Document 2906971

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Perilaku Konsumtif
1. Pengertian Perilaku Konsumtif
Menurut Schiffman & Kanuk (2004), konsumen yang melakukan
pembelian dipengaruhi motif emosional seperti hal-hal yang bersifat
pribadi atau subyektif (misalnya saja status, harga diri, perasaan cinta
dan lain sebagainya), tidak mempertimbangkan apakah barang atau jasa
yang dibelinya sesuai dengan kemampuannya, dan sesuai dengan
standar atau kualitas yang diharapkannya. Hal inilah yang menyebabkan
individu dapat berperilaku konsumtif. Selain itu, Yayasan Lembaga
Konsumen Indonesia (YLKI) memberikan batasan tentang perilaku
konsumtif
sebagai
kecenderungan
manusia
untuk
menggunakan
konsumsi tanpa batas, dan manusia ebih mementingkan faktor keinginan
daripada kebutuhan (dalam Mahdalela, 1995).
Pengertian perilaku konsumtif tersebut sejalan dengan pendapat
Anggasari (1997) yang mengatakan perilaku konsumtif sebagai suatu
tindakan membeli barang-barang yang kurang atau tidak diperlukan
sehingga sifatnya menjadi berlebihan. Artinya, seseorang menjadi lebih
mementingkan faktor keinginan (want) daripada kebutuhan (need) dan
cenderung dikuasai oleh hasrat keduniawian dan kesenangan material
semata. Hal ini didukung oleh pernyataan Hempel (1996) bahwa perilaku
konsumtif menunjukan adanya kesenjangan antara keinginan dan
kebutuhan manusia.
8
http://digilib.mercubuana.ac.id/
9
Dahlan (dalam Sumartono, 2002) mengatakan bahwa perilaku
konsumtif adalah suatu perilaku yang ditandai oleh adanya kehidupan
mewah dan berlebihan, penggunaan segala hal yang dianggap paling
mahal yang memberikan kepuasan dan kenyamanan fisik sebesarbesarnya serta adanya pola hidup manusia yang dikendalikan dan
didorong oleh suatu keinginan untuk memenuhi hasrat kesenangan
semata-mata.
Hal tersebut membuktikan bahwa masyarakat Indonesia lebih
senang menggunakan uang untuk memenuhi kebutuhan yang tidak
penting dengan berperilaku konsumtif yang menjadi syarat mutlak untuk
kelangsungan status dan gaya hidup (Parma, 2007). Selain itu,
masyarakat juga melihat pola perilaku konsumtif seseorang untuk
membantu mereka membuat penilaian mengenai identitas sosial orang
tersebut (Solomon, 2004).
Berdasarkan dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa perilaku
konsumtif adalah perilaku atau tindakan yang terlihat secara nyata dalam
membeli, mendapatkan, menggunakan, dan menghabiskan barang dan
jasa tanpa batas dan lepas kendali, yang dalam proses tersebut lebih
mementingkan faktor keinginan daripada kebutuhan. Perilaku konsumtif
ditandai dengan kehidupan mewah dan berlebihan.
2. Dimensi - dimensi Perilaku Konsumtif
Berdasarkan dari pembahasan Fromm (1995), perilaku konsumtif
memiliki beberapa dimensi yaitu Pemenuhan Keinginan, Barang di Luar
Jangkauan, Barang Tidak Produktif, dan Status.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
10
1) Pemenuhan Keinginan
Rasa puas pada manusia tidak berhenti pada satu titik saja
melainkan cenderung meningkat. Oleh karena itu dalam
pengkonsumsian suatu hal, manusia selalu ingin lebih, untuk
memenuhi rasa puasnya, walaupun sebenarnya tidak ada
kebutuhan akan barang tersebut. Sehingga individu tersebut
akan memiliki keinginan untuk membelanjakan uangnya
dengan mengkonsumsi barang dan jasa secara terus
menerus untuk memenuhi rasa puasnya (Fromm, 1995).
2) Barang di Luar Jangkauan
Jika manusia menjadi konsumtif, tindakan konsumsinya
menjadi kompulsif dan tidak rasional. Individu tersebut selalu
merasa “belum lengkap” dan mencari-cari kepuasan akhir
dengan mendapatkan barang-barang baru. Individu tersebut
tidak lagi mencari kebutuhan dirinya dan kegunaan barang itu
bagi dirinya (Fromm, 1995).
3) Barang Tidak Produktif
Jika pengkonsumsian barang menjadi berlebihan maka
kegunaan
konsumsi
menjadi
tidak
jelas,
sehingga
mengakibatkan barang atau produk tersebut menjadi tidak
produktif (Fromm, 1995).
