RESUME MATERI PERKULIAHAN AGAMA DAN POLITIK Diajukan untuk memenuhi syarat kelengkapan nilai UTS Mata Kuliah Agama dan Politik dalam bentuk Resume Disusun Oleh: Iis Siti Fatimah 1128030061 JURUSAN SOSIOLOGI B/IV FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 2013/2014 0 POSISI STUDI AGAMA DALAM ILMU PENGETAHUAN Middle English => religion – religioun Old French => religion good faith, ritual Latin => religio – religare Agama dari sudut bahasa (etimologis) berarti peraturan-peraturan tradisional, ajaran-ajaran, kumpulan-kumpulan hukum yang turun-temurun dan ditentukan oleh adat kebiasaan. Dalam upadeca perkataan agama ditulis sebagai berikut: Agama itu sebenarnya berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu a yang berarti tidak dan gam berarti pergi. Jadi karakteristik tersebut bermakna tidak pergi yang berarti tetap di tempat.1 Menurut Edward Burnett Tylor (1832-1917), ia memandang asal mula agama adalah sebagai kepercayaaan kepada wujud spiritual (a belief in spiritual being) / animism berevolusi kepada kepercayaan monoteisme. Agama digambarkan sebagai kepercayaan kepada adanya ruh gaib yang berpikir, bertindak dan merasakan sama dengan manusia.2 Agama merupakan seperangkat kepercayaan, doktrin, dan norma-norma yang dianut dan diyakini kebenarannya oleh manusia. Keyakinan manusia tentang agama, diikat oleh norma-norma dan ajaran-ajaran tentang cara hidup manusia yang baik, tentu saja dihasilkan oleh adanya pikiran atau perilaku manusia dalam hubungannya dengan kekuasaan yang tidak nyata. Perilaku manusia dalam beragama ini dapat dilihat dalam acara dan upacara-upacara tertentu serta menurut 1 Yatimin Abdullah, Studi Islam Kontemporer, Amzah, Jakarta, 2006, hlm. 2 Muhammad Fauzi, Agama dan Realitas Sosial: Renungan dan Jalan Menuju Kebahagiaan, Rajawali Pers, Jakarta, 2007, hlm. 8 2 1 tata cara tertentu pula sesuai dengan yang telah ditentukan oleh agama masingmasing.3 Kepercayaan beragama adalah sekumpulan jawaban yang didasarkan atas ilmu ketuhanan atau “penafsiran atas kekuatan-kekuatan gaib terhadap berbagai peryataan mendasar yang ditimbulkan oleh akal pikiran manusia”.4 Kepercayaan adalah penerapan konkret nilai-nilai yang kita miliki.5 Agama timbul sebagai akibat kemampuan kita untuk mempertanyakan segala macam pertanyaan yang kemudian kita tidak dapat memberikan jawaban yang bersifat rasional dengan memuaskan.6 Religi, berasal dari bahasa latin, yang sering dieja religio. Para ahli sering berbeda pendapat tentang arti dasarnya. Cicero, seorang penulis Romawi, menyatakan bahwa religi (religion) berasal dari kata leg yang berarti mengambil atau menjemput, mengumpulkan, menghitung, atau memperhatikan. Sementara, Sevius berpendapat bahwa religi itu berasal dari akar kata lig yang artinya mengikat. Maka, religi atau religion berarti suatu perhubungan, yaitu suatu perhubungan antara manusia dengan zat yang di atas manusia (supra manusia).7 Tylor yang dikenal dengan teori animis-nya mendefinisikan agama sebagai a belief in the spiritual beings.8 Demikian pula Ogburn dan Nimkoff yang menekankan pada sistem keyakinan yang didalamnya berisi tentang unsure kepercayaan, emosi, sosial san “sesuatu” yang dianggap mutlak.9 3 Adeng Muchtar Ghazali, Antropologi Agama, Alfabeta, Bandung, 2011, hlm. 2 Ibid., hlm. 3 5 Ibid. 6 Ibid., hlm. 4 7 Ibid., hlm. 5 8 Ibid., hlm. 6 9 Ibid. 4 2 Koentjaraningrat adalah seorang antropolog yang menganut konsepsi religi. Dasar pendiriannya adalah, bahwa religi merupakan bagian dari kebudayaan, yang kemudian menunjuk kepada konsep E. Durkheim tentang dasar-dasar religi.10 Sementara itu, Barbara Hargrove berpendapat bahwa agama merupakan fenomena manusia yang berfungsi untuk menyatukan kesatuan ritual, sosial dan sistem-sistem personality ke dalam suatu lingkungan yang berarti. Emile Durkheim, seorang sosiolog/antropolog Perancis, menyatakan bahwa agama sebenarnya adalah bentuk primitifnya sosiologi; agama adalah juru tafsir tatanan sosial dan serkaligus menjadi sumber tatanan sosial. lebih lanjut, Durkheim menyatakan bahwa agama bukan hanya kenyataan sejarah, tetapi juga merupakan kebutuhan sosial; jika masyarakat ada, maka agama pun mesti ada. Sekalipun disadari, bahwa tinggi rendahnya “kebutuhan” terhadap agama bergantung pada masyarakatnya sendiri, suatu masyarakat yang memiliki dinamika dan struktur sosial tertentu.11 Donal Eugene Smith seperti dikutip Nanat Fatah Natsir dalam buku Yahudi vs Islam menyebut empat pokok unsur agama, yaitu: 1. Agama sebagai identitas kelompok, mengacu pada eksistensi umat-umat beragama, yaitu kelmpok yang terdiri dari individu-individu yang terkait satu sama lain karena kesamaan lambang-lambang keagamaan. 2. Agama sebagai pengaturan kemasyarakatan, mengacu pada eksistensi struktur-struktur sosio-religius yang mengatur kehidupan sosial intern umat beragama. 10 11 Ibid. Ibid., hlm. 6-7. 3 3. Agama sebagai organisasi keagamaan, mengacu pada eksistensi lembagalembaga keulamaan (cleric institutions). Contoh: MUI, PGI, HKBP. 4. Agama sebagai sistem keyakinan, mengacu pada eksistensi ideologi-ideologi keagamaan. Contoh: pada kehidupan sehari-hari (Islam turunan), dan lainlain. Politik Asal kata politik itu berasal dari bahasa Yunani yaitu “polis” dimana artinya adalah negara, kota dan dari kata polis tersebut bisa didapatkan beberapa kata, diantaranya : 1. Polities = Warga Negara 2. Politikos = Kewarganegaraan 3. Politike Episteme = Ilmu Politik 4. Politicia = Pemerintahan Negara Jadi kalau tinjau dari asal kata tersebut pengertian politik secara umum dapat dikatakan bahwa politik adalah kegiatan dalam suatu system politik atau negara yang menyangkut proses penentuan tujuan dari sistem tersebut dan bagaimana melaksanakan tujuannya. Definisi Politik 1. Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun non-konstitusional. 4 2. Politik adalah bermacam-macam kegiatan dari suatu sistem politik (negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem Indonesia dan melaksanakan tujuan-tujuan itu (Mirriam Budiharjo). 3. Politik adalah perjuangan untuk memperoleh kekuasaan/ teknik menjalankan kekuasaan-kekuasaan/ masalah-masalah pelaksanaan dan kontrol kekuasaan/ pembentukan dan penggunaan kekuasaan (Isjware). 4. Politik adalah pelembagaan dari hubungan antar manusia yang dilembagakan dalam bermacam-macam badan politik baik suprastruktur politik dan infrastruktur politik (Sri Sumantri). 5. Politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (Aristoteles). 6. Politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara. 7. Politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat. 8. Politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik. Melihat banyak versi pengertian politik tersebut, maka sebenarnya bisa disimpulkan secara singkat bahwa “politik adalah siasat/cara atau taktik untuk mencapai suatu tujuan tertentu” Fokus dari Politik 1. Fokus terhadap power atau kekuasaan. 5 2. Fokus tentang institusi atau pemerintahan. => demokrasi, monarki, otoriter, dan lain-lain. 3. Fokus terhadap proses pembuatan kebijakan. => badan legislatif, eksekutif, yudikatif. 4. Fokus terhadap fungsi dari institusi. => bagi kesejahteraan masyarakat. 5. Fokus terhadap ideologi dan gerakan. => contoh: pandangan hidup beragama. 6. Fokus terhadap hubungan internasional. 7. Fokus terhadap tingkah laku politik (elit dan rakyat). Hubungan Ilmu Pengetahuan Dan Agama MenurutMiroljub Jevtik, ada dua pandangan mengenai hubungan ilmu pengetahuan dan agama, yaitu: Pandangan 1 Menurut filosof Perancis (Holbach, Helvetius, Diderot), agama adalah produk dari keterbelakangan ekonomi dan perkembangan sosial masyarakat yang tercerahkan (unenlightened). Menjelang abad ke-18, Agama jarang sekali dipakai sebagai subjek dari research politik. Agama juga dipandang sebagai ideologi kunci yang menentukan (menstimulasi konflik). Pandangan 2 Alexis berpandangan bahwa agama bukanlah produk dari keterbelakangan ekonomi dan masyarakat yang tidak tercerahkan. In God We Trust ada pada uang kertas dan koin dollar Amerika. 6 AGAMA DAN NEGARA Negara (state) adalah sebuah pemerintahan yang memiliki entitas politik. Secara etiomologis, negara berasal dari bahsa asing yaitu, staat (Belanda, German), atau state (Inggris). Kata staat maupun state berasal dari bahsa Latin, yaitu status atau statum yang berarti menempatkan dalam keadaan berdiri, membuat berdiri, dan menempatkan. Kata status juga dapat diartikan sebagai suatu keadaan tegak dan tetap. Sementara itu, Niccolo Machiavelli memperkenalkan istilah La Stato dalam bukunya “Il Principle” yang mengartikan negara sebagai kekuasaan. Kata negara yang lazim digunakan di Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta nagari atau nagara yang berarti wilayah atau kota atau penguasa. Hakikat negara adalah organisasi kekuasaan. Yaitu lembaga yang memiliki kekuasaan tertinggi/ terluas bila dibandingkan dengan organisasi lainnya dalam masyarakat. Istilah bangsa adalah terjemahan dari kata nation, dan nation berasal dari bahasa Latin yaitu natio yang artinya suatu yang lahir. Nation dalam istilah bahasa Indonesia artinya bangsa. Bangsa (nation) adalah sekumpulan orang yang memiliki sejarah, kesamaan bahasa, adat istiadat dan lain-lain. Bangsa adalah kumpulan manusia yang biasanya terikat karena kesatuan bahasa dan wilayah tertentu di muka bumi. 7 Dalam kamus ilmu Politik dijumpai istilah bangsa, yaitu “natie” dan “nation”, artinya masyarakat yang bentuknya diwujudkan oleh sejarah yang memiliki unsur sebagai berikut : 1. Satu kesatuan bahasa; 2. Satu kesatuan daerah; 3. Satu kesatuan ekonomi; 4. Satu kesatuan hubungan ekonomi; 5. Satu kesatuan jiwa yang terlukis dalam kesatuan budaya. Ernest Renan menyatakan bahwa bangsa adalah bukan suatu ras, bukan orang-orang yang mempunyai kepentingan yang sama, bukan pula dibatasi oleh batas-batas geografis atau batas alamiah. Nation (bangsa) adalah suatu solidaritas, suatu jiwa, suatu asa apiritual, suatu solidaritas yang dapat tercipta oleh perasaan pengirbanan yang telah lampaudan bersedia dibuat di masa yang akan datang. Nation memiliki masa lampau tetapi berlanjut masa kini dalam suatu realita yang jelas melalui kesepakatan dan keinginan ubtuk hidup bersama (le desire d’enter ensemble). Nation tidak terkait oleh negara karena negara berdasarkan hukum.m enurutnya, wilayah dan ras bukan penyebab timbulnya bangsa. Dari berbagai kriteria tentang bangsa, Mohammad Hatta memberikan kesimpulan, bahwa bangsa ditentukan oleh keinsafan sebagai suatu persekutuan yang tersusun jadi satu, yaitu keinsafan yang terbit karena percaya atas persamaan nasib dan tujuan. Keinsafan ini bertambah besar oleh karena sama seperuntungan, malang yang sama diderita, mujur yang sama didapat, oleh karena jasa bersama, 8 kesengsaraan bersama, pendeknya oleh karena peringatan kepada riwayat bersama yang tertanam di dalam hati dan otak.12 Hakikat Negara Pada dasarnya berdirinya suatu Negara yaitu karena keinginan manusia yang membentuk suatu bangsa karena adanya berbagai kesamaan ras, bahasa, adat dan sebagainya. Sifat hakikat negara mencakup hal-hal sebagai berikut: 1. Sifat Memaksa Negara memiliki sifat memaksa, dalam arti mempunyai kekuatan fisik secara legal. Dan sarana nya adalah Polisi, tentara, dan alat penjamin hukum lainnya. Sehingga diharapkan semua peraturan perundangan yang berlaku ditaati supaya keamanan dan ketertiban Negara tercapai. Contoh bentuk paksaannya adalah UU perpajakan yang memaksa setiap warga Negara untuk membayar pajak, bila melanggar maka akan dikenai sanksi. 2. Sifat Monopoli Dalam menetapkan tujuan bersama masyarakat. Misalnya Negara dapat mengatakan bahwa aliran kepercayaan atau partai politik tertentu dilarang karena dianggap bertentangan dengan tujuan masyarakat. 3. Sifat Mencakup Semua Semua peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah untuk semua orang tanpa terkecuali. Sebab kalau seorang dibiarkan berada di luar 12 Subandi Al Marsudi, Pancasila Dan UUD ’45: Dalam Paradigma Reformasi Edisi Revisi, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 5 9 ruang lingkup aktivitas Negara, maka usaha Negara kea rah tercapainya masyarakat yang dicita-citakan akan gagal. Syarat-syarat suatu negara bisa merdeka (independent state): 1. Memiliki wilayah yang diakui secara internasional. 2. Memiliki penduduk yang tinggal secara tetap/ menetap. 3. Memiliki aktivitas ekonomi/ organisasi ekonomi. 4. Memiliki perdagangan di luar dan dalam negeri (bebas ekspor dan impor). 5. Memiliki mata uang. 6. Wilayah yang tidak dalam sengketa. 7. Memiliki kekuatan untuk merubah dengan pendidikan. 