadaan sebagaimana saya kemukakan tadi, diharapkan pada semester II pola penyerapan anggaran dapat berjalan dengan lebih baik. Hal ini sebenarnya sudah mulai nampak pada penyerapan bulan Juni 2009 yang mencapai 9,7%, jauh lebih baik dari penyerapan bulan-bulan sebelumnya yang rata-rata hanya mencapai 5%. Menurut hemat saya, pada dasarnya kualitas penyerapan anggaran belanja pemerintah pusat tergantung dari dua faktor utama, yaitu faktor internal K/L dan faktor eksternal, dalam hal ini Departemen Keuangan. Faktor internal, berhubungan dengan kompetensi SDM K/L untuk menyiapkan berbagai proses administrasi dan pengadaan barang/jasa yang berkaitan dengan pelaksanaan anggaran sebagaimana telah saya kemukakan tadi. Sementara itu, faktor eksternal di sini berhubungan dengan otoritas Departemen Keuangan dalam proses perencanaan dan pencairan anggaran. Dari sisi Ditjen Anggaran sendiri, tanggung jawabnya adalah agar proses perencanaan anggaran dapat terlaksana tepat waktu dan terus meningkat kualitasnya sehingga apa yang telah direncanakan dan dibahas bersama dengan K/L dapat dilaksanakan dengan baik tanpa banyak menyebabkan revisi RKA KL. Upaya- upaya yang telah kami laksanakan selama ini untuk mempercepat proses pencairan anggaran—tidak hanya di semester II saja—antara lain: (1) APBN disahkan dua bulan sebelum tahun anggaran dimulai; (2) Perpres tentang rincian anggaran belanja pemerintah pusat disahkan satu bulan sebelum tahun anggaran dimulai sehingga penerbitan DIPA oleh Ditjen Perbendaharaan juga dapat dilaksanakan dengan tepat waktu; (3) mekanisme revisi RKA KL yang harus selesai diproses dalam lima hari kerja; (4) senantiasa melakukan bimbingan dan membuka pintu konsultasi kepada K/L apabila ditemui masalah dalam pelaksanaan anggaran. Sementara itu, untuk penyaluran anggaran transfer ke daerah, saya rasa selama ini sudah cukup baik. Untuk tahun 2009, realisasi transfer ke daerah sudah mencapai 46,1% dari pagunya dalam dokumen stimulus, meningkat dari tahun sebelumnya yang mencapai 39,9%. Namun demikian, Pemerintah terus berupaya melakukan perbaikan (continuous improvement) terhadap mekanisme penyaluran anggaran transfer ke daerah. Upaya perbaikan mekanisme tersebut adalah dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan No. 21/ PMK.07/2009 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah yang mengatur mekanisme penyaluran anggaran transfer ke daerah. Penyempurnaan tersebut terutama dimaksudkan untuk memperbaiki mekanisme penyaluran anggaran transfer ke daerah, antara lain: (1) mempercepat penyaluran biaya pemungutan PBB bagian daerah yang sebelumnya dilaksanakan secara bulanan, menjadi mingguan dan dilaksanakan oleh KPPN melalui Bank Operasional III; (2) mempertegas penyaluran DBH cukai hasil tembakau secara triwulanan; (3) mempercepat proses penyaluran DAK dari empat tahap menjadi tiga tahap. Penerbitan obligasi untuk menutup defisit sudah dilakukan sejak awal Media Keuangan Departemen Keuangan MK-Juni2009-baRu.indd12-13 6 tahun anggaran. Ini artinya, potensi idle cash dari hasil emisi SBN di awalawal tahun anggaran akan cukup besar karena baru akan dipergunakan di akhir tahun anggaran. Di sisi lain, tentu tidak efektif jika emisi SBN dikonsentrasikan hanya di akhir tahun anggaran karena akan memicu sentimen negatif pasar dan menaikkan required yield investor. Bagaimana pandangan Ibu mengenai dua hal yang kompleks ini? Pada semester I tahun 2009, realisasi pendapatan negara dan hibah telah mencapai Rp367.249,9 miliar atau 43,3% dari dokumen stimulus, belanja negara Rp372.884,2 miliar (37,7%) sehingga realisasi defisit pada semester I adalah Rp5.634,3 miliar. Pada periode yang sama, realisasi pembiayaan telah mencapai Rp47.836,4 miliar. Dengan demikian, pada akhir semester I tahun 2009 terjadi surplus pembiayaan Rp42.202,1 miliar. Memang kalau kita melihat data tersebut, ada potensi kelebihan pembiayaan anggaran yang cukup besar di akhir semester I. Kalau kita cermati, hal tersebut terjadi karena adanya faktor- faktor yang berbeda yang memengaruhi besarnya penyerapan belanja dan realisasi pembiayaan yang dipergunakan untuk menutup defisit. Untuk belanja, penyerapannya cenderung belum optimal di semester I, yang diakibatkan oleh proses administrasi dan proses pengadaan barang dan jasa yang membutuhkan waktu cukup lama. Sementara itu, realisasi penerimaan pembiayaan, khususnya dalam penerbitan surat berharga negara, sebagian besar justru dilakukan pada awal tahun anggaran dengan pertimbangan tertentu. Strategi front loading issuance, yaitu dengan menerbitkan surat berharga, baik di pasar domestik maupun internasional, dalam jumlah yang lebih besar pada awal tahun anggaran tersebut, bertujuan untuk: (i) memanfaatkan likuiditas pasar yang besar pada awal tahun; (ii) menghindari beban penerbitan terkonsentrasi pada akhir tahun anggaran sehingga berpotensi terjadinya cornering mengingat target gross Vol. IV No. 22/Juni/2009 Oleh: Ahmad Ghufron Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dan Peran Inspektorat Jenderal Mengenal Pendahuluan P engendalian Intern atau Pengendalian Manajemen, bagi sebagian besar kita bukanlah sesuatu yang baru dan asing. Tidak jarang Pengendalian Intern “diperkenalkan” dalam berbagai kesempatan, baik pada saat menikmati bangku kuliah maupun diklat pada institusi tempat kita bekerja. Namun sayangnya “perkenalan” itu seringkali hanya terjadi secara selintas dan mungkin berakhir pada coretan jawaban ujian. lebih jauh pentingnya “Pengendalian Intern” bagi sebuah organisasi/kegiatan dapat diilustrasikan melalui gambar berikut. Hal ini juga dikemukakan oleh Larry D. Hubbard, Consultant) : “Knowledge of internal controls is the most basic of all internal audit skills. However, auditors are not responsible for internal controls-management is. Auditors are responsible for providing management with information about how internal controls are working.” Ilustrasi ini memberikan gambaran bahwa dalam proses pencapaian tujuan suatu organisasi/kegiatan, kita akan selalu menjumpai risiko baik yang muncul dari internal maupun eksternal organisasi. Risiko tersebut akan menghambat pencapaian tujuan organisasi/kegiatan. Oleh karena itu, proses pencapaian tujuan yang dilakukan secara terintegrasi dan terus menerus diperlukan “Pengendalian Internal” atau internal control. Untuk dapat mengenali dan memahami Sistem Pengendalian Intern Pemerintah BHMN (PTN Non BHMN), BPPT Enginering dan beberapa satker pemerintah pusat lainnya yang telah memenuhi kriteria dan telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan sebagai BLU. dari ketentuan tersebut. Tetapi harus dengan alasan efektivitas dan/atau efisiensi. Menurut hemat penulis, efektivitas dan efisiensi tersebut harus sesuai dengan praktek bisnis yang sehat yang tentunya kalau memang tidak mengacu pada Keppres No. 80 Tahun 2003, harus lebih sehat dan lebih baik dari apa yang telah diatur dalam Keppres tersebut. Contoh BLUD adalah Rumah Sakit Umum Daerah, Transjakarta, dan beberapa satker pemerintah daerah lainnya yang memenuhi kriteria dan tentunya juga telah ditetapkan oleh Gubernur/Bupati/Walikota sebagai BLUD. Pembelajaran Kasus Di BLU ada Peraturan Menteri Keuangan tentang pengadaan barang/jasa BLU yaitu PMK No. 08/PMK.02/2006. Di PP 23 Tahun 2005 pun ditegaskan bahwa pengadaan barang/jasa pada BLU harus berdasarkan prinsip efisiensi dan ekonomis sesuai dengan praktek bisnis yang sehat dan dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang berlaku dalam hal pengadaan barang/jasa pemerintah. Tentunya dalam hal ini adalah Keppres No. 80 Tahun 2003. Memang di dalam pasal selanjutnya dalam PMK No. 08/PMK.02/2006 dinyatakan pula bahwa untuk BLU yang berstatus penuh dapat diberikan fleksibilitas berupa pembebasan sebagian atau seluruhnya Lantas apakah kasus penunjukan langsung konsorsium operator Transjakarta tersebut memang lebih efektif dan efisien serta memenuhi kriteria praktek bisnis yang sehat? Artinya, apakah prosedur yang telah ditetapkan dalam Peraturan Gubernur No. 123 Tahun 2006 minimal sesuai atau bahkan lebih sempurna dari Keppres No. 80 Tahun 2003? Simpulan Setelah memperhatikan skema BLU-BLUD dan kasus dugaan korupsi yang menimpa BLUD Transjakarta tersebut, maka yang seyogyanya menjadi pelajaran buat kita adalah: 1. Masyarakat pada umumnya dan para pembaca pada khususnya tidak lagi terkecoh dalam melihat penyebutan sebuah satker Badan Layanan Umum yang disebut sebagai BLU ataupun BLUD Media Keuangan Departemen Keuangan 27 (SPIP) Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) telah dituangkan di dalam PP Nomor 60 Tahun 2008. Penerbitan PP tersebut merupakan pelaksanaan amanat Pasal 58 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 yang menggariskan bahwa “Dalam rangka meningkatkan kinerja, transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, Presiden mengatur dan menyelenggarakan sistem pengendalian intern di lingkungan pemerintahan secara menyeluruh yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.” Dibagian lain, PP tersebut menyebutkan bahwa “SPIP harus menjadi pedoman bagi para menteri/ pimpinan lembaga, gubernur, dan bupati/ walikota dalam menjalankan kewajibannya untuk melakukan pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan.” Tujuan pelaksanaan SPIP tersebut adalah untuk memberikan keyakinan sehingga apabila terjadi pelayanan yang kurang baik yang dilakukan oleh BLU tidak dengan enteng menyebut atau bahkan menyalahkan unit vertikal yang ada di atasnya. 2. Kasus dugaan korupsi yang menimpa BLUD Transjakarta merupakan dugaan korupsi terhadap BLUD bukan BLU. Artinya, unit vertikal terkaitnya adalah unit vertikal pemerintah daerah yaitu Gubernur dan pimpinan lembaga/kepala SKPD termasuk Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD), bukan unit vertikal pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Keuangan dan Kementerian Teknis terkait (Departemen Perhubungan). 3. Pelajaran yang dapat dipetik oleh seluruh BLU dan BLUD serta bagi regulator sekaligus bagi pembinanya adalah ’Berhati-hatilah’ dalam mengelola BLU, karena walaupun BLU/BLUD telah diberi fleksibiltas yang luar biasa dalam pengelolaan keuangannya, tetap dituntut mengelola keuangan negara/daerah secara akuntabel dan transparan. Artinya, jadikanlah UU No. 17 Tahun 2003, UU No. 1 Tahun 2004, PP No. 23 Tahun 2005, dan Keppres No. 80 Tahun 2003 sebagai acuan pokok dalam menjalankan roda BLU baik sebagai regulator maupun sebagai operator BLU/BLUD. mk Vol. IV No. 22/Juni/2009 03/09/200910:57:37 Artikel Wawancara Oleh: Hermawan Sukoasih, ME Kasi Monev BLU II Ditjen Perbendaharaan Dugaan Korupsi di BLUD Transjakarta Sebuah pelajaran bagi BLU dan BLUD di seluruh tanah air M emprihatinkan. Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Transjakarta diduga korupsi terhadap pengadaan dan operasional bus koridor 4, 5, 6, dan 7, yang menurut ICW disebabkan pengadaan dan operasional Transjakarta menyalahi prosedur. Akibatnya, negara diperkirakan mengalami kerugian sebesar Rp61 milliar. Sayangnya, ketika kita membaca/mendengarkan berita-berita tersebut diberbagai media, selalu ditulis/ dibaca dengan sebutan BLU Transjakarta sehingga menimbulkan public image yang salah, karena BLU itu berbeda dengan BLUD. SKEMA BLU-BLUD BLU a Keputusan Menteri Keuangan BLUD UU No. 17/2003 UU No. 1/2004 PP No. 23/2005 Keppres No. 80/2003 Keputusan Gubernur/Bupati/ Walikota a Dibina Menteri Keuangan dan Menteri Teknis Dibina Gubernur/Bupati/Walikota dan Pimpinan lembaga/ Kepala SKPD a -Peraturan-peraturan Menteri Keuangan -Peraturan-peraturan Dirjen Perbendaharaan -Peraturan-peraturan Gubernur/Bupati/Walikota dan pimpinan lembaga/ Kepala SKPD -RSUP -PTN -Satker Pemerintah Pusat Lainnya a a Dugaan penyimpangan semakin nyata saat BLUD Transjakarta melakukan tender untuk menambah armada di empat koridor tersebut. BLUD Transjakarta memenangkan Lorena dan Primajasa dengan kompensasi tarif Rp9.500 per kilometer jalan. Ini lebih Untuk itu marilah kita perhatikan skema BLU dan BLUD berikut ini. a Tapi ada yang berpendapat bahwa Keppres 80 Tahun 2003 itu harus dipakai oleh BLUD Transjakarta karena pembiayaan tarif busway 40%-nya diambil dari APBD dan selebihnya dari tiket yang dibeli oleh para penumpang. Selanjutnya, penunjukan langsung yang dilakukan oleh BLUD Transjakarta pada 2006 dengan kompensasi tarif Rp12.885 per kilometer jalan kepada Jakarta Mega Trans dan Jakarta Trans Metropolitan sebagai operator koridor 4, 5, 6 dan 7. Lantas di mana peran pemerintah pusat? Di mana peran Menteri Keuangan dalam hal ini tentunya Ditjen Perbendaharaan dan lebih spesifik lagi Direktorat Pembinaan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (Dit. PPK BLU)? Itulah kira-kira yang membuat penulis greget dan merasa terpanggil untuk menjelaskan kepada para pembaca khususnya dan kepada siapa pun yang ingin lebih mengetahui apa sesungguhnya BLU dan apa BLUD itu? a Lho, kok Peraturan Gubernur disalahkan? Ya, karena Peraturan Gubernur No. 123 Tahun 2006 tersebut mengatur penunjukan langsung konsorsium operator Transjakarta koridor 4, 5, 6, dan 7 tanpa tender. Penetapan tarifnya pun hanya dilakukan dengan negosiasi, bukan tender. Hal ini tentunya karena melanggar Keppres No. 