BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DRPs 2.1.1 Definisi DRPs DRPs

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DRPs
2.1.1 Definisi DRPs
DRPs adalah adalah kejadian yang tidak diinginkan pasien terkait terapi
obat, dan secara nyata maupun potensial berpengaruh pada outcome yang
diinginkan pasien. Suatu kejadian dapat disebut DRPs apabila terdapat dua
kondisi, yaitu: (a) adanya kejadian tidak diinginkan yang dialami pasien, kejadian
ini dapat berupa keluhan medis, gejala, diagnosa penyakit, ketidakmampuan
(disability) yang merupakan efek dari kondisi psikologis, fisiologis, sosiokultur
atau ekonomi; dan (b) adanya hubungan antara kejadian tersebut dengan terapi
obat (Strand, et al., 1990).
2.1.2 Klasifikasi DRPs
Strand, et al., (1990) mengklasifikasikan DRPs menjadi 8 kategori besar:
a. Pasien mempunyai kondisi medis yang membutuhkan terapi obat tetapi pasien
tidak mendapatkan obat untuk indikasi tersebut.
b. Pasien mempunyai kondisi medis dan menerima obat yang tidak mempunyai
indikasi medis yang valid.
c. Pasien mempunyai kondisi medis tetapi mendapatkan obat yang tidak aman,
tidak paling efektif, dan kontraindikasi dengan pasien tersebut.
d. Pasien mempunyai kondisi medis dan mendapatkan obat yang benar tetapi
dosis obat tersebut kurang.
e. Pasien mempunyai kondisi medis dan mendapatkan obat yang benar tetapi dosis
obat tersebut lebih.
f. Pasien mempunyai kondisi medis akibat dari reaksi obat yang merugikan.
g. Pasien mempunyai kondisi medis akibat interaksi obat-obat, obat-makanan,
obat-hasil laboratorium.
h. Pasien mempunyai kondisi medis tetapi tidak mendapatkan obat yang
diresepkan.
Adapun kasus masing-masing kategori DRPs yang mungkin terjadi dapat
dilihat pada Tabel 2.1.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Jenis-jenis DRPs dan penyebab yang mungkin terjadi
DRPs
Butuh terapi obat tambahan
Terapi obat yang tidak perlu
Obat tidak tepat
Kemungkinan kasus pada DRPs
a. Pasien dengan kondisi terbaru membutuhkan terapi obat
yang terbaru
b. Pasien dengan kronik membutuhkan lanjutan terapi obat
c. Pasien dengan kondisi kesehatan yang membutuhkan
kombinasi farmakoterapi untuk mencapai efek sinergis
ataupotensiasi
d. Pasien dengan resiko pengembangan kondisi kesehatan
baru dapat dicegah dengan penggunaan obat profilaksis
a. Pasien yang mendapatkan obat yang tidak tepat indikasi
b. Pasien yang mengalami toksisitas karena obat atau hasil
pengobatan
c. Pengobatan pada pasien pengkonsumsi obat, alkohol dan
rokok
d. Pasien dalam kondisi pengobatan yang lebih baik diobati
tanpa terapi obat
e. Pasien dengan multiple drugs untuk kondisi di mana hanya
single drug therapy dapat digunakan
f. Pasien dengan terapi obat untuk penyembuhan dapat
menghindari reaksi yang merugikan dengan pengobatan
lainnya
a. Pasien di mana obatnya tidak efektif
b. Pasien alergi
c. Pasien penerima obat yang tidak paling efektif untuk
indikasi pengobatan
d. Pasien dengan faktor resiko pada kontraindikasi
penggunaan obat
e. Pasien menerima obat yang efektif tetapi ada obat lain
yang lebih murah
f. Pasien menerima obat efektif tetapi tidak aman
g. Pasien yang terkena infeksi resisten terhadap obat yang
diberikan
Tabel 2.1 (Lanjutan)
Universitas Sumatera Utara
Dosis terlalu rendah
Reaksi obat merugikan
Dosis telalu tinggi
Ketidakpatuhan pasien
a. Pasien menjadi sulit disembuhkan dengan terapi obat yang
digunakan
b. Pasien menerima kombinasi produk yag tidak perlu
dimana single drug dapat memberikan pengobatan yang
tepat
c. Pasien alergi
d. Dosis yang digunakan terlalu rendah untuk menimbulkan
respon
e. Konsentrasi obat dalam serum pasien di bawah range
terapeutik yang diharapkan
f. Waktu prophylaksis (preoperasi) antibiotik diberikan
terlalucepat
g. Dosis dan fleksibilitas tidak cukup untuk pasien
h. Terapi obat berubah sebelum terapetik percobaan
cukupuntuk pasien
i. Pemberian obat terlalu cepat
a. Pasien dengan faktor resiko yang berbahaya bila obat
digunakan
b. Ketersediaan dari obat dapat menyebabkan interaksi
dengan obat lain atau makanan pasien
c. Efek dari obat dapat diubah oleh substansi makanan pasien
d. Efek dari obat diubah enzym inhibitor atau induktor dari
obatlain
e. Efek dari obat diubah dengan pemindahan obat dari
bindingsite oleh obat lain
f. Hasil laboratorium dapat berubah karena gangguan obat
lain
a. Dosis terlalu tiggi
b. Konsentrasi obat dalam serum pasien di atas range terapi
obat yang diharapkan
c. Dosis obat meningkat terlalu cepat
d. Obat, dosis, rute, perubahan formulasi yang tidak tepat.
