BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Gaya Belajar Kolb dalam Sulistyaningrum (2010) menyatakan bahwa gaya belajar melibatkan pengalaman baru, mengembangkan observasi atau refleksi, menciptakan konsep, dan menggunakan teori untuk memecahkan masalah. Terdapat dua aspek dalam pengertian tersebut, yaitu: pengalaman konkret pada suatu pihak dan konseptual abstrak pada pihak lain, serta eksperimentasi aktif pada suatu pihak dan observasi reflektif pada pihak lain. Menurut Supeno (2003), gaya belajar adalah pilihan-pilihan siswa dalam berpikir yang berhubungan dengan orang lain dan tipe-tipe khusus dari pengalaman dan lingkungan ruang kelas. Sementara Budianto (2006), mendefinisikan gaya belajar adalah pola kecenderungan yang lebih disukai siswa didalam memproses pengalaman dan informasi yang didapat atau kebiasaan yang mencerminkan cara siswa dalam menangani pengalaman yang diperolehnya melalui modalitas belajar. Gaya belajar menurut Setyowati (2006), gaya belajar merupakan karakteristik perilaku seseorang dalam berinteraksi dan berkreasi dari prinsip-prinsip, aturan-aturan, dan konsep-konsep pengalaman yang mengarah pada situasi yang baru untuk memulai sedangkan definisi lain dikemukakan oleh Gunawan (2006), gaya belajar adalah cara-cara yang lebih disukai dalam melakukan kegiatan berpikir, memproses dan mengerti suatu informasi. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa gaya belajar diartikan sebagai suatu cara yang khas (kecenderungan) yang dilakukan oleh siswa selama proses belajarnya. B. Gaya Belajar Model Kolb Gaya belajar model Kolb mulai dikembangkan oleh David Kolb seorang pelopor bidang gaya belajar di Amerika sejak tahun 1976 pada dasarnya terletak pada cara individu memproses pengalaman (Susilo, 2006). Kolb dalam Endah (2005) menyatakan bahwa belajar adalah proses mencipta pengetahuan melalui transformasi pengalaman. Kolb dalam Supeno (2003) menyatakan bahwa proses untuk mencipta pengetahuan transformasi melalui Apprehension dan Comprehension. Apprehension adalah suatu kondisi kognitif seseorang untuk dapat mengertisedangkan Comprehension 6 7 adalah kecakapan untuk mengerti sesuatu, jadi belajar yang berpusat pada siswa adalah belajar berpengalaman. Bentuk proses belajar terdiri dari dua dimensi yaitu dimensi pertama, berposisi vertikal ditunjukkan melalui pengalaman konkrit dan konseptualisai abstrak dan dimensi dua, berposisi horizontal ditunjukkan melalui eksperiman aktif dan observasi reflektif. Gambar 2.1 Gaya Belajar Model Kolb Kolb dalam Supeno (2003) menjelaskan bahwa kutub di atas terdapat adanya dua garis yang berpotongan (vertikal dan horizontal) terbentuklah empat kutub kecenderungan yang digunakan seseorang dalam proses belajar pada Gambar 2.1, yaitu kutub: 1. Kutub Perasaan atau Feeling (Concrete Experience) Siswa mengutamakan perasaan, dengan menekankan segi-segi pengalaman konkrit, lebih mementingkan relasi dengan sesama dan kepekaan terhadap perasaan orang lain. Dalam proses belajar, individu cenderung lebih terbuka dan mampu beradaptasi terhadap perubahan yang dihadapinya. 2. Kutub Pengamatan atau Watching (Reflective Observation) Siswa mengutamakan pengamatan, penekanannya mengamati sebelum menilai, menyimak suatu perkara dari berbagai perspektif, dan selalu menyimak makna dari hal-hal yang diamati. Pada proses belajar,individu 8 akan menggunakan pikiran dan perasaan untuk membentuk opini atau pendapat. 