BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI KURIKULUM MUATAN LOKAL DI KELAS V SDN SAPURO 05 PEKALONGAN TAHUN AJARAN 2013/2014 A. Analisis Proses Pembelajaran Muatan Lokal di Kelas V SDN Sapuro 05 Pekalongan Pelaksanaan pembelajaran ialah kegiatan inti dari keseluruhan proses pembelajaran. Dalam mempersiapkan pembelajaran guru harus memahami karakteristik materi pelajaran, karakteristik murid, serta memahami metodologi pembelajaran sehingga proses pembelajaran akan lebih variatif. Pada proses ini, guru berperan hendaknya memerhatikan dan mengatur tahap-tahapan kegiatan pembelajaran. Pada dasarnya proses pembelajaran muatan lokal hampir sama dengan mapel-mapel lainnya. Sebelum melaksanakan pembelajaran di dalam kelas terlebih dahulu guru membuat perencanaan pembelajaran. Perencanaan pembelajaran disusun dengan mengacu pada silabus, kemudian disusun untuk satu bahasan mapel setiap satu kali pertemuan. Dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) termuat beberapa hal terkait pembelajaran antara lain kompetensi dasar, indikator, materi, tahap-tahap pembelajaran, metode, media, dan evaluasi pembelajaran. Tahap-tahap kegiatan pembelajaran muatan lokal di kelas V SDN Sapuro 05 Pekalongan tahun ajaran 2013/2014 antara lain: 104 105 1. Kegiatan Awal Kegiatan pembelajaran awal dimulai dengan membuka pelajaran. Kegiatan membuka pelajaran dilakukan dengan memberi motivasi pada siswa, menarik perhatian siswa terhadap apa yang akan dipelajari, dan memberikan gambaran mengenai kompetensi pembelajaran yang akan dicapai setelah mengikuti pembelajaran sesuai dengan rencana pembelajaran. 2. Kegiatan Inti Kegiatan inti dalam pembelajaran dimulai dengan kegiatan guru untuk memberikan gambaran umum tentang materi yang sedang dipelajari, kemudian membimbing siswa dalam menggali informasi, mendiskusikan, dan mempraktikkan materi pembelajaran secara individu atau berkelompok. Kegiatan inti juga dilakukan dengan menyampaikan materi pelajaran guna menanamkan, mengembangkan pengetahuan (aspek kognitif), sikap (aspek afektif), dan keterampilan (aspek psikomotor) berkaitan dengan bahan kajian yang bersangkutan. 3. Kegiatan Penutup Kegiatan penutup dilakukan dengan menutup pelajaran yang dilakukan oleh guru. Adanya kegiatan menutup pelajaran ini dimaksudkan untuk memberi gambaran menyeluruh tentang apa yang telah dipelajari siswa, juga untuk mengetahui tingkat pencapaian dan keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran. 106 B. Analisis Implementasi Kurikulum Muatan Lokal di Kelas V SDN Sapuro 05 Pekalongan Dasar pelaksanaan muatan lokal (mulok) merupakan landasan yang menjadikan kurikulum muatan lokal wajib untuk diajarkan kepada siswa-siswa di setiap jenjang pendidikan. Muatan lokal adalah bagian dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang harus dikembangkan berdasarkan pancasila, UUD 1945, serta Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional. Kurikulum muatan lokal merupakan sekumpulan mata pelajaran yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menumbuhkembangkan pengetahuan serta keterampilannya sesuai dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan. Oleh sebab itu, setiap daerah berpotensi untuk menerapkan kebijakan yang berbeda dalam mengimplementasikannya. Adapun tujuan pelaksanaan kurikulum muatan lokal secara umum ialah untuk mengenalkan anak tentang budaya yang ada di lingkungannya. Dengan adanya pengenalan budaya tersebut, diharapkan anak menjadi lebih peka terhadap potensi budaya yang ada di daerah sekitarnya. Selain itu, dengan adanya kurikulum muatan lokal juga turut membantu melestarikan keragaman budaya kepada generasi mendatang. Dengan demikian, anak akan lebih sadar dan memahami bahwa kita harus bangga serta mencintai kearifan lokal yang ada. Muatan lokal merupakan