8. Memiliki sistem transportasi yang pelayanannya baik. 9. Memiliki pemerintahan dengan sistem pelayanan publik (RT, RW) 10. Memiliki kedaulatan. Unsur-Unsur Negara Unsur-unsur negara menurut Plato, Aristoteles, Weber, Hegel 1. Ada wilayah dan batas wilayah. 2. Some type of people. 3. Organized by Ras or Background (organisasi ras dan latar belakang). 4. Generally, speak on language (bahasa kesatuan). 10 Negara menurt Marxis (pluralis) adalah instrumen untuk memperoleh kekuasaan. Sedangkan menurut Plato, Aristoteles, Weber, Hegel, negara adalah lembaga yang berdiri netral dan mandiri. Unsur-Unsur Terbentuknya Negara 1. Rakyat, adalah penduduk dan bukan penduduk, warga negara dan bukan warga negara. Warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan Undang-Undang sebagai warga negara (Pasal 26 ayat 1). Sedangkan penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia (Pasal 26 ayat 2). 2. Wilayah, ada batas daratan dan lautan (batas alam dan batas buatan) => teritori, zona bersebelahan, landas benua. 3. Pemerintahan yang berdaulat, dalam arti luas adalah lembaga yang saling terkait antar pemerintahan, dan dalam arti sempit berarti presiden, menteri, kabinet. Hubungan antara agama dan negara harus dibangun atas dasar simbiosismutualistis dimana yang satu dan yang lain saling memberi. Dalam konteks ini, agama memberikan “kerohanian yang dalam” sedangkan negara menjamin kehidupan keagamaan. Penataan hubungan antara agama dan negara juga bisa dibangun atas dasar checks and balances (saling mengontrol dan mengimbangi). Dalam konteks ini, kecenderungan negara untuk hegemonik sehingga mudah terjerumus bertindak 11 represif terhadap warga negaranya, harus dikontrol dan diimbangi oleh nilai ajaran agama-agama yang mengutamakan menebarkan rahmat bagi seluruh penghuni alam semesta dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Sementara disisi lain, etrbukanya kemungkinan agama-agama disalahgunakan sebagai sumber dan landasan praktek-praktek otoritarianisme juga harus dikontrol dan diimbangi oleh peraturan dan norma kehidupan kemasyarakatan yang demokratis yang dijamin dan dilindungi negara. Bentuk Negara Dalam teori modern saat ini terdiri atas dua bentuk negara, yaitu: 1. Negara kesatuan yaitu suatu negara yang merdeka dan berdaulat dengan sistem yaitu sentralisasi dan desentralisasi. 2. Negara serikat (federasi) yaitu bentuk negara gabungan dari beberapa negara bagian dari negara serikat. Yaitu kekuasaan asli negara federal merupakan tugas negara bagian, karena berhubungan langsung dengan rakyatnya. Selain dari pada kedua bentuk tersebut dari sejumlah orang yang memerintah dalam sebuah negara, maka bentuk negara terbagi ke dalam tiga kelompok, yaitu: 1. Monarkhi, ialah bentuk negara yang kekuasaannya dikuasai dan diperintah hanya seorang raja saja. 2. Oligarkhi adalah negara yang di pimpin oleh beberapa orang, biasanya dari kalangan feodal. 12 3. Demokrasi bentuk negara yang pimpinan tertinggi negera terletak di tangan rakyat. Pola Hubungan Agama Dan Negara 1. Subordinasi Ada yang diatas, bawah. Ada yang dibawah, atas. -agama - negara -negara - agama Contoh: di Inggris, agamanya diatur oleh negara. 2. Separasi - Agama dengan negara terpisahkan. Contoh: negara-negara komunis. - Agama dilakukan di negara publik/ sosial. 3. Koordinasi - Agama dengan negara berkoordinasi. - Agama dan negara saling berkaitan. 13 ISU SEKULARISASI Sekularisme berasal dari terjemahan yang tidak tepat dari kata Perancis “laiguisme”, namun kata “laigue” sendiri tidak berkaitan sama sekali dengan sejarah timbulnya makna sekularisme itu sendiri. Asal kata yang tepat adalah “laikos” yaitu berasal dari kata Yunani. Laikos bermakna apa yang berhubungan dengan masyarakat umum untuk dibedakan dengan dari “clirous” (tokoh agama). Jadi menurut Muhammad Abid Al-Jabiri “laque” adalah siapa saja yang bukan tokoh agama atau tidak termasuk golongan pendeta. Jean lacrowa mengambil kesimpulan bahwa “sesungguhnya pemikiran laguisme (sekularisme-pen) bukanlah lawan dari pemikiran agama, namun sekurang-kurangnya ia menuntut adanya pembedaan antara apa yang duniawi dan apa yang sakral”. Agama merupakan hal yang telah dijauhi oleh masyarakat Barat, karena agama dianggap terlalu mengekang kebebasan individu sebagai subjek yang mengelola negara.13 Sekular lahir pada saat menghubungkan agama dan modernisasi (agama dan lembaga-lembaga kegamaan). Sekularisasi adalah memisahkan, mengesampingkan, mengabaikan. Yang melahirkan sekularisasi adalah sejarawan, ahli sosiologi, dan lain-lain. Menurut KBBI, sekular adalah sikap atau cara berpikir yang sesuai dengan tuntutan zaman (mutakhir, pembaharuan). Sekuler lebih mengarah pada duniawi, fisikly, worldly. Selain itu, sekularisasi juga melibatkan hal-hal seperti berikut: 13 Ahmad Ali Nurdin, Agama dan Politik: Kumpulan Makalah untuk Diskusi Kelompok, UIN SGD Bandung. 14 1. Kecenderungan untuk mengejar kebahagiaan; 2. Kebebasan yang bertambah dari segi ilmu, pengetahuan dan nilai; 3. Penekanan pada ukuran-ukuran empirik serta ukuran yang berkaitan dengan kecenderungan duniawi; 4. Kesdaran mengenai kemampuan dan kuasa manusia terhadap alam sekitar dan masyarakat; 5. Berkurangnya kuasa dan pengaruh badan-badan agama terhadap kehidupan manusia; 6. Pemisahan agama dari politik dan pemerintahan. Sifat-sifat sekularisasi seperti tersebut diatas merupakan sifat-sifat umum saja. Suatu hal yang menarik adalah sebagian dari sifat-sifat ini terdapat juga dalam beberapa agama tertentu. Misalnya Protestanisme dikatakan banyak menekankan ukuran empiris dan rasional; agama Yahudi menitik beratkan hal-hal keduniaan dan sebagainya. Proses sekularisasi mempunyai hubungan yang erat dengan unsur-unsur yang ditekankan dalam proses rasionalissi adalah penalaran, bukti-bukti empiris, ilmu pengetahuan, perkiraan, dan halhal duniawi lainnya. Proses sekularisasi juga berkaitan erat dengan ide Marx mengenai dealienasi manusia yang merupakan satu proses, manusia bebas dari proses alienasi dan bebas dari kongkongan hasil ciptaannya seperti agama. Masyarakat sekular berlainan dari masyarakat suci (sacred). Nilai-nilai utama dalam masyarakat sekular adalah utilitarianisme dan rasionalitas, sementara 15 masyarakat suci lebih menekankan hal-hal suci, supernatural, agama, mitos serta nilai-nilai yang berkaitan dengan tradisi dan konservatisme. Hal-hal suci dan sekular merupakan salah satu tema utama dalam pemikiran sosiologi sejak abad ke-19. Banyak hasil