BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Obesitas 2.1.1. Definisi Obesitas

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Obesitas
2.1.1. Definisi
Obesitas bermaksud satu kondisi dengan peningkatan berat badan yang disebabkan oleh
penumpukan jaringan adiposa, dan cukup banyak untuk menimbulkan dampak yang tidak
diinginkan terhadap kesehatan manusia. (Badman, 2005). Ada beberapa teknik untuk mengukur
akumulasi lemak, yaitu: Indeks Massa Tubuh (IMT) = (berat bada dalam kilogram)/(tinggi badan
dalam meter) 2, pengukuran lipatan kulit (skinfold measurements), lilitan tubuh (yang sering
dipakai ialah rasio lilitan pinggul terhadap panggul) (Guyton & Hall, 2006). Index Massa Tubuh
(IMT) atau Body Mass Index (BMI) adalah suatu alat bantu untuk mengetahui status gizi
seseorang. Index Massa Tubuh tersedia dalam kriteria Asia Pasifik dan WHO. Terdapat
perbedaan kategori dalam kriteria Asia Pasifik dan WHO. Kriteria Asia Pasifik diperuntukkan
untuk orang-orang yang berdomisili di daerah Asia, karena Index Massa Tubuhnya lebih kecil
sekitar 2-3 kg/m2 dibanding orang Afrika, orang Eropa, orang Amerika, ataupun orang Australia.
Rumus Index Massa Tubuh adalah : Berat Badan (kg) / Tinggi Badan(m2).
Tabel 2.1 Indeks Massa Tubuh Menurut Kriteria WHO
IMT (kg/m2)
< 18,5
18,5 s/d < 22,9
>23
23 s/d 24,9
25 s/d < 29,9
> / = 30
2.1.2
Kelas
Underweight
Batas Normal
Overweight
Mempunyai risiko
Obese Kelas I
Obese Kelas II
Etiologi dan patofisiologi
Penyebab obesitas ada kompleks dan sukar untuk difahami. Faktor genetik, lingkungan
dan psikologi memainkan peranan penting dalam patofisiologi obesitas. Secara ringkas, obesitas
merupakan gamgguan keseimbangan energi. Penggunaan (expenditure) serta pengambilan
Universitas Sumatera Utara
(intake) energi diregulasi oleh mekanisme neural dan hormonal tubuh, dan berat badan bisa tetap
dijaga dalam rentang yang sempit untuk beberapa tahun (Guyton & Hall, 2006). Keseimbangan
ini dijaga oleh set point dalaman (lipostat), yang bisa mendeteksi kuantiti cadangan energi
(jaringan adiposa) dan meregulasi asupan makanan serta penggunaan energi. Beberapa tahun
belakangan ini, ’gen obesitas’ telah diidentifikasi. Gen-gen ini mempunyai kode untuk
komponen molekular untuk sistem fisiologis yang mengatur keseimbangan energi. Salah satu
gen penting yang berperan dalam homeostasis energi ialah gen LEP serta produknya, leptin.
Leptin merupakan sejenis sitokin yang disekresi oleh sel adiposa, berfungsi untuk meregulasi
asupan makanan dan pengunaan energi. Efek leptin adalah untuk mengurangkan pengambilan
makanan dan meningkatkan penggunaan energi.
Dalam keadaan normal, keseimbangan energi berubah-ubah dari makanan satu ke
makanan yang lain, dari hari ke hari, minggu ke minggu tanpa ada perubahan kekal dalam
cadangan tubuh atau berat badan. Beberapa mekanisme fisiologis berperan penting dalam diri
individu untuk menyeimbangkan keseluruhan asupan energi dengan keseluruhan energi yang
digunakan dan untuk menjaga berat badan stabil dalam jangka waktu yang cukup panjang.
Obesitas hanya akan muncul apabila terjadi keseimbangan energi positif untuk periode waktu
yang cukup panjang (WHO, 2000).
Mekanisme neurohormonal yang meregulasi keseimbangan energi dan berat badan
adalah sangat kompleks. Secara ringkas, mekanisme tersebut terbahagi kepada 3 komponen:

Sistem aferen, di mana sinyal muncul dari berbagai tempat pada tubuh.. Komponen
utamanya adalah leptin (jaringan adiposa), insulin (pankreas), ghrelin (lambung), peptida
YY (ileum dan usus besar). Leptin mengurangkan pengambilan makanan. Sekresi
pemprosesan hipothalamus yang juga dikenali sebagai sistem melanokortin sentral,
mengintegrasi tipe sinyal-sinyal aferen yang berbeda dan menghasilkan sinyal-sinyal
eferen.