4) Status
Perilaku individu bisa digolongkan sebagai konsumtif jika ia
memiliki barang-barang lebih karena pertimbangan status.
Manusia mendapatkan barang-barang untuk memilikinya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
Tindakan
konsumsi
itu
sendiri
tidak
lagi
merupakan
pengalaman yang berarti, manusiawi dan produktif karena
hanya merupakan pengalaman pemuasan angan-angan untuk
mencapai suatu status melalui barang atau kegiatan yang
bukan merupakan bagian dari kebutuhan dirinya (Fromm,
1995).
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumtif
Banyak hal yang mendasari seseorang mengkonsumsi atau
membeli suatu produk. Faktor-faktor merupakan hal-hal yang mendasari
seseorang untuk pada akhirnya mengkonsumsi suatu produk. Perilaku
konsumtif, menurut Engel, Blackwell, dan Miniard (1995) dipengaruhi oleh
faktor-faktor berikut :
1) Kebudayaan, yaitu sebagai bentuk kreativitas yang diwariskan
dari satu generasi ke generasi berikutnya, yang akan
membentuk perilaku yang mengakar. Kebudayaan memiliki
pengaruh kuat terhadap perilaku membeli, perilaku membeli
dapat diramalkan dari nilai-nilai budaya yang dipegang
konsumen.
2) Kelas Sosial, yaitu pembagian di dalam masyarakat yang
terdiri dari individu-individu yang berbagi nilai, minat, dan
perilaku yang sama. Tingkat seseorang dalam berinteraksi
sosial akan mempengaruhi bentuk perilakunya. Kelas sosial
menunjukkan bentuk-bentuk perilaku konsumsi yang berbeda.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
3) Kelompok
Referensi,
mempengaruhi
didalam
pendapat
perilaku
kelompok
dan
yaitu
kelompok
seseorang.
sosial
seleranya.
akan
yang
Interaksi
berpengaruh
Seseorang
kelompok referensi melalui tiga cara
sangat
seseorang
terhadap
dipengaruhi
oleh
Kelompok referensi
menghadapkan seseorang pada perilaku dan gaya hidup
baru. Mempengaruhi sikap dan gambaran diri seseorang
karena secara normal orang ingin ”menyesuaikan diri”.
Menciptakan
suasana
untuk
penyesuaian
yang
dapat
mempengaruhi pilihan orang terhadap merek dan produk.
4) Situasi, yaitu berupa suasana hati dan kondisi seseorang
akan mempengaruhi bentuk perilaku konsumsinya, termasuk
kondisi keuangan atau pendapatan, waktu dan juga tempat
membeli.
5) Keluarga, yaitu berbentuk keyakinan dan kebiasaan yang
berfungsi langsung menetapkan keputusan perilaku untuk
membeli atau menggunakan produk atau jasa tertentu.
Keluarga sebagai bagian dari faktor eksternal mempunyai
pengaruh yang sangat besar dalam pembentukan sikap dan
perilaku anggotanya.
6) Kepribadian, yaitu bentuk sifat-sifat yang terdapat dalam diri
individu yang mempengaruhi keputusan untuk berperilaku.
Setiap orang mempunyai kepribadian yang berbeda yang
akan mempengaruhi perilaku konsumsi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
7) Konsep diri, yaitu persepsi dan perilaku seseorang untuk
membeli dan menggunakan produk/jasa tertentu. Konsep diri
seseorang juga berpengaruh terhadap perilaku konsumsi.
Seseorang
yang
memandang
dirinya
secara
negatif
cenderung berperilaku konsumtif untuk menaikkan citra
dirinya.
8) Motivasi, yaitu yang mendorong seseorang untuk membeli
dan menggunakan suatu produk. Menurut Foxall (dalam
Pohan, 2006) motivasi pembelian dapat dibagi dalam
beberapa kategori besar, yaitu Buying for Needs, Buying for
Special Occasions or Situation, Buying for Saving or
Investment, dan Buying for Fullfilling Psychological Needs.
Perilaku konsumtif dapat dikatakan termasuk dalam Buying for
Fullfilling Psychological Need, dimana individu memutuskan
untuk melakukan pembelian suatu produk dengan alasan
semata-mata karena produk tersebut menggugah emosi
invidu. Produk yang dibeli dapat memberikan suatu “nilai” atau
“rasa” tertentu terhadap pembelinya.
9) Pengalaman
belajar,
yaitu
tindakan
pengamatan
dan
pelajaran dari stimulus berupa informasi untuk melakukan
pembelian dan penggunaan. Sebelum seseorang membeli
produk,
seseorang
akan
mendasarkan
pengamatannya
terhadap produk tersebut. Jika produk tersebut sesuai maka
seseorang tidak akan segan membelinya. Pembelian yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
dilakukan konsumen juga merupakan suatu rangkaian proses
belajar.
