1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kompos Limbah

advertisement
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kompos Limbah Pertanian
Pengomposan merupakan salah satu metode pengelolaan sampah organik
menjadi material baru seperti humus yang relatif stabil dan lazim disebut kompos.
Pengomposan dengan bahan baku sampah domestik merupakan teknologi yang
ramah lingkungan, sederhana dan menghasilkan produk akhir yang sangat
berguna bagi kesuburan tanah. Selama proses perubahan dan peruraian bahan
organik, unsur hara mengalami pembebasan dan menjadi bentuk larut yang bisa
diserap tanaman, proses
perubahan ini
disebut
pengomposan.
Metode
pengomposan yang sesuai dan waktu pemanfaatan bahan organik perlu
diperhatikan, demikian juga inokulasi mikrobia yang sesuai.
Kompos adalah hasil pembusukan sisa – sisa tanaman yang disebabkan
oleh aktivitas mikroorganisme pengurai. Kualitas kompos sangat ditentukan oleh
besarnya perbandingan antara jumlah karbon dan Nitrogen (C/N rasio). Jika C/N
rasio tinggi, berarti bahan penyusun kompos belum terurai sempurna. Bahan
kompos dengan C/N rasio tinggi akan terurai atau membusuk lebih lama
dibandingkan ber-C/N rasio rendah. Kualitas kompos dianggap baik jika memiliki
C/N rasio antara 12 – 15 (Novizan, 2001). Menurut Rahman Susanto (2002),
nisbah C/N berkenaan dengan persentase senyawa organik memberikan indikasi
intensitas proses dekomposisi, karena persentase senyawa organik menentukan
jumlah komponen dalam bahan dasar kompos yang akan terdekomposisi. Pada
umumnya limbah organik mengandung fraksi padat organik rata – rata 40% 70%. Pemberian bahan organik ke dalam tanah merupakan praktek yang paling
1
2
dianjurkan, dan biasanya diberikan dalam jumlah 30-40 ton/hektar dapat
diambilkan dari berbagai sumber bahan organik (Gunawan Budiyanto, 2014).
1. Kompos Jerami Padi
Potensi panen jerami adalah 1,4 kali dari hasil panen padi (Kim and Dale 2004), sehingga jika panen padi 8 ton gabah akan diperoleh jerami sebanyak 11,2
ton, jika setahun panen padi dua kali potensi jerami ada 22,4 ton, jika selama 10
tahun akan menghasilkan 2.240 ton jerami. Hasil analisis laboratorium terhadap
kompos jerami padi yang sudah dikomposkan, dibuat dengan menggunakan
berbagai bioaktivator berbeda-beda nilai haranya. Hal ini tergantung dari jenis
mikroba
yang digunakan, komposisi
bahan, cara dan
perlakuan saat
pembuatannya. Limbah jerami padi belum dimanfaatkan secara optimal, selama
ini jerami padi dimanfaatkan oleh petani sebagai pakan ternak sekitar 22%, pupuk
kompos sekitar 20-29% dan sisanya dibakar untuk menghindari penumpukkan
(Ikhsan dan Hartati, 2009).
Kandungan 1 ton kompos jerami padi adalah Nitrogen (N) 0,6 %, Fosfor
(P2O5) 0,64%, Kalium (K2O) 7,7%, Kalsium (Ca) 4,2%, serta Magnesium (Mg)
0,5%, Cu 20 ppm, Mn 684 ppm dan Zn 144 ppm. Kompos jerami padi memiliki
kandungan hara setara dengan 41,3 kg Urea, 5.8 kg SP36, dan 89,17 kg KCl per
ton kompos atau total 136,27 kg NPK per ton. Jumlah hara ini dapat memenuhi
lebih dari setengah kebutuhan pupuk kimia petani (Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian, 2013). Pembakaran jerami sebelum diberikan ke tanah sawah seperti
yang biasa dilakukan oleh petani dinilai sangat merugikan, rata – rata pembakaran
jerami akan mengakibatkan kehilangan hara 94 % Karbon, 91 % Nitrogen, 45 %
3
Fosfor, 75 % Kalium, 75 % Sulfur, 30 % Kalsium dan 20 % Magnesium dari total
kandungan hara tersebut dalam jerami (Abdurachman dan Suriadikarta, 2001).
2. Kompos Serasah Jagung Manis
Banyak petani menanam jagung manis yang dimanfaatkan hanya buahnya
saja. Sebagian petani kurang memanfaatkan serasah jagung manis yang berupa
batang dan daun. Padahal serasah jagung manis dapat diolah menjadi kompos
yang akan menghasilkan pupuk organik. Kompos serasah jagung manis bisa
digunakan untuk menyuburkan lahan serta dapat dimanfaatkan menjadi suatu
produk yang sangat menguntungkan bagi elemen masyarakat, khususnya bagi
para petani itu sendiri.