Sistem ghrelin menstimulasi selera makan, dan bisa berfungsi sebagai “sinyal untuk mula
makan”. Peptida YY, yang dilepaskan selepas makan oleh sel-sel endokrin di ileum dan
usus besar, merupakan sinyal yang menunjukkan kekenyangan (satiety).

Sistem eferen yang membawa sinyal dihasilkan di hipothalamus, ini mengawal
pengambilan makanan dan penggunaan energi.
Universitas Sumatera Utara
Sekresi leptin diregulasi oleh jumlah cadangan lemak, tetapi mekanismenya belum jelas.
Dengan jaringan adiposa yang banyak,sekresi leptin distimulasi, dan hormon tersebut sampai ke
hipothalamus, di mana ia berikatan dengan reseptor leptin pada dua kelas neuron. Satu kelas
neuron yang sensitif terhadap leptin menghasilkan neuropeptida yang memicu nafsu makan
(orexigenic), neuropeptida Y (NPY) dan protein agouti-related (AgRP). Kelas neuron dengan
reseptor leptin yang satu lagi menghasilkan peptida yang menghambat nafsu makan
(anorexigenic), hormon alpha-melanocyte stimulating (α-MSH) dan transkrip yang berhubung
dengan kokain- dan amfetamin- (CART). Kerja neuropeptida anoreksigenik dan oreksigenik
ditunjukkan dengan berikatan pada set reseptor lain, yang paling utama adalah reseptor NPY dan
reseptor melanokortin 4 (MC4R), di mana AgRP dan α-MSH masing-masing berikatan.
Pengikatan leptin mengurangkan asupan makanan dengan cara menstimulasi produksi α-MSH
dan CART (peptida anoreksigenik) dan menghambat sintesis NPY dan AgRP (peptida
oreksigenik). Keadaan yang sebaliknya berlaku apabila cadangan lemak tubuh tidak adekuat:
sekresi leptin berkurang dan pengambilan makanan meningkat. Pada individu dengan berat
badan yang stabil, proses ini dalam keadaan seimbang (Kumar, Abbas, Fausto & Mitchell,
2007).
Seperti yang telah dibincangkan sebelum ini, leptin bukan saja meregulasi nafsu makan,
tetapi juga penggunaan energi, melalui mekanisme tertentu. Oleh itu, kadar leptin yang tinggi
meningkatkan aktivitas fisik, penghasilan panas, dan penggunaan energi. Mediator-mediator
neurohormonal untuk penggunaan energi yang dipicu oleh leptin kurang diketahui.
Termogenesis (thermogenesis) mungkin merupakan efek katabolik paling utama yang dipicu
oleh leptin melalui hipothalamus. Termogenesis sebagiannya dikawal oleh sinyal hipothalamus
yang meningkatkan pelepasan norepinefrin daripada ujung syaraf simpatetik di jaringan adiposa.
Sel lemak memaparkan reseptor β3-adrenergik yang akan menyebabkan hidrolisis asam lemak
dan penghasilan energi uncouple dari cadangan apabila distimulasi oleh norepinefrin (Kumar,
Abbas, Fausto & Mitchell, 2007).
Pada mencit dan manusia, mutasi yang mempengaruhi jaras melanokortin sentral akan
menyebabkan obesitas masif. Mencit dengan mutasi yang menghambat gen leptin atau
reseptornya akan terus menerus makan dan bertambah berat badannya. Mencit ini gagal untuk
mendeteksi bahawa cadangan lemak telah cukup, oleh itu ia berkelakuan seperti ia kekurangan
gizi. Hal ini sama juga pada manusia. Namun, pasien seperti ini jarang ada. Paling sering adalah
Universitas Sumatera Utara
mutasi pada gen MC4R menyebabkan berlakunya obesitas, seperti 4-5% pasien dengan obesitas
masif. Obesitas pada manusia dalam bentuk monogenik adalah jarang, dan dikatakan terdapat
