Agama dan Politik

advertisement
RESUME MATERI PERKULIAHAN
AGAMA DAN POLITIK
Diajukan untuk memenuhi syarat kelengkapan nilai UTS Mata Kuliah
Agama dan Politik dalam bentuk Resume
Disusun Oleh:
Iis Siti Fatimah
1128030061
JURUSAN SOSIOLOGI B/IV
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2013/2014
0
POSISI STUDI AGAMA DALAM ILMU PENGETAHUAN
Middle English => religion – religioun
Old French => religion
good faith, ritual
Latin => religio – religare
Agama dari sudut bahasa (etimologis) berarti peraturan-peraturan
tradisional, ajaran-ajaran, kumpulan-kumpulan hukum yang turun-temurun dan
ditentukan oleh adat kebiasaan. Dalam upadeca perkataan agama ditulis sebagai
berikut: Agama itu sebenarnya berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu a yang berarti
tidak dan gam berarti pergi. Jadi karakteristik tersebut bermakna tidak pergi yang
berarti tetap di tempat.1
Menurut Edward Burnett Tylor (1832-1917), ia memandang asal mula
agama adalah sebagai kepercayaaan kepada wujud spiritual (a belief in spiritual
being) / animism berevolusi kepada kepercayaan monoteisme. Agama
digambarkan sebagai kepercayaan kepada adanya ruh gaib yang berpikir,
bertindak dan merasakan sama dengan manusia.2
Agama merupakan seperangkat kepercayaan, doktrin, dan norma-norma
yang dianut dan diyakini kebenarannya oleh manusia. Keyakinan manusia tentang
agama, diikat oleh norma-norma dan ajaran-ajaran tentang cara hidup manusia
yang baik, tentu saja dihasilkan oleh adanya pikiran atau perilaku manusia dalam
hubungannya dengan kekuasaan yang tidak nyata. Perilaku manusia dalam
beragama ini dapat dilihat dalam acara dan upacara-upacara tertentu serta menurut
1
Yatimin Abdullah, Studi Islam Kontemporer, Amzah, Jakarta, 2006, hlm. 2
Muhammad Fauzi, Agama dan Realitas Sosial: Renungan dan Jalan Menuju
Kebahagiaan, Rajawali Pers, Jakarta, 2007, hlm. 8
2
1
tata cara tertentu pula sesuai dengan yang telah ditentukan oleh agama masingmasing.3 Kepercayaan beragama adalah sekumpulan jawaban yang didasarkan
atas ilmu ketuhanan atau “penafsiran atas kekuatan-kekuatan gaib terhadap
berbagai peryataan mendasar yang ditimbulkan oleh akal pikiran manusia”.4
Kepercayaan adalah penerapan konkret nilai-nilai yang kita miliki.5
Agama timbul sebagai akibat kemampuan kita untuk mempertanyakan segala
macam pertanyaan yang kemudian kita tidak dapat memberikan jawaban yang
bersifat rasional dengan memuaskan.6
Religi, berasal dari bahasa latin, yang sering dieja religio. Para ahli sering
berbeda pendapat tentang arti dasarnya. Cicero, seorang penulis Romawi,
menyatakan bahwa religi (religion) berasal dari kata leg yang berarti mengambil
atau menjemput, mengumpulkan, menghitung, atau memperhatikan. Sementara,
Sevius berpendapat bahwa religi itu berasal dari akar kata lig yang artinya
mengikat. Maka, religi atau religion berarti suatu perhubungan, yaitu suatu
perhubungan antara manusia dengan zat yang di atas manusia (supra manusia).7
Tylor yang dikenal dengan teori animis-nya mendefinisikan agama sebagai
a belief in the spiritual beings.8 Demikian pula Ogburn dan Nimkoff yang
menekankan pada sistem keyakinan yang didalamnya berisi tentang unsure
kepercayaan, emosi, sosial san “sesuatu” yang dianggap mutlak.9
3
Adeng Muchtar Ghazali, Antropologi Agama, Alfabeta, Bandung, 2011, hlm. 2
Ibid., hlm. 3
5
Ibid.
6
Ibid., hlm. 4
7
Ibid., hlm. 5
8
Ibid., hlm. 6
9
Ibid.
4
2
Koentjaraningrat adalah seorang antropolog yang menganut konsepsi
religi. Dasar pendiriannya adalah, bahwa religi merupakan bagian dari
kebudayaan, yang kemudian menunjuk kepada konsep E. Durkheim tentang
dasar-dasar religi.10 Sementara itu, Barbara Hargrove berpendapat bahwa agama
merupakan fenomena manusia yang berfungsi untuk menyatukan kesatuan ritual,
sosial dan sistem-sistem personality ke dalam suatu lingkungan yang berarti.
Emile Durkheim, seorang sosiolog/antropolog Perancis, menyatakan
bahwa agama sebenarnya adalah bentuk primitifnya sosiologi; agama adalah juru
tafsir tatanan sosial dan serkaligus menjadi sumber tatanan sosial. lebih lanjut,
Durkheim menyatakan bahwa agama bukan hanya kenyataan sejarah, tetapi juga
merupakan kebutuhan sosial; jika masyarakat ada, maka agama pun mesti ada.
Sekalipun disadari, bahwa tinggi rendahnya “kebutuhan” terhadap agama
bergantung pada masyarakatnya sendiri, suatu masyarakat yang memiliki
dinamika dan struktur sosial tertentu.11
Donal Eugene Smith seperti dikutip Nanat Fatah Natsir dalam buku
Yahudi vs Islam menyebut empat pokok unsur agama, yaitu:
1. Agama sebagai identitas kelompok, mengacu pada eksistensi umat-umat
beragama, yaitu kelmpok yang terdiri dari individu-individu yang terkait satu
sama lain karena kesamaan lambang-lambang keagamaan.
2. Agama sebagai pengaturan kemasyarakatan, mengacu pada eksistensi
struktur-struktur sosio-religius yang mengatur kehidupan sosial intern umat
beragama.
10
11
Ibid.
Ibid., hlm. 6-7.
3
3. Agama sebagai organisasi keagamaan, mengacu pada eksistensi lembagalembaga keulamaan (cleric institutions). Contoh: MUI, PGI, HKBP.
4. Agama sebagai sistem keyakinan, mengacu pada eksistensi ideologi-ideologi
keagamaan. Contoh: pada kehidupan sehari-hari (Islam turunan), dan lainlain.
Politik
Asal kata politik itu berasal dari bahasa Yunani yaitu “polis” dimana
artinya adalah negara, kota dan dari kata polis tersebut bisa didapatkan beberapa
kata, diantaranya :
1. Polities = Warga Negara
2. Politikos = Kewarganegaraan
3. Politike Episteme = Ilmu Politik
4. Politicia = Pemerintahan Negara
Jadi kalau tinjau dari asal kata tersebut pengertian politik secara umum
dapat dikatakan bahwa politik adalah kegiatan dalam suatu system politik atau
negara yang menyangkut proses penentuan tujuan dari sistem tersebut dan
bagaimana melaksanakan tujuannya.
Definisi Politik
1. Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional
maupun non-konstitusional.
4
2. Politik adalah bermacam-macam kegiatan dari suatu sistem politik (negara)
yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem Indonesia dan
melaksanakan tujuan-tujuan itu (Mirriam Budiharjo).
3. Politik adalah perjuangan untuk memperoleh kekuasaan/ teknik menjalankan
kekuasaan-kekuasaan/ masalah-masalah pelaksanaan dan kontrol kekuasaan/
pembentukan dan penggunaan kekuasaan (Isjware).
