PENDAHULUAN

advertisement
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah
pasang surut, terutama di pantai yang terlindung, laguna dan muara sungai yang
tergenang pada saat pasang dan bebas dari genangan pada saat surut yang
komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas garam. Secara umum
kawasan hutan mangrove tidak dipengaruhi oleh iklim, tetapi oleh pasang surut air
laut. Menurut Harty (1997) dalam Hamzah dan Setiawan (2010), ekosistem
mangrove memiliki tingkat produktivitas paling tinggi dibanding dengan
ekosistem pesisir lainnya. Mangrove juga merupakan tempat mencari makan,
memijah dan berkembang biak bagi udang, ikan, kerang dan kepiting. Ekosistem
mangrove juga bermanfaat bagi manusia baik secara langsung dan tidak langsung
terhadap sosial-ekonomi penduduk sekitar. Selain itu, ekosistem mangrove juga
berfungsi sebagai perangkap sedimen dan mencegah erosi serta penstabil bentuk
daratan di daerah estuari.
Saat ini luas hutan mangrove Indonesia tinggal 3.5 juta ha. Kondisi
mangrove yang masih baik hanya ada di Irian Jaya saja. Sedangkan di Sumatera,
Jawa,
Kalimantan,
Sulawesi,
Kepulauan
Maluku
dan
Nusa
Tenggara
menunjukkan sebagian besar mangrove telah mengalami kerusakan, baik karena
konversi menjadi tambak, tambak garam, pemukiman, pertanian, industri maupun
penebangan secara berlebihan. Mengingat besarnya kerugian akibat rusaknya
mangrove, maka penting dikembangkan kegiatan penanaman mangrove, terutama
diluar kawasan hutan. Agar penanaman ini berjalan dengan baik dan berhasil,
masyarakat setempat haruslah terlibat secara penuh mulai dari perencanaan
kegiatan sampai pada pemeliharaan tanaman. Keterlibatan masyarakat ini penting
karena merekalah yang sehari-hari berada dan berinteraksi dengan tanaman dan
lokasi penanaman (Khazali, 1999).
Avicennia marina merupakan spesies tanaman mangrove yang sangat
tahan terhadap salinitas tinggi, maka lokasi penanaman yang sesuai untuk jenis ini
adalah di lokasi yang berhadapan langsung dengan laut dan memiliki substrat
pasir berlumpur tebal. Jenis ini sangat potensial untuk dijadkan sebagai sabuk
hijau sehingga sering digunakan untuk kegiatan rehabilitasi hutan mangrove.
Benih A. marina yang cocok untuk dibibitkan sebaiknya buah yang telah matang.
Buah yang telah matang dapat dikenali dengan warna agak kekuning-kuningan
dan kulit buahnya sedikit merekah. Selain itu, buah yang telah matang (dengan
berat
minimal
1,5
gr)
sangat
mudah
dilepas
dari
kelopaknya
(Wibisono dkk., 2006).
Banyak
spesies
mangrove
memerlukan
naungan
pada
awal
pertumbuhannya, walaupun dengan bertambahnya umur naungan dapat dikurangi
secara bertahap. Beberapa spesies yang berbeda mungkin tidak memerlukan
naungan
dan
yang
lain
mungkin
memerlukan
naungan
mulai
awal
pertumbuhannya. Pengaturan naungan sangat penting untuk menghasilkan semaisemai yang berkualitas. Naungan berhubungan erat dengan temperatur dan
evaporasi. Oleh karena adanya naungan, evaporasi dari semai dapat dikurangi.
Beberapa spesies dapat hidup dengan mudah dalam intensitas cahaya yang tinggi
tetapi beberapa spesies tidak. Kisaran intensitas cahaya optimal untuk
pertumbuhan
mangrove
adalah
(Suhardi dkk., 1995 dalam Irwanto, 2006).
3000
–
3800
kkal/m2/hari
Intensitas naungan pada setiap jenis tanaman mangrove berbeda-beda. Hal
ini karena Beberapa spesies dapat hidup dengan mudah dalam intensitas cahaya
yang tinggi tetapi beberapa spesies tidak. Avicenia marina merupakan spesies
tumbuhan di hutan mangrove yang dapat tumbuh pada semua tingkatan lokasi di
sepanjang pesisir. Spesies A. marina sangat toleran terhadap kandungan garam
yang tinggi dalam tanah. Bibit A. marina baik di bedeng darat maupun di pasang
surut, harus dinaungi dengan intensitas 50%. Pada saat yang sama, proses
aklimatisasi dilakukan dengan cara membuka naungan secara bertahap hingga
bibit tahan terhadap kondisi terbuka. (Wibisono dkk., 2006).
Penggunaan naungan berfungsi untuk melindungi bibit dari sengatan
matahari secara langsung. Dengan demikian, bibit akan dapat tumbuh dengan
baik. Namun bila bibit akan ditanam, naungan ini harus dikurangi atau
dihilangkan. Spesifikasi bibit Avicennia marina yang cocok
dan siap untuk
ditanam adalah bibit yang sudah memiliki tinggi 30 cm dan dengan jumlah daun
atau helai sebanyak 6 helai daun. Lama pembibitan untuk spesies ini biasanya
memerlukan waktu selama 3-4 bulan. Bibit Avicennia spp. Dapat tumbuh baik
pada tanah yang lembek dan berlumpur (Anwar, 2004).
Berdasarkan uraian-uraian tersebut, maka penulis memandang perlu
dilakukannya penelitian mengenai pengaruh intensitas naungan terhadap
pertumbuhan A. marina. Penelitian ini diperlukan agar diperoleh bibit yang
berkualitas untuk kegiatan rehabilitasi lahan.
Tujuan Penelitian
Menentukan intensitas naungan terbaik untuk pertumbuhan bibit
Avicennia marina.
Hipotesis Penelitian
Intensitas naungan 50% berpengaruh paling baik untuk pertumbuhan bibit
Avicennia marina.
Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini adalah sebagai informasi untuk pembibitan dalam
menentukan intensitas naungan terbaik bagi bibit Avicennia marina sehingga
diperoleh bibit yang berkualitas bagi kegiatan rehabilitasi lahan.
Download