10) Gaya hidup, yaitu pola rutinitas kehidupan dan aktivitas
seseorang dalam menggunakan waktu dan uang. Gaya hidup
juga merupakan pola hidup seseorang yang diekspresikannya
dalam aktivitas, minat, dan opini, yang menggambarkan
“keseluruhan diri seseorang” yang berinteraksi dengan
lingkungannya.
11) Pola asuh orangtua, Gunarsa, (2000) Pola asuh orangtua
merupakan perlakuan orang tua dalam interaksi dimana orang
tua
menunjukkan
kekuasaan
dan
cara
orang
tua
memperhatikan keinginan anak. Kekuasaan atau cara yang
digunakan
orangtua
mengarah
pada
pola
asuh
yang
diterapkan.
12) Perilaku konsumtif keluarga, Cotte dan Wood (2004), mereka
menyatakan bahwa kebiasaan yang dimiliki oleh suatu
keluarga
juga
mempengaruhi
perilaku konsumtif
anak.
Keluarga terutama orangtua yang memiliki perilaku konsumtif
akan mempengaruhi anak yang memiliki perilaku konsumtif.
B. Pola Asuh Orangtua
1. Pengertian Pola Asuh Orangtua
Baumrind (dalam Jonathan, 2014) mengatakan bahwa pola asuh
orang tua merupakan sikap - sikap yang ditunjukan orang tua kepada
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
anak yang bertujuan untuk memberikan pengaruh terhadap pembentukan
kepribadian anak.
Menurut Santrock (2011) pola asuh merupakan gabungan dari
penerimaan, respon, aturan serta tuntutan yang diberikan oleh orang tua
kepada anak. Kohn (dalam Jonathan, 2014) mengatakan bahwa pola
asuh merupakan prilaku yang ditampilkan orang tua saat berhubungan
dengan anak mereka. Perilaku – perilaku tersebut antara lain seperti cara
orang tua menunjukan kekuasaannya dengan memberikan aturan dan
hukuman, serta cara – cara orang tua memberikan perhatian seperti
menunjukan kasih sayang, dukungan dan juga pujian untuk anak.
Menurut Gunarsa (2000) pola asuh orangtua merupakan pola
interaksi antara anak dengan orangtua yang meliputi bukan hanya
pemenuhan kebutuhan fisik dan psikologis tetapi juga norma-norma yang
berlaku di masyarakat agar anak dapat hidup selaras dengan lingkungan.
Dari
beberapa
pengertian
diatas
dapat
diketahui
bahwa
pengertian pola asuh adalah cara atau model seseorang dalam
membimbing dan mendidik orang lain yang berbeda dalam lingkungan
asuhannya dan mampu menciptakan suatu kondisi yang harmonis dalam
lingkungan keluarga dan masyarakat Dalam bahasan ini seseorang
diartikan sebagai orang tua, sedangkan orang lain diartikan sebagai anak.
2. Jenis-jenis Pola Asuh Orangtua
Menurut Baumrind (dalam Syamsu Yusuf, 2005) terdapat tiga
macam pola asuh orang tua yaitu:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
a. Pola asuh demokratis
Adalah pola asuh yang memperioritaskan kepentingan anak akan
tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan
pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada
rasio
atau
pemikiran-pemikiran.
Orang
tua
yang
demokratis
memandang sama kewajiban hak orang tua dan anak, bersikap
rasional dan selalu mendasari tindakannya pada rasio pemikiran.
Ciri-ciri orang tua demokratis yaitu:
1) Orang tua bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak
berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan anak.
2) Orang tua memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih
dan melakukan suatu tindakan.
3) Bersikap responsif terhadap kemampuan anak.
4) Mendorong anak untuk menyatakan pendapat atau pertanyaan.
5) Memberikan penjelasan tentang dampak perbuatan baik dan
buruk.
6) Menghargai setiap keberhasilan yang diperoleh anak.
b. Pola asuh otoriter
Adalah pola asuh yang merupakan kebalikan dari pola asuh
demokratis yaitu cenderung menetapkan standar yang mutlak harus
dituruti, biasanya disertai dengan ancaman-ancaman. Bentuk pola
asuh ini menekan pada pengawasan orang tua atau kontrol yang
ditunjukkan pada anak untuk mendapatkan kepatuhan dan ketaatan.
Jadi orang tua yang otoriter sangat berkuasa terhadap anak,
memegang kekuasaan tertinggi serta mengharuskan anak patuh pada
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
perintah-perintahnya. Secara umum pola asuh otoriter mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut:
1) Orangtua suka menghukum secara fisik.