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan barang dan jasa khususnya mengenai kriteria penunjukan langsung. Lho, bukannya BLU itu diberikan fleksibilitas dan bisa tidak sesuai dengan Keppres 80 Tahun 2003? Peran Pemerintah aa Selanjutnya, dalam beberapa media massa, baik koran, radio, televisi dan media elektronik lainnya, ICW menyebutkan bahwa terjadinya korupsi ini tidak terlepas dari penerbitan Peraturan Gubernur DKI No. 123 Tahun 2006 yang diterbitkan tanggal 7 Desember 2006. rendah Rp3.385 dibandingkan kompensasi tarif per kilometer jalan untuk operator hasil penunjukan langsung. a Pendahuluan -RSUD -Transjakarta -Satker Pemerintah Daerah Lainnya Dimulai dari BLU maupun BLUD tentunya sama-sama merupakan instansi pemerintah yang berdasarkan PP No. 23 Tahun 2005 yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan jasa yang dijual tanpa mengedepankan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Dari skema BLU-BLUD tersebut dapat diilustrasikan sebagai berikut : Landasan Hukum BLU dan BLUD adalah sama, yaitu UU No. 17 Tahun 3003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU dan dalam pelaksanaan pengelolaan Media Keuangan Departemen Keuangan MK-Juni2009-baRu.indd14-15 26 yang diharapkan menerapkan ala bisnis yang tentunya dalam pengadaan barang dan/jasa pun mengacu pada Keppres No. 80 Tahun 2003. Selanjutnya, berdasarkan PP 23 Tahun 2005 sebuah satker pemerintah pusat yang hendak menerapkan pola BLU ini ditetapkan/ditolak untuk ditetapkan oleh Menteri Keuangan atas usulan menteri/pimpinan lembaga, sedangkan satker pemerintah daerah yang hendak menerapkan pola BLUD ditetapkan/ditolak untuk ditetapkan oleh Gubernur/Bupati/ Walikota atas usulan pimpinan lembaga/ kepala SKPD. issuance yang besar; (iii) mengantisipasi ketidakpastian kondisi pasar keuangan global dan domestik. Dengan strategi tersebut, diharapkan biaya yang timbul dari penerbitan SBN dapat ditekan seminimal mungkin dan target penerbitan SBN dapat tercapai. Harus disadari, penerbitan SBN tidak semata-mata tergantung kepada realisasi belanja negara. Apabila Pemerintah menunggu kebutuhan untuk menutup defisit kemudian baru menerbitkan SBN, sementara pada saat itu kondisi pasar tidak kondusif, maka penerbitan SBN tersebut juga tidak akan efisien, karena biaya penerbitan yang tinggi dan bisa saja target penerbitan SBN tidak tercapai. Selain itu, penerbitan SBN yang cukup besar di awal tahun anggaran sebenarnya juga dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pembayaran gaji, penyaluran Dana Alokasi Umum, serta pembayaran pokok dan bunga utang yang jatuh tempo. Hal ini dikarenakan pada awal tahun anggaran, penerimaan perpajakan belum cukup untuk mendanai belanja negara, demikian juga pengunaan dana Berdasarkan kewenangan penetapan/ penolakan BLU dan BLUD seperti tersebut di atas, maka dalam PP 23 Tahun 2005 ditegaskan bahwa untuk BLU pembinanya adalah Kementerian Keuangan dan Kementerian Teknisnya. Kementerian Keuangan sebagai pembina pola pengelolaan keuangannya, sedangkan Kementerian Teknisnya dalam hal pembinaan teknis dan pelayanannya. Sebaliknya, untuk BLUD sebagai pembina teknis adalah pimpinan lembaga/kepala SKPD terkait, sedangkan pembina keuangan tentunya Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) sesuai dengan kewenangannya. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya sebagai regulator pun dari BLU dan BLUD berbeda. Regulator BLU adalah Kementerian Keuangan dan Kementerian Teknis terkait sehingga untuk pengelolaan keuangan BLU diterbitkan berbagai Peraturan Menteri Keuangan dan berbagai Peraturan Dirjen Perbendaharaan yang dalam hal ini Direktorat Pembinaan Pengelolaan Keuangan BLU sebagai pembinanya, sedangkan untuk BLUD sebagai regulatornya adalah Gubernur/ Bupati/Walikota dan pimpinan lembaga/ kepala SKPD sehingga untuk pengelolaan keuangan BLUD diterbitkan berbagai Peraturan Gubernur/Bupati/Walikota dan berbagai peraturan pimpinan lembaga/ kepala SKPD terkait. Lantas apa contoh-contoh satker pemerintah yang BLU atau yang BLUD? Contoh BLU adalah Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP), Perguruan Tinggi Negeri Non Vol. IV No. 22/Juni/2009 Sisa Anggaran Lebih (SAL) tidak selalu mencukupi kebutuhan awal tahun. Dalam kaitan ini, harus diingat pula bahwa sesuai UU No. 1 tahun 2004 Pasal 7 huruf (f ), Menteri Keuangan berwenang, antara lain untuk mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan anggaran negara. Jadi, dalam hal ini kawan-kawan di Ditjen Perbendaharaan bertugas memastikan bahwa semua kebutuhan belanja negara dan pengeluaran pembiayaan senantiasa dapat dipenuhi dari Rekening Kas Umum Negara. Bagaimana Ibu menanggapi wacana penerapan skema kinerja berbasis anggaran di mana penetapan final besarannya berada di tangan Presiden atau Menteri Keuangan dengan berbasiskan kinerja? Menurut Ibu, sistem anggaran seperti apakah yang paling ideal diterapkan di Indonesia? Menurut hemat saya, perbaikan sistem penyusunan anggaran tidak sepenuhnya ditujukan untuk memperbaiki proses penyerapan anggaran. Sebagaimana saya kemukakan tadi, selama ini Ditjen Anggaran telah memperbaiki kualitas proses penyusunan anggaran agar tidak menghambat proses pelaksanaan anggaran, selebihnya tergantung inisiatif K/L sendiri. Perbaikan proses penyusunan anggaran lebih ditujukan untuk meningkatkan kualitas penggunaan anggaran itu sendiri, untuk memastikan agar sasaran-sasaran pembangunan nasional yang dibiayai dari APBN dapat tercapai secara efektif, efisien, dan akuntabel. Selanjutnya, mengenai adanya wacana untuk mengganti sistem penganggaran menjadi penganggaran yang berbasis kinerja, menurut hemat saya hal ini justru bukan merupakan wacana. Akan tetapi, sudah menjadi amanah dari UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang mengharuskan Pemerintah untuk menerapkan sistem penganggaran terpadu (unified budget), anggaran berbasis kinerja (perfomance base budget), dan kerangka penganggaran jangka menengah (medium term expenditure framework). Kita menyadari bahwa penerapan sistem penganggaran yang baru dengan menggunakan tiga pendekatan di atas yang dimulai sejak tahun anggaran 2005, masih jauh dari sempurna. Pengembangan dan penyempurnaan terus menerus dilakukan. Dalam rangka penerapan perfomance base budget, saat ini telah dilaksanakan kegiatan restrukturasi program kegiatan K/L. Pada tahun 2009, telah ditetapkan enam K/L sebagai pilot project, yaitu Departemen Keuangan, Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Kesehatan, Departemen Pendidikan Nasional, Bappenas, dan Departemen Pertanian. Melalui kegiatan ini, masing-masing Unit Eselon I diharapkan mempunyai program yang spesifik sesuai tupoksi unit dalam rangka meningkatkan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara. Tahap selanjutnya, bagi K/L di luar enam K/L pilot project di atas direncanakan sampai akhir 2009 menyelesaikan restrukturisasinya dan akan digunakan sebagai dasar dalam penyusunan RPJM dan Renstra KL 2010– 2014. Sementara itu, dalam rangka penerapan KPJM, saat ini Depkeu sedang melaksanakan exercise terhadap kemampuan fiskal untuk masa lima tahun ke depan yang akan dijadikan budget constrains dalam menyusun Renstra KL sehingga baik RPJM maupun Renstra yang akan disusun akan menjadi lebih realistis. Di samping itu, dalam rangka memfasilitasi penerapan perfomance base budget dan medium term expenditure framework di atas, saat ini juga sedang dikembangkan penyempurnaan terhadap format RKA-KL yang akan digunakan. Secara Media Keuangan Departemen Keuangan 7 umum, RKA-KL yang baru akan terdiri atas tiga formulir (sebelumnya tiga belas formulir) dan informasi yang disajikan dalam RKA-KL lebih bersifat strategis serta lebih fokus terhadap target-target kinerja yang akan dicapai pada level K/L maupun Unit Eselon I. Sebagai bagian dari tahap penyempurnaan implementasi penganggaran berbasis kinerja, pada tahun 2009 ini, Direktorat Jenderal Anggaran bekerja sama dengan Deputi Bidang Pendanaan Pembangunan Bappenas telah berhasil menyusun buku Pedoman Reformasi Perencanaan dan Penganggaran yang secara komprehensif memuat tentang ke mana arah reformasi perencanaan dan penganggaran kita, termasuk langkah-langkah dan tahapan yang akan dilaksanakan. Buku tersebut telah di-launching secara resmi oleh Menteri Keuangan dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas pada tanggal 14 Juli 2009. Kita berharap sistem penganggaran yang kita kembangkan dan terapkan dalam mengelola APBN akan menjadi sistem yang paling ideal untuk kita di Indonesia, selain juga tetap compliance terhadap ketentuan undang-undang. Dalam hal realisasi penyerapan anggaran suatu Kementerian/Lembaga/Pemda sangat rendah dan mungkin di bawah 60%, adakah kebijakan tertentu dari Ditjen Anggaran untuk memberikan punishment kepada Kementerian/ Lembaga/Pemda bersangkutan? Dalam empat tahun terakhir, realisasi penyerapan anggaran K/L mencapai ratarata 84,2%, yaitu masing-masing sebesar 76,5% (2005), 87,9% (2006), 82,8% (2007), dan 89,5% (2008). Pada tahun 2008, K/L yang memiliki daya serap tertinggi adalah LIPI (108,5%), sedangkan yang terendah adalah PPATK (32,4%). Daya serap LIPI yang melebihi pagunya karena adanya luncuran PHLN tahun sebelumnya. Berkaitan dengan K/L yang realisasi anggarannya kurang dari 60%, sampai saat ini belum ada peraturan/mekanisme yang mengatur pemberian punishment kepada K/L yang bersangkutan. Namun, ke depannya hal tersebut bisa saja dilakukan, tentunya dengan mempertimbangkan berbagai konsekuensinya. Misalnya, dalam penyusunan anggaran perlu diketahui tingkat penyerapan anggaran yang digunakan sebagai acuan dalam menentukan alokasi anggaran K/L berikutnya. Contoh yang paling nyata adalah bahwa Pemerintah dan DPR, sebagaimana tertuang dalam Kesimpulan Rapat Kerja Pemerintah dan Panitia Anggaran DPR, mengenai pelaksanaan Pasal 23 UU 41 Tahun 2008 Tentang APBN 2009, telah menyepakati bahwa K/L termasuk Propinsi Vol. IV No. 22/Juni/2009 03/09/200910:57:40 Wawancara Celengan dan Kabupaten/Kota yang melaksanakan tugas pembantuan/dekonsentrasi yang tidak sepenuhnya melaksanakan belanja stimulus fiskal sebagaimana telah ditetapkan, akan menjadi faktor pengurang dalam penetapan alokasi anggaran pada tahun berikutnya, setelah melalui evaluasi yang kriterianya akan ditetapkan bersama oleh Pemerintah dan DPR. Namun, sebelum dilaksanakan sanksi tersebut, Ditjen Anggaran tetap melaksanakan langkah-langkah persuasif kepada K/L, demikian juga kawan kawan di Ditjen Perimbangan Keuangan, saya kira juga terus menerus melakukan pendekatan dan pembinaan kepada Pemerintah Daerah. Dengan melakukan pendekatan persuasif tersebut, kita akan mengetahui apakah rendahnya penyerapan tersebut murni karena kelalaian K/L atau Pemda atau ada hambatan-hambatan lain yang disebabkan peraturan perundangan yang berlaku. Sebagai tambahan, dapat disampaikan bahwa mulai tahun 2009 kita sudah mulai menerapkan anggaran berbasis kinerja. Melalui penerapan anggaran berbasis kinerja, belanja tahun anggaran berjalan juga dipengaruhi oleh kinerja belanja tahun sebelumnya sehingga sebetulnya reward and punishment menjadi built-in dalam mekanisme anggaran berbasis kinerja. Hal ini akan mendorong K/L bertanggung jawab untuk meningkatkan kinerja penyerapan anggaran. Dengan mengacu pada kondisi semester I-2009 lalu dan memperhatikan perkembangan yang ada saat ini, bagaimana perkiraan atau proyeksi Ibu mengenai kinerja APBN di semester II2009 nanti? Kira-kira pos apa saja dalam APBN 2009 yang akan melampaui target dan pos apa juga yang akan berada di bawah target atau shortfall? Bersamaan dengan pengajuan Laporan Pelaksanaan APBN Semester Pertama dan Prognosis Semester II Tahun 2009, Pemerintah juga mengajukan Rancangan APBN Perubahan Tahun 2009. Pada dasarnya, pengajuan RAPBNP tersebut adalah penyesuaian atau koreksi terhadap besaran asumsi makro, pendapatan, belanja dan pembiayaan, dengan mempertimbangkan realisasinya pada semester pertama dan perkiraan realisasinya pada semester kedua tahun 2009. Dengan demikian, tentunya Pemerintah berharap bahwa realisasi APBN pada akhir tahun anggaran nanti tidak akan berbeda jauh dengan apa yang telah ditetapkan dalam APBN-P. Beberapa besaran APBN yang berubah dalam APBN-P dibandingkan dengan dokumen stimulus, antara lain: (1) inflasi dari 6% diperkirakan turun menjadi 4,5%; (2) pertumbuhan ekonomi semula 4,5% diperkirakan turun menjadi 4,3%; (3) nilai tukar semula Rp11.000/US$ diperkirakan DEDE YUSUF Sisi Lain Anggito Abimanyu menguat menjadi Rp10.500/US$; (4) harga minyak dari US$45/barel menjadi US$61/ barel. Dengan perubahan berbagai asumsi yang mendasari penyusunan APBN tersebut, maka Pemerintah juga melakukan penyesuaian terhadap besaran pendapatan, belanja dan pembiayaan, yaitu: (1) pendapatan dan hibah menjadi Rp870.999,0 miliar (102,6% terhadap pagunya dalam dokumen stimulus); (2) belanja negara menjadi Rp1.000.843,9 miliar (101,3%); (3) pembiayaan menjadi Rp129.844,9 