mata pelajaran yang fleksibel. Hal ini dikarenakan pemilihan materi mulok di setiap daerah satu dengan lainnya berbeda. Beberapa kemungkinan lingkup wilayah berlakunya kurikulum muatan lokal 107 meliputi seluruh kabupaten/kota dalam satu propinsi, hanya pada satu atau beberapa kabupaten/kota tertentu dalam suatu propinsi yang memiliki karakteristik sama, dan seluruh kecamatan dalam suatu kabupaten/kota. Adapun kurikulum muatan lokal yang diterapkan pada kelas V di SDN Sapuro 05 Pekalongan antara lain Bahasa Jawa, Batik, dan BTHA (Baca Tulis Huruf Alquran). Bahasa Jawa merupakan muatan lokal tingkat Propinsi, sedangkan Batik adalah muatan lokal tingkat kota. Adapun BTHA merupakan muatan lokal tingkat sekolah. Untuk tiap-tiap mapel mulok tersebut memiliki alokasi waktu 2 X 35 menit atau satu pertemuan setiap minggu. Mapel Bahasa Jawa diajarkan dari kelas satu sampai enam, sedangkan batik dan BTHA diajarkan mulai kelas empat hingga enam. Implementasi kurikulum merupakan suatu penerapan konsep, ide, program atau tatanan kurikulum ke dalam praktik pembelajaran. Dalam pelaksanaannya, kurikulum muatan lokal harus direncanakan dan dilaksanakan dengan baik sehingga tujuan-tujuan yang diharapkan dalam pembelajaran akan tercapai. Pelaksanaan kurikulum muatan lokal di kelas V SDN Sapuro 05 Pekalongan secara umum sudah dikembangkan baik melalui perencanaan yang matang dan dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran serta dalam pelaksanaannya tidak jauh berbeda dengan mapel lainnya. Persiapan yang dilakukan oleh guru dan kepala sekolah dalam mengimplementasikan kurikulum muatan lokal sudah baik. Beberapa persiapan tersebut di antaranya ialah dalam menentukan bahan ajar dan memberikan materi sudah disesuaikan dengan karakteristik peserta didik, kondisi sekolah, 108 serta kesiapan guru yang akan mengajar. Guru muatan lokal haruslah orangorang yang berkompeten di bidangnya. Kurikulum muatan lokal yang diterapkan di kelas V SDN Sapuro 05 Pekalongan adalah sebagai berikut: 1. Bahasa Jawa Muatan lokal Bahasa Jawa merupakan salah satu mata pelajaran bahasa yang bertujuan agar siswa memiliki keterampilan berbahasa yang baik. Kemampuan berbahasa bagi manusia sangat diperlukan. Manusia berkomunikasi dengan manusia lain dengan menggunakan bahasa. Bahasa Jawa adalah bahasa ibu yang harus dilestarikan. Oleh karena itu, pemerintah melalui SK Gubernur Jawa Tengah No. 423.5/05/2010 menetapkan Bahasa Jawa sebagai muatan lokal wajib di Propinsi Jawa Tengah untuk jenjang SD/SDLB/MI. Selain sebagai sarana komunikasi, Bahasa Jawa juga berfungsi sebagai sarana edukasi untuk mengajarkan budi pekerti dan akhlak yang baik karena Bahasa Jawa merupakan salah satu bahasa yang menjunjung tinggi tata krama (unggah-ungguh) dalam penggunaannya. Oleh karena itu, pembelajaran Bahasa Jawa sangat penting untuk diterapkan. Dalam pembelajaran Bahasa Jawa khususnya di jenjang sekolah dasar, ada empat keterampilan berbahasa yang harus dimiliki siswa. Empat keterampilan (guneman), tersebut membaca ialah mendengarkan (maca), dan (ngrungoake), menulis (nulis). berbicara Keterampilan mendengarkan merupakan kemampuan siswa dalam memahami wacana 109 lisan yang didengar baik sastra maupun nonsastra dalam beragam bahasa berupa cerita teman, teks karangan, pidato, ataupun cerita wayang. Adapun keterampilan berbicara ialah kemampuan menggunakan wacana lisan untuk mengungkapkan pikiran, perasaan baik sastra maupun nonsatra dengan indikator seperti menceritakan tokoh wayang, mendeskripsikan benda, menanggapi persoalan faktual atau melaporkan hasil pengamatan. Sedangkan keterampilan membaca adalah keterampilan untuk memahami teks, adapula keterampilan menulis diperoleh dengan cara menulis karangan sederhana, surat, dialog, dan aksara jawa. Secara garis besar materi pembelajaran