tulisan yang bercorak keagamaan muncul di Eropa sebagai reaksi terhadap paham duniawi atau sekularime yang ditekankan oleh Enlightenment dan Revolusi Perancis. Banyak tokoh sosiologi seperti Comte, Durkheim, Weber, Tocqueville, Marx, dan Simmel memberikan sumbangan tertentu ke arah pembicaraan mengenai aspek-aspek agama dan kaitannya dengan masyarakat secara keseluruhan. Hal ini paling tidak, akan dipahami tentang esensi gerakan sosialis abad ke-19 dan awal ke-20 yang menawarkan ide sekular dan komunisme sebagai kecemburuan atas doktrindoktrin agama. Atau bisa jadi mereka tidak puas terhadap agama karena kesenjangan sosia ternyata tidak pernah berhenti.14 Dari hasil tulisan penulis-penulis abad ke-19, dapatlah kita rumuskan empat perspektif dasar mengenai agama. Pertama, agama dianggap sebagai satu alat yang perlu untuk mempersatukan manusia. Nilai-nilai suci merupakan dasar konsensus moral. Kedua, agama merupakan unsur utama dan bidang pertimbangan yang utama untuk memahami sejarah dan perubahan sosial yang mendasar. Ketiga, agama lebih dari sekedar kepercayaan, keimanan, dan doktrin. Agama juga merupakan upacara, komunitas yang mempunyai otoritas, hierarki dan organisasi. Akhr sekali, dalam usaha mereka untuk membentuk kembali 14 Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, Rosdakarya, Bandung, 2009, hlm. 157 16 keagungan agama dalam pemikiran, ahli-ahli konservatif menjadikan agama sebagai asal-usul semua ide dasar dalam pemikiran dan kepercayaan manusia.15 Modernisasi adalah proses yang ditempuh untuk sampai atau menuju periode waktu “masa kini” tersebut. Istilah modernisasi, ternyata telah dipakai untuk menyatakan adanya suatu perubahan sosial yang sangat besar yang telah berhasil membentuk kembali perkembangan sejarah peradaban dan kebudayaan umat manusia dalam kurun waktu yang berlainan. Modernisasi di dalam dunia Barat => paham, pikiran, dasar untuk mengubah sesuatu. Modernisasi berkembang dari tahun 660 sampai tahun 1800an. Modernisasi merupakan masa pemujaan akal. Modernisasi => The Age of Reason. Pada masa revolusi Perancis, lahir protestanisme karena yang ortodoxs tidak memberikan pencerahan lebih (memenjarakan akal, yang lebih bersifat individualistic dan rasional). Modernisasi diartikan sebagai perubahan-perubahan masyarakat yang bergerak dari keadaan yang tradisional atau dari masyarakat pra modern menuju kepada suatu masyarakat yang modern. Pengertian modernisasi berdasar pendapat para ahli adalah sebagai berikut: 1. Widjojo Nitisastro, modernisasi adalah suatu transformasi total dari kehidupan bersama yang tradisional atau pramodern dalam arti teknologi serta organisasi sosial, ke arah pola-pola ekonomis dan politis. 15 Taufiq Rahman, Glosari Teori Sosial, Ibnu Sina Press, Bandung, 2011, hlm. 113-114 17 2. Soerjono Soekanto, modernisasi adalah suatu bentuk dari perubahan sosial yang terarah yang didasarkan pada suatu perencanaan yang biasanya dinamakan social planning. Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa sebuah modernisasi memiliki syarat-syarat tertentu, yaitu sebagai berikut: a. Cara berpikir yang ilmiah yang berlembaga dalam kelas penguasa ataupun masyarakat. b. Sistem administrasi negara yang baik, yang benar-benar mewujudkan birokrasi. c. Adanya sistem pengumpulan data yang baik dan teratur yang terpusat pada suatu lembaga atau badan tertentu. d. Penciptaan iklim yang menyenangkan dan masyarakat terhadap modernisasi dengan cara penggunaan alat-alat komunikasi massa. e. Tingkat organisasi yang tinggi yang di satu pihak berarti disiplin, sedangkan di lain pihak berarti pengurangan kemerdekaan. f. Sentralisasi wewenang dalam pelaksanaan perencanaan sosial. Desekularisme adalah meninggalkan sekularisasi. a. Peter L. Berger (1860) Sekularisasi adalah proses dari sektor-sektor dalam masyarakat dan kebudayaan dilepaskan dari lembaga-lembaga dan simbol-simbol agama. Faktor-faktor: 1. Peradaban manusia. 2. Kapitalisme industrial (industri semakin maju dan menjadi kiblat). 18 3. Ilmu pengetahuan modern. 4. Suprastruktur sosial. b. Jose Casanova (Public Religion In The Modern World) Sekularisasi tetap merupakan kerangka teoritis agama, ilmu-ilmu sosial dapat menjelaskan adanya hubungan antara agama dan modernisasi. Teori sekularisme tidak perlu ditinggalkan atau dianggap tidak relevan lagi, tetapi bisa menjadi analisis yang akurat terhadap agama di dunia modern. Sekularisasi sebagai proses marginalisasi agama ke dalam ranah yang diprivasisasi. Teori sekularisasi sebagai upaya untuk memahami proses modernisasi. 19 ISLAM DAN NEGARA DI INDONESIA (Islam And State Religion In Indonesia) Islam adalah agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw sebagai nabi dan rasul terakhir untuk menjadi pedoman hidup seluruh manusia hingga akhir zaman. Pengertian Islam secara etimologi (bahasa) artinya damai, selamat, tunduk, patuh atau berserah diri, dan bersih. Kata Islam terbentuk dari tiga huruf, yaitu S (sin), L (lam), M (mim) yang bermakna dasar “selamat” (salama). Adapun menurut syari’at (terminologi), apabila dimutlakkan berada pada dua pengertian, yaitu: Pertama, apabila disebutkan sendiri tanpa diiringi dengan kata iman, maka pengertian Islam mencakup seluruh agama, baik ushul (pokok) maupun furu’ (cabang), juga seluruh masalah ‘aqidah, ibadah, keyakinan, perkataan dan perbuatan. Jadi pengertian ini menunjukkan bahwa Islam adalah mengakui dengan lisan, meyakini dengan hati dan berserah diri kepada Allah Azza wa Jalla atas semua yang telah ditentukan dan ditakdirkan Menurut Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab rahimahulllah, definisi Islam adalah berserah diri kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya, tunduk dan patuh kepada-Nya dengan ketaatan, dan berlepas diri dari perbuatan syirik dan para pelakunya. Kedua, apabila kata Islam disebutkan bersamaan dengan kata iman, maka yang dimaksud Islam adalah perkataan dan amal-amal lahiriyah yang dengannya 20 terjaga diri dan hartanya, baik dia meyakini Islam atau tidak. Sedangkan kata iman berkaitan dengan amal hati. Secara umum hubungan Islam dan Negara di Indonesia dapat digolongkan ke dalam 2 (dua) bagian, yakni pertama hubungan yang bersifat antagonostik. Hubungan ini mencirikan adanya ketegangan antara Negara dan Islam politik (political Islam) pada masa kemerdekaan samapai pada pasca revolusi pernah dianggap sebagai pesaing kekuasaan yang dapat mengusik basis kebangsaan Negara. Intinya pada masa ini Negara mencurigai Islam sebagai ancaman dan di cap sebagai kekuatan “ekstrem kanan” yang potensial dapat menandingi eksistensi Negara. Disini Negara terus berusaha menghalangi dan melakukan domestikasi terhadap gerak ideologis politik Islam. Dan kedua hubungan yang bersifat akomodatif. Hubungn model ini setidaknya terjadi padamedio 1980-an. Hal ini ditandai dengan semakin besarnya peluangumat Islam dalam mengembangkan wacana politiknya dan muncul kebijakan-kebijakan yang dianggap positif bagi kalangan umat Islam. Three Paradigm: 1. The First – believes is religion and state cannot be separated (integrated). 