gangguan didapat (acquired) yang lain terlibat dalam patogenesis obesitas. Contohnya, kadar
leptin darah yang tinggi pada kebanyakan individu obesitas, menunjukkan resistensi terhadap
leptin dibandingkan defisiensi leptin adalah lebih sering terjadi pada manusia. Tidak dinafikan
bahawa genetik mempunyai peran penting dalam mengawal berat badan. Namun, dengan adanya
ciri-ciri kompleks, obesitas bukanlah gangguan genetik semata-mata. Terdapat pengaruh dari
lingkungan yang definitif; prevalensi obesitas pada orang Asia yang pindah ke Amerika adalah
lebih tinggi berbanding dengan yang tinggal di Asia. Hal ini mungkin merupakan
akibat
daripada perubahan tipe dan jumlah asupan gizi. Bagaimanapun kondisi genetik individu itu,
obesitas tidak mungkin akan terjadi tanpa pengambilan makanan (Kumar, Abbas, Fausto &
Mitchell, 2007).
2.1.3 Komplikasi obesitas
Obesitas, terutamanya obesitas sentral, meningkatkan risiko diabetes, hipertensi,
hipertrigliseridemia, dan dikaitkan dengan kadar kolesterol HDL yang rendah, yaitu faktor risiko
utama untuk penyakit jantung koroner. Mekanisme yang menghubungkan semua kondisi ini
adalah kompleks dan kemungkinan berhubungan antara satu sama lain. Sebagai contoh, obesitas
berkaitan dengan resistensi terhadap insulin dan hiperinsulinemia, ciri-ciri penting dari diabetes
tipe 2, dan penurunan berat badan memperbaiki kondisi kesehatan (Champe & Harvey, 2008).
Komplikasi lain termasuklah steatohepatitis, cholelithiasis, sindroma hipoventilasi,
osteoarthritis, stroke iskemik, serta meningkatnya resiko kanker payudara dan endometrium
(akibat peningkatan kadar estrogen pada individu obesitas). Obesitas yang berat merupakan
faktor predisposisi untuk terjadinya penyakit sendi degeneratif (osteoartritis). Artritis tipe ini
sering muncul pada individu lanjut usia, merupakan efek kumulatif daipada beban yang harus
ditanggung oleh sendi. Semakin besar beban lemak tubuh, semakin besar trauma pada sendi
mengikut peredaran waktu (Burns, 2008).
Universitas Sumatera Utara
2.1.4
Penatalaksanaan obesitas
Strategi menurunkan berat badan harus melakukan modifikasi diet, aktivitas fisik, kebiasaan
dan hindari stress. Diet yang dianjurkan adalah makan yang secukupnya, kurangi konsumsi
makan-makanan yang mengandung karbohidrat dan lemak. Kira-kira karbohidrat yang
dikonsumsi 55-65% dari total energi. Buah-buahan, gandum dan sayuran diperbanyak, dan
kurangi konsumsi alkohol. Salah satu faktor yang tidak kalah penting untuk program penurunan
berat badan adalah meningkatkan aktivitas fisik sehari-hari. Aktivitas fisik yang dianjurkan
untuk obesitas adalah aktivitas yang tidak terlalu berat seperti jalan kaki dan turun-naik tangga.
Aktivitas yang intensitas rendah sampai sedang sangat dianjurkan . Apabila sudah melaksanakan
perubahan gaya hidup diatas, namun masih belum berhasil, dapat konsultasikan ke dokter untuk
penatalaksanaan dengan obat-obatan maupun tindakan lainnya (operasi). Indikator penting bagi
dokter untuk memberikan obat-obatan adalah:

Metode penurunan badan yang lain tidak berhasil

Indeks massa tubuh (IMT) lebih dari 27 dan mempunyai komplikasi medis dari obesitas
seperti, diabetes, tekanan darah tinggi, atau sleep apneu.