3. Kutub Pemikiran atau Thinking (Abstract Conceptualization) Siswa mengutamakan pemikiran dan lebih terfokus pada analisis logis dari ide-ide, perencanaan sistematik, dan pemahaman intelektual dari situasi atau perkara yang dihadapi. Pada proses belajar, individu akan mengandalkan perencanaan sistematik serta mengembangkan teori atau ide untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya. 4. Kutub Tindakan atau Doing (Active Eksperimentation) Siswa mengutamakan tindakan atau berbuat, cenderung kuat dalam segi kemampuan melaksanakan tugas, berani mengambil resiko, dan mempengaruhi orang lain lewat perbuatannya. Pada proses belajar anak akan menghargai keberhasilannya dalam menyelesaikan pekerjaan. Berhubungan dengan penjelasan gaya belajar Model Kolb diatas, Padmomartono dalam Anatawati (2004), menyebutkan bahwa terdapat empat mod belajar yang bersama-sama membentuk dimensi belajar, yaitu dimensi belajar konkret abstrak dan dimensi belajar aktif reflektif. Kolb dalam Sulistyaningrum (2010) menyatakan setiap siswa menggunakan tiap mod belajar sampai taraf tertentu, namun siswa bergaya belajar hasil kecenderungan kalau tak belajar melalui Pengalaman Konkret (Concrete Experience atau CE), maka ia belajar melalui membangun Kerangka Teoritik (Abstract Conceptualization atau AC), berkombinasi kecenderungan kalau tidak Eksperimentasi Aktif (Active Experimentation atau AE) maka ia belajar berefleksi (Reflective Observation atau RO). Berdasarkan rumusan tentang jenis-jenis gaya belajar seorang siswa, setiap guru perlu memberikan bantuan kepada siswa untuk menyadari adanya hampiran alternatif terhadap berbagai situasi pembelajaran yang berbeda-beda. Seorang guru juga perlu menyadari gaya belajarnya sendiri sebagai landasan untuk mengembangkan strategi pembelajaran yang efektif selaras dengan perbedaan gaya belajar dari masing-masing siswa. Menurut Kolb dalam Anatawati (2004), menyatakan bahwa tidak ada individu yang gaya belajarnya secara mutlak didominasi oleh salah satu saja dari kutub diatas. Kutub-kutub tersebut saling berkombinasi yang terbentuk dari dua kutub dan membentuk satu kecenderungan atau orientasi belajar. Pada Gambar 2.1 gaya belajar model Kolb diatas, terdapat empat kombinasi gaya belajar model Kolb yang digunakan untuk menentukan gaya belajar seseorang dan yang diwakili oleh kuadran 1 sampai dengan 9 kuadran 4 yang dimaknai oleh Heineman dalam Endah (2005) menghasilkan empat tipe belajar, yaitu : 1. Gaya Diverger Kombinasi dari perasaan dan pengamatan (feeling and watching), terdapat pada kuadran I. Anak dengan tipe Diverger unggul dalam melihat situasi konkrit dari banyak sudut pandang yang berbeda. Pendekatannya pada setiap situasi adalah “mengamati” dan bukan “bertindak”. Anak seperti ini menyukai tugas belajar yang menuntutnya untuk menghasilkan ide-ide (brainstroming), biasanya juga menyukai isu budaya serta suka sekali mengumpulkan berbagai informasi. 2. Gaya Assimilator Kombinasi dari berpikir dan mengamati (thinking and watching), terdapat pada kuadran II. Anak dengan tipe Assimilator memiliki kelebihan dalam memahami berbagai sajian informasi serta merangkumnya dalam suatu format yang logis, singkat, dan jelas. Biasanya anak tipe ini kurang perhatian pada orang lain dan lebih menyukai ide serta konsep yang abstrak, mereka juga cenderung lebih teoritis. 3. Gaya Converger Kombinasi dari berpikir dan berbuat (thinking and doing), terdapat pada kuadran III. Anak dengan tipe Converger unggul dalam menemukan fungsi praktis dari berbagai ide dan teori. Biasanya mereka punya kemampuan yang baik dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Mereka juga cenderung lebih menyukai tugas-tugas teknis (aplikatif) daripada masalah sosial atau hubungan antarpribadi. 