Teori pensinyalan

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Teori Pensinyalan (Signalling Theory)
Teori pensinyalan menjelaskan mengapa perusahaan mempunyai
inisiatif dan dorongan untuk memberikan informasi kepada pihak eksternal
(Tearney, 2000). Asimetri informasi terjadi karena manajemen mengetahui
lebih banyak informasi tentang prospek perusahaan di masa mendatang
dibandingkan pihak eksternal (Wolk et al., 2001). Hal ini dapat
mengkibatkan pihak eksternal memberikan nilai yang rendah pada
perusahaan.
2.1.2. Teori Keagenan (Agency Theory)
Teori keagenan merupakan hal dasar yang digunakan untuk
memahami
konsep
corporate
governance.
Teori
keagenan
ini
dikembangkan oleh Jensen dan Meckling (1976). Teori keagenan ini
muncul ketika terjadi sebuah kontrak antara manajer (agent) dengan
pemilik (principal). Seorang manajer (agent) akan lebih mengetahui
mengenai
keadaan
perusahaannya
dibandingkan
dengan
pemilik
(principal). Manajer (agent) berkewajiban untuk memberikan informasi
kepada pemilik (principal). Manajer bertugas untuk mengelola perusahaan
dengan sebaik mungkin sehingga perusahaan akan menghasilkan laba yang
cukup signifikan. Jumlah laba yang dihasilkan tersebut akan dilaporkan
oleh pemilik sehingga pemilik dapat mengetahui seberapa efektif dan
efisiennya kinerja manajer perusahaan. Adanya tanggung jawab yang lebih
besar tersebut, menjadikan manajer menginginkan adanya imbalan yang
lebih besar juga. Dengan demikian dalam perusahaan terdapat dua
kepentingan yang berbeda, yaitu kepentingan untuk mengoptimalkan
keuntungan bagi perusahaan tersebut dan kepentingan bagaimana
memegang tanggung jawab yang besar sehingga mendapatkan imbalan
yang besar juga, yaitu kepentingan untuk pribadinya sendiri.
Fahmi (2010 : 89) menyatakan bahwa agency theory (teori
keagenan) merupakan suatu kondisi yang terjadi pada suatu perusahaan
dimana pihak manajemen sebagai pelaksana yang disebut lebih jauh
sebagai agen dan pemilik modal (owner) sebagai princiap membangun
suatu kontrak kerja sama yang disebut dengan nexus of contract, kontrak
kerja sama ini berisi kesepakatan-kesepakatan yang menjelaskan bahwa
pihak manajemen perusahaan harus bekerja secara maksimal untuk member
kepuasan yang maksimal seperti profit yang tinggi kepada pemilik modal
(owner).
Agency problems dapat merugikan pemegang saham karena tidak
terlibat langsung dalam pengelolaan perusahaan sehingga tidak memiliki
akses untuk mendapatkan informasi yang memadai. Shleifer dan Vishny
(2007) menyatakan bahwa corporate governance merupakan respon
perusahaan terhadap agency problems. Corporate governance diharapkan
memberikan keyakinan kepada para pemegang saham bahwa mereka akan
menerima return atas dana yang telah diinvestasikan. Aspek-aspek
corporate
governance
seperti
kepemilikan
manajerial
kepemilikan
institusional, proporsi komisaris independen, dan jumlah anggota komite
audit dipandang sebagai mekanisme kontrol yang tepat untuk mengurangi
konflik keagenan (Black et al, 2003; Daryatno, 2004; Harjoto dan Jo,
2011).
2.1.3 Teori Stakeholders (Stakeholders Theory)
Teori
stakeholder
memprediksi
manajemen
memperhatikan
ekspektasi dari stakeholder yang berkuasa, yaitu stakeholder yang memiliki
kuasa mengendalikan sumber daya yang dibutuhkan oleh perusahaan
(Deegan, 2004). Teori ini dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku
pengungkapan social dan lingkungan. Perusahaan akan berusaha untuk
memuaskan stakeholder agar tetap bertahan, yaitu dengan mengungkapkan
informasi yang dibutuhkan. Beberapa kelompok stakeholder sangat
membutuhkan informasi tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Lebih lanjut teori lain yang mendukung penyampaian laporan
pertanggungjawaban sosial dan lingkungan adalah stakeholder theory
(Deegan, 2004 : 292). Stakeholder theory mempertimbangkan berbagai
kelompok (stakeholders) yang terdapat dalam masyarakat dan bagaimana
harapan kelompok stakeholder memiliki dampak yang lebih besar (lebih
kecil) terhadap strategi perusahaan. Teori berimplikasi terhadap kebijakan
manajemen dalam mengelola harapan stakeholder. Stakeholder perusahaan
pada dasarnya memiliki ekspektasi yang berbeda mengenai bagaimana
perusahaan dioperasikan. Perusahaan akan berusaha untuk mencapai
harapan stakeholder yang berkuasa dengan penyampaian pengungkapan,
termasuk pelaporan aktivitas sosial dan lingkungan.
2.1.4 Pengertian Pasar Modal
Pengertian pasar modal secara umumnya adalah suatu sistem
keuangan yang terorganisasi termasuk didalamnya adalah bank-bank
komersial dan semua lembaga perantara dibidang keuangan, serta
keseluruhan surat-surat berharga yang beredar. Pengertian pasar modal juga
bisa diartikan dalam arti sempit yaitu suatu pasar (tempat yang berupa
gedung) yang disiapkan guna memperdagangkan saham-saham, obligasiobligasi dan jenis surst berharga lainnya dengan memakai jasa perantara
perdagangan efek (Sunariyah, 2006 : 4).