2. The Second – believed is religion and state are related each other (symbiotic). 3. The Third – believes is religion and state should be separated (sekularism). 21 Beberapa Pandangan: 1. Syari’ah sebagai hukum fundamental (dasar) suatu negara. 2. Meninggalkan hukum syari’ah seluruhnya, dan negara menjadi sekularisme. 3. Kompromi terhadap dua domain, syari’ah dan negara. Contoh: Indonesia, Malaysia, Siria, Mesir. Di Indonesia, hukum Islam tidak bisa dimatikan dalam sistem hukum kenegaraan kita. Kita akan kaji bahwa Islam tidak pernah meninggalkan negara. Dalam konteksnya, terdapat 3 pandangan posisi agama dan negara yaitu: Pertama, agama tidak mendapat tempat sama sekali dalam kehidupan bernegara. Agama dipandang sebagai sesuatu yang berbahaya bagaikan candu bagi masyarakat. Agama dipandang sebagai ilusi belaka yang diciptakan kaum agamawan yang berkolaborasi dengan penguasa borjuis, dengan tujuan untuk meninabobokkan rakyat sehingga rakyat lebih mudah ditindas dieksploitir dan. Agama dianggap khayalan, karena berhubungan dengan hal-hal ghaib yang nonempirik. Segala sesuatu yang ada, dalam pandangan ini, adalah benda (materi) belaka. Inilah pandangan ideologi Komunisme-Sosialisme, yang menganut ideologi serupa- sudah bermetamorfosis menjadi kapitalisme. Kedua, agama terpisah dari negara. Pandangan ini tidak menafikan agama, tetapi hanya menolak peran agama dalam kehidupan publik. Agama hanya menjadi urusan pribadi antara manusia dengan Tuhan, atau sekedar sebagai ajaran moral atau etika bagi individu, tetapi tidak menjadi peraturan untuk kehidupan 22 bernegara dan bermasyarakat, seperti peraturan untuk sistem pemerintahan, sistem ekonomi, sistem sosial, dan sebagainya. Pandangan ini dikenal dengan Sekularisme, yang menjadi asas ideologi Kapitalisme yang dianut negara-negara Barat seperti Amerika Serikat dan Eropa serta negara-negara lain pengikut mereka. Ketiga, agama tidak terpisah dari negara, sebab agama mengatur segala aspek kehidupan, termasuk di dalamnya aspek politik dan kenegaraan. Agama bukan sekedar urusan pribadi atau ajaran moral yang bersifat individual belaka, melainkan pengatur bagi seluruh interaksi yang dilakukan oleh manusia dalam hidupnya, baik interaksi manusia dengan Tuhan, manusia dengan dirinya sendiri, maupun manusia yang satu dengan manusia yang lain. Keberadaan negara bahkan dipandanng sebagai syarat mutlak agar seluruh peraturan agama dapat diterapkan. Inilah pandangan ideologi Islam, yang pernah diterapkan sejak Rasulullah Saw. berhijrah dan menjadi kepala negara Islam di Madinah. Adapun relevansi/implementasi hakikat konstitusi madinah dengan konstitusi pemerintahan indonesia adalah sebagai berikut: 1. ada saat pembentukan kedua konstitusi ada suasana kebatinan yang sama yaitu dibangun oleh berbagai kelompok agama dan suku yang berbeda. 2. Ada kemiripan yang bersifat prinsip pada uud 1945 dan konstitusi Madinah, pada pembukaan UUD 1945 kata “Allah” disebut 2 kali kata dan pada konstitusi Madinah kata “Allah” disebut 14 kali, kata “Muhammad” 5 kali, kata “Nabi” 1 kali. 23 3. Adanya kalimat tauhid pada kedua konstitusi itu. Pada muqoddimah UUD 1945 kalimat “atas berkat rahmat allah yang maha kuasa” pada konstitusi Madinah kalimat “dengan nama allah yang maha rahman dan rahim”. 4. Trdapatnya prinsip monoteisme. Kelima, terdapatnya prinsip persatuan dan kesatuan. Keenam, terdapatnya prinsip persamaan dan keadilan. Ketujuh, terdapatnya prinsip kebebasan beragama. Kedelapan, terdapatnya prinsip bela negara. Kesembilan, terdapatnya prinsip pelestarian adat yang baik. Dan kesepuluh terdapat prinsip supremasi syari’at. 5. Adapun perbedaan pada konsep rule of law dan rechsstaat dengan konstitusi Madinah, manusia kedudukannya dalam kedua konsep ini diletakkan dalam titik sentral pada konstitusi madinah manusia diletakkan dalam sebuah tujuan membangun sebuah masyarakat berdasarkan ridho Allah. 6. Dalam Islam, posisi agama dan negara dijelaskan prinsip-prinsipnya dalam piagam Madinah sebagai negara hukum yaitu: prinsip umat, prinsip persatuan dan persaudaraan, prinsip persamaan, prinsip kebebasan, prinsip hubungan antar pemeluk agama, prinsip pertahanan, prinsip hidup bertetangga, prinsip tolong-menolong, membela yang lemah dan teraniaya, prinsip perdamaian, prinsip musyawarah, prinsip keadilan, prinsip pelaksanaan hukum, prinsip kepemimpinan, prinsip ketakwaan, amar ma’ruf dan nahi munkar. 24 Pra Independent (Sebelum Kemerdekaan) Ada dua kelompok besar: 1. Group Nation atau kelompok kebudayaan => non theokrasi, menginginkan tidak adanya agama dalam negara (sekular) => Soekarno, Moh. Hatta, Yamin, ... dan lain-lain. 2. Group Islamic atau kelompok Islami => theokrasi, menginginkan adanya negara Islam => Moh. Natsir, Cokroaminoto, ... dan lain-lain. Hal ini menimbulkan pergulatan yang sangat tajam antara sekular dan Islam. Corak Hubungan Agama dan Negara (Era Soeharto): 1. Nuansa Antagoninic => dimulai DI/TII => negara dan Islam saling mencurigai. 2. Nuansa Kritis => kiblat ke Francis (jilbab menjadi privasi). 3. Nuansa Saling Menghargai. 4. Nuansa Kemesraan => agama dan negara saling menopang. 