4. Gaya Accomodator Kombinasi dari perasaan dan tindakan (feeling and doing), terdapat pada kuadran IV. Anak dengan tipe Accomodator memiliki kemampuan belajar yang baik dari hasil pengalaman nyata yang dilakukan sendiri. Mereka suka membuat rencana dan melibatkan dirinya sendiri dalam berbagai pengalaman baru dan menantang. Mereka cenderung untuk bertindak berdasarkan intuisi atau dorongan hati daripada berdasarkan analisa logis, dalam usaha memecahkan masalah mereka biasanya mempertimbangkan faktor manusia (untuk mendapatkan masukan atau informasi) dibanding analisa teknis. Selain model gaya belajar Kolb terdapat model gaya belajar DePorter. Berdasarkan model gaya belajar DePorter (2002), terdapat tiga jenis gaya belajar berdasarkan modalitas yang digunakan individu dalam 10 memproses informasi (perceptual modality) mencakup (a) gaya belajar Visual (V) yang cenderung lebih dominan dalam penglihatannya dan lebih fokus pada apa yang siswa lihat, (b) gaya belajar Auditori (A) yang cenderung siswa dalam belajar lebih memfokuskan pada apa yang siswa dengar pada panca indra telinga siswa , (c) gaya belajar Kinestetik (K) yang cenderung siswa belajar melalui gerak atau sentuhan. 1. Visual (Visual Learners) Gaya Belajar Visual (Visual Learners) menitikberatkan pada ketajaman penglihatan, artinya bukti-bukti konkret harus diperlihatkan terlebih dahulu agar mereka paham gaya belajar seperti ini mengandalkan penglihatan atau melihat dulu buktinya untuk kemudian bisa mempercayainya. Beberapa karakteristik yang khas bagai orang-orang yang menyukai gaya belajar visual ini. Pertama adalah kebutuhan melihat sesuatu (informasi atau pelajaran) secara visual untuk mengetahuinya atau memahaminya, kedua memiliki kepekaan yang kuat terhadap warna, ketiga memiliki pemahaman yang cukup terhadap masalah artistik, keempat memiliki kesulitan dalam berdialog secara langsung, kelima terlalu reaktif terhadap suara, keenam sulit mengikuti anjuran secara lisan, ketujuh seringkali salah menginterpretasikan kata atau ucapan. Ciri-ciri gaya belajar visual ini yaitu : (a) cenderung melihat sikap, gerakan, dan bibir guru yang sedang mengajar, (b) bukan pendengar yang baik saat berkomunikasi, (c) saat mendapat petunjuk untuk melakukan sesuatu, biasanya akan melihat teman-teman lainnya baru kemudian dia sendiri yang bertindak, (d) tidak suka bicara didepan kelompok dan tidak suka pula mendengarkan orang lain, (e) kurang mampu mengingat informasi yang diberikan secara lisan, (f) lebih suka peragaan daripada penjelasan lisan, (g) dapat duduk tenang ditengah situasi yang rebut dan ramai tanpa terganggu. 2. Auditori (Auditory Learners ) Gaya belajar Auditori (Auditory Learners) yang mengandalkan pada pendengaran untuk bisa memahami dan mengingatnya. Karakteristik model belajar seperti ini benar-benar menempatkan pendengaran sebagai alat utama menyerap informasi atau pengetahuan yang berarti gaya belajar auditori ini mendengar terlebih dahulu kemudian bisa mengingat dan memahami informasi itu. Karakter pertama orang yang memiliki gaya belajar ini adalah semua informasi hanya bisa diserap 11 melalui pendengaran, kedua memiliki kesulitan untuk menyerap informasi dalam bentuk tulisan secara langsung, ketiga memiliki kesulitan menulis ataupun membaca. Ciri-ciri gaya belajar Auditori yaitu : (a) mampu mengingat dengan baik penjelasan guru di depan kelas, atau materi yang didiskusikan dalam kelompok atau kelas, (b) pendengar ulung adalah anak mudah menguasai materi iklan dan lagu di televisi atau radio, (c) cenderung banyak bicara, (d) tidak suka membaca dan umumnya memang bukan pembaca yang baik karena kurang dapat mengingat dengan baik apa yang baru saja