IMT lebih dari 30
Ada dua obat resep yang sudah di izinkan oleh Food and Drug Administration (FDA) untuk
pengobatan jangka panjang obesitas. Yaitu;

Sibutramine. Obat ini menekan nafsu makan di sistem saraf pusat, yang membuat pasien
lebih cepat merasa kenyang. Efek samping obat ini meningkatkan tekanan darah, sakit
kepala, mulut kering, konstipasi dan insomnia.

Orlistat (Xenical). Cara kerja obat ini adalah mencegah penyerapan lemak dalam usus.
Lemak yang tidak terserap akan dibuang bersama tinja. Efek samping yang timbul adalah
peningkatan gerakan usus. Karena obat ini juga akan menyerap nutrisi selain lemak,
dokter akan menyarankan untuk mengkonsumsi multivitamin (Howland & Mycek, 2006)
Universitas Sumatera Utara
Apabila sudah melakukan penatalaksanaan diatas tetapi tidak berhasil, maka tata laksana operasi
dapat menjadi pilihan. Operasi dipikirkan jika;

Indeks massa tubuh (IMT) 40 atau lebih

Nilai IMT 35 sampai 39,9 dan mempunyai komplikasi lain yang berhubungan seperti
tekanan darah tinggi dan diabetes.
Operasi bypass lambung, yang akan merubah anatomi dari saluran pencernaan untuk mengontrol
masuknya makanan yang anda makan. Dokter bedah akan membuat kantung di bagian atas
lambung yang akan disambung dengan usus halus. Maka makanan yang masuk, langsung
menuju kantung dan langsung ke usus halus. Lambung akan tetap mengeluarkan cairannya untuk
membantu
menghancurkan
makanan.
Tindakan ini dapat menimbulkan efek samping seperti pneumonia, pembekuan darah dan infeksi
bisa terjadi. Penurunan berat badan yang terlalu cepat akan menghasilkan batu empedu, hernia
(pada tempat pemotongan). Bypass lambung juga dapat menimbulkan sindrom dumping, suatu
kondisi dimana isi perut terlalu cepat masuk ke usus halus, menyebabkan mual, muntah, diare,
pusing dan berkeringat.
2.2 Osteoarthritis (OA)
2.2.1 Definisi
Dikenali sebagai penyakit sendi degeneratif, merupakan gangguan sendi yang paing
sering berlaku. Menurut Stacy (2009), OA seringkali termasuk dalam proses penuaan dan
merupakan penyebab utama kecacatan fisik pada individu dengan usia di atas 65 tahun (80-90%
dari pasien OA).
2.2.2 Gejala klinis
Ciri utama OA adalah degenerasi kartilago (rawan) artikular; sebarang perubahan
struktural pada tulang di bawah rawan tersebut merupakan proses sekunder. Walaupun istilah
OA menunjukkan suatu proses inflamasi, dan mungkin terdapat sel-sel radang, OA secara primer
merupakan gangguan degeneratif pada kartilago artikuler.
Universitas Sumatera Utara
2.2.3 Faktor resiko
Pada kebanyakan kasus, OA muncul secara bertahap dengan meningkatnya usia dan
tanpa penyebab yang jelas (OA primer). Pada kasus seperti ini, yang sering berlaku adalah
oligoartikuler (melibatkan beberapa bagian sendi). Pada kondisi yang jarang berlaku (kurang dari
5% dari kasus) apabila OA mengenai orang muda, sering terdapat faktor predisposisi lain seperti
kecederaan akibat trauma, deformitas perkembangan, atau penyakit penyerta sistemik seperti
diabetes, okronosis (gangguan metabolik alkaptonuria), hemokromatosis, atau obesitas berat
(Siddiqui & Laborde, 2009). Pada kondisi ini, yang terjadi adalah OA sekunder dan selalunya
melibatkan satu atau lebih sendi yang mempunyai faktor predisposisi. Jenis kelamin juga
mempunyai pengaruh; OA pada lutut dan tangan lebih sering terjadi pada wanita, manakala pada
pria sering terjadi di bagian panggul (Burns, 2007).
Menurut Lozada (2009), antara faktor resiko terjadinya OA adalah: usia lanjut (>65
tahun), obesitas, wanita, trauma, infeksi, trauma saat bekerja yang berulang, faktor genetik, ada
riwayat menderita artritis inflamasi, gangguan neuromuskular, gangguan metabolik.
2.2.4 Morfologi
Perubahan struktural yang paling awal pada OA termasuklah pembesaran, proliferasi, dan
disorganisasi kondrosit (sel-sel rawan) pada bagian superfisial daripada kartilago artikuler.
Proses ini disertai dengan peningkatan komposisi air pada matriks dengan pengurangan
konsentrasi proteoglikan (komponen inilah yang memberi ciri elastisitas dan turgor). Akibatnya,
fibrillasi dan keretakan pada matriks vertikal dan horizontal berlaku saat lapisan superfisial dari