25 RELASI AGAMA DAN NEGARA (PERSFEKTIF PANCASILA) Relasi agama dan negara sebagaimana dialami Indonesia selalu mengalami pasang surut. Suatu ketika hubungan di antara keduanya berlangsung harmonis sebagaimana terjadi belakangan ini, namun di saat yang lain mengalami ketegangan sebagaimana tercermin dari pemberontakan atas nama agama di tahun 1950-1960. Maklumlah, relasi antar keduanya tidak berdiri sendiri, melainkan juga dipengaruhi persoalan politik, ekonomi dan budaya. Dari sisi Islam menurut Katerina Dalacaoura relasi agama (Islam) dan politik (negara) tidak dapat dipisahkan. Dalacaoura menyebutkan dalam bukunya Islam Liberalism & Human Right bahwa; religion and politics are one. Relasi di Indonesia memperlihatkan terdapatnya “jalinan mutualisme” antara agama dan negara. Negara diisi oleh spirit kerohanian agama dan agama dilindungi bahkann ditertibkan (diatur) oleh negara. Keberadaan UU Perkawinan dan UU Peradilan Agama memperlihatkan peran negara dalam hukum agama. Namun jika dilihat dalam takaran yang lebih luas dan dalam, keberadaan produk perundang-undangan tersebut juga memperlihatkan bahwa agama mempengaruhi jalannya hubungan antara yang memerintah dan yang diperintah (masyarakat). Dengan kata lain agama juga berperan serta dalam pemerintahan. Hubungan negara dan agama yang seperti dijelaskan di atas seringkali menjadi “rumit”. Agama seringkali dipergunakan untuk bertentangan dengan pemerintahan atau pemerintahan sering dijadikan kekuatan untuk menekan agama. 26 Dalam diskursus politikdan ketatanegaraan serta agama jalinan tersebut masih diperdebatkan dan dikaji baik di (negara) Barat maupun di (negara) Timur. Agar hubungan antar agama dan negara tetap harmonis di tengah-tengah dinamika kehidupan politik, ekonomi, dan budaya kita perlu mendiskusikannya terus menerus, sehingga kita sampai pada pemahaman bahwa agama dan negara bagai dua sisi mata uang, dimana keduanya bisa dibedakan, namun tidak bisa dipisahkan satu sama lain karena keduanya saling membutuhkan.16 Kedudukan Pancasila dalam Konteks Berbangsa dan Bernegara: 1. Sumber dari segala sumber hukum. 2. Mengandung nilai-nilai universal. 3. Sebagai nilai etik dan moral. Pancasila sebagai Ideologi Bangsa dan Negara Pancasila disebut sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, karena nilainilai yang terkandung dlam sila-silanya tersebut dari waktu ke waktu dan secara tetap telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan bangsa Indonesia. Sebagai pandangn hidup bangsa Indonesia, maka Pancasila dipergunakan sebagai petnjuk hidup sehari-hari, dan digunakan sebagai petunjuk arah semua kegiatan didalam segala bidang. Dalam pelaksanaannya tidak boleh bertentangan 16 Ahmad Ali Nurdin, Agama dan Politik: Kumpulan Makalah untuk Diskusi Kelompok, UIN SGD Bandung. 27 dengan norma-norma kehidupan, baik nrma agama, norma kesusialaan, norma sopan santun maupun norma hukum yang berlaku. Dalam pandangan hidup terkandung konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan dan pikiran-pikiran yang terdalam serta gagasan yang dianggap baik. Dari hal itu, pandangan hidup suatu bangsa merupakan masalah yang sangat asasi bagi kekokohan dan kelestarian suatu bangsa. Definisi atau batasan tentang pandangan hidup suatu bangsa ini pernah kita dapati dalam buku pengantar pemahaman atas latar belakang Ketetapan No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau Ekaprasetia Pancakarsa, yang pada Bab Pendahuluan merumuskan “pandangan hidup sesuatu bangsa adalah suatu kristalisasi dari nilai-nilai yang dmiliki oleh bangsa itu sendiri, yang diyakini kebenarannya dan menimbulkan tekad pada bangsa itu untuk mewujudkannya”. Berdasarkan hasil sidang istimewa MPR RI bulan November 1998 Ketetapan No. II/MPR/1978 tersebut diatas telah dinyatakan dicabut dengan ketetapan MPR RI No.XVIII/MPR/1998. Dari segi kedudukannya, Pancasila mempunyai kedudukan yang tinggi yakni sebagai cita-cita dan Pandangan Hidup Bangsa dan Negara RI, sedangkan dilihat dari segi fungsinya Pancasila mempunyai fungsi utama sebagai Dasar Negara RI.17 17 Subandi Al Marsudi, Pancasila Dan UUD ’45: Dalam Paradigma Reformasi Edisi Revisi, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 6-7 28 Secara etimologis, ideologi berasal dari kata ideo berarti gagasan-gagasan dan logos berarti ilmu. jadi, secara etimologis (asal-usul bahasa), ideologi berarti ilmu tentang gagasan-gagasan atau ilmu yang mempelajari asal-usul ide.18 Pancasila sebagai Dasar Negara RI Pancasila dalam pegertian ini sering disebut sebagai dasar falsafah negara, Philosofische Grondslag dari Negara, ideologi negara, staatsidee. Pancasila sebagai dasar negara RI berarti pancasila itu ijadikan dasar dalam mengatur, menyelenggarakan pemerintah negara. Ruusan pancasila sebagai negara RI yang sah tercantum dalam pembukaan UUD 1945 pada aleia keempat. Selanjutya pancasila sebagaimana yang termuat dalam pembukaan UUD 1945 tersebut dituangkan dalam wujud berbagai aturan-aturan dasar atau pokok sperti yang terdapat dalam batang tubuh UUD 1945 dalam bentuk pasal-pasalnya, yang kemudian dijabarkan lagi ke dalam berbagai ketetapan majelis permusyawaratan rakyat serta peraturan perundang-undangan lainnya, yaitu sekedar mengenai bagian yan tertulis sedangkan yang tidak tertulis terpelihara dalam konfensi atau kebiasaan ketatanegaraan. Dalam kaitannya dengan fungsi pancasila yang demikian ini, maka pelaksanaan pancasila mempunyai sifat mengikat dan keharusan atau bersifat imperatif, rtinya sebagai norma-norma hukum yang tidak boleh dikesampingkan maupun dilanggar, sedangkan pelanggaran atasya dapat berakibat hukum dikenakannya suatu sanksi. Misalnya, bagi orang yang melakukan tindak pidana 18 Muslim Mufti, Teori-Teori Politik, Pustaka Setia, Bandung, 2013, hlm. 200 29 pencurian, pembunuhan, pemerkosaan, penghinaan terhadap kepala negara, maupun terhadap ideologi negara pancasila, dapat dikenakan hukuman fisik/penjara sesuai dengan berat ringannya kejahatan yang ia lakukan.19 Ideologi adalah suatu paham mengenai seperangkat nilai atau pemikiran yang oleh seseorang atau sekelompok orang dijadikan sebagai pandangan hidup. Kathleen Knight menyatakan bahwa istilah ideologi pertama kali dipopulerkan oleh Count Antoine Destutt de Tracy dalam karyanya, Elements d’Ideologie yang terbit di Prancis pada era Napoleon tahun 1817.20 Hubungan manusia dengan cita-citanya disebut dengan ideologi. Ideologi berisi seperangkat nilai, dimana nilai-nilai itu menjadi cita-citanya atau manusia bekerja dan bertindak untuk mencapai nilai-nilai tersebut. Ideologi atau pandangan hidup berkenaan dengan sikap manusia didalam memandang diri dan lingkungannya. Sikap manusia ini dibentuk oleh adanya kekuatan yang bersemayam pada diri manusia, yakni iman, cipta, rasa dan karsa, yang membentuk pandangan hidup perorangan yang kemudian beradaptasi dengan pandangan hidup perorangan lainnya menjadi pandangan hidup kelompok. Hubungan antara kehidupan kelompok yang satu dengan kelompok lainnya melahirkan suatu pandangan hidup bangsa. Padmo Wahjono, memberikan arti pandangan hidup ini sebagai “prinsip” atau asas yang mendasari segala jawaban terhadap pertanyaan dasar; untuk apa seseorang itu hidup.21 19 Op.Cit., hlm. 8-9 Op.Cit., hlm. 201 21 Padmo Wahjono, Masalah-Masalah Aktual Ketatanegaraan, Yayasan Wisma Djokosoetono, Jakarta, 1991, hlm. 25. 