dibacanya, (e) kurang cakap dalm mengerjakan tugas mengarang atau menulis, (f) senang berdiskusi dan berkomunikasi dengan orang lain, (g) kurang tertarik memperhatikan hal-hal baru dilingkungan sekitarnya, seperti hadirnya anak baru, adanya papan pengumuman di pojok kelas 3. Kinestetik (Kinesthetic Learners) Gaya belajar Kinestetik (Kinesthetic Learners) mengharuskan individu yang bersangkutan menyentuh sesuatu yang memberikan informasi tertentu agar ia bisa mengingatnya. Tentu saja ada beberapa karakteristik model belajar seperti ini yang tidak semua orang bisa melakukannya. Karakter pertama adalah menempatkan tangan sebagai alat penerima informasi utama agar bisa terus mengingatnya. Orang yang bergaya belajar kinestetik ini mempunyai kelebihan dengan memegangnya saja, seseorang yang memiliki gaya ini bisa menyerap informasi tanpa harus membaca penjelasannya. Ciri-ciri gaya belajar Kinestetik yaitu : (a) menyentuh segala sesuatu yang dijumpainya termasuk saat belajar, (b) sulit berdiam diri atau duduk manis, selalu ingin bergerak, (c) mengerjakan segala sesuatu yang memungkinkan tangannya aktif. Contoh: saat guru menerangkan pelajaran, dia mendengarkan sambil tangannya asyik menggambar, (d) suka menggunakan objek nyata sebagai alat bantu belajar, (e) sulit menguasai hal-hal abstrak seperti peta, simbol dan lambing, (f) menyukai praktek atau percobaan, (g) menyukai permainan dan aktivitas fisik. Model gaya belajar Honey dan Mumford dalam Risnawati dan Gufron (2012) membagi gaya belajar seseorang menjadi empat menyerupai rumusan gaya belajar Kolb, yaitu gaya belajar reflektor, teoris, pragmatis dan aktivis. 12 1. Gaya belajar Aktivis Filosofi hidup mereka adalah “aku akan mencoba segala sesuatunya sekali”, dari filosofi hidup mereka tampak bahwa para aktivis sepanjang hidupnya akan bergelut dengan tantangan. Orang dengan gaya belajar aktivis menyukai melakukan eksperimen, termasuk simulasi, studi kasus, dan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah. Biasanya orang dengan karakter gaya belajar aktivis memiliki pikiran yang terbuka tidak skeptic dan selalu antusias terhadap hal-hal baru. Kecenderungan dalam diri seorang aktivis untuk melakukan segala sesuatunya terlebih dahulu tanpa memerhatikan resiko yang akan dihadapi di kemudian waktu. Hari-hari seorang aktivis biasanya selalu penuh dengan kegiatan-kegiatan dan kegiatannya itu tampak seorang aktivis ini sebagai pusat dari yang ada disekitarnya. 2. Gaya belajar Reflektor Individu dengan gaya belajar reflektif ini adalah bila orang tersebut lebih menyukai, elisitasi, diskusi, debat, dan seminar dalam proses belajarnya. Seorang reflector sangat mempertimbangkan pengalaman dan memandang dari beberapa perspektif yang berbeda. Pengumpulan data menjadi sangat penting bagi para reflector karena hal tersebut menjadi pertimbangan utamanya dalam membuat sebuah kesimpulan. Para reflector menyukai, mengobservasi orang lain dalam beraktivitas, mendengarkan orang lain, mendapatkan inti-inti dari pembicaraannya tersebut dan membuat poin-poinnya sendiri. Individu yang bergaya reflector ini cenderung low profile dan memiliki toleransi tinggi. 