BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ortodontik merupakan

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ortodontik merupakan cabang dari kedokteran gigi yang berhubungan dengan
penanganan dan perawatan dari maloklusi. Maloklusi dapat diartikan sebagai
penyimpangan dari kondisi ideal yang memungkinkan terjadinya ketidaksesuaian
estetis dan fungsional. Prinsip tujuan dari perawatan ortodontik berhubungan dengan
fungsional, struktural dan estetis yakni posisi gigi geligi, mendapatkan hubungan
yang stabil dan ideal serta oklusi yang fungsional.1,2
Perbaikan estetika wajah dan gigi menjadi salah satu alasan utama masyarakat
mencari perawatan ortodonti. Angle (1907) menyatakan bahwa aspek terbesar dalam
perawatan ortodonti adalah perbaikan profil wajah.3 Nanda dan Gosh (1995)
menyebutkan bahwa kebanyakan pasien datang untuk perawatan ortodonti memiliki
keinginan untuk memperbaiki estetika wajah.4
Ortodontis harus mempertimbangkan dan mengerti nilai dari pertumbuhan
vertikal, hal ini berhubungan dengan pertumbuhan anteroposterior. Harus dipahami
secara mendalam bagaimana efek total dari pertumbuhan dalam dua arah ini dalam
menghasilkan tipe wajah yang berbeda dan perbedaan overbite vertikal.5
Tipe wajah juga dapat memperlihatkan adanya masalah pertumbuhan dalam
arah vertikal. Pertumbuhan vertikal wajah yang berlebihan dapat menyebabkan
openbite anterior, gummy smile, serta peningkatan sudut antara ramus dan bidang
mandibula. Pertumbuhan vertikal wajah yang kurang dari normal dapat menyebabkan
deepbite serta penurunan sudut antara ramus dan bidang mandibula.6 Menurut
penelitian subjek yang memiliki sudut MP-SN tinggi cenderung berwajah panjang,
dan sebaliknya subjek dengan sudut MP-SN rendah sering memiliki wajah yang lebih
pendek.7,8
Universitas Sumatera Utara
Diagnosis di bidang ortodontik dapat didefenisikan sebagai suatu studi dan
interpretasi data klinis untuk menetapkan ada tidaknya maloklusi. Moyers (1998)
menyatakan bahwa diagnosis ortodontik adalah perkiraan yang sistematik, bersifat
sementara, akurat dan ditujukan pada 2 hal yaitu klasifikasi (penentuan problema
klinis) dan perencanaan tindakan berikutnya (perawatan). Untuk menentukan
diagnosis diperlukan beberapa analisis yaitu analisis umum, analisis lokal, analisis
fungsional, analisis model, analisis sefalometri.9,10
Dalam analisis sefalometri menggunakan foto sefalometri (sefalogram) yang
merupakan rekam ortodonti yang sangat berguna untuk menentukan kelainan skeletal,
letak gigi, profil dan lain lain. Untuk analisis sefalometri perlu diketahui dahulu titik
– titik patokan, kemudian dua titik dihubungkan menjadi garis, dua garis berpotongan
menjadi sudut.9 Morfologi vertikal wajah berhubungan dengan bidang mandibula
(MP). Schudy (1964) menggunakan basis kranii anterior (SN) sebagai garis refrensi
dalam menentukan kemiringan bidang mandibula (MP).5,11
Analisis model dapat dilakukan dengan menggunakan model studi. Model
studi adalah rekam ortodontik yang paling sering digunakan untuk menganalisis suatu
kasus dan memeberikan banyak informasi. Analisis model dapat diketahui bentuk
lengkung gigi, kurva Spee, simetri letak gigi, dan letak gigi yang salah, dan
pergeseran garis median.9
Morfologi vertikal wajah sering dihubungkan dengan lebar lengkung gigi.
Menurut Enlow dan Hans (1996), Wagner dan Chung (2005), individu yang berwajah
panjang cenderung memiliki dimensi transversal yang lebih sempit dan individu
berwajah pendek memiliki dimensi transversal yang lebih lebar.7,12
Beberapa penelitian telah dilakukan dalam menunjukkan bahwa ada hubungan
antara morfologi vertikal wajah dan lebar lengkung gigi. Isaacson dkk. (1971)
melaporkan bahwa subjek dengan wajah panjang menunjukkan penurunan lebar
intermolar pada maksila.13 Nasby dkk. (1972) mencatat meningkatnya diameter molar
dan panjang lengkung maksila dan mandibula pada subjek dengan sudut Sellanasion/mandibular
plane
(SN-MP)
yang
rendah.14
Foster
dkk.
(2008),
Universitas Sumatera Utara
mengungkapkan bahwa peningkatan sudut MP-SN cenderung diikuti dengan
penurunan lebar lengkung gigi, walaupun korelasi yang ditemukan tidak terlalu kuat.8
Hasil penelitian mengenai hubungan pola pertumbuhan vertikal wajah dengan
lebar lengkung gigi belum banyak dilakukan di Indonesia. Oleh karena itu peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan pola pertumbuhan vertikal
wajah dengan lebar lengkung gigi pada pasien di klinik PPDGS ortodonti FKG USU.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pola pertumbuhan vertikal wajah pada pasien klinik PPDGS
Ortodontik FKG USU dengan maloklusi Klas I, II, III Angle.
2. Bagaimana lebar lengkung rahang pada pasien klinik PPDGS Ortodontik
FKG USU dengan maloklusi Klas I, II, III Angle.
3. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara pola pertumbuhan
vertikal wajah dengan lebar lengkung rahang pada pasien klinik PPDGS FKG USU
dengan maloklusi Klas I, II, III Angle.
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pola pertumbuhan vertikal wajah pada pasien klinik
PPDGS Ortodontik FKG USU dengan maloklusi Klas I, II, III Angle.
2. Untuk mengetahui lebar lengkung rahang pada pasien klinik PPDGS
Ortodontik FKG USU dengan maloklusi Klas I, II, III Angle.
3. Untuk mengetahui hubungan yang signifikan antara pola pertumbuhan
vertikal wajah dengan lebar lengkung rahang pada pasien klinik PPDGS FKG USU
dengan maloklusi Klas I, II, III Angle.
Universitas Sumatera Utara
1.4 Hipotesis
Terdapat hubungan antara pola pertumbuhan vertikal wajah dengan lebar
lengkung rahang pada pasien klinik PPDGS Ortodontik FKG USU.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini diharapkan menjadi informasi ilmiah dan pedoman dokter
gigi khususnya dalam menentukan perawatan ortodonti.
2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi peneliti lain.
3. Sebagai sumber untuk penelitian lebih lanjut.
Universitas Sumatera Utara
Download