Pasar modal adalah kegiatan yang berhubungan dengan penawaran
umum dan perdagangan efek, perusahaan public yang berkaitan dengan
efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan
efek. Pasar modal menyediakan alternatif investasi bagi para investor selain
alternatif investasi lainnya seperti : menabung di bank, membeli emas,
asuransi, tanah dan bangunan, dan sebagainya. Pasar modal bertindak
sebagai penghubung antara para investor dengan perusahaan ataupun
institusi pemerintah melalui perdagangan instrumen keuangan jangka
panjang seperti : obligasi, saham, dan lainnya (Rusdin, 2006 : 1).
Berdasarkan pendapat tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa pasar
modal
adalah
suatu
sistem
keuangan
yang
terorganisasi
dan
mempertemukan dua kelompok yaitu para investor dan perusahaan melalui
perdagangan instrumen keuangan jangka panjang.
2.1.5 Macam-Macam Pasar Modal
Ada empat macam pasar modal menurut Sunariyah, (2006 : 13)
yaitu sebagai berikut.
1) Pasar Perdana (Primary Market)
Pasar perdana yaitu penawaran saham dari perusahaan yang menerbitkan
saham (emiten) kepada pemodal selama waktu yang ditetapkan oleh
pihak yang menerbitkan sebelum saham tersebut diperdagangkan di pasr
sekunder. Harga saham dipasar perdana ditentukan oleh penjamin emisi
dan perusahaan yang akan go public (emiten) berdasarkan analisis
fundamental perusahaan yang bersangkutan.
2) Pasar Sekunder (Secondary Market)
Pasar sekunder yaitu perdagangan saham setelah melewati masa
penawaran pada pasar perdana. Jadi pasar sekunder merupakan pasar
dimana saham dan sekuritas lain diperjual-belikan secara luas, setelah
melalui masa penjualan di pasar perdana. Harga saham di pasar sekunder
ditentukan oleh permintaan dan penawaran antara pembeli dan penjual.
3) Pasar Ketiga (Third Market)
Pasar ketiga yaitu tempat perdagangan saham atau sekuritas lain diluar
bursa (over the counter market). Di Indonesia pasar ketiga ini disebut
bursa pararel yang merupakan sistem perdagangan efek yang
terorganisasi di luar bursa efek resmi, dalam bentuk pasar sekunder yang
diatur dan dilaksanakan oleh Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek
dan diawasi dan dibina oleh Badan Pengawas Pasar Modal. Dalam pasar
ketiga ini tidak memiliki pusat lokasi perdagangan yang dinamakan
lantai bursa (floor trading). Informasi yang diberikan dalam pasar ketiga
ini meliputi : harga saham jumlah transaksi dan keterangan lainnya
mengenai surat-surat berharga yang bersangkutan.
4) Pasar Keempat (Fourt Market)
Pasar keempat yaitu bentuk perdagangan efek antara investor atau
dengan kata lain pengalihan saham dari satu pemegang saham ke
pemegang saham lainnya tanpa melalui perantara perdagangan efek.
Bentuk transaksi dalam perdagangan semacam ini biasanya dilakukan
dengan jumlah besar.
2.1.6 Manfaat Pasar Modal
Menurut Pandji Anoraga dan Piji Pakarti, (2008 : 12) manfaat pasar
modal dapat dirasakan oleh berbagai pihak yaitu : emiten, investor, lembaga
penunjang maupun pemerintah.
1) Manfaat pasar modal bagi emiten adalah.
(1) Jumlah dana yang dihimpun bisa berjumlah besar.
(2) Dana tersebut bisa diterima sekaligus pada saat asar perdana selesai.
(3) Tidak ada “convenani” sehingga manajemen dapat lebih bebas
dalam pengolahan dana.
(4) Solvabilitas
perusahaan.
perusahaan
tinggi
sehingga
memperbaiki
citra
(5) Ketergantungan emiten terhadap bank menjadi kecil.
(6) Jangka waktu penggunaan dana tidak terbatas.
(7) Tidak ada bebas financial yang tetap.
2) Manfaat pasar modal bagi investor adalah.
(1) Nilai investasi berkembang mengikuti pertumbuhan ekonomi,
peningkatan tersebut tercermin pada meningkatnya harga saham
yang mencapai capital again.
(2) Memperoleh deviden bagi mereka yang memiliki saham dan bunga
tetap atau bunga yang mengambang bagi pemegang obligasi.
(3) Bagi pemegang saham mempunyai hak suara dalam RUPO bagi
pemegang obligasi.
(4) Dapat dengan mudah mengganti instrument investasi.
(5) Dapat sekaligus melakukan investasi dalam beberapa instrument
yang mengurangi resiko.
3) Manfaat pasar modal bagi lembaga penunjang adalah.
(1) Menuju kearah profesional di dalam memberikan pelayanannya
sesuai dengan bidang tugas masing-masing.
(2) Sebagai pembentuk harga dalam bursa pararel.
(3) Semakin memberi variasi pada jenis lembaga penunjang.
(4) Likuiditas efek semakin besar.
4) Manfaat pasar modal bagi pemerintah adalah.
(1) Mendorong laju pembangunan.
(2) Mendorong investasi.
(3) Penciptaan Lapangan Pekerjaan.
(4) Memperkecil Debet Service Ratio (DSR).
(5) Mengurangi beban anggaran bagi Badan Usaha Milik Negara
(BUMN).
2.1.7 Peranan Pasar Modal
Pasar modal mempunyai peranan penting dalam sustu Negara yang
pada dasarnya peranan tersebut mempunyai kesamaan antara satu Negara
dengan Negara yang lain. Menurut Sunariyah, (2006 : 7) peranan pasar
modal suatu Negara terdiri dari lima segi yaitu.
1) Sebagai fasilitas melakukan interaksi antara pembeli dengan penjual
untuk menentukan harga saham atau surat berharga yang diperjualbelikan.
2) Pasar modal memberi kesempatan kepada para pemodal untuk
menentukan hasil (return) yang diharapkan.
3) Pasar modal memberi kesempatan kepada investor untuk menjual
kembali saham yang dimilikinya atau surat berharga lainnya.
4) Pasar modal menciptakan kesempatan kepada masyarakat untuk
berpartisipasi dalam perkembangan suatu perekonomian.