Bahasa Jawa di kelas V semester genap meliputi beberapa tema antara lain Bima Suci, pendidikan, budi pekerti, kabudayan, dan pariwisata. Setiap materi tersebut mempunyai kompetensi dasar yang berkesinambungan. Agar materi-materi tersebut dapat dipahami siswa dengan baik, diperlukan metode pembelajaran yang tepat. Metode pembelajaran merupakan cara yang dilakukan guru dalam menyampaikan materi kepada siswa. Metode yang tepat dan bervariasi memengaruhi keberhasilan kegiatan belajar mengajar. Oleh sebab itu, guru harus bisa menggunakan metode yang sesuai dalam mengajar. Metode pembelajaran yang dipilih juga harus disesuaikan dengan materi yang akan dibahas dan kondisi siswa (siap atau tidaknya). Metode pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran Bahasa Jawa di kelas V SDN Sapuro 05 Pekalongan cukup bervariasi. Hal ini dibuktikan dengan diterapkannya beberapa metode antara 110 lain metode ceramah, diskusi, tanya jawab, serta resitasi. Metode-metode itu digunakan secara bergantian disesuaikan dengan pembahasan materi. Agar tidak terjadi kebosanan juga dilakukan pembelajaran di luar kelas yaitu pada materi wawancara. Dalam hal ini siswa melakukan praktik wawancara secara langsung kepada orang-orang sekitar. Hal lain yang menunjang keberhasilan pembelajaran adalah adanya media pengajaran. Media ialah alat-alat yang digunakan guru untuk membantu proses mengajar sehingga peserta didik lebih bisa memahami maksud dan tujuan pembelajaran. Dengan adanya media diharapkan pula agar siswa lebih tertarik dan berminat mengikuti KBM (kegiatan belajar mengajar). Namun media yang dimiliki oleh SDN Sapuro 05 belum terlalu maksimal. Media yang digunakan antara lain buku paket, buku-buku lain yang memuat materi-materi Bahasa Jawa, dan gambar-gambar wayang. Sebaiknya media ini terus diperbaruhi agar lebih variatif sehingga dapat mengatasi kejenuhan anak dalam menjalankan pembelajaran. Setelah pembelajaran dilaksanakan, hal selanjutnya yang harus dilakukan ialah melakukan evaluasi baik terhadap siswa maupun guru. Evaluasi adalah proses pemberian nilai terhadap suatu kegiatan. Dalam pembelajaran, evaluasi dilakukan dengan melakukan penilaian terhadap siswa. Penilaian yang dilakukan dalam pembelajaran Bahasa Jawa ada dua cara yaitu secara tertulis dan nontertulis (praktik). Penilaian tertulis dilakukan setiap bab melalui ulangan harian. Di samping itu, tes tertulis dilakukan ketika mid 111 semester (UTS) dan akhir semester (UAS). Sedangkan untuk praktik dilakukan dengan berpidato dan memerankan peran. Untuk mengukur tingkat keberhasilan siswa dalam memahami materi maka ditetapkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). KKM yang ditetapkan untuk mapel Bahasa Jawa di kelas V adalah 60. Penentuan KKM tersebut didasarkan atas tiga hal yaitu in take (kompetensi dasar yang diajarkan), kompleksitas (kesulitan materi), serta daya dukung siswa (keadaan siswa, kondisi ekonomi siswa, dan sarana prasarana yang menunjang). 2. Batik Batik merupakan salah satu warisan budaya lokal yang ada di Pekalongan. Untuk menjaga kelestariannya, pihak pemerintah daerah dalam hal ini Walikota Pekalongan merasa perlu memasukkan batik ke dalam mata pelajaran di sekolah-sekolah terutama jenjang sekolah dasar. Dengan dijadikannya batik sebagai muatan lokal Kota Pekalongan diharapkan sejak dini siswa-siswi sekolah dasar lebih mengetahui kekayaan budaya daerahnya. Adapun tujuan khusus pembelajaran mulok batik antara lain untuk memperkenalkan kepada anak tentang kebudayaan lokal (batik), memperkenalkan teknik dasar pembuatan batik, dan menambah keterampilan anak dalam membatik. Dalam pembelajaran muatan lokal batik, materi pembelajaran yang disampaikan harus mencakup aspek kognitif, psikomotorik, serta afektif 112 untuk memenuhi kompetensi konsepsi, apresiasi, dan