4. Politik adalah pelembagaan dari hubungan antar manusia yang dilembagakan
dalam bermacam-macam badan politik baik suprastruktur politik dan
infrastruktur politik (Sri Sumantri).
5. Politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan
kebaikan bersama (Aristoteles).
6. Politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan
negara.
7. Politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan
mempertahankan kekuasaan di masyarakat.
8. Politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan
kebijakan publik.
Melihat banyak versi pengertian politik tersebut, maka sebenarnya bisa
disimpulkan secara singkat bahwa “politik adalah siasat/cara atau taktik untuk
mencapai suatu tujuan tertentu”
Fokus dari Politik
1. Fokus terhadap power atau kekuasaan.
5
2. Fokus tentang institusi atau pemerintahan. => demokrasi, monarki, otoriter,
dan lain-lain.
3. Fokus terhadap proses pembuatan kebijakan. => badan legislatif, eksekutif,
yudikatif.
4. Fokus terhadap fungsi dari institusi. => bagi kesejahteraan masyarakat.
5. Fokus terhadap ideologi dan gerakan. => contoh: pandangan hidup beragama.
6. Fokus terhadap hubungan internasional.
7. Fokus terhadap tingkah laku politik (elit dan rakyat).
Hubungan Ilmu Pengetahuan Dan Agama
MenurutMiroljub Jevtik, ada dua pandangan mengenai hubungan ilmu
pengetahuan dan agama, yaitu:
Pandangan 1
Menurut filosof Perancis (Holbach, Helvetius, Diderot), agama adalah
produk dari keterbelakangan ekonomi dan perkembangan sosial masyarakat yang
tercerahkan (unenlightened). Menjelang abad ke-18,
 Agama jarang sekali dipakai sebagai subjek dari research politik.
 Agama
juga
dipandang
sebagai
ideologi
kunci
yang
menentukan
(menstimulasi konflik).
Pandangan 2
 Alexis berpandangan bahwa agama bukanlah produk dari keterbelakangan
ekonomi dan masyarakat yang tidak tercerahkan.
 In God We Trust ada pada uang kertas dan koin dollar Amerika.
6
AGAMA DAN NEGARA
Negara (state) adalah sebuah pemerintahan yang memiliki entitas politik.
Secara etiomologis, negara berasal dari bahsa asing yaitu, staat (Belanda,
German), atau state (Inggris). Kata staat maupun state berasal dari bahsa Latin,
yaitu status atau statum yang berarti menempatkan dalam keadaan berdiri,
membuat berdiri, dan menempatkan. Kata status juga dapat diartikan sebagai
suatu
keadaan
tegak
dan
tetap.
Sementara
itu,
Niccolo
Machiavelli
memperkenalkan istilah La Stato dalam bukunya “Il Principle” yang mengartikan
negara sebagai kekuasaan.
Kata negara yang lazim digunakan di Indonesia berasal dari bahasa
Sansekerta nagari atau nagara yang berarti wilayah atau kota atau penguasa.
Hakikat negara adalah organisasi kekuasaan. Yaitu lembaga yang memiliki
kekuasaan tertinggi/ terluas bila dibandingkan dengan organisasi lainnya dalam
masyarakat.
Istilah bangsa adalah terjemahan dari kata nation, dan nation berasal dari
bahasa Latin yaitu natio yang artinya suatu yang lahir. Nation dalam istilah
bahasa Indonesia artinya bangsa. Bangsa (nation) adalah sekumpulan orang yang
memiliki sejarah, kesamaan bahasa, adat istiadat dan lain-lain. Bangsa adalah
kumpulan manusia yang biasanya terikat karena kesatuan bahasa dan wilayah
tertentu di muka bumi.
7
Dalam kamus ilmu Politik dijumpai istilah bangsa, yaitu “natie” dan
“nation”, artinya masyarakat yang bentuknya diwujudkan oleh sejarah yang
memiliki unsur sebagai berikut :
1. Satu kesatuan bahasa;
2. Satu kesatuan daerah;
3. Satu kesatuan ekonomi;
4. Satu kesatuan hubungan ekonomi;
5. Satu kesatuan jiwa yang terlukis dalam kesatuan budaya.
Ernest Renan menyatakan bahwa bangsa adalah bukan suatu ras, bukan
orang-orang yang mempunyai kepentingan yang sama, bukan pula dibatasi oleh
batas-batas geografis atau batas alamiah. Nation (bangsa) adalah suatu solidaritas,
suatu jiwa, suatu asa apiritual, suatu solidaritas yang dapat tercipta oleh perasaan
pengirbanan yang telah lampaudan bersedia dibuat di masa yang akan datang.
Nation memiliki masa lampau tetapi berlanjut masa kini dalam suatu realita yang
jelas melalui kesepakatan dan keinginan ubtuk hidup bersama (le desire d’enter
ensemble). Nation tidak terkait oleh negara karena negara berdasarkan hukum.m
enurutnya, wilayah dan ras bukan penyebab timbulnya bangsa.
Dari berbagai kriteria tentang bangsa, Mohammad Hatta memberikan
kesimpulan, bahwa bangsa ditentukan oleh keinsafan sebagai suatu persekutuan
yang tersusun jadi satu, yaitu keinsafan yang terbit karena percaya atas persamaan
nasib dan tujuan. Keinsafan ini bertambah besar oleh karena sama seperuntungan,
malang yang sama diderita, mujur yang sama didapat, oleh karena jasa bersama,
8
kesengsaraan bersama, pendeknya oleh karena peringatan kepada riwayat bersama
yang tertanam di dalam hati dan otak.12
Hakikat Negara
Pada dasarnya berdirinya suatu Negara yaitu karena keinginan manusia
yang membentuk suatu bangsa karena adanya berbagai kesamaan ras, bahasa, adat
dan sebagainya. Sifat hakikat negara mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. Sifat Memaksa
Negara memiliki sifat memaksa, dalam arti mempunyai kekuatan fisik
secara legal. Dan sarana nya adalah Polisi, tentara, dan alat penjamin hukum
lainnya. Sehingga diharapkan semua peraturan perundangan yang berlaku
ditaati supaya keamanan dan ketertiban Negara tercapai. Contoh bentuk
paksaannya adalah UU perpajakan yang memaksa setiap warga Negara untuk
membayar pajak, bila melanggar maka akan dikenai sanksi.
2. Sifat Monopoli
Dalam menetapkan tujuan bersama masyarakat. Misalnya Negara
dapat mengatakan bahwa aliran kepercayaan atau partai politik tertentu
dilarang karena dianggap bertentangan dengan tujuan masyarakat.
3. Sifat Mencakup Semua
Semua peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah untuk
semua orang tanpa terkecuali. Sebab kalau seorang dibiarkan berada di luar
12
Subandi Al Marsudi, Pancasila Dan UUD ’45: Dalam Paradigma Reformasi Edisi
Revisi, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 5
9
ruang lingkup aktivitas Negara, maka usaha Negara kea rah tercapainya
masyarakat yang dicita-citakan akan gagal.
Syarat-syarat suatu negara bisa merdeka (independent state):
1. Memiliki wilayah yang diakui secara internasional.
2. Memiliki penduduk yang tinggal secara tetap/ menetap.
3. Memiliki aktivitas ekonomi/ organisasi ekonomi.
4. Memiliki perdagangan di luar dan dalam negeri (bebas ekspor dan impor).
5. Memiliki mata uang.
6. Wilayah yang tidak dalam sengketa.
7. Memiliki kekuatan untuk merubah dengan pendidikan.
8. Memiliki sistem transportasi yang pelayanannya baik.
9. Memiliki pemerintahan dengan sistem pelayanan publik (RT, RW)
10. Memiliki kedaulatan.
Unsur-Unsur Negara
Unsur-unsur negara menurut Plato, Aristoteles, Weber, Hegel
1. Ada wilayah dan batas wilayah.
2. Some type of people.
3. Organized by Ras or Background (organisasi ras dan latar belakang).
4. Generally, speak on language (bahasa kesatuan).
10
Negara menurt Marxis (pluralis) adalah instrumen untuk memperoleh
kekuasaan. Sedangkan menurut Plato, Aristoteles, Weber, Hegel, negara adalah
lembaga yang berdiri netral dan mandiri.