e. Dosis dan interval flexibility tidak tepat
a. Pasien tidak menerima aturan pemkaian obat yang tepat
(penulisan, obat, pemberian, pemakaian)
b. Pasien tidak menuruti (ketaatan) rekomendasi yang
diberikan untuk pengobatan
c. Pasien tidak mengambil obat yang diresepkan karena
harganya mahal
d. Pasien tidak mengambil beberapa obat yang diresepkan
karena kurang mengerti
e. Pasien tidak mengambil beberapa obat yang diresepkan
secara konsisten karena merasa sudah sehat
(Cipolle, et al., 2004)
2.2 Diare
2.2.1 Definisi Diare
Menurut WHO (2005) diare adalah buang air besar yang sering dan cair,
biasanya paling tidak tiga kali dalam 24 jam. Namun, lebih penting konsistensi
tinja dari pada jumlah. Seringkali, buang air besar yang berbentuk bukanlah diare.
Hanya bayi yang diberi ASI sering buang air besar, buang air besar yang “pucat”
juga bukan diare.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Suraatmaja (2010) diare merupakan penyakit yang ditandai
dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (>3 kali/hari) disertai
perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), dengan/tanpa darah/atau lendir.
Hippocrates mendefinisikan diare sebagai pengeluaran tinja yang tidak
normal dan cair. Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM, diare diartikan
sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan
frekuensi lebih banyak dari biasanya. Anak dikatakan diare bila frekuensinya
lebih dari 3 kali (Hassan dan Alatas, 2005).
Sedangkan Garna H., dkk (2005) diare merupakan buang air besar dengan
konsistensi lebih encer/cair dari biasanya, ≥3 kali per hari, dapat/tidak disertai
dengan lendir/darah yang timbul secara mendadak atau berlangsung kurang dari
2 minggu.
2.2.2 Klasifikasi Diare
Menurut WHO (2005) diare terdiri dari beberapa jenis yang dibagi secara
klinis yaitu:
a. Diare cair akut (termasuk kolera), berlangsung selama beberapa jam atau hari,
mempunyai bahaya utama yaitu dehidrasi dan penurunan berat badan juga
dapat terjadi jika makanan tidak dilanjutkan.
b. Diare akut berdarah, yang disebut disentri, mempunyai bahaya utama yaitu
kerusakan mukosa usus, sepsis dan gizi buruk, mempunyai komplikasi seperti
dehidrasi.
c. Diare persisten, yaitu berlangsung selama 14 hari atau lebih, bahaya utama
adalah malnutrisi dan infeksi non-usus serius dan dehidrasi.
d. Diare dengan malnutrisi berat (marasmus atau kwashiorkor) mempunyai
bahaya utama adalah infeksi sistemik yang parah, dehidrasi, gagal jantung dan
kekurangan vitamin dan mineral.
2.2.3. Etiologi Diare
Etiologi Diare dapat dibagi mejadi beberapa faktor, yaitu:
a. Faktor infeksi:
i. Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab
utama diare pada anak, yang meliputi infeksi bakteri Vibrio, E. coli,
Salmonella, Shigella, Champylobacter, Yersinia, dan Aeromonas; infeksi
virus Enteroovirus (Virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis), Adenovirus,
Rotavirus, dan Astrovirus; infeksi parasit cacing (Ascaris, Trichiuris,
Oxyuris, Strongyloides), Protozoa (Entemoeba histolytica, Giardia lambia,
Tricomonas hominis), dan jamur (Candida albicans).