5) Pasar modal mengurangi biaya informasi dan transaksi surat berharga.
2.1.8 Lembaga yang Terlibat di Pasar Modal Indonesia
Sebagai suatu bisnis yang berdampak sosial sangat luas, pasar modal
melibatkan banyak orang dan banyak lembaga. Menurut Sunariyah, (2006 :
45) pihak-pihak yang terkait dalam kegiatan pasar modal Indonesia sesuai
dengan SK Menteri Keuangan RI Nomor 1548/KMK.013/1990 tentang
pasar modal yaitu.
1) Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM)
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) merupakan lembaga
pemerintah yang bertugas untuk.
(1) Mengikuti perkembangan dan mengatur pasar modal sehingga efek
dapat ditawarkan dan diperdagangkan secara teratur, wajar dan
efisien serta melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat
umum.
(2) Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap lembaga-lembaga
dan profesi-profesi penunjang yang terkait dalam pasar modal.
(3) Memberi pendapat kepada menteri keuangan mengenai pasar modal
beserta kebijakan oprasionalnya.
2) Pelaksana Bursa
Bursa efek menurut Kepres No 53 adalah suatu tempat pertemuan
termasuk sistem elektronik tanpa tempat pertemuan yang diorganisir dan
digunakan untuk menyelenggarakan pertemuan penawaran jual-beli atau
perdagangan efek. Seperti misalnya : Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek
Surabaya.
3) Perusahaan yang Go Public (emiten)
Adalah pihak yang melakukan emisi atau yang telah melakukan emisi
efek. Emiten adalah pihak yang membutuhkan dana guna membelanjai
operasi maupun rencana investasi.
4) Perusahaan Efek
Perusahaan efek adalah perusahaan yang telah memperoleh ijin usaha
untuk beberapa kegiatan sebagai penjamin emisi efek, perantara
pedagang efek, manajer investasi atau penasehat investasi.
5) Lembaga Kliring dan Penyelesaian Penyimpanan
Untuk membantu segala proses administrasi serta penyimpanan efek
dalam hubungannya dengan perdagangan efek maka terdapat dua
lembaga yaitu lembaga kliring dan penyelesaian penyimpanan. Lembaga
kliring dan penyelesaian penyimpanan adalah suatu lembaga yang
menyelenggarakan kliring dan penyelesaian transaksi yang terjadi di
bursa efek, serta penyimpanan efek dalam penitipan untuk pihak lain.
6) Reksa Dana (Investment Fund)
Adalah pihak yang kegiatan utamanya melakukan investasi, investasi
kembali (reinvestment) atau perdagangan efek. Reksa dana tertutup
(closed end investment fund) adalah reksa dana yang melakukan emisi
saham tidak dapat dijual kepada atau dibeli kembali oleh reksa dana
yang bersangkutan.
7) Lembaga Penunjang Pasar Modal
Adalah tempat penitipan harta, biro administrasi efek, wali amanat, atau
penanggung yang menyediakan jasanya. Tempat penitipan harta adalah
pihak yang menyelenggarakan penyimpanan harta dalam penitipan untuk
kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak tanpa mempunyai hak
kepemilikan atas harta tersebut. Biro administrasi efek adalah pihak yang
berdasarkan kontrak dengan emiten secara teratur menyediakan jasa-jasa
melakukan pembukuan, transfer dan pencatatan, pembayaran deviden,
pembagian hak opsi, emisi sertifikasi, atau laporan tahunan emiten. Wali
amanat (trust agent) adalah pihak yang dipercayakan untuk mewakili
kepentingan
seluruh
pemegang
obligasi
atau
sertifikat
kredit.
Penanggung (guarantor) adalah pihak yang menanggung kembali jumlah
pokok dan/atau bunga emisi obligasi, atau sekuritas kredit dalam hal
emiten cendera janji.
8) Profesi Penunjang Pasar Modal
Terdiri dari akuntan, notaris, perusahaan penilai (appraisal) dan
konsultan hukum. Akuntan adalah pihak yang memiliki keahlian dalam
bidang akutansi dan pemeriksaan akuntan (auditing) dan mempunyai
fungsi memberi pendapat atas kewajaran laporan keuangan emiten atau
calon emiten. Notaris adalah pejabat yang berwenang memberi membuat
akte otentik sebagaimana dimaksud dalam staatsblad 1860 No 3 tentang
peraturan jabatan notaris yang mempunyai peranan membuat perjanjian,
penyusuan anggaran dasar dan perubahannya, perubahan pemilik modal
dan lain-lain. Penilai (appraisal) adalah pihak yang menerbitakan dan
menandatangani laporan penilaian. Konsultan Hukum adalah ahli hukum
yang memberikan dan menanda-tangani pendapat hukum mengenai
emisi atau emiten yang memiliki fungsi utama yaitu melindungi pemodal
atau calon pemodal dari segi hukum, dan memiliki tugas meneliti akte
pendirian, ijin usaha, dan lain-lain.
9) Pemodal (Investor)
Adalah pihak baik perorangan maupun lembaga yang menanamkan
modalnya dalam efek-efek yang diperdagangakan di pasar modal.
2.1.9 Jenis Instrumen Pasar Modal
Instrumen pasar modal adalah semua surat-surat berharga yang
diperdagangkan di bursa. Pada umumnya instrument pasar modal bersifat
jangka panjang (Pandji Anoraga dan Piji Pakarti, 2008 : 54).
Adapun instrumen (sekuritas) yang diperdagangkan di pasar modal
yaitu sebagai berikut.
1) Saham
Saham merupakan tanda penyertaan modal seseorang atau pihak (badan
usaha) dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. (Bambang Susilo
D, 2009 :27).
Menurut Sunariyah, (2006 : 48) ada dua keuntungan yang dapat
diperoleh dari pemegang saham, yaitu.