miliar (93,1%). Meskipun demikian, tentunya Pemerintah harus mewaspadai dan terus memonitor perkembangan berbagai asumsi makro tersebut pada semester II. Hal ini dikarenakan setiap perubahan besaran asumsi dari yang diperkirakan akan berdampak langsung terhadap besaran defisit APBN tahun 2009. Misalnya, penurunan pertumbuhan ekonomi akan menyebabkan penurunan penerimaan perpajakan. Dengan kondisi bahwa belanja negara tetap, maka hal ini akan menyebabkan defisit meningkat. Kenaikan harga minyak yang merupakan faktor eksternal, meskipun di satu pihak akan menyebabkan tambahan peningkatan penerimaan migas, namun di lain pihak juga akan menyebabkan terjadinya peningkatan subsidi BBM dan subsidi listrik. Data dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa dampak tersebut tidak netral, peningkatan subsidi energi sebagai akibat dari naiknya ICP lebih besar dari peningkatan penerimaan migas sehingga defisit akan meningkat. Demikian pula penurunan lifting minyak akan menyebabkan penurunan penerimaan migas sehingga bila belanja tetap dipertahankan, maka defisit juga meningkat. Bagaimana pesan-pesan Ibu kepada pihak-pihak di Kementerian/Lembaga/ Media Keuangan Departemen Keuangan MK-Juni2009-baRu.indd16-17 8 Pemda yang pekerjaannya berhubungan dengan anggaran (dengan tujuan agar lebih baik lagi dalam merencanakan, mengajukan, menggunakan, mengawasi, dan mempertanggungjawabkan anggaran negara tersebut yang notabene adalah uang masyarakat)? Yang pertama, saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggitingginya kepada kawan-kawan di Kementerian/Lembaga yang selama ini telah bekerja keras dan bekerja sama dengan Ditjen Anggaran dalam proses penyusunan anggaran. Kedua, di tengahtengah kondisi keuangan negara yang sangat terbatas, maka diperlukan kemauan yang kuat dari teman-teman di Kementerian Negara/Lembaga untuk mengalokasikan anggaran secara efisien dan efektif sesuai prioritas pembangunan nasional dan sedapat mungkin mengurangi/ menghapuskan kegiatan-kegiatan yang tidak prioritas. Kemudian, saat ini Departemen Keuangan tengah melaksanakan reformasi penganggaran untuk melaksanakan amanah UU Keuangan Negara. Saya mengharapkan dengan sangat agar teman-teman di Kementerian/Lembaga mempunyai semangat dan paradigma yang sama dengan teman-teman di Depkeu, agar reformasi penganggaran tersebut dapat berjalan dengan baik. Di samping itu, komunikasi yang terbuka dan transparan antara Departemen Keuangan, dalam hal ini Ditjen Anggaran dan K/L harus semakin baik, sehingga semangat dan proses reformasi di bidang penganggaran melalui tiga pilar, yaitu (1) penganggaran terpadu (unified budget), (2) penganggaran berbasis kinerja (performance based budgeting), dan (3) kerangka penganggaran jangka menengah (medium term budget framework) dapat dilaksanakan secara penuh sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan sehingga dapat mendorong pembangunan bangsa dan negara yang kita cintai. mk Vol. IV No. 22/Juni/2009 Di dunia ini mungkin tak banyak dijumpai pribadi-pribadi multitalented. Namun, Anda tak usah mencari ke mana-mana untuk menemukannya. Sebab, salah satunya ternyata dapat ditemukan di Departemen Keuangan. Anggito Abimanyu, pria kelahiran Bogor, 19 Februari 1963 silam, selain handal sebagai seorang ekonom ternyata juga piawai dalam menulis lagu dan memainkan flute. P ublik lebih banyak mengenalnya sebagai seorang ekonom andal yang membidangi berbagai policy penting terkait kebijakan fiskal di Departemen Keuangan. Maklum, penyandang gelar Ph.D dari University of Pennsylvania, Philadelphia, USA ini memang sehari-hari bertugas sebagai Kepala Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan. Sebelum perhelatan akbar Sidang Tahunan ke-42 ADB di Bali awal Mei lalu, mungkin tak banyak orang tahu kepiawaiannya sebagai seorang flutist dan penulis lagu. Padahal, sebelumnya Anggito telah beberapa kali tercatat berkolaborasi dengan Dwiki Dharmawan dan World Peace Orchestra-nya. Konser religi “Menembus Batas”, Konser “The Soul of Indonesia”, dan terakhir Konser “Harmoni Indonesiaku” pada acara BUMN Live in Concert untuk Peluncuran Vote for Komodo beberapa waktu lalu di Gedung Dhanapala merupakan serangkaian performance Anggito Abimanyu bersama Dwiki Dharmawan. Lirik lagu “From Asia to The World” yang ditulis Anggito sebagai the 42nd ADB Annual Board of Governors Meeting’s theme song kini telah membahana di seluruh negara-negara anggota ADB. Bahkan, konon theme song tersebut telah membuat iri hati sejumlah petinggi lembaga multilateral lain seperti World Bank untuk minta dibuatkan theme song serupa. Bravo Pak Anggito. mk Media Keuangan Departemen Keuangan 25 Vol. IV No. 22/Juni/2009 03/09/200910:57:55 Review Wawancara Wakil Ketua Panitia Anggaran DPR-RI, Harry Azhar Aziz : ” Ke depan Gap Antara Perencanaan dan Realisasi Harus Semakin Kecil ” nasional dan internasional dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial; 12. Memelihara taman makam pahlawan dan makam pahlawan nasional; 13. Melestarikan nilai kepahlawanan, keperintisan, dan kesetiakawanan sosial; dan 14. Mengalokasikan anggaran untuk penyelenggaraan kesejahteraan sosial dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Tanggung jawab pemerintah provinsi meliputi: 1. Mengalokasikan anggaran untuk penyelenggaraan kesejahteraan sosial dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah; 2. Melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial lintas kabupaten/kota, termasuk dekonsentrasi dan tugas pembantuan; 3. Memberikan bantuan sosial sebagai stimulan kepada masyarakat yang menyelenggarakan kesejahteraan sosial; 4. Memelihara taman makam pahlawan; 5. Melestarikan nilai kepahlawanan, keperintisan, dan kesetiakawanan sosial. Tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota dalam menyelenggarakan kesejahteraan sosial meliputi: 1. Mengalokasikan anggaran untuk penyelenggaraan kesejahteraan sosial dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah; 2. Melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial di wilayahnya/ bersifat lokal, termasuk tugas pembantuan; 3. Memberikan bantuan sosial sebagai stimulan kepada masyarakat yang menyelenggarakan kesejahteraan sosial; 4. Memelihara taman makam pahlawan; 5. Melestarikan nilai kepahlawanan, keperintisan, dan kesetiakawanan sosial. Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan koordinasi dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian penyelenggaraan kesejahteraan sosial. SUMBER PENDANAAN Sumber pendanaan penyelenggaraan kesejahteraan sosial meliputi: 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; 2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; 3. Sumbangan masyarakat; 4. Dana yang disisihkan dari badan usaha sebagai kewajiban dan tanggung jawab sosial dan lingkungan; 5. Bantuan asing sesuai dengan kebijakan Pemerintah dan peraturan perundang- undangan; 6. Sumber pendanaan yang sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. PERAN MASYARAKAT Masyarakat mempunyai kesempatan yang seluasl­uasnya untuk berperan dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Peran masyarakat dapat dilakukan oleh: 1. perseorangan; 2. keluarga; 3. organisasi keagamaan; 4. organisasi sosial kemasyarakatan; 5. lembaga swadaya masyarakat; 6. organisasi profesi; 7. badan usaha; 8. lembaga kesejahteraan sosial; 9. Lembaga kesejahteraan sosial asing. Pemerintah memberikan penghargaan dan dukungan kepada masyarakat yang berperan dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial. PENDAFTARAN DAN PERIZINAN Setiap lembaga yang menyelenggarakan kesejahteraan sosial wajib mendaftar kepada kementerian atau instansi di bidang sosial sesuai dengan wilayah kewenangan­nya. Pendaftaran tersebut dilaksanakan dengan cepat, mudah, dan tanpa biaya. Lembaga kesejahteraan sosial asing dalam melakukan penyelenggaraan kesejahteraan sosial wajib memperoleh izin dan melaporkan kegiatannya kepada Menteri, gubernur, dan bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. AKREDITASI DAN SERTIFIKASI Akreditasi dilakukan terhadap lembaga di bidang kesejahteraan sosial, untuk menentukan tingkat kelayakan dan standardisasi penyelenggaraan kesejahteraan sosial. PEMBINAAN, PENGAWASAN, PEMANTAUAN, DAN EVALUASI Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap aktivitas pelaku penyelenggaraan kesejahteraan sosial sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Masyarakat juga dapat melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap aktivitas pelaku penyelenggaraan kesejahteraan sosial. mk Media Keuangan Departemen Keuangan MK-Juni2009-baRu.indd18-19 24 Vol. IV No. 22/Juni/2009 Memasuki tahun 2009, efek lanjutan dari pelemahan ekonomi global semakin dirasakan pengaruhnya di hampir setiap negara, tak terkecuali Indonesia. Walaupun pertumbuhan ekonomi masih bisa dijaga pada zona positif di kisaran 4-5%, tak urung APBN 2009 menghadapi tantangan yang cukup besar. Selain perlemahan pertumbuhan ekonomi, APBN masih harus berhadapan dengan permasalahan klasik, rendahnya penyerapan anggaran di semester pertama. Hal inilah yang kemudian menjadi pemikiran bersama antara Pemerintah dan Dewan guna mengakselerasi tingkat penyerapan anggaran di semester pertama. Untuk mengupas hal tersebut, Media Keuangan berkesempatan mewawancarai Wakil Ketua Panitia Anggaran DPR-RI yang juga seorang ekonom, Harry Azhar Aziz di ruang kerjanya. Berikut petikan wawancaranya. kesepakatan dengan angka aktual realisasi kecendurangan realisasinya itu adalah downwards bayes. Jadi bayes-nya ke bawah. Jika bayes-nya ke atas atau di atas target, itu yang sebenarnya kinerja menurut saya. Bagaimana Bapak melihat kinerja ekonomi dan realisasi APBN semester I ? erbandingan antara APBN 2009 yang kita sahkan Oktober lalu dengan dokumen stimulus, tampaknya angkanya itu berbeda. Jadi, misalkan pertumbuhan ekonomi di APBN 2009 sebesar 6%, sementara di dokumen stimulusnya 4%. Kemudian di APBN-P nya itu 4,3%, sementara realisasi semester I itu 4,1%. Artinya, ada kecenderungan realisasinya masih di bawah targetnya yang sebesar 4,3%. Kalau kita anggap kinerja ini akan sama di semester II, artinya realisasi sekitar 4,1% juga, maka ini masih 0,2% di bawah dari apa yang kita harapkan. Saya dulu sering membayangkan, misalnya 0,2% dari PDB, kalau kita bicara mengenai potensi pertumbuhan ekonomi yang hilang, ya tinggal dikali saja dengan PDB-nya yang sekitar Rp5.400 Triliun, jadi kita kehilangan sekian. Kalau 1% saja, potensi pertumbuhan ekonomi yang hilang sekitar Rp54 Triliun. Jadi kalau 0,2% dari PDB, berarti sekitar Rp10,8 Triliun kita akan kehilangan potensi. Saya lihat kecendurangan ini sama, itu sebabnya saya sering mengatakan bahwa angka yang tertulis dari Di tengah suasana krisis perekonomian global seperti sekarang, faktor apa saja yang menjadi tantangan bagi APBN 2009? Menurut saya, dari penyusunan awal perencanaannya selalu bermasalah. Begini, harusnya di dalam APBN atau APBN-P itu kita sudah merumuskan dampak krisis terhadap perhitungan APBN. Dampak dari krisis itu bagaimana, berapa besarnya? Nah, dampak krisis itu tidak pernah terungkapkan secara kuantitatif dari awal, kita baru mengetahui itu belakangan. Ambil contoh, misalnya revisi pertumbuhan ekonomi dari 6% menjadi 4,5% itu berarti terdapat penurunan kinerja ekonomi sekitar 25%. Kalau ini kita anggap seluruhnya karena dampak krisis berarti dampak krisis itu sekitar 25% hitungannya. Tapi, kalau misalnya itu terkait dengan performance realisasi belanja yang katakanlah sebesar 5%. Nah, apakah kemudian kita kurangi 25% dengan 5% tadi. Jadi, dampak krisisnya sebenarnya 20%, tapi penyebab lain adalah realisasi belanja yang rendah yang sebesar 5% itu. Jadi, kalau misalnya realisasi belanja itu full maka sebenarnya dampak krisis itu 20% tidak 25%. Karena itu, pertumbuhan ekonomi bisa lebih tinggi lagi mungkin P Media Keuangan Departemen Keuangan 9 menjadi sekitar 4,7%. Nah, perhitunganperhitungan seperti itu menurut saya yang saya minta kepada pemerintah khususnya Departemen Keuangan dan Bapennas merinci validitasnya. Sebagai seorang ekonom, saya kira fungsi pendataan antara perencanaan dengan realisasi itu memang mau tidak mau sebaiknya untuk tahun ke depan gapnya harus semakin kecil, saya kira itu kunci evaluasi. Bagaimana pandangan Bapak mengenai realisasi belanja di semester I? Belanja semester I tercapai sekitar 37,7% terhadap dokumen stimulus fiskal. Kalau terhadap KL-nya sendiri baru sekitar 31,3%. Kemudian realisasi subsidi itu lebih rendah lagi sekitar 27,8%. Kemudian transfer ke daerah agak lebih tinggi. Kesan saya sementara adalah belanja, seperti belanja pegawai, belanja barang, dan belanja lain-lain pada setiap semester pertama itu relatif agak tinggi mendekati angka target. Tetapi untuk belanja modal, dalam hal ini belanja subsidi baru 27,8% dan realisasi semester pertama belanja KL 31,3%. Saya menyarankan begini, misalkan sebenarnya sudah 60% proyek yang sudah teken kontrak, kemudian baru 2% dari nilai kontrak itu yang sudah dibayarkan. Pemerintah selama ini menghitung nilai yang sudah dibayarkan. Kalau begitu