Universitas Sumatera Utara
ii. Infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan,
seperti Otitis Media Akut (OMA), Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia,
Ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pad bayi dan anak
berumur dibawah 2 tahun.
b. Faktor malabsorpsi
i. Malabsorbsi karbohidrat disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan
sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada
bayi dan anak yang terpenting dan tersering adalah intoleransi laktosa.
ii. Malabsorbsi lemak
iii. Malabsorbsi protein
c. Faktor makanan: makanan basi, beracun, dan alergi terhadap makanan.
d. Faktor psikologis: rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat menimbulkan
diare terutama pada anak yang lebih besar (Hasan dan Alatas, 2005).
2.2.4 Patogenesis Diare
Mekanisme yang menyebabkan timbulnya diare ialah gangguan osmotik,
gangguan sekretorik, dan gangguan motilitas usus (Suraaatmaja, 2007). Pada diare
akut, jasad renik masuk ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam
lambung. Jasad renik tersebut berkembang biak di dalam usus halus dan
mengeluarkan toksin (toksin diaregenik) sehingga mengakibatkan hipersekresi
dan selanjutnya akan menimbulkan diare (Hasan dan Alatas, 2005).
2.3 Dehidrasi
Dehidrasi terjadi akibat kehilangan air dan elektrolit yang melebihi
pemasukannya. Kehilangan cairan akibat diare akut menyebabkan dehidrasi yang
bersifat ringan, sedang, atau berat (Suharyono, 2007).
Volume cairan yang hilang melalui tinja dalam 24 jam bervariasi
dari
5 ml/kg BB (mendekati normal) sampai 200 ml/kg BB, atau lebih.
Konsentrasi dan jumlah elektrolit yang hilang juga bervariasi. Total kehilangan
natrium tubuh pada anak-anak dengan dehidrasi berat akibat diare biasanya sekitar
70-110 milimol per liter air yang hilang. Hilangnya kalium dan klorida berada
dalam kisaran yang sama (WHO, 2005).
Hilangnya cairan 5-10% berat badan mengkibatkan dehidrasi sedang yang
ditandai dengan rasa haus, sedangkan hilangnya cairan 10% atau lebih akan terjadi
dehidrasi berat dan penderita mungkin akan sangat haus. Hilangnya cairan dalam
rongga ekstrasel mengakibatkan turgor kulit berkurang, ubun-ubun dan mata
Universitas Sumatera Utara
cekung, dan mukosa kering (Suharyono, 2007). Adapun cara menilai derajat
dehidrasi dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Cara menilai derajat dehidrasi
Penilian
A
B
C
a. Lihat:
Keadaan umum
Baik, sadar
*Gelisah
*Lesu lunglai dan
tidak sadar
Mata
Normal
Cekung
Haus
Dapat minum, tidak
haus
*Haus, dan ingin
minum banyak
b. Periksa turgor kulit
Kembali cepat
*Kembali lambat
*Kembali sangat
lambat
c. derajat dehidrasi
Tanpa dehidrasi
Dehidrasi ringansedang
Dehidrasi berat
Sangat cekung
*Malas minum atau
tidak bisa minum
Bila ada 1 tanda *
ditambah 1 atau lebih
tanda lain
Terapi
Rencana terapi A
Rencana terapi B
Bila ada 1 tanda *
ditambah 1 atau lebih
tanda lain
Rencana terapi C
(WHO, 2005)
2.4 Pengelolaan Diare
Menurut WHO (2005) tujuan pengobatan diare akut secara objektif
adalah:
a. mencegah dehidrasi, jika tidak ada tanda-tanda dehidrasi;
b. mengobati dehidrasi, jika ada;
c. mencegah kerusakan nutrisi, dengan memberi makanan selama dan setelah
dehidrasi; dan
d. mengurangi durasi dan keparahan diare, dan timbulnya pada episode
mendatang, dengan memberikan suplemen zinc.