(1) Memperoleh deviden, yaitu pembagian keuntungan yang diberikan
perusahaan penerbit saham tersebut atas keuntungan yang
dihasilkan perusahaan.
(2) Memperoleh Capital Gain, yaitu selisih antara harga beli dengan
harga jual.
Capital gain terbentuk dengan adanya aktivitas
perdagangan saham di pasar sekunder.
Menurut Sunariyah, (2006 : 49) kerugian yang mungkin terjadi dari
investasi saham, yaitu.
(1) Tidak mendapat deviden apabila perusahaan mengalami kerugian.
(2) Capital Loss, yaitu kerugian dari hasil jual beli saham berupa selisih
antara harga jual yang lebih rendah dari harga beli.
(3) Perusahaan bangkrut atau dilikuidasi.
(4) Saham di delist dari bursa.
Menurut Pandji Anoraga dan Piji Pakarti (2008 : 54) jenis saham
yang diperdagangkan di bursa efek adalah sebagai berikut.
(1) Saham biasa, yaitu saham yang tidak memperoleh hak istimewa.
Pemegang saham biasa biasa mempunyai hak untuk memperoleh
deviden sepanjang perseroan memperoleh keuntungan.
(2) Saham preferen, yaitu saham yang diberikan atas hak untuk
mendapatkan deviden atau bagian kekayaan pada saat perusahaan
dilikuidasi lebih dahulu dari saham biasa.
2) Obligasi
Obligasi adalah surat utang jangka menengah-panjang yang dapat
dipindahtangankan yang berisi janji dari pihak yang menerbitkan untuk
membayar imbalan berupa bunga pada periode tertentu dan melunasi pokok
utang pada waktu yang telah ditentukan kepada pihak pembeli obligasi
tersebut (Bambang Susilo D, 2009 : 29).
3) Waran
Waran adalah efek yang diterbitkan oleh suatu perusahaan, yang member
hak kepada pemegang efek untuk memesan saham dari perusahaan tersebut
pada harga tertentu, dengan jangka waktu enam bulan atau lebih
(Sunariyah, 2006 : 282).
4) Righ Issue
Righ issue merupakan salah satu jenis opsi yang merupakan turunan dari
efek yang sebenarnya dan juga mempunyai masa hidup yang singkat
(Pandji Anoraga dan Piji Pakarti, 2008 : 72).
5) Reksa Dana
Reksa dana merupakan salah satu alternatif investasi bagi masyarakat
pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki
banyak waktu dan keahlian untuk menghitung resiko atas investasi mereka
(Bambang Susilo D, 2009 : 33).
2.1.10 Nilai Perusahaan
Nilai perusahaan adalah nilai laba masa yang akan dating di
ekspektasi yang dihitung kembali dengan suku bunga yang tepat (Winardi,
2001 dalam Kusumadilaga, 2010).
Nilai perusahaan dapat dilihat dari kemampuan perusahaan
membayar deviden. Ada saatnya dividen tersebut tidak dibagikan oleh
perusahaan karena perusahaan merasa perlu untuk menginvestasikan
kembali laba yang diperolehnya (Mahendra, Artini dan Suarjaya, 2012).
Tujuan utama perusahaan menurut theory of the firm adalah untuk
memaksimumkan kekayaan atau nilai perusahaan (value of the firm)
(Salvatore, 2005). Memaksimalkan nilai perusahaan sangat penting artinya
bagi suatu perusahaan, karena dengan memaksimalkan nilai perusahaan
berarti juga memaksimalkan kemakmuran pemegang saham yang
merupakan tujuan utama perusahaan (Euis dan Taswan,2002). Menurut
Husnan (2000) nilai perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar
oleh calon pembeli apabila perusahaan tersebut dijual. Sedangkan menurut
Keown (2008) nilai perusahaan merupakan nilai pasar atas surat berharga
hutang dan ekuitas perusahaan yang beredar. Nilai perusahaan merupakan
persepsi investor terhadap tingkat keberhasilan perusahaan yang sering
dikaitkan dengan harga saham (Sujoko dan Soebiantoro, 2007). Harga
saham yang tinggi membuat nilai perusahaan juga tinggi. Nilai perusahaan
yang tinggi akan membuat pasar percaya tidak hanya pada kinerja
perusahaan saat ini namun juga pada prospek perusahaan di masa depan.
Nilai perusahaan atau nilai pasar perusahaan merupakan harga yang
bersedia dibayar oleh calon pembeli apabila perusahaan tersebut dijual.
Tinggi rendahnya nilai perusahaan cerminan tingkat kepercayaan
stakeholder terhadap perusahaan. Semakin tinggi harga saham suatu
perusahaan mencerminkan semakin tinggi pula nilai perusahaan tersebut
(Kasmir, 2010:8). Sehingga, apabila harga saham perusahaan meningkat,
maka kesejahteraan stakeholder juga akan meningkat. Menurut Jogiyanto
(2013:111) terdapat tiga nilai yang berhubungan dengan saham yaitu nilai
buku (book value), nilai pasar (market value) dan nilai instrinsik (instrinsic
value). Nilai buku merupakan nilai saham menurut pembukuan perusahaan
emiten, nilai pasar merupakan harga saham yang terjadi di pasar bursa pada
saat tertentu yang ditentukan oleh pelaku pasar karena adanya permintaan
dan penawaran, dan nilai instrinsik merupakan nilai sebenarnya dari saham.
Menurut Sartono (2001), nilai perusahaan ditentukan oleh nilai
modal sendiri dan nilai utang. Nilai perusahaan berhubungan erat dengan
kemampuan
perusahaan untuk meningkatkan kemakmuran pemegang
sahamnya. Bagi perusahaan yang menjual sahamnya ke masyarakat (go
public),
indikator
nilai
perusahaan
adalah
harga
saham
yang
diperdagangkan di bursa efek. Harga saham di pasar modal dipengaruhi
oleh berbagai faktor, baik oleh faktor
internal maupun eksternal
perusahaan. Fluktuasi dari nilai saham perusahaan biasanya ditentukan
oleh perubahan dari laba perusahaan yang tercermin dalam kinerja
keuangan
perusahaan. Hal ini menyebabkan nilai intrinsik perusahaan
menjadi ukuran yang sangat
penting bagi investor untuk mengambil
keputusan dalam membeli suatu saham
perusahaan sebagai pilihan
investasinya di pasar modal.