20 30 A.S. Hornby, ideologi adalah seperangkat gagasan yang membentuk landasan teori ekonomi dan politik atau yang dipegangi oleh seseorang atau sekelompok orang. Menurut Soerjono Soekanto, ideologi adalah kumpulan, gagasa, ide, keyakinan, kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis yang menyangkut bidang poltik, sosial-budaya, dan agama. Gunawan Setiardja berpendapat bahwa, ideologi adalah sebagai seperangkat ide asasi (dasar) tentang manusia dan seluruh realitas yang dijadikan pedoman dan cita-cita hidup. Frans Magnis Soeseno, ideologi adalah suatu sistem pemikiran yang dapat dibedakan menjadi ideologi tertutup dan ideologi terbuka. 1. Ideologi tertutup => pemikirannya hanya dipahami sekelompok orang. Ciri-ciri ideologi tertutup: a. Merupakan cita-cita suatu kelompok untuk mengubah dan memperbarui masyarakat. b. Atas nama ideologi dibenarkan pengorbanan-pengorbanan yang dibebankan kepada masyarakat. c. Berisi beberapa tuntutan konkret dan operasional yang keras dan mutlak. 2. Ideologi terbuka adalah pancasila. Ciri-ciri ideologi terbuka: a. Diambil dan digali dari moral dan budaya masyarakat. b. Hasil musyawarah dari konsensus masyarakat. c. Nilai-nilai bersifat dasar, hanya secara garis besar, dan tidak langsung operasional. 31 Fungsi Utama Ideologi di dalam Masyarakat Harus bertujuan dan bercita-cita untuk mencapai suatu masyarakat yang bersatu dan pancasila sebagai ideologi mengandung nilai-nilai yang berakar pada pandangan hidup bangsa dan falsafah bangsa. Sifat ideologi pancasila, ada tiga yaitu: 1. Dimensi realitas, ialah dimensi dimana nilai yang terkandung di dalam dirinya bersumber dari nilai-nilai hidup dalam masyarakat. 2. Dimensi idealisme, ialah ideologi itu mengandung cita-cita yang ingin dicapai dalam berbagai bidang dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 3. Dimensi fleksibilitas, ideologi itu menyegarkan, memelihara dan memperkuat relevansinya dari waktu ke waktu, sehingga bersifat dinamis dan demokratis. Pasal 29 ayat 1 dan 2 dan Sem.pan tahun 59 sila 1 dasar sila dan UU lainnya. 32 KYAI DAN POLITIK Kata lain dari kyai (ajengan) ialah ulama, ustadz, penceramah, dan lainlain. Ulama dalam fiqh pengertiannya sangat spesifik, penggunaannya tidak boleh dipakai oleh sembarang orang. Kyai, merupakan panggilan yang bersifat lokal di pulau Jawa, Jateng, dan Jatim. Kyai disematkan kepada orang yang dituakan, bukan dalam masalah agama, tetapi juga dalam masalah lain. Benda-benda pun sering disebut kyai. Contoh: di Cirebon ada keris yang dipanggil kyai. Sedangkan ustadz, disematkan kepada orang yang mengajar agama (guru agama). Dalam status sosial, kyai di daerah pedesaan menerima penghormatan lebih tinggi. Sebutan lain kyai, di Sunda = ajengan, Aceh = teungku, Sumbar = Buya, Makassar = Tofranrita, Madura = nul atau bendara, Lombok = tuan guru. Tipologi Jaringan Kyai Kyai pesantren mempunyai tipolgi yang bervariasi. Posisi sentral kyai dalam konteks sosial keagamaan dan politik, secara historis sudah berlangsung sejak zaman sebelum kemerdekaan. Peran penting kyai dalam masyarakat pedesaan juga diakui kurasawa (1993) yang melihatt kyai sebagai pemimpin spiritual dan memperoleh kehormatan dari rakyat. Lebih lanjut kurasawa menyatakan bahwa ketika zaman penjajahan belanda banyak kyai yang berpern sebagai pemimpin gerakan anti penjajahan, sehingga ditakuti belanda. Kyai mempunyai pengaruh dan kharisma yang kuat yang menempatkan mereka menjadi kekuatan politik tersendiri dlam masyarakat. Kekuatan ini yang 33 membuat kyai dan pesantrennya seringkali menjadi sasaran tarik-menarik antar kekuatan sosial politik di indonesia. Dengan figur kharismatik ini kyai ikut berpengaruh dalam membentuk kehidupan sosial, kultural dan keagamaan warga masyarakat. Berbagai tipologi jaringan kyai, ialah sebagai berikut: 1. Jaringan ideologis, adalah persamaan kepentinga ideologis. 2. Jaringan geneologis, adalah terbentuk melalui hubungan darah atau kekerabatan. 3. Jaringan intelektual, adalah terbentuk melalui proses pembelajaran, kyai sebagai guru dan santri sebagai murid. 4. Jaringan kelembagaan, adalah melalui institusi MUI yang mewadahi pertemuan para kyai dari berbagai organisasi sosial keagamaan (NU, Muhammadiyah, Persis). 5. Jaringan tarekat, adalah terbentuk karena ada aktivitas spiritual keagamaan dalam rangka mendekatkan diri kepada Tuhan. Sistem interaksi di kalangan santri berjalan melalui kontak langsung dan dilandai prinsip persaudaraan yang terjalin kuat antara santri yang satu dengan santri lainnya. Pola hubungan di kalangan santri yang mengarah kepada persahabatan sejati ini didasrkan atas hubungan simpatik yang berarti suatu keinginan untuk mengidentifikasikan kepentingan. Semakin individualis seeorang, semakin sukar baginya untuk berusaha mengidentifikasikan dirinya dengan orang lain. 34 Tradisi Hubungan Kyai dan Santri 1. Pola hubungan guru-murid, adalah hubungan yang terjalin antara kyai dan santri sebagaimana layaknya antara guru dengan murid dalam hubungan formal. 2. Pola hubungan bapak-anak, yaitu pola hubungan yang terjalin antara kyai dengan santrinya sebagaimana layaknya antara bapak dengan anak Dalam pandangan kyai, santri disamping sebagi anak didiknya juga dianggap sebagai bagian dari keluarganya. Tindakan ini mendorong terbentuknya pola hubungan yang terjalin antara kyai dengan santri sebagaimana layaknya hubungan antara bapak dan anak. Tipologi dan Orientasi Aktivitas Kyai Pesantren 1. Kyai pesantren tipe kyai kitab, yaitu kyai pesantren yang berperan sebagi pendidik yang mengajarkan ilmu agama melalui kajian terhadap kitabkitab kuning (klasik). 2. Kyai pesantren tipe kyai spiritual, yaitu kyai pesantren yang berperan sebagai mursyid (guru) dalam suatu jama’ah tarekat. Perannya dalam hal ini sebagai pembimbing jama’ahnya dalam memahami tarekat yang diikutinya agar terfokus kepada aktivitas mensucikan hati untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. 