Perengkahan Molekul Trigliserida Minyak Sawit Menjadi Hidrokarbon Fraksi Gasoline Menggunakan Katalis B2O3/Al2O3 Setiadi dan Bayu Arifianto Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia Kampus Baru UI Depok, Depok 16424 e-mail : [email protected] Abstrak Reaksi perengkahan katalitik minyak sawit untuk memproduksi senyawa hidrokarbon setaraf fraksi bensin dilakukan dalam suatu reaktor fixed bed dengan tekanan 1.5 atm, dan temperatur reaksi 350500 °C serta weight hourly space velocities (WHSVs) of 1.8 h-1, laju alir nitrogen 10 ml/menit. Katalis Al2O3 dengan penambahan B2O3 5-25 % digunakan untuk mempelajari pengaruh temperatur, jenis umpan dan penambahan B2O3 terhadap yield fraksi bensin yang dihasilkan. Jenis umpan yang digunakan adalah minyak sawit, minyak sawit hasil oksidasi , Palm Oil Methyl Ester (POME) dan minyak sawit yang ditambahkan metanol. Produk cair hasil reaksi dianalisis GC-FID dan FT-IR.. Temperatur optimum dicapai pada 450 °C dengan yield 58%, menggunakan umpan POME dan katalis 10% B2O3/Al2O3. Hasil yang diperoleh menunjukkan yield fraksi bensin menurun pada penambahan B2O3 > 10%. Komposisi B2O3 optimum pada katalis adalah 10% dengan yield fraksi bensin 58% untuk umpan POME dan 21% minyak sawit yang ditambahkan metanol. Abstract The catalytic cracking reaction of palm oil to hydrocarbon range gasoline was studied in a fixed bed reactor operated at 1.5 atm, a reaction temperature of 350-500 °C and weight hourly space velocities (WHSVs) of 1.8 h-1, and nitrogen flowrates 10 ml/min. Al2O3 with different B2O3 loading from 5 to 25% were used to study the effects of reaction temperature, pretreatment of palm oil, and B2O3 loading on the yields of hydrocarbon range gasoline. Palm oil without treatment, oxidated palm oil, transesterification method, and add with methanol physicaly used as reactor feed. Liquid product analized by GC-FID and FTIR.. The maximum hydrocarbon range gasoline was obtained at 450 °C with yield 58% using POME feed and 10% B2O3/Al2O3 catalyst. Incooperation of B2O3 in Al2O3 > 10% resulted yield hydrocarbon range gasoline decreased. The optimum incooperation 10 % B2O3 in Al2O3,, yield hydrocarbon range gasoline 58 % for POME and 21 % for palm oil and methanol feed Keywords : Palm Oil Trygliceride, B2O3 /Al2O3 Catalayst, GasolineRange Hydrocarbons, Catalytic Cracking 1. PENDAHULUAN Suatu hal yang tidak bisa dipungkiri bahwa kebutuhan manusia akan kendaraan bermotor setiap tahunnya semakin meningkat, yang tentunya membuat ketergantungan akan bahan bakar minyak juga semakin meningkat. Tetapi ketergantungan manusia akan bahan bakar fosil perlu dikurangi karena cadangan minyak bumi yang semakin berkurang setiap tahunnya. BP Statistical Review of World Energy 2004, menyebutkan bahwa produksi minyak Indonesia menurun 8,6 persen dari 1,288 juta barrel per hari (bph) pada tahun 2002 menjadi 1,179 juta bph pada tahun 2004. Padahal, konsumsi BBM di dalam negeri pada tahun yang sama meningkat 1,5 persen dari 1,115 bph menjadi 1,131 bph pada tahun 2004. Sehingga saat ini Indonesia telah mengimpor minyak mentah sekitar 400.000 barel perhari untuk diolah di kilang BBM dalam negeri, dan telah mengimpor BBM sekitar 338.000 barel perhari. Untuk