produksi. Keterampilan-keterampilan itu lebih bersifat pengenalan secara sederhana, bukan kemampuan secara vokasional. Standar kompetensi yang diharapkan pada mapel mulok batik kelas V semester genap ialah agar siswa mampu mempresentasikan pemahaman, berapresiasi, serta mengeksplorasi kemampuan membuat pola dan teknik batik sebagai budaya lokal. Dengan demikian materi-materi yang disajikan pada semester ini meliputi Ragam Hias Nongeometris, Prosedur Pembuatan Batik, dan Membuat Desain Pola Batik. Dalam pembelajaran batik metode pembelajaran yang digunakan tidak monoton terpusat pada guru saja. Hal ini dikarenakan karena pembelajaran batik, siswa dituntut untuk mempraktikkan proses pembuatan batik. Dengan demikian, antara pembelajaran secara teori dan praktik seimbang. Beberapa metode yang digunakan antara lain ceramah, demonstrasi, tanya jawab, penugasan, serta karya wisata. Metode ceramah digunakan untuk menjelaskan materi yang berupa teori atau konsep tentang batik. Untuk menguji penguasaan materi kepada siswa dilakukan tanya jawab setiap pertemuan. Sedangkan penugasan dilakukan dengan memberikan pekerjaan rumah atau latihan-latihan soal. Adapun metode karya wisata dilakukan dengan mengunjungi museum batik. Kunjungan ke museum batik dilakukan untuk memberikan pengalaman tentang koleksi-koleksi batik sekaligus mempraktikkan pembuatan batik kepada anak secara langsung. Praktik pembuatan batik di sekolah tidak memungkinkan karena tidak tersedianya 113 alat dan bahan pembuatan batik secara lengkap. Secara teknis praktik membatik ini dilakukan secara berkelompok. Anak-anak empat orang secara berkelompok membatik taplak meja. Media merupakan salah satu unsur penting dalam menciptakan keberhasilan pembelajaran batik. Sebagai contoh, dalam menjelaskan motifmotif batik, guru tidak hanya bercerita saja tentang motif-motif yang ada tanpa memperlihatkan contohnya. Siswa akan lebih bisa memahami tentang motif-motif batik dengan memperlihatkan gambarnya, sehingga pembelajaran tidak verbalis. Dalam praktik pembuatan batik juga diperlukan alat-alat yang memadai seperti canting, mori (kain), malam, kompor serta peralatan lainnya. Meskipun pihak sekolah belum mampu untuk mengadakan alat-alat tersebut. Namun cukup dengan gambar-gambar bisa mewakili untuk memberikan kejelasan bagaimana bentuk alat-alat tersebut. Adapun media pembelajaran batik yang digunakan di kelas V ini masih antara lain, buku, gambar-gambar motif batik. Media tersebut masih sangat minim dan perlu diperbaruhi dengan media-media yang inovatif sehingga bisa membantu siswa dalam memahami materi. Sama halnya dengan mata pelajaran-mata pelajaran lainnya, proses evaluasi mulok batik dilakukan dengan melakukan penilaian. Penilaian tersebut berupa dua hal yaitu secara tertulis dan praktik. Hal ini dimaksudkan agar aspek penilaian menyeluruh baik secara kognitif, psikomotorik, dan afektif. Dengan demikian dapat diketahui bahwa siswa 114 yang mendapat nilai baik atau bagus adalah siswa yang benar-benar memahami teori batik, mempunyai keterampilan dalam pembuatan batik, serta mempunyai sikap yang positif terhadap batik. Penilaian mapel batik dilakukan melalui ulangan harian, tugas, dan praktik. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) untuk mapel batik ini 65. Apabila ada yang nilainya kurang dilakukan remidi. 