caranya, baiknya Pemerintah buat saja dua model cara menghitung, berdasarkan kontrak dan berdasarkan realisasi. Jadi, Vol. IV No. 22/Juni/2009 03/09/200910:57:55 Wawancara Review realisasi aktualnya 2% sementara kontraknya 60% sehingga kita dapat gambaran yang lebih konkrit. Oh, ini sebenarnya pergerakannya sudah positif, tapi nominalnya masih belum signifikan. Saya kira mungkin itu yang perlu diperbaiki. Terkait realisasi belanja yang masih rendah, kira-kira langkah apa yang akan ditempuh oleh DPR untuk membantu mempercepat penyerapan anggaran? Kalau di Undang-Undang Nomor 17 disebutkan APBN disahkan itu selambatnya 31 Oktober, dua bulan sebelum tahun kalender dimulai. Menurut saya, untuk tingkat KL pusat, dua bulan itu, proses perencanaan sudah harus matang sehingga begitu Presiden mencanangkan Dipa tanggal 2 Januari misalnya, mungkin minggu pertama atau selama bulan Januari itu, seluruh proses yang berkaitan dengan tender bisa dimulai. Seluruh proses yang berkaitan dengan tender kan 45 hari. Jadi, kalau Januari dimulai, maka 45 hari kemudian, katakanlah bulan Mei, proyek sudah dapat dijalankan. Kalau proyeknya kuartal pertama sudah jalan, kuartal pertama merupakan efek dari pelaksanaan kuartal keempat tahun sebelumnya. Itu kalau secara teori. Kuartal pertama umumnya lebih tinggi angkaangkanya, gitu kan? Kenapa lebih tinggi? Karena dengan tradisi yang ada sekarang, belanja yang menumpuk di kuartal keempat itu sangat tinggi dibandingkan kuartal ketiga, kedua dan kesatu. Kalau belanja menumpuk di kuartal keempat, kalau lack of time-nya itu tiga bulan untuk beberapa proyek, maka seharusnya di kuartal pertama dua tahun berikutnya sudah kelihatan angkanya. Artinya, input yang besar tentu menghasilkan output yang besar seharusnya. Belanja yang besar menghasilkan output yang lebih besar. Nah, kemudian kalau misalnya kita ubah polanya, kuartal pertama semua administratif tentang proyek itu sudah selesai. Maka di kuartal kedua akan kelihatan. Yang terjadi di kuartal kedua mempunyai multiplier efect yang mulai terasa di kuartal ketiga. Artinya, efek di kuartal keempat dan perhitungan pertumbuhan ekonomi di tahap itu, menurut saya seharusnya akan lebih besar kalau pola belanjanya kita ubah. Bukan menumpuk di kuartal terakhir, tetapi dibagi sedemikian rupa. Terutama project-project yang mempunyai multiplier besar dalam perekonomian. Itu menurut saya, harus semakin difokuskan, diselesaikan dulu di kuartal pertama, bukan di kuartal berikutnya. Kemudian kalau kita kaitkan dengan tahun kalender, maka SAL itu bisa saja terjadi salah satunya adalah karena penerbitan obligasi. Maksud saya, kalau obligasinya terbit di awal, kemudian proyeknya dikerjakan di awal, maka seharusnya itu match. Kalau obligasinya terbit di awal dan proyeknya dikerjakan belakangan, maka ada gap di situ. Nah, itu yang istilahnya disebut idle. Menunjukkan ketidakefisienan sistem kerja anggaran kita, itu harus diperbaiki. Belakangan berkembang wacana agar sistem anggaran diubah. Sistem anggaran seperti apa yang paling cocok untuk diterapkan di Indonesia? Kinerja berbasis anggaran menurut saya itu harus dikaitkan dengan sistem remunerasi. Nah yang belum ada, ketika kita menerima laporan pertanggungjawaban LKPP 2007, yaitu reward and punishment system. Waktu itu kita sepakati bentuknya standar akuntabilitas kinerja institusi pemerintah. Pertanyaannya adalah apakah itu berpengaruh pada pola pengalokasian anggarannya saja, jadi KL yang gagal atau yang rendah penyerapannya itu ada punishment di situ ataukah mempunyai pengaruh terhadap karir para pejabat di situ? Terutama merit sistemnya, yang memang harusnya dalam birokrasi itu yang kerja keras itu gajinya tidak sama dengan yang tidak kerja keras. Saya kira kalau reformasi birokrasi itu bisa diterapkan di semua KL sesuai targetnya pada 2011 itu akan semakin baik. Sanksi apa yang sebaiknya diberikan atas tidak tercapainya target realisasi penyerapan anggaran Kementrian Lembaga? Dalam kesepakatan stimulus fiskal yang sudah berjalan, kita dengan pemerintah sepakat ada beberapa departemen yang kita berikan dana stimulus fiskal itu. Departemen, kelembagaan, dan provinsi yang tidak mampu menyerap maka akan terkena sanksi pemotongan anggaran. Jadi, seberapa besar yang tidak terserap dari dokumen stimulus fiskal itu, maka anggaran mereka akan dipotong sebesar itu. Hanya saja, menurut saya pola ini sifatnya masih pro rata, barangkali harus lebih kita kaji. Tapi saya kira langkah awal ini sudah cukup bagus. Media Keuangan Departemen Keuangan MK-Juni2009-baRu.indd20-21 10 Bagaimana perkiraan bapak mengenai kinerja APBN di semester dua nanti? Menurut saya, di beberapa pos yang berkaitan dengan belanja modal mungkin akan ada beberapa yang tidak selesai sampai akhir semester dua ini. Nah ini yang menjadi masalah, karena di UndangUndang Keuangan Negara kita, sistem anggaran kita single year, tidak multiyears. Untuk gaji pegawai dan belanja barang yang tidak terlalu besar atau waktunya tidak terlalu lama, itu tidak ada persoalan. Tapi untuk infrastructure project yang besar, akumulasi dananya juga besar, tidak mungkin ditumpuk di satu tahun. Saya kira salah satu poin dari Undang-Undang Keuangan Negara itu sudah layak untuk diperbaiki di situ. Saya tidak tahu apakah dari segi penerimaan, misalnya pajak dan cukai, akan bisa meningkat pada akhir tahun. Sekarang pertanyaannya adalah dari segi belanja, belanja mana yang tingkat realisasinya lebih tinggi. Saya lihat Departemen Keuangan dibanding beberapa tahun terakhir ini kecenderungannya lebih baik. Misalnya, tahun sebelumnya 85%, kemarin kalau tidak salah Menteri Keuangan menyebut sekitar 95% realisasinya, ekspektasi 5%. Untuk beberapa departemen lain saya belum tahu. Apa harapan atau pesan Bapak terhadap KL atau Pemda yang berhubungan dengan anggaran? Saya kira masing-masing kementrian dan lembaga termasuk daerah, itu seharusnya semakin lebih mementingkan SDM mereka. Saya termasuk yang mendorong hal tersebut bahkan kepada Menteri Keuangan dan Menteri Bappenas. Saya sering mengatakan kepada mereka, pokoknya kalau Anda mengajukan anggaran peningkatan kualitas SDM, istilahnya berapapun itu saya tutup mata, saya tandatangan. Karena saya percaya betul kualitas SDM yang tinggi itu akan meningkatkan produktifitas kerja birokrasi. Hal tersebut saya rasakan sendiri dengan pendidikan saya, jadi ini harus dirancang seperti itu di tiap departemen. Kalau memang perlu untuk memiliki spesifikasi tertentu, katakanlah kepolisian misalnya perlu ahli forensik khusus, kita harus penuhi dengan investasi orang berapa tahun. Departemen Keuangan misalnya, di mana di tingkat Eselon I merupakan wilayah performance birokrasi. Eselon I Itu kan rata-rata sebentar lagi akan diganti entah di Dirjen Pajaknya, Bea Cukainya, Perbendaharaan Negara, di Anggaran dan seterusnya. Menurut saya, sebagian besar persoalan bangsa kita itu akan selesai kalau birokrasi kita itu lebih efisien. Semakin cepat dan semakin friendly. Kalau perlu ada extra effort di alokasi anggaran kita untuk peningkatan kualitas SDM di semua tingkat KL dan Pemda. mk Vol. IV No. 22/Juni/2009 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial POKOK-POKOK KESEJAHTERAAN SOSIAL PENANGGULANGAN KEMISKINAN Pembangunan kesejahteraan sosial merupakan perwujudan dari upaya mencapai tujuan nasional yang diamanatkan dalam Undang-­Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan sila kelima Pancasila. Penanggulangan kemiskinan merupakan kebijakan, program, dan kegiatan yang dilakukan terhadap orang, keluarga, kelompok dan atau masyarakat yang tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan atau tidak dapat memenuhi kebutuhan yang layak bagi kemanusiaan. Permasalahan kesejahteraan sosial yang berkembang dewasa ini menunjukkan bahwa ada warga negara yang belum terpenuhi hak atas kebutuhan dasarnya secara layak karena belum memperoleh pelayanan sosial dari negara. Akibatnya, masih ada warga negara yang mengalami hambatan pelaksanaan fungsi sosial sehingga tidak dapat menjalani kehidupan secara layak dan bermartabat. Dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial, diperlukan peran masyarakat yang seluas-luasnya, baik perseorangan, keluarga, organisasi keagamaan, organisasi sosial kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi, badan usaha, lembaga kesejahteraan sosial, maupun lembaga kesejahteraan sosial asing demi terselenggaranya kesejahteraan sosial yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan. Penyelenggaraan kesejahteraan sosial bertujuan untuk: 1. Meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kelangsungan hidup; 2. Memulihkan fungsi sosial dalam rangka mencapai kemandirian; 3. Meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam mencegah dan menangani masalah kesejahteraan sosial; 4. Meningkatkan kemampuan, kepedulian, dan tanggung jawab sosial dunia usaha dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan; 5. Meningkatkan kemampuan dan kepedulian masyarakat dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan; 6. Meningkatkan kualitas manajemen penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Penyelenggaraan kesejahteraan sosial diprioritaskan kepada mereka yang memiliki kehidupan yang tidak layak secara kemanusiaan dan memiliki kriteria masalah sosial, yaitu kemiskinan, ketelantaran, kecacatan, keterpencilan, ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku, korban bencana dan atau korban tindak kekerasan, serta eksploitasi dan diskriminasi. Penyelenggaraan kesejahteraan sosial meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, asuransi kesejahteraan sosial, dan pemberdayaan sosial. Penanggulangan kemiskinan dilaksanakan dalam bentuk: 1. penyuluhan dan bimbingan sosial, 2. pelayanan sosial, 3. penyediaan akses kesempatan kerja dan berusaha, 4. penyediaan akses pelayanan kesehatan dasar, 5. penyediaan akses pelayanan pendidikan dasar, 6. penyediaan akses pelayanan perumahan dan permukiman, dan atau 7. penyediaan akses pelatihan, modal usaha, dan pemasaran hasil usaha. TANGGUNG JAWAB KESEJAHTERAAN SOSIAL Penyelenggaraan kesejahteraan sosial menjadi tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah daerah. Tanggung jawab Pemerintah meliputi: 1. Merumuskan kebijakan dan program penyelenggaraan kesejahteraan sosial; 2. Menyediakan akses penyelenggaraan kesejahteraan sosial; 3. Melaksanakan rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 4. Memberikan bantuan sosial sebagai stimulan kepada masyarakat yang menyelenggarakan kesejahteraan sosial; 5. Mendorong dan memfasilitasi masyarakat serta dunia usaha dalam melaksanakan tanggung jawab sosialnya; 6. Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia di bidang kesejahteraan sosial; 7. Menetapkan standar pelayanan, registrasi, akreditasi, dan sertifikasi pelayanan kesejahteraan sosial; 8. Melaksanakan analisis dan audit dampak sosial terhadap kebijakan dan aktivitas pembangunan; 9. Menyelenggarakan pendidikan dan penelitian kesejahteraan sosial; 10. Melakukan pembinaan dan pengawasan serta pemantauan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan kesejahteraan sosial; 11. Mengembangkan jaringan kerja dan koordinasi lintas pelaku penyelenggaraan kesejahteraan sosial tingkat Media Keuangan Departemen Keuangan 23 Vol. IV No. 22/Juni/2009 03/09/200910:57:59 Info Kebijakan Wawancara Kepala Danareksa Research Institute, Purbaya Yudhi Sadewa “ Dengan pasar domestik yang relatif besar, Indonesia masih dapat tumbuh kemandirian dalam pembiayaan APBN. Melalui penerbitan SBN Rupiah diharapkan pula mampu mendukung pengembangan pasar modal, memperluas basis investor melalui diversifikasi berbagai instrumen investasi bagi masyarakat, dan membantu pengelolaan likuiditas pasar. Sejalan dengan itu, akses terhadap sumber pembiayaan di pasar internasional, seperti penerbitan global bond, global sukuk, dan samurai bond juga dibuka untuk meningkatkan posisi tawar pemerintah sebagai peminjam (upper hand borrower). Lebih lanjut Menkeu menyampaikan bahwa pembiayaan defisit dengan langkah penjualan aset, saat ini tidak lagi dilakukan pemerintah. Oleh karena itu, pembiayaan defisit sejak terjadinya krisis ekonomi dan reformasi merupakan keputusan melalui berbagai instrumen yang menjadi tanggung jawab Menteri Keuangan. “Menkeu bertanggungjawab mencari instrumen yang paling kecil risikonya dan paling kecil bebannya dan tanpa ikatan politik,” ujar Menkeu. “Oleh karena itu, tujuan kebijakan pengelolaan utang adalah bagaimana kita mampu menghasilkan suatu pembiayaan defisit di mana pembiayaan utang dan risiko dari utang itu seminimal mungkin tanpa memunculkan konsekuensi politik,” lanjutnya. Bila dibandingkan dengan berbagai negara di dunia yang mengalami pembengkakan defisit dan pertumbuhan ekonomi yang negatif, defisit Indonesia bisa dibilang jauh lebih baik dengan rasio 2,5% terhadap PDB dan pertumbuhan ekonomi yang positif. Bandingkan dengan Jepang misalnya, defisitnya tahun 2009 diperkirakan mencapai 13,5% terhadap PDB. Kemudian Amerika sebesar 10,6% terhadap PDB dan Inggris 13% terhadap PDB. Pembiayaan APBN