2.1.11 Pengungkapan CSR
Perusahaan seharusnya mengungkapkan informasi kepada pihak
eksternal karena dapat memperkecil asimetri informasi dan mengurangi
ketidakpastian mengenai prospek perusahaan di masa akan datang.
Salah satu informasi yang diungkapkan perusahaan adalah melalui
pengungkapan CSR yang digunakan untuk meningkatkan nilai perusahaan
(Utomo, 2000). Sementara dalam legitimacy theory, definisi pengungkapan
CSR digambarkan sebagai kontrak antara perusahaan dengan masyarakat
dalam merespon kelompok masyarakat maupun dalam melaksanakan
kegiatan yang sesuai dengan nilai keadilan. Motivasi perusahaan
melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial yaitu : untuk menaati
peraturan, memperoleh keunggulan kompetitif, menjawab ekspektasi
masyarakat, melegitimasis tindakan perusahaan dan menarik investor
(Basamalah dan Jeremias, 2005).
Pengungkapan CSR merupakan penjelasan yang menggambarkan
tanggung
jawab
sosial
perusahaan/lembaga
terhadap
masyarakat.
Pengungkapan CSR merupakan proses pengkomunikasian dampak social
dan lingkungan dari kegiatan ekonomi organisasi terhadap kelompok
khusus yang berkepentingan dan masyarakat secara keseluruhan (Hackston
dan Milne (2006) dalam Damayanti (2011).
Tanggung
jawab
sosial
perusahaan/lembaga
sering
disebut
pengungkapan CSR yang menurut The Word Business Council for
Sustainable Development adalah komitmen dan kerja sama antara
karyawan, komunitas setempat, dan masyarakat agar memberikan
kontribusi bagi pembangunan ekonomi berkelanjutan. Hal ini sejalan
dengan Legitimacy Theory yang menjelaskan bahwa setiap perusahaan
menanggapi berbagai kelompok untuk melegitimasi tindakan perusahaan.
Jika terjadi ketidakselarasan nilai perusahaan dan sistem nilai masyarakaat,
maka perusahaan kehilangan legitimasinya sehingga dapat mengancam
kelangsungan hidup perusahaan. Jadi pengungkapan CSR sangat penting
bagi sebuah perusahaan/lembaga untuk membangun, mempertahankan, dan
melegitimasi kontribusi perusahaan dari sisi ekonomi, sosial, dan politik
(Hanafia dan Cooke, 2005 dalam Damayanti, 2011)
Ketentuan mengenai kegiatan pengungkapan CSR di Indonesia
diatur dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal (UUPM) dan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas (UUPT) yang menyatakan bahwa setiap perseroan atau penanam
modal
berkewajiban
untuk
melaksanakan
tanggung
jawab
sosial
perusahaan. Ketentuan ini dimaksudkan untuk mendukung terjalinnya
hubungan perusahaan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan
lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat. Pengaturan
pengungkapan CSR juga bertujuan untuk mewujudkan pembangunan
ekonomi yang berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan
lingkungannya. Dengan demikian pengungkapan CSR merupakan suatu
kewajiban yang harus dilaksanakan oleh perusahaan, bukan kegiatan yang
bersifat sukarela (Wahyudi dan Azheri, 2008).
Berbagai alasan perusahaan dalam melakukan pengungkapan CSR
telah diteliti sebelumnya seperti untuk mentaati peraturan, memperoleh
keunggulan kompetitif, memenuhi ketentuan kontrak pinjaman dan
ekspektasi masyarakat, melegitimasi tindakan perusahaan, dan menarik
investor (Deegan dan Blomquist, 2001 dalam Basamalah dan Jeremias,
2005). Dalam studi
menggunakan
literatur Finch (2005), motivasi perusahaan
sustainability
reporting
framework
adalah
untuk
mengkomunikasikan kinerja manajemen dalam mencapai keuntungan
jangka panjang kepada stakeholder. Aktivitas pengungkapan CSR juga
terbukti dapat meningkatkan reputasi sehingga memperbaiki hubungan
dengan pihak bank, investor, atau lembaga pemerintahan, dan hasil
perbaikan hubungan tersebut tercermin pada keuntungan ekonomi
perusahaan (Harjoto dan Jo, 2011).
Dari aspek ekonomi, perusahaan akan mengungkapkan suatu
informasi jika informasi tersebut dapat meningkatkan nilai perusahaan.
Dengan
menerapkan
pengungkapan
CSR,
diharapkan
perusahaan
memperoleh legitimasi sosial dan memaksimalkan kekuatan keuangan
dalam jangka panjang. Dari aspek investasi, investor juga memiliki
kecenderungan menanamkan modalnya pada perusahaan yang memiliki
kepedulian pada masalah sosial. Perusahaan akan menggunakan informasi
tanggung jawab sosial sebagai keunggulan kompetitif perusahaan
(Sembiring, 2005).
Dalam aspek hukum, perusahaan harus taat pada peraturan
pemerintah seperti Undang-Undang Penanaman Modal No. 25 Tahun 2007
dan Undang-Undang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007 yang
mengharuskan perseroan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial
perusahaan. Jika peraturan ini dilanggar maka perusahaan akan
menanggung risiko untuk diberhentikan operasinya (Wahyudi dan Azheri,
2008).
Pengungkapan CSR perusahaan akan memperoleh legitimasi sosial
dan memaksimalkan kekuatan keuangannya dalam jangka panjang
(Kiroyan,
2006).
Perusahaan
yang
mengungkapkan
CSR
akan
meningkatkan nilai perusahaannya (Verrecchia, 2000 dalam Basamalah dan
Jermias, 2005).