3. Gaya belajar Pragmatis Individu pragmatis dalam aktivitas belajarnya cenderung kepada pengalaman konkrit baik di laboratorium, bekerja di lapangan, maupun observasi. Mereka berusaha untuk mengeluarkan ide-ide baru dan opportunis. Biasanya mereka cenderung tidak sabar pada perenungan dan open-ended diskusi. Mereka memandang masalah dan kesempatan di depan mereka sebagai sebuah tantangan yang harus dihadapi, hal tersebut sesuai dengan filosofi hidup para pragmatis, yaitu “selalu ada jalan lain”, dan apabila itu dapat terjadi maka akan baik. 4. Gaya belajar Teoritis Orang yang memiliki gaya belajar teoritis adalah individu yang dalam aktivitas belajarnya cenderung kepada membaca buku, berpikir, membuat analogi, dan membandingkan teori satu dengan teori lainnya. Mereka suka 13 menganalisis dan bersintesis. Pendekatan mereka terhadap semua masalah yang dihadapi adalah secara logika, hal tersebut sudah menjadi mental set mereka, dan dengan pasti mereka akan menolak segala sesuatu yang bertentangan dengan prinsipnya itu. Teoritis menyukai segala sesuatu yang pasti dan biasanya mereka tidak nyaman dengan subjective judgements, cara berpikir lateral, dan segala sesuatu yang sembrono. Kolb dalam Nasution (2005) menyatakan bahwa terdapat langkahlangkah seorang siswa mengalami suatu pengalaman dan membentuk gaya belajar. Adapun langkah-langkah pelibatan gaya belajar pada diri seorang siswa dapat dilihat pada gambar berikut: Kemampuan Concrete Experience (CE) Kegiatan Siswa melibatkan diri sepenuhnya dalam pengalaman baru Reflection Observatio n (RO) Siswa mengobservasi atau memikirkan pengalamannya dari berbagai segi Abstract Conceptuali zation (AC) Siswa menciptakan konsepkonsep baru yang mengintegrasikan observasinya menjadi teori yang sehat Active Experimenta tion (AE) Siswa menggunakan teori itu untuk memecahkan masalahmasalah dan mengambil keputusan Pelibatan Feeling (perasaan) Thinking (berpikir) Watching (mengamati) Doing (Berbuat) Gambar 2.2 Langkah-langkah Gaya Belajar Model Kolb 14 Berdasarkan pada Gambar 2.2, diatas dapat diketahui pelibatan beberapa unsur dalam melihat gaya belajar model Kolb tersebut memberikan dampak yang positif terhadap bagaimana seseorang siswa harus bertindak sesuai dengan apa yang dimilikinya. Mekanisme pelibatan unsur-unsur tersebut diatas akan sangat bergantung aktivitasnya. Gaya belajar model Kolb terimplisit dalam resource based learning (belajar berdasarkan sumber) yang mengajak siswa melakukan observasi untuk memecahkan masalah. Kolb dalam Nasution (2005) menyatakan bahwa gaya belajar gaya belajar yang melibatkan pengalaman baru siswa, mengembangkan observasi atau merefleksi, menciptakan konsep, dan menggunakan teori untuk memecahkan masalah. Berdasarkan batasan pengertian gaya belajar model Kolb di atas, terdapat dua aspek atau dimensi, yaitu: 1) Pengalaman konkrit pada suatu pihak dan konseptual abstrak pada pihak lain; 2) Eksperimentasi aktif pada suatu pihak dan observasi reflektif pada pihak lain. Gaya belajar seorang siswa merupakan cerminan kecakapan yang diperolehnya dari lingkungan dan riwayat belajar siswa sebelumnya. Menurut Kolb dalam Anatawati (2004), siswa belajar sebaik-baiknya ketika materi pembelajaran disajikan dalam pola yang selaras dengan gaya belajar pilihannya sebagaimana yang disajikan pada Tabel 2.1 dibawah ini. Tabel 2.1 Hubungan gaya belajar dengan Situasi pembelajaran Gaya Belajar Assimilator Converger Accomodator Diverger Situasi Pembelajaran yang Memberi Peluang Siswa Belajar Sebaikbaiknya Sajian teoritik yang berisi pemikiran yang logic Sajian penerapan praktikal konsep-konsep dan teori-teori Sajian yang memberi peluang siswa bersentuhan seketika dengan pengalaman belajar langsung atau konkret (hands on experience) Sajian yang memberi peluang siswa mengamati dan mengumpulkan berbagai jenis informasi Proses belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa kelas XI program IPA dan IPS di SMA 1 Bae Kudus setiap individu mempunyai gaya belajar yang berbeda-beda dengan gayanya sendiri. Seperti yang dikemukakan oleh Kolb dalam Padmomartono (2003) menyatakan bahwa proses belajar berlangsung melalui empat tahap, yaitu memperoleh pengalaman konkret (CE), mengembangkan observasinya (RO), kemudian membentuk generalisasi dan abstraksi (AC), selanjutnya dari ketiga langkah tersebut dijadikan pegangan dalam menghadapi pengalaman- 15 pengalaman baru (AE). Kenyataannya, di sekolah siswa lebih banyak diarahkan, dibentuk pada gaya belajar asimilasi (bersifat tertutup atau menghafal). Siswa jarang dilatih pada pertanyaan-pertanyaan yang memacu kreativitas (accomodator) yang bersifat terbuka untuk mengembangkan imajinasinya. Selain itu, pada umumnya terjadi di sekolah adalah siswa dibentuk dalam cara belajar yang cenderung terpusat pada pengajar. Siswa jarang sekali diberi kesempatan untuk menjadi pengamat (converger) kemudian menuliskan hasil pengamatannya. Di sekolah nampaknya siswa masih banyak belum diberi kesempatan untuk merancang (diverger) dan diajak untuk melakukan apa yang telah direncanakannya. Padahal keempat gaya belajar di atas tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Memiliki kemampuan assimilator tanpa memiliki kemampuan accommodator dapat menyebabkan siswa kurang berkembang dalm mengembangkan gagasan-gagasannya karena kekeringan imajinasi. Demikian juga, mengembangkan gagasan dan logika siswa tidak akan terjadi tanpa memiliki pengalaman sendiri melalui proses pengamatan. Siswa juga tidak dapat mengembangkan gagasan pikirannya jika sebenarnya siswa memiliki banyak gagasan namun tidak diajak bersama dengan pengajar untuk merancang apa yang dipikirkan dan diminta melakukan apa yang dirancang. Kolb dalam Susilo (2006) menyatakan bahwa pola atau gaya belajar tersebut dipengaruhi oleh jurusan atau bidang yag digeluti yang selanjutnya akan turut mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam meraih prestasi. Terdapat lima tingkatan berbeda yang mendasari seseorang memilih gaya belajar tertentu yaitu: tipe kepribadian, jurusan yang dipilih, karier atau profesi yang digeluti, pekerjaan atau peran yang sedang dilakukan, dan adaptive competencies (kompetensi adaptif). Pengukuran gaya belajar dalam penelitian skripsi ini menggunakan Kolb’s Learning Style Inventory 1984 (Kolb dalam Supeno 2003) pernyataaan berjumlah 12, masing-masing pernyataan terdiri dari 4 kategori jawaban AE (Active Experimentation), RO (Reflective Observation), AC (Abstract Conceptualitation), CE (Concrete Experience). Jawaban dari masing-masing pernyataan tersebut harus ditulis dengan angka yang berbeda dan setiap pernyataan harus di rangking. Pilihan angka 4 adalah yang paling disenangi siswa, pilihan 3 adalah yang disenangi siswa, pilihan 2 adalah agak disenangi siswa, dan pilihan 1 adalah yang tidak disenangi siswa. Alasan pemilihan Kolb’s Learning Style Inventory sebagai alat ukur 16 adalah karena jumlah pernyataannya tidak terlalu banyak sehingga tidak akan membuat siswa malas untuk mengisi setiap pernyataan selain itu alat ukur ini sudah sudah teruji validitasnya. C. Program IPA dan IPS Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia didefinisikan bahwa jurusan adalah arahan, tujuan dan bagian. Pengertian dari IPA sendiri adalah bidang studi yang berkaitan dengan bidang eksakta atau ilmu pasti seperti bidang matematika, fisika, biologi dan kimia. Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan jurusan IPA adalah suatu arah, tujuan dan bagian dari suatu ilmu yang berkaitan dengan bidang studi matematika dan IPA. Program IPA atau jurusan IPA bertujuan untuk mempersiapkan siswa melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan yang berkaitan dengan matematika dan IPA baik dalam bidang akademik maupun professional. Selain itu, program ini juga bertujuan memberikan bekal kemampuan kepada siswa secara langsung atau tidak langsung untuk bekerja di masyarakat. Pengertian dari IPS adalah bidang studi yang berkaitan dengan bidang social ekonomi, sosiologi, tatanegara dan antropologi. Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan jurusan IPS adalah suatu arahan, tujuan dan bagian dari suatu ilmu yang berkaitan dengan bidang studi ekonomi, sosiologi, tatanegara dan antropologi. Pilihan program IPS atau jurusan IPS ini dimaksudkan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi yang berkaitan dengan bidang studi IPS, naik dalam bidang akademik, maupun professional. Selain itu, program ini juga bertujuan memberikan bekal kemampuan kepada siswa secara langsung untuk bekerja di masyarakat. Pengklasifikasikan siswa pada kelas tertentu, setiap sekolah mempunyai kriteria dengan kebijakan yang ada pada sekolah tersebut, termasuk dalam pengelompokkan antara siswa IPA dan IPS yang sering disebut penjurusan kelas. Penjurusan kelas di SMA pada umumnya ada tiga, yaitu program IPA, program IPS dan program Bahasa. Salah satu kriteria dalam pengklasifikasian tersebut adalah nilai siswa, baik ranah kognitif, afektif maupun psikomotorik yang dapat menunjukkan kemampuan siswa terhadap mata pelajaran yang ada pada setiap jurusan. Penelitian Istiawati (2002), ditemukan bahwa keputusan siswa dalam memilih jurusan dipengaruhi oleh faktor internal, seperti: gaya belajar, cita-cita, minat, tingkat kemampuan, persepsi siswa mengenai jurusan yang akan dipilih, motivasi dan bakat, serta dipengaruhi oleh faktor 17 eksternal, seperti: keluarga, teman, pengaruh pandangan masyarakat, serta guru. Drost dalam Sulistyaningrum (2009) juga menyatakan bahwa kemampuan siswa hanya sebagian syarat untuk dapat berhasil yang lebih penting adalah minat. Sebab ada siswa yang gagal di IPA bukan karena tidak mampu, melainkan karena tidak berminat. Setiap siswa dapat berhasil pada setiap jurusan, asalkan pada jurusan yang diminati. Penjurusan merupakan media untuk memfokuskan minat, bakat, dan kemampuan ke suatu bidang yang disukai siswa, supaya bisa dikembangkan lebih jauh. Dapat disimpulkan bahwa masalah penjurusan kelas di SMA tidak hanya dipengaruhi oleh nilai atau prestasi yang baik, tetapi minat siswa terhadap pilihan jurusan yang diinginkan juga ikut berpengaruh. Yang lebih ditekankan lagi adalah kelas IPA dan IPS sama pentingnya D. Kajian yang sejalan Hasil penelitian Portes et al dalam Padmomartono (2003), menunjukkan bahwa mahasiswa bidang studi Sains sosial ternyata cenderung bergaya belajar diverger, sedangkan mahasiswa bidang studi sains fisika sangat dominan dengan gaya belajar converger. Perbedaan paling mencolok ditemukan antara sains sosial dan sains fisika dalam dimensi abstrak-konkret. Mahasiswa seni cenderung berada pada kategori ditengah-tengah abstrak-konkret dalam tipologi gaya belajar Kolb. Mahasiswa arsitektur, desain interior, bahasa asing dan jurnalis yang termasuk kategori bidang studi seni kurang memakai eksperimentasi aktif ketimbang sains fisika dan sains sosial. Hasil penelitian Willcoxson dan Prosser dalam Padmomartono (2003) pada mahasiswa di Australia menemukan bahwa di dalam disiplin ilmu yang berpumpun terutama pada pengalaman manusia dan interaksi antar pribadi, konsep-konsep akademik yang dikembangkan sebagai didasarkan pada pengalaman dan perasaan pribadi. Muncul perbantahan ada disiplin ilmu yang menuntut saling bergantung antar pengalaman konkret dan konseptualisasi abstrak, terlebih bila dilakukan pembandingan dengan