Ditilik dari postur APBN, dalam kurun lima tahun ini selalu menggambarkan adanya kebutuhan untuk tetap menjaga konsolidasi fiskal di mana APBN sehat dan rasio utang harus turun. Namun, pada saat yang sama, pemerintah juga menyampaikan pada dewan pentingnya memperbaiki infrastruktur ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Apalagi pada lima tahun pemerintahan ini banyak sekali persoalan baru yang muncul, seperti terjadinya krisis harga minyak, kenaikan harga komoditas pangan, dan dilaksanakannya komitmen konstitusi untuk menetapkan anggaran pendidikan minimal 20%. Berbagai hal ini selalu masuk dalam “Opini BPK terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) mengenai pengelolaan utang mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap laporan keuangan seluruh Bagian Anggaran (BA) terkait pengelolaan utang” rencana kerja pemerintah yang kemudian berimplikasi pada postur APBN. Pemerintah dan Dewan menilai, dari sisi tingkat kesejahteraan masyarakat memang masih banyak yang perlu diperbaiki. Hal ini tentunya membutuhkan intervensi pemerintah baik berupa pengeluaran langsung untuk infrastruktur dasar maupun subsidi untuk melindungi masyarakat lemah. Pemerintah menyadari agar berbagai kebutuhan ini tidak membebani generasi yang akan datang, maka pemerintah juga bersungguh-sungguh melakukan reformasi di bidang penerimaan negara sehingga tidak ada alasan, dengan belanja yang lebih banyak defisitnya menjadi tidak terkontrol. Media Keuangan Departemen Keuangan MK-Juni2009-baRu.indd22-23 22 “Oleh karena itu, reformasi di bidang pajak dan seluruh pengelolaan keuangan negara terutama dari sisi penerimaan negara menjadi fokus kami. Dua upaya inilah yang merupakan bagian dari politik anggaran pemerintah yang kemdian disampaikan dan dituangkan dalam APBN setiap tahun dan dibahas bersama-sama dengan dewan,” jelas Menkeu. Menkeu melanjutkan bahwa pemerintah setiap tahun akan selalu meminta persetujuan mengenai politik anggaran baik dari sisi proyeksi penerimaan maupun rencana belanja dan konsekuensi defisitnya termasuk bagaimana membiayai defisit itu. Opini BPK Terhadap Pengelolaan Utang: “Wajar Tanpa Pengecualian” Satu hal yang layak dicatat adalah governance, transparansi, dan akuntabilitas dalam pengelolaan utang juga mengalami perbaikan yang sangat signifikan. Opini BPK terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) mengenai pengelolaan utang mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap laporan keuangan seluruh Bagian Anggaran (BA) terkait pengelolaan utang. Bagian Anggaran tersebut antara lain Pembayaran Biaya Utang (BA-061), Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri (BA-096), Pembayaran Pokok Surat Berharga Negara (BA-097). Selain itu, akuntabilitas kinerja pengelolaan utang dari sisi Sistem Pengendalian Internal dan kepatuhan terhadap peraturan dan ketentuan yang berlaku juga dinilai terus membaik. mk Vol. IV No. 22/Juni/2009 di atas 4% pada semester pertama tahun ini Dampak lanjutan krisis perekonomian global dan lambannya realisasi penyerapan anggaran di semester pertama merupakan tantangan terberat yang harus dikelola Pemerintah guna menjaga tingkat pertumbuhan ekonomi. Kebijakan fiskal yang ekspansif melalui pemberian paket stimulus fiskal pun digulirkan sebagai langkah counter cyclical perlambatan ekonomi. Hasilnya, di tengah pertumbuhan ekonomi yang negatif di berbagai negara, pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap mampu dipertahankan pada zona positif. Bagaimanakah pandangan kalangan ekonom independen terhadap kinerja realisasi APBN semester pertama? Berikut petikan hasil wawancara Media Keuangan dengan Chief Economist Danareksa Research Institute, Purbaya Yudhi Sadewa. Pak Purbaya, bagaimana kinerja ekonomi dan APBN di Semester I 2009 lalu? S eperti yang telah diperkiraan sebelumnya, perekonomian kita memang mengalami perlambatan pertumbuhan yang cukup signifikan pada semester pertama tahun 2009 ini. Kondisi perekonomian dunia memang kurang menguntungkan bagi perekonomian kita. Pada semester pertama tahun ini sebagian ekonomi dunia masih mengalami kontraksi. Indonesia, dengan pasar domestik yang relatif besar, masih dapat tumbuh di atas empat persen pada semester petama tahun ini. Angka pertumbuhan ini sebenarnya relatif rendah. Walaupun demikian, di tengah negara-negara tetangga kita yang sebagian besar mengalami pertumbuhan ekonomi negatif, kita jadi tampak amat menonjol. Relatif baiknya pertumbuhan ekonomi kita pada semester pertama tahun ini tentunya tidak lepas dari peranan pemerintah, dalam hal ini kebijakan ekspansi fiskal (termasuk stimulus fiskal) yang telah ditempuh. Bila dilihat dari realisasi anggaran, ada sedikit kemajuan di tahun ini di bandingkan dengan pada tahun lalu. Realisasi belanja semester pertama tahun ini mencapai 37,1% dari RAPBN, naik sedikit dari 36,7% “ pada semester yang sama tahun lalu. realisasi belanja negara? Hanya saja, seperti pada tahun-tahun yang lalu, masih tampak ada keterlambatan pembelanjaan APBN di tahun ini. Hal ini terlihat dari masih menumpuknya dana di rekening pemerintah di BI yang sempat mencapai sekitar Rp190 triliun pada bulan Mei tahun ini. Menjelang akhir semester pertama, terlihat mulai ada perbaikan dari penyerapan anggaran (diperlihatkan oleh dana pemerintah di BI yang terus menurun). Bila trend ini terus belangsung, maka diperkirakan dampak kebijakan fiskal terhadap perekonomian akan semakin signifikan di bulan-bulan mendatang. Realisasi anggaran memang relatif rendah. Saya melihat masih ada masalah yang belum dapat diatasi oleh pemerintah saat ini. Rendahnya realisasi anggaran terjadi berulang-ulang dalam beberapa tahun terakhir ini, dengan kecenderungan memburuk dalam dua tahun terakhir ini. Dari sisi internal maupun eksternal, hambatan dan tantangan apa saja yang dihadapi APBN 2009 dalam perjalanan di sepanjang Semester I lalu? Dari sisi eksternal, tidak dapat dipungkiri bahwa resesi global memberikan dampak negatif pada perekonomian kita. Ekspor kita mengalami penurunan yang cukup signifikan. Artinya, perusahaan-perusahaan yang melakukan kegiatan ekspor juga mengalami penurunan keuntungan. Ini tentunya akan mengurangi potensi pendapatan pemerintah dari pajak. Melambatnya perekonomian domestik juga memberi tekanan tambahan terhadap pendapatan pajak kita. Dengan keadaan yang demikian, tidak terlalu mengherankan bila pendapatan pajak pada semester pertama tahun ini sedikit lebih rendah dari realisasi pendapatan pajak pada tahun lalu (44,2% pada tahun ini, 50,5% pada tahun lalu). Sementara itu, dari sisi pembiayaan, ketidakpastian yang tinggi di perekonomian dunia juga menyebabkan imbal hasil dari surat utang negara menjadi agak tinggi. Hal ini terjadi terutama di permulaan tahun. Akibatnya, biaya utang menjadi agak mahal sehingga hal ini sempat dijadikan isu politik. Bagaimana Bapak melihat kinerja Media Keuangan Departemen Keuangan 11 Walaupun pada akhir tahun biasanya realisasinya tampak bagus, terlihat bahwa ada banyak anggaran yang baru direalisasikan menjelang akhir tahun. Kecenderungan seperti ini membuat dampak dari belanja fiskal menjadi tidak optimal bagi perekonomian kita. Pembelanjaan APBN yang tepat waktu mungkin merupakan hal mendesak untuk diperbaiki. Kebijakan apa yang semestinya diambil oleh Pemerintah agar terjadi akselerasi dalam penyerapan belanja Pemerintah? Pemerintah harus melakukan studi lebih dalam lagi tentang faktor-faktor yang menyebabkan masih lambatnya realisasi anggaran ini. Pihak-pihak terkait harus diikutsertakan. Dengan informasi permasalahan yang lebih jelas, tentunya strategi untuk menghilangkan kebuntuan yang terjadi saat ini akan menjadi lebih akurat. Misalnya, bila ditemukan alasan keterlambatan realisasi anggaran disebabkan oleh peraturan yang kurang jelas, maka peraturan tersebut harus diperjelas atau bila perlu dihilangkan. Bilamana diperlukan tentunya badan pengawas (seperti BPK) perlu disertakan untuk memberikan pandangannya. Dengan kejelasan aturan (termasuk pengawasannya), rasanya kita akan dapat mengurangi masalah keterlambatan realisasi anggaran dengan amat signifikan. Selain itu, sistem reward and punishment sudah saatnya dipertimbangkan untuk dikenalkan kepada pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya keterlambatan realisasi anggaran. Koordinasi antardepartemen juga Vol. IV No. 22/Juni/2009 03/09/200910:58:01 Wawancara Info Kebijakan Pengelolaan Utang: Instrumen Kebijakan Fiskal yang Rawan Dipolitisasi perlu ditingkatkan mengingat seringkali masalah yang timbul berkaitan antarsatu departemen dengan departemen yang lainnya. Dalam pembiayaan APBN, penerbitan obligasi untuk menutup defisit sudah dilakukan sejak awal tahun anggaran sementara penyerapan anggaran baru berakselerasi di semester II. Bagaimana Bapak melihat hal ini? Betul sekali. Cash management yang kurang baik membuat kita harus membayar biaya yang tidak perlu. Dalam artian, kita harus membayar bunga terlalu banyak, karena ada idle cash dari surat utang yang diterbitkan pada awal-awal tahun sementara pemakaiannya baru terjadi menjelang akhir tahun. Untuk mengurangi keadaan seperti ini, maka cash management dan monitoring pemerintah harus diperbaiki. Siklus pengeluaran pemerintah harus benarbenar dipelajari dan dipahami (bulan per bulan) sehingga waktu penerbitan utang dapat ditentukan secara optimal sesuai kebutuhan. Menurut Bapak, sistem anggaran seperti apakah yang paling ideal diterapkan di Indonesia? Kinerja berbasis anggaran seolah merupakan alternatif solusi yang menarik untuk mempercepat penyerapan anggaran. Tetapi, tampaknya ada kelemahannya juga. Menurut saya, sistem anggaran ini tampak agak sentralistis dibandingkan dengan yang ada sekarang. Dikhawatirkan programprogram yang dipilih tidak terlalu sesuai dengan yang dianggap sebagai prioritas oleh K/L. Dengan asumsi K/L lembaga lebih mengerti akan kebutuhan sektor yang ditanganinya, sebaiknya sistem yang ada seperti sekarang ini dipertahankan. Tentu saja prioritas program yang akan dipilih nantinya tetap disesuaikan dengan anggaran yang ada. Kelambatan penyerapan anggaran sebaiknya tidak dipecahkan dengan B Tindakan apa yang sebaiknya dilakukan Pemerintah terhadap K/L maupun Pemda yang tidak mampu menyerap anggaran mereka secara optimal? Tindakan tegas perlu dikenakan pada K/L atau Pemda yang tidak dapat membelanjakan uangnya sesuai anggaran. Namun, mereka juga harus diberikan waktu untuk membenahi diri mereka. Beri peringatan keras pada tahun pertama bila realisasi anggaran mereka jauh dari rencana. Mereka harus memberikan penjelasan yang masuk akal, sekaligus membuat rencana untuk mengatasi kelemahan yang ada. Kinerja mereka pada tahun kedua harus dinilai lagi. Bila ada perbaikan maka diberikan pujian. Tetapi, bila tidak ada sama sekali, maka pemotongan anggaran harus mulai dilakukan. Pemotongan ini bukan ditujukan untuk mengurangi belanja jangka panjang, tetapi untuk membuat mereka menjadi lebih terpacu untuk merencanakan dan mengimplementasikan anggaran dengan lebih baik. Dalam pandangan Bapak, pos-pos apa saja dalam APBN 2009 yang akan melampaui target dan pos apa juga yang akan berada di bawah target atau shortfall? Saya kira kinerja APBN di semester II-2009 nanti akan lebih baik dari pada semester pertama, terutama dari sisi pendapatan. Mengingat perekonomian Indonesia sudah mencapai titik terendah pada bulan Maret 2009, perekonomian pada semester kedua akan jauh lebih baik dibandingkan dengan pada semester pertama. Akibatnya, pendapatan pajak diperkirakan akan lebih baik dari yang diantisipasi semula. Media Keuangan Departemen Keuangan MK-Juni2009-baRu.indd24-25 “Kami ingin menekankan bahwa utang adalah bagian dari kebijakan APBN atau fiskal. Dan kebijakan fiskal merupakan bagian dari kebijakan pengelolaan ekonomi secara keseluruhan,” demikian disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin (29/6). merubah sistem anggaran, karena malah dapat membingungkan aparat di K/L. Ada baiknya pemerintah melakukan studi lebih dalam lagi terhadap faktor-faktor utama penyebab kelambatan yang terjadi saat ini. Daya serap diperkirakan akan dapat berjalan lebih baik bila faktor-faktor tersebut dihilangkan atau dikendalikan. Harga minyak dan komoditas perkebunan pun sudah naik ke level yang lebih tinggi. Artinya, pendapatan pemerintah dari hasil minyak diperkirakan akan naik. Memang dari sisi pengeluaran, subsidi BBM diperkirakan akan lebih tinggi dari yang direncanakan. Sementara itu, pengeluaran non-K/L diperkirakan akan lebih rendah dari yang dianggarkan. Apa pesan dan harapan Bapak kepada Kementerian/Lembaga/Pemda yang pekerjaannya berhubungan dengan anggaran? Untuk teman-teman di Kementrian/ Lembaga/Pemda saya hanya ingin sedikit mengingatkan bahwa peran temanteman amat penting bagi seluruh bangsa Indonesia. Mengingat keterbatasan dana yang ada, sudah seharusnya anggaran direncanakan dengan baik dan tepat sasaran. Akan tetapi, yang lebih penting lagi adalah realisasi dari apa yang telah direncanakan. Tanpa itu, rencana hanya tinggal rencana, dan dampak kebijakan fiskal terhadap