mengatasi permasalahan ini, maka harus dikaji alternatif untuk memproduksi bahan bakar dari sumber lain yang dapat diperbaharui. Berbagai sumber energi baru yang dapat terbarukan (renewable resources) dan dapat diandalkan adalah berasal dari berbagai jenis minyak nabati (minyak sawit, minyak kedelai, minyak jarak pagar, dll). Pemilihan minyak kelapa sawit sebagai sumber energi alternatif sangat tepat dilakukan di Indonesia karena Indonesia merupakan negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar kedua di dunia. Pembuatan bahan bakar yang dihasilkan dari minyak sawit telah diteliti lebih ramah lingkungan karena bebas dari nitrogen dan sulfur [1]. Konversi minyak kelapa sawit menjadi senyawa hidrokarbon setaraf bensin telah berhasil dilakukan melalui proses perengkahan katalitik dengan mengunakan katalis asam zeolit sintetis yaitu H-ZSM5 [3,4]. Dengan menggunakan katalis H-ZSM5 yield senyawa hidrokarbon setaraf bensin yang dihasilkan sekitar 49.3% tetapi selektivitasnya pada produk yang sama masih rendah. Selain itu, katalis H-ZSM5 ini harganya mahal. Oleh karena itu, pada penelitian ini untuk melakukan konversi minyak sawit menjadi bensin akan digunakan katalis γ-alumina yang mudah diperoleh [5]. Penggunaan alumina jenis ini didasarkan karena merupakan salah satu katalis asam dan memiliki luas permukaan yang cukup besar (250 m2/g) Keasaman katalis alumina dapat ditingkatkan dengan menambahkan senyawa yang dapat membentuk spesi baru pada permukaan katalis. Maka untuk meningkatkan keasaman katalis dalam reaksi perengkahan pada penelitian ini katalis alumina diimpregnasi dengan B2O3 [6-8]. Sato [9] melaporkan bahwa penambahan B2O3 dapat membentu suatu spei BO4 yang dapat menambahkan jumlah asam bronsted pada katalis. Selain itu, dengan ditambahkannya B2O3 pada katalis alumina diharapkan terbentuk suatu ikatan peroksida dalam katalis yang akan membantu dalam pemutusan ikatan antara atom karbon Minyak sawit memiliki dua gugus reaktif yaitu gugus karbonil dan ikatan rangkap. Ketika minyak sawit dipanaskan maka molekulnya akan mengalami polimerisasi dan polikondensasi. Oleh karena itu, pada penelitian ini minyak kelapa sawit terlebih dahulu diberikan perlakuan awal dengan oksidasi, transesterifikasi dan penambahan sumber metil. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh jenis umpan yang digunakan, penambahan B2O3 dan kondisi temperatur optimum dalam reaksi. 2. METODE PENELITIAN gugus polar dan ikatan rangkap serta untuk memperpendek rantai karbon. • Oksidasi. Minyak kelapa sawit dioksidasi dengan cara mensirkulasi minyak tersebut melalui sebuah pompa selama 1 jam. Aliran minyak keluaran pompa yang bertekanan tinggi tersebut kemudian ditampung dalam sebuah wadah dan diumpankan kembali ke dalam pompa. • Transesterifkasi. Proses ini menggunakan katalis NaOH dengan menggunakan metanol sebagai sumber alkil. Perbandingan mol metanol : mol minyak = 6 : 1 dan NaOH yang digunakan sebanyak 0.8% berat minyak. NaOH dicampurkan dengan metanol terlebih dahulu, lalu dimasukkan ke minyak pada temperatur 65 °C selama 1 jam. Gliserol dan POME dipisahkan dengan cara pencucian menggunakan air. • Penambahan Metanol. Metanol dan minyak ditambahkan secara fisik saja, dengan perbandingan mol metanol : minyak 6 : 1. Tujuannya untuk memperpendek jalur transesterifikasi. 