Tanaman jagung manis mengandung Nitrogen 0,92%, Fosfor 0,29%, dan
Kalium 1,39% (Ruskandi, 2005). Kurangnya prasarana bisa jadi menjadi
hambatan dalam mengolah serasah jagung manis yang melimpah. Pada penelitian
Surtinah tahun 2013 hasil yang diperoleh kompos dengan bahan serasah jagung
manis mengandung Karbon 10,5 %, Nitrogen 1,05 %, C/N rasio 9,97, Fosfor 1,01
%, Kalium 0,18 %, dan Kalsium 1,98 me/100 g.
3. Kompos Limbah Kulit Singkong
Kulit singkong merupakan limbah singkong yang umumnya sudah tidak
dimanfaatkan dan terbuang. Kulit singkong dapat diproses menjadi pupuk organik
yang kemudian disebut dengan pupuk kompos. Menurut penelitian (Akanbi,
2007) kompos kulit singkong bermanfaat sebagai sumber nutrisi bagi tumbuhan
dan berpotensi sebagai insektisida tumbuhan. Penggunaan pupuk kompos kulit
singkong, memiliki banyak keuntungan diantaranya adalah mengurangi
4
permasalahan limbah dan meningkatkan nilai jual dari kulit singkong itu sendiri
karena digunakan sebagai pupuk.
Kulit singkong memiliki kandungan yang di butuhkan tanaman diantaranya
yaitu sebagai berikut: Kandungan C (Karbon) sebesar 59,31% yang berarti
terdapat karbon yang tinggi pada kulit singkong, H (Hidrogen) sebesar 9,78%, O
(Oksigen) sebesar 28,74%, N (Nitrogen) sebesar 2,06 % , S (Sulfur) sebesar
0,11% dan H2O (Air) sebesar 11,4% (Ankabi,2007)
B. Tanaman Tomat
Tomat (Lycopersicon esculentum) merupakan sayuran populer di
Indonesia. Produksi tomat di Indonesia tahun 2000 mencapai 346.081 ton (Badan
Pusat Statistik, 2001) dan tiap tahun akan meningkat mengimbangi kebutuhan
masyarakat yang meningkat dan juga perluasan pasar (ekspor). Salah satu tehnik
budidaya yang berperan dalam upaya meningkatkan produksi tanaman tomat
adalah pemupukan, untuk pertumbuhan dan hasil yang baik, tanaman tomat
membutuhkan hara yang lengkap, baik makro maupun mikro, dengan komposisi
berimbang yang dipasok dari pupuk. Pemberian Nirogen yang terlalu tinggi
misalnya dapat menyebabkan pertumbuhan daun yang lebat, namun berpengaruh
menekan jumlah dan ukuran buah (Nonnecke, 1989). Penelitian di Candilo dan
Silvestri (1994) menunjukkan bahwa pemberian Sulfur (S), Kalsium (Ca) dan
Magnesium (Mg) pada tanaman tomat nyata meningkatkan hasil, memperbaiki
pematangan dan kadar padatan terlarut. Pada tanaman tomat yang kekurangan K,
selain berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, juga akan dapat menurunkan
kualitas buah. Pada analisis tanaman tomat, S terdapat dalam kadar yang cukup
5
tinggi dan tersebar, ini menandakan bahwa unsur ini penting bagi tanaman
tersebut (Ware and Mc Collum, 1980).
Penentuan kebutuhan pupuk berdasarkan perkiraan jumlah hara yang
terangkut bersama panen. Setiap jenis tanaman mengandung unsur hara yang
berbeda. Pada tanaman tomat kandungan hara Nitrogen, Fosfor, dan Kalium di
dalam 1 ton hasil panen adalah Nitrogen menghasilkan 3,3 kg, Fosfor
menghasilkan 0,4 kg, dan Kalium menghasilkan 4,2 kg. Unsur hara yang terbawa
panen perlu dikembalikan ke dalam tanah melalui pemupukan supaya kesuburan
tanah tetap terjaga dan produksi tanaman dapat dipertahankan. Akan tetapi zat
hara di dalam tanah tidak semuanya dapat digunakan oleh tanaman. Sebagian
akan hilang karena peguapan (Nitrogen), pencucian ke lapisan tanah yang lebih
dalam sehingga tidak terjangkau oleh akar (Nitrogen dan Kalium), terikat oleh
mineral liat tanah (Fosfor dan Kalium) atau hanyut karena tererosi (Nitrogen,
Fosfor, Kalium). Oleh karena itu pemberian pupuk sebaiknya 1,5 sampai 2 kali
jumlah hara yang hilang bersama panen.