kartilago mengalami degradasi. Pemeriksaan secara makroskopis pada stadium ini menunjukkan
permukaan kartilago artikuler yang bergranular lembut.. Akhirnya, bahagian kartilago yang tebal
hilang, dan plat tulang subkondral terpapar. Struktur tulang akan berubah dan bisa terjadi
sklerosis dan penebalan tulang, osteofit (pertumbuhan tulang abnormal) dan pannus (Burns,
2007).
2.2.5 Patogenesis
Rawan sendi (kartilago artikuler) terpaksa menanggung perubahan degeneratif pada OA.
Rawan sendi normal mempunyai dua fungsi: (1) dengan bantuan cairan sinovial, menghasilkan
pergerakan yang bebas dari gesekan pada persendian; dan (2) pada sendi yang menampung
Universitas Sumatera Utara
beban, ia menyebarkan beban dengan sekata di sepanjang permukaan sendi supaya tulang di
bawahnya dapat menyerap hentakan dan berat. Fungsi-fungsi ini memerlukan rawan yang elastik
(kembali ke bentuk asal selepas kompresi) dan mempunyai daya regangan (tensile) yang tinggi.
Ciri-ciri ini diperoleh dari proteoglikan dan kolagen tipe II, kedua-duanya dihasilkan oleh
kondrosit. Fungsi kondrosit yang normal adalah penting untuk mepertahankan sintesis dan
degradasi rawan; sebarang gangguan keseimbangan bisa menyebabkan OA (Burns, 2007).
Fungsi kondrosit bisa dipengaruhi oleh berbagai faktor, dan yang paling utama adalah
stress mekanikal dan proses penuaan. Faktor genetik juga menyumbang kepada kerentanan
terhadap OA terutamanya pada bagian tangan dan panggul, tetapi gen yang spesifik masih belum
diketahui. Risiko OA juga meningkat dengan densitas tulang yang tinggi, juga dengan kadar
estrogen yang tinggi dan menetap (Burns, 2007).
Sebanyak 3 hingga 4 kali lipat dari berat bedan terpaksa ditampung oleh lutut saat berdiri
dengan sebelah kaki. Berat badan berlebihan pada orang yang obesitas akan meningkatkan lagi
beban yang perlu ditampung oleh lutut. Obesitas merupakan faktor resiko yang kuat untuk
terjadinya OA pada lutut, namun pada pinggul dan tangan masih menjadi kontroversi. Obesitas
dapat langsung terjadi selepas OA, dan bukan hanya merupakan akibat dari kurangnya aktivitas
fisik pada penderita OA. Obesitas juga merupakan faktor resiko kuat yang menyebabkan OA
pada wanita dan hubungan berat badan dan penyakit tersebut adalah linear, yaitu apabila berat
badan bertambah, resiko OA juga meningkat (Felson, 2008). Efek obesitas pada perkembangan
dan perjalanan OA dijelaskan melalui pertambahan beban pada sendi yang menampung berat
pada individu yang overweight. Namun begitu, hubungan antara obesitas dengan OA pada
bagian tangan mungkin disebabkan oleh faktor metabolik sistemik yang bersirkulasi dalam tubuh
individu yang obese (Tortora & Derrickson, 2006).
2.2.6 Gejala Klinis
Simptom utama bagi OA adalah nyeri dan restriksi fungsional. Nyeri dapat dihubungkan
secara langsung dengan proses OA melalui peningkatan tekanan pada tulang subkondral (sering
menyebabkan nyeri malam), mikrofraktur trabekular, distensi kapsular dan sinovitis derajat
rendah. Karakterisik nyeri OA: sering pada pasien berusia di atas 60 tahun, onset bertahap,
intermiten, sering dihubungkan dengan pergerakan dan penampungan beban, nyeri berkurang
saat istirahat, durasi nyeri pendek (< 15 menit), kaku waktu pagi, hanya satu atau beberapa sendi
sahaja yang terlibat (bukan multipel). Gejala klinis yang lain termasuklah keterbatasan
Universitas Sumatera Utara
pergerakan (penebalan kapsular, terhambat oleh osteofit), krepitasi kasar yang dapat dipalpasi
dan didengari saat auskultasi, pembengkakan tulang (osteofit) di sekitar batas sendi, deformitas
tanpa instabilitas, nyeri periartikular, lemah atau atrofi otot, sinovitis ringan ditandai dengan
efusi dan rasa panas (Davidson, 2007).
2.2.7 Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis OA biasanya dilakukan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik, tetapi
evaluasi radiografi juga diperlukan. Radiografi adalah sensitif dan murah sehingga dapat
dijadikan sebagai pemeriksaan rutin untuk OA (Siddiqui & Laborde, 2009). Metode klasifikasi
radiografi OA yang dapat diterima secara universal ialah sistem grading Kellgren-Lawrence,
menggunakan 4 ciri-ciri radiografi seperti berikut:

