PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia sangat kaya dengan berbagai spesies flora. Sekitar 26 % telah dibudidayakan dan sisanya sekitar 74 % masih tumbuh liar di hutan-hutan. Dari yang telah dibudidayakan, lebih dari 940 jenis digunakan sebagai obat tradisional. Pemakaian tanaman obat dalam dekade terakhir ini cenderung meningkat sejalan dengan berkembangnya industri jamu atau obat tradisional, farmasi, kosmetik, makanan dan minuman. Tanaman obat yang dipergunakan biasanya dalam bentuk simplisia (bahan yang telah dikeringkan dan belum mengalami pengolahan apa pun). Simplisia tersebut berasal dari akar, daun, bunga, biji, buah, terna dan kulit batang (Syukur dan Hernani, 2001). Di antara tanaman obat tersebut adalah akar pasak bumi yang secara tradisional digunakan antara lain sebagai: tonikum pascapartum, anti mikroba, anti hipertensi, anti inflamasi, antipiretik, mengobati sakit perut, ulkus, malaria, disentri dan yang paling dikenal adalah sebagai obat kuat (afrodisiak) (Nainggolan dan Simanjuntak, 2005). Kegunaan pasak bumi bertumpu pada ciriciri afrodisiaknya. Antara lain kandungan aktif yang terdapat dalam pasak bumi ialah alkaloid, saponins, quassinoids, erycomanone dan eurycomalactone. Phyto compounds yang terdapat dalam pasak bumi dapat membantu merangsangkan pengeluaran hormon testosterone (Portal Komuniti Herba, 2005). Dari beberapa penelitian tumbuhan afrodisiak mengandung senyawa-senyawa turunan saponin, alkaloid, tanin, dan senyawa-senyawa lain yang secara fisiologis dapat melancarkan sirkulasi atau peredaran darah pada sistem saraf pusat (serebral) atau Universitas Sumatera Utara sirkulasi darah tepi (perifer). Peningkatan sirkulasi darah ini akan memperbaiki aktivitas jaringan tubuh sehingga secara tidak langsung akan memperbaiki fungsi organ (Intisari Online, 2001). Menurut Hasanah dan Rusmin (2006), permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan industri obat tradisional adalah sebagian besar bahan baku (80%) berasal dari hutan atau habitat alami dan sisanya (20%) dari hasil budidaya tradisional. Penyediaan bahan baku yang masih mengandalkan pada alam tersebut telah mengakibatkan terjadinya erosi genetik pada sedikitnya 54 jenis tanaman obat. Untuk menjamin ketersediaan bahan baku secara berkesinambungan serta mengantisipasi permintaan yang terus meningkat tiap tahunnya maka perlu dilakukan pengembangan usaha tani tanaman obat. Menurut Setiawan (1996), perbanyakan secara generatif, selain ekonomis juga mudah dilakukan dan menghasilkan bibit dengan perakaran yang kuat. Salah satu kendala dalam perbanyakan generatif adalah dormansi pada benih tersebut yang menyebabkan benih susah untuk berkecambah. Menurut Wirawan dan Wahyuni (2002) dormansi benih merupakan kondisi benih yang tidak mampu berkecambah meski kondisi lingkungannya optimum untuk berkecambah. Ditambahkan oleh Sutopo (2002), bahwa dormansi pada benih disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit biji, keadaan fisiologis dari embrio atau kombinasi dari kedua keadaan tersebut, seperti kulit biji yang keras dan kedap sehingga menjadi penghalang mekanis terhadap masuknya air atau gas. Biji pasak bumi terdiri dari dua kotiledon diliputi dengan lapisan membran yang tipis, diikuti dengan endokap yang keras dan eksokap yang tipis di bagian luar (Nooteboom, 1972 dalam Siregar, 2000). Universitas Sumatera Utara Oleh karena itu diperlukan cara-cara agar dormansi dapat dipecahkan atau sekurang-kurangnya masa dormansinya dapat dipersingkat. Beberapa cara yang telah diketahui adalah dengan perlakuan mekanis berupa skarifikasi seperti mengikir atau menggosok kulit biji dengan kertas ampelas, perlakuan dengan menggunakan bahan-bahan kimia seperti HNO3 dan KNO3, perlakuan perendaman dengan air, dan perlakuan pemberian temperatur tertentu (stratifikasi) (Sutopo, 2002). Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian guna mengetahui perlakuan pematahan dormansi yang mana yang terbaik untuk perkecambahan benih pasak bumi (E. longifolia). Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan perlakuan pematahan dormansi terbaik untuk perkecambahan benih pasak bumi (E. longifolia). Hipotesis Berbagai perlakuan pematahan dormansi dapat mempercepat perkecambahan benih pasak bumi (E. longifolia). Universitas Sumatera Utara