perekonomian kita menjadi kurang optimal. Sulit rasanya kita untuk mengharapkan Indonesia yang lebih makmur bila masalah kelambatan realisasi anggaran saja tidak dapat diatasi. Semoga ke depan masalah ini dapat dihilangkan dan Indonesia dapat bertumbuh dengan baik. Selamat berjuang. mk 12 Vol. IV No. 22/Juni/2009 eberapa waktu lalu, utang memang sempat menjadi topik dan isu yang menarik diperbincangkan bahkan diperdebatkan di berbagai media. Tak kalah serunya, utang pun bak bola panas yang bergulir di tengah-tengah kampanye pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden. Utang dipandang seolaholah lebih banyak mengandung muatan politis daripada bagian dari suatu kebijakan ekonomi. postur dari kebijakan APBN bila proyeksi penerimaan negara diperkirakan lebih kecil dari keseluruhan belanja negara (defisit). Guna mendudukkan persoalan pengelolaan utang pada proporsinya, DPR merasa perlu untuk memanggil Pemerintah. Rapat kerja di komisi XI pun digelar dengan agenda pembahasan posisi dan pengelolaan utang dalam rangka menjamin kesinambungan fiskal. Menkeu menambahkan, ada dua pilihan yang dapat ditempuh guna mengurangi utang negara. Pertama adalah mengurangi belanja dan menambah pendapatan. Kedua adalah mengupayakan pengurangan belanja dan penambahan pendapatan untuk dilakukan secara bersama-sama. Hal menarik yang menjadi sorotan DPR adalah dari sisi jumlah utang, di mana utang Indonesia memang meningkat. Pada Desember 2003, angkanya sebesar Rp1.275 triliun dan pada Maret 2009 angkanya mencapai Rp1.700 triliun. Namun demikian, dari sisi rasio utang terhadap PDB (rasio yang digunakan sebagai indikator untuk menilai besar kecilnya tingkat risiko utang suatu negara) dari tahun ke tahun terus menurun. Tahun 2004, rasio utang terhadap PDB adalah 57% dan pada tahun 2009 turun menjadi 32%. Pada masa Orde Lama, utang terjadi lantaran kebutuhan untuk pembiayaan berbagai kebijakan politik masa itu. Pemerintahan Orde Lama kemudian mewariskan suatu utang yang mencapai lebih dari 2 milyar USD. Di awal Pemerintahan Orde Baru utang ini direstrukturisasi melalui mekanisme Paris Club. Dari data di atas, persoalannya sekarang adalah apakah Pemerintah akan melanjutkan kebijakan berutang atau mengurangi utang dengan konsekuensi mengurangi defisit dikaitkan dengan kesinambungan fiskal Indonesia? Latar Belakang Menurut Menkeu, utang merupakan bagian dari pengelolaan keuangan negara yang lazim dilakukan suatu negara untuk menutup defisit APBN-nya. Oleh karena itu, utang adalah suatu konsekuensi dan Selama 30 tahun, walaupun menggunakan format anggaran berimbang APBN yang dikelola pemerintahan Orde Baru selalu mengalami defisit. Seluruh defisit itu ditutup melalui utang luar negeri baik bilateral maupun multilateral (Pembiayaan APBN dimasukkan dalam unsur Penerimaan). Di masa itu tidak ada utang yang dibiayai oleh Surat Utang Negara. Akhir Pemerintahan Orde Baru, rasio utang luar negeri terhadap GDP mencapai 38%. Seluruh utang luar negeri tersebut kemudian mengalami pembengkakan karena depresiasi rupiah akibat krisis ekonomi tahun 1997-1998. Permasalahan ini diperburuk oleh munculnya krisis keuangan dan perbankan yang memunculkan Media Keuangan Departemen Keuangan 21 tambahan utang baru. Rasio utang pun bertambah hingga mendekati 70% dari GDP atau sekitar 700 triliun pada masa itu. Bahkan, rasio utang terhadap GDP sempat mengalami kondisi di atas 100% pada kondisi terburuknya di pertengahan tahun 1999. Oleh karena itu, menurut Menkeu setiap pemerintahan sejak era reformasi semua tema APBN-nya adalah mengagendakan upaya dan kebijakan untuk mengurangi rasio utang. Kebijakan Pengelolaan Utang Menkeu menjelaskan bahwa kebijakan pengelolaan utang Pemerintah saat ini adalah melaksanakan pembiayaan defisit dengan biaya utang dan risiko utang yang seminimal mungkin tanpa menimbulkan konsekuensi di bidang politik. Dalam jangka panjang, kebijakan pengelolaan utang diarahkan guna meminimalkan biaya utang dengan tingkat risiko yang semakin terkendali. Menkeu menambahkan bahwa sejak tahun 2004, Pemerintah telah menerapkan kebijakan tambahan neto pinjaman luar negeri yang dianggarkan negatif. “Artinya, jumlah pembayaran kembali utang dianggarkan lebih besar dibanding dengan jumlah penarikan pinjaman luar negeri baru,” jelasnya. Selain itu, kebijakan utang lebih diutamakan pada penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) Rupiah di pasar dalam negeri. Hal ini tak lain bertujuan guna mewujudkan Vol. IV No. 22/Juni/2009 03/09/200910:58:02 Reportase Profil Darmin Nasution Dicintai Bawahan Disayangi Pimpinan STAN di tahun-tahun mendatang? Dari hasil evaluasi yang kami lakukan pada proses e-registration USM STAN kemarin, mengingat bahwa masalah koneksi terhadap situs e-registration USM STAN sudah teratasi kurang lebih satu pekan sebelum pendaftaran secara online berakhir dengan cara menerapkan metode clustering database. Maka, kemungkinan metode clustering database ini pun akan kami terapkan untuk tahun mendatang. Selain itu, kami akan mencoba membuat aplikasi e-registration USM baru yang lebih ringan sehingga akses terhadap aplikasi dan database USM tidak terlalu banyak menggunakan sumber daya server agar request yang begitu banyak dapat dilayani. Kemudian, kami juga akan mempersiapkan untuk melakukan customizing hardware terhadap server yang akan digunakan untuk USM STAN mendatang sehingga sesuai dengan aplikasi, database, dan layanan terhadap para penggunanya. Terakhir, kami akan mencoba melakukan modifikasi sistem lama menjadi sistem pendaftaran online yang dapat meningkatkan pelayanan terhadap calon pendaftar, mudah, dan cepat dalam akses dan perolehan informasi. Berapa jumlah calon mahasiswa yang mendaftar USM STAN untuk tahun ini? Sampai dengan penutupan e-registration, jumlah calon mahasiswa yang mendaftar adalah 117.601 orang. Dari jumlah ini, yang benar-benar men-download formulir untuk diverifikasi adalah 82.083 orang. Setelah dilakukan verifikasi dan dibuka pendaftaran langsung, jumlah pendaftar seluruhnya adalah 88.744 orang. Adapun jumlah yang akan diterima sesuai dengan permintaan unit-unit pengguna adalah sekitar 1.600– 2.000 orang. Berbicara mengenai status mahasiswa, bagaimana status ikatan dinas bagi lulusan STAN? Benarkah kabar yang menyebutkan tidak ada lagi status ikatan dinas? Sebagaimana diketahui, sama dengan lulusan STAN tahun 2008 yang lalu, semua lulusan STAN masih menyandang ikatan dinas. Mereka langsung ditempatkan di unit-unit pengguna, yakni Departemen Keuangan, BPK, dan BPKP. Pada dasarnya, sesuai dengan ketentuan pendidikan kedinasan, Perguruan Tinggi Kedinasan (PTK) hanya mendidik calon PNS dan/atau PNS. STAN dalam hal ini hanya mendidik untuk keperluan ini. Ketentuan ikatan dinas bagi mahasiswa STAN diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1274/KMK.08/1992 tentang Ketentuan Wajib Kerja bagi CPNS/PNS yang Mengikuti Pendidikan Program Diploma/STAN/Program Gelar di lingkungan Departemen Keuangan dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 289/KMK.014/2004 tentang Ketentuan Ikatan Dinas bagi Mahasiswa Program Diploma Bidang Keuangan di lingkungan Departemen Keuangan. Betulkah akan ada penempatan sebagian lulusan STAN ke berbagai K/L atau Pemda? Penempatan Alumni STAN ke K/L-Pemda dapat dilaksanakan sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.01/2007, instansi yang memerlukan lulusan STAN dapat mengajukan kebutuhan lulusan STAN (Prodip I dan III) kepada Kepala BPPK. Saat ini, memang ada harapan dari beberapa K/L-Pemda bahwa ke depan STAN dapat memenuhi kebutuhan SDM di bidang keuangan negara di K/L dan Pemda. Namun hal ini perlu persiapan matang, terutama dalam rangka koordinasi strategis dari K/L-Pemda dalam menyiapkan formasi pegawai sebelum STAN memulai proses penerimaan mahasiswa baru. Koordinasi strategis ini sangat penting karena jangan sampai terjadi seperti di masa lalu, ketika kementerian tertentu meminta lulusan dan ketika sudah alumni STAN akan didistribusikan, ternyata kementrian tersebut belum menyediakan formasinya. keuangan, STAN dapat menggunakan penerimaan negara yang diperolehnya secara langsung tanpa harus disetorkan terlebih dahulu ke kas negara. Namun demikian, masih ada beberapa kegiatan yang pendanaannya belum tertuang dalam DIPA sehingga DIPA akan direvisi. STAN masih harus membenahi diri dan melengkapi sejumlah perangkat BLU, antara lain ketentuan tarif dan sistem akuntansi. Terkait dengan aspek non keuangan, pengaruh BLU belum terlihat signifikan mengingat tahun 2009 adalah awal penerapan BLU. STAN masih harus membenahi sarana-sarana pelayanannya, di samping juga masih perlu belajar banyak dalam rangka menerapkan BLU. Secara umum, sejak UU Nomor 20/2003 tentang Sisdiknas mulai diberlakukan, semua Perguruan Tinggi Kedinasan (PTK), termasuk STAN, menghadapi permasalahan yang sama, yakni ketidakharmonisan antara ketentuan yang baru dan praktiknya selama ini berlangsung. Di sisi lain, posisi dan peruntukkan STAN tidak berubah dari ketentuan dasar dari PTK sebelumnya, yaitu hanya mendidik calon PNS dan/atau PNS. Bagaimana perkembangan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU) STAN? Kemudian bagaimana pendapat Bapak tentang status STAN pascadiundangkannya UU BHP? Sudah banyak upaya terkait dengan pengharmonisan UU Sisdiknas dengan status PTK yang telah eksis sebelum UU Sisdiknas diberlakukan. Namun, sampai sekarang hasil dari upaya tersebut belum tampak sehingga timbul kondisi “status quo” terhadap status PTK. Secara resmi, BLU STAN ditetapkan pada Maret 2008, namun pelaksanaannya baru mulai tahun 2009. Terkait dengan aspek Secara umum, UU BHP menawarkan alternatif jalan keluar dalam mengatasi “status quo” dari PTK. mk Media Keuangan Departemen Keuangan MK-Juni2009-baRu.indd26-27 Secara umum, sejak UU Nomor 20/2003 tentang Sisdiknas mulai diberlakukan, semua Perguruan Tinggi Kedinasan (PTK), termasuk STAN, menghadapi permasalahan yang sama, yakni ketidakharmonisan antara ketentuan yang baru dan praktiknya selama ini berlangsung. 20 Vol. IV No. 22/Juni/2009 Siapa tak kenal Darmin Nasution? Sosoknya yang bersahaja dan humor cerdas yang kerap meluncur dari Pak Darmin—sapaan akrabnya— membuat siapa pun yang pernah bertemu memiliki kesan tersendiri terhadapnya. Sepak terjangnya di Departemen Keuangan telah menorehkan tinta emas dalam lembaran sejarah Depkeu dengan berbagai prestasi. Tak heran setelah fit and proper test pada 11 Mei lalu, komisi XI DPR pun memilihnya secara aklamasi untuk menggantikan Miranda S. Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. L ahir di Tapanuli, 21 Desember 1949, Darmin Menyelesaikan sarjananya di Fakultas Ekonomi UI (1976) dan mendapatkan gelar doktor dari Universitas Paris I Sorbon, Perancis (1986). Tahun 1998-2000, ia diangkat sebagai Asmenko I Wasbangpan, sekaligus Ketua Komite Kebijakan dan Rekapitalisasi Perbankan serta penyelesaian BLBI. Kinerjanya membuat Darmin diangkat menjadi Direktur Jendral Lembaga Keuangan (2000-2005). Ia pun pernah bekerja sama dengan Boediono, dengan menjadi konseptor berdirinya lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang akan bertugas mengawasi lembaga keuangan, baik perbankan maupun non perbankan. Pada 29 Maret 2005, Menteri Keuangan Jusuf Anwar memercayainya sebagai Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), menggantikan Herwidayatmo. Perjalanan karirnya tak berhenti di sana. Pada 20 April 2006, berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 45/M tahun 2006, ia dilantik menggantikan Hadi Poernomo sebagai Direktur Jenderal Pajak (DJP). Memimpin institusi besar seperti DJP, sekali lagi sentuhan tangan dingin Darmin bekerja. Berbagai langkah strategis pun digelontorkan. Modernisasi administrasi perpajakan dan reformasi kebijakan yang menghasilkan regulasi baru, yaitu Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2007, tentang Ketentuan Umum dan Tata-Cara Perpajakan. Ayah dua anak ini juga menerapkan insentif pajak, yang mencakup Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Fasilitas Perpajakan (PPh, PPN, dan PBB), serta intensifikasi perpajakan yang lebih sistematis dan terstandar lewat OPDP (Optimalisasi Pemanfaatan Data Perpajakan), aktivasi wajib pajak nonfiller, mapping, dan pembuatan profil serta penegakan hukum. Tak kalah suksesnya, gebrakan pemberian fasilitas sunset policy pun dimanfaatkan jutaan Wajib Pajak (WP). Sunset policy pada dasarnya merupakan fasilitas yang memberi kesempatan pada WP untuk merestrukturisasi pajak dan membuka peluang masyarakat untuk memiliki NPWP sebagai WP baru. yang menyenangkan dan bersahabat membuat Menteri Keuangan dan rekanrekannya sesama eselon I merasa perlu untuk membuat moment khusus guna melepas kepergiannya. Alhasil, di forum Rapat Pimpinan Darmin didaulat untuk mengungkapkan isi hatinya. Akademisi yang Hijrah ke Pemerintahan Sebelum berkarir di pemerintahan, Darmin lebih dikenal lewat karyanya di dunia pendidikan. Pada tahun 1987-1989, Darmin menjabat Wakil Kepala Bidang Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FE UI. Selanjutnya, tahun 1989-1993 menjadi