2.4.1 Rencana Terapi A: terapi di rumah untuk mencegah dehidrasi dan
malnutrisi
Universitas Sumatera Utara
Anak tanpa tanda-tanda dehidrasi memerlukan tambahan cairan dan garam
untuk mengganti kehilangan cairan dan elektrolit akibat diare. Jika ini tidak
diberikan tanda-tanda dehidrasi akan terjadi. Ibu harus diajarkan cara mencegah
dehidrasi di rumah dengan memberikan anak lebih banyak cairan dari biasanya,
bagaimana mencegah kekurangan gizi dengan terus memberi makan anak dan
mengapa tindakan-tindakan ini penting. Ibu juga harus mengetahui tanda-tanda
yang mengindikasikan anak harus dibawa ke petugas kesehatan. Langkah-langkah
tersebut dirangkum dalam 4 aturan Rencana Terapi A (WHO, 2005).
Aturan 1: beri anak lebih banyak cairan dari biasanya untuk mencegah
dehidrasi
Cairan yang diberikan adalah cairan yang mengandung garam seperti
oralit, minuman bergaram (air beras bergaram, minuman yoghurt bergaram, dan
buah atau sup yang bergaram) dan diberikan pula air bersih yang matang.
Adapun jumlah cairan yang harus diberikan sesuai umur menurut WHO (2005)
dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Jumlah cairan yang diberikan pada Rencana Terapi A
Umur (tahun)
Jumlah cairan yang harus diberiakan
<2
50-100 ml
2-10
100-200 ml
>10
> 200 ml atau sebanyak yang mereka mau
Aturan 2: berikan zinc (10-20 mg), setiap hari selama 10-14 hari
Zinc dapat diberikan dalam bentuk sediaan sirup atau tablet. Dengan
memberikan zinc segera setelah diare mulai, durasi dan tingkat keparahan diare
serta risiko dehidrasi akan berkurang. Dengan pemberian zinc selama 10 sampai
14 hari, zinc yang hilang selama diare dapat diganti sepenuhnya, dan risiko anak
mengalami diare dalam 2 sampai 3 bulan ke depan dapat berkurang (WHO, 2005).
Aturan 3: beri anak makanan untuk mencegah kurang gizi
Makanan tidak boleh dibatasi dan makanan biasa tidak boleh diencerkan.
Pemberian ASI harus dilanjutkan. Pada anak yang dibatasi makannya dan
makanannya diencerkan, dapat menurunkan berat badan, menyebabkan diare dan
pemulihan fungsi usus lebih lama. Secara umum, makanan yang sesuai untuk
anak dengan diare adalah sama dengan yang diperlukan oleh anak-anak sehat.
Bayi semua usia yang menyusui harus tetap menyusui sesering dan selama
mereka inginkan. Bayi yang menyusu lebih dari biasanya harus didukung. Bayi
yang tidak disusui harus diberikan susu formula sekurang-kurangnya setiap tiga
jam (WHO, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Makanan hendaknya diberikan setiap tiga atau empat jam (enam kali
sehari). Makan dalam porsi kecil tetapi sering diberikan, lebih baik dari makan
banyak tetapi jarang. Setelah diare berhenti, makanan dapat terus diberikan
dengan energi yang sama dan berikan tambahan makanan lainnya setiap hari
selama dua minggu (WHO, 2005).
Aturan 4: bawa anak ke petugas kesehatan kesehatan jika ada tanda-tanda
dehidrasi atau masalah lainnya
Ibu harus membawa anaknya ke petugas kesehatan jika anak buang air
besar yang cair sering terjadi, muntah berulang-ulang, sangat haus, makan atau
minum sedikit, demam, tinja berdarah, dan anak tidak membaik dalam tiga hari
(WHO, 2005).
2.4.2 Rencana Terapi B: terapi rehidrasi oral untuk anak-anak dengan
dehidrasi ringan-sedang
Jika berat badan anak diketahui, maka jumlah larutan ditentukan
berdasarkan berat badan (kg) dikalikan 75 ml. Jika berat badan anak tidak
diketahui maka penentuan jumlah larutan berdasarkan usia anak (Tabel 2.4).
Tabel 2.4 Jumlah cairan yang diberikan pada Rencana Terapi B
Jumlah cairan yang harus diberikan dalam 4 jam pertama
Usiaa
4-11 bulan
12-13 bulan
2-4 tahun
5-14 tahun
>15 tahun
Berat badan Kurang dari
5 kg
5-7,9 kg
8-10,9 kg
11-15,9 kg
16-29,9 kg
30 tahun
Jumlah (ml)
400-600
600-800
800-1200
1200-2200
2200-4000
a
Kurang dari
4 bulan
200-400
Digunakan apabila berat badan pasien tidak diketahui
Edema (bengkak) kelopak mata adalah tanda over-hidrasi. Jika hal ini
terjadi, hentikan penggunaan oralit, tapi dapat diberi ASI atau air putih, dan
makanan. Bila edema telah hilang, pemberian oralit dilanjutkan sesuai dengan
Rencana Terapi A (WHO, 2005).