Sains yang memiliki konsep cenderung dikembangkan sebagai respons atas refleksi dari eksperimentasi aktif. Penelitian Lucia (2003) pola belajar mahasiswa ITS (Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya) menemukan bahwa mahasiswa FMIPA 30% mengikuti pola dikuadran I yaitu gaya belajar Diverger (perasaan dan 18 melihat) dengan menggunakan KLSI untuk menentukan gaya belajar. Penelitian Setyowati (2006) terhadap 167 siswa kelas XI IPA SMA N 9 Semarang dengan menggunakan instrument KLSI untuk mengukur gaya belajar, hasil analisis menunjukkan bahwa kelas XI IPA cenderung ke gaya Assimilator dan Accomodator. Di lain pihak, siswa Sekolah Menengah di Malaysia menghadapi persoalan tentang pilihan lanjutan studi. Kementrian Pendidikan Malaysia mendorong siswa memilih bidang studi yang berorientasi pada sains ketimbang seni atau bisnis. Sarawak Education Department Statistics on Student Entry dalam Padmomartono (2003) menunjukkan sekitar 20% siswa yang berprestasi belajar superior memilih jurusan studi sains ketimbang 80% siswa berprestasi studi superior yang memilih jurusan studi seni. Hasil penelitian Schroeder (2002) pada Universitas Saint Louis menunjukkan mahasiswa yang kuliah di universitas ini sebesar 50% bergaya belajar concrete active, yaitu berorientasi tindakan nyata dalam belajar. Sebesar 10% bergaya belajar abstract reflective yaitu berminat pada pengetahuan, menghargai gagasan, teori dan dalamnya pemahaman. Sebesar 40% dibagi merata antar mahasiswa bergaya concrete reflective, menangani pembelajaran nyata dan faktual secara seksama, tidak tergesagesa dan gaya belajar abstract active yang berorientasi pada tindakan dengan minat belajar luas dan senang akan hal baru. Tetapi di jurusan studi bisnis, keperawatan dan ilmu kesehatan didominasi mahasiswa bergaya belajar concrete active. Sedikit mahasiswa (hanya 9%) bergaya belajar abstract reflective kuliah di jurusan studi seni dan sains, hampir tidak ada mahasiswa bergaya belajar abstract reflective di jurusan studi keperawatan. Berdasarkan temuan-temuan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa memang terdapat berbagai macam gaya belajar diantara satu siswa dengan siswa yang lain begitupun dengan kelas XI IPA dan IPS SMA 1 Bae ini. Oleh sebab itu, hendaknya guru perlu menyadari dan mengetahui gaya pembelajaran yang dibawakannya seiring dengan berbagai macam gaya belajar dari masing-masing anak didiknya. E. Kerangka berpikir Pada uraian mengenai gaya belajar Model Kolb pada dasarnya gaya belajar ini dibagi beberapa kutub menjadi gaya Diverger, gaya Assimilator, gaya Converger, gaya Accomodator. Gaya belajar adalah karakteristik 19 perilaku seseorang dalam berinteraksi dan berkreasi dari prinsip-prinsip, aturan-aturan, dan konsep-konsep pengalaman yang mengarah pada situasi yang baru untuk memulai suatu proses belajar, sehingga dapat menguasai (retain) informasi yang baru. Variabel dalam penelitian skripsi ini adalah gaya belajar (X). Variabel tersebut akan diukur untuk mengetahui jenis-jenis gaya belajar yang dimiliki oleh siswa kelas XI program IPA dan IPS di SMA 1 Bae ini, melalui angket variabel tersebut diukur dengan menggunakan skor penskalaan akan diperoleh skor total dan akan diklasifikasikan berdasarkan aturan Model gaya belajar Kolb. Berdasarkan perhitungan data melalui angket tersebut, maka dapat didapati kecenderungan gaya belajar yang dimiliki oleh siswa kelas XI program IPA dan IPS di SMA 1 Bae ini. 1. Model Kerangka Teoritik Model kerangka teoritik gaya belajar siswa program IPA dan IPS seperti gambar berikut ini: Siswa Program IPA Gaya Belajar (X) Siswa Program IPS