Cukup Prospektif - Perpustakaan Kemenkeu

advertisement
Vol. IV No. 22/Juni/2009
Kinerja Ekonomi Dan APBN
Semester I-2009
Cukup
Prospektif
“Membangun Kepercayaan Publik
dengan Mengelola Keuangan Negara
Secara Profesional, Transparan,
Bersih, dan Akuntabel”
Media Keuangan Departemen Keuangan
MK-Juni2009-baRu.indd2-3
32
Vol. IV No. 22/Juni/2009
ISSN 1907-6320
03/09/200910:57:24
English Corner
Daftar Isi
3
Laporan Utama
Kinerja Ekonomi dan APBN Semester 1-2009
Cukup Prospektif
4-12
Wawancara
h
Dirjen Anggaran: Anny Ratnawati
h
Kepala Danareksa Research Institute: Purbaya Yudhi Sadewa
13
Darmin Nasution: Dicintai Bawahan, Disayangi Pimpinan
Lintas Peristiwa
h Forum ASEAN University Network
Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan:
I Made Gde Erata
Info Kebijakan
21
Review
23
Celengan
25
Pengelolaan Utang: Instrumen Kebijakan Fiskal
yang Rawan Dipolitisasi
h
Wakil Ketua Panitia Anggaran DPR-RI: Harry Azhar Aziz
Profil
19
Reportase
15-18
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2009
tentang Kesejahteraan Sosial
Sisi Lain Anggito Abimanyu
h Pagu Indikatif Tahun Anggaran 2010
Artikel
h Workshop Pengendalian Intern di Sektor Publik
h
Dugaan Korupsi di BLUD Transjakarta
h Orasi Ilmiah pada Dies Natalis ke-63 PTIK
h Menkeu Terima Kunjungan Sekretaris Departemen Keuangan
Australia
h Pembicaraan Pendahuluan RAPBN 2010 dengan DPR RI
h Rapat Kerja Panitia Ad Hoc IV DPR RI
h Reformasi Perpajakan Jilid Dua
h Transportasi Publik Terpadu Bandung Metropolitan Area
26-29
h
Mengenal Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP)
dan Peran Inspektorat Jenderal
English Corner
IMF is Back in Front in Fighting This Global Crisis
Renungan
Sopan-santun Itu Perlu
30
31
Dari Lapangan Banteng
TETAP TUMBUH
P
erekonomian pada semester pertama tahun 2009 memang kurang menguntungkan. Hal ini ditandai dengan sebagian ekonomi dunia
yang masih mengalami kontraksi. Namun Indonesia, dengan pasar domestik yang relatif besar, masih dapat tumbuh di atas 4%. Tetap
tumbuh di tengah negara-negara tetangga yang sebagian besar mengalami pertumbuhan ekonomi negatif merupakan insentif moral
besar bagi para pelaku ekonomi kita.
Penyerapan anggaran belanja pemerintah pusat dalam semester I mencapai 34,0% terhadap pagunya dalam Dokumen Stimulus atau 1,4% lebih
rendah dari realisasi tahun sebelumnya (35,4% dari APBN-P). Sementara itu, masih ada keterlambatan pembelanjaan APBN yang terlihat dari masih
menumpuknya dana di rekening pemerintah di BI. Namun menjelang akhir semester pertama, terlihat mulai ada perbaikan dari penyerapan anggaran
karena dana pemerintah di BI terus menurun. Diperkirakan hal ini akan berdampak pada pertumbuhan perekonomian di bulan-bulan mendatang.
Untuk memicu penyerapan, penerapan anggaran berbasis kinerja yang mempertimbangkan sistem reward and punishment kepada pihak yang
bertanggung jawab atas terjadinya keterlambatan, kiranya perlu dipertajam. Bentuk reward and punishment bisa bermacam-macam, dari yang paling
sederhana, yaitu hukuman tidak akan mendapatkan anggaran lagi di tahun berikutnya bila tidak 100% menyerap, sampai kemudahan mencairkan
anggaran untuk mereka yang berhasil.
Pertumbuhan jangan hanya dipandang dari segi belanja Pemerintah saja. Banyak sektor lain yang non-Pemerintah mempunyai kesempatan yang
sama dalam menumbuhkan ekonomi. Kalau dalam semester pertama 2009 diyakini pertumbuhan tidak terlalu menggembirakan, seyogyanya sektor nonPemerintah tidak lantas mengekor dengan ikut-ikutan kontraksi, misalnya. Jika melihat upaya habis-habisan Departemen Keuangan mengendalikan fiskal
guna memacu pertumbuhan, mestinya hal ini bermuara pada kesamaan semangat sektor non-Pemerintah. Artinya, pebisnis harus tetap meningkatkan
usaha yang non-APBN, sektor riil skala besar menaikkan kapasitasnya dengan menggenjot bisnis P to P (Private to Private), dan sektor riil skala menengah
ke bawah harus rajin membuat terobosan ke pemodal kuat maupun ke pasar yang lebih luas, sambil memperkuat pasar domestik. Meski diharapkan
dunia bisnis berani berbuat tanpa tergantung belanja APBN, Pemerintah tetap memandang dunia bisnis adalah dunia yang juga perlu dukungan fiskal.
Sebagai catatan, untuk mendukung dunia bisnis swasta, Pemerintah memberikan kebijakan pengurangan tarif pajak penghasilan perusahaan
dan masyarakat konsumen di perkotaan memperoleh penurunan tarif pajak pendapatan. Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, program
stimulus fiskal dan dukungan kepada dunia usaha mengakibatkan tambahan belanja sekitar 1,5% dari PDB yang dapat membuat momentum ekonomi
meningkat. Hasilnya bisa dilihat di mana Indonesia adalah salah satu dari perekonomian dengan pertumbuhan positif di Asia Pasifik selama triwulan I
dan II 2009 selain Cina dan India.
Redaksi
Transparansi Informasi Kebijakan Fiskal
Redaksi menerima sumbangan tulisan atau artikel yang sesuai dengan
misi penerbitan. Redaksi berhak mengubah isi tulisan tanpa mengubah
maksud dan substansi. Bagi tulisan atau artikel yang dimuat akan
mendapatkan imbalan sepantasnya.
Diterbitkan oleh : Biro Humas, Sekretariat Jenderal Departemen Keuangan
Pelindung: Menkeu RI Sri Mulyani Indrawati. Ketua Pengarah: Sekjen Depkeu Mulia P. Nasution.
Pemimpin Umum/Penanggung Jawab: Kabiro Humas Depkeu Harry Z. Soeratin. Pemimpin Redaksi:
Eddy M. Effendi. Wakil Pemimpin Redaksi: Hirwy Pudji Soebagijo. Redaktur Pelaksana: Sundari. Dewan
Redaksi: Supriyatno, Agung Ardhiyanto. Tim Redaksi: Sasi Atiningsih, Zainal Sutanto, Suhartini,
Faisal, Rizwan Pribhakti, Ferry Gunawan, Alphiani NP, Bigner L Tobing, Zachrony, Budi Wahyuni, Heru
Preyambul J., Muh. Romli, Bagus Wijaya, Nico Adhitya, Pandu Rizky. Sekretariat: H. Siahaan, Hufron
Purwanto, Eva Lisbeth, Soleh Pulungan, Murgani, Hesti Sulistiowati, Indri Maria, Lili Marini T, Novita
A. H, Endah Setyorini, Sularno, Hilman Ibrahim, Syamsul Maulana, Lutfianan Nadzoh, Anas Nur Huda.
Desain Grafis: Basuki Rahmat. Alamat Redaksi: Gedung Djuanda (Gedung E) Lantai 12, Jl. Dr. Wahidin No.
1, Jakarta Telp : (021) 3849605, 3449230 pst. 6316,
e-mail: [email protected] /website : http://www.depkeu.go.id
Media Keuangan Departemen Keuangan
MK-Juni2009-baRu.indd4-5
2
Vol. IV No. 22/Juni/2009
ratified by members and should come
into force very soon. But they are not
enough. We need to forge forward with
quota reform, speeding up the rebalancing
process begun over a year ago. In this
context, I the Fund welcome’s the G-20
support for completing the next phase of
quota reform by early 2011.
IMF projected that Indonesia will grow
3-4% this year with 5% of inflation, while,
several monetary institutions (such as IMD)
forecasted that Indonesia will grow more
than that, it is shown by the significant
rise of Indonesian competitiveness. What
are the factors that made IMF released the
forecast?
Indonesia’s economy has been
resilient to the global crisis, as we
anticipated in last years Article IV
consultation. Supported by election-related
spending, GDP growth was one of the
strongest in the G-20 and the region in Q1,
although growth has slowed compared
with 2007-08.
Unlike other export-dependent Asian
economies, the strength of Indonesia’s
private consumption is expected to keep
growth in the 3-4% range, as you say.
However, the weak external environment
and a cautious sentiment in some sectors
of the domestic economy are depressing
exports and investment, respectively.
Moreover, it is also uncertain whether
implementation of the fiscal spending
measures will fully replace the positive
demand effects of the one-off electionrelated spending boost that occurred in
the first quarter of 2009. In the external
sector, while there are signs that the export
decline may be bottoming out, its sustained
recovery depends on whether some of the
higher exports (e.g., copper and coal) are
temporary due to rebuilding of inventory or
if there is a recovery in underlying demand.
So while we are very positive about
Indonesia’s prospects, there are still some
factors holding the economy back.
But I do believe there is a potential
upside to the projections. In particular,
the growth effects of the recent monetary
easing may be stronger than expected
in supporting domestic demand; credit
recovery in the second half of the year
could improve investment. A stronger than
expected external recovery, especially by
China, could also provide an added boost.
IMF alerts Indonesia to pay attention to
the second semester of this year, what
factors need attentions? And is there any
relation to this global downturn effect?
Should Indonesia release its fiscal stimulus
immediately?
Key risks in the near term relate to
the underlying strength of both domestic
and external demand. In particular, private
consumption—which comprises the largest
part of GDP—needs support to maintain
growth. Thus as you say, the fiscal stimulus,
should be released immediately, and should
be withdrawn only partially in 2010. Also,
any worsening in the global risk aversion or
further declines in commodity prices could
impact external liquidity and growth; in
particular, the recent strong surge in capital
inflows could easily be reversed.
Inflation is likely to drop to 5% by end2009, although core inflation may be higher
at about 6½% due to both recovery and
seasonality effects. Hence, we believe there
is very limited further room for BI to reduce
interest rates. mk
Renungan
Sopan-santun Itu Perlu
“Sebaik-baik pemimpin kamu adalah orang yang kamu cintai, mereka pun
mencintai kamu. Kamu mendoakan mereka, mereka pun mendoakan kamu. Dan
seburuk-buruk pemimpin kamu adalah orang yang kamu benci dan mereka pun
membenci kamu. Kamu melaknat mereka, dan mereka pun melaknat kamu.” (HR
Muslim dalam Shahih Muslim, III/1481; Al-Baehaqi, Sunan Al-Kubra, VIII.158).
Reformasi Birokrasi telah bergulir, peningkatan kinerja di berbagai lini mulai
terlihat dan yang paling penting masyarakat telah merasakan manfaatnya. Akan
tetapi sudah sempurnakah program ini? Atau masih terdapat kekurangan yang
harus segera diperbaiki? Jika tidak, maka bahaya akan menimpa organisasi
apabila tidak segera diperbaiki. Bahaya ini bukan timbul dari luar, melainkan
menerobos dan menyeruak dari dalam. Mungkin saja, masih ada kata-kata yang
tidak patut diucapkan oleh atasan kepada bawahan. Misalnya, kata-kata itu
”goblok, goblok, goblok!”, karena tidak bisa sabar dalam proses penyelesaian
pekerjaan yang ditugaskan. Contoh pimpinan seperti ini biasanya merasa tidak
puas dengan hasil kerja stafnya, meskipun staf tersebut telah melakukan yang
terbaik.
Mestinya, seorang pemimpin tidak hanya pandai secara kognitif, tetapi
juga pandai dalam mengelola emosi atau perasaan (EQ) sehingga dapat
menimbulkan perilaku positif. Bukan berarti jika seorang pimpinan telah
memiliki kewenangan, ia dapat semena-mena memperlakukan stafnya. Kita
sama-sama manusia yang memiliki hati nurani. Hubungan kita sebagai mitra
kerja, bukan budak dengan tuannya. Konsep kerja sama dimulai dari sikap
penyamaan visi. Tidak ada semangat tanpa visi, karena tidak ada gambaran
jelas apa yang akan kita peroleh dengan pekerjaan kita. Penyamaan visi ini
dibutuhkan komunikasi yang intens. Lalu, bagaimana mungkin komunikasi yang
baik tercipta dengan kondisi lingkungan kerja yang tidak sehat?
Reformasi birokrasi hendaknya juga mengubah sikap dan perilaku sumber
daya manusia. Bahkan, sikaplah yang menyebabkan negara-negara
tertinggal menjadi maju, bukan karena kekayaan alamnya, bukan pula karena
kepandaian penduduknya. Sikap yang perlu dikembangkan adalah bijak ketika
mengambil keputusan dan santun dalam berinteraksi. Hadis Nabi Muhammad
Shollallahu’alaihi Wassalam di atas menerangkan bahwa pemimpin hendaknya
dapat dicintai oleh orang yang dipimpinnya.
Assestment center merupakan sarana untuk memilih pimpinan yang
berkompeten. Aspek penilaiannya meliputi hardskill dan softskill. Sikap
merupakan bagian dari softskill, hendaknya assesor benar-benar memperhatikan
perilaku assessee terutama di luar simulasi kerja dan mencari informasi dari
orang-orang yang terpercaya mengenai assesee sehingga informasi yang
dihasilkan dapat lebih objektif dan menghasilkan assessee yang amanah. mk
Media Keuangan Departemen Keuangan
31
Vol. IV No. 22/Juni/2009
03/09/200910:57:25
English Corner
Laporan Utama
IMF is Back in Front in
Fighting This Global Crisis
Kinerja Ekonomi dan APBN Semester I-2009
Mr. Milan Zavadjil
Senior Resident Representative of IMF in Jakarta
In this global crisis, IMF, as one of the
world class funding institutions, once
again taking role as the firefighter,
battling in the front line to counter the
effect of this crisis. Mr. Milan Zavadjil a
Senior Resident Representative of IMF
in Jakarta, kindly explain the measures
taken by IMF to overcome this global
crisis as well as the plan to provide
warning so that the world would be
so much aware if such a crisis like this
happens in the future. Below we present
the full transcript of the interview.
IMF’s role in fighting global turmoil is big,
and IMF has big as well as ambitious plans
in the effort of overcoming the global crisis.
Can you elaborate the plans, and is there
any plans in which Indonesia would take a
part?
Yes, you are absolutely right, the IMF
is back in the front line, battling to contain
an economic crisis that originated in the
U.S. housing market, but has affected, in
different degrees, every part of the world.
The world again has need for a
firefighter. In response to problems faced
by countries, the IMF has concluded new16
stand-by arrangements over the past year
worth almost US$ 50 billion. We have also
introduced a new instrument—the Flexible
Credit Line (FCL)—that grants rapid upfront
financing in large amounts with no ex post
conditions for countries with a proven
track record of good performance. Mexico,
Poland, and Colombia have so far made use
of this facility.
Fund conditionality is becoming more
focused and streamlined. Structural reforms
will continue to be a part of IMF programs
only when they are absolutely critical to a
country’s recovery. And the monitoring of
these programs will be done in a way that
reduces stigma—countries will no longer
need formal waivers if the agreed measure
is not implemented on time.
As regards our role as a global policy
advisor, the IMF was among the first to
pinpoint the needed policy responses that
have now become part of conventional
wisdom. And the G-20 has asked the IMF to
monitor the policy responses of countries
to the two key IMF recommendations—the
case for fiscal stimulus, and the need to
restructure the banking system.
Looking ahead, we intend to do better
in the area of early warnings. Ahead of
this crisis, we identified many of the risks,
but were just not loud or clear enough. In
the future, our warnings must be strong,
candid, and even-handed. They must not
shy away from “naming and shaming”
countries where appropriate. This is the only
weapon that the Fund has if a country is
not a user of Fund resources. Our strategy is
to focus our surveillance on systemic risks,
better integrating the macroeconomic and
financial sector work, and better monitoring
policy spillovers and cross-country linkages.
We are developing, in collaboration with
the newly strengthened Financial Stability
Board, of which Indonesia is a member,
an early warning exercise covering both
advanced and emerging market countries.
Through its role in the G-20 Indonesia
has already made a huge contribution to
reforms of the IMF.
High political and economic risks are the
results if the plans fail to work out, what
kinds of factors need attention the most
to avoid this failure? And what failure may
happen and what may cause this failure?
The risks to the global economic
outlook are still tilted to the downside,
although tail risks have diminished
noticeably. In the advanced economies,
rising unemployment and a loss of
confidence in the stability of the financial
sector (possible resulting from a larger wave
of corporate bankruptcies than presently
anticipated) could still put renewed
downward pressure on asset prices and
potentially trigger a deflationary episode.
Moreover, rising questions about public
debt sustainability in some countries could
add to upward pressure on bond yields,
which could have negative effects on the
recovery of housing markets. Falling house
prices are another important risk that could
undermine confidence in bank capital
bases. There is also a danger that higher
unemployment and social discontent
might prompt governments to introduce
trade and financial restrictions, with
adverse consequences for confidence and
productivity.
Achieving a sustained turnaround
in activity hinges crucially on continuing
progress to restore financial sector health
and maintaining support to aggregate
demand through monetary and fiscal
policies. There remains much work to
be done to heal financial sectors in the
advanced economies. In the meantime,
Media Keuangan Departemen Keuangan
MK-Juni2009-baRu.indd6-7
30
while it would be premature to phase
out easy macroeconomic policies given
still weak activity and the downside risks I
mentioned. In addition, it will be important
to begin preparing frameworks that allow
an orderly exit from extraordinary public
interventions. For example, fiscal policy
should stay supportive through 2010, but
plans should be put in place to reverse
the deterioration of fiscal balances and to
ensure sustainable debt trajectories after
growth is firmly re-established. Relevant
reforms should aim at strengthening fiscal
rules and institutions and reducing the
build-up of future pension and health
liabilities.
It is said that IMF will issue bonds to gain
US$ 50 billion additional fund. As we know
that IMF never issues any bond although
the idea has emerged since 1980’s. What
are the factors behind this idea? How do
the members of IMF respond this idea? And
would this idea of bond issuance fulfill the
need of IMF?
This crisis is by no means over, and
we expect to be called upon to help more
countries financially before this year is out.
To do our job, we need more ammunition.
The G-20 pledged to triple the IMF’s lending
capacity to $750 billion.
Of the additional $ 500 million needed
to achieve the tripling of resources, US$
412 billion has already been committed.
The EU, the US and Japan already having
contributed about $ 100 million each, and
contributions have been announced by
Norway, Canada, Switzerland and many
other countries. Included in this amount are
announced bond purchases by China ($ 50
billion) and Brazil and Russia (US$ 10 billion
each).
There is an issue that China, India, Brazil and
Russia demand bigger franchise, what are
their reasons? How do the members and
IMF itself respond to it?
This is why we need to reform
our governance structure to give more
influence to emerging markets and lowincome countries, as recommended by the
G-20.
The reform process began in 2008,
with the decision to increase the quotas
of 54 member countries—granting the
emerging markets, including China, Brazil,
and India—a greater stake in the institution.
These reforms are in the process of being
Vol. IV No. 22/Juni/2009
Cukup Prospektif
Paruh pertama 2009 telah kita lalui.
Dalam enam bulan perjalanan waktu
tersebut, kinerja ekonomi bangsa
ini dihadapkan pada berbagai
tantangan dan ujian yang cukup
berat akibat krisis ekonomi global.
Dari sisi domestik, tantangan berasal
dari menyempitnya kesempatan
kerja akibat menurunnya kapasitas
produksi di sektor industri. Selain itu,
tantangan domestik lainnya berasal
dari masih belum memadainya
kondisi infrastruktur di Indonesia baik
secara kualitas maupun kuantitas.
Lemahnya kondisi infrastruktur
jelas berpengaruh terhadap kinerja
ekonomi secara keseluruhan.
S
ementara itu, dari sisi global,
tantangan berasal dari melemahnya
demand masyarakat dunia yang
berakibat pada penurunan kinerja
perdagangan internasional Indonesia
(baca: ekspor impor). Bahkan, dalam
triwulan I-2009 kinerja ekspor dan impor
nasional sempat mengalami kontraksi
sebesar masing-masing 19,1% dan 24,1%.
Ini artinya, potensi terjadinya rasionalisasi
atau PHK massal dari sektor ini juga cukup
besar di masa mendatang. Di samping itu,
penurunan kinerja ekspor juga berimbas
pada melemahnya penghimpunan
cadangan devisa. Bagi negara dengan
sistem devisa bebas dan sistem kurs
mengambang bebas seperti Indonesia,
tentu posisi cadangan devisa sangat
penting bagi penguatan Rupiah.
Sebagai bangsa yang beriman, kita patut
bersyukur. Di tengah berbagai tantangan
dan ujian berat di sepanjang semester I2009 tersebut, stabilitas ekonomi Indonesia
dalam periode tersebut masih relatif terjaga
dan cukup prospektif menjadi pijakan untuk
masa selanjutnya. Hal ini antara lain dapat
dilihat dari laju inflasi yang cenderung
terus menurun dan bahkan sempat terjadi
deflasi pada Januari dan April 2009 dengan
besaran masing-masing 0,07 persen dan
0,31 persen. Selain itu, pergerakan suku
bunga BI rate yang notabene merupakan
suku bunga benchmark juga berada dalam
tren penurunan. Tercatat, dalam semester
I-2009 lalu BI rate telah diturunkan sebesar
225 basis point (bps).
Lebih dari itu, ada hal yang membanggakan
dan penting dicatat, yaitu di tengah kontraksi
ekonomi negara-negara maju dunia,
Indonesia justru menjadi satu di antara
sedikit negara yang masih mencatatkan
pertumbuhan positif. Seperti diketahui, laju
PDB (Produk Domestik Bruto) pada triwulan
I-2009 lalu mencapai 4,4%.