Jika anak masih memiliki tanda-tanda yang menunjukkan dehidrasi
ringan-sedang, teruskan terapi rehidrasi oral dengan mengulangi Rencana Terapi
B. Pada saat yang sama, mulai pemberian makanan, susu dan cairan lain, seperti
yang dijelaskan dalam Rencana Terapi A, dan terus evaluasi kembali anak. Jika
Universitas Sumatera Utara
tanda-tanda dehidrasi telah hilang (turgor kulit normal, tidak haus, anak berkemih,
dan anak menjadi tenang dan tidur) maka disimpulkan rehidrasi telah tercapai.
Jika tanda-tanda dehidrasi berat muncul, terapi intravena harus dimulai
sesuai Rencana Terapi C. Anak-anak tersebut harus diberikan larutan oralit
melalui selang nasogastrik atau larutan ringer laktat intravena (75 ml/kg/4jam),
biasanya dilakukan di rumah sakit (WHO, 2005).
Pemberian zinc pada Rencana Terapi B dapat diberikan sesuai dengan
Rencana terapi A. Kecuali ASI, makanan tidak boleh diberikan selama empat jam
pertama periode rehidrasi. Namun, anak-anak yang terus dalam Rencana Terapi B
lebih dari empat jam harus diberikan makanan setiap 3-4 jam seperti yang
dijelaskan dalam Rencana terapi A (WHO, 2005).
2.4.3 Renacana Terapi C: untuk pasien dengan dehidrasi berat
Pengobatan bagi anak-anak dengan dehidrasi berat adalah rehidrasi
intravena. Jumlah cairan rehidrasi intravena dapat dilihat pada Tabel 2.5.
Umur
<12 bulan
>12 bulan
Pemberian pertama
Pemberian selanjutnya
30 ml/kg
70 ml/kg
selama:
selama:
1 jam
5 jam
30 menit
2 ½ jam
Tabel 2.5 Jumlah cairan secara intravena pada Rencana Terapi C
Anak-anak yang masih dapat minum, walaupun sedikit, harus diberikan
oralit per oral sampai infus berjalan. Setelah anak dapat minum tanpa kesulitan,
semua anak harus menerima oralit (5 ml/kg/jam) dalam waktu 3-4 jam (untuk
bayi) atau 1-2 jam (untuk pasien yang lebih tua) (WHO, 2005).
Pasien harus dinilai ulang setiap 15-30 menit sampai denyut arteri radialis
teraba kuat. Setelah itu, pasien harus dievaluasi ulang setiap 1 jam untuk
memastikan bahwa hidrasi meningkat. Jika tidak, maka infus harus diberikan
lebih cepat. Setelah 6 jam (bayi) atau 3 jam (anak), evaluasi penderita
mengunakan tabel pernilaian (Tabel 2.2), kemudian pilihlah rencana terapi yang
sesuai (A, B atau C ) untuk melanjutkan terapi (WHO, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Depkes RI (2011) menyusus sebuah panduan yang dikenal dengan istilah
LINTAS DIARE, yaitu lima langkah tuntaskan diare terdiri dari:
a. berikan oralit
b. berikan tablet zinc selama 10 hari berturut-turut
c. teruskan ASI dan makan.
d. berikan antibiotik secara selektif
e. berikan nasihat kepada ibu/keluarga.
2.5 Rekam Medis
Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan, dan dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada
pasien pada sarana pelayanan kesehatan, untuk itu rekam medis harus dijaga dan
dipelihara dengan baik. Rekam medis untuk pasien rawat inap sekurangkurangnya harus membuat data mengenai:
a. identitas pasien
b. anamnesis
c. riwayat penyakit
d. hasil pemeriksaan laboratorium
e. diagnosis
f. persetujuan tindakan medis (informed consent)
g. tindakan/pengobatan
h. catatan perawat
i. catatan observasi klinis dan hasil pengobatan, dan
j. resume akhir dan evaluasi pengobatan
(Iskandar, 1998).
Universitas Sumatera Utara
Download