3. BTHA (Baca Tulis Huruf Alquran) BTHA atau Baca Tulis Huruf Alquran merupakan mulok tingkat sekolah yang memiliki tujuan pokok agar anak bisa membaca dan menulis ayat-ayat Alquran dengan baik, benar, dan lancar. Meskipun sebenarnya setiap pagi, yaitu pada jam ke-0 juga telah diadakan BTQ pagi, namun BTHA ini perlu dilaksanakan agar siswa benar-benar memiliki kematangan dalam memelajari Alquran baik secara tajwid maupun secara maknanya. Dengan pembelajaran yang intens anak akan lebih memahami bacaan-bacaan yang ada di dalam Alquran. Materi BTHA yang diajarkan adalah materi-materi yang berhubungan dengan tajwid. Materi ini diberikan secara berjenjang dari yang mudah ke sulit. Hal ini dikarenakan agar anak lebih mudah untuk memahami materi tersebut. Dalam pembelajaran BTHA pada kelas V semester genap, standar kompetensi yang ingin dicapai ialah agar siswa mampu membaca Alquran dengan bacaan mad dan mampu menerapkannya dalam membaca ayat-ayat Alquran. Selain itu siswa diharapkan mampu mengurai huruf Alquran dan 115 tanda baca. Materi BTHA untuk kelas V semester 2 ini membahas tentang mad, seperti mad wajib muttasil, mad jaiz munfasil, mad iwad, mad lin, badal, dan lainnya. Sesuai dengan namanya, dalam pembelajaran BTHA (Baca Tulis Huruf Alquran) tentu tidak hanya memelajari teori-teori saja, melainkan juga mempraktikkan bacaan-bacaan atau ayat-ayat Alquran dengan tajwid yang benar. Oleh sebab itu, guru harus bisa menggunakan metode yang tepat agar pembelajaran berhasil dengan baik. Medote yang digunakan dalam pembelajaran BTHA antara lain tanya jawab, ceramah, penugasan, dan demonstrasi. Tanya jawab digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam memahami materi. Biasanya setiap selesai pembahasan satu materi akan diadakan tanya jawab. Adapun metode ceramah digunakan saat awalawal penyampaian materi dengan diikuti metode demonstrasi yaitu memberikan contoh atau mempraktikkan suatu bacaan yang benar kemudian siswa mengikuti. Sedangkan untuk penugasannya biasanya berupa PR atau soal-soal untuk dikerjakan saat itu juga. Media yang digunakan dalam pembelajaran BTHA adalah buku qiroati, juz Ama atau Alquran, buku tajwid, dan Buku BTQ KKG PAI Jateng. Media-media tersebut berperan penting dalam pembelajaran. Untuk evaluasi BTHA menggunakan penilaian dalam bentuk tertulis dan lisan. Tertulis digunakan untuk mengetahui kedalaman pengetahuan siswa terhadap materi yang ada. Adapun penilaian secara lisan dalam hal ini mengaji satu per satu guna mengetahui apakah siswa sudah bisa dan benar 116 dalam membaca ayat-ayat Alquran. Sedangkan untuk KKM mata pelajaran BTHA adalah 60, hal ini sesuai dengan standar yang ditetapkan. C. Analisis Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Implementasi Kurikulum Muatan Lokal di Kelas V SDN Sapuro 05 Pekalongan Faktor pendukung merupakan faktor yang memberikan pengaruh positif terhadap keberhasilan pembelajaran. Faktor pendukung dalam implementasi kurikulum muatan lokal di kelas V SDN Sapuro 05 Pekalongan antara lain sebagai berikut: 1. Sarana dan prasarana yang mencukupi Adanya sarana dan prasarana yang memadai dapat menunjang keberhasilan siswa dalam mengikuti pembelajaran. Sarana dan prasarana pembelajaran adalah semua perangkat kelengkapan dasar yang menunjang proses kegiatan belajar mengajar. Salah satu sarana prasarana yang diperlukan dalam pembelajaran ialah ketersediaan buku paket. Dalam mapel Bahasa Jawa, pengadaan buku paket dan alat peraga dinilai telah mencukupi. Setiap anak dipinjami buku pokok materi Bahasa Jawa sehingga hal tersebut memberikan keleluasaan anak untuk konsentrasi dalam mengikuti pembelajaran. Anak diharapkan bisa fokus terhadap materi yang dipelajari karena sudah memiliki buku pegangan. Sedangkan alat peraga yang tersedia untuk mapel Bahasa Jawa sampai saat ini dinilai telah mencukupi. Beberapa alat peraga yang tersedia antara lain gambar-gambar wayang dan aksara jawa. 117 2. Adanya minat siswa dalam mengikuti pembelajaran Minat merupakan kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan kegiatan dalam hal ini pembelajaran. Minat merupakan salah satu faktor yang memengaruhi berhasil atau tidaknya anak dalam proses belajar. Apabila dalam suatu kelas telah tercipta minat untuk mengikuti pembelajaran maka dapat