Senada dengan stabilitas makroekonomi
yang semakin terjaga, kinerja APBN di
sepanjang semester I-2009 juga cukup
prospektif. Berbagai instrumen dalam APBN
2009, baik pendapatan, belanja, maupun
pembiayaan, menunjukkan realisasi yang
cukup baik dan masih dalam batasan sesuai
harapan. Kondisi cash flow APBN dalam
periode tersebut juga masih aman dan
Media Keuangan Departemen Keuangan
3
membukukan surplus. Bahkan, surplus
anggaran ini berasal dari dua sisi, yaitu sisi
operasional dan sisi pembiayaan. Dari sisi
operasional, surplus tercatat sebesar Rp8,5
triliun, sedangkan surplus dari pembiayaan
mencapai Rp62,3 triliun sehingga overall
surplus APBN semester I-2009 (hingga Mei
2009) mencapai Rp70,8 triliun.
Berbagai pencapaian ini memang tidak
boleh membuat kita lengah. Pasalnya, krisis
belum berakhir dan tantangan/ujian yang
harus dihadapi di paruh kedua 2009 ini
masih berat. Namun demikian, ada satu
pembelajaran berharga yang bisa dipetik
dari berbagai pencapaian di semester I2009 lalu, yaitu dengan modal bekerja keras
dan menyatukan kekuatan bersama serta
tetap memohon ridho-Nya, kita yakin dan
optimis segala bentuk tantangan krisis akan
dapat kita kelola dan kita ubah menjadi
peluang yang bermanfaat bagi bangsa
dan masyarakat. Kita berharap, semoga
kinerja ekonomi dan APBN di masa-masa
mendatang akan semakin baik dan baik
lagi. mk
Sumber: Depkeu, Kerangka Ekonomi Makro dan PokokPokok Kebijakan Fiskal Tahun 2010
Vol. IV No. 22/Juni/2009
03/09/200910:57:27
Wawancara
Artikel
Dirjen Anggaran , Anny Ratnawati
Laporan Semester I APBN 2009
dan Proyeksi APBN 2009
Dalam rangka memenuhi
tugas konstitusional,
Departemen Keuangan
telah menyusun Laporan
Semester I APBN 2009
dan telah melaporkannya
kepada DPR. Untuk
mengetahui lebih jauh
mengenai perkembangan
Laporan Semester I APBN
2009, Media Keuangan
berhasil mewawancarai
pejabat yang mempunyai
otoritas di bidang
anggaran, Direktur
Jenderal Angaran Ani
Ratnawati. Berikut petikan
wawancaranya.
Mohon penjelasan secara umum
bagaimana Ibu melihat kinerja ekonomi
dan APBN di Semester I 2009 lalu?
Selama semester I 2009, efek dari
pelemahan ekonomi global semakin terasa.
Efek pelemahan ekonomi global tersebut
telah membuat pertumbuhan ekonomi di
beberapa negara maju, khususnya Amerika
Serikat (AS) sebagai episentrum krisis,
mengalami penurunan tajam. Penurunan
tersebut telah menyebabkan volume
perdagangan dunia mengalami kontraksi.
Setelah mengalami ekspansi rata-rata
8,1% selama lima tahun terakhir, pada tahun
2008 pertumbuhan volume perdagangan
dunia menurun tajam menjadi 4,1%.
Indikasi merosotnya volume perdagangan
dunia ini dapat dilihat dari penurunan
Baltic Dry Index sebagai barometer volume
perdagangan dunia. Untuk Indonesia,
dampak negatifnya langsung tercermin dari
penurunan atau perlambatan pertumbuhan
perdagangan dan investasi. Namun dengan
fundamental ekonomi yang kuat, kinerja
perekonomian nasional tidak sampai
mengalami pertumbuhan negatif seperti
halnya sebagian besar negara di dunia.
Realisasi pertumbuhan produk
domestik bruto (PDB) pada triwulan I
tahun 2009 mencapai 4,4%, melambat
bila dibandingkan pertumbuhan pada
periode yang sama tahun 2008 sebesar
6,3%. Perlambatan tersebut karena
masih belum pulihnya ekspor Indonesia
akibat melemahnya permintaan dunia.
Namun demikian, perlambatan tersebut
masih dapat dihambat dengan tingginya
konsumsi masyarakat terkait dengan
program stimulus fiskal, pembayaran gaji
ke-13 bagi aparatur negara dan pensiunan,
dan pelaksanaan pemilu presiden sehingga
pertumbuhan PDB dalam semester I 2009
akan mencapai 4,4%.
Sementara itu, tingkat inflasi semester
I 2009 mencapai 3,7% (y-o-y) atau 0,21
(y-t-d). Tingkat inflasi ini jauh lebih rendah
dibandingkan dengan inflasi semester I
2008 yang mencapai 11,03 (y-o-y) dan 7,37
(y-t-d). Lebih rendahnya inflasi tersebut
karena adanya penurunan harga komoditas
dunia, baik energi maupun pangan,
terutama minyak, sehingga mendorong
Pemerintah menurunkan harga BBM pada
pertengahan Januari 2009. Ekspektasi inflasi
yang membaik oleh para pelaku pasar
turut mendorong rendahnya laju inflasi (yt-d). Selain itu, adanya kenaikan BBM pada
pertengahan Mei 2008 membuat inflasi
tahun 2008 menjadi tinggi sehingga jika
dibandingkan secara year on year maka
inflasi semester I 2009 menjadi rendah.
Di sisi fiskal, realisasi penerimaan
perpajakan sampai dengan semester I
tahun 2009 sebesar Rp288,5 triliun atau
43,6% dari sasarannya dalam Dokumen
Stimulus 2009. Realisasi tersebut mengalami
penurunan apabila dibandingkan dengan
semester I tahun 2008 yang sebesar
Rp307,5 triliun. Penurunan tersebut
terutama disebabkan oleh perlambatan
laju pertumbuhan ekonomi yang secara
langsung berdampak pada melambatnya
pertumbuhan pada semua sektor yang
kemudian menyebabkan penurunan
penerimaan dari berbagai jenis pajak.
Sementara itu, realisasi PNBP sampai
dengan Semester I 2009 sebesar Rp78,5
triliun atau 42,2% dari target dalam
Dokumen Stimulus 2009. Realisasi tersebut
menunjukkan penurunan jika dibandingkan
dengan realisasi PNBP pada semester I 2008.
Relatif rendahnya PNBP dalam semester I
2009 terutama dipengaruhi oleh adanya
penurunan penerimaan SDA migas dan
belum masuknya sebagian besar setoran
dividen BUMN.
Penurunan penerimaan SDA migas
dalam semester I 2009 sangat terkait
dengan penurunan harga minyak (ICP) dari
rata-rata US$102,6 per barel dalam Semester
I 2008 (Des 2007-Mei 2008) menjadi
Media Keuangan Departemen Keuangan
MK-Juni2009-baRu.indd8-9
4
b.Memberikan peringatan dini dan
meningkatkan efektivitas manajemen
risiko dalam penyelenggaraan tugas dan
fungsi instansi pemerintah;
c.Memelihara dan meningkatkan kualitas
tata kelola penyelenggaraan tugas dan
fungsi instansi pemerintah.
Apa yang harus dilakukan oleh Itjen?
Bila ditinjau dari arti pentingnya bagi
organisasi, amanat Undang-undang, dan
praktik pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa
Keuangan, penerapan SPIP di lingkungan
instansi pemerintah merupakan hal yang
sangat mendesak untuk dilakukan.
US$46,5 per barel dalam Semester I 2009
(Des 2008-Mei 2009). Sementara itu, belum
masuknya sebagian besar setoran dividen
BUMN disebabkan sebagian besar BUMN
masih dalam tahap penyelesaian RUPS,
yang salah satunya untuk menentukan
besaran dividen yang akan dibayarkan
dalam tahun 2009. Penyetoran dividen
BUMN ke kas negara diperkirakan dilakukan
pada bulan Juli-Agustus.
Penyerapan anggaran belanja
pemerintah pusat dalam semester I
mencapai 34,0% terhadap pagunya dalam
Dokumen Stimulus atau 1,4% lebih rendah
dari realisasi tahun sebelumnya (35,4% dari
APBN-P). Lebih rendahnya realisasi belanja
pemerintah pusat tersebut terutama
berkaitan dengan lebih rendahnya realisasi
belanja subsidi terkait dengan penurunan
realisasi harga minyak mentah Indonesia
Sementara itu, realisasi penyerapan
anggaran transfer ke daerah, pada semester
I sudah cukup baik, yaitu mencapai
46,1% dari pagunya dalam Dokumen
Stimulus, meningkat dari semester I tahun
sebelumnya yang mencapai 39,9%. Cukup
tingginya penyerapan anggaran transfer ke
daerah tersebut, terutama terkait dengan
Peraturan Menteri Keuangan mengenai
Mekanisme Penyaluran Anggaran Transfer
ke Daerah, yang dapat diterbitkan secara
lebih cepat dan menyempurnakan
mekanisme sebelumnya.
Hambatan dan tantangan apa saja yang
terjadi dalam perjalanan APBN 2009
di Semester I tersebut?
Sebagai negara yang menganut
sistem perekonomian terbuka, Indonesia
tidak bisa lepas dari pengaruh keterpurukan
global yang mulai terjadi pada akhir tahun
Vol. IV No. 22/Juni/2009
Pengendalian Intern sangat diperlukan
untuk menjamin bahwa penyelenggaraan
kegiatan pada suatu instansi pemerintah
dapat mencapai tujuannya secara efisien
dan efektif, pengelolaan keuangan negara
dilaporkan secara andal, aset negara aman,
dan peraturan perundang-undangan
ditaati.
Jaminan tersebut sangat penting dalam
rangka mewujudkan akuntabilitas instansi
pemerintah kepada publik. Sementara
itu, amanat untuk menyelenggarakan
Pengendalian Intern Pemerintah sudah
tertuang pada UU No. 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara yang diundangkan
pada 14 Januari 2004, berarti sudah lebih
dari lima tahun amanat tersebut ditetapkan.
Pada sisi lain, Badan Pemeriksa Keuangan
dalam melaksanakan pemeriksaan selalu
melakukan penilaian atas Pengendalian
Intern dan hasilnya dituangkan dalam salah
satu dari tiga laporan hasil pemeriksaan,
yang meliputi Opini atas laporan keuangan,
Sistem Pengendalian Intern, dan Ketaatan
pada Peraturan Perundang-undangan.
Mempertimbangkan hal-hal tersebut,
maka sekali lagi harus ditekankan
bahwa penerapan SPIP secara sistematis
merupakan hal yang sangat mendesak.
Itjen Departemen Keuangan, dengan
berbagai pertimbangan historis lahirnya UU
Perbendaharaan Negara dan PP SPIP, dapat
saja menjadi champion penerapan SPIP di
lingkungan Kementerian/Lembaga.
Untuk itu, beberapa hal yang tidak
memerlukan petunjuk teknis lebih lanjut
dapat segera dilakukan, seperti:
1)Menyusun Pedoman Pengendalian Intern
di lingkungan Departemen Keuangan
Langkah ini bisa dimulai dengan
menyusun pedoman pengendalian
intern untuk lingkup Itjen Departemen
Keuangan, yang kemudian
dikembangkan menjadi pedoman
pengendalian intern di lingkungan
Departemen Keuangan. Beberapa
referensi menunjukkan perlunya
penyusunan pedoman (internal control
policies/manual) yang berisi kebijakan
pengendalian intern mulai dari
pengertian pengendalian intern, pihak
yang wajib menerapkan pengendalian
intern, istilah yang digunakan, unsurunsur pengendalian intern berikut
petunjuk penerapannya, pemisahan
tugas, prosedur review, otorisasi, format
laporan evaluasi tahunan, termasuk
pengendalian intern atas akuntansi.
Pedoman tersebut juga perlu dilengkapi
dengan control self assessment template
yang dapat digunakan oleh manajemen
untu melakukan evaluasi intern atas
pengendalian intern.
2)Menerapkan pengendalian intern di Itjen
Bila pedoman pengendalian telah
disusun, maka langkah berikutnya adalah
menerapkan sistem pengendalian
intern di lingkungan Itjen Depkeu.
Langkah ini diperlukan agar para auditor
lebih memahami dan menghayati
pengendalian intern dan arti pentingnya
bagi organisasi sebelum kemudian
mereka melakukan evaluasi atas sistem
pengendalian intern pada unit yang
diawasi.
3)Memberikan asistensi penerapan
pengendalian intern pada unit-unit di
lingkungan Departemen Keuangan
Dalam rangka mempercepat penerapan
Pengendalian Intern pada unit-unit di
lingkungan Departemen Keuangan,
Itjen dapat melakukan peran sebagai
pemberi asistensi bagi unit-unit yang
akan menerapkan menyusun dan
mengembangkan pengendalian intern.
Peran ini tetap harus dijalankan Itjen
setelah Pengendalian Intern berjalan
pada unit tersebut dengan melakukan
evaluasi berkala.
4)Meningkatkan capacity building auditor
Untuk dapat menjalankan peran
sebagaimana disebutkan di atas, sudah
pasti membutuhkan auditor yang
memahami sistem Pengendalian Intern.
Oleh karena itu, peningkatan capacity
Media Keuangan Departemen Keuangan
29
building harus terus dilakukan agar
kemampuan auditor untuk menerapkan
dan mengevaluasi pengendalian intern
terus meningkat sehingga diharapkan
auditor selalu dapat menjadi mitra bagi
para aparat unit eselon I lain dalam
meningkatkan kualitas pengendalian
intern.
5)Melakukan perubahan metodologi audit
Satu hal yang sangat penting dalam
menjalan­kan peran Itjen dalam rangka
penerap­an pengendalian intern di
lingkungan Deparemen Keuangan adalah
perubahan meto­dologi pengawasan.
Semua arah pengawasan harus
diselaraskan dengan PP SPIP sehingga
perlu dilakukan perubahan menyang­
kut charter audit, program kerja audit,
pelak­sa­naan audit, dan pelaporan audit.
Dalam charter audit perlu secara eksplisit
dikemukakan tentang wewenang dan
tanggung jawab Itjen untuk melakukan
evaluasi atas Pengendalian Intern.
Penutup
Penerapan SPIP adalah mandatory, artinya
merupakan hal yang diwajibkan oleh
Undang-undang dan Peraturan Pemerintah
sehingga sudah harus dilaksanakan
dan tidak bisa ditawar-tawar lagi. SPIP
merupakan satu sistem pengendalian
yang terintegrasi dan terus menerus
sepanjang proses pencapaian tujuan yang
dibangun atas lima unsur, yaitu lingkungan
pengendalian, penilaian risiko, kegiatan
pengendalian, informasi dan komunikasi,
dan pemantauan atas sistem pengendalian
intern.
Mengingat pentingnya Pengendalian Intern
bagi organisasi, amanat Undang-undang
dan praktik pemeriksaan BPK, maka SPIP
harus segera diterapkan oleh instansi
pemerintah. Itjen Departemen Keuangan,
dengan berbagai pertimbangan historis,
dapat memelopori langkah penerapan SPIP
di lingkungan Depkeu dengan:
i) Menyusun pedoman Pengendalian Intern
di lingkungan Departemen Keuangan;
ii)Menerapkan pengendalian intern di
lingkungan Itjen;
iii)Memberikan asistensi penerapan
pengendalian intern pada unit-unit di
lingkungan Departemen Keuangan;
iv)Meningkatkan capacity building auditor;
v)Melakukan perubahan metodologi audit
yang sejalan dengan penerapan SPIP. mk
Vol. IV No. 22/Juni/2009
03/09/200910:57:30
Artikel
Wawancara
yang memadai bagi tercapainya
efektivitas dan efisiensi pencapaian
tujuan penyelenggaraan pemerintahan
negara, keandalan pelaporan keuangan,
pengamanan aset negara, dan ketaatan
terhadap peraturan perundang-undangan.
Unsur SPIP
Dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a sampai
dengan e, PP SPIP terdiri atas 5 (lima)
unsur, yaitu: 1) lingkungan pengendalian
(control environment); 2) penilaian
risiko (risk assessment); 3) kegiatan
pengendalian (control activities); 4)
informasi dan komunikasi (information
and communication); dan 5) pemantauan
pengendalian intern (monitoring). Kelima
unsur tersebut diuraikan secara rinci dalam
43 Pasal (Pasal 4 - Pasal 46).
PP SPIP juga menjelaskan bahwa “Unsur
pengendalian intern yang digunakan
mengacu pada unsur Sistem Pengendalian
Intern yang telah dipraktikkan di lingkungan
pemerintahan di berbagai negara dan
dewasa ini konsep yang banyak dipakai
di berbagai negara mengacu pada model
COSO.”
Dalam model COSO, kelima unsur tersebut
dapat digambarkan dalam bentuk piramida,
di mana control environment berada pada
dasar piramida, kemudian risk assessment
dan control activities pada tingkat piramida
berikutnya, dan monitoring pada puncak
piramida. Sementara itu, information and
communication menghubungkan keempat
komponen tersebut.
Secara gambar, piramida internal control
tersebut disajikan seperti di bawah ini.
Definisi dari masing-masing unsur
Pengendalian Intern di atas, yaitu:
1) Lingkungan Pengendalian
adalah kondisi dalam Instansi Pemerintah
yang memengaruhi efektivitas
pengendalian intern;
2) Penilaian risiko
adalah kegiatan penilaian atas
kemungkinan kejadian yang
mengancam pencapaian tujuan dan
sasaran instansi pemerintah;
3) Kegiatan pengendalian
adalah tindakan yang diperlukan untuk
mengatasi risiko serta penetapan dan
pelaksanaan kebijakan dan prosedur
untuk memastikan bahwa tindakan
mengatasi risiko telah dilaksanakan
secara efektif;
4) Informasi
adalah data yang telah diolah
yang dapat digunakan untuk
pengambilan keputusan dalam rangka
penyelenggaraan tugas dan fungsi
instansi pemerintah;
5) Komunikasi
adalah proses penyampaian pesan atau
informasi dengan menggunakan simbol
atau lambang tertentu baik secara
langsung maupun tidak langsung untuk
mendapatkan umpan balik;
6) Pemantauan pengendalian intern
adalah proses penilaian atas mutu kinerja
Sistem Pengendalian Intern dan proses
yang memberikan keyakinan bahwa
temuan audit dan evaluasi lainnya segera
ditindaklanjuti.
Tanggung jawab atas Efektivitas
Pengendalian Intern
Dalam model COSO pihak yang
bertanggung jawab atas efektivitas
pengendalian intern adalah manajemen,
sedangkan dalam SPIP tanggung jawab
pelaksanaan pengendalian intern terletak
pada pimpinan instansi pemerintah,
sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 2 ayat
(1) bahwa “Untuk mencapai pengelolaan
keuangan negara yang efektif, efisien,
transparan, dan akuntabel, menteri
pimpinan lembaga, gubernur, dan bupati/
walikota wajib melakukan pengendalian
atas penyelenggaraan kegiatan
pemerintahan.”
Pelaksanaan Pengendalian Intern tersebut
tidak lagi dapat dilakukan dengan pedoman
yang lain, tetapi harus berdasarkan
PP SPIP, karena dalam Pasal 2 ayat (2)
ditegaskan bahwa “Pengendalian atas
penyelenggaraan kegiatan pemerintahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilaksanakan dengan berpedoman pada
SPIP sebagaimana diatur dalam Peraturan
Media Keuangan Departemen Keuangan
MK-Juni2009-baRu.indd10-11
28
Pemerintah ini”.
Selanjutnya, terkait dengan efektivitas
Pengendalian Intern, dijelaskan dalam Pasal
47 secara tegas bahwa “Menteri/pimpinan
lembaga, gubernur, dan bupati/walikota
bertanggung jawab atas efektivitas
penyelenggaraan Sistem Pengendalian
Intern di lingkungan masing-masing.”
Jadi, tanggung jawab atas efektivitas
Pengendalian Intern tetap berada pada
manajemen dan tidak akan pernah beralih
kepada pihak yang melakukan evaluasi/
review. Tanggung jawab tersebut sejalan
dengan konsep yang dikembangkan oleh
COSO yang menekankan pentingnya
tone at the top bagi terselenggaranya
pengendalian intern yang efektif.
Peran Inspektorat Jenderal
Di dalam PP SPIP, Inspektorat Jenderal
(Itjen) merupakan salah satu unsur Aparat
Pengawasan Intern Pemerintah (APIP)
sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 49
ayat (1) sehingga apabila berbicara peran
Itjen, itu artinya berbicara mengenai peran
APIP.
PP SPIP yang mengatur berbagai peran
yang harus dilakukan oleh Itjen, dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
1) Melakukan evaluasi atas sistem
pengendalian intern (Pasal 18, Pasal 19
dan Pasal 45). Peran ini diperlukan dalam
rangka memberikan jaminan bahwa
sistem pengendalian intern masih sesuai
dan berfungsi seperti yang diharapkan.
2) Melakukan pengawasan intern
atas penyelenggaraan tugas dan
fungsi instansi pemerintah termasuk
akuntabilitas keuangan negara. Peran ini
diperlukan untuk meningkatkan control
environment dan memberikan keyakinan
bahwa sistem pengendalian intern dapat
diandalkan untuk memberikan jaminan
yang memadai atas pencapaian tujuan
instansi pemerintah.
Dalam Pasal 11 PP SPIP menyebutkan
bahwa perwujudan peran ini sekurangkurangnya harus:
a.Memberikan keyakinan yang memadai
atas ketaatan, kehematan, efisiensi,
dan efektivitas pencapaian tujuan
penyelenggaraan tugas dan fungsi
instansi pemerintah;
Vol. IV No. 22/Juni/2009
2008 dan diperkirakan mencapai puncaknya
pada tahun 2009 ini. Sebagaimana kita
maklumi bersama, sebagai antisipasi
terhadap krisis ekonomi global tersebut,
pada awal tahun anggaran 2009 Pemerintah
telah mengajukan Dokumen Stimulus
kepada DPR RI yang berisi langkah-langkah
kebijakan Pemerintah untuk mengamankan
APBN dan berbagai penyesuaian besaran
pendapatan, belanja, dan pembiayaan agar
APBN tetap realistis dan sustainable.
Salah satu komponen dalam
APBN yang terkena dampak langsung
dari krisis ekonomi global tersebut
adalah penerimaan perpajakan. Hal ini
terutama disebabkan oleh perlambatan
perekonomian dunia dan dalam negeri
yang secara langsung berdampak pada
melambatnya pertumbuhan pada semua
sektor.