2.3 Prosedur Perengkahan Katalitik Umpan minyak sawit yang digunakan berupa minyak goreng yang bermerk Sania. Proses perengkahan katalitik pada tekanan 1.5 atm, temperatur reaksi bervariasi dari 350-500 °C dengan WHSV 1.8 h-1. Katalis yang telah dikalsinasi sebanyak 3 gram dimasukkan di atas kapas kuarsa setelah itu dimasukkan pasir kuarsa sebanyak 0.2 gram dan glass bed, semua itu dimasukkan ke dalam suatu reaktor stainless stell SS-316 (panjang 30 cm dan diameter 1.9 cm). 2.1 Preparasi Katalis Alumina dan B2O3 yang digunakan diperoleh dari Departemen Teknis Gas dan Petrokimia FTUI. Sementara itu, B2O3 digabungkan dengan alumina dengan metode impregnasi basah menggunakan larutan asam borat sebagai sumber B2O3. Katalis diimpregnasi dengan kandungan B2O3 sebanyak 525% berat Metode impregnasi dilakukan pada temperatur 80 °C dalam air bebas mineral sebanyak 50 ml sampai kering. Katalis yang diperoleh dikalsinasi pada 300 °C dan 600 °C, masing-masing selama 2 jam. Untuk selanjutnya katalis dengan kandungan 5% B2O3 disebut 5% B2O3/Al2O3, 10% disebut 10% B2O3/Al2O3, 15% disebut 15% B2O3/Al2O3, 20% disebut 20% B2O3/Al2O3 dan 25 % disebut 25% B2O3/Al2O3. 2.2 Preparasi Umpan Berbagai preparasi umpan dilakukan dengan tujuan untuk meringankan kerja katalis dengan cara menghilangkan gugus reaktif pada trigliserida yaitu Gbr 1 . Skema diagram eksperimen reaksi perengkahan menggunakan Fixed bed reactor Reaktor dipanaskan pada temperatur yang diinginkan denggan menggunakan aliran gas nitogen dengan laju 10 ml/min dan koil pemanas listrik yang dipasang disekeliling reaktor. Umpan dimasukkan ke dalam reaktor dengan menggunakan suntikkan. Produk cair yang keluar reaktor ditampung dalam tabung reaksi dan produk gas dalam kantong gas. 2.4 Analisis Produk Analisis produk menggunakan kromatografi gas (Shimazu 9A dengan kromatogram Shimazu RC-26A) yang dilengkapi detektor FID dengan kolom yang digunakan adalah SE-30 dengan panjang 3 m. Temperatur kolom diprogram dari 40-130 °C dengan laju pemanasan 8 °C/min. Selain analisis produk juga menggunakan FT-IR. Rumus yang digunakan untuk menghitung yield adalah sebagai berikut: Berat Fraksi Ben sin × 100 % Berat Umpan Berat gas Yield gas = × 100 % Berat Umpan Yield ben sin = 3.3 Umpan POME Pengaruh Temperatur Hasil yang diperoleh memiliki yield fraksi bensin tertinggi didapat pada temperatur 450oC yaitu sebesar 58 % dengan menggunakan umpan minyak sawit hasil transesterifikasi (disebut POME). Pada reaksi perengkahan katalitik menggunakan katalis asam, parameter yang paling berperan adalah peranan asam bronsted dan lewis. Asam bronsted akan berperan seiring dengan kenaikan temperatur, dan akan mencapai optimum pada temperatur tertentu yakni sekitar 450 oC. Lalu peranan asam bronsted akan menurun dengan semakin tingginya temperatur, pada titik ini asam lewis akan lebih berperan. Dengan turunnya peranan asam bronsted maka katalis akan 70 60 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Minyak Sawit Tanpa Treatment Pada uji reaksi yang dilakukan pada temperatur 400 °C. Didapatkan produk hasil reaksi yang berbentuk agak padat, menyenggat, berwarna coklat kehitaman. Hal ini sgat diduga kuat bahwa telah terbentuk produk dengan berat molekul-molekul yang lebih besar. Produk tersebut sangat dimungkinkan berasal dari hasil reaksi polikondensasi ataupun polimerisasi. Dan reaksi berlangsung karena adanya gugus reaktif dari molekul trigliserida yakni ikatan rangkap ester maupun dan ikatan rangkap karbon. 