Unsur-Unsur Terbentuknya Negara
1. Rakyat, adalah penduduk dan bukan penduduk, warga negara dan bukan
warga negara. Warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan
orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan Undang-Undang sebagai
warga negara (Pasal 26 ayat 1). Sedangkan penduduk ialah warga negara
Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia (Pasal 26 ayat
2).
2. Wilayah, ada batas daratan dan lautan (batas alam dan batas buatan) =>
teritori, zona bersebelahan, landas benua.
3. Pemerintahan yang berdaulat, dalam arti luas adalah lembaga yang saling
terkait antar pemerintahan, dan dalam arti sempit berarti presiden, menteri,
kabinet.
Hubungan antara agama dan negara harus dibangun atas dasar simbiosismutualistis dimana yang satu dan yang lain saling memberi. Dalam konteks ini,
agama memberikan “kerohanian yang dalam” sedangkan negara menjamin
kehidupan keagamaan.
Penataan hubungan antara agama dan negara juga bisa dibangun atas dasar
checks and balances (saling mengontrol dan mengimbangi). Dalam konteks ini,
kecenderungan negara untuk hegemonik sehingga mudah terjerumus bertindak
11
represif terhadap warga negaranya, harus dikontrol dan diimbangi oleh nilai ajaran
agama-agama yang mengutamakan menebarkan rahmat bagi seluruh penghuni
alam semesta dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Sementara disisi lain,
etrbukanya kemungkinan agama-agama disalahgunakan sebagai sumber dan
landasan praktek-praktek otoritarianisme juga harus dikontrol dan diimbangi oleh
peraturan dan norma kehidupan kemasyarakatan yang demokratis yang dijamin
dan dilindungi negara.
Bentuk Negara
Dalam teori modern saat ini terdiri atas dua bentuk negara, yaitu:
1. Negara kesatuan yaitu suatu negara yang merdeka dan berdaulat dengan
sistem yaitu sentralisasi dan desentralisasi.
2. Negara serikat (federasi) yaitu bentuk negara gabungan dari beberapa negara
bagian dari negara serikat. Yaitu kekuasaan asli negara federal merupakan
tugas negara bagian, karena berhubungan langsung dengan rakyatnya.
Selain dari pada kedua bentuk tersebut dari sejumlah orang yang
memerintah dalam sebuah negara, maka bentuk negara terbagi ke dalam tiga
kelompok, yaitu:
1. Monarkhi, ialah bentuk negara yang kekuasaannya dikuasai dan diperintah
hanya seorang raja saja.
2. Oligarkhi adalah negara yang di pimpin oleh beberapa orang, biasanya dari
kalangan feodal.
12
3. Demokrasi bentuk negara yang pimpinan tertinggi negera terletak di tangan
rakyat.
Pola Hubungan Agama Dan Negara
1. Subordinasi
Ada yang diatas, bawah. Ada yang dibawah, atas.
-agama
- negara
-negara
- agama
Contoh: di Inggris, agamanya diatur oleh negara.
2. Separasi
-
Agama dengan negara terpisahkan. Contoh: negara-negara komunis.
-
Agama dilakukan di negara publik/ sosial.
3. Koordinasi
-
Agama dengan negara berkoordinasi.
-
Agama dan negara saling berkaitan.
13
ISU SEKULARISASI
Sekularisme berasal dari terjemahan yang tidak tepat dari kata Perancis
“laiguisme”, namun kata “laigue” sendiri tidak berkaitan sama sekali dengan
sejarah timbulnya makna sekularisme itu sendiri. Asal kata yang tepat adalah
“laikos” yaitu berasal dari kata Yunani. Laikos bermakna apa yang berhubungan
dengan masyarakat umum untuk dibedakan dengan dari “clirous” (tokoh agama).
Jadi menurut Muhammad Abid Al-Jabiri “laque” adalah siapa saja yang bukan
tokoh agama atau tidak termasuk golongan pendeta.
Jean lacrowa mengambil kesimpulan bahwa “sesungguhnya pemikiran
laguisme (sekularisme-pen) bukanlah lawan dari pemikiran agama, namun
sekurang-kurangnya ia menuntut adanya pembedaan antara apa yang duniawi dan
apa yang sakral”. Agama merupakan hal yang telah dijauhi oleh masyarakat Barat,
karena agama dianggap terlalu mengekang kebebasan individu sebagai subjek
yang mengelola negara.13
Sekular lahir pada saat menghubungkan agama dan modernisasi (agama
dan
lembaga-lembaga
kegamaan).
Sekularisasi
adalah
memisahkan,
mengesampingkan, mengabaikan. Yang melahirkan sekularisasi adalah sejarawan,
ahli sosiologi, dan lain-lain. Menurut KBBI, sekular adalah sikap atau cara
berpikir yang sesuai dengan tuntutan zaman (mutakhir, pembaharuan). Sekuler
lebih mengarah pada duniawi, fisikly, worldly. Selain itu, sekularisasi juga
melibatkan hal-hal seperti berikut:
13
Ahmad Ali Nurdin, Agama dan Politik: Kumpulan Makalah untuk Diskusi Kelompok,
UIN SGD Bandung.
14
1. Kecenderungan untuk mengejar kebahagiaan;
2. Kebebasan yang bertambah dari segi ilmu, pengetahuan dan nilai;
3. Penekanan pada ukuran-ukuran empirik serta ukuran yang berkaitan dengan
kecenderungan duniawi;
4. Kesdaran mengenai kemampuan dan kuasa manusia terhadap alam sekitar
dan masyarakat;
5. Berkurangnya kuasa dan pengaruh badan-badan agama terhadap kehidupan
manusia;
6. Pemisahan agama dari politik dan pemerintahan.
Sifat-sifat sekularisasi seperti tersebut diatas merupakan sifat-sifat umum
saja. Suatu hal yang menarik adalah sebagian dari sifat-sifat ini terdapat juga
dalam beberapa agama tertentu. Misalnya Protestanisme dikatakan banyak
menekankan ukuran empiris dan rasional; agama Yahudi menitik beratkan hal-hal
keduniaan dan sebagainya.
Proses sekularisasi mempunyai hubungan yang erat dengan unsur-unsur
yang ditekankan dalam proses rasionalissi adalah penalaran, bukti-bukti empiris,
ilmu pengetahuan, perkiraan, dan halhal duniawi lainnya. Proses sekularisasi juga
berkaitan erat dengan ide Marx mengenai dealienasi manusia yang merupakan
satu proses, manusia bebas dari proses alienasi dan bebas dari kongkongan hasil
ciptaannya seperti agama.
Masyarakat sekular berlainan dari masyarakat suci (sacred). Nilai-nilai
utama dalam masyarakat sekular adalah utilitarianisme dan rasionalitas, sementara
15
masyarakat suci lebih menekankan hal-hal suci, supernatural, agama, mitos serta
nilai-nilai yang berkaitan dengan tradisi dan konservatisme.