Darwin (2004) mengatakan bahwa pengungkapan CSR terbagi
menjadi 3 kategori yaitu kinerja ekonomi, kinerja lingkungan dan kinerja
sosial. Gloutie dalam Hartanti (2006) menyatakan bahwa tema-tema yang
diungkapkan dalam wacana akuntansi tanggung jawab sosial adalah.
1) Kemasyarakatan, mencakup aktivitas kemasyarakatan yang diikuti
perusahaan, misalnya aktivitas terkait dengan kesehatan, pendidikan, dan
seni, serta pengungkapan aktivitas kemasyarakatan lainnya.
2) Ketenagakerjaan, meliputi dampak aktivitas perusahaan pada orangorang dalam perusahaan tersebut. Aktivitas tersebut meliputi rekruitmen,
program pelatihan, gaji dan tunjangan, mutasi dan promosi, dan lainnya.
3) Produk dan konsumen, melibatkan aspek kualitatif suatu produk atau
jasa, antara lain kegunaan, durability, pelayanan, kepuasan pelanggan,
kejujuran alam iklan, kejelasan atau kelengkapan isi pada kemasan.
4) Lingkungan hidup, yaitu aspek lingkungan dari proses produksi, yang
meliputi pengendalian polusi dalam menjalankan operasi bisnis,
pencegahan dan perbaikan kerusakan lingkungan akibat pemrosesan
sumber daya alam dan konversi sumber daya alam.
2.1.12 Profitabilitas
Rangkuti (2008:148) menyatakan bahwa profitabilitas adalah suatu
analisa yang digunakan mengendalikan laba yang diperoleh. Suatu
perusahaan harus memperoleh laba agar ia dapat terus tumbuh dan
berkembang untuk waktu yang relatif lama. Namun dalam menjalankan
perusahaan, manajemen tidak selalu memperoleh laba yang sebesarbesarnya. Seandainya hal ini terjadi, perusahaan tersebut akan cenderung
mengeksploitasi sumber daya yang dimiliki atau melakukan tindakantindakan yang tidak sesuai dengan etika bisnis yang berlaku. Karena itu,
kebijakan mengenai laba harus seimbang dengan kebijakan peningkatan
kesejahteraan
karyawan
dan
kebijakan
peningkatan
kemakmuran
masyarakat secara luas.
Fahmi (2010:184) menyatakan bahwa rasio profitabilitas adalah rasio
untuk mengukur efektivitas manajemen secara keseluruhan yang ditujukan
oleh besar-kecilnya tingkat keuntungan yang diperoleh dalam hubungannya
dengan penjualan maupun investasi. Semakin baik rasio profitabilitas maka
semakin
baik
menggambarkan
kemampuan
tingginya
perolehan
keuntungan perusahaan.
Kasmir (2008:196) menyatakan bahwa rasio profitabilitas merupakan
rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan.
Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektivitas manajemen suatu
perusahaan. Hal ini ditunjukan oleh laba yang dihasilkan dari penjualan dan
pendapatan investasi. Intinya adalah penggunaan rasio ini menunjukkan
efisiensi perusahaan.
Cara yang dipakai untuk mengukur tingkat profitabilitas adalah
Return on Assets (ROA). ROA adalah perbandingan laba bersih dengan
total aktiva (assets) periode yang sama (Kasmir,2010:197)
2.1.13 Tingkat Leverage
Fahmi (2010:179) menyatakan bahwa rasio leverage suatu kondisi
dimana penggunaan utang yang terlalu tinggi akan membahayakan
perusahaan karena perusahaan akan masuk dalam kategori extreme
leverage (utang ekstrim) yaitu perusahaan terjebak dalam tingkat utang
yang tinggi dan sulit untuk melepaskan beban utang tersebut. Karena itu
sebaiknya perusahaan harus menyeimbangkan berapa utang yang layak
diambil dan dari mana sumber-sumber yang dapat dipakai untuk membayar
utang.
Kasmir (2008:151) menyatakan bahwa rasio leverage merupakan
rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan
dibiayai dengan utang. Artinya berapa besar beban utang yang ditanggung
perusahaan dibandingkan dengan aktivanya. Jika perusahaan mampu
memenuhi kewajiban finansialnya maka perusahaan tersebut akan
dikatakan baik. Dan sebaliknya apabila perusahaan tidak mampu memenuhi
segala kewajiban finansialnya maka perusahaan tersebut dalam keadaan
tidak baik.
Penggunaan rasio leverage bagi perusahaan memberikan banya
manfaat yang dapat dipetik, baik rasio rendah maupun rasio tinggi. Rasio
leverage memiliki beberapa implikasi berikut.
a. Kreditur mengharapkan ekuitas (dana yang disediakan pemilik) sebagai
marjin keamanan. Artinya jika pemilik memiliki dana yang kecil sebagai
modal, risiko bisnis terbesar akan ditanggung kreditur.
b. Dengan pengadaan dana melalui utang, pemilik memperoleh manfaat,
berupa
tetap
dipertahankannya
penguasaan
atau
pengendalian
perusahaan.
c. Bila
perusahaan
mendapat
penghasilan
lebih
dari
dana
yang
dipinjamkannya dibandingkan dengan bunga yang harus dibayarnya,
pengembalian kepada pemilik diperbesar (Weston (2006) dalam Kasmir,
2008:152)
Dengan analisis rasio leverage, perusahaan akan mengetahui beberapa
hal berkaitan dengan penggunaan modal sendiri dan modal pinjaman serta
mengetahui rasio kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya.