Selain itu, penurunan impor barang
modal dan bahan baku yang mengalami
tekanan akibat koreksi perdagangan
global juga turut memberikan andil
pada penerimaan perpajakan. Indikator
ekonomi makro lainnya yang memengaruhi
turunnya penerimaan perpajakan pada
semester I tahun 2009 adalah melambatnya
pertumbuhan ekonomi, penurunan harga
minyak dunia, dan melemahnya nilai tukar
rupiah. Namun kita bersyukur bahwa di
tengah kondisi ekonomi dunia yang belum
menentu tersebut, penerimaan perpajakan
kita pada semester I sudah mencapai 43,6%
dari target penerimaan perpajakan yang
ditetapkan dalam Dokumen Stimulus.
Sementara itu, untuk penerimaan
negara bukan pajak, selama ini sebagian
besar berasal dari penerimaan SDA migas
yang sangat dipengaruhi oleh harga
minyak (ICP), nilai tukar Rupiah terhadap
Dolar Amerika Serikat, dan lifting migas.
Dalam semester I 2009, realisasi harga
minyak mencapai rata-rata US$46,5 per
barel (Des 2008–Mei 2009) atau lebih tinggi
dari asumsi ICP yang ditetapkan dalam
Dokumen Stimulus, yakni US$45 per barel.
Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika
Serikat Rp11.082 atau sedikit melemah dari
asumsi yang ditetapkan dalam Dokumen
Stimulus 2009 Rp11.000 per US$.
Realisasi kedua indikator ekonomi
makro tersebut sebenarnya dapat
memberikan dampak yang positif bagi
penerimaan negara. Namun, karena realisasi
lifting migas mencapai 957 ribu barel per
hari (bph) (Des 2008–Mei 2009) atau 0,3%
lebih rendah dari asumsi yang ditetapkan
dalam Dokumen Stimulus 2009 sebesar 960
ribu bph, maka pencapaian penerimaan
SDA migas dalam semester I masih relatif
rendah, yakni sebesar Rp40,4 triliun atau
25% dari rencananya dalam Dokumen
Stimulus 2009.
Sebagaimana diketahui, di sektor
migas saat ini terdapat kecenderungan
penurunan produksi yang disebabkan
oleh faktor alam dan kurangnya investasi
baru di bidang eksplorasi potensi SDA
migas. Oleh karena itu, diperlukan langkah
strategis di sektor migas, baik untuk
mencapai target lifting tahun 2009 sebesar
960 ribu bph maupun untuk mendukung
upaya peningkatan produksi migas pada
tahun-tahun berikutnya. Di samping itu,
juga diperlukan peningkatan penerapan
tata kelola yang baik dan peningkatan
pengawasan kegiatan sektor migas untuk
mengoptimalkan penerimaan negara.
Sementara itu, di tengah-tengah krisis
ekonomi global yang dampaknya ikut kita
rasakan, maka realisasi belanja pemerintah
menjadi salah satu faktor yang diharapkan
dapat menopang pertumbuhan ekonomi
Indonesia dan mengurangi dampak negatif
dari krisis ekonomi global.
Untuk itu, Pemerintah bersama
DPR telah mengalokasikan dana pada
beberapa K/L, tambahan dana untuk
stimulus fiskal sebesar Rp12,2 triliun yang
diharapkan dapat membantu memulihkan
perekonomian nasional. Menjadi kewajiban
sekaligus tantangan Ditjen Anggaran
tentunya, agar belanja stimulus fiskal yang
dialokasikan dalam dokumen stimulus
dapat segera diterbitkan dokumen
anggarannya. Dengan demikian, tidak ada
alasan bagi K/L yang menerima alokasi dana
belanja stimulus fiskal untuk menundanunda pencairan anggarannya.
Realisasi belanja pemerintah pusat
sepanjang Semester I 2009 masih relatif
rendah. Bagaimana pandangan Ibu
mengenai hal ini?
Memang s.d. akhir Mei realisasi
anggaran belanja pemerintah pusat baru
mencapai 25,3% dari pagu anggaran
dalam dokumen stimulus. Namun,
s.d. akhir semester I, realisasi anggaran
belanja pemerintah pusat telah mencapai
Rp233,0 triliun atau 34,0% dari pagu
anggaran dalam dokumen stimulus. Hal
ini menunjukkan bahwa pada bulan Juni
realisasi anggaran belanja pemerintah
pusat mulai menunjukkan kenaikan yang
cukup siginifikan dibandingkan bulanbulan sebelumnya. Realisasi tersebut sedikit
Media Keuangan Departemen Keuangan
5
lebih rendah bila dibandingkan dengan
realisasi belanja pemerintah pusat pada
periode yang sama tahun sebelumnya
yang mencapai 35,4%. Lebih rendahnya
realisasi tersebut disebabkan rendahnya
realisasi belanja subsidi berkaitan dengan
penurunan realisasi harga minyak mentah
Indonesia.
Menurut hemat saya, selain
dipengaruhi oleh kedisiplinan K/L dalam
melaksanakan kegiatan dan pencairan
anggaran, besar kecilnya penyerapan
anggaran belanja pada semester I juga
sangat dipengaruhi oleh kecepatan
K/L dalam mempersiapkan kelengkapan
administrasi, seperti penunjukan Kuasa
Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat
Pembuat Komitmen (PPK), dan bendahara.
Di samping itu, juga terdapat
tahapan untuk menyampaikan specimen
tanda tangan Pejabat dalam Satuan
Kerja kepada KPPN dan Bank. Selain itu,
penyerapan anggaran belanja pemerintah
pusat di semester I juga merupakan
konsekuensi dari: (i) kegiatan-kegiatan
yang pelaksanaannya harus melalui proses
pengadaan barang dan jasa publik (sekitar
50-60% dari komposisi belanja K/L), dan (ii)
pembayaran atas pekerjaan/pengadaan
barang yang dikontrakkan dilakukan melalui
termin tertentu.
Berkaitan dengan lelang pengadaan
barang dan jasa, dapat disampaikan
bahwa prosesnya membutuhkan waktu
paling cepat selama 40 hari kerja sehingga
kecenderungan yang terjadi proses
pencairan dana untuk semester satu hanya
untuk pembayaran uang muka saja. Hal
inilah yang menyebabkan rendahnya
pencairan Semester I.
Di sisi lain, apabila rendahnya
pencairan disebabkan rencana yang tidak
dapat dieksekusi secara langsung karena
memerlukan penyesuaian-penyesuaian
(proses revisi), dapat saya sampaikan bahwa
kendala utama yang menyebabkan hal
ini terjadi karena perbedaan pengurusan
proses perencanaan yang dilaksanakan oleh
pusat masing-masing Kementrian Negara/
Lembaga, sedangkan pelaksananya adalah
Vol. IV No. 22/Juni/2009
03/09/200910:57:32
Wawancara
Artikel
satuan kerja di daerah. DJA dalam hal ini
sudah memfasilitasi dengan membagi
kewenangan penyelesaian revisi. Proses
revisi bisa dilaksanakan oleh satuan kerja,
DJPB dan DJA sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. Dengan pembagian
kewenangan ini diharapkan proses revisi
dapat dilaksanakan secepat mungkin guna
mendukung proses pencairan.
Biasanya, memang pada awal
semester II penyerapan belanja cenderung
membaik seiring dengan rampungnya
proses persiapan administratif dan kegiatan
pengadaan barang/jasa yang telah mulai
dilaksanakan pada semester I.
Sementara itu, dari sisi proses
penyusunan anggaran, saya kira jelas,
bukan menjadi faktor penghambat relatif
rendahnya penyerapan anggaran belanja
di semester I, karena pada tanggal 1
Januari 2009, DIPA untuk semua K/L telah
diterbitkan.
Apa terobosan yang tengah atau akan
ditempuh dalam rangka mengakselerasi
penyerapan belanja, baik belanja
pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah di Semester II 2009 nanti?
(Hal ini penting mengingat kontribusi
belanja pemerintah diharapkan menjadi
salah satu penopang pertumbuhan
ekonomi 2009 yang diperkirakan sebesar
4,3%).
Apabila pada Semester I kementerian/
lembaga (K/L) masih disibukkan oleh
berbagai persiapan administrasi untuk
pencairan anggaran serta proses
pengadaan sebagaimana saya kemukakan
tadi, diharapkan pada semester II pola
penyerapan anggaran dapat berjalan
dengan lebih baik. Hal ini sebenarnya sudah
mulai nampak pada penyerapan bulan Juni
2009 yang mencapai 9,7%, jauh lebih baik
dari penyerapan bulan-bulan sebelumnya
yang rata-rata hanya mencapai 5%.
Menurut hemat saya, pada dasarnya
kualitas penyerapan anggaran belanja
pemerintah pusat tergantung dari dua
faktor utama, yaitu faktor internal K/L dan
faktor eksternal, dalam hal ini Departemen
Keuangan. Faktor internal, berhubungan
dengan kompetensi SDM K/L untuk
menyiapkan berbagai proses administrasi
dan pengadaan barang/jasa yang
berkaitan dengan pelaksanaan anggaran
sebagaimana telah saya kemukakan tadi.
Sementara itu, faktor eksternal di sini
berhubungan dengan otoritas Departemen
Keuangan dalam proses perencanaan dan
pencairan anggaran.
Dari sisi Ditjen Anggaran sendiri,
tanggung jawabnya adalah agar proses
perencanaan anggaran dapat terlaksana
tepat waktu dan terus meningkat
kualitasnya sehingga apa yang telah
direncanakan dan dibahas bersama dengan
K/L dapat dilaksanakan dengan baik tanpa
banyak menyebabkan revisi RKA KL. Upaya-
upaya yang telah kami laksanakan selama
ini untuk mempercepat proses pencairan
anggaran—tidak hanya di semester II
saja—antara lain: (1) APBN disahkan dua
bulan sebelum tahun anggaran dimulai;
(2) Perpres tentang rincian anggaran
belanja pemerintah pusat disahkan satu
bulan sebelum tahun anggaran dimulai
sehingga penerbitan DIPA oleh Ditjen
Perbendaharaan juga dapat dilaksanakan
dengan tepat waktu; (3) mekanisme revisi
RKA KL yang harus selesai diproses dalam
lima hari kerja; (4) senantiasa melakukan
bimbingan dan membuka pintu konsultasi
kepada K/L apabila ditemui masalah dalam
pelaksanaan anggaran.
Sementara itu, untuk penyaluran
anggaran transfer ke daerah, saya rasa
selama ini sudah cukup baik. Untuk
tahun 2009, realisasi transfer ke daerah
sudah mencapai 46,1% dari pagunya
dalam dokumen stimulus, meningkat
dari tahun sebelumnya yang mencapai
39,9%. Namun demikian, Pemerintah
terus berupaya melakukan perbaikan
(continuous improvement) terhadap
mekanisme penyaluran anggaran transfer
ke daerah. Upaya perbaikan mekanisme
tersebut adalah dengan diterbitkannya
Peraturan Menteri Keuangan No. 21/
PMK.07/2009 tentang Pelaksanaan dan
Pertanggungjawaban Anggaran Transfer
ke Daerah yang mengatur mekanisme
penyaluran anggaran transfer ke daerah.
Penyempurnaan tersebut terutama
dimaksudkan untuk memperbaiki
mekanisme penyaluran anggaran transfer
ke daerah, antara lain: (1) mempercepat
penyaluran biaya pemungutan PBB bagian
daerah yang sebelumnya dilaksanakan
secara bulanan, menjadi mingguan
dan dilaksanakan oleh KPPN melalui
Bank Operasional III; (2) mempertegas
penyaluran DBH cukai hasil tembakau
secara triwulanan; (3) mempercepat proses
penyaluran DAK dari empat tahap menjadi
tiga tahap.
Penerbitan obligasi untuk menutup
defisit sudah dilakukan sejak awal
Media Keuangan Departemen Keuangan
MK-Juni2009-baRu.indd12-13
6
tahun anggaran. Ini artinya, potensi
idle cash dari hasil emisi SBN di awalawal tahun anggaran akan cukup besar
karena baru akan dipergunakan di akhir
tahun anggaran. Di sisi lain, tentu tidak
efektif jika emisi SBN dikonsentrasikan
hanya di akhir tahun anggaran karena
akan memicu sentimen negatif pasar
dan menaikkan required yield investor.
Bagaimana pandangan Ibu mengenai dua
hal yang kompleks ini?
Pada semester I tahun 2009, realisasi
pendapatan negara dan hibah telah
mencapai Rp367.249,9 miliar atau 43,3%
dari dokumen stimulus, belanja negara
Rp372.884,2 miliar (37,7%) sehingga
realisasi defisit pada semester I adalah
Rp5.634,3 miliar. Pada periode yang sama,
realisasi pembiayaan telah mencapai
Rp47.836,4 miliar. Dengan demikian, pada
akhir semester I tahun 2009 terjadi surplus
pembiayaan Rp42.202,1 miliar.
Memang kalau kita melihat
data tersebut, ada potensi kelebihan
pembiayaan anggaran yang cukup besar
di akhir semester I. Kalau kita cermati, hal
tersebut terjadi karena adanya faktor-
faktor yang berbeda yang memengaruhi
besarnya penyerapan belanja dan
realisasi pembiayaan yang dipergunakan
untuk menutup defisit. Untuk belanja,
penyerapannya cenderung belum optimal
di semester I, yang diakibatkan oleh proses
administrasi dan proses pengadaan barang
dan jasa yang membutuhkan waktu cukup
lama. Sementara itu, realisasi penerimaan
pembiayaan, khususnya dalam penerbitan
surat berharga negara, sebagian besar
justru dilakukan pada awal tahun anggaran
dengan pertimbangan tertentu.
Strategi front loading issuance, yaitu
dengan menerbitkan surat berharga, baik
di pasar domestik maupun internasional,
dalam jumlah yang lebih besar pada awal
tahun anggaran tersebut, bertujuan untuk:
(i) memanfaatkan likuiditas pasar yang
besar pada awal tahun; (ii) menghindari
beban penerbitan terkonsentrasi pada
akhir tahun anggaran sehingga berpotensi
terjadinya cornering mengingat target gross
Vol. IV No. 22/Juni/2009
Oleh: Ahmad Ghufron
Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah (SPIP) dan Peran Inspektorat Jenderal
Mengenal
Pendahuluan
P
engendalian Intern atau Pengendalian
Manajemen, bagi sebagian besar
kita bukanlah sesuatu yang baru
dan asing. Tidak jarang Pengendalian
Intern “diperkenalkan” dalam berbagai
kesempatan, baik pada saat menikmati
bangku kuliah maupun diklat pada institusi
tempat kita bekerja. Namun sayangnya
“perkenalan” itu seringkali hanya terjadi
secara selintas dan mungkin berakhir pada
coretan jawaban ujian.
lebih jauh pentingnya “Pengendalian Intern”
bagi sebuah organisasi/kegiatan dapat
diilustrasikan melalui gambar berikut.
Hal ini juga dikemukakan oleh Larry D.
Hubbard, Consultant) : “Knowledge of internal
controls is the most basic of all internal audit
skills. However, auditors are not responsible for
internal controls-management is. Auditors are
responsible for providing management with
information about how internal controls are
working.”
Ilustrasi ini memberikan gambaran
bahwa dalam proses pencapaian tujuan
suatu organisasi/kegiatan, kita akan selalu
menjumpai risiko baik yang muncul dari
internal maupun eksternal organisasi. Risiko
tersebut akan menghambat pencapaian
tujuan organisasi/kegiatan. Oleh karena itu,
proses pencapaian tujuan yang dilakukan
secara terintegrasi dan terus menerus
diperlukan “Pengendalian Internal” atau
internal control.
Untuk dapat mengenali dan memahami
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
BHMN (PTN Non BHMN), BPPT Enginering
dan beberapa satker pemerintah pusat
lainnya yang telah memenuhi kriteria dan
telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan
sebagai BLU.
dari ketentuan tersebut. Tetapi harus
dengan alasan efektivitas dan/atau efisiensi.
Menurut hemat penulis, efektivitas dan
efisiensi tersebut harus sesuai dengan
praktek bisnis yang sehat yang tentunya
kalau memang tidak mengacu pada
Keppres No. 80 Tahun 2003, harus lebih
sehat dan lebih baik dari apa yang telah
diatur dalam Keppres tersebut.
Contoh BLUD adalah Rumah Sakit Umum
Daerah, Transjakarta, dan beberapa satker
pemerintah daerah lainnya yang memenuhi
kriteria dan tentunya juga telah ditetapkan
oleh Gubernur/Bupati/Walikota sebagai
BLUD.
Pembelajaran Kasus
Di BLU ada Peraturan Menteri Keuangan
tentang pengadaan barang/jasa BLU yaitu
PMK No. 08/PMK.02/2006. Di PP 23 Tahun
2005 pun ditegaskan bahwa pengadaan
barang/jasa pada BLU harus berdasarkan
prinsip efisiensi dan ekonomis sesuai
dengan praktek bisnis yang sehat dan
dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang
berlaku dalam hal pengadaan barang/jasa
pemerintah. Tentunya dalam hal ini adalah
Keppres No. 80 Tahun 2003.
Memang di dalam pasal selanjutnya dalam
PMK No. 08/PMK.02/2006 dinyatakan
pula bahwa untuk BLU yang berstatus
penuh dapat diberikan fleksibilitas berupa
pembebasan sebagian atau seluruhnya
Lantas apakah kasus penunjukan langsung
konsorsium operator Transjakarta tersebut
memang lebih efektif dan efisien serta
memenuhi kriteria praktek bisnis yang
sehat? Artinya, apakah prosedur yang telah
ditetapkan dalam Peraturan Gubernur No.
123 Tahun 2006 minimal sesuai atau bahkan
lebih sempurna dari Keppres No. 80 Tahun
2003?
Simpulan
Setelah memperhatikan skema BLU-BLUD
dan kasus dugaan korupsi yang menimpa
BLUD Transjakarta tersebut, maka yang
seyogyanya menjadi pelajaran buat kita
adalah:
1. Masyarakat pada umumnya dan para
pembaca pada khususnya tidak lagi
terkecoh dalam melihat penyebutan
sebuah satker Badan Layanan Umum
yang disebut sebagai BLU ataupun BLUD
Media Keuangan Departemen Keuangan
27
(SPIP)
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
(SPIP) telah dituangkan di dalam PP Nomor
60 Tahun 2008. Penerbitan PP tersebut
merupakan pelaksanaan amanat Pasal
58 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2004 yang menggariskan
bahwa “Dalam rangka meningkatkan kinerja,
transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan
keuangan negara, Presiden mengatur dan
menyelenggarakan sistem pengendalian
intern di lingkungan pemerintahan secara
menyeluruh yang ditetapkan dengan
peraturan pemerintah.” Dibagian lain, PP
tersebut menyebutkan bahwa “SPIP harus
menjadi pedoman bagi para menteri/
pimpinan lembaga, gubernur, dan bupati/
walikota dalam menjalankan kewajibannya
untuk melakukan pengendalian atas
penyelenggaraan kegiatan pemerintahan.”
Tujuan pelaksanaan SPIP tersebut
adalah untuk memberikan keyakinan
sehingga apabila terjadi pelayanan yang
kurang baik yang dilakukan oleh BLU
tidak dengan enteng menyebut atau
bahkan menyalahkan unit vertikal yang
ada di atasnya.
2. Kasus dugaan korupsi yang menimpa
BLUD Transjakarta merupakan dugaan
korupsi terhadap BLUD bukan BLU.
Artinya, unit vertikal terkaitnya adalah
unit vertikal pemerintah daerah yaitu
Gubernur dan pimpinan lembaga/kepala
SKPD termasuk Pejabat Pengelola
Keuangan Daerah (PPKD), bukan
unit vertikal pemerintah pusat dalam
hal ini Kementerian Keuangan dan
Kementerian Teknis terkait (Departemen
Perhubungan).
3. Pelajaran yang dapat dipetik oleh seluruh
BLU dan BLUD serta bagi regulator
sekaligus bagi pembinanya adalah
’Berhati-hatilah’ dalam mengelola BLU,
karena walaupun BLU/BLUD telah
diberi fleksibiltas yang luar biasa dalam
pengelolaan keuangannya, tetap dituntut
mengelola keuangan negara/daerah
secara akuntabel dan transparan. Artinya,
jadikanlah UU No. 17 Tahun 2003, UU
No. 1 Tahun 2004, PP No. 23 Tahun 2005,
dan Keppres No. 80 Tahun 2003 sebagai
acuan pokok dalam menjalankan roda
BLU baik sebagai regulator maupun
sebagai operator BLU/BLUD. mk
Vol. IV No. 22/Juni/2009
03/09/200910:57:37
Artikel
Wawancara
Oleh: Hermawan Sukoasih, ME
Kasi Monev BLU II Ditjen Perbendaharaan
Dugaan
Korupsi di BLUD Transjakarta
Sebuah pelajaran bagi BLU dan BLUD di seluruh tanah air
M
emprihatinkan. Badan Layanan
Umum Daerah (BLUD) Transjakarta
diduga korupsi terhadap
pengadaan dan operasional bus koridor 4,
5, 6, dan 7, yang menurut ICW disebabkan
pengadaan dan operasional Transjakarta
menyalahi prosedur. Akibatnya, negara
diperkirakan mengalami kerugian sebesar
Rp61 milliar. Sayangnya, ketika kita
membaca/mendengarkan berita-berita
tersebut diberbagai media, selalu ditulis/
dibaca dengan sebutan BLU Transjakarta
sehingga menimbulkan public image yang
salah, karena BLU itu berbeda dengan BLUD.
SKEMA BLU-BLUD
BLU
a
Keputusan
Menteri
Keuangan
BLUD
UU No. 17/2003
UU No. 1/2004
PP No. 23/2005
Keppres No. 80/2003
Keputusan
Gubernur/Bupati/
Walikota
a
Dibina
Menteri Keuangan
dan Menteri Teknis
Dibina
Gubernur/Bupati/Walikota
dan Pimpinan lembaga/
Kepala SKPD
a
-Peraturan-peraturan
Menteri Keuangan
-Peraturan-peraturan Dirjen
Perbendaharaan
-Peraturan-peraturan
Gubernur/Bupati/Walikota
dan pimpinan lembaga/
Kepala SKPD
-RSUP
-PTN
-Satker Pemerintah
Pusat Lainnya
a
a
Dugaan penyimpangan semakin nyata
saat BLUD Transjakarta melakukan tender
untuk menambah armada di empat koridor
tersebut. BLUD Transjakarta memenangkan
Lorena dan Primajasa dengan kompensasi
tarif Rp9.500 per kilometer jalan. Ini lebih
Untuk itu marilah kita perhatikan skema BLU
dan BLUD berikut ini.
a
Tapi ada yang berpendapat bahwa Keppres
80 Tahun 2003 itu harus dipakai oleh BLUD
Transjakarta karena pembiayaan tarif
busway 40%-nya diambil dari APBD dan
selebihnya dari tiket yang dibeli oleh para
penumpang.