3. Kyai pesantren tipe kyai hikmah, yaitu kyai pesantren yang memiliki kemampuan supranatural dan memberikan pelayanan pertolongan kepada 35 masyarakat untuk mendapatkan pengobatan alternatif, pemberian amalan zikir, wiridan, serta do’a untuk keberkahan. 4. Kyai pesantren tipe kyai advokatif, yaitu kyai pesantren yang memperhatikan masalah-masalah yang dihadapi masyarakat serta mampu berperan secara langsung melakukan kontrol sosial kepada masyarakat sekitarnya. 5. Kyai pesantren tipe kyai politik, yaitu kyai pesantren yang menjadi pengurus partai politik. Dalam pandangan tipe kyai politik, aktivitas politik hanya sebagai kendaraan untuk mengatur kehidupan di dunia, sedangkan urusan mengajar di pesantren menyangkut kepentingan kehidupan dunia dan akhirat yang harus dijalani dengan sebaik-baiknya.22 Hubungan Kyai dan Politik: Agama Dan Politik 1. Sangat dekat/ integrated. 2. Simbiotik => adanya hubungan, tapi ada jarak. 3. Sekular => memisahkan sama sekali agama dan politik. Tiga Tipologi Budaya Politik Kyai Menurut Almond dan Verba, budaya politik memiliki tipe tersendiri. Melalui hasil penelitian lima negara, keduanya menyimpulkan bahwa terdapat tiga budaya politik yang dominan terdapat di tengah individu. Tipe budaya politik 22 Ahmad Ali Nurdin, Agama dan Politik: Kumpulan Makalah untuk Diskusi Kelompok, UIN SGD Bandung. 36 berarti jenis kecenderungan individu didalam sistem politik. Tipe-tipe budaya politik yang ada adalah sebagai berikut. 1. Budaya Politik Kyai Pesantren Parokial.23 Budaya politik parokial ini merupakan tipe budaya politik yang ikatan seorang individu terhadap sistem politik tidak begitu kuat, baik secara kognitif maupun afektif. Dalam tipe budaya politik ini, tidak ada peran politik yang bersifat khusus. Individu tidak mengharapkan perubahan apa pun dari sistem politik. Hal ini dikibatkan individu tidak merasa bahwa ia adalah bagian dari sebuah bangsa secara keseluruhan. Ia hanya merasa bahwa mereka terikat dengan kekuasaan yang dekat dengannya, mislnya suku, agama, ataupun daerahnya. Budaya politik parokial terlihat jelas dalam budaya masyarakat yang masih nomaden, seperti kafilah badui Jazirah Arabia, suku pedalaman Indonesia, seperti Kubu, Dani, Asmat, Anak Dalam, dan sejenisny. Contoh tersebut tertuang dalam pengertian fisik. Adapun contoh parokialisme dalam pengertian lebih luas, misalnya sebagian warga Aceh yang hendak memisahkan diri dari Republik Indonesia adalah penganut budaya politik parokial, sebab mereka tidak mengidentifikasi diri sebagai warga negara Republik Indonesia. Secara garis besar ialah, dalam budaya politik parokial, kyai menutup diri terhadap aktivitas politik. 2. Budaya Politik Kyai Pesantren Subjek.24 23 24 Muslim Mufti, Teori-Teori Politik, Pustaka Setia, Bandung, 2013, hlm. 81 Ibid. 37 Tingkatan budaya politik subjek lebih tinggi daripada budaya parokial karena individu merasa bahwa mereka adalah bagian dari warga suatu negara. Individu yang berbudaya politik subjek memberi perhatian yang cukup terhadap politik, tetapi sifatnya pasif. Mereka kerap mengikuti berita-berita politik, tetapi tidak bangga atasnya. Secara emosional, mereka tidak merasa terlibat dengan negaranya. Ketika membicarakan masalah politik tidak merasa nyaman sebab mereka tidak memercayai orang lain dengan mudah. Bagian ujung yang lain, saat berhadapan dengan institusi negara, mereka merasa lemah dan tidak bisa berbuat apa-apa. Budaya politik subjek banyak berlangsung di negara-negara yang kuat (strong government), tetapi bercorak otoritarian atau totalitarian. Misalnya, budaya ini banyak terjadi di Indonesia pada masa Orde Baru. Pada masa tersebut, orang tidak berani berbicara masalah politik secara bebas, terlebih lagi mengkritik presiden ataupun keluarganya. Gejala ini juga terjadi di Cina, Korea Utara, Kuba, atau sebagian negara makmur, seperti Arab Saudi, Singapura, ataupun Malaysia, yang sistem politiknya belum sepenuhnya demokrasi. Intinya, kyai tidak ikut berpartisipasi dalam politik secara pasif, tetapi juga tida ikut berpartisipasi secara aktif. 3. Budaya Politik Kyai Pesantren Partisipan.25 Budaya politik partisipan adalah budaya politik yang lebih tinggi tingkatannya dari budaya subjek. Dalam budaya politik partisipan, individu mengerti bahwa mereka adalah warga negara yang mempunyai sejumlah hak 25 Ibid., hlm. 82 38 dan kewajiban, misalnya hak untuk menyatakan pendapat, memperoleh pekerjaan, penghasilan, pendidikan, dan pada sisi lain, misalnya kewajiban untuk membayar pajak, dan sebagainya. Dalam budaya politik partisipan, individu sering dan merasa bebas mendiskusikan masalah politik. Mereka merasa bahwa hingga tingkatan tertentu, mereka dapat mempengaruhi perpolitikan negara. Mereka pun merasa bebas dan mampu mendirikan organisasi politik, baik untuk memprotes maupun mendukung pemerintah. Jika tidak mendirikan organisasi politik, mereka bergabung dalam organisasi sukarela, baik bersifat politik maupun tidak. Ketika mengikuti pemilu, mereka cukup merasa bangga. Budaya politik partisipan banyak terjadi di negara-negara dengan tingkat kemakmuran dan keadilan yang cukup tinggi. Sebaliknya budaya politik partisipan jarang terdapat di negara-negara yang masih bercorak otoritarian, totaliter, ataupun terbelakang secara ekonomi. Jika tidak makmur secara ekonomi, budaya politik partisipan muncul dalam sistem politik yang terbuka, seperti demokrasi liberal. Intinya, ialah kyai ikut berpartisipasi secara menyeluruh. 39 DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Yatimin. 2006. Studi Islam Kontemporer. Jakarta: Amzah. Al Marsudi, Subandi. Pancasila Dan UUD ’45: Dalam Paradigma Reformasi Edisi Revisi. Jakarta: Rajawali Pers. Fauzi, Muhammad. 2007. Agama dan Realitas Sosial: Renungan dan Jalan Menuju Kebahagiaan. Jakarta: Rajawali Pers. Ghazali, Adeng Muchtar. 2011. Antropologi Agama. Bandung: Alfabeta. Kahmad, Dadang. 2009. Sosiologi Agama. Bandung: Rosdakarya. Mufti, Muslim. 2013. Teori-Teori Politik. Bandung: Pustaka Setia. Nurdin, Ahmad Ali. Agama dan Politik: Kumpulan Makalah untuk Diskusi Kelompok. UIN SGD Bandung. Rahman, Taufiq. 2011. Glosari Teori Sosial. Bandung: Ibnu Sina Press. Wahjono, Padmo. 1991. Masalah-Masalah Aktual Ketatanegaraan. Jakarta: Yayasan Wisma Djokosoetono. 40