kepala di lembaga yang sama. Dunia akademisi sebagai peneliti dan pengajar digelutinya selama kurang lebih 22 tahun. Bahkan, Museum Rekor Indonesia (MURI) telah ikut mencatat prestasi DJP dalam kategori ”Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Baru Terbanyak di Seluruh Indonesia”, yaitu 3.545.076 NPWP pada tahun 2008. Dan ”Pendaftaran NPWP Terbanyak pada Satu Hari di Seluruh Indonesia”, yaitu 163.255 NPWP pada hari Rabu Tanggal 31 Desember 2008. Dalam kurun waktu tersebut, dirinya mengaku mulai menemui kejenuhan. Darmin pun kerap mempertanyakan mana yang lebih penting antara pemikiran dan perbuatan. ”Saya mulai mempertanyakan, lebih penting mana sih sebenarnya pemikiran atau perbuatan? Artinya, saya mulai makin merasa lucu, ngomong terus di depan kelas bersama riset saya. Saya makin merasa apa ini sebenarnya?” ujarnya. Tak hanya segudang prestasi Darmin yang membuatnya dicintai oleh rekan-rekannya di Depkeu, pribadinya Dalam kejenuhannya, akhirnya Darmin memutuskan untuk masuk ke dalam Pemerintahan. Saat itulah secara pribadi Media Keuangan Departemen Keuangan 13 Vol. IV No. 22/Juni/2009 03/09/200910:58:10 Profil Reportase Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, I Made Gde Erata "e-registration meminimalisir risiko" pendaftaran secara manual dan eregistration (blend) memungkinkan untuk dilaksanakan. Beberapa persiapan yang kami lakukan sebelum melaksanakan e-registration yang pertama adalah mempersiapkan infrastruktur internet dan server dengan melakukan colocation server pada ISP dengan bandwidth yang cukup tinggi, yang kedua membuat aplikasi pendaftaran USM STAN dengan berbasis web untuk diakses online oleh seluruh calon pendaftar, yang ketiga melakukan ujicoba akses internet dengan cara mengetes koneksi dengan ribuan koneksi ke server internet USM STAN. Darmin mengaku menemukan semangat baru untuk berbuat lebih banyak untuk mengimplementasikan pemikirannya. ”Saya cukup bersemangat rasanya ada hal baru, ini bukan sekedar omong. Tapi memang ada hal-hal yang dipikirkan dulu tidak bisa diperbuat,” jelas Darmin. Belajar Mempercayai Orang Darmin menuturkan, ketika dirinya ditawarkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk memimpin DJP, motivasinya sedang dalam kondisi menurun. ”Sehingga pada waktu saya terima itu, saya mau bikin apa sih di pajak nanti?,” terangnya. Walaupun ada satu konglomerat yang mangkir pada saat itu, Darmin mengakui pengalaman tersebut membuatnya belajar tentang psikologi manusia. ”Nah, terus terang itu kemudian membuat saya merasa belajar mengenai manusia. Itulah periode di mana saya merasa ternyata manusia itu bisa dipercaya. Masa kecil saya dididik kalau saya salah itu pasti ada hukumannya. Tapi waktu saya menghadapi konglomerat-konglomerat ini, terus terang saya melihat mereka di dalam beberapa hal dia sadar kalau dia salah. Tetapi karena kesalahannya sudah begitu banyak, dia tidak bisa bayar lagi. Ini juga merupakan dilema yang lain.” Republik ini Bisa Berubah Namun demikian, setelah berbincang dengan sejumlah eselon II di Pajak, Darmin mengatakan dirinya cukup surprise melihat adanya keinginan mereka untuk mengubah praktik-praktik yang tidak baik di institusinya. Dimulai dari kejujuran jajarannya itulah kemudian Darmin mulai menemukan kembali motivasi untuk melakukan perubahan besar-besaran di DJP. ”Mereka mau mengubahnya, itu menurut saya ‘nah ini’ ada sesuatu yang bisa dilakukan. Itulah yang akhirnya melahirkan beberapa trial and error,” tuturnya. Jadilah di awal masa baktinya, berbagai langkah modernisasi perpajakan yang telah dirancang kemudian diakselerasi pengerjaannya atas arahan Menkeu Sri Mulyani Indrawati. Darmin kemudian memanggil satu per satu konglomerat besar untuk bicara dan bersama-sama menghitung kewajiban pajak mereka. Menurut Darmin, apa yang dilakukan di Dirjen Pajak rasanya paling tidak bisa membuktikan keyakinan dirinya. Sebuah pembuktian bahwa Indonesia masih bisa dibenahi dengan upaya yang sungguhsungguh. ”Republik kita ini juga sebetulnya bisa dibereskan asal dikerjakan dengan sungguh-sungguh, dengan konsisten,” tegas Darmin. Hal yang pertama yang harus dibangun menurut Darmin adalah trust dari aparatnya. ”Aparat itu harus percaya kepada atasannya. Kalau semua bawahan percaya atasannya tidak main curang termasuk di dalam promosi dan mutasi, maka kita sudah punya modal yang sangat besar,” ujarnya. Dengan kepercayaan yang dibangun tersebut, Darmin mampu mengajak aparatnya untuk bekerja lebih dari Media Keuangan Departemen Keuangan MK-Juni2009-baRu.indd28-29 14 Apa saja yang menjadi kendala implementasinya di lapangan? kewajibannya. ”Saya menyaksikkan temanteman saya di Direktorat Jenderal Pajak bekerja jauh lebih keras dari kewajiban yang ada pada mereka,” jelasnya. Ada Pertemuan Pasti Ada Perpisahan Ada Pertemuan Pasti Ada Perpisahan. Nampaknya peribahasa ini tepat bila disandarkan pada sosok Darmin Nasution. Setidaknya hal ini pulalah yang dikatakannya dihadapan Menteri Keuangan dan rekannya sesama eselon I. ”Tidak ada perjumpaan yang takkan berakhir dan saya menganggap kehadiran saya di dalam Departemen Keuangan juga adalah suatu perjumpaan dengan rekan-rekan sekalian,” ujarnya. ”Secara umum di Departemen Keuangan ini yang paling menarik adalah di sini tidak ada rivalitas di antara sesama Eselon I, itu menyenangkan. Terutama sejak empat-lima tahun terakhir ini, saya merasa nyaman di Departemen Keuangan. Saya kira, kalau ditanyakan periode mana yang paling berharga, yang paling banyak membentuk kepribadian saya, dalam hidup saya, itu adalah periode saya di Departemen Keuangan,” ungkap Darmin menuturkan isi hatinya. Akhirnya berbagai kalangan pun berharap tangan dinginnya sekali lagi mampu membuat perubahan yang signifikan bagi lembaga moneter dalam menghadapi krisis finansial global. Selamat berkarya di tempat baru Pak Darmin! mk Vol. IV No. 22/Juni/2009 Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) saat ini merupakan salah satu perguruan tinggi favorit pilihan siswa/siswi lulusan SMA. Bahkan bisa dikatakan sejajar dengan beberapa universitas favorit lain di tanah air seperti UI, UGM, dan ITB. Jika tak percaya tanyakan saja kepada mahasiswa/i STAN, di Universitas mana mereka dulu diterima SNMPTN sebelum akhirnya memutuskan untuk kuliah di STAN. B oleh jadi biaya pendidikannya yang gratis dan jaminan pekerjaan di berbagai instansi pengelola keuangan negara, menjadi magnet tersendiri bagi mereka. Alhasil, setiap tahun Ujian Seleksi Masuk (USM) STAN selalu ramai diserbu puluhan ribu pendaftar. Mengantisipasi berbagai risiko yang timbul dengan pendaftaran manual, mulai tahun ini USM STAN menerapkan mekanisme e-registration bagi para pendaftarnya. Guna mengungkap lebih jauh informasi mengenai penerapan mekanisme eregistration USM STAN, berikut kami sajikan kutipan hasil wawancara Media Keuangan dengan Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK) I Made Gde Erata. Pak Erata, bisa diceritakan apa latar belakang penerapan e-registration USM STAN? Pendaftaran dengan mekanisme eregistration baru pertama kali dilaksanakan pada tahun 2009 ini sebagai alternatif dari pelaksanaan pendaftaran secara konvensional (manual) yang selama ini berlangsung dalam Ujian Saringan Masuk (USM) STAN. Selama ini, hanya dengan mengandalkan mekanisme pendaftaran konvensional USM STAN, pendaftar yang datang langsung ke lokasi pendaftaran USM STAN sangat banyak dan biasanya pendaftar datang terkonsentrasi pada waktu yang bersamaan sehingga penangannya tidak mudah dan mempunyai potensi risiko yang besar. Guna mengatasi hal tersebut, pendaftaran USM STAN melalui mekanisme e-registration dilaksanakan untuk mengelola/mengatur jumlah pendaftar yang datang secara langsung ke lokasi pendaftaran USM STAN dalam rangka meminimalisir risiko yang ada. Persiapan apa saja yang dilakukan untuk memulai penerapan e-registration USM STAN ini? Dalam persiapan USM, perpaduan Media Keuangan Departemen Keuangan 19 Berbagai kendala yang kami hadapi di lapangan meliputi request terhadap aplikasi dan database USM STAN mengalami lonjakan yang luar biasa. Dalam keadaan normal mencapai 200 request/second dapat dilayani dengan baik. Namun demikian, pada saat itu request sudah mencapai 500 request/second dengan status request yang lainnya terhadap server adalah WAIT (masih ada request menunggu terhadap situs USM STAN, sementara yang sudah masuk belum terlayani dengan tuntas), artinya sama dengan server mengalami overload dan dapat dikatakan hang. Aplikasi e-registration melaksanakan proses dengan prinsip kehati-hatian sehingga setiap calon peserta yang meng-input data harus divalidasi kebenarannya agar akses terhadap database dilakukan terus-menerus sehingga CPU dan memori melakukan operasi validasi terhadap data-data yang masuk (CPU dan memori/RAM terpakai sampai dengan lebih dari 90%). Pada saat calon pendaftar selesai mengisi data-data secara lengkap dan benar, maka peserta diharuskan men-download bukti pendaftaran dalam bentuk PDF. Hal ini menyebabkan aplikasi melakukan akses terhadap database dan men-generate datadata tersebut menjadi format PDF. Proses ini cukup berat dan memakan cukup banyak resources. Menghadapi banyak kendala teknis seperti itu, apa saja yang akan dilakukan untuk perbaikan e-registration USM Vol. IV No. 22/Juni/2009 03/09/200910:58:21 Lintas Peristiwa Lintas Peristiwa “Reformasi Perpajakan Jilid Dua merupakan kelanjutan proses Reformasi Jilid Satu yang sudah selesai akhir Februari tahun 2009 dan diakhiri dengan Sunset Policy. Reformasi Jilid Satu ini telah dilaksanakan meliputi tiga kegiatan utama, yaitu modernisasi administrasi perpajakan, reformasi kebijakan, serta intensifikasi dan ekstensifikasi. Reformasi Jilid Satu telah berhasil dilalui dengan baik namun masih perlu ditingkatkan. Untuk itu, proses reformasi akan terus dilanjutkan dan disempurnakan melalui Reformasi Jilid Dua dengan fokus utama pada dua hal, yaitu Sistem dan Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) serta Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)”. Demikian disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada acara peresmian dimulainya Project For Indonesian Tax Administration Reform. Reformasi Perpajakan Jilid Dua L ebih lanjut Menkeu menjelaskan bahwa Reformasi jilid Dua akan terdiri dari beberapa kegiatan, antara lain: i) pengembangan SDM melalui peningkatan kapasitas dan kompetensi pegawai; ii) kegiatan Mapping, Profiling, dan Benchmarking yang terotomatisasi; iii) penyempurnaan pelayanan pembayaran dan kegiatan perbaikan yang meliputi aspek core business DJP melalui program yang disebut Project for Indonesia Tax Administration Reform (PINTAR). Program PINTAR merupakan program penyempurnaan sistem administrasi perpajakan untuk mendukung reformasi administrasi yang dilakukan DJP. Program ini mengadopsi “best practice” sistem administrasi perpajakan di dunia baik dalam aspek pelayanan perpajakan maupun pengawasan kepatuhan. PINTAR juga bertujuan menyediakan layanan perpajakan lebih baik dengan memperbaiki tata kelola administrasi yang lebih transparan dan akuntabel yang pada akhirnya akan meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak. Manfaat PINTAR adalah untuk meningkatkan mutu pelayanan yang lebih mudah, cepat, dan akurat karena didukung oleh sistem Teknologi Informasi dan Komunikasi, penegakan hukum yang lebih efektif dan tepat sasaran karena didukung kuantitas dan kualitas data, serta tingkat kepatuhan dan kepercayaan Wajib Pajak yang makin baik karena makin transparan dan akuntabelnya administrasi perpajakan yang dapat memberikan rasa kenyamanan sekaligus keadilan. Program ini akan dimulai pada pertengahan Tahun 2009 dan akan berakhir Tahun 2013. mk Transportasi Publik Terpadu Forum ASEAN University Network Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan kuliah umum mengenai “Per­kem­bangan Ekonomi Indonesia dan Respon Negara ASEAN untuk Mengatasi Dampak Krisis Pereko­nomian Global” dalam forum 11th ASEAN University Network Educational Forum and Young Speaker Contest 2009 di Balai Sidang Universitas Indonesia (UI), Depok, Sabtu (20/06). adanya upaya pembentukan ASEAN Bond Markets, integrasi pasar modal negara ASEAN, dan kerjasama di bidang Kepabeanan. D alam paparannya, Menkeu menyampai­kan bahwa walaupun terjadi krisis pereko­nomian global, ekonomi Indonesia diharap­kan tetap kuat dengan pengelolaan kebijakan makro ekonomi yang diharapkan mampu meningkatkan arus modal masuk guna mendu­kung stabilitas nilai tukar rupiah dan keber­lanjutan stimulus fiskal. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2009 diperkirakan akan mencapai 4-4,5% dengan harapan kembali meningkat pada 2010 ditopang oleh perbai­kan kondisi eksternal dan kenaikan investasi. Adapun sejumlah langkah yang ditempuh negara ASEAN untuk mengatasi dampak krisis perekonomian global di antaranya dengan akselerasi penerapan Chiang Mai Initiative, sebuah mekanisme di antara negara ASEAN+3 (ASEAN plus China, Jepang, dan Korea) untuk menggunakan cadangan devisa mereka guna saling membantu satu sama lain. Kemudian, Selain itu, Menkeu juga menjelaskan bahwa para pemimpin ASEAN telah bersepakat untuk mengakselerasi pembentukan ASEAN Economic Community (AEC) pada tahun 2015 yang diharapkan akan mampu membuat ASEAN menjadi sebuah kawasan ekonomi terpadu. ASEAN University Network Educational Forum and Young Speaker Contest 2009 merupakan program tahunan dari ASEAN University Network yang merupakan jaringan universitas se-Asia Tenggara yang berada langsung di bawah bendera ASEAN. Acara yang diselenggarakan pada 17-23 Juni ini mengangkat tema “Global Economic Crisis: Challenges and Opportunities for ASEAN”. Ada dua program utama dalam kegiatan ini, yakni Educational Forum dan Young Speaker Contest. Dalam Educational Forum, delegasi berkesempatan untuk mempresentasikan Bandung Metropolitan Area Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Rahmat Waluyanto, atas nama Pemerintah melakukan kerja sama perencanaan Sistem Transportasi Publik Terpadu Bandung Metropolitan Area bersama Duta Besar Perancis untuk Indonesia Philipe Zeller. D alam perjanjian kerjasama tersebut, Pemerintah Perancis akan memberikan bantuan pembangunan sampai dengan 690.000 Euro atau sekitar Rp10 miliar sebagai bagian dari Emerging Country Facilities yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Kebijakan Ekonomi dan Perbendaharaan Kementerian Ekonomi, Industri, dan Ketenagakerjaan Perancis. Fasilitas ini khusus ditujukan untuk menyediakan bantuan finansial dalam persiapan proyek infrastruktur terkait dengan transportasi, pengelolaan air, jasa, dan energi. Pelaksanaan proyek akan dilakukan oleh konsultan dari Perancis, yaitu SNF International dengan pengawasan dari Direktorat Perhubungan Darat Media Keuangan Departemen Keuangan MK-Juni2009-baRu.indd30-31 18 Departemen Perhubungan RI bekerja sama dengan Pemerintah Daerah Jawa Barat, Dinas Perhubungan Regional, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Pemerintah Kota Bandung, Pemerintah Kotamadya dan Kabupaten di Bandung Metropolitan Area, serta semua stakeholder. Tujuan proyek ini adalah untuk menyusun kebijakan mengenai transportasi massal, strategi, dan perencanaan untuk semua sistem transportasi di Bandung Metropolitan Area, serta untuk mempersiapkan rencana-rencana lain terkait dengan pembangunan sistem transportasi, seperti pembangunan infrastruktur, manajemen operasi transportasi publik, dan penataan institusional. MoU ditandatangani bersama pada 15 Juli 2009. mk Vol. IV No. 22/Juni/2009 paper yang mereka buat. Dalam Young Spaker Contest, delegasi akan berlomba untuk menyajikan ide dan pemikirannya yang terkait dengan tema yang diusung tahun ini. Setiap universitas yang berpartisipasi mempunyai kesempatan untuk mengirimkan tiga delegasi. Dua delegasi dari kalangan mahasiswa dan satu delegasi dari kalangan pengajar/dosen. Satu mahasiswa dan satu dosen sebagai delegasi Educational Forum dan satu mahasiswa sebagai peserta delegasi Young Speaker Contest. Acara ini menghadirkan berbagai pembicara mulai dari praktisi, akademisi dan kalangan pemerintahan. Selain Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, turut diundang sebagai pembicara Sekjen ASEAN Dr. Surin Pitsuwan. Dengan mengusung tema di atas, diharap­­ kan para delegasi akan memperoleh pema­haman lebih lanjut mengenai peran dan kesempatan yang dimiliki oleh Asia Tenggara terkait dengan krisis global yang terjadi belakangan ini sekali­gus mempererat tali silaturahmi dengan maha­siswa dan dosen lain dari seluruh penjuru ASEAN. mk Pagu Indikatif Tahun Anggaran 2010 Anggaran (DIPA) Tahun Anggaran 2009 yang sebesar Rp15.468 Miliar. Penghematan dan optimalisasi penyerapan anggaran yang dilakukan oleh Departemen Keuangan ini diharapkan dapat menjadi contoh bagi Departemen/Kementerian Negara/Lembaga yang lain. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengikuti rapat dengar pendapat dengan Anggota Komisi XI DPR-RI mengenai Pembahasan Pagu Indikatif Departemen Keuangan Tahun Anggaran 2010, di Ruang Rapat Komisi IX DPR-RI (8/6). S ecara keseluruhan, besaran pagu indikatif Departemen Keuangan Tahun Anggaran 2010 sebesar Rp15.282 Miliar lebih rendah bila dibandingkan dengan Daftar Isian Pelaksaan Pagu Indikatif 2010 menampung usulan Unit Lingkup Departemen Keuangan, antara lain: (i) 40 Kegiatan Prioritas Nasional, Prioritas Bidang dan Prioritas Kementerian/Lembaga yang tercantum dalam Buku I Rancangan Awal Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun Anggaran 2010 sebesar Rp1.725 Miliar; (ii) Alokasi Belanja Pegawai sebesar Rp7.748 Miliar; (iii) Kebutuhan Belanja Barang Mengikat (Operasional Perkantoran) untuk seluruh Unit Eselon I (1.082 Satuan Kerja) sebesar Rp3.394 Miliar; (iv) Kebutuhan Belanja Modal Penunjang Tupoksi sebesar Rp2.396 Miliar. mk Media Keuangan Departemen Keuangan 15 Vol. IV No. 22/Juni/2009 03/09/200910:58:26 Lintas Peristiwa Lintas Peristiwa Workshop Pembicaraan Pendahuluan RAPBN pengendalian intern dengan DPR RI di sektor publik Inspektur Jenderal Departemen Keuangan Hekinus Manao membuka acara “Workshop Implementasi Internal Control Berbasis COSO di Sektor Publik” pada 2 Juni 2009 lalu di Jakarta. W orkshop yang diselenggarakan oleh BPKP bekerjasama dengan Departemen Keuangan dan World Bank ini dihadiri oleh wakil dari Kementerian/ Lembaga, civitas akademika perguruan tinggi, dan para auditor BPKP. Dalam sambutannya, Inspektur Jenderal Hekinus Manao menjelaskan bahwa COSO (Commite of Sponsoring Organizations of the Treadway Commision) merupakan komisi independen yang disponsori oleh lima asosiasi dan lembaga akuntansi profesional, yaitu American Institute of Certified Public Accountants (AICPA), American Accounting Association (AAA), Financial Executives Institute (FEI), The Institute of Internal Auditors (IIA), dan The Institute of Management Accountants (IMA). Dalam model kontrol yang dikembangan oleh COSO, pengendalian internal dirinci ke dalam lima unsur, yakni lingkungan pengendalian, pengendalian risiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi, serta pemantauan/monitoring. Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah No.60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) telah mengadopsi unsur-unsur tersebut sebagai upaya peningkatan pengendalian internal di kementerian dan lembaga sehingga tercipta suatu budaya kontrol internal di kalangan birokrasi. Materi yang disampaikan dalam workshop tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran kepada seluruh peserta untuk mengetahui sejauh mana model dan formulasi implementasi internal control COSO di sektor publik negara-negara lain, terutama di Amerika Serikat sehingga diharapkan hal ini dapat disesuaikan dengan model dan pola yang berkembang pada kondisi objektif Indonesia. mk pada Dies Natalis ke-63 PTIK “Transparansi dan akuntabilitas mempunyai efek ekonomi yang sangat berarti dalam kehidupan masa kini.” J ika ketidaktransparanan dan tiadanya akuntabilitas terjadi pada regulator dan penegak hukum yang seyogyanya berfungsi menjadi pengawas, maka akibatnya akan jauh lebih parah lagi karena merusak dan melumpuhkan sendi-sendi dasar bernegara. Bahkan, eksistensi dan harga diri suatu Negara dapat runtuh sehingga Negara tersebut disebut sebagai Negara gagal,” demikian disampaikan Menkeu Sri Mulyani Indrawati pada Orasi Ilmiah yang bertema “Transparansi dan Akuntabilitas Dalam Kepolisian Sekarang” di Gedung PTIK, Jakarta (17/6). Orasi Ilmiah ini diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) dalam rangka Dies Natalis ke-63 dan sekaligus Wisuda Sarjana Ilmu Kepolisian angkatan 50, 51, dan 52. Pada acara tersebut hadir pula Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Bambang Hendarso Danuri. mk sekretaris Departemen Keuangan Australia Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menerima kunjungan Secretary of The Department of Finance and Deregulation Australia, Dr. Ian Watt di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Turut hadir dalam kunjungan tersebut Duta Besar Australia untuk Indonesia, Bill Farmer (2/6). D Deregulation Australia. “Australia sebagai negara tetangga Indonesia yang cukup maju layak menjadi salah satu negara tujuan studi. Untuk itu, staf Departemen Keuangan agar banyak yang menimba ilmu di Australia,” kata Menkeu. Yang paling penting untuk dipelajari dari negara lain oleh pegawai Depkeu, bukan hanya sekedar pada teknik dan teorinya saja. Akan tetapi, bagaimana mereka mengerti culture, sistem, dan governance yang berbeda serta bagaimana penerapan teknik-teknik dan teori tersebut pada Media Keuangan Departemen Keuangan MK-Juni2009-baRu.indd32-33 Menkeu Sri Mulyani Indrawati lakukan Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi XI DPR dalam rangka Pembahasan Asumsi Makro dan Pembicaraan Pendahuluan RAPBN 2010. Selain Menkeu, hadir pula Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Paskah Suzetta dan Plt. Gubernur Bank Indonesia Miranda Goeltom. Orasi Ilmiah Menkeu terima kunjungan alam pertemuan tersebut, kedua belah pihak membahas sejumlah agenda kerja sama dan pertukaran pengalaman reformasi birokrasi. Salah satu agenda kerjasama yang dibahas adalah pemberian technical assistant dari pemerintah Australia dan pengiriman sejumlah Staf Depkeu untuk menimba pengalaman di Department of Finance and 2010 16 interaksi sistem dan masyarakat yang berbeda, jauh lebih penting. Menkeu juga mengharapkan agar hubungan baik Australia dan Indonesia dapat dipelihara dari tingkat pemerintahan (government to government) hingga tingkat masyarakat (people to people). Oleh karena itu, pemerintah Australia dapat mengirimkan lebih banyak stafnya ke Indonesia dan demikian pula sebaliknya, pemerintah Indonesia dapat mengirimkan lebih banyak stafnya untuk belajar di Australia. mk Vol. IV No. 22/Juni/2009 P ada raker tersebut, disampaikan pandangan pemerintah dan Bank Indonesia mengenai Asumsi Ekonomi Makro RAPBN 2010. Pemerintah memberikan proyeksi Asumsi Makro 2010 sebagai berikut: i) Pertumbuhan ekonomi sebesar 5-6%; ii) Inflasi 4,5-5,5%; iii) Tingkat bunga SBI tiga bulan 6,0-7,0%; iv) Nilai tukar 9.500-10.500%; v) Harga minyak 50-70 US$ per barel; vi) Lifting 960; vii)Konsumsi BBM 36,5 Juta KL. Rapat Kerja Mayoritas anggota Komisi XI DPR menilai bahwa usulan asumsi makro RAPBN 2010 dari pemerintah realistis dan sesuai dengan kondisi real ekonomi Indonesia. “Asumsi dari pemerintah mengenai pertumbuhan ekonomi sebesar 5-6 % cukup realistis,” kata Ramson Siagian anggota Komisi XI dari Fraksi PDIP. Sementara itu, Bank Indonesia memberikan proyeksi yang tidak jauh berbeda dengan pemerintah, di antaranya pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan tumbuh 4-5%, Dengan memperhatikan proyeksi asumsi makro yang diberikan Pemerintah dan Bank Indonesia, Komisi XI DPR RI menetapkan asumsi makro RAPBN 2010, yaitu pertumbuhan ekonomi sebesar 5-6%, tingkat Inflasi 4-6%, tingkat bunga SBI tiga bulan 6-7,5%, dan nilai tukar Rp.10.000,00Rp10.500,00 per US$. mk Panitia Ad Hoc IV DPR RI Adapun sasaran ekonomi makro tahun 2010 yaitu pertumbuhan ekonomi sebesar 5-6%, tingkat inflasi 4-6%, tingkat bunga SBI 3 bulan 6-7,5%, nilai tukar Rp9.500-Rp10.500 per US$, harga minyak 50-70 US$ per barel, dan lifting minyak 960 juta barel per hari. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan penjelasan tentang Kerangka Ekonomi Makro dan Arah Kebijakan Transfer ke Daerah Tahun 2010 pada rapat kerja Panitia Ad Hoc IV DPD RI di DPR (16/6). Hadir pula pada raker tersebut Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional Paskah Suzetta. D tingkat inflasi 5-6%, tingkat suku bunga SBI 7-7,5%, dan nilai tukar rupiah sekitar Rp10.000,00-Rp11.000,00 per US$. alam paparannya, Menkeu menyampaikan bahwa sejalan dengan Rencana Kerja Pemerintah 2010 (RKP 2010) yang mengangkat tema “Pemulihan Perekonomian Nasional dan Pemeliharaan Kesejahteraan Rakyat”, pemerintah mengambil langkah kebijakan lima prioritas program pembangunan nasional, sebagai berikut: 1. Pemeliharaan kesejahteraan masyarakat miskin, serta penataan kelembagaan dan pelaksanaan sistem perlindungan sosial; 2. Peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia; 3. Pemantapan reformasi birokrasi dan hukum, serta pemantapan demokrasi dan kemanan nasional; 4. Pemulihan ekonomi yang didukung oleh pembangunan pertanian, infrastruktur dan energi; 5. Peningkatan kualitas pengelolaan sumber daya alam dan kapasitas penanganan perubahan iklim. Media Keuangan Departemen Keuangan 17 Sementara itu, Menkeu juga menyampaikan arah kebijakan transfer ke daerah 2010, sebagai beikut: i) Mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah serta antar daerah; ii) Menetapkan besaran DAU tahun 2010 sebesar 26% dari PDN neto; iii) Mendukung kegiatan-kegiatan yang menjadi prioritas pembangunan nasional yang menjadi urusan daerah; iv)Mengalokasiakan DBH Cukai Hasil Tembakau kepada daerah penghasil cukai tembakau dan daerah penghasil tembakau; v) Prioritas DAK untuk membantu daerahdaerah yang kemampuan keuangan daerahnya relatif rendah; vi)Dana Penyesuaian yang diprioritaskan untuk gaji guru PNS daerah. mk Vol. IV No. 22/Juni/2009 03/09/200910:58:40