Selanjutnya, penunjukan langsung yang
dilakukan oleh BLUD Transjakarta pada
2006 dengan kompensasi tarif Rp12.885 per
kilometer jalan kepada Jakarta Mega Trans
dan Jakarta Trans Metropolitan sebagai
operator koridor 4, 5, 6 dan 7.
Lantas di mana peran pemerintah pusat?
Di mana peran Menteri Keuangan dalam
hal ini tentunya Ditjen Perbendaharaan dan
lebih spesifik lagi Direktorat Pembinaan
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum (Dit. PPK BLU)? Itulah kira-kira yang
membuat penulis greget dan merasa
terpanggil untuk menjelaskan kepada para
pembaca khususnya dan kepada siapa
pun yang ingin lebih mengetahui apa
sesungguhnya BLU dan apa BLUD itu?
a
Lho, kok Peraturan Gubernur disalahkan?
Ya, karena Peraturan Gubernur No. 123
Tahun 2006 tersebut mengatur penunjukan
langsung konsorsium operator Transjakarta
koridor 4, 5, 6, dan 7 tanpa tender.
Penetapan tarifnya pun hanya dilakukan
dengan negosiasi, bukan tender. Hal ini
tentunya karena melanggar Keppres No.
80 Tahun 2003 tentang Pengadaan barang
dan jasa khususnya mengenai kriteria
penunjukan langsung. Lho, bukannya BLU
itu diberikan fleksibilitas dan bisa tidak
sesuai dengan Keppres 80 Tahun 2003?
Peran Pemerintah
aa
Selanjutnya, dalam beberapa media
massa, baik koran, radio, televisi dan media
elektronik lainnya, ICW menyebutkan
bahwa terjadinya korupsi ini tidak terlepas
dari penerbitan Peraturan Gubernur DKI No.
123 Tahun 2006 yang diterbitkan tanggal 7
Desember 2006.
rendah Rp3.385 dibandingkan kompensasi
tarif per kilometer jalan untuk operator hasil
penunjukan langsung.
a
Pendahuluan
-RSUD
-Transjakarta
-Satker Pemerintah
Daerah Lainnya
Dimulai dari BLU maupun BLUD tentunya
sama-sama merupakan instansi pemerintah
yang berdasarkan PP No. 23 Tahun
2005 yang dibentuk untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat berupa
penyediaan barang dan jasa yang
dijual tanpa mengedepankan mencari
keuntungan dan dalam melakukan
kegiatannya didasarkan pada prinsip
efisiensi dan produktivitas.
Dari skema BLU-BLUD tersebut dapat
diilustrasikan sebagai berikut :
Landasan Hukum BLU dan BLUD adalah
sama, yaitu UU No. 17 Tahun 3003 tentang
Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara, PP No. 23
Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
BLU dan dalam pelaksanaan pengelolaan
Media Keuangan Departemen Keuangan
MK-Juni2009-baRu.indd14-15
26
yang diharapkan menerapkan ala bisnis
yang tentunya dalam pengadaan barang
dan/jasa pun mengacu pada Keppres No.
80 Tahun 2003.
Selanjutnya, berdasarkan PP 23 Tahun
2005 sebuah satker pemerintah pusat
yang hendak menerapkan pola BLU ini
ditetapkan/ditolak untuk ditetapkan
oleh Menteri Keuangan atas usulan
menteri/pimpinan lembaga, sedangkan
satker pemerintah daerah yang hendak
menerapkan pola BLUD ditetapkan/ditolak
untuk ditetapkan oleh Gubernur/Bupati/
Walikota atas usulan pimpinan lembaga/
kepala SKPD.
issuance yang besar; (iii) mengantisipasi
ketidakpastian kondisi pasar keuangan
global dan domestik. Dengan strategi
tersebut, diharapkan biaya yang timbul dari
penerbitan SBN dapat ditekan seminimal
mungkin dan target penerbitan SBN dapat
tercapai.
Harus disadari, penerbitan SBN tidak
semata-mata tergantung kepada realisasi
belanja negara. Apabila Pemerintah
menunggu kebutuhan untuk menutup
defisit kemudian baru menerbitkan SBN,
sementara pada saat itu kondisi pasar tidak
kondusif, maka penerbitan SBN tersebut
juga tidak akan efisien, karena biaya
penerbitan yang tinggi dan bisa saja target
penerbitan SBN tidak tercapai.
Selain itu, penerbitan SBN yang
cukup besar di awal tahun anggaran
sebenarnya juga dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan pembayaran gaji,
penyaluran Dana Alokasi Umum, serta
pembayaran pokok dan bunga utang yang
jatuh tempo. Hal ini dikarenakan pada awal
tahun anggaran, penerimaan perpajakan
belum cukup untuk mendanai belanja
negara, demikian juga pengunaan dana
Berdasarkan kewenangan penetapan/
penolakan BLU dan BLUD seperti tersebut
di atas, maka dalam PP 23 Tahun 2005
ditegaskan bahwa untuk BLU pembinanya
adalah Kementerian Keuangan dan
Kementerian Teknisnya. Kementerian
Keuangan sebagai pembina pola
pengelolaan keuangannya, sedangkan
Kementerian Teknisnya dalam hal
pembinaan teknis dan pelayanannya.
Sebaliknya, untuk BLUD sebagai pembina
teknis adalah pimpinan lembaga/kepala
SKPD terkait, sedangkan pembina
keuangan tentunya Pejabat Pengelola
Keuangan Daerah (PPKD) sesuai dengan
kewenangannya.
Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya
sebagai regulator pun dari BLU dan
BLUD berbeda. Regulator BLU adalah
Kementerian Keuangan dan Kementerian
Teknis terkait sehingga untuk pengelolaan
keuangan BLU diterbitkan berbagai
Peraturan Menteri Keuangan dan berbagai
Peraturan Dirjen Perbendaharaan yang
dalam hal ini Direktorat Pembinaan
Pengelolaan Keuangan BLU sebagai
pembinanya, sedangkan untuk BLUD
sebagai regulatornya adalah Gubernur/
Bupati/Walikota dan pimpinan lembaga/
kepala SKPD sehingga untuk pengelolaan
keuangan BLUD diterbitkan berbagai
Peraturan Gubernur/Bupati/Walikota dan
berbagai peraturan pimpinan lembaga/
kepala SKPD terkait.
Lantas apa contoh-contoh satker
pemerintah yang BLU atau yang BLUD?
Contoh BLU adalah Rumah Sakit Umum
Pusat (RSUP), Perguruan Tinggi Negeri Non
Vol. IV No. 22/Juni/2009
Sisa Anggaran Lebih (SAL) tidak selalu
mencukupi kebutuhan awal tahun.
Dalam kaitan ini, harus diingat pula
bahwa sesuai UU No. 1 tahun 2004 Pasal 7
huruf (f ), Menteri Keuangan berwenang,
antara lain untuk mengusahakan dan
mengatur dana yang diperlukan dalam
pelaksanaan anggaran negara. Jadi,
dalam hal ini kawan-kawan di Ditjen
Perbendaharaan bertugas memastikan
bahwa semua kebutuhan belanja negara
dan pengeluaran pembiayaan senantiasa
dapat dipenuhi dari Rekening Kas Umum
Negara.
Bagaimana Ibu menanggapi wacana
penerapan skema kinerja berbasis
anggaran di mana penetapan final
besarannya berada di tangan Presiden
atau Menteri Keuangan dengan
berbasiskan kinerja? Menurut Ibu, sistem
anggaran seperti apakah yang paling
ideal diterapkan di Indonesia?
Menurut hemat saya, perbaikan sistem
penyusunan anggaran tidak sepenuhnya
ditujukan untuk memperbaiki proses
penyerapan anggaran. Sebagaimana
saya kemukakan tadi, selama ini Ditjen
Anggaran telah memperbaiki kualitas
proses penyusunan anggaran agar tidak
menghambat proses pelaksanaan anggaran,
selebihnya tergantung inisiatif K/L sendiri.
Perbaikan proses penyusunan anggaran
lebih ditujukan untuk meningkatkan
kualitas penggunaan anggaran itu sendiri,
untuk memastikan agar sasaran-sasaran
pembangunan nasional yang dibiayai dari
APBN dapat tercapai secara efektif, efisien,
dan akuntabel.
Selanjutnya, mengenai adanya
wacana untuk mengganti sistem
penganggaran menjadi penganggaran
yang berbasis kinerja, menurut hemat saya
hal ini justru bukan merupakan wacana.
Akan tetapi, sudah menjadi amanah dari
UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara yang mengharuskan Pemerintah
untuk menerapkan sistem penganggaran
terpadu (unified budget), anggaran berbasis
kinerja (perfomance base budget), dan
kerangka penganggaran jangka menengah
(medium term expenditure framework).
Kita menyadari bahwa penerapan sistem
penganggaran yang baru dengan
menggunakan tiga pendekatan di atas yang
dimulai sejak tahun anggaran 2005, masih
jauh dari sempurna. Pengembangan dan
penyempurnaan terus menerus dilakukan.
Dalam rangka penerapan perfomance
base budget, saat ini telah dilaksanakan
kegiatan restrukturasi program kegiatan K/L.
Pada tahun 2009, telah ditetapkan enam
K/L sebagai pilot project, yaitu Departemen
Keuangan, Departemen Pekerjaan Umum,
Departemen Kesehatan, Departemen
Pendidikan Nasional, Bappenas, dan
Departemen Pertanian. Melalui kegiatan ini,
masing-masing Unit Eselon I diharapkan
mempunyai program yang spesifik sesuai
tupoksi unit dalam rangka meningkatkan
akuntabilitas pengelolaan keuangan negara.
Tahap selanjutnya, bagi K/L di luar enam
K/L pilot project di atas direncanakan sampai
akhir 2009 menyelesaikan restrukturisasinya
dan akan digunakan sebagai dasar dalam
penyusunan RPJM dan Renstra KL 2010–
2014.
Sementara itu, dalam rangka
penerapan KPJM, saat ini Depkeu
sedang melaksanakan exercise terhadap
kemampuan fiskal untuk masa lima tahun
ke depan yang akan dijadikan budget
constrains dalam menyusun Renstra KL
sehingga baik RPJM maupun Renstra yang
akan disusun akan menjadi lebih realistis.
Di samping itu, dalam rangka
memfasilitasi penerapan perfomance
base budget dan medium term expenditure
framework di atas, saat ini juga sedang
dikembangkan penyempurnaan terhadap
format RKA-KL yang akan digunakan. Secara
Media Keuangan Departemen Keuangan
7
umum, RKA-KL yang baru akan terdiri
atas tiga formulir (sebelumnya tiga belas
formulir) dan informasi yang disajikan dalam
RKA-KL lebih bersifat strategis serta lebih
fokus terhadap target-target kinerja yang
akan dicapai pada level K/L maupun Unit
Eselon I.
Sebagai bagian dari tahap
penyempurnaan implementasi
penganggaran berbasis kinerja, pada
tahun 2009 ini, Direktorat Jenderal
Anggaran bekerja sama dengan Deputi
Bidang Pendanaan Pembangunan
Bappenas telah berhasil menyusun buku
Pedoman Reformasi Perencanaan dan
Penganggaran yang secara komprehensif
memuat tentang ke mana arah reformasi
perencanaan dan penganggaran kita,
termasuk langkah-langkah dan tahapan
yang akan dilaksanakan. Buku tersebut telah
di-launching secara resmi oleh Menteri
Keuangan dan Menteri Negara Perencanaan
Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas
pada tanggal 14 Juli 2009.
Kita berharap sistem penganggaran
yang kita kembangkan dan terapkan dalam
mengelola APBN akan menjadi sistem yang
paling ideal untuk kita di Indonesia, selain
juga tetap compliance terhadap ketentuan
undang-undang.
Dalam hal realisasi penyerapan anggaran
suatu Kementerian/Lembaga/Pemda
sangat rendah dan mungkin di bawah
60%, adakah kebijakan tertentu dari
Ditjen Anggaran untuk memberikan
punishment kepada Kementerian/
Lembaga/Pemda bersangkutan?
Dalam empat tahun terakhir, realisasi
penyerapan anggaran K/L mencapai ratarata 84,2%, yaitu masing-masing sebesar
76,5% (2005), 87,9% (2006), 82,8% (2007),
dan 89,5% (2008). Pada tahun 2008, K/L
yang memiliki daya serap tertinggi adalah
LIPI (108,5%), sedangkan yang terendah
adalah PPATK (32,4%). Daya serap LIPI yang
melebihi pagunya karena adanya luncuran
PHLN tahun sebelumnya.
Berkaitan dengan K/L yang realisasi
anggarannya kurang dari 60%, sampai
saat ini belum ada peraturan/mekanisme
yang mengatur pemberian punishment
kepada K/L yang bersangkutan. Namun, ke
depannya hal tersebut bisa saja dilakukan,
tentunya dengan mempertimbangkan
berbagai konsekuensinya. Misalnya,
dalam penyusunan anggaran perlu
diketahui tingkat penyerapan anggaran
yang digunakan sebagai acuan dalam
menentukan alokasi anggaran K/L
berikutnya.
Contoh yang paling nyata adalah
bahwa Pemerintah dan DPR, sebagaimana
tertuang dalam Kesimpulan Rapat Kerja
Pemerintah dan Panitia Anggaran DPR,
mengenai pelaksanaan Pasal 23 UU 41
Tahun 2008 Tentang APBN 2009, telah
menyepakati bahwa K/L termasuk Propinsi
Vol. IV No. 22/Juni/2009
03/09/200910:57:40
Wawancara
Celengan
dan Kabupaten/Kota yang melaksanakan
tugas pembantuan/dekonsentrasi
yang tidak sepenuhnya melaksanakan
belanja stimulus fiskal sebagaimana telah
ditetapkan, akan menjadi faktor pengurang
dalam penetapan alokasi anggaran pada
tahun berikutnya, setelah melalui evaluasi
yang kriterianya akan ditetapkan bersama
oleh Pemerintah dan DPR.
Namun, sebelum dilaksanakan
sanksi tersebut, Ditjen Anggaran tetap
melaksanakan langkah-langkah persuasif
kepada K/L, demikian juga kawan kawan
di Ditjen Perimbangan Keuangan, saya kira
juga terus menerus melakukan pendekatan
dan pembinaan kepada Pemerintah Daerah.
Dengan melakukan pendekatan persuasif
tersebut, kita akan mengetahui apakah
rendahnya penyerapan tersebut murni
karena kelalaian K/L atau Pemda atau ada
hambatan-hambatan lain yang disebabkan
peraturan perundangan yang berlaku.
Sebagai tambahan, dapat disampaikan
bahwa mulai tahun 2009 kita sudah mulai
menerapkan anggaran berbasis kinerja.
Melalui penerapan anggaran berbasis
kinerja, belanja tahun anggaran berjalan
juga dipengaruhi oleh kinerja belanja tahun
sebelumnya sehingga sebetulnya reward
and punishment menjadi built-in dalam
mekanisme anggaran berbasis kinerja.
Hal ini akan mendorong K/L bertanggung
jawab untuk meningkatkan kinerja
penyerapan anggaran.
Dengan mengacu pada kondisi semester
I-2009 lalu dan memperhatikan
perkembangan yang ada saat ini,
bagaimana perkiraan atau proyeksi Ibu
mengenai kinerja APBN di semester II2009 nanti? Kira-kira pos apa saja dalam
APBN 2009 yang akan melampaui target
dan pos apa juga yang akan berada di
bawah target atau shortfall?
Bersamaan dengan pengajuan
Laporan Pelaksanaan APBN Semester
Pertama dan Prognosis Semester II Tahun
2009, Pemerintah juga mengajukan
Rancangan APBN Perubahan Tahun
2009. Pada dasarnya, pengajuan RAPBNP tersebut adalah penyesuaian atau
koreksi terhadap besaran asumsi makro,
pendapatan, belanja dan pembiayaan,
dengan mempertimbangkan realisasinya
pada semester pertama dan perkiraan
realisasinya pada semester kedua tahun
2009. Dengan demikian, tentunya
Pemerintah berharap bahwa realisasi APBN
pada akhir tahun anggaran nanti tidak
akan berbeda jauh dengan apa yang telah
ditetapkan dalam APBN-P.
Beberapa besaran APBN yang berubah
dalam APBN-P dibandingkan dengan
dokumen stimulus, antara lain: (1) inflasi
dari 6% diperkirakan turun menjadi 4,5%;
(2) pertumbuhan ekonomi semula 4,5%
diperkirakan turun menjadi 4,3%; (3) nilai
tukar semula Rp11.000/US$ diperkirakan
DEDE YUSUF
Sisi Lain
Anggito Abimanyu
menguat menjadi Rp10.500/US$; (4) harga
minyak dari US$45/barel menjadi US$61/
barel.
Dengan perubahan berbagai asumsi
yang mendasari penyusunan APBN
tersebut, maka Pemerintah juga melakukan
penyesuaian terhadap besaran pendapatan,
belanja dan pembiayaan, yaitu: (1)
pendapatan dan hibah menjadi Rp870.999,0
miliar (102,6% terhadap pagunya dalam
dokumen stimulus); (2) belanja negara
menjadi Rp1.000.843,9 miliar (101,3%); (3)
pembiayaan menjadi Rp129.844,9 miliar
(93,1%).
Meskipun demikian, tentunya
Pemerintah harus mewaspadai dan terus
memonitor perkembangan berbagai
asumsi makro tersebut pada semester
II. Hal ini dikarenakan setiap perubahan
besaran asumsi dari yang diperkirakan
akan berdampak langsung terhadap
besaran defisit APBN tahun 2009. Misalnya,
penurunan pertumbuhan ekonomi akan
menyebabkan penurunan penerimaan
perpajakan.
Dengan kondisi bahwa belanja negara
tetap, maka hal ini akan menyebabkan
defisit meningkat. Kenaikan harga minyak
yang merupakan faktor eksternal, meskipun
di satu pihak akan menyebabkan tambahan
peningkatan penerimaan migas, namun
di lain pihak juga akan menyebabkan
terjadinya peningkatan subsidi BBM dan
subsidi listrik.
Data dalam beberapa tahun terakhir
menunjukkan bahwa dampak tersebut
tidak netral, peningkatan subsidi energi
sebagai akibat dari naiknya ICP lebih
besar dari peningkatan penerimaan
migas sehingga defisit akan meningkat.
Demikian pula penurunan lifting
minyak akan menyebabkan penurunan
penerimaan migas sehingga bila belanja
tetap dipertahankan, maka defisit juga
meningkat.
Bagaimana pesan-pesan Ibu kepada
pihak-pihak di Kementerian/Lembaga/
Media Keuangan Departemen Keuangan
MK-Juni2009-baRu.indd16-17
8
Pemda yang pekerjaannya berhubungan
dengan anggaran (dengan tujuan agar
lebih baik lagi dalam merencanakan,
mengajukan, menggunakan, mengawasi,
dan mempertanggungjawabkan
anggaran negara tersebut yang notabene
adalah uang masyarakat)?
Yang pertama, saya mengucapkan
terima kasih dan penghargaan setinggitingginya kepada kawan-kawan di
Kementerian/Lembaga yang selama ini
telah bekerja keras dan bekerja sama
dengan Ditjen Anggaran dalam proses
penyusunan anggaran. Kedua, di tengahtengah kondisi keuangan negara yang
sangat terbatas, maka diperlukan kemauan
yang kuat dari teman-teman di Kementerian
Negara/Lembaga untuk mengalokasikan
anggaran secara efisien dan efektif
sesuai prioritas pembangunan nasional
dan sedapat mungkin mengurangi/
menghapuskan kegiatan-kegiatan yang
tidak prioritas.
Kemudian, saat ini Departemen
Keuangan tengah melaksanakan reformasi
penganggaran untuk melaksanakan
amanah UU Keuangan Negara. Saya
mengharapkan dengan sangat agar
teman-teman di Kementerian/Lembaga
mempunyai semangat dan paradigma yang
sama dengan teman-teman di Depkeu, agar
reformasi penganggaran tersebut dapat
berjalan dengan baik.
Di samping itu, komunikasi yang
terbuka dan transparan antara Departemen
Keuangan, dalam hal ini Ditjen Anggaran
dan K/L harus semakin baik, sehingga
semangat dan proses reformasi di
bidang penganggaran melalui tiga pilar,
yaitu (1) penganggaran terpadu (unified
budget), (2) penganggaran berbasis
kinerja (performance based budgeting),
dan (3) kerangka penganggaran jangka
menengah (medium term budget framework)
dapat dilaksanakan secara penuh sesuai
dengan jadwal yang telah ditetapkan
sehingga dapat mendorong pembangunan
bangsa dan negara yang kita cintai. mk
Vol. IV No. 22/Juni/2009
Di dunia ini mungkin tak banyak dijumpai pribadi-pribadi
multitalented. Namun, Anda tak usah mencari ke mana-mana
untuk menemukannya. Sebab, salah satunya ternyata dapat
ditemukan di Departemen Keuangan. Anggito Abimanyu, pria
kelahiran Bogor, 19 Februari 1963 silam, selain handal sebagai
seorang ekonom ternyata juga piawai dalam menulis lagu dan
memainkan flute.
P
ublik lebih banyak mengenalnya sebagai seorang
ekonom andal yang membidangi berbagai policy
penting terkait kebijakan fiskal di Departemen
Keuangan. Maklum, penyandang gelar Ph.D dari University
of Pennsylvania, Philadelphia, USA ini memang sehari-hari
bertugas sebagai Kepala Badan Kebijakan Fiskal Departemen
Keuangan.