3.2 Minyak Sawit Hasil Oksidasi Hal yang sama juga ditunjukkan pada uji reaksi minyak hasil oksidasi. Produk yang terbentuk juga agak padat, sticky dan berbau sangat menyengat. Terbentuknya produk tersebut sangat diduga dari hasil reaksi polimersisasi maupun kondensasi karena adanya kereaktifan gugus polar dan rangkap. Hal ini menunjukkan juga menunjukkan bahwa terjadinya reaksi polikondensasi ataupun polimerisasi menjadi molekul yang lebih besar jauh lebih dominan daripada berlangsungnya reaksi perengkahan molekul trigliserida. Namun produk reaksi sangat jauh berbeda dengan umpan hasil reaksi transesterifikasi maupun dengan penambahan metanol dibanding dengan produk reaksi yang telah diuraikan diatas. Rupanya kereaktifan gugus ester maupun ikaran rangkap karbon dapat distabilkan oleh molekul metanol pada suhu tinggi. Rupanya kereaktifan molekul metanol maupun mobilitasnya jauh lebih reaktif daripada molekul trigliserida pada suhu tinggi (diatas 350 oC). Untuk pembahasan selanjutnya langsung menguraikan berbagai hasil reaksi dengan menggunakan kedua umpan terakhir tersebut. yield 50 40 bensin 30 gas 20 10 0 350 400 450 500 tem peratur Gbr 2. Pengaruh temperatur terhadap yield hidrokarbon setaraf fraksi bensin semakin sedikit mendonorkan proton kepada molekul, sehingga hasil perengkahan juga semakin sedikit. Penurunan yield dan fraksi bensin pada temperatur 500oC menunjukkan bahwa pada temperatur ini peranan asam bronsted sudah sudah mengalami penurunan dalam reaksi perengkahan Terjadinya produk gas dimungkinkan karena terjadinya secondary cracking. Sementara itu, yield gas yang dihasilkan menurun seiring dengan naiknya temperatur dan kemudian meningkat pada temperatur 500°C. Tingginya yield gas pada temperatur 350 ºC disebabkan karena terjadinya dekomposisi termal molekul POME menjadi molekul yang lebih rendah pada bed kaca sebelum reaksi katalitik terjadi, ditandai dengan timbulnya gas yang keluar dalam waktu kurang dari 1 menit. Sehingga molekul gas yang rendah tidak mengalami dimerisasi atau oligomerisasi pada katalis untuk membentuk senyawa setaraf fraksi bensin (C5-C10). Pengaruh Penambahan B2O3 Kinerja katalis terbaik untuk hasil yield fraksi bensin terdapat pada katalis 10% B2O3/Al2O3 yaitu sebesar 58 %. Namun penambahan Boron oksida pada rentang kandungan 15-25% menunjukkan penurunan pada yield fraksi bensin. Seharusnya jika kandungan B2O3 semakin meningkat, maka jumlah bensin l(2 5) B/ A l(2 0) B/ A l(1 5) B/ A B/ A B/ A l(1 0) gas Pengaruh Komposisi Minyak – Metanol Persen katalis B2O3/Al2O3 Gbr 3. Pengaruh penambahann B2O3 terhadap yield fraksi bensin pada umpan POME sampai kandungan B2O3 mencapai 10 % pada katalis. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Satoshi dan Masakatsu. Walaupun penambahan kandungan B2O3 menghasilkan jumlah spesi peroksida (O22-) yang semakin banyak, tetapi hal ini juga menyebabkan menurunnya luas permukaan katalis. Luas permukaan yang menurun menyebabkan semakin sedikitnya luas kontak antara katalis dengan umpan, sehingga menyebabkan menurunnya yield. Spesi peroksida sangat aktif untuk reaksi dehidrogenasi. Sehingga pada kandungan B2O3 yang tinggi menyebabkan terjadinya banyak reaksi dehidrogenasi yang menyebabkan banyaknya pembentukan gas hidrogen. Dapat dilihat pada gambar 3, dengan semakin banyaknya kandungan boron semakin banyak pula gas yang terbentuk. 3.4 Umpan Hasil Campuran Minyak dan Metanol bensin 5) (2 B/ Al 0) B/ Al (2 5) (1 B/ Al (1 B/ Al B/ Al 0) gas (5 ) % yield Hasil yang sama juga ditunjukkan pada umpan minyak - metanol. Kinerja katalis terbaik untuk hasil 35 30 25 20 15 10 5 0 penurunan pada yield bensin. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan B2O3 yang terbaik pada katalis adalah 10%. Tetapi yield gas yang didapat sekotar 2530 %, jauh lebih besar dibandingkan dengan yield yang didapat bila menggunakan umpan POME (sekitar 10-20%). Hal ini sangat diduga kuat bahwa sebagian molekul metanol yang ditambahkan tidak bisa bereaksi secara total dengan minyak sawit. Dan perlu diketahui pada kondisi keasaman dan pada kondisi suhu tersebut, metanol dapat menjadi olefin. Oleh karenanya sangat diduga kuat tingginya yield yang didapat sangat dimungkinkan berasal dari hasil konversi sebagian molekul metanol menjadi olefin. Katalis Gbr 4. Pengaruh penambahan B2O3 terhadap yield fraksi bensin pada umpan minyak-metanol fraksi bensin terdapat pada katalis 10% B2O3/Al2O3 yaitu sebesar 21 %. Namun penambahan Boron oksida pada rentang kandungan 15-25% menunjukkan Seperti terlihat pada Gambar 5, komposisi katalis terbaik untuk kedua jenis umpan ini adalah sama, yaitu 10% B2O3/Al2O3. Namun yield hidrokarbon bensin yang dihasilkan dengan umpan minyak sawit yang ditambahkan metanol ternyata jauh lebih rendah daripada yield bensin dengan umpan POME. Dengan 70 60 % y ie ld b e n s in 70 60 50 40 30 20 10 0 l(5 ) % yield dari asam bronsted sites juga akan semakin meningkat secara linear. Tetapi kenaikan ini hanya akan terjadi 50 40 POME 30 MM 20 10 0 B/Al(5) B/Al(10) B/Al(15) B/Al(20) B/Al(25) % Katalis Gbr 5. Perbandingan yield fraksi bensin dengan umpan POME dan Minyak-metanol kata lain yield yang didapat dengan POME sekitar 3 kali lebih besar daripada yield yang didapat dengan umpan campuran minyak sawit-metanol. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan bahwa jumlah karbon yang dimiliki oleh POME lebih rendah sekitar 30 % daripada yang dimiliki oleh minyak kelapa sawit. Sehingga katalis tidak terlalu terbebani dalam merengkah POME. Selain itu, perengkahan katalitik POME lebih mudah karena ukurannya lebih kecil sehingga mobilitas serta kemampuan akses molekulnya untuk masuk ke dalam pori katalis lebih tinggi. Implikasi positif pretreatment minyak sawit dengan melalui reaksi transesterifikasi adalah hasil transestrifikasi sendiri sudah dapat langsung dapat digunakan sebagai bahan bakar setaraf solar (biodiesel). Sehingga produk reaksi yang masih merupakan mengandung POME sisa maupun gas-gas hidrokarbon, dapat dipisahkan secara fisis seluruh komponen yang didapat dapat digunakan untuk berbgai bahan bakar nabti pengganti solar, bensin, kerosine maupun LPG. 4. KESIMPULAN 1. 