2) Orangtua
cenderung
bersikap
mengomando
(mengharuskan atau memerintah anak untuk melakukan
sesuatu tanpa kompromi).
3) Bersikap kaku.
4) Orangtua cenderung emosional dan bersikap menolak.
c. Pola asuh permisif
Merupakan
suatu
bentuk
pengasuhan
dimana
orang
tua
memberikan kebebasan sebanyak mungkin kepada anak untuk
mengatur dirinya, anak tidak dituntut untuk bertanggung jawab dan
tidak banyak kontrol oleh orang tua. Secara umum ciri-ciri pola asuh
orang tua yang bersifat pemanja yaitu:
1) Orangtua tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak
sedang dalam bahaya dan sangat sedikit bimbingan yang
diberikan oleh mereka.
2) Orangtua
memberikan
kebebasan
kepada
anak
untuk
menyatakan dorongan atau keinginannya.
3) Orangtua tidak pernah menegur atau tidak berani menegur
perilaku anak, meskipun perilaku tersebut sudah keterlaluan atau
diluar batas kewajaran.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
C. Remaja Putri
1. Pengertian Remaja
Kata remaja berasal dari bahasa latin yaitu adolescere yang
berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (Hurlock, 2004). Definisi
remaja menurut Hurlock (2004), masa remaja merupakan suatu periode
transisi dimana seseorang berubah secara fisik dan psikologis dari
seorang anak menjadi dewasa. Piaget (dalam Hurlock, 2004) mempunyai
arti yang lebih luas, dimana remaja mencakup kematangan mental,
emosional, sosial, dan fisik.
Menurut
Sarwono
(2007),
untuk
profil
remaja
Indonesia
sebenarnya tidak ada yang seragam dan berlaku secara nasional karena
Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat, dan tingkatan sosialekonomi maupun pendidikan. Menurut Papalia, Olds & Feldman (2001),
mengenai batasan rentang usia pada remaja, transisi perkembangan
pada remaja berlangsung antara masa kanak-kanak dan masa dewasa,
yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir
pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun.
Hal itu diperjelas oleh Monks (2000), dimana remaja merupakan
individu yang berusia antara 12 hingga 21 tahun yang sedang mengalami
masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa, dengan
pembagian 12 hingga 15 tahun pada masa remaja awal, 15 hingga 18
tahun untuk masa remaja pertengahan dan 18 hingga 21 tahun untuk
masa remaja akhir. Masa remaja awal dan akhir dibedakan oleh Hurlock
karena pada masa remaja akhir individu telah mencapai transisi
perkembangan yang lebih mendekati masa dewasa (Hurlock, 2004).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
2. Perilaku Remaja Putri
a. Konformitas, menurut Myers, (1999) konformitas merupakan
perubahan perilaku sebagai akibat dari tekanan kelompok, terlihat
dari kecenderungan remaja untuk selalu menyamakan perilakunya
dengan kelompok acuan sehingga dapat terhindar dari celaan
maupun keterasingan.
b. Perilaku konsumtif lebih tinggi, Salah satu anggota kelas
menengah yang memiliki kecenderungan konsumtif yang tinggi
adalah remaja. Remaja putri lebih banyak membelanjakan
uangnya daripada remaja putera untuk keperluan penampilan
seperti pakaian, kosmetik, aksesoris, dan sepatu Reynold (dalam
Rosandi 2004).
c. Mementingkan penampilan, Remaja putri pada umumnya membeli
sesuatu tidak berdasarkan kebutuhan dan kemampuan yang
dimilikinya dan mereka lebih mementingkan penampilan. Adapun
alasan mereka adalah kalau tidak segera dibeli , mereka khawatir
kehabisan atau tidak mendapatkannya (Handayani, 2003).
D.
Kerangka Berpikir
POLA ASUH ORANGTUA
1. Pola Asuh Otoriter
2. Pola Asuh Demokratis
3. Pola Asuh Permisif
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Perilaku Konsumtif
20
Berdasarkan Gambar 2.1, dapat dijelaskan bahwa berbagai jenis pola
asuh orangtua berhubungan dengan perilaku konsumtif pada remaja
putri.
E.
Hipotesis
Berikut merupakan hipotesis yang diuji dalam penelitian ini :
Ha (hipotesis alternatif)
: Adanya hubungan antara pola asuh orangtua
dengan perilaku konsumtif pada remaja
putri di SMA N X Jakarta Barat.
H0 (hipotesis null)
: Tidak adanya hubungan antara pola asuh orantua
terhadap perilaku konsumtif remaja di SMA N X
Jakarta Barat.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Download