Sebelum perhelatan akbar Sidang Tahunan ke-42 ADB di Bali awal
Mei lalu, mungkin tak banyak orang tahu kepiawaiannya sebagai seorang
flutist dan penulis lagu. Padahal, sebelumnya Anggito telah beberapa
kali tercatat berkolaborasi dengan Dwiki Dharmawan dan World Peace
Orchestra-nya.
Konser religi “Menembus Batas”, Konser “The Soul of Indonesia”, dan terakhir Konser “Harmoni Indonesiaku” pada acara BUMN Live in Concert untuk
Peluncuran Vote for Komodo beberapa waktu lalu di Gedung Dhanapala
merupakan serangkaian performance Anggito Abimanyu bersama Dwiki
Dharmawan.
Lirik lagu “From Asia to The World” yang ditulis Anggito sebagai the 42nd
ADB Annual Board of Governors Meeting’s theme song kini telah membahana di seluruh negara-negara anggota ADB. Bahkan, konon theme song
tersebut telah membuat iri hati sejumlah petinggi lembaga multilateral
lain seperti World Bank untuk minta dibuatkan theme song serupa. Bravo
Pak Anggito. mk
Media Keuangan Departemen Keuangan
25
Vol. IV No. 22/Juni/2009
03/09/200910:57:55
Review
Wawancara
Wakil Ketua Panitia Anggaran DPR-RI, Harry Azhar Aziz :
” Ke depan Gap Antara Perencanaan dan Realisasi
Harus Semakin Kecil ”
nasional dan internasional dalam penyelenggaraan
kesejahteraan sosial;
12. Memelihara taman makam pahlawan dan makam
pahlawan nasional;
13. Melestarikan nilai kepahlawanan, keperintisan, dan
kesetiakawanan sosial; dan
14. Mengalokasikan anggaran untuk penyelenggaraan
kesejahteraan sosial dalam Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara.
Tanggung jawab pemerintah provinsi meliputi:
1. Mengalokasikan anggaran untuk penyelenggaraan
kesejahteraan sosial dalam anggaran pendapatan dan
belanja daerah;
2. Melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial
lintas kabupaten/kota, termasuk dekonsentrasi dan
tugas pembantuan;
3. Memberikan bantuan sosial sebagai stimulan kepada
masyarakat yang menyelenggarakan kesejahteraan
sosial;
4. Memelihara taman makam pahlawan;
5. Melestarikan nilai kepahlawanan, keperintisan, dan
kesetiakawanan sosial.
Tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota dalam
menyelenggarakan kesejahteraan sosial meliputi:
1. Mengalokasikan anggaran untuk penyelenggaraan
kesejahteraan sosial dalam anggaran pendapatan dan
belanja daerah;
2. Melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial di
wilayahnya/ bersifat lokal, termasuk tugas pembantuan;
3. Memberikan bantuan sosial sebagai stimulan kepada
masyarakat yang menyelenggarakan kesejahteraan
sosial;
4. Memelihara taman makam pahlawan;
5. Melestarikan nilai kepahlawanan, keperintisan, dan
kesetiakawanan sosial.
Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan
koordinasi dalam perencanaan, pelaksanaan, dan
pengendalian penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
SUMBER PENDANAAN
Sumber pendanaan penyelenggaraan kesejahteraan
sosial meliputi:
1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
3. Sumbangan masyarakat;
4. Dana yang disisihkan dari badan usaha sebagai
kewajiban dan tanggung jawab sosial dan
lingkungan;
5. Bantuan asing sesuai dengan kebijakan Pemerintah
dan peraturan perundang- undangan;
6. Sumber pendanaan yang sah berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
PERAN MASYARAKAT
Masyarakat mempunyai kesempatan yang seluasl­uasnya untuk berperan dalam penyelenggaraan
kesejahteraan sosial.
Peran masyarakat dapat dilakukan oleh:
1. perseorangan;
2. keluarga;
3. organisasi keagamaan;
4. organisasi sosial kemasyarakatan;
5. lembaga swadaya masyarakat;
6. organisasi profesi;
7. badan usaha;
8. lembaga kesejahteraan sosial;
9. Lembaga kesejahteraan sosial asing.
Pemerintah memberikan penghargaan dan
dukungan kepada masyarakat yang berperan dalam
penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
PENDAFTARAN DAN PERIZINAN
Setiap lembaga yang menyelenggarakan
kesejahteraan sosial wajib mendaftar kepada
kementerian atau instansi di bidang sosial sesuai
dengan wilayah kewenangan­nya. Pendaftaran tersebut
dilaksanakan dengan cepat, mudah, dan tanpa biaya.
Lembaga kesejahteraan sosial asing dalam
melakukan penyelenggaraan kesejahteraan sosial wajib
memperoleh izin dan melaporkan kegiatannya kepada
Menteri, gubernur, dan bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya.
AKREDITASI DAN SERTIFIKASI
Akreditasi dilakukan terhadap lembaga di
bidang kesejahteraan sosial, untuk menentukan
tingkat kelayakan dan standardisasi penyelenggaraan
kesejahteraan sosial.
PEMBINAAN, PENGAWASAN, PEMANTAUAN, DAN
EVALUASI
Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan
pembinaan dan pengawasan terhadap aktivitas pelaku
penyelenggaraan kesejahteraan sosial sesuai dengan
kewenangannya masing-masing.
Masyarakat juga dapat melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap aktivitas pelaku penyelenggaraan
kesejahteraan sosial. mk
Media Keuangan Departemen Keuangan
MK-Juni2009-baRu.indd18-19
24
Vol. IV No. 22/Juni/2009
Memasuki tahun 2009, efek lanjutan
dari pelemahan ekonomi global
semakin dirasakan pengaruhnya di
hampir setiap negara, tak terkecuali
Indonesia. Walaupun pertumbuhan
ekonomi masih bisa dijaga pada zona
positif di kisaran 4-5%, tak urung
APBN 2009 menghadapi tantangan
yang cukup besar. Selain perlemahan
pertumbuhan ekonomi, APBN
masih harus berhadapan dengan
permasalahan klasik, rendahnya
penyerapan anggaran di semester
pertama.
Hal inilah yang kemudian menjadi
pemikiran bersama antara Pemerintah
dan Dewan guna mengakselerasi
tingkat penyerapan anggaran di
semester pertama. Untuk mengupas
hal tersebut, Media Keuangan
berkesempatan mewawancarai Wakil
Ketua Panitia Anggaran DPR-RI yang
juga seorang ekonom, Harry Azhar
Aziz di ruang kerjanya. Berikut petikan
wawancaranya.
kesepakatan dengan angka aktual realisasi
kecendurangan realisasinya itu adalah
downwards bayes. Jadi bayes-nya ke bawah.
Jika bayes-nya ke atas atau di atas target, itu
yang sebenarnya kinerja menurut saya.
Bagaimana Bapak melihat kinerja
ekonomi dan realisasi APBN semester I ?
erbandingan antara APBN 2009 yang
kita sahkan Oktober lalu dengan
dokumen stimulus, tampaknya
angkanya itu berbeda. Jadi, misalkan
pertumbuhan ekonomi di APBN 2009
sebesar 6%, sementara di dokumen
stimulusnya 4%. Kemudian di APBN-P
nya itu 4,3%, sementara realisasi semester
I itu 4,1%. Artinya, ada kecenderungan
realisasinya masih di bawah targetnya yang
sebesar 4,3%.
Kalau kita anggap kinerja ini akan
sama di semester II, artinya realisasi sekitar
4,1% juga, maka ini masih 0,2% di bawah
dari apa yang kita harapkan. Saya dulu
sering membayangkan, misalnya 0,2% dari
PDB, kalau kita bicara mengenai potensi
pertumbuhan ekonomi yang hilang, ya
tinggal dikali saja dengan PDB-nya yang
sekitar Rp5.400 Triliun, jadi kita kehilangan
sekian. Kalau 1% saja, potensi pertumbuhan
ekonomi yang hilang sekitar Rp54 Triliun.
Jadi kalau 0,2% dari PDB, berarti sekitar
Rp10,8 Triliun kita akan kehilangan potensi.
Saya lihat kecendurangan ini sama,
itu sebabnya saya sering mengatakan
bahwa angka yang tertulis dari
Di tengah suasana krisis perekonomian
global seperti sekarang, faktor apa saja
yang menjadi tantangan bagi APBN
2009?
Menurut saya, dari penyusunan awal
perencanaannya selalu bermasalah. Begini,
harusnya di dalam APBN atau APBN-P itu
kita sudah merumuskan dampak krisis
terhadap perhitungan APBN. Dampak dari
krisis itu bagaimana, berapa besarnya?
Nah, dampak krisis itu tidak pernah
terungkapkan secara kuantitatif dari awal,
kita baru mengetahui itu belakangan.
Ambil contoh, misalnya revisi
pertumbuhan ekonomi dari 6% menjadi
4,5% itu berarti terdapat penurunan
kinerja ekonomi sekitar 25%. Kalau ini
kita anggap seluruhnya karena dampak
krisis berarti dampak krisis itu sekitar 25%
hitungannya. Tapi, kalau misalnya itu terkait
dengan performance realisasi belanja
yang katakanlah sebesar 5%. Nah, apakah
kemudian kita kurangi 25% dengan 5% tadi.
Jadi, dampak krisisnya sebenarnya 20%, tapi
penyebab lain adalah realisasi belanja yang
rendah yang sebesar 5% itu.
Jadi, kalau misalnya realisasi belanja
itu full maka sebenarnya dampak krisis itu
20% tidak 25%. Karena itu, pertumbuhan
ekonomi bisa lebih tinggi lagi mungkin
P
Media Keuangan Departemen Keuangan
9
menjadi sekitar 4,7%. Nah, perhitunganperhitungan seperti itu menurut saya yang
saya minta kepada pemerintah khususnya
Departemen Keuangan dan Bapennas
merinci validitasnya.
Sebagai seorang ekonom, saya kira
fungsi pendataan antara perencanaan
dengan realisasi itu memang mau tidak
mau sebaiknya untuk tahun ke depan gapnya harus semakin kecil, saya kira itu kunci
evaluasi.
Bagaimana pandangan Bapak mengenai
realisasi belanja di semester I?
Belanja semester I tercapai sekitar
37,7% terhadap dokumen stimulus fiskal.
Kalau terhadap KL-nya sendiri baru sekitar
31,3%. Kemudian realisasi subsidi itu lebih
rendah lagi sekitar 27,8%. Kemudian transfer
ke daerah agak lebih tinggi.
Kesan saya sementara adalah belanja,
seperti belanja pegawai, belanja barang,
dan belanja lain-lain pada setiap semester
pertama itu relatif agak tinggi mendekati
angka target. Tetapi untuk belanja modal,
dalam hal ini belanja subsidi baru 27,8% dan
realisasi semester pertama belanja KL 31,3%.
Saya menyarankan begini, misalkan
sebenarnya sudah 60% proyek yang sudah
teken kontrak, kemudian baru 2% dari
nilai kontrak itu yang sudah dibayarkan.
Pemerintah selama ini menghitung nilai
yang sudah dibayarkan. Kalau begitu
caranya, baiknya Pemerintah buat saja
dua model cara menghitung, berdasarkan
kontrak dan berdasarkan realisasi. Jadi,
Vol. IV No. 22/Juni/2009
03/09/200910:57:55
Wawancara
Review
realisasi aktualnya 2% sementara kontraknya
60% sehingga kita dapat gambaran
yang lebih konkrit. Oh, ini sebenarnya
pergerakannya sudah positif, tapi
nominalnya masih belum signifikan. Saya
kira mungkin itu yang perlu diperbaiki.
Terkait realisasi belanja yang masih
rendah, kira-kira langkah apa yang akan
ditempuh oleh DPR untuk membantu
mempercepat penyerapan anggaran?
Kalau di Undang-Undang Nomor 17
disebutkan APBN disahkan itu selambatnya
31 Oktober, dua bulan sebelum tahun
kalender dimulai. Menurut saya, untuk
tingkat KL pusat, dua bulan itu, proses
perencanaan sudah harus matang sehingga
begitu Presiden mencanangkan Dipa
tanggal 2 Januari misalnya, mungkin
minggu pertama atau selama bulan Januari
itu, seluruh proses yang berkaitan dengan
tender bisa dimulai.
Seluruh proses yang berkaitan dengan
tender kan 45 hari. Jadi, kalau Januari
dimulai, maka 45 hari kemudian, katakanlah
bulan Mei, proyek sudah dapat dijalankan.
Kalau proyeknya kuartal pertama sudah
jalan, kuartal pertama merupakan efek
dari pelaksanaan kuartal keempat tahun
sebelumnya. Itu kalau secara teori. Kuartal
pertama umumnya lebih tinggi angkaangkanya, gitu kan? Kenapa lebih tinggi?
Karena dengan tradisi yang ada sekarang,
belanja yang menumpuk di kuartal
keempat itu sangat tinggi dibandingkan
kuartal ketiga, kedua dan kesatu.
Kalau belanja menumpuk di
kuartal keempat, kalau lack of time-nya
itu tiga bulan untuk beberapa proyek,
maka seharusnya di kuartal pertama
dua tahun berikutnya sudah kelihatan
angkanya. Artinya, input yang besar
tentu menghasilkan output yang
besar seharusnya. Belanja yang besar
menghasilkan output yang lebih besar.
Nah, kemudian kalau misalnya kita
ubah polanya, kuartal pertama semua
administratif tentang proyek itu sudah
selesai. Maka di kuartal kedua akan
kelihatan. Yang terjadi di kuartal kedua
mempunyai multiplier efect yang mulai
terasa di kuartal ketiga. Artinya, efek
di kuartal keempat dan perhitungan
pertumbuhan ekonomi di tahap itu,
menurut saya seharusnya akan lebih besar
kalau pola belanjanya kita ubah. Bukan
menumpuk di kuartal terakhir, tetapi dibagi
sedemikian rupa. Terutama project-project
yang mempunyai multiplier besar dalam
perekonomian.
Itu menurut saya, harus semakin
difokuskan, diselesaikan dulu di kuartal
pertama, bukan di kuartal berikutnya.
Kemudian kalau kita kaitkan dengan
tahun kalender, maka SAL itu bisa saja
terjadi salah satunya adalah karena
penerbitan obligasi. Maksud saya, kalau
obligasinya terbit di awal, kemudian
proyeknya dikerjakan di awal, maka
seharusnya itu match. Kalau obligasinya
terbit di awal dan proyeknya dikerjakan
belakangan, maka ada gap di situ. Nah, itu
yang istilahnya disebut idle. Menunjukkan
ketidakefisienan sistem kerja anggaran kita,
itu harus diperbaiki.
Belakangan berkembang wacana
agar sistem anggaran diubah. Sistem
anggaran seperti apa yang paling cocok
untuk diterapkan di Indonesia?
Kinerja berbasis anggaran menurut
saya itu harus dikaitkan dengan sistem
remunerasi. Nah yang belum ada, ketika kita
menerima laporan pertanggungjawaban
LKPP 2007, yaitu reward and punishment
system. Waktu itu kita sepakati bentuknya
standar akuntabilitas kinerja institusi
pemerintah.
Pertanyaannya adalah apakah itu
berpengaruh pada pola pengalokasian
anggarannya saja, jadi KL yang gagal
atau yang rendah penyerapannya itu ada
punishment di situ ataukah mempunyai
pengaruh terhadap karir para pejabat
di situ? Terutama merit sistemnya, yang
memang harusnya dalam birokrasi itu yang
kerja keras itu gajinya tidak sama dengan
yang tidak kerja keras. Saya kira kalau
reformasi birokrasi itu bisa diterapkan di
semua KL sesuai targetnya pada 2011 itu
akan semakin baik.
Sanksi apa yang sebaiknya diberikan
atas tidak tercapainya target realisasi
penyerapan anggaran Kementrian
Lembaga?
Dalam kesepakatan stimulus
fiskal yang sudah berjalan, kita dengan
pemerintah sepakat ada beberapa
departemen yang kita berikan dana
stimulus fiskal itu. Departemen,
kelembagaan, dan provinsi yang tidak
mampu menyerap maka akan terkena
sanksi pemotongan anggaran. Jadi,
seberapa besar yang tidak terserap dari
dokumen stimulus fiskal itu, maka anggaran
mereka akan dipotong sebesar itu. Hanya
saja, menurut saya pola ini sifatnya masih
pro rata, barangkali harus lebih kita kaji.
Tapi saya kira langkah awal ini sudah cukup
bagus.
Media Keuangan Departemen Keuangan
MK-Juni2009-baRu.indd20-21
10
Bagaimana perkiraan bapak mengenai
kinerja APBN di semester dua nanti?
Menurut saya, di beberapa pos yang
berkaitan dengan belanja modal mungkin
akan ada beberapa yang tidak selesai
sampai akhir semester dua ini. Nah ini
yang menjadi masalah, karena di UndangUndang Keuangan Negara kita, sistem
anggaran kita single year, tidak multiyears.
Untuk gaji pegawai dan belanja
barang yang tidak terlalu besar atau
waktunya tidak terlalu lama, itu tidak ada
persoalan. Tapi untuk infrastructure project
yang besar, akumulasi dananya juga besar,
tidak mungkin ditumpuk di satu tahun. Saya
kira salah satu poin dari Undang-Undang
Keuangan Negara itu sudah layak untuk
diperbaiki di situ.
Saya tidak tahu apakah dari segi
penerimaan, misalnya pajak dan cukai, akan
bisa meningkat pada akhir tahun. Sekarang
pertanyaannya adalah dari segi belanja,
belanja mana yang tingkat realisasinya lebih
tinggi. Saya lihat Departemen Keuangan
dibanding beberapa tahun terakhir ini
kecenderungannya lebih baik. Misalnya,
tahun sebelumnya 85%, kemarin kalau tidak
salah Menteri Keuangan menyebut sekitar
95% realisasinya, ekspektasi 5%. Untuk
beberapa departemen lain saya belum tahu.
Apa harapan atau pesan Bapak terhadap
KL atau Pemda yang berhubungan
dengan anggaran?
Saya kira masing-masing kementrian
dan lembaga termasuk daerah, itu
seharusnya semakin lebih mementingkan
SDM mereka. Saya termasuk yang
mendorong hal tersebut bahkan kepada
Menteri Keuangan dan Menteri Bappenas.
Saya sering mengatakan kepada mereka,
pokoknya kalau Anda mengajukan
anggaran peningkatan kualitas SDM,
istilahnya berapapun itu saya tutup mata,
saya tandatangan. Karena saya percaya
betul kualitas SDM yang tinggi itu akan
meningkatkan produktifitas kerja birokrasi.
Hal tersebut saya rasakan sendiri
dengan pendidikan saya, jadi ini harus
dirancang seperti itu di tiap departemen.
Kalau memang perlu untuk memiliki
spesifikasi tertentu, katakanlah kepolisian
misalnya perlu ahli forensik khusus, kita
harus penuhi dengan investasi orang
berapa tahun.
Departemen Keuangan misalnya,
di mana di tingkat Eselon I merupakan
wilayah performance birokrasi. Eselon I Itu
kan rata-rata sebentar lagi akan diganti
entah di Dirjen Pajaknya, Bea Cukainya,
Perbendaharaan Negara, di Anggaran dan
seterusnya. Menurut saya, sebagian besar
persoalan bangsa kita itu akan selesai kalau
birokrasi kita itu lebih efisien. Semakin
cepat dan semakin friendly. Kalau perlu ada
extra effort di alokasi anggaran kita untuk
peningkatan kualitas SDM di semua tingkat
KL dan Pemda. mk
Vol. IV No. 22/Juni/2009
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2009
tentang Kesejahteraan Sosial
POKOK-POKOK KESEJAHTERAAN SOSIAL
PENANGGULANGAN KEMISKINAN
Pembangunan kesejahteraan sosial merupakan
perwujudan dari upaya mencapai tujuan nasional yang
diamanatkan dalam Undang-­Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan sila kelima Pancasila.
Penanggulangan kemiskinan merupakan kebijakan,
program, dan kegiatan yang dilakukan terhadap
orang, keluarga, kelompok dan atau masyarakat yang
tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan atau
tidak dapat memenuhi kebutuhan yang layak bagi
kemanusiaan.
Permasalahan kesejahteraan sosial yang berkembang
dewasa ini menunjukkan bahwa ada warga negara
yang belum terpenuhi hak atas kebutuhan dasarnya
secara layak karena belum memperoleh pelayanan sosial
dari negara. Akibatnya, masih ada warga negara yang
mengalami hambatan pelaksanaan fungsi sosial sehingga
tidak dapat menjalani kehidupan secara layak dan
bermartabat.
Dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial,
diperlukan peran masyarakat yang seluas-luasnya,
baik perseorangan, keluarga, organisasi keagamaan,
organisasi sosial kemasyarakatan, lembaga swadaya
masyarakat, organisasi profesi, badan usaha, lembaga
kesejahteraan sosial, maupun lembaga kesejahteraan
sosial asing demi terselenggaranya kesejahteraan sosial
yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan.
Penyelenggaraan kesejahteraan sosial bertujuan
untuk:
1. Meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan
kelangsungan hidup;
2. Memulihkan fungsi sosial dalam rangka mencapai
kemandirian;
3. Meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam
mencegah dan menangani masalah kesejahteraan
sosial;
4. Meningkatkan kemampuan, kepedulian, dan tanggung
jawab sosial dunia usaha dalam penyelenggaraan
kesejahteraan sosial secara melembaga dan
berkelanjutan;
5. Meningkatkan kemampuan dan kepedulian
masyarakat dalam penyelenggaraan kesejahteraan
sosial secara melembaga dan berkelanjutan;
6. Meningkatkan kualitas manajemen penyelenggaraan
kesejahteraan sosial.
Penyelenggaraan kesejahteraan sosial diprioritaskan
kepada mereka yang memiliki kehidupan yang tidak layak
secara kemanusiaan dan memiliki kriteria masalah sosial,
yaitu kemiskinan, ketelantaran, kecacatan, keterpencilan,
ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku, korban
bencana dan atau korban tindak kekerasan, serta
eksploitasi dan diskriminasi.
Penyelenggaraan kesejahteraan sosial meliputi
rehabilitasi sosial, jaminan sosial, asuransi kesejahteraan
sosial, dan pemberdayaan sosial.