Petani tomat di Indonesia umumnya hanya menggunakan 3 jenis pupuk
tunggal yaitu Nitrogen (Urea , ZA), Fosfor (SP-36) dan Kalium (KCl, ZK) yang
pemberiannya dilakukan secara sendiri-sendiri atau dapat juga dicampur.
Kebutuhan akan hara makro sekunder dan hara mikro sering kali diabaikan,
sehingga pada jangka panjang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi hara dan
efisiensi pemupukan menjadi berkurang serta efektifitas pupuk yang diberikan
rendah. Efisiensi pemupukan perlu dilakukan dengan tujuan memperkecil
kehilangan pupuk dan meningkatkan efektifitas serapan hara. Efisiensi
6
pemupukan dapat dilakukan dengan mengubah bentuk atau ukuran pupuk yang
memungkinkan bidang singgung pupuk tersebut dengan tanah menjadi lebih
sempit, sehingga kelarutannya lebih rendah, mengurangi efek pencucian yang
dapat menyebabkan pupuk tersedia lebih banyak untuk tanaman.
Tomat dikembangbiakkan melalui bijinya. Sebelum ditanam, biji tomat
disemai terlebih dahulu. Tanah untuk persemaian dicangkul dan diberi pupuk
kandang yang matang dan steril. Untuk melindungi semaian dibuatkan atap yang
menghadap ke timur dan miring ke barat setinggi satu meter. Atap ini berguna
untuk menjaga kelembaban, memproleh suhu yang tetap, dan mengatur
banyaknya sinar matahari yang masuk. Biji tomat ditaburkan berbaris dengan
jarak antar baris 5 cm. Penaburan dilakukan dengan hati-hati dan tipis-tipis di atas
tanah persemaian. Untuk lahan seluas satu hektar diperlukan sebanyak 300-400
gram biji tomat. Menurut teori, penanaman satu hektar hanya diperlukan 150
gram biji yang berdaya kecambah 75%. Biji tomat akan tumbuh setelah 5-7 hari
disemaikan.
Lahan yang akan digunakan dicangkul sedalam 40 cm dan dibuat
bedengan dengan lebar 1,40 m. Di atas bedengan dibuat lubang dengan jarak 50 x
60 cm. Jarak antar baris lubang 70 x 80 cm sehingga tiap bedengan terdiri dari dua
baris lubang, menggunakan ruang tanam 50 x 60 cm.
Tiap-tiap lubang diberi pupuk kandang yang telah jadi sebanyak 0,5-1 kg
atau 20 ton/hektar. Pada lahan tersebut juga dibuatkan saluran pembuangan air
(parit) antar bedengan dengan lebar 20 cm. Parit ini sangat penting untuk drainase
dan mencegah serangan penyakit layu. Setelah berumur satu bulan, kira-kira
7
berdaun empat helai, bibit tomat dipindahkan ke lubang-lubang tanam yang telah
tersedia di kebun. Setiap lubang ditanami satu batang tanaman yang sehat, kuat,
dan subur. Jika diperlukan, tanaman ditutupi dengan dedaunan atau pelepah
pisang. Tutup ini untuk mencegah teriknya sinar matahari atau pukulan air hujan
yang mungkin jatuh. Setelah 3-4 hari tutup dibuka.
Tanaman tomat yang telah berumur 1,5 bulan diberi pupuk anorganik
berupa pupuk Urea, SP-36, dan KCl dengan perbandingan 2 : 3 : 1 sebanyak 12
gram tiap tanaman. Pupuk ini diletakkan dalam alur yang melingkari batang
tanaman, kurang lebih 5 cm dari batang tanaman. Alur ini selanjutnya ditutup
dengan tanah. Pemberian pupuk buatan ini diulangi sekali lagi setelah 2-3 minggu
kemudian. Dengan demikian, untuk tiap hektar tanaman dibutuhkan 200 kg Urea,
300 kg SP-36, dan 200 kg KCl. Pemberian pupuk buatan saat umur tanaman
tomat 1,5 bulan cabang samping dipangkas hingga tersisa 1-2 cabang utama tiap
tanaman. Tunas yang tumbuh pada keriak daun dan berbunga sedikit (tunas liar)
harus dibuang. Tunas-tunas tersebut dapat mengurangi hasil buah.
C. Hipotesis
Perlakuan 9,876 ton/hektar Pupuk Kompos Kulit Singkong (setara dengan
20 ton/hektar pupuk kandang sapi) + Urea 200 kg/hektar, SP-36 300 kg/hektar,
KCl
200
kg/hektar
merupakan
perlakuan
pertumbuhan dan hasil tanaman tomat.
terbaik
dalan
meningkatkan
Download