dipastikan proses belajar mengajar akan lebih terasa bermakna. Dalam mapel mulok pun demikian. Anak-anak memiliki minat yang tinggi untuk mengikuti kegiatan pembelajaran. Hal itu dapat dibuktikan ketika anak mengikuti pembelajaran mereka mengikuti dengan tenang, mendengarkan apa yang disampaikan guru, dan mengerjakan tugas yang diberikan guru dengan baik. 3. Adanya motivasi anak untuk berprestasi Motivasi adalah daya dorong atau penggerak yang ada dalam untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Motivasi dalam pendidikan diartikan sebagai daya dorong anak untuk belajar dan berprestasi. Oleh karena itu, motivasi mutlak diperlukan apabila siswa menginginkan keberhasilan. Dalam pembelajaran mulok secara umum, dapat dikatakan bahwa motivasi siswa kelas V telah ada dan terjaga dengan baik. Hal ini dapat diketahui melalui KBM yang berlangsung. Anak selalu berusaha untuk mengerjakan tugas yang diberikan guru dengan baik agar mendapat nilai yang memuaskan. Mereka berlomba-lomba untuk mendapatkan hasil yang terbaik dalam setiap tugas. Hal ini menjadi indikasi bahwa motivasi mereka untuk berprestasi telah ada. 118 4. Adanya variasi pembelajaran Variasi pembelajaran merupakan keragaman dalam menciptakan pembelajaran yang tidak monoton. Variasi pembelajaran ini dilakukan agar siswa tidak bosan dan jenuh mengikuti kegiatan belajar mengajar. Dengan demikian siswa diharapkan lebih bisa aktif dan antusias. Variasi pembelajaran dibedakan menjadi tiga yaitu variasi dalam gaya mengajar, pola interaksi, dan penggunaan alat bantu. Dalam pembelajaran mulok, baik Bahasa Jawa, batik, maupun BTHA merupakan pembelajaran yang memerlukan praktik secara langsung. Sehingga hal ini memerlukan variasi dalam pembelajaran. Sebagai contoh, dalam pembelajaran batik tidak hanya monoton mendengarkan materi di dalam kelas, melainkan juga memerlukan praktik secara langsung sehingga ada waktu-waktu yang memang digunakan untuk praktik. Pada akhir pembelajaran, anak-anak diajak ke museum batik guna melihat koleksi batik dan belajar membatik. 5. Adanya dukungan orangtua Salah satu faktor pendukung keberhasilan pembelajaran adalah dengan adanya dukungan dari orangtua. Dengan dukungan tersebut, anak akan lebih termotivasi untuk meraih prestasi yang lebih baik. Dukungan dari orangtua bermacam-macam bentuknya. Ada yang berupa perhatian ataupun nasihat. Diantaranya ialah dengan selalu mengingatkan putra-putri untuk semangat belajar, memerhatikan pelajaran, tidak menganggap remeh pelajaran, 119 maupun dengan memberikan bimbingan ketika di rumah terkait materi yang dipelajari. Adapun faktor-faktor penghambat merupakan hal-hal yang memberikan pengaruh negatif (menghambat) terhadap keberhasilan pembelajaran. Faktor-faktor penghambat dalam implementasi kurikulum muatan lokal di kelas V SDN Sapuro 05 Pekalongan meliputi: 1. Kurangnya kesiapan atau kondisi siswa dalam mengikuti pembelajaran Kesiapan siswa erat kaitannya dengan kondisi siswa dalam menerima mapel. Apabila siswa telah siap menerima mapel maka siswa akan lebih konsentrasi dan fokus terhadap materi. Ada saatnya siswa menjadi sangat perhatian pada materi yang diajarkan, dan ada saatnya pula siswa sulit dikendalikan ketika KBM berlangsung. Untuk itu, guru sebaiknya memberikan waktu sejenak agar siswa bisa menfokuskan diri. 2. Alat peraga kurang bervariasi Alat peraga adalah alat bantu yang digunakan untuk memperjelas materi pembahasan. Dengan demikian para siswa menjadi lebih bisa memahami materi dengan benar. Alat peraga yang hanya itu-itu saja membuat siswa bosan. Guru seharusnya kreatif dalam membuat alat peraga guna menunjang keberhasilan pembelajaran. 