Penanggulangan kemiskinan dilaksanakan dalam
bentuk:
1. penyuluhan dan bimbingan sosial,
2. pelayanan sosial,
3. penyediaan akses kesempatan kerja dan berusaha,
4. penyediaan akses pelayanan kesehatan dasar,
5. penyediaan akses pelayanan pendidikan dasar,
6. penyediaan akses pelayanan perumahan dan
permukiman, dan atau
7. penyediaan akses pelatihan, modal usaha, dan
pemasaran hasil usaha.
TANGGUNG JAWAB KESEJAHTERAAN SOSIAL
Penyelenggaraan kesejahteraan sosial menjadi
tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah daerah.
Tanggung jawab Pemerintah meliputi:
1. Merumuskan kebijakan dan program
penyelenggaraan kesejahteraan sosial;
2. Menyediakan akses penyelenggaraan kesejahteraan
sosial;
3. Melaksanakan rehabilitasi sosial, jaminan sosial,
pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
4. Memberikan bantuan sosial sebagai stimulan kepada
masyarakat yang menyelenggarakan kesejahteraan
sosial;
5. Mendorong dan memfasilitasi masyarakat serta
dunia usaha dalam melaksanakan tanggung jawab
sosialnya;
6. Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan sumber
daya manusia di bidang kesejahteraan sosial;
7. Menetapkan standar pelayanan, registrasi, akreditasi,
dan sertifikasi pelayanan kesejahteraan sosial;
8. Melaksanakan analisis dan audit dampak sosial
terhadap kebijakan dan aktivitas pembangunan;
9. Menyelenggarakan pendidikan dan penelitian
kesejahteraan sosial;
10. Melakukan pembinaan dan pengawasan serta
pemantauan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan
kesejahteraan sosial;
11. Mengembangkan jaringan kerja dan koordinasi lintas
pelaku penyelenggaraan kesejahteraan sosial tingkat
Media Keuangan Departemen Keuangan
23
Vol. IV No. 22/Juni/2009
03/09/200910:57:59
Info Kebijakan
Wawancara
Kepala Danareksa Research Institute, Purbaya Yudhi Sadewa
“ Dengan pasar domestik yang relatif besar, Indonesia masih
dapat tumbuh
kemandirian dalam pembiayaan APBN.
Melalui penerbitan SBN Rupiah diharapkan
pula mampu mendukung pengembangan
pasar modal, memperluas basis investor
melalui diversifikasi berbagai instrumen
investasi bagi masyarakat, dan membantu
pengelolaan likuiditas pasar.
Sejalan dengan itu, akses terhadap sumber
pembiayaan di pasar internasional, seperti
penerbitan global bond, global sukuk,
dan samurai bond juga dibuka untuk
meningkatkan posisi tawar pemerintah
sebagai peminjam (upper hand borrower).
Lebih lanjut Menkeu menyampaikan
bahwa pembiayaan defisit dengan langkah
penjualan aset, saat ini tidak lagi dilakukan
pemerintah. Oleh karena itu, pembiayaan
defisit sejak terjadinya krisis ekonomi
dan reformasi merupakan keputusan
melalui berbagai instrumen yang menjadi
tanggung jawab Menteri Keuangan.
“Menkeu bertanggungjawab mencari
instrumen yang paling kecil risikonya dan
paling kecil bebannya dan tanpa ikatan
politik,” ujar Menkeu.
“Oleh karena itu, tujuan kebijakan
pengelolaan utang adalah bagaimana kita
mampu menghasilkan suatu pembiayaan
defisit di mana pembiayaan utang dan
risiko dari utang itu seminimal mungkin
tanpa memunculkan konsekuensi politik,”
lanjutnya.
Bila dibandingkan dengan berbagai negara
di dunia yang mengalami pembengkakan
defisit dan pertumbuhan ekonomi yang
negatif, defisit Indonesia bisa dibilang jauh
lebih baik dengan rasio 2,5% terhadap PDB
dan pertumbuhan ekonomi yang positif.
Bandingkan dengan Jepang misalnya,
defisitnya tahun 2009 diperkirakan
mencapai 13,5% terhadap PDB. Kemudian
Amerika sebesar 10,6% terhadap PDB dan
Inggris 13% terhadap PDB.
Pembiayaan APBN
Ditilik dari postur APBN, dalam kurun lima
tahun ini selalu menggambarkan adanya
kebutuhan untuk tetap menjaga konsolidasi
fiskal di mana APBN sehat dan rasio utang
harus turun. Namun, pada saat yang
sama, pemerintah juga menyampaikan
pada dewan pentingnya memperbaiki
infrastruktur ekonomi dan kesejahteraan
rakyat.
Apalagi pada lima tahun pemerintahan ini
banyak sekali persoalan baru yang muncul,
seperti terjadinya krisis harga minyak,
kenaikan harga komoditas pangan, dan
dilaksanakannya komitmen konstitusi untuk
menetapkan anggaran pendidikan minimal
20%. Berbagai hal ini selalu masuk dalam
“Opini BPK terhadap Laporan
Keuangan Pemerintah
Pusat (LKPP) mengenai
pengelolaan utang
mendapatkan predikat Wajar
Tanpa Pengecualian (WTP)
terhadap laporan keuangan
seluruh Bagian Anggaran (BA)
terkait pengelolaan utang”
rencana kerja pemerintah yang kemudian
berimplikasi pada postur APBN.
Pemerintah dan Dewan menilai, dari sisi
tingkat kesejahteraan masyarakat memang
masih banyak yang perlu diperbaiki. Hal
ini tentunya membutuhkan intervensi
pemerintah baik berupa pengeluaran
langsung untuk infrastruktur dasar maupun
subsidi untuk melindungi masyarakat
lemah.
Pemerintah menyadari agar berbagai
kebutuhan ini tidak membebani generasi
yang akan datang, maka pemerintah juga
bersungguh-sungguh melakukan reformasi
di bidang penerimaan negara sehingga
tidak ada alasan, dengan belanja yang lebih
banyak defisitnya menjadi tidak terkontrol.
Media Keuangan Departemen Keuangan
MK-Juni2009-baRu.indd22-23
22
“Oleh karena itu, reformasi di bidang pajak
dan seluruh pengelolaan keuangan negara
terutama dari sisi penerimaan negara
menjadi fokus kami. Dua upaya inilah yang
merupakan bagian dari politik anggaran
pemerintah yang kemdian disampaikan
dan dituangkan dalam APBN setiap tahun
dan dibahas bersama-sama dengan dewan,”
jelas Menkeu.
Menkeu melanjutkan bahwa pemerintah
setiap tahun akan selalu meminta
persetujuan mengenai politik anggaran
baik dari sisi proyeksi penerimaan maupun
rencana belanja dan konsekuensi defisitnya
termasuk bagaimana membiayai defisit itu.
Opini BPK Terhadap Pengelolaan Utang:
“Wajar Tanpa Pengecualian”
Satu hal yang layak dicatat adalah
governance, transparansi, dan akuntabilitas
dalam pengelolaan utang juga mengalami
perbaikan yang sangat signifikan. Opini BPK
terhadap Laporan Keuangan Pemerintah
Pusat (LKPP) mengenai pengelolaan
utang mendapatkan predikat Wajar Tanpa
Pengecualian (WTP) terhadap laporan
keuangan seluruh Bagian Anggaran (BA)
terkait pengelolaan utang. Bagian Anggaran
tersebut antara lain Pembayaran Biaya
Utang (BA-061), Pembayaran Cicilan Pokok
Utang Luar Negeri (BA-096), Pembayaran
Pokok Surat Berharga Negara (BA-097).
Selain itu, akuntabilitas kinerja pengelolaan
utang dari sisi Sistem Pengendalian Internal
dan kepatuhan terhadap peraturan dan
ketentuan yang berlaku juga dinilai terus
membaik. mk
Vol. IV No. 22/Juni/2009
di atas 4% pada semester pertama tahun ini
Dampak lanjutan krisis perekonomian
global dan lambannya realisasi
penyerapan anggaran di semester
pertama merupakan tantangan terberat
yang harus dikelola Pemerintah guna
menjaga tingkat pertumbuhan ekonomi.
Kebijakan fiskal yang ekspansif melalui
pemberian paket stimulus fiskal pun
digulirkan sebagai langkah counter
cyclical perlambatan ekonomi. Hasilnya,
di tengah pertumbuhan ekonomi yang
negatif di berbagai negara, pertumbuhan
ekonomi Indonesia tetap mampu
dipertahankan pada zona positif.
Bagaimanakah pandangan kalangan
ekonom independen terhadap kinerja
realisasi APBN semester pertama?
Berikut petikan hasil wawancara Media
Keuangan dengan Chief Economist
Danareksa Research Institute, Purbaya
Yudhi Sadewa.
Pak Purbaya, bagaimana kinerja
ekonomi dan APBN di Semester I 2009
lalu?
S
eperti yang telah diperkiraan
sebelumnya, perekonomian kita
memang mengalami perlambatan
pertumbuhan yang cukup signifikan pada
semester pertama tahun 2009 ini. Kondisi
perekonomian dunia memang kurang
menguntungkan bagi perekonomian kita.
Pada semester pertama tahun ini sebagian
ekonomi dunia masih mengalami kontraksi.
Indonesia, dengan pasar domestik yang
relatif besar, masih dapat tumbuh di atas
empat persen pada semester petama tahun
ini. Angka pertumbuhan ini sebenarnya
relatif rendah. Walaupun demikian, di
tengah negara-negara tetangga kita yang
sebagian besar mengalami pertumbuhan
ekonomi negatif, kita jadi tampak amat
menonjol.
Relatif baiknya pertumbuhan ekonomi kita
pada semester pertama tahun ini tentunya
tidak lepas dari peranan pemerintah, dalam
hal ini kebijakan ekspansi fiskal (termasuk
stimulus fiskal) yang telah ditempuh. Bila
dilihat dari realisasi anggaran, ada sedikit
kemajuan di tahun ini di bandingkan
dengan pada tahun lalu. Realisasi belanja
semester pertama tahun ini mencapai
37,1% dari RAPBN, naik sedikit dari 36,7%
“
pada semester yang sama tahun lalu.
realisasi belanja negara?
Hanya saja, seperti pada tahun-tahun yang
lalu, masih tampak ada keterlambatan
pembelanjaan APBN di tahun ini. Hal ini
terlihat dari masih menumpuknya dana di
rekening pemerintah di BI yang sempat
mencapai sekitar Rp190 triliun pada bulan
Mei tahun ini. Menjelang akhir semester
pertama, terlihat mulai ada perbaikan
dari penyerapan anggaran (diperlihatkan
oleh dana pemerintah di BI yang terus
menurun). Bila trend ini terus belangsung,
maka diperkirakan dampak kebijakan fiskal
terhadap perekonomian akan semakin
signifikan di bulan-bulan mendatang.
Realisasi anggaran memang relatif rendah.
Saya melihat masih ada masalah yang
belum dapat diatasi oleh pemerintah
saat ini. Rendahnya realisasi anggaran
terjadi berulang-ulang dalam beberapa
tahun terakhir ini, dengan kecenderungan
memburuk dalam dua tahun terakhir ini.
Dari sisi internal maupun eksternal,
hambatan dan tantangan apa saja yang
dihadapi APBN 2009 dalam perjalanan
di sepanjang Semester I lalu?
Dari sisi eksternal, tidak dapat dipungkiri
bahwa resesi global memberikan dampak
negatif pada perekonomian kita. Ekspor
kita mengalami penurunan yang cukup
signifikan. Artinya, perusahaan-perusahaan
yang melakukan kegiatan ekspor juga
mengalami penurunan keuntungan.
Ini tentunya akan mengurangi potensi
pendapatan pemerintah dari pajak.
Melambatnya perekonomian domestik
juga memberi tekanan tambahan terhadap
pendapatan pajak kita. Dengan keadaan
yang demikian, tidak terlalu mengherankan
bila pendapatan pajak pada semester
pertama tahun ini sedikit lebih rendah dari
realisasi pendapatan pajak pada tahun lalu
(44,2% pada tahun ini, 50,5% pada tahun
lalu).
Sementara itu, dari sisi pembiayaan,
ketidakpastian yang tinggi di perekonomian
dunia juga menyebabkan imbal hasil dari
surat utang negara menjadi agak tinggi.
Hal ini terjadi terutama di permulaan tahun.
Akibatnya, biaya utang menjadi agak mahal
sehingga hal ini sempat dijadikan isu politik.
Bagaimana Bapak melihat kinerja
Media Keuangan Departemen Keuangan
11
Walaupun pada akhir tahun biasanya
realisasinya tampak bagus, terlihat
bahwa ada banyak anggaran yang baru
direalisasikan menjelang akhir tahun.
Kecenderungan seperti ini membuat
dampak dari belanja fiskal menjadi
tidak optimal bagi perekonomian kita.
Pembelanjaan APBN yang tepat waktu
mungkin merupakan hal mendesak untuk
diperbaiki.
Kebijakan apa yang semestinya diambil
oleh Pemerintah agar terjadi akselerasi
dalam penyerapan belanja Pemerintah?
Pemerintah harus melakukan studi
lebih dalam lagi tentang faktor-faktor
yang menyebabkan masih lambatnya
realisasi anggaran ini. Pihak-pihak terkait
harus diikutsertakan. Dengan informasi
permasalahan yang lebih jelas, tentunya
strategi untuk menghilangkan kebuntuan
yang terjadi saat ini akan menjadi
lebih akurat. Misalnya, bila ditemukan
alasan keterlambatan realisasi anggaran
disebabkan oleh peraturan yang kurang
jelas, maka peraturan tersebut harus
diperjelas atau bila perlu dihilangkan.
Bilamana diperlukan tentunya badan
pengawas (seperti BPK) perlu disertakan
untuk memberikan pandangannya.
Dengan kejelasan aturan (termasuk
pengawasannya), rasanya kita akan dapat
mengurangi masalah keterlambatan
realisasi anggaran dengan amat signifikan.
Selain itu, sistem reward and punishment
sudah saatnya dipertimbangkan untuk
dikenalkan kepada pihak yang bertanggung
jawab atas terjadinya keterlambatan realisasi
anggaran. Koordinasi antardepartemen juga
Vol. IV No. 22/Juni/2009
03/09/200910:58:01
Wawancara
Info Kebijakan
Pengelolaan Utang:
Instrumen Kebijakan Fiskal
yang Rawan Dipolitisasi
perlu ditingkatkan mengingat seringkali
masalah yang timbul berkaitan antarsatu
departemen dengan departemen yang
lainnya.
Dalam pembiayaan APBN, penerbitan
obligasi untuk menutup defisit sudah
dilakukan sejak awal tahun anggaran
sementara penyerapan anggaran baru
berakselerasi di semester II. Bagaimana
Bapak melihat hal ini?
Betul sekali. Cash management yang kurang
baik membuat kita harus membayar
biaya yang tidak perlu. Dalam artian, kita
harus membayar bunga terlalu banyak,
karena ada idle cash dari surat utang
yang diterbitkan pada awal-awal tahun
sementara pemakaiannya baru terjadi
menjelang akhir tahun.
Untuk mengurangi keadaan seperti ini,
maka cash management dan monitoring
pemerintah harus diperbaiki. Siklus
pengeluaran pemerintah harus benarbenar dipelajari dan dipahami (bulan per
bulan) sehingga waktu penerbitan utang
dapat ditentukan secara optimal sesuai
kebutuhan.
Menurut Bapak, sistem anggaran seperti
apakah yang paling ideal diterapkan di
Indonesia?
Kinerja berbasis anggaran seolah
merupakan alternatif solusi yang menarik
untuk mempercepat penyerapan anggaran.
Tetapi, tampaknya ada kelemahannya juga.
Menurut saya, sistem anggaran ini tampak
agak sentralistis dibandingkan dengan yang
ada sekarang. Dikhawatirkan programprogram yang dipilih tidak terlalu sesuai
dengan yang dianggap sebagai prioritas
oleh K/L.
Dengan asumsi K/L lembaga lebih mengerti
akan kebutuhan sektor yang ditanganinya,
sebaiknya sistem yang ada seperti sekarang
ini dipertahankan. Tentu saja prioritas
program yang akan dipilih nantinya tetap
disesuaikan dengan anggaran yang
ada. Kelambatan penyerapan anggaran
sebaiknya tidak dipecahkan dengan
B
Tindakan apa yang sebaiknya dilakukan
Pemerintah terhadap K/L maupun
Pemda yang tidak mampu menyerap
anggaran mereka secara optimal?
Tindakan tegas perlu dikenakan pada
K/L atau Pemda yang tidak dapat
membelanjakan uangnya sesuai anggaran.
Namun, mereka juga harus diberikan
waktu untuk membenahi diri mereka. Beri
peringatan keras pada tahun pertama bila
realisasi anggaran mereka jauh dari rencana.
Mereka harus memberikan penjelasan yang
masuk akal, sekaligus membuat rencana
untuk mengatasi kelemahan yang ada.
Kinerja mereka pada tahun kedua harus
dinilai lagi. Bila ada perbaikan maka
diberikan pujian. Tetapi, bila tidak ada sama
sekali, maka pemotongan anggaran harus
mulai dilakukan. Pemotongan ini bukan
ditujukan untuk mengurangi belanja jangka
panjang, tetapi untuk membuat mereka
menjadi lebih terpacu untuk merencanakan
dan mengimplementasikan anggaran
dengan lebih baik.
Dalam pandangan Bapak, pos-pos
apa saja dalam APBN 2009 yang akan
melampaui target dan pos apa juga
yang akan berada di bawah target atau
shortfall?
Saya kira kinerja APBN di semester II-2009
nanti akan lebih baik dari pada semester
pertama, terutama dari sisi pendapatan.
Mengingat perekonomian Indonesia
sudah mencapai titik terendah pada bulan
Maret 2009, perekonomian pada semester
kedua akan jauh lebih baik dibandingkan
dengan pada semester pertama. Akibatnya,
pendapatan pajak diperkirakan akan lebih
baik dari yang diantisipasi semula.
Media Keuangan Departemen Keuangan
MK-Juni2009-baRu.indd24-25
“Kami ingin menekankan bahwa utang
adalah bagian dari kebijakan APBN atau
fiskal. Dan kebijakan fiskal merupakan
bagian dari kebijakan pengelolaan
ekonomi secara keseluruhan,” demikian
disampaikan Menteri Keuangan Sri
Mulyani Indrawati dalam Rapat Kerja
dengan Komisi XI DPR RI, Senin (29/6).
merubah sistem anggaran, karena malah
dapat membingungkan aparat di K/L.
Ada baiknya pemerintah melakukan studi
lebih dalam lagi terhadap faktor-faktor
utama penyebab kelambatan yang terjadi
saat ini. Daya serap diperkirakan akan dapat
berjalan lebih baik bila faktor-faktor tersebut
dihilangkan atau dikendalikan.
Harga minyak dan komoditas perkebunan
pun sudah naik ke level yang lebih tinggi.
Artinya, pendapatan pemerintah dari
hasil minyak diperkirakan akan naik.
Memang dari sisi pengeluaran, subsidi BBM
diperkirakan akan lebih tinggi dari yang
direncanakan. Sementara itu, pengeluaran
non-K/L diperkirakan akan lebih rendah dari
yang dianggarkan.
Apa pesan dan harapan Bapak kepada
Kementerian/Lembaga/Pemda yang
pekerjaannya berhubungan dengan
anggaran?
Untuk teman-teman di Kementrian/
Lembaga/Pemda saya hanya ingin sedikit
mengingatkan bahwa peran temanteman amat penting bagi seluruh bangsa
Indonesia. Mengingat keterbatasan dana
yang ada, sudah seharusnya anggaran
direncanakan dengan baik dan tepat
sasaran. Akan tetapi, yang lebih penting
lagi adalah realisasi dari apa yang telah
direncanakan. Tanpa itu, rencana hanya
tinggal rencana, dan dampak kebijakan
fiskal terhadap perekonomian kita menjadi
kurang optimal.
Sulit rasanya kita untuk mengharapkan
Indonesia yang lebih makmur bila masalah
kelambatan realisasi anggaran saja tidak
dapat diatasi. Semoga ke depan masalah
ini dapat dihilangkan dan Indonesia dapat
bertumbuh dengan baik. Selamat berjuang.
mk
12
Vol. IV No. 22/Juni/2009
eberapa waktu lalu, utang memang
sempat menjadi topik dan isu
yang menarik diperbincangkan
bahkan diperdebatkan di berbagai
media. Tak kalah serunya, utang pun bak
bola panas yang bergulir di tengah-tengah
kampanye pasangan Calon Presiden dan
Wakil Presiden. Utang dipandang seolaholah lebih banyak mengandung muatan
politis daripada bagian dari suatu kebijakan
ekonomi.
postur dari kebijakan APBN bila proyeksi
penerimaan negara diperkirakan lebih kecil
dari keseluruhan belanja negara (defisit).
Guna mendudukkan persoalan pengelolaan
utang pada proporsinya, DPR merasa perlu
untuk memanggil Pemerintah. Rapat kerja
di komisi XI pun digelar dengan agenda
pembahasan posisi dan pengelolaan utang
dalam rangka menjamin kesinambungan
fiskal.
Menkeu menambahkan, ada dua pilihan
yang dapat ditempuh guna mengurangi
utang negara. Pertama adalah mengurangi
belanja dan menambah pendapatan. Kedua
adalah mengupayakan pengurangan
belanja dan penambahan pendapatan
untuk dilakukan secara bersama-sama.
Hal menarik yang menjadi sorotan DPR
adalah dari sisi jumlah utang, di mana
utang Indonesia memang meningkat. Pada
Desember 2003, angkanya sebesar Rp1.275
triliun dan pada Maret 2009 angkanya
mencapai Rp1.700 triliun. Namun demikian,
dari sisi rasio utang terhadap PDB (rasio
yang digunakan sebagai indikator untuk
menilai besar kecilnya tingkat risiko utang
suatu negara) dari tahun ke tahun terus
menurun. Tahun 2004, rasio utang terhadap
PDB adalah 57% dan pada tahun 2009 turun
menjadi 32%.
Pada masa Orde Lama, utang terjadi
lantaran kebutuhan untuk pembiayaan
berbagai kebijakan politik masa itu.
Pemerintahan Orde Lama kemudian
mewariskan suatu utang yang
mencapai lebih dari 2 milyar USD. Di
awal Pemerintahan Orde Baru utang ini
direstrukturisasi melalui mekanisme Paris
Club.
Dari data di atas, persoalannya sekarang
adalah apakah Pemerintah akan
melanjutkan kebijakan berutang atau
mengurangi utang dengan konsekuensi
mengurangi defisit dikaitkan dengan
kesinambungan fiskal Indonesia?