2. 3. Proses perengkahan katalitik minyak kelapa sawit dengan menggunakan katalis B2O3/Al2O3 telah berhasil dilaksanakan dan mendapatkan produk hidrokarbon setaraf fraksi gasoline. Penggunaan pretreatment minyak sawit melalui reaksi transesterifikasi (POME) dan penambahan metanol secara fisis telah menunujukkan keberhasilan untuk menghasilkan produk hidrokarbon setaraf fraksi gasoline. Umpan POME menghasilkan produk hidrokarbon setaraf fraksi gasoline dengan yield yang lebih tinggi daripada jenis umpan minyak sawit yang ditambahkan metanol. Hasil uji aktivitas katalis B2O3/Al2O3 pada penelitian ini adalah sebagai berikut: • Temperatur terbaik untuk melangsungkan reaksi perengkahan katalitik pada penelitian ini adalah 450 ºC. • Semakin besar kandungan B2O3 (diatas 10%) pada katalis tidak menyebabkan meningkatnya kemampuan katalis untuk menghasilkan fraksi hidrokarbon setaraf fraksi gasoline. • Katalis 10% B2O3/Al2O3 merupakan katalis terbaik untuk melangsungkan reaksi perengkahan katalitik, yang menghasilkan yield fraksi gasoline sebesar 58 % untuk umpan POME. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih atas segala pihak yang ikut mendukung pelaksanaan kerja riset ini. Dan tak lupa kepada panitia Seminar Nasional Kimia 2007 ini yang memungkinkan hasil riset untuk bisa disebarluaskan demi untuk kemajuan bangsa dan negara dalam penguasaan ilmu pengetahuan , riset dan teknologi. Terima kasih khususnya Direktur Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Direktorat Jend. Pendidikan Tinggi-RI, karena topik ini adalah sebagian dari hasil riset proyek penelitian Hibah Bersaing yang didanainya. DAFTAR ACUAN 1. 2. 3. Potter. L dan Lee. J, Tree Planting in Indonesia: Trends, impacts and Direction, CIFOR Occasional Paper No 18, Bogor, Indonesia, 1998. Ketaren, S., Minyak dan Lemak Pangan, Universitas Indonesia, Depok, 1986 Twaiq, F.A, Noor. A dan Subhash. B., Catalytic Conversion of Palm Oil to Hydrocarbon : Performance of Various Zeolite Catalysts, Journal of Ind.Eng. Chem.Res,.38, 1999, hal 3230-3237 4. Twaiq, F.A., Abdul. R.M dan Subhash. B, Performance of Composite catalysts in Palm Oil Cracking for The Production of Liquid Fuels and Chemicals, Journal of Fuel Processing Technology 85, 2004, hal 1283-1300 5. Ismagilov, Z.R, Shkrabina. R.A dan Koryabkina. N.A., New Technology for Production of Spherical Alumina Support for Fluidized Bed Combustion, Journal of Catalysis Today, 47, 1999, hal.51-71. 6. Otsuka dan Setiadi, Oxidative Dehydrogenation of Ethene Over Boron Oxide, Journal of Catalyst Today, 1996 7. Setiadi, Oxidative Dehidrogenasi Etana Menjadi Etilen menggunakan Katalis B2O3/Al2O3 : Pengaruh Kandungan Boron oksida, Proceeding of Regional Symposium on Chemical Engineering, Jakarta, 1996. 8. Sudirman, Pengaruh rasio B/(Al+B) Terhadap Aktifitas Katalis Alumina-Aluminium Borat Pada Reaksi Dehidrai Etanol, Skripsi, Teknik Gas dan Petrokimia UI, 2000 9. Sato, S., Masakatsu K. dan Toshiaki S., Surface Structure and Acidity of Alumina-Boria Catalysts, Journal of Molecular Catalysis, 1995, hal 171-177 10. Fesseden, R.J dan Joan S.F. Organic Chemistry, Wadsworth Asian Student Edition, USA, 1981