3. Kurangnya penguasaan materi oleh pendidik Penguasaan materi mutlak harus dimiliki oleh guru. Hal ini merupakan bagian dari kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru agar dikatakan profesional. Namun terkadang ada beberapa hal yang menjadi 120 permasalahan atau kendala dalam memenuhi aspek ini, salah satunya adalah karena beberapa di antara guru yang mengampu mapel-mapel tertentu terutama di SD adalah guru kelas, sehingga kemungkinan guru-guru tersebut memiliki latar belakang pendidikan yang kurang sesuai dengan mapel yang diampunya. Begitu pula halnya yang terjadi dalam pembelajaran mulok di kelas V SDN Sapuro 05 Pekalongan, untuk mapel Bahasa Jawa diampu oleh guru kelas, sehingga terdapat kemungkinan dalam penyampaiannya kurang mendalam. Adapun mapel batik dan BTHA sudah diampu oleh guru khusus. 4. Kejenuhan siswa dalam mengikuti pembelajaran Pembelajaran merupakan proses yang disengaja sehingga menyebabkan siswa belajar pada suatu lingkungan belajar untuk melakukan kegiatan pada situasi tertentu. Dalam pembelajaran seorang guru mempunyai peran yang penting. Guru harus pandai-pandai dalam menyampaikan materi pelajaran dan menemukan metode yang tepat dalam proses belajar mengajar agar siswa tidak mengalami kejenuhan dalam kegiatan belajar mengajar. Maksud dari kejenuhan siswa ialah kondisi siswa yang mengalami kebosanan dalam mengikuti pembelajaran sehingga kurang fokus terhadap materi yang dipelajari. Bentuk-bentuk kejenuhan siswa dalam mengikuti pembelajaran antara lain mengobrol, bermain, atau bengong ketika kegiatan belajar mengajar berlangsung. 121 5. Kurangnya media pembelajaran Media pembelajaran adalah perantara atau alat-alat yang digunakan untuk menunjang keberhasilan pembelajaran. Terdapat bermacam-macam media yang dapat digunakan dalam pembelajaran guna membantu siswa dalam memahami materi. Hal ini dapat memberikan kemudahan bagi guru dalam menerangkan materi-materi yang abstrak. Namun, belum semua sekolah memiliki media pembelajaran yang beragam. Hal itu disebabkan kurangnya anggaran untuk membeli alat-alat yang diperlukan. Begitu pula yang terjadi di SDN Sapuro 05 Pekalongan, media pembelajaran yang ada khususnya untuk mapel mulok dapat dikatakan belum maksimal. Sebagai contoh dalam mapel batik, pihak sekolah belum memiliki media-media yang dibutuhkan untuk membatik. 6. Kurangnya alokasi waktu Alokasi waktu adalah durasi waktu berlangsungnya kegiatan belajar mengajar setiap minggunya. Dalam mapel mulok, masing-masing alokasi waktu yang diberikan adalah dua jam pelajaran atau 2 X 35 menit setiap minggu. Waktu tersebut dinilai kurang maksimal mengingat materi yang disampaikan cukup padat. Sehingga terkadang terdapat beberapa materi pembelajaran yang tidak tersampaikan kepada siswa. Sebenarnya jika dihitung secara normal alokasi waktu untuk mapel mulok bisa dikatakan cukup, akan tetapi terkadang waktu-waktu tersebut terpotong oleh hari-hari libur, ujian atau kendala-kendala yang bersifat teknis. 122 7. Kemampuan siswa yang berbeda-beda Setiap anak adalah unik. Ketika kita memerhatikan anak-anak di dalam kelas, kita akan melihat perbedaan individual yang banyak. Anak-anak dengan latar belakang usia hampir sama, memperlihatkan kemampuan, minat, dan sikap yang beragam. Setiap anak memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam menerima pelajaran. Ada anak yang cepat memahami materi yang dipelajari, adapula anak yang agak lambat dalam menerimanya sehingga membutuhkan waktu yang lama dan pengulangan materi secara terus-menerus. 8. Buku ajar belum mencukupi pada mapel BTHA Salah satu kendala yang masih saja ditemui dalam pembelajaran ialah terkait dengan pengadaan buku ajar. Pada mapel tertentu, seperti BTHA buku ajar yang dimiliki masih sangat terbatas, sehingga buku hanya dibagikan ketika pembelajaran berlangsung dengan teknis dua anak mendapat satu buku. Tentunya hal ini kurang efektif, karena mereka tidak bisa leluasa dalam mempelajari materi.