Setelah diketahui, manajer keuangan dapat mengambil kebijakan yang
dianggap perlu guna menyeimbangkan penggunaan modal. Akhirnya dari
rasio ini kinerja manajemen selama ini akan terlihat apakah sesuai tujuan
perusahaan atau tidak (Kasmir, 2008:155). Debt to Equity Ratio (DER)
merupakan
perbandingan
(Fahmi,2010:180).
total
utang
dengan
modal
sendiri
2.1.14 Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan menunjukkan besar kecilnya perusahaan yang
dapat dilihat dari tingkat penjualan, jumlah tenaga kerja, jumlah aktiva
yang dimiliki perusahaan dan sebagainya. Semakin besar nilai item-item
tersebut, maka semakin besar pula ukuran perusahaan itu. Semakin besar
aktiva maka semakin banyak modal yang ditanam., semakin banyak
perputaran uang dan semakin besar kapitalisasi pasar maka semakin besar
pula ia dikenal dalam masyarakat. Variabel ukuran perusahaan yang
digunakan oleh Dyer dan Mc Hugh (1975), Carslaw dan Kaplan (1991),
Owusu-Ansah (2000), dan Hilmi dan Ali (2008) dalam penelitiannya
menggunakan ukuran (proksi) total asset (Hilmi dan Ali,2008).
Semakin besar ukuran perusahaan, makin besar pula tekanan untuk
mengolah informasi tersebut, sehingga pihak manajemen perusahaan akan
memiliki kesadaran yang lebih tinggi mengenai pentingnya informasi,
dalam mempertahankan eksistensi perusahaan. Semakin tinggi kesadaran
manajemen mengenai pentingnya informasi bagi pihak-pihak yang
berkepentingan, akan membuat penyajian laporan keuangan menjadi lebih
tepat waktu. Ukuran perusahaan dapat dihitung menggunakan total aset
yang dimiliki oleh perusahaan (dalam jurnal Hilmi dan Ali,2008).
2.2 Kerangka Pemikiran
Berdasarkan kajian pustaka tersebut di atas, maka dapat digambarkan
kerangka pemikiran seperti pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Model Konseptual Penelitian
Profitabilitas (X1)
Pengungkapan
CSR (Y1)
Leverage (X2)
Nilai
Perusahaan
(Y2)
Ukuran
Perusahaan (X3)
Sumber : data diolah, 2015
2.3 Hipotesis Penelitian
2.3.1 Pengaruh Profitabilitas pada Pengungkapan CSR
Penelitian dari
Khasharmeh dan
Desoky
(2013) profitabilitas
berpengaruh positif terhadap on line CSR. Penelitian dilakukan oleh
Novrianto (2012), hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa
profitabilitas
berpengaruh positif terhadap pengungkapan CSR pada
perusahaan Manufaktur di BEI. Santioso dan Chandara (2012) membuktikan
bahwa
profitabilitas
memiliki
pengaruh
terhadap
pengungkapan
pengungkapan CSR. Farauk (2013) menemukan bahwa profitabilitas
berpengaruh positif terhadap pengungkapan CSR pada di Negerian Listed
Deposit Money Banks. Sunaryo (2013) menemukan bahwa profitabilitas
berpengaruh
positif
terhadap
pengungkapan
CSR
pada
kelompok
perusahaan real estate yang terdaftar di BEI. Mulyadi dan Anwar (2012)
menemukan bahwa profitabiltas berpengaruh terhadap pengungkapan CSR.
Ebiringa (2013) menemukan bahwa profitabilitas berpengaruh positif
terhadap pengungkapan CSR pada sektor Fokus Oli dan Gas di Negeria.
Perbedaan antara penelitian-penelitian terdahulu dengan penelitian
sekarang adalah dari segi lokasi penelitian dan periode waktu, sedangkan
persamaannya adalah sama-sama membahas variabel profitabilitas dan
pengungkapan CSR.
Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa
profitabilitas mempunyai pengaruh positif terhadap pengungkapan tanggung
jawab sosial, sehingga dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut.
H1 : Profitabilitas berpengaruh positif pada pengungkapan CSR.
2.3.2 Pengaruh Leverage pada Pengungkapan CSR
Penelitian dari
Khasharmeh dan
Desoky
(2013) leverage
berpengaruh positif terhadap on line CSR. Santioso dan Chandara (2012)
membuktikan
bahwa
leverage
tidak
memiliki
pengaruh
terhadap
pengungkapan CSR. Wijaya (2012) menemukan leverage tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap pengungkapan CSR pada perusahaan manufaktur
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Novrianto (2012) menemukan
bahwa leverage mempunyai pengaruh negatif terhadap penguangkatan CSR
pada perusahaan manufaktur di BEI. Pebriana (2013) menemukan bahwa
leverage berpengaruh negatif terhadap pengungkapan CSR di Bursa Efek
Indonesia.
Setiawati, dkk (2013) menemukan variabel leverage tidak
berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR perusahaan pada
Industri Perbankan di Indonesia. Penelitian dari Lucyanda dan Siagian
(2012)
menemukan
bahwa
leverage
tidak
berpengaruh
terhadap
pengungkapan CSR pada perusahaan member di Indonesia Stock Exchange
periode 2007-2008. Sunaryo (2013) menemukan bahwa leverage tidak
berpengaruh terhadap pengungkapan CSR perusahaan real estate yang
terdaftar di BEI. Susanti, at al (2012) menemukan bahwa leverage tidak
berpengaruh terhadap pengungkapan CSR.
Perbedaan antara penelitian-penelitian terdahulu dengan penelitian
sekarang adalah dari segi lokasi penelitian dan periode waktu, sedangkan
persamaannya adalah sama-sama membahas variabel leverage dan
pengungkapan CSR.
Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa
leverage mempunyai pengaruh negatif terhadap pengungkapan CSR,
sehingga dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut.
H2 : Leverage berpengaruh negatif pada pengungkapan CSR.