Hal-hal suci dan sekular merupakan salah satu tema utama dalam
pemikiran sosiologi sejak abad ke-19. Banyak hasil tulisan yang bercorak
keagamaan muncul di Eropa sebagai reaksi terhadap paham duniawi atau
sekularime yang ditekankan oleh Enlightenment dan Revolusi Perancis. Banyak
tokoh sosiologi seperti Comte, Durkheim, Weber, Tocqueville, Marx, dan Simmel
memberikan sumbangan tertentu ke arah pembicaraan mengenai aspek-aspek
agama dan kaitannya dengan masyarakat secara keseluruhan. Hal ini paling tidak,
akan dipahami tentang esensi gerakan sosialis abad ke-19 dan awal ke-20 yang
menawarkan ide sekular dan komunisme sebagai kecemburuan atas doktrindoktrin agama. Atau bisa jadi mereka tidak puas terhadap agama karena
kesenjangan sosia ternyata tidak pernah berhenti.14
Dari hasil tulisan penulis-penulis abad ke-19, dapatlah kita rumuskan
empat perspektif dasar mengenai agama. Pertama, agama dianggap sebagai satu
alat yang perlu untuk mempersatukan manusia. Nilai-nilai suci merupakan dasar
konsensus moral. Kedua, agama merupakan unsur utama dan bidang
pertimbangan yang utama untuk memahami sejarah dan perubahan sosial yang
mendasar. Ketiga, agama lebih dari sekedar kepercayaan, keimanan, dan doktrin.
Agama juga merupakan upacara, komunitas yang mempunyai otoritas, hierarki
dan organisasi. Akhr sekali, dalam usaha mereka untuk membentuk kembali
14
Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, Rosdakarya, Bandung, 2009, hlm. 157
16
keagungan agama dalam pemikiran, ahli-ahli konservatif menjadikan agama
sebagai asal-usul semua ide dasar dalam pemikiran dan kepercayaan manusia.15
Modernisasi adalah proses yang ditempuh untuk sampai atau menuju
periode waktu “masa kini” tersebut. Istilah modernisasi, ternyata telah dipakai
untuk menyatakan adanya suatu perubahan sosial yang sangat besar yang telah
berhasil membentuk kembali perkembangan sejarah peradaban dan kebudayaan
umat manusia dalam kurun waktu yang berlainan.
Modernisasi di dalam dunia Barat => paham, pikiran, dasar untuk
mengubah sesuatu. Modernisasi berkembang dari tahun 660 sampai tahun 1800an. Modernisasi merupakan masa pemujaan akal. Modernisasi => The Age of
Reason. Pada masa revolusi Perancis, lahir protestanisme karena yang ortodoxs
tidak memberikan pencerahan lebih (memenjarakan akal, yang lebih bersifat
individualistic dan rasional).
Modernisasi diartikan sebagai perubahan-perubahan masyarakat yang
bergerak dari keadaan yang tradisional atau dari masyarakat pra modern menuju
kepada suatu masyarakat yang modern. Pengertian modernisasi berdasar pendapat
para ahli adalah sebagai berikut:
1. Widjojo Nitisastro, modernisasi adalah suatu transformasi total dari
kehidupan bersama yang tradisional atau pramodern dalam arti teknologi
serta organisasi sosial, ke arah pola-pola ekonomis dan politis.
15
Taufiq Rahman, Glosari Teori Sosial, Ibnu Sina Press, Bandung, 2011, hlm. 113-114
17
2. Soerjono Soekanto, modernisasi adalah suatu bentuk dari perubahan sosial
yang terarah yang didasarkan pada suatu perencanaan yang biasanya
dinamakan social planning.
Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa sebuah modernisasi memiliki
syarat-syarat tertentu, yaitu sebagai berikut:
a. Cara berpikir yang ilmiah yang berlembaga dalam kelas penguasa ataupun
masyarakat.
b. Sistem administrasi negara yang baik, yang benar-benar mewujudkan
birokrasi.
c. Adanya sistem pengumpulan data yang baik dan teratur yang terpusat pada
suatu lembaga atau badan tertentu.
d. Penciptaan iklim yang menyenangkan dan masyarakat terhadap modernisasi
dengan cara penggunaan alat-alat komunikasi massa.
e. Tingkat organisasi yang tinggi yang di satu pihak berarti disiplin, sedangkan
di lain pihak berarti pengurangan kemerdekaan.
f. Sentralisasi wewenang dalam pelaksanaan perencanaan sosial.
Desekularisme adalah meninggalkan sekularisasi.
a. Peter L. Berger (1860)
Sekularisasi adalah proses dari sektor-sektor dalam masyarakat dan
kebudayaan dilepaskan dari lembaga-lembaga dan simbol-simbol agama.
Faktor-faktor:
1. Peradaban manusia.
2. Kapitalisme industrial (industri semakin maju dan menjadi kiblat).
18
3. Ilmu pengetahuan modern.
4. Suprastruktur sosial.
b. Jose Casanova (Public Religion In The Modern World)
 Sekularisasi tetap merupakan kerangka teoritis agama, ilmu-ilmu sosial
dapat menjelaskan adanya hubungan antara agama dan modernisasi.
 Teori sekularisme tidak perlu ditinggalkan atau dianggap tidak relevan
lagi, tetapi bisa menjadi analisis yang akurat terhadap agama di dunia
modern.
 Sekularisasi sebagai proses marginalisasi agama ke dalam ranah yang
diprivasisasi.
 Teori sekularisasi sebagai upaya untuk memahami proses modernisasi.
19
ISLAM DAN NEGARA DI INDONESIA
(Islam And State Religion In Indonesia)
Islam adalah agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw
sebagai nabi dan rasul terakhir untuk menjadi pedoman hidup seluruh manusia
hingga akhir zaman.
Pengertian Islam secara etimologi (bahasa) artinya damai, selamat,
tunduk, patuh atau berserah diri, dan bersih. Kata Islam terbentuk dari tiga huruf,
yaitu S (sin), L (lam), M (mim) yang bermakna dasar “selamat” (salama). Adapun
menurut syari’at (terminologi), apabila dimutlakkan berada pada dua pengertian,
yaitu:
Pertama, apabila disebutkan sendiri tanpa diiringi dengan kata iman, maka
pengertian Islam mencakup seluruh agama, baik ushul (pokok) maupun furu’
(cabang), juga seluruh masalah ‘aqidah, ibadah, keyakinan, perkataan dan
perbuatan. Jadi pengertian ini menunjukkan bahwa Islam adalah mengakui dengan
lisan, meyakini dengan hati dan berserah diri kepada Allah Azza wa Jalla atas
semua yang telah ditentukan dan ditakdirkan
Menurut Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab rahimahulllah, definisi
Islam adalah berserah diri kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya, tunduk dan
patuh kepada-Nya dengan ketaatan, dan berlepas diri dari perbuatan syirik dan
para pelakunya.
Kedua, apabila kata Islam disebutkan bersamaan dengan kata iman, maka
yang dimaksud Islam adalah perkataan dan amal-amal lahiriyah yang dengannya
20
terjaga diri dan hartanya, baik dia meyakini Islam atau tidak. Sedangkan kata
iman berkaitan dengan amal hati.
Secara umum hubungan Islam dan Negara di Indonesia dapat digolongkan
ke dalam 2 (dua) bagian, yakni pertama hubungan yang bersifat antagonostik.
Hubungan ini mencirikan adanya ketegangan antara Negara dan Islam politik
(political Islam) pada masa kemerdekaan samapai pada pasca revolusi pernah
dianggap sebagai pesaing kekuasaan yang dapat mengusik basis kebangsaan
Negara. Intinya pada masa ini Negara mencurigai Islam sebagai ancaman dan di
cap sebagai kekuatan “ekstrem kanan” yang potensial dapat menandingi eksistensi
Negara. Disini Negara terus berusaha menghalangi dan melakukan domestikasi
terhadap gerak ideologis politik Islam.