Latar Belakang
Menurut Menkeu, utang merupakan
bagian dari pengelolaan keuangan negara
yang lazim dilakukan suatu negara untuk
menutup defisit APBN-nya. Oleh karena
itu, utang adalah suatu konsekuensi dan
Selama 30 tahun, walaupun menggunakan
format anggaran berimbang APBN yang
dikelola pemerintahan Orde Baru selalu
mengalami defisit. Seluruh defisit itu
ditutup melalui utang luar negeri baik
bilateral maupun multilateral (Pembiayaan
APBN dimasukkan dalam unsur
Penerimaan). Di masa itu tidak ada utang
yang dibiayai oleh Surat Utang Negara.
Akhir Pemerintahan Orde Baru, rasio
utang luar negeri terhadap GDP mencapai
38%. Seluruh utang luar negeri tersebut
kemudian mengalami pembengkakan
karena depresiasi rupiah akibat krisis
ekonomi tahun 1997-1998. Permasalahan ini
diperburuk oleh munculnya krisis keuangan
dan perbankan yang memunculkan
Media Keuangan Departemen Keuangan
21
tambahan utang baru. Rasio utang pun
bertambah hingga mendekati 70% dari
GDP atau sekitar 700 triliun pada masa itu.
Bahkan, rasio utang terhadap GDP sempat
mengalami kondisi di atas 100% pada
kondisi terburuknya di pertengahan tahun
1999.
Oleh karena itu, menurut Menkeu setiap
pemerintahan sejak era reformasi semua
tema APBN-nya adalah mengagendakan
upaya dan kebijakan untuk mengurangi
rasio utang.
Kebijakan Pengelolaan Utang
Menkeu menjelaskan bahwa kebijakan
pengelolaan utang Pemerintah saat ini
adalah melaksanakan pembiayaan defisit
dengan biaya utang dan risiko utang yang
seminimal mungkin tanpa menimbulkan
konsekuensi di bidang politik. Dalam
jangka panjang, kebijakan pengelolaan
utang diarahkan guna meminimalkan biaya
utang dengan tingkat risiko yang semakin
terkendali.
Menkeu menambahkan bahwa sejak
tahun 2004, Pemerintah telah menerapkan
kebijakan tambahan neto pinjaman luar
negeri yang dianggarkan negatif. “Artinya,
jumlah pembayaran kembali utang
dianggarkan lebih besar dibanding dengan
jumlah penarikan pinjaman luar negeri
baru,” jelasnya.
Selain itu, kebijakan utang lebih diutamakan
pada penerbitan Surat Berharga Negara
(SBN) Rupiah di pasar dalam negeri. Hal
ini tak lain bertujuan guna mewujudkan
Vol. IV No. 22/Juni/2009
03/09/200910:58:02
Reportase
Profil
Darmin Nasution
Dicintai Bawahan
Disayangi Pimpinan
STAN di tahun-tahun mendatang?
Dari hasil evaluasi yang kami lakukan pada
proses e-registration USM STAN kemarin,
mengingat bahwa masalah koneksi
terhadap situs e-registration USM STAN
sudah teratasi kurang lebih satu pekan
sebelum pendaftaran secara online berakhir
dengan cara menerapkan metode clustering
database. Maka, kemungkinan metode
clustering database ini pun akan kami
terapkan untuk tahun mendatang.
Selain itu, kami akan mencoba membuat
aplikasi e-registration USM baru yang lebih
ringan sehingga akses terhadap aplikasi
dan database USM tidak terlalu banyak
menggunakan sumber daya server agar
request yang begitu banyak dapat dilayani.
Kemudian, kami juga akan mempersiapkan
untuk melakukan customizing hardware
terhadap server yang akan digunakan untuk
USM STAN mendatang sehingga sesuai
dengan aplikasi, database, dan layanan
terhadap para penggunanya. Terakhir,
kami akan mencoba melakukan modifikasi
sistem lama menjadi sistem pendaftaran
online yang dapat meningkatkan pelayanan
terhadap calon pendaftar, mudah, dan
cepat dalam akses dan perolehan informasi.
Berapa jumlah calon mahasiswa yang
mendaftar USM STAN untuk tahun ini?
Sampai dengan penutupan e-registration,
jumlah calon mahasiswa yang mendaftar
adalah 117.601 orang. Dari jumlah ini, yang
benar-benar men-download formulir untuk
diverifikasi adalah 82.083 orang. Setelah
dilakukan verifikasi dan dibuka pendaftaran
langsung, jumlah pendaftar seluruhnya
adalah 88.744 orang. Adapun jumlah yang
akan diterima sesuai dengan permintaan
unit-unit pengguna adalah sekitar 1.600–
2.000 orang.
Berbicara mengenai status mahasiswa,
bagaimana status ikatan dinas bagi
lulusan STAN? Benarkah kabar yang
menyebutkan tidak ada lagi status
ikatan dinas?
Sebagaimana diketahui, sama dengan
lulusan STAN tahun 2008 yang lalu, semua
lulusan STAN masih menyandang ikatan
dinas. Mereka langsung ditempatkan di
unit-unit pengguna, yakni Departemen
Keuangan, BPK, dan BPKP. Pada dasarnya,
sesuai dengan ketentuan pendidikan
kedinasan, Perguruan Tinggi Kedinasan
(PTK) hanya mendidik calon PNS dan/atau
PNS. STAN dalam hal ini hanya mendidik
untuk keperluan ini.
Ketentuan ikatan dinas bagi mahasiswa
STAN diatur dengan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 1274/KMK.08/1992
tentang Ketentuan Wajib Kerja bagi
CPNS/PNS yang Mengikuti Pendidikan
Program Diploma/STAN/Program Gelar di
lingkungan Departemen Keuangan dan
Keputusan Menteri Keuangan Nomor
289/KMK.014/2004 tentang Ketentuan
Ikatan Dinas bagi Mahasiswa Program
Diploma Bidang Keuangan di lingkungan
Departemen Keuangan.
Betulkah akan ada penempatan
sebagian lulusan STAN ke berbagai K/L
atau Pemda?
Penempatan Alumni STAN ke K/L-Pemda
dapat dilaksanakan sesuai dengan Pasal 6
ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor
18/PMK.01/2007, instansi yang memerlukan
lulusan STAN dapat mengajukan kebutuhan
lulusan STAN (Prodip I dan III) kepada Kepala
BPPK.
Saat ini, memang ada harapan dari
beberapa K/L-Pemda bahwa ke depan
STAN dapat memenuhi kebutuhan SDM di
bidang keuangan negara di K/L dan Pemda.
Namun hal ini perlu persiapan matang,
terutama dalam rangka koordinasi strategis
dari K/L-Pemda dalam menyiapkan formasi
pegawai sebelum STAN memulai proses
penerimaan mahasiswa baru. Koordinasi
strategis ini sangat penting karena jangan
sampai terjadi seperti di masa lalu, ketika
kementerian tertentu meminta lulusan
dan ketika sudah alumni STAN akan
didistribusikan, ternyata kementrian
tersebut belum menyediakan formasinya.
keuangan, STAN dapat menggunakan
penerimaan negara yang diperolehnya
secara langsung tanpa harus disetorkan
terlebih dahulu ke kas negara. Namun
demikian, masih ada beberapa kegiatan
yang pendanaannya belum tertuang
dalam DIPA sehingga DIPA akan direvisi.
STAN masih harus membenahi diri dan
melengkapi sejumlah perangkat BLU, antara
lain ketentuan tarif dan sistem akuntansi.
Terkait dengan aspek non keuangan,
pengaruh BLU belum terlihat signifikan
mengingat tahun 2009 adalah awal
penerapan BLU. STAN masih harus
membenahi sarana-sarana pelayanannya,
di samping juga masih perlu belajar banyak
dalam rangka menerapkan BLU.
Secara umum, sejak UU Nomor 20/2003
tentang Sisdiknas mulai diberlakukan,
semua Perguruan Tinggi Kedinasan (PTK),
termasuk STAN, menghadapi permasalahan
yang sama, yakni ketidakharmonisan antara
ketentuan yang baru dan praktiknya selama
ini berlangsung.
Di sisi lain, posisi dan peruntukkan STAN
tidak berubah dari ketentuan dasar dari PTK
sebelumnya, yaitu hanya mendidik calon
PNS dan/atau PNS.
Bagaimana perkembangan Pola
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum (BLU) STAN? Kemudian
bagaimana pendapat Bapak tentang
status STAN pascadiundangkannya UU
BHP?
Sudah banyak upaya terkait dengan
pengharmonisan UU Sisdiknas dengan
status PTK yang telah eksis sebelum UU
Sisdiknas diberlakukan. Namun, sampai
sekarang hasil dari upaya tersebut belum
tampak sehingga timbul kondisi “status quo”
terhadap status PTK.
Secara resmi, BLU STAN ditetapkan pada
Maret 2008, namun pelaksanaannya baru
mulai tahun 2009. Terkait dengan aspek
Secara umum, UU BHP menawarkan
alternatif jalan keluar dalam mengatasi
“status quo” dari PTK. mk
Media Keuangan Departemen Keuangan
MK-Juni2009-baRu.indd26-27
Secara umum, sejak UU Nomor
20/2003 tentang Sisdiknas mulai
diberlakukan, semua Perguruan
Tinggi Kedinasan (PTK),
termasuk STAN, menghadapi
permasalahan yang sama,
yakni ketidakharmonisan
antara ketentuan yang baru
dan praktiknya selama ini
berlangsung.
20
Vol. IV No. 22/Juni/2009
Siapa tak kenal Darmin Nasution?
Sosoknya yang bersahaja dan humor
cerdas yang kerap meluncur dari
Pak Darmin—sapaan akrabnya—
membuat siapa pun yang pernah
bertemu memiliki kesan tersendiri
terhadapnya. Sepak terjangnya
di Departemen Keuangan telah
menorehkan tinta emas dalam
lembaran sejarah Depkeu dengan
berbagai prestasi. Tak heran setelah
fit and proper test pada 11 Mei
lalu, komisi XI DPR pun memilihnya
secara aklamasi untuk menggantikan
Miranda S. Goeltom sebagai Deputi
Gubernur Senior Bank Indonesia.
L
ahir di Tapanuli, 21 Desember 1949,
Darmin Menyelesaikan sarjananya
di Fakultas Ekonomi UI (1976) dan
mendapatkan gelar doktor dari
Universitas Paris I Sorbon, Perancis (1986).
Tahun 1998-2000, ia diangkat sebagai
Asmenko I Wasbangpan, sekaligus Ketua
Komite Kebijakan dan Rekapitalisasi
Perbankan serta penyelesaian BLBI.
Kinerjanya membuat Darmin diangkat
menjadi Direktur Jendral Lembaga
Keuangan (2000-2005). Ia pun pernah
bekerja sama dengan Boediono, dengan
menjadi konseptor berdirinya lembaga
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang akan
bertugas mengawasi lembaga keuangan,
baik perbankan maupun non perbankan.
Pada 29 Maret 2005, Menteri Keuangan
Jusuf Anwar memercayainya sebagai Ketua
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan (Bapepam-LK), menggantikan
Herwidayatmo.
Perjalanan karirnya tak berhenti di sana.
Pada 20 April 2006, berdasarkan Keputusan
Presiden RI Nomor 45/M tahun 2006, ia
dilantik menggantikan Hadi Poernomo
sebagai Direktur Jenderal Pajak (DJP).
Memimpin institusi besar seperti DJP,
sekali lagi sentuhan tangan dingin Darmin
bekerja. Berbagai langkah strategis pun
digelontorkan. Modernisasi administrasi
perpajakan dan reformasi kebijakan yang
menghasilkan regulasi baru, yaitu Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2007, tentang
Ketentuan Umum dan Tata-Cara Perpajakan.
Ayah dua anak ini juga menerapkan insentif
pajak, yang mencakup Pajak Penghasilan,
Pajak Pertambahan Nilai, Fasilitas Perpajakan
(PPh, PPN, dan PBB), serta intensifikasi
perpajakan yang lebih sistematis dan
terstandar lewat OPDP (Optimalisasi
Pemanfaatan Data Perpajakan), aktivasi
wajib pajak nonfiller, mapping, dan
pembuatan profil serta penegakan hukum.
Tak kalah suksesnya, gebrakan pemberian
fasilitas sunset policy pun dimanfaatkan
jutaan Wajib Pajak (WP). Sunset policy
pada dasarnya merupakan fasilitas yang
memberi kesempatan pada WP untuk
merestrukturisasi pajak dan membuka
peluang masyarakat untuk memiliki NPWP
sebagai WP baru.
yang menyenangkan dan bersahabat
membuat Menteri Keuangan dan rekanrekannya sesama eselon I merasa perlu
untuk membuat moment khusus guna
melepas kepergiannya. Alhasil, di forum
Rapat Pimpinan Darmin didaulat untuk
mengungkapkan isi hatinya.
Akademisi yang Hijrah ke Pemerintahan
Sebelum berkarir di pemerintahan, Darmin
lebih dikenal lewat karyanya di dunia
pendidikan. Pada tahun 1987-1989, Darmin
menjabat Wakil Kepala Bidang Peneliti
Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan
Masyarakat (LPEM) FE UI. Selanjutnya, tahun
1989-1993 menjadi kepala di lembaga yang
sama. Dunia akademisi sebagai peneliti dan
pengajar digelutinya selama kurang lebih
22 tahun.
Bahkan, Museum Rekor Indonesia (MURI)
telah ikut mencatat prestasi DJP dalam
kategori ”Pendaftaran Nomor Pokok Wajib
Pajak (NPWP) Baru Terbanyak di Seluruh
Indonesia”, yaitu 3.545.076 NPWP pada
tahun 2008. Dan ”Pendaftaran NPWP
Terbanyak pada Satu Hari di Seluruh
Indonesia”, yaitu 163.255 NPWP pada hari
Rabu Tanggal 31 Desember 2008.
Dalam kurun waktu tersebut, dirinya
mengaku mulai menemui kejenuhan.
Darmin pun kerap mempertanyakan mana
yang lebih penting antara pemikiran dan
perbuatan. ”Saya mulai mempertanyakan,
lebih penting mana sih sebenarnya
pemikiran atau perbuatan? Artinya, saya
mulai makin merasa lucu, ngomong terus di
depan kelas bersama riset saya. Saya makin
merasa apa ini sebenarnya?” ujarnya.
Tak hanya segudang prestasi Darmin
yang membuatnya dicintai oleh
rekan-rekannya di Depkeu, pribadinya
Dalam kejenuhannya, akhirnya Darmin
memutuskan untuk masuk ke dalam
Pemerintahan. Saat itulah secara pribadi
Media Keuangan Departemen Keuangan
13
Vol. IV No. 22/Juni/2009
03/09/200910:58:10
Profil
Reportase
Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, I Made Gde Erata
"e-registration meminimalisir risiko"
pendaftaran secara manual dan eregistration (blend) memungkinkan untuk
dilaksanakan.
Beberapa persiapan yang kami lakukan
sebelum melaksanakan e-registration
yang pertama adalah mempersiapkan
infrastruktur internet dan server dengan
melakukan colocation server pada ISP
dengan bandwidth yang cukup tinggi, yang
kedua membuat aplikasi pendaftaran USM
STAN dengan berbasis web untuk diakses
online oleh seluruh calon pendaftar, yang
ketiga melakukan ujicoba akses internet
dengan cara mengetes koneksi dengan
ribuan koneksi ke server internet USM STAN.
Darmin mengaku menemukan semangat
baru untuk berbuat lebih banyak untuk
mengimplementasikan pemikirannya. ”Saya
cukup bersemangat rasanya ada hal baru,
ini bukan sekedar omong. Tapi memang
ada hal-hal yang dipikirkan dulu tidak bisa
diperbuat,” jelas Darmin.
Belajar Mempercayai Orang
Darmin menuturkan, ketika dirinya
ditawarkan oleh Menteri Keuangan Sri
Mulyani Indrawati untuk memimpin
DJP, motivasinya sedang dalam kondisi
menurun. ”Sehingga pada waktu saya
terima itu, saya mau bikin apa sih di pajak
nanti?,” terangnya.
Walaupun ada satu konglomerat yang
mangkir pada saat itu, Darmin mengakui
pengalaman tersebut membuatnya belajar
tentang psikologi manusia.
”Nah, terus terang itu kemudian membuat
saya merasa belajar mengenai manusia.
Itulah periode di mana saya merasa ternyata
manusia itu bisa dipercaya. Masa kecil
saya dididik kalau saya salah itu pasti ada
hukumannya. Tapi waktu saya menghadapi
konglomerat-konglomerat ini, terus terang
saya melihat mereka di dalam beberapa
hal dia sadar kalau dia salah. Tetapi karena
kesalahannya sudah begitu banyak, dia
tidak bisa bayar lagi. Ini juga merupakan
dilema yang lain.”
Republik ini Bisa Berubah
Namun demikian, setelah berbincang
dengan sejumlah eselon II di Pajak, Darmin
mengatakan dirinya cukup surprise melihat
adanya keinginan mereka untuk mengubah
praktik-praktik yang tidak baik di institusinya.
Dimulai dari kejujuran jajarannya itulah
kemudian Darmin mulai menemukan
kembali motivasi untuk melakukan
perubahan besar-besaran di DJP. ”Mereka
mau mengubahnya, itu menurut saya ‘nah
ini’ ada sesuatu yang bisa dilakukan. Itulah
yang akhirnya melahirkan beberapa trial
and error,” tuturnya.
Jadilah di awal masa baktinya, berbagai
langkah modernisasi perpajakan yang
telah dirancang kemudian diakselerasi
pengerjaannya atas arahan Menkeu Sri
Mulyani Indrawati. Darmin kemudian
memanggil satu per satu konglomerat
besar untuk bicara dan bersama-sama
menghitung kewajiban pajak mereka.
Menurut Darmin, apa yang dilakukan
di Dirjen Pajak rasanya paling tidak bisa
membuktikan keyakinan dirinya. Sebuah
pembuktian bahwa Indonesia masih bisa
dibenahi dengan upaya yang sungguhsungguh. ”Republik kita ini juga sebetulnya
bisa dibereskan asal dikerjakan dengan
sungguh-sungguh, dengan konsisten,” tegas
Darmin.
Hal yang pertama yang harus dibangun
menurut Darmin adalah trust dari aparatnya.
”Aparat itu harus percaya kepada atasannya.
Kalau semua bawahan percaya atasannya
tidak main curang termasuk di dalam
promosi dan mutasi, maka kita sudah punya
modal yang sangat besar,” ujarnya.
Dengan kepercayaan yang dibangun
tersebut, Darmin mampu mengajak
aparatnya untuk bekerja lebih dari
Media Keuangan Departemen Keuangan
MK-Juni2009-baRu.indd28-29
14
Apa saja yang menjadi kendala
implementasinya di lapangan?
kewajibannya. ”Saya menyaksikkan temanteman saya di Direktorat Jenderal Pajak
bekerja jauh lebih keras dari kewajiban yang
ada pada mereka,” jelasnya.
Ada Pertemuan Pasti Ada Perpisahan
Ada Pertemuan Pasti Ada Perpisahan.
Nampaknya peribahasa ini tepat
bila disandarkan pada sosok Darmin
Nasution. Setidaknya hal ini pulalah yang
dikatakannya dihadapan Menteri Keuangan
dan rekannya sesama eselon I. ”Tidak ada
perjumpaan yang takkan berakhir dan saya
menganggap kehadiran saya di dalam
Departemen Keuangan juga adalah suatu
perjumpaan dengan rekan-rekan sekalian,”
ujarnya.
”Secara umum di Departemen Keuangan
ini yang paling menarik adalah di sini tidak
ada rivalitas di antara sesama Eselon I, itu
menyenangkan. Terutama sejak empat-lima
tahun terakhir ini, saya merasa nyaman di
Departemen Keuangan. Saya kira, kalau
ditanyakan periode mana yang paling
berharga, yang paling banyak membentuk
kepribadian saya, dalam hidup saya,
itu adalah periode saya di Departemen
Keuangan,” ungkap Darmin menuturkan isi
hatinya.
Akhirnya berbagai kalangan pun berharap
tangan dinginnya sekali lagi mampu
membuat perubahan yang signifikan bagi
lembaga moneter dalam menghadapi krisis
finansial global.
Selamat berkarya di tempat baru Pak
Darmin! mk
Vol. IV No. 22/Juni/2009
Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN)
saat ini merupakan salah satu perguruan
tinggi favorit pilihan siswa/siswi lulusan
SMA. Bahkan bisa dikatakan sejajar dengan
beberapa universitas favorit lain di tanah
air seperti UI, UGM, dan ITB. Jika tak percaya
tanyakan saja kepada mahasiswa/i STAN,
di Universitas mana mereka dulu diterima
SNMPTN sebelum akhirnya memutuskan
untuk kuliah di STAN.
B
oleh jadi biaya pendidikannya yang
gratis dan jaminan pekerjaan di
berbagai instansi pengelola keuangan
negara, menjadi magnet tersendiri bagi
mereka. Alhasil, setiap tahun Ujian Seleksi
Masuk (USM) STAN selalu ramai diserbu
puluhan ribu pendaftar. Mengantisipasi
berbagai risiko yang timbul dengan
pendaftaran manual, mulai tahun ini USM
STAN menerapkan mekanisme e-registration
bagi para pendaftarnya.
Guna mengungkap lebih jauh informasi
mengenai penerapan mekanisme eregistration USM STAN, berikut kami sajikan
kutipan hasil wawancara Media Keuangan
dengan Kepala Badan Pendidikan dan
Pelatihan Keuangan (BPPK) I Made Gde Erata.
Pak Erata, bisa diceritakan apa latar
belakang penerapan e-registration USM
STAN?
Pendaftaran dengan mekanisme eregistration baru pertama kali dilaksanakan
pada tahun 2009 ini sebagai alternatif
dari pelaksanaan pendaftaran secara
konvensional (manual) yang selama ini
berlangsung dalam Ujian Saringan Masuk
(USM) STAN.
Selama ini, hanya dengan mengandalkan
mekanisme pendaftaran konvensional USM
STAN, pendaftar yang datang langsung
ke lokasi pendaftaran USM STAN sangat
banyak dan biasanya pendaftar datang
terkonsentrasi pada waktu yang bersamaan
sehingga penangannya tidak mudah dan
mempunyai potensi risiko yang besar.