2.3.3 Pengaruh Ukuran Perusahaan pada Pengungkapan CSR
Novrianto (2012) menemukan bahwa ukuran perusahaan mempunyai
pengaruh positif terhadap penguangkatan CSR pada perusahaan manufaktur
di BEI. Santioso dan Chandara (2012) membuktikan ukuran perusahaan
memiliki pengaruh terhadap pengungkapan CSR. Wijaya (2012) menemukan
ukuran perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap pengungkapan
CSR pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Setiawati, dkk (2013) menemukan variabel ukuran perusahaan (SIZE)
berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR perusahaan pada
Industri Perbankan di Indonesia. Farauk (2013) menemukan bahwa ukuran
perusahaan (size) berpengaruh positif terhadap pengungkapan CSR pada di
Negerian Listed Deposit Money Banks.
Penelitian dari Uwuigbe dan
Egbide (2012) menemukan bahwa size berpengaruh positif terhadap
pengungkapan CSR perusahan finansial dan non finansial yang listing di
Negeria.
Perbedaan antara penelitian-penelitian terdahulu dengan penelitian
sekarang adalah dari segi lokasi penelitian dan periode waktu, sedangkan
persamaannya adalah sama-sama membahas variabel ukuran perusahaan dan
pengungkapan CSR.
Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa
ukuran perusahaan mempunyai pengaruh positif terhadap pengungkapan
CSR, sehingga dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut.
H3 : Ukuran perusahaan berpengaruh positif pada pengungkapan CSR
2.3.4 Pengaruh Pengungkapan CSR pada Nilai Perusahaan
Ratnadi (2014) menemukan bahwa pengungkapan CSR berpengaruh
positif terhadap nilai perusahaan. Wahab dan Mulya (2013) pengungkapan
CSR secara parsial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap nilai
perusahaan pada perusahaan property dan real estate yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia Periode 2009–2011. Iqbal, at all (2012) menemukan bahwa
pengungkapan CSR berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan
perusahaan yang listing di Karachi Stock Exchange (KSE). Mulyadi dan
Anwar (2012) menemukan pengungkapan CSR tidak berpengaruh terhadap
nilai perusahaan. Qomariah (2015) menemukan bahwa pengungkapan CSR
tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur
yang listing di Indonesia Stock Exhange. Ebiringa (2013) menemukan
bahwa pengungkapan CSR berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan
pada sektor Fokus Oli dan Gas di Negeria. Jo dan Harjoto (2011)
menemukan bahwa pengungkapan CSR berpengaruh positif terhadap nilai
perusahaan.
Perbedaan antara penelitian-penelitian terdahulu dengan penelitian
sekarang adalah dari segi lokasi penelitian dan periode waktu, sedangkan
persamaannya adalah sama-sama membahas variabel pengungkapan CSR
dan nilai perusahaan.
Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa
pengungkapan CSR mempunyai pengaruh positif terhadap nilai perusahaan,
sehingga dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut.
H4 : Pengungkapan CSR berpengaruh negatif pada nilai perusahaan.
2.3.5 Pengaruh Profitabilitas pada Nilai Perusahaan
Penelitian dari Suryawathy (2014) menemukan bahwa profitabilitas
berpengaruh
positif
terhadap
nilai
perusahaan.
Nurhayati
(2013)
profitabilitas perusahaan (ROA) berhubungan positif dan signifikan terhadap
nilai perusahaan pada sektor non jasa. Anisa (2011) menemukan bahwa
profitabilitas mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap nilai
perusahaan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
tahun (2006-2008). Li-Ju
dan Shun-Yu (2011) menemukan bahwa
profitabilitas berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan pada perusahaan
yang listing di Taiwan periode 2006-2009.
Perbedaan antara penelitian-penelitian terdahulu dengan penelitian
sekarang adalah dari segi lokasi penelitian dan periode waktu, sedangkan
persamaannya adalah sama-sama membahas variabel profitabilitas dan nilai
perusahaan.
Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa
profitabilitas mempunyai pengaruh positif terhadap nilai perusahaan,
sehingga dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut.
H5 : Profitabilitas berpengaruh positif pada nilai perusahaan.
2.3.6 Pengaruh Leverage pada Nilai Perusahaan
Fitriani (2010) leverage secara parsial berpengaruh negatif signifikan
terhadap nilai perusahaan pada perusahaan farmasi yang go public di Bursa
Efek Indonesia. Wahab dan Mulya (211) menemukan leverage mempunyai
pengaruh tidak signifikan terhadap nilai perusahaan pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2006-2008. Li-Ju
dan Shun-Yu (2011) menemukan bahwa leverage berpengaruh negatif
terhadap nilai perusahaan pada perusahaan yang listing di Taiwan periode
2006-2009.
Perbedaan antara penelitian-penelitian terdahulu dengan penelitian
sekarang adalah dari segi lokasi penelitian dan periode waktu, sedangkan
persamaannya adalah sama-sama membahas variabel leverage dan nilai
perusahaan.
Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa
leverage mempunyai pengaruh negatif terhadap nilai perusahaan, sehingga
dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut.
H6 : Leverage berpengaruh negatif pada nilai perusahaan.
2.3.7 Pengaruh Ukuran Perusahaan pada Nilai Perusahaan
Fitriani (2010) ukuran perusahaan secara parsial berpengaruh positif
signifikan terhadap nilai perusahaan pada perusahaan farmasi yang go public
di Bursa Efek Indonesia. Nurhayati (2013) ukuran perusahaan berpengaruh
positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan sektor non jasa. Anisa
(2011) menemukan bahwa ukuran perusahaan mempunyai pengaruh positif
dan signifikan terhadap nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun (2006-2008). Wahab dan Mulya
(2013) menemukan ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap nilai
perusahaan pada perusahaan property dan real estate yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia periode 2009-2011.
Perbedaan antara penelitian-penelitian terdahulu dengan penelitian
sekarang adalah dari segi lokasi penelitian dan periode waktu, sedangkan
persamaannya adalah sama-sama membahas variabel ukuran perusahaan dan
nilai perusahaan.
Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa
ukuran perusahaan mempunyai pengaruh positif terhadap nilai perusahaan,
sehingga dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut.
H7 : Ukuran perusahaan berpengaruh positif pada nilai perusahaan.
Download