Dan kedua hubungan yang bersifat akomodatif. Hubungn model ini
setidaknya terjadi padamedio 1980-an. Hal ini ditandai dengan semakin besarnya
peluangumat Islam dalam mengembangkan wacana politiknya dan muncul
kebijakan-kebijakan yang dianggap positif bagi kalangan umat Islam.
Three Paradigm:
1. The First – believes is religion and state cannot be separated (integrated).
2. The Second – believed is religion and state are related each other
(symbiotic).
3. The Third – believes is religion and state should be separated
(sekularism).
21
Beberapa Pandangan:
1. Syari’ah sebagai hukum fundamental (dasar) suatu negara.
2. Meninggalkan
hukum
syari’ah
seluruhnya,
dan
negara
menjadi
sekularisme.
3. Kompromi terhadap dua domain, syari’ah dan negara. Contoh: Indonesia,
Malaysia, Siria, Mesir.
Di Indonesia, hukum Islam tidak bisa dimatikan dalam sistem hukum
kenegaraan kita. Kita akan kaji bahwa Islam tidak pernah meninggalkan negara.
Dalam konteksnya, terdapat 3 pandangan posisi agama dan negara yaitu:
Pertama, agama tidak mendapat tempat sama sekali dalam kehidupan
bernegara. Agama dipandang sebagai sesuatu yang berbahaya bagaikan candu
bagi masyarakat. Agama dipandang sebagai ilusi belaka yang diciptakan kaum
agamawan yang berkolaborasi dengan penguasa borjuis, dengan tujuan untuk
meninabobokkan rakyat sehingga rakyat lebih mudah ditindas dieksploitir dan.
Agama dianggap khayalan, karena berhubungan dengan hal-hal ghaib yang nonempirik. Segala sesuatu yang ada, dalam pandangan ini, adalah benda (materi)
belaka. Inilah pandangan ideologi Komunisme-Sosialisme, yang menganut
ideologi serupa- sudah bermetamorfosis menjadi kapitalisme.
Kedua, agama terpisah dari negara. Pandangan ini tidak menafikan agama,
tetapi hanya menolak peran agama dalam kehidupan publik. Agama hanya
menjadi urusan pribadi antara manusia dengan Tuhan, atau sekedar sebagai ajaran
moral atau etika bagi individu, tetapi tidak menjadi peraturan untuk kehidupan
22
bernegara dan bermasyarakat, seperti peraturan untuk sistem pemerintahan, sistem
ekonomi, sistem sosial, dan sebagainya.
Pandangan ini dikenal dengan Sekularisme, yang menjadi asas ideologi
Kapitalisme yang dianut negara-negara Barat seperti Amerika Serikat dan Eropa
serta negara-negara lain pengikut mereka.
Ketiga, agama tidak terpisah dari negara, sebab agama mengatur segala
aspek kehidupan, termasuk di dalamnya aspek politik dan kenegaraan. Agama
bukan sekedar urusan pribadi atau ajaran moral yang bersifat individual belaka,
melainkan pengatur bagi seluruh interaksi yang dilakukan oleh manusia dalam
hidupnya, baik interaksi manusia dengan Tuhan, manusia dengan dirinya sendiri,
maupun manusia yang satu dengan manusia yang lain. Keberadaan negara bahkan
dipandanng sebagai syarat mutlak agar seluruh peraturan agama dapat
diterapkan. Inilah pandangan ideologi Islam, yang pernah diterapkan sejak
Rasulullah Saw. berhijrah dan menjadi kepala negara Islam di Madinah.
Adapun relevansi/implementasi hakikat konstitusi madinah dengan
konstitusi pemerintahan indonesia adalah sebagai berikut:
1. ada saat pembentukan kedua konstitusi ada suasana kebatinan yang sama
yaitu dibangun oleh berbagai kelompok agama dan suku yang berbeda.
2. Ada kemiripan yang bersifat prinsip pada uud 1945 dan konstitusi Madinah,
pada pembukaan UUD 1945 kata “Allah” disebut 2 kali kata dan pada
konstitusi Madinah kata “Allah” disebut 14 kali, kata “Muhammad” 5 kali,
kata “Nabi” 1 kali.
23
3. Adanya kalimat tauhid pada kedua konstitusi itu. Pada muqoddimah UUD
1945 kalimat “atas berkat rahmat allah yang maha kuasa” pada konstitusi
Madinah kalimat “dengan nama allah yang maha rahman dan rahim”.
4. Trdapatnya prinsip monoteisme. Kelima, terdapatnya prinsip persatuan dan
kesatuan. Keenam, terdapatnya prinsip persamaan dan keadilan. Ketujuh,
terdapatnya prinsip kebebasan beragama. Kedelapan, terdapatnya prinsip
bela negara. Kesembilan, terdapatnya prinsip pelestarian adat yang baik. Dan
kesepuluh terdapat prinsip supremasi syari’at.
5. Adapun perbedaan pada konsep rule of law dan rechsstaat dengan konstitusi
Madinah, manusia kedudukannya dalam kedua konsep ini diletakkan dalam
titik sentral pada konstitusi madinah manusia diletakkan dalam sebuah tujuan
membangun sebuah masyarakat berdasarkan ridho Allah.
6. Dalam Islam, posisi agama dan negara dijelaskan prinsip-prinsipnya dalam
piagam Madinah sebagai negara hukum yaitu: prinsip umat, prinsip persatuan
dan persaudaraan, prinsip persamaan, prinsip kebebasan, prinsip hubungan
antar pemeluk agama, prinsip pertahanan, prinsip hidup bertetangga, prinsip
tolong-menolong, membela yang lemah dan teraniaya, prinsip perdamaian,
prinsip musyawarah, prinsip keadilan, prinsip pelaksanaan hukum, prinsip
kepemimpinan, prinsip ketakwaan, amar ma’ruf dan nahi munkar.
24
Pra Independent (Sebelum Kemerdekaan)
Ada dua kelompok besar:
1. Group Nation atau kelompok kebudayaan => non theokrasi, menginginkan
tidak adanya agama dalam negara (sekular) => Soekarno, Moh. Hatta, Yamin,
... dan lain-lain.
2. Group Islamic atau kelompok Islami => theokrasi, menginginkan adanya
negara Islam => Moh. Natsir, Cokroaminoto, ... dan lain-lain.
Hal ini menimbulkan pergulatan yang sangat tajam antara sekular dan Islam.
Corak Hubungan Agama dan Negara (Era Soeharto):
1. Nuansa Antagoninic => dimulai DI/TII => negara dan Islam saling
mencurigai.
2. Nuansa Kritis => kiblat ke Francis (jilbab menjadi privasi).
3. Nuansa Saling Menghargai.
4. Nuansa Kemesraan => agama dan negara saling menopang.
25
RELASI AGAMA DAN NEGARA (PERSFEKTIF PANCASILA)
Relasi agama dan negara sebagaimana dialami Indonesia selalu mengalami
pasang surut. Suatu ketika hubungan di antara keduanya berlangsung harmonis
sebagaimana terjadi belakangan ini, namun di saat yang lain mengalami
ketegangan sebagaimana tercermin dari pemberontakan atas nama agama di tahun
1950-1960. Maklumlah, relasi antar keduanya tidak berdiri sendiri, melainkan
juga dipengaruhi persoalan politik, ekonomi dan budaya.
Dari sisi Islam menurut Katerina Dalacaoura relasi agama (Islam) dan
politik (negara) tidak dapat dipisahkan. Dalacaoura menyebutkan dalam bukunya
Islam Liberalism & Human Right bahwa; religion and politics are one.