Guna mengatasi hal tersebut, pendaftaran
USM STAN melalui mekanisme e-registration
dilaksanakan untuk mengelola/mengatur
jumlah pendaftar yang datang secara
langsung ke lokasi pendaftaran USM STAN
dalam rangka meminimalisir risiko yang ada.
Persiapan apa saja yang dilakukan untuk
memulai penerapan e-registration USM
STAN ini?
Dalam persiapan USM, perpaduan
Media Keuangan Departemen Keuangan
19
Berbagai kendala yang kami hadapi di
lapangan meliputi request terhadap aplikasi
dan database USM STAN mengalami
lonjakan yang luar biasa. Dalam keadaan
normal mencapai 200 request/second dapat
dilayani dengan baik. Namun demikian,
pada saat itu request sudah mencapai 500
request/second dengan status request yang
lainnya terhadap server adalah WAIT (masih
ada request menunggu terhadap situs USM
STAN, sementara yang sudah masuk belum
terlayani dengan tuntas), artinya sama
dengan server mengalami overload dan
dapat dikatakan hang.
Aplikasi e-registration melaksanakan proses
dengan prinsip kehati-hatian sehingga
setiap calon peserta yang meng-input data
harus divalidasi kebenarannya agar akses
terhadap database dilakukan terus-menerus
sehingga CPU dan memori melakukan
operasi validasi terhadap data-data yang
masuk (CPU dan memori/RAM terpakai
sampai dengan lebih dari 90%).
Pada saat calon pendaftar selesai mengisi
data-data secara lengkap dan benar, maka
peserta diharuskan men-download bukti
pendaftaran dalam bentuk PDF. Hal ini
menyebabkan aplikasi melakukan akses
terhadap database dan men-generate datadata tersebut menjadi format PDF. Proses ini
cukup berat dan memakan cukup banyak
resources.
Menghadapi banyak kendala teknis
seperti itu, apa saja yang akan dilakukan
untuk perbaikan e-registration USM
Vol. IV No. 22/Juni/2009
03/09/200910:58:21
Lintas Peristiwa
Lintas Peristiwa
“Reformasi Perpajakan Jilid Dua
merupakan kelanjutan proses Reformasi
Jilid Satu yang sudah selesai akhir
Februari tahun 2009 dan diakhiri dengan
Sunset Policy. Reformasi Jilid Satu ini
telah dilaksanakan meliputi tiga kegiatan
utama, yaitu modernisasi administrasi
perpajakan, reformasi kebijakan, serta
intensifikasi dan ekstensifikasi. Reformasi
Jilid Satu telah berhasil dilalui dengan
baik namun masih perlu ditingkatkan.
Untuk itu, proses reformasi akan terus
dilanjutkan dan disempurnakan melalui
Reformasi Jilid Dua dengan fokus
utama pada dua hal, yaitu Sistem dan
Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM)
serta Teknologi Informasi dan Komunikasi
(TIK)”. Demikian disampaikan Menteri
Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada
acara peresmian dimulainya Project For
Indonesian Tax Administration Reform.
Reformasi Perpajakan Jilid Dua
L
ebih lanjut Menkeu menjelaskan
bahwa Reformasi jilid Dua akan
terdiri dari beberapa kegiatan, antara
lain: i) pengembangan SDM melalui
peningkatan kapasitas dan kompetensi
pegawai; ii) kegiatan Mapping, Profiling,
dan Benchmarking yang terotomatisasi; iii)
penyempurnaan pelayanan pembayaran
dan kegiatan perbaikan yang meliputi
aspek core business DJP melalui program
yang disebut Project for Indonesia Tax
Administration Reform (PINTAR).
Program PINTAR merupakan program
penyempurnaan sistem administrasi
perpajakan untuk mendukung reformasi
administrasi yang dilakukan DJP. Program
ini mengadopsi “best practice” sistem
administrasi perpajakan di dunia baik dalam
aspek pelayanan perpajakan maupun
pengawasan kepatuhan.
PINTAR juga bertujuan menyediakan
layanan perpajakan lebih baik dengan
memperbaiki tata kelola administrasi yang
lebih transparan dan akuntabel yang pada
akhirnya akan meningkatkan kepatuhan
sukarela Wajib Pajak.
Manfaat PINTAR adalah untuk
meningkatkan mutu pelayanan yang lebih
mudah, cepat, dan akurat karena didukung
oleh sistem Teknologi Informasi dan
Komunikasi, penegakan hukum yang lebih
efektif dan tepat sasaran karena didukung
kuantitas dan kualitas data, serta tingkat
kepatuhan dan kepercayaan Wajib Pajak
yang makin baik karena makin transparan
dan akuntabelnya administrasi perpajakan
yang dapat memberikan rasa kenyamanan
sekaligus keadilan. Program ini akan dimulai
pada pertengahan Tahun 2009 dan akan
berakhir Tahun 2013. mk
Transportasi Publik Terpadu
Forum
ASEAN University Network
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan kuliah
umum mengenai “Per­kem­bangan Ekonomi Indonesia dan Respon
Negara ASEAN untuk Mengatasi Dampak Krisis Pereko­nomian
Global” dalam forum 11th ASEAN University Network Educational
Forum and Young Speaker Contest 2009 di Balai Sidang Universitas
Indonesia (UI), Depok, Sabtu (20/06).
adanya upaya pembentukan
ASEAN Bond Markets,
integrasi pasar modal negara
ASEAN, dan kerjasama di
bidang Kepabeanan.
D
alam paparannya, Menkeu
menyampai­kan bahwa walaupun
terjadi krisis pereko­nomian global,
ekonomi Indonesia diharap­kan tetap
kuat dengan pengelolaan kebijakan
makro ekonomi yang diharapkan mampu
meningkatkan arus modal masuk guna
mendu­kung stabilitas nilai tukar rupiah dan
keber­lanjutan stimulus fiskal. Pertumbuhan
ekonomi Indonesia tahun 2009 diperkirakan
akan mencapai 4-4,5% dengan harapan
kembali meningkat pada 2010 ditopang
oleh perbai­kan kondisi eksternal dan
kenaikan investasi.
Adapun sejumlah langkah yang ditempuh
negara ASEAN untuk mengatasi dampak
krisis perekonomian global di antaranya
dengan akselerasi penerapan Chiang Mai
Initiative, sebuah mekanisme di antara
negara ASEAN+3 (ASEAN plus China,
Jepang, dan Korea) untuk menggunakan
cadangan devisa mereka guna saling
membantu satu sama lain. Kemudian,
Selain itu, Menkeu juga menjelaskan bahwa
para pemimpin ASEAN telah bersepakat
untuk mengakselerasi pembentukan
ASEAN Economic Community (AEC) pada
tahun 2015 yang diharapkan akan mampu
membuat ASEAN menjadi sebuah kawasan
ekonomi terpadu.
ASEAN University Network Educational
Forum and Young Speaker Contest 2009
merupakan program tahunan dari ASEAN
University Network yang merupakan
jaringan universitas se-Asia Tenggara yang
berada langsung di bawah bendera ASEAN.
Acara yang diselenggarakan pada 17-23
Juni ini mengangkat tema “Global Economic
Crisis: Challenges and Opportunities for
ASEAN”.
Ada dua program utama dalam kegiatan ini,
yakni Educational Forum dan Young Speaker
Contest. Dalam Educational Forum, delegasi
berkesempatan untuk mempresentasikan
Bandung Metropolitan Area
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang
Rahmat Waluyanto, atas nama
Pemerintah melakukan kerja sama
perencanaan Sistem Transportasi Publik
Terpadu Bandung Metropolitan Area
bersama Duta Besar Perancis untuk
Indonesia Philipe Zeller.
D
alam perjanjian kerjasama
tersebut, Pemerintah Perancis
akan memberikan bantuan
pembangunan sampai dengan 690.000
Euro atau sekitar Rp10 miliar sebagai
bagian dari Emerging Country Facilities
yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal
Kebijakan Ekonomi dan Perbendaharaan
Kementerian Ekonomi, Industri, dan
Ketenagakerjaan Perancis. Fasilitas ini
khusus ditujukan untuk menyediakan
bantuan finansial dalam persiapan proyek
infrastruktur terkait dengan transportasi,
pengelolaan air, jasa, dan energi.
Pelaksanaan proyek akan dilakukan
oleh konsultan dari Perancis, yaitu SNF
International dengan pengawasan
dari Direktorat Perhubungan Darat
Media Keuangan Departemen Keuangan
MK-Juni2009-baRu.indd30-31
18
Departemen Perhubungan RI bekerja
sama dengan Pemerintah Daerah Jawa
Barat, Dinas Perhubungan Regional,
Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah (Bappeda), Pemerintah Kota
Bandung, Pemerintah Kotamadya dan
Kabupaten di Bandung Metropolitan Area,
serta semua stakeholder. Tujuan proyek
ini adalah untuk menyusun kebijakan
mengenai transportasi massal, strategi,
dan perencanaan untuk semua sistem
transportasi di Bandung Metropolitan
Area, serta untuk mempersiapkan
rencana-rencana lain terkait dengan
pembangunan sistem transportasi, seperti
pembangunan infrastruktur, manajemen
operasi transportasi publik, dan penataan
institusional. MoU ditandatangani bersama
pada 15 Juli 2009. mk
Vol. IV No. 22/Juni/2009
paper yang mereka buat. Dalam Young
Spaker Contest, delegasi akan berlomba
untuk menyajikan ide dan pemikirannya
yang terkait dengan tema yang diusung
tahun ini.
Setiap universitas yang berpartisipasi
mempunyai kesempatan untuk
mengirimkan tiga delegasi. Dua delegasi
dari kalangan mahasiswa dan satu delegasi
dari kalangan pengajar/dosen. Satu
mahasiswa dan satu dosen sebagai delegasi
Educational Forum dan satu mahasiswa
sebagai peserta delegasi Young Speaker
Contest. Acara ini menghadirkan berbagai
pembicara mulai dari praktisi, akademisi
dan kalangan pemerintahan. Selain Menteri
Keuangan Sri Mulyani Indrawati, turut
diundang sebagai pembicara Sekjen ASEAN
Dr. Surin Pitsuwan.
Dengan mengusung tema di atas, diharap­­
kan para delegasi akan memperoleh
pema­haman lebih lanjut mengenai peran
dan kesempatan yang dimiliki oleh Asia
Tenggara terkait dengan krisis global yang
terjadi belakangan ini sekali­gus mempererat
tali silaturahmi dengan maha­siswa dan
dosen lain dari seluruh penjuru ASEAN. mk
Pagu Indikatif
Tahun Anggaran 2010
Anggaran (DIPA) Tahun Anggaran 2009 yang sebesar Rp15.468
Miliar. Penghematan dan optimalisasi penyerapan anggaran yang
dilakukan oleh Departemen Keuangan ini diharapkan dapat menjadi
contoh bagi Departemen/Kementerian Negara/Lembaga yang lain.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengikuti rapat
dengar pendapat dengan Anggota Komisi XI DPR-RI mengenai
Pembahasan Pagu Indikatif Departemen Keuangan Tahun
Anggaran 2010, di Ruang Rapat Komisi IX DPR-RI (8/6).
S
ecara keseluruhan, besaran pagu indikatif Departemen
Keuangan Tahun Anggaran 2010 sebesar Rp15.282 Miliar
lebih rendah bila dibandingkan dengan Daftar Isian Pelaksaan
Pagu Indikatif 2010 menampung usulan Unit Lingkup Departemen
Keuangan, antara lain: (i) 40 Kegiatan Prioritas Nasional, Prioritas
Bidang dan Prioritas Kementerian/Lembaga yang tercantum dalam
Buku I Rancangan Awal Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun
Anggaran 2010 sebesar Rp1.725 Miliar; (ii) Alokasi Belanja Pegawai
sebesar Rp7.748 Miliar; (iii) Kebutuhan Belanja Barang Mengikat
(Operasional Perkantoran) untuk seluruh Unit Eselon I (1.082
Satuan Kerja) sebesar Rp3.394 Miliar; (iv) Kebutuhan Belanja Modal
Penunjang Tupoksi sebesar Rp2.396 Miliar. mk
Media Keuangan Departemen Keuangan
15
Vol. IV No. 22/Juni/2009
03/09/200910:58:26
Lintas Peristiwa
Lintas Peristiwa
Workshop
Pembicaraan Pendahuluan RAPBN
pengendalian intern
dengan DPR RI
di sektor publik
Inspektur Jenderal Departemen Keuangan Hekinus Manao
membuka acara “Workshop Implementasi Internal
Control Berbasis COSO di Sektor Publik” pada 2 Juni 2009
lalu di Jakarta.
W
orkshop yang diselenggarakan oleh BPKP
bekerjasama dengan Departemen Keuangan dan
World Bank ini dihadiri oleh wakil dari Kementerian/
Lembaga, civitas akademika perguruan tinggi, dan para auditor
BPKP.
Dalam sambutannya, Inspektur Jenderal Hekinus Manao menjelaskan bahwa
COSO (Commite of Sponsoring Organizations of the Treadway Commision)
merupakan komisi independen yang disponsori oleh lima asosiasi dan
lembaga akuntansi profesional, yaitu American Institute of Certified Public
Accountants (AICPA), American Accounting Association (AAA), Financial
Executives Institute (FEI), The Institute of Internal Auditors (IIA), dan The
Institute of Management Accountants (IMA). Dalam model kontrol yang
dikembangan oleh COSO, pengendalian internal dirinci ke dalam lima unsur,
yakni lingkungan pengendalian, pengendalian risiko, kegiatan pengendalian,
informasi dan komunikasi, serta pemantauan/monitoring. Pemerintah melalui
Peraturan Pemerintah No.60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah (SPIP) telah mengadopsi unsur-unsur tersebut sebagai upaya
peningkatan pengendalian internal di kementerian dan lembaga sehingga
tercipta suatu budaya kontrol internal di kalangan birokrasi.
Materi yang disampaikan dalam workshop tersebut diharapkan dapat
memberikan gambaran kepada seluruh peserta untuk mengetahui sejauh
mana model dan formulasi implementasi internal control COSO di sektor
publik negara-negara lain, terutama di Amerika Serikat sehingga diharapkan
hal ini dapat disesuaikan dengan model dan pola yang berkembang pada
kondisi objektif Indonesia. mk
pada
Dies Natalis ke-63 PTIK
“Transparansi dan akuntabilitas mempunyai efek
ekonomi yang sangat berarti dalam kehidupan masa
kini.”
J
ika ketidaktransparanan dan tiadanya akuntabilitas
terjadi pada regulator dan penegak hukum yang
seyogyanya berfungsi menjadi pengawas, maka
akibatnya akan jauh lebih parah lagi karena merusak dan
melumpuhkan sendi-sendi dasar bernegara. Bahkan,
eksistensi dan harga diri suatu Negara dapat runtuh
sehingga Negara tersebut disebut sebagai Negara gagal,”
demikian disampaikan Menkeu Sri Mulyani Indrawati
pada Orasi Ilmiah yang bertema “Transparansi dan
Akuntabilitas Dalam Kepolisian Sekarang” di Gedung
PTIK, Jakarta (17/6).
Orasi Ilmiah ini diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi
Ilmu Kepolisian (PTIK) dalam rangka Dies Natalis ke-63
dan sekaligus Wisuda Sarjana Ilmu Kepolisian angkatan
50, 51, dan 52. Pada acara tersebut hadir pula Kepala
Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Bambang
Hendarso Danuri. mk
sekretaris Departemen Keuangan Australia
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menerima kunjungan Secretary of The
Department of Finance and Deregulation Australia, Dr. Ian Watt di Kantor Pusat
Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Turut hadir dalam kunjungan tersebut Duta Besar
Australia untuk Indonesia, Bill Farmer (2/6).
D
Deregulation Australia. “Australia sebagai
negara tetangga Indonesia yang cukup
maju layak menjadi salah satu negara
tujuan studi. Untuk itu, staf Departemen
Keuangan agar banyak yang menimba ilmu
di Australia,” kata Menkeu.
Yang paling penting untuk dipelajari dari
negara lain oleh pegawai Depkeu, bukan
hanya sekedar pada teknik dan teorinya
saja. Akan tetapi, bagaimana mereka
mengerti culture, sistem, dan governance
yang berbeda serta bagaimana penerapan
teknik-teknik dan teori tersebut pada
Media Keuangan Departemen Keuangan
MK-Juni2009-baRu.indd32-33
Menkeu Sri Mulyani Indrawati lakukan Rapat Kerja (Raker)
dengan Komisi XI DPR dalam rangka Pembahasan Asumsi
Makro dan Pembicaraan Pendahuluan RAPBN 2010. Selain
Menkeu, hadir pula Menteri Perencanaan Pembangunan
Nasional Paskah Suzetta dan Plt. Gubernur Bank Indonesia
Miranda Goeltom.
Orasi Ilmiah
Menkeu terima kunjungan
alam pertemuan tersebut, kedua
belah pihak membahas sejumlah
agenda kerja sama dan pertukaran
pengalaman reformasi birokrasi. Salah
satu agenda kerjasama yang dibahas
adalah pemberian technical assistant dari
pemerintah Australia dan pengiriman
sejumlah Staf Depkeu untuk menimba
pengalaman di Department of Finance and
2010
16
interaksi sistem dan masyarakat yang
berbeda, jauh lebih penting.
Menkeu juga mengharapkan agar
hubungan baik Australia dan Indonesia
dapat dipelihara dari tingkat pemerintahan
(government to government) hingga
tingkat masyarakat (people to people). Oleh
karena itu, pemerintah Australia dapat
mengirimkan lebih banyak stafnya ke
Indonesia dan demikian pula sebaliknya,
pemerintah Indonesia dapat mengirimkan
lebih banyak stafnya untuk belajar di
Australia. mk
Vol. IV No. 22/Juni/2009
P
ada raker tersebut, disampaikan
pandangan pemerintah dan Bank
Indonesia mengenai Asumsi
Ekonomi Makro RAPBN 2010. Pemerintah
memberikan proyeksi Asumsi Makro 2010
sebagai berikut:
i) Pertumbuhan ekonomi sebesar 5-6%;
ii) Inflasi 4,5-5,5%;
iii) Tingkat bunga SBI tiga bulan 6,0-7,0%;
iv) Nilai tukar 9.500-10.500%;
v) Harga minyak 50-70 US$ per barel;
vi) Lifting 960;
vii)Konsumsi BBM 36,5 Juta KL.
Rapat Kerja
Mayoritas anggota Komisi XI DPR menilai
bahwa usulan asumsi makro RAPBN 2010
dari pemerintah realistis dan sesuai dengan
kondisi real ekonomi Indonesia. “Asumsi
dari pemerintah mengenai pertumbuhan
ekonomi sebesar 5-6 % cukup realistis,” kata
Ramson Siagian anggota Komisi XI dari
Fraksi PDIP.
Sementara itu, Bank Indonesia memberikan
proyeksi yang tidak jauh berbeda dengan
pemerintah, di antaranya pertumbuhan
ekonomi yang diperkirakan tumbuh 4-5%,
Dengan memperhatikan proyeksi asumsi
makro yang diberikan Pemerintah
dan Bank Indonesia, Komisi XI DPR RI
menetapkan asumsi makro RAPBN 2010,
yaitu pertumbuhan ekonomi sebesar 5-6%,
tingkat Inflasi 4-6%, tingkat bunga SBI tiga
bulan 6-7,5%, dan nilai tukar Rp.10.000,00Rp10.500,00 per US$. mk
Panitia Ad Hoc IV DPR RI
Adapun sasaran ekonomi makro tahun 2010
yaitu pertumbuhan ekonomi sebesar 5-6%,
tingkat inflasi 4-6%, tingkat bunga SBI 3
bulan 6-7,5%, nilai tukar Rp9.500-Rp10.500
per US$, harga minyak 50-70 US$ per barel,
dan lifting minyak 960 juta barel per hari.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati
memberikan penjelasan tentang
Kerangka Ekonomi Makro dan Arah
Kebijakan Transfer ke Daerah Tahun 2010
pada rapat kerja Panitia Ad Hoc IV DPD
RI di DPR (16/6). Hadir pula pada raker
tersebut Menteri Negara Perencanaan
Pembangunan Nasional Paskah Suzetta.
D
tingkat inflasi 5-6%, tingkat suku bunga
SBI 7-7,5%, dan nilai tukar rupiah sekitar
Rp10.000,00-Rp11.000,00 per US$.
alam paparannya, Menkeu
menyampaikan bahwa sejalan
dengan Rencana Kerja Pemerintah
2010 (RKP 2010) yang mengangkat tema
“Pemulihan Perekonomian Nasional dan
Pemeliharaan Kesejahteraan Rakyat”,
pemerintah mengambil langkah kebijakan
lima prioritas program pembangunan
nasional, sebagai berikut:
1. Pemeliharaan kesejahteraan masyarakat
miskin, serta penataan kelembagaan dan
pelaksanaan sistem perlindungan sosial;
2. Peningkatan kualitas sumber daya
manusia Indonesia;
3. Pemantapan reformasi birokrasi dan
hukum, serta pemantapan demokrasi
dan kemanan nasional;
4. Pemulihan ekonomi yang didukung oleh
pembangunan pertanian, infrastruktur
dan energi;
5. Peningkatan kualitas pengelolaan
sumber daya alam dan kapasitas
penanganan perubahan iklim.
Media Keuangan Departemen Keuangan
17
Sementara itu, Menkeu juga menyampaikan
arah kebijakan transfer ke daerah 2010,
sebagai beikut:
i) Mengurangi kesenjangan fiskal antara
pusat dan daerah serta antar daerah;
ii) Menetapkan besaran DAU tahun 2010
sebesar 26% dari PDN neto;
iii) Mendukung kegiatan-kegiatan yang
menjadi prioritas pembangunan
nasional yang menjadi urusan daerah;
iv)Mengalokasiakan DBH Cukai Hasil
Tembakau kepada daerah penghasil
cukai tembakau dan daerah penghasil
tembakau;
v) Prioritas DAK untuk membantu daerahdaerah yang kemampuan keuangan
daerahnya relatif rendah;
vi)Dana Penyesuaian yang diprioritaskan
untuk gaji guru PNS daerah. mk
Vol. IV No. 22/Juni/2009
03/09/200910:58:40
Download