Penyempitan ruang sendi

Osteofit

Sklerosis subkondral

Kista subkondral
2.3 Obesitas dan OA
Setiap peningkatan berat badan lebih dari normal akan menimbulkan beban yang
berlebihan pada sendi penyangga berat badan, dan ini cenderung menyebabkan trauma ringan
tetapi terus-menerus dan akan berakhir menjadi osteoartritis (OA) baik primer ataupun sekunder.
Engel dalam penelitiannya atas populasi penduduk yang dibagi menjadi 4 grup, ternyata grup
yang mempunyai berat badan berlebihan dengan umur makin tua cenderung lebih cepat
menderita OA. Sendi yang terkena adalah sendi penyangga berat badan yaitu punggung, pangkal
paha, lutut dan pergelangan kaki (Hermawan, 1991).
Obesitas meningkatkan tekanan mekanis pada bagian sendi yang menampung beban.
Obesitas sering dihubungkan dengan risiko terjadinya OA pada lutut (Siddiqui & Laborde,
2009). Penurunan berat badan dapat mengurangkan tekanan pada bagian sendi dan membolehkan
pasien bergerak dengan lebih mudah. Ini juga dapat mengurangkan ketergantungan terhadap
obat-obatan untuk melegakan rasa nyeri (Lementowski & Zelicof, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Penatalaksanaan: Pada obesitas dengan kelainan sendi (OA), tindakan utama adalah
memberikan diet untuk menurunkan berat badan dengan tujuan mengurangi beban pada sendi
penyangga berat badan; bila nyeri sekali sebaiknya sendi diistirahatkan dan dilakukan fisioterapi,
bila tak teratasi dapat diberikan obat-obatan anti radang nonsteroid (NSAID), kadang-kadang
dapat pula diberikan steroid intra artikuler (Hermawan, 1991).
Universitas Sumatera Utara
Download