Relasi di Indonesia memperlihatkan terdapatnya “jalinan mutualisme”
antara agama dan negara. Negara diisi oleh spirit kerohanian agama dan agama
dilindungi bahkann ditertibkan (diatur) oleh negara. Keberadaan UU Perkawinan
dan UU Peradilan Agama memperlihatkan peran negara dalam hukum agama.
Namun jika dilihat dalam takaran yang lebih luas dan dalam, keberadaan produk
perundang-undangan tersebut juga memperlihatkan bahwa agama mempengaruhi
jalannya hubungan antara yang memerintah dan yang diperintah (masyarakat).
Dengan kata lain agama juga berperan serta dalam pemerintahan.
Hubungan negara dan agama yang seperti dijelaskan di atas seringkali
menjadi “rumit”. Agama seringkali dipergunakan untuk bertentangan dengan
pemerintahan atau pemerintahan sering dijadikan kekuatan untuk menekan agama.
26
Dalam diskursus politikdan ketatanegaraan serta agama jalinan tersebut masih
diperdebatkan dan dikaji baik di (negara) Barat maupun di (negara) Timur.
Agar hubungan antar agama dan negara tetap harmonis di tengah-tengah
dinamika kehidupan politik, ekonomi, dan budaya kita perlu mendiskusikannya
terus menerus, sehingga kita sampai pada pemahaman bahwa agama dan negara
bagai dua sisi mata uang, dimana keduanya bisa dibedakan, namun tidak bisa
dipisahkan satu sama lain karena keduanya saling membutuhkan.16
Kedudukan Pancasila dalam Konteks Berbangsa dan Bernegara:
1. Sumber dari segala sumber hukum.
2. Mengandung nilai-nilai universal.
3. Sebagai nilai etik dan moral.
Pancasila sebagai Ideologi Bangsa dan Negara
Pancasila disebut sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, karena nilainilai yang terkandung dlam sila-silanya tersebut dari waktu ke waktu dan secara
tetap telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan bangsa
Indonesia.
Sebagai pandangn hidup bangsa Indonesia, maka Pancasila dipergunakan
sebagai petnjuk hidup sehari-hari, dan digunakan sebagai petunjuk arah semua
kegiatan didalam segala bidang. Dalam pelaksanaannya tidak boleh bertentangan
16
Ahmad Ali Nurdin, Agama dan Politik: Kumpulan Makalah untuk Diskusi Kelompok,
UIN SGD Bandung.
27
dengan norma-norma kehidupan, baik nrma agama, norma kesusialaan, norma
sopan santun maupun norma hukum yang berlaku.
Dalam pandangan hidup terkandung konsep dasar mengenai kehidupan
yang dicita-citakan dan pikiran-pikiran yang terdalam serta gagasan yang
dianggap baik. Dari hal itu, pandangan hidup suatu bangsa merupakan masalah
yang sangat asasi bagi kekokohan dan kelestarian suatu bangsa.
Definisi atau batasan tentang pandangan hidup suatu bangsa ini pernah kita
dapati dalam buku pengantar pemahaman atas latar belakang Ketetapan No.
II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau
Ekaprasetia Pancakarsa, yang pada Bab Pendahuluan merumuskan “pandangan
hidup sesuatu bangsa adalah suatu kristalisasi dari nilai-nilai yang dmiliki oleh
bangsa itu sendiri, yang diyakini kebenarannya dan menimbulkan tekad pada
bangsa itu untuk mewujudkannya”.
Berdasarkan hasil sidang istimewa MPR RI bulan November 1998
Ketetapan No. II/MPR/1978 tersebut diatas telah dinyatakan dicabut dengan
ketetapan MPR RI No.XVIII/MPR/1998.
Dari segi kedudukannya, Pancasila mempunyai kedudukan yang tinggi
yakni sebagai cita-cita dan Pandangan Hidup Bangsa dan Negara RI, sedangkan
dilihat dari segi fungsinya Pancasila mempunyai fungsi utama sebagai Dasar
Negara RI.17
17
Subandi Al Marsudi, Pancasila Dan UUD ’45: Dalam Paradigma Reformasi Edisi
Revisi, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 6-7
28
Secara etimologis, ideologi berasal dari kata ideo berarti gagasan-gagasan
dan logos berarti ilmu. jadi, secara etimologis (asal-usul bahasa), ideologi berarti
ilmu tentang gagasan-gagasan atau ilmu yang mempelajari asal-usul ide.18
Pancasila sebagai Dasar Negara RI
Pancasila dalam pegertian ini sering disebut sebagai dasar falsafah negara,
Philosofische Grondslag dari Negara, ideologi negara, staatsidee. Pancasila
sebagai dasar negara RI berarti pancasila itu ijadikan dasar dalam mengatur,
menyelenggarakan pemerintah negara. Ruusan pancasila sebagai negara RI yang
sah tercantum dalam pembukaan UUD 1945 pada aleia keempat.
Selanjutya pancasila sebagaimana yang termuat dalam pembukaan UUD
1945 tersebut dituangkan dalam wujud berbagai aturan-aturan dasar atau pokok
sperti yang terdapat dalam batang tubuh UUD 1945 dalam bentuk pasal-pasalnya,
yang kemudian dijabarkan lagi ke dalam berbagai ketetapan majelis
permusyawaratan rakyat serta peraturan perundang-undangan lainnya, yaitu
sekedar mengenai bagian yan tertulis sedangkan yang tidak tertulis terpelihara
dalam konfensi atau kebiasaan ketatanegaraan.
Dalam kaitannya dengan fungsi pancasila yang demikian ini, maka
pelaksanaan pancasila mempunyai sifat mengikat dan keharusan atau bersifat
imperatif, rtinya sebagai norma-norma hukum yang tidak boleh dikesampingkan
maupun dilanggar, sedangkan pelanggaran atasya dapat berakibat hukum
dikenakannya suatu sanksi. Misalnya, bagi orang yang melakukan tindak pidana
18
Muslim Mufti, Teori-Teori Politik, Pustaka Setia, Bandung, 2013, hlm. 200
29
pencurian, pembunuhan, pemerkosaan, penghinaan terhadap kepala negara,
maupun terhadap ideologi negara pancasila, dapat dikenakan hukuman
fisik/penjara sesuai dengan berat ringannya kejahatan yang ia lakukan.19
Ideologi adalah suatu paham mengenai seperangkat nilai atau pemikiran yang oleh
seseorang atau sekelompok orang dijadikan sebagai pandangan hidup.
Kathleen Knight menyatakan bahwa istilah ideologi pertama kali
dipopulerkan oleh Count Antoine Destutt de Tracy dalam karyanya, Elements
d’Ideologie yang terbit di Prancis pada era Napoleon tahun 1817.20
Hubungan manusia dengan cita-citanya disebut dengan ideologi. Ideologi
berisi seperangkat nilai, dimana nilai-nilai itu menjadi cita-citanya atau manusia
bekerja dan bertindak untuk mencapai nilai-nilai tersebut.
Ideologi atau pandangan hidup berkenaan dengan sikap manusia didalam
memandang diri dan lingkungannya. Sikap manusia ini dibentuk oleh adanya
kekuatan yang bersemayam pada diri manusia, yakni iman, cipta, rasa dan karsa,
yang membentuk pandangan hidup perorangan yang kemudian beradaptasi
dengan pandangan hidup perorangan lainnya menjadi pandangan hidup kelompok.
Hubungan antara kehidupan kelompok yang satu dengan kelompok lainnya
melahirkan suatu pandangan hidup bangsa. Padmo Wahjono, memberikan arti
pandangan hidup ini sebagai “prinsip” atau asas yang mendasari segala jawaban
terhadap pertanyaan dasar; untuk apa seseorang itu hidup.21
19
Op.Cit., hlm. 8-9
Op.Cit., hlm. 201
21
Padmo Wahjono, Masalah-Masalah Aktual Ketatanegaraan, Yayasan Wisma
Djokosoetono, Jakarta, 1991, hlm. 25.
20
30
A.S. Hornby, ideologi adalah seperangkat gagasan yang membentuk
landasan teori ekonomi dan politik atau yang dipegangi oleh seseorang atau
sekelompok orang. Menurut Soerjono Soekanto, ideologi adalah kumpulan,
gagasa, ide, keyakinan, kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis yang
menyangkut bidang poltik, sosial-budaya, dan agama. Gunawan Setiardja
berpendapat bahwa, ideologi adalah sebagai seperangkat ide asasi (dasar) tentang
manusia dan seluruh realitas yang dijadikan pedoman dan cita-cita hidup. Frans
Magnis Soeseno, ideologi adalah suatu sistem pemikiran yang dapat dibedakan
menjadi ideologi tertutup dan ideologi terbuka.
1. Ideologi tertutup => pemikirannya hanya dipahami sekelompok orang.
Ciri-ciri ideologi tertutup:
a. Merupakan cita-cita suatu kelompok untuk mengubah dan memperbarui
masyarakat.
b. Atas
nama
ideologi
dibenarkan
pengorbanan-pengorbanan
yang
dibebankan kepada masyarakat.
c. Berisi beberapa tuntutan konkret dan operasional yang keras dan mutlak.
2. Ideologi terbuka adalah pancasila.
Ciri-ciri ideologi terbuka:
a. Diambil dan digali dari moral dan budaya masyarakat.
b. Hasil musyawarah dari konsensus masyarakat.
c. Nilai-nilai bersifat dasar, hanya secara garis besar, dan tidak langsung
operasional.
31
Fungsi Utama Ideologi di dalam Masyarakat
Harus bertujuan dan bercita-cita untuk mencapai suatu masyarakat yang
bersatu dan pancasila sebagai ideologi mengandung nilai-nilai yang berakar pada
pandangan hidup bangsa dan falsafah bangsa.
Sifat ideologi pancasila, ada tiga yaitu:
1. Dimensi realitas, ialah dimensi dimana nilai yang terkandung di dalam
dirinya bersumber dari nilai-nilai hidup dalam masyarakat.
2. Dimensi idealisme, ialah ideologi itu mengandung cita-cita yang ingin
dicapai dalam berbagai bidang dalam bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
3. Dimensi fleksibilitas, ideologi itu menyegarkan, memelihara dan
memperkuat relevansinya dari waktu ke waktu, sehingga bersifat dinamis
dan demokratis.
Pasal 29 ayat 1 dan 2 dan Sem.pan tahun 59 sila 1 dasar sila dan UU lainnya.
32
KYAI DAN POLITIK
Kata lain dari kyai (ajengan) ialah ulama, ustadz, penceramah, dan lainlain. Ulama dalam fiqh pengertiannya sangat spesifik, penggunaannya tidak boleh
dipakai oleh sembarang orang. Kyai, merupakan panggilan yang bersifat lokal di
pulau Jawa, Jateng, dan Jatim. Kyai disematkan kepada orang yang dituakan,
bukan dalam masalah agama, tetapi juga dalam masalah lain. Benda-benda pun
sering disebut kyai. Contoh: di Cirebon ada keris yang dipanggil kyai. Sedangkan
ustadz, disematkan kepada orang yang mengajar agama (guru agama). Dalam
status sosial, kyai di daerah pedesaan menerima penghormatan lebih tinggi.
Sebutan lain kyai, di Sunda = ajengan, Aceh = teungku, Sumbar = Buya,
Makassar = Tofranrita, Madura = nul atau bendara, Lombok = tuan guru.
Tipologi Jaringan Kyai
Kyai pesantren mempunyai tipolgi yang bervariasi. Posisi sentral kyai
dalam konteks sosial keagamaan dan politik, secara historis sudah berlangsung
sejak zaman sebelum kemerdekaan. Peran penting kyai dalam masyarakat
pedesaan juga diakui kurasawa (1993) yang melihatt kyai sebagai pemimpin
spiritual dan memperoleh kehormatan dari rakyat. Lebih lanjut kurasawa
menyatakan bahwa ketika zaman penjajahan belanda banyak kyai yang berpern
sebagai pemimpin gerakan anti penjajahan, sehingga ditakuti belanda.
Kyai mempunyai pengaruh dan kharisma yang kuat yang menempatkan
mereka menjadi kekuatan politik tersendiri dlam masyarakat. Kekuatan ini yang
33
membuat kyai dan pesantrennya seringkali menjadi sasaran tarik-menarik antar
kekuatan sosial politik di indonesia. Dengan figur kharismatik ini kyai ikut
berpengaruh dalam membentuk kehidupan sosial, kultural dan keagamaan warga
masyarakat.
Berbagai tipologi jaringan kyai, ialah sebagai berikut:
1. Jaringan ideologis, adalah persamaan kepentinga ideologis.
2. Jaringan geneologis, adalah terbentuk melalui hubungan darah atau
kekerabatan.
3. Jaringan intelektual, adalah terbentuk melalui proses pembelajaran, kyai
sebagai guru dan santri sebagai murid.
4. Jaringan kelembagaan, adalah melalui institusi MUI yang mewadahi
pertemuan para kyai dari berbagai organisasi sosial keagamaan (NU,
Muhammadiyah, Persis).
5. Jaringan tarekat, adalah terbentuk karena ada aktivitas spiritual keagamaan
dalam rangka mendekatkan diri kepada Tuhan.
Sistem interaksi di kalangan santri berjalan melalui kontak langsung dan
dilandai prinsip persaudaraan yang terjalin kuat antara santri yang satu dengan
santri lainnya. Pola hubungan di kalangan santri yang mengarah kepada
persahabatan sejati ini didasrkan atas hubungan simpatik yang berarti suatu
keinginan untuk mengidentifikasikan kepentingan. Semakin individualis seeorang,
semakin sukar baginya untuk berusaha mengidentifikasikan dirinya dengan orang
lain.
34
Tradisi Hubungan Kyai dan Santri
1. Pola hubungan guru-murid, adalah hubungan yang terjalin antara kyai dan
santri sebagaimana layaknya antara guru dengan murid dalam hubungan
formal.
2. Pola hubungan bapak-anak, yaitu pola hubungan yang terjalin antara kyai
dengan santrinya sebagaimana layaknya antara bapak dengan anak
Dalam pandangan kyai, santri disamping sebagi anak didiknya juga
dianggap sebagai bagian dari keluarganya. Tindakan ini mendorong terbentuknya
pola hubungan yang terjalin antara kyai dengan santri sebagaimana layaknya
hubungan antara bapak dan anak.
Tipologi dan Orientasi Aktivitas Kyai Pesantren
1. Kyai pesantren tipe kyai kitab, yaitu kyai pesantren yang berperan sebagi
pendidik yang mengajarkan ilmu agama melalui kajian terhadap kitabkitab kuning (klasik).
2. Kyai pesantren tipe kyai spiritual, yaitu kyai pesantren yang berperan
sebagai mursyid (guru) dalam suatu jama’ah tarekat. Perannya dalam hal
ini sebagai pembimbing jama’ahnya dalam memahami tarekat yang
diikutinya agar terfokus kepada aktivitas mensucikan hati untuk
mendekatkan diri kepada Tuhan.
3. Kyai pesantren tipe kyai hikmah, yaitu kyai pesantren yang memiliki
kemampuan supranatural dan memberikan pelayanan pertolongan kepada
35
masyarakat untuk mendapatkan pengobatan alternatif, pemberian amalan
zikir, wiridan, serta do’a untuk keberkahan.
4. Kyai pesantren tipe kyai advokatif, yaitu kyai pesantren yang
memperhatikan masalah-masalah yang dihadapi masyarakat serta mampu
berperan secara langsung melakukan kontrol sosial kepada masyarakat
sekitarnya.
5. Kyai pesantren tipe kyai politik, yaitu kyai pesantren yang menjadi
pengurus partai politik. Dalam pandangan tipe kyai politik, aktivitas
politik hanya sebagai kendaraan untuk mengatur kehidupan di dunia,
sedangkan urusan mengajar di pesantren menyangkut kepentingan
kehidupan dunia dan akhirat yang harus dijalani dengan sebaik-baiknya.22
Hubungan Kyai dan Politik: Agama Dan Politik
1. Sangat dekat/ integrated.
2. Simbiotik => adanya hubungan, tapi ada jarak.
3. Sekular => memisahkan sama sekali agama dan politik.
Tiga Tipologi Budaya Politik Kyai
Menurut Almond dan Verba, budaya politik memiliki tipe tersendiri.
Melalui hasil penelitian lima negara, keduanya menyimpulkan bahwa terdapat tiga
budaya politik yang dominan terdapat di tengah individu. Tipe budaya politik
22
Ahmad Ali Nurdin, Agama dan Politik: Kumpulan Makalah untuk Diskusi Kelompok,
UIN SGD Bandung.
36
berarti jenis kecenderungan individu didalam sistem politik. Tipe-tipe budaya
politik yang ada adalah sebagai berikut.
1. Budaya Politik Kyai Pesantren Parokial.23
Budaya politik parokial ini merupakan tipe budaya politik yang ikatan
seorang individu terhadap sistem politik tidak begitu kuat, baik secara
kognitif maupun afektif. Dalam tipe budaya politik ini, tidak ada peran politik
yang bersifat khusus. Individu tidak mengharapkan perubahan apa pun dari
sistem politik. Hal ini dikibatkan individu tidak merasa bahwa ia adalah
bagian dari sebuah bangsa secara keseluruhan. Ia hanya merasa bahwa
mereka terikat dengan kekuasaan yang dekat dengannya, mislnya suku,
agama, ataupun daerahnya.
Budaya politik parokial terlihat jelas dalam budaya masyarakat yang
masih nomaden, seperti kafilah badui Jazirah Arabia, suku pedalaman
Indonesia, seperti Kubu, Dani, Asmat, Anak Dalam, dan sejenisny. Contoh
tersebut tertuang dalam pengertian fisik. Adapun contoh parokialisme dalam
pengertian lebih luas, misalnya sebagian warga Aceh yang hendak
memisahkan diri dari Republik Indonesia adalah penganut budaya politik
parokial, sebab mereka tidak mengidentifikasi diri sebagai warga negara
Republik Indonesia. Secara garis besar ialah, dalam budaya politik parokial,
kyai menutup diri terhadap aktivitas politik.
2. Budaya Politik Kyai Pesantren Subjek.24
23
24
Muslim Mufti, Teori-Teori Politik, Pustaka Setia, Bandung, 2013, hlm. 81
Ibid.
37
Tingkatan budaya politik subjek lebih tinggi daripada budaya parokial
karena individu merasa bahwa mereka adalah bagian dari warga suatu negara.
Individu yang berbudaya politik subjek memberi perhatian yang cukup
terhadap politik, tetapi sifatnya pasif. Mereka kerap mengikuti berita-berita
politik, tetapi tidak bangga atasnya. Secara emosional, mereka tidak merasa
terlibat dengan negaranya. Ketika membicarakan masalah politik tidak
merasa nyaman sebab mereka tidak memercayai orang lain dengan mudah.
Bagian ujung yang lain, saat berhadapan dengan institusi negara, mereka
merasa lemah dan tidak bisa berbuat apa-apa.
Budaya politik subjek banyak berlangsung di negara-negara yang kuat
(strong government), tetapi bercorak otoritarian atau totalitarian. Misalnya,
budaya ini banyak terjadi di Indonesia pada masa Orde Baru. Pada masa
tersebut, orang tidak berani berbicara masalah politik secara bebas, terlebih
lagi mengkritik presiden ataupun keluarganya. Gejala ini juga terjadi di Cina,
Korea Utara, Kuba, atau sebagian negara makmur, seperti Arab Saudi,
Singapura, ataupun Malaysia, yang sistem politiknya belum sepenuhnya
demokrasi. Intinya, kyai tidak ikut berpartisipasi dalam politik secara pasif,
tetapi juga tida ikut berpartisipasi secara aktif.
3. Budaya Politik Kyai Pesantren Partisipan.25
Budaya politik partisipan adalah budaya politik yang lebih tinggi
tingkatannya dari budaya subjek. Dalam budaya politik partisipan, individu
mengerti bahwa mereka adalah warga negara yang mempunyai sejumlah hak
25
Ibid., hlm. 82
38
dan kewajiban, misalnya hak untuk menyatakan pendapat, memperoleh
pekerjaan, penghasilan, pendidikan, dan pada sisi lain, misalnya kewajiban
untuk membayar pajak, dan sebagainya.
Dalam budaya politik partisipan, individu sering dan merasa bebas
mendiskusikan masalah politik. Mereka merasa bahwa hingga tingkatan
tertentu, mereka dapat mempengaruhi perpolitikan negara. Mereka pun
merasa bebas dan mampu mendirikan organisasi politik, baik untuk
memprotes maupun mendukung pemerintah. Jika tidak mendirikan organisasi
politik, mereka bergabung dalam organisasi sukarela, baik bersifat politik
maupun tidak. Ketika mengikuti pemilu, mereka cukup merasa bangga.
Budaya politik partisipan banyak terjadi di negara-negara dengan
tingkat kemakmuran dan keadilan yang cukup tinggi. Sebaliknya budaya
politik partisipan jarang terdapat di negara-negara yang masih bercorak
otoritarian, totaliter, ataupun terbelakang secara ekonomi. Jika tidak makmur
secara ekonomi, budaya politik partisipan muncul dalam sistem politik yang
terbuka, seperti demokrasi liberal. Intinya, ialah kyai ikut berpartisipasi
secara menyeluruh.
39
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Yatimin. 2006. Studi Islam Kontemporer. Jakarta: Amzah.
Al Marsudi, Subandi. Pancasila Dan UUD ’45: Dalam Paradigma Reformasi
Edisi Revisi. Jakarta: Rajawali Pers.
Fauzi, Muhammad. 2007. Agama dan Realitas Sosial: Renungan dan Jalan
Menuju Kebahagiaan. Jakarta: Rajawali Pers.
Ghazali, Adeng Muchtar. 2011. Antropologi Agama. Bandung: Alfabeta.
Kahmad, Dadang. 2009. Sosiologi Agama. Bandung: Rosdakarya.
Mufti, Muslim. 2013. Teori-Teori Politik. Bandung: Pustaka Setia.
Nurdin, Ahmad Ali. Agama dan Politik: Kumpulan Makalah untuk Diskusi
Kelompok. UIN SGD Bandung.
Rahman, Taufiq. 2011. Glosari Teori Sosial. Bandung: Ibnu Sina Press.
Wahjono, Padmo. 1991. Masalah-Masalah Aktual Ketatanegaraan. Jakarta:
Yayasan Wisma Djokosoetono.
40
Download