BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Paradigma Kajian Paradigma ibarat

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1.
Paradigma Kajian
Paradigma ibarat sebuah jendela tempat seseorang bertolak menjelajahi
dunia dengan wawasannya. Sebagian orang menyatakan paradigma (paradigm)
sebagai intelektual komitmen, yaitu suatu citra fundamental dari pokok
permasalahan dari suatu ilmu. Namun secara umum paradigma dapat diartikan
sebagai seperangkat kepercayaan atau keyakinan dasar yang menuntun seseorang
dalam bertindak atau keyakinan dasar yang menuntun seseorang dalam bertindak
dalam kehidupan sehari-hari. Paradigma adalah basis kepercayaan utama dari
sistem berpikir basis dari ontologi, epistemologi, dan metodologi.
Dalam
pandangan filsafat, paradigma merupakan pandangan awal yang membedakan,
memperjelas dan mempertajam orientasi berpikir seseorang. Hal ini membawa
konsekuensi praktis terhadap perilaku, cara berpikir, intepretasi dan kebijakan
dalam pemilihan masalah. Paradigma memberi representasi dasar yang sederhana
dari informasi pandangan yang kompleks sehingga orang dapat memilih untuk
bersikap atau mengambil keputusan.
Menurut Moleong (2009: 49), ada berbagai macam paradigma, tetapi yang
mendominasi ilmu pengetahuan adalah Scientifik Paradigm (paradigma ilmiah)
dan Naturalistic Paradigm (paradigma almiah). Paradigma ilmiah bersumber dari
pandangan positivisme (lazimnya disebut sebagai paradigma kuantitatif)
sedangkan pandangan alamiah bersumber pada pandangan fenomenologis
(lazimnya disebut sebagai paradigma kualitatif).
Paradigma kuantitatif (Positivisme) berakar pada pandangan teoritis
Auguste Comte dan Emile Durkheim pada abad ke 19 dan awal abad ke 20. Para
Positivisme mencari fakta dan penyebab femomena sosial dan kurang
mempertimbangkan keadaan subjektifitas individu. Durkhiem menyarankan
kepada ahli ilmu pengetahuan sosial untuk mempertimbangkan fakta sosial atau
fenomena sosial sebagai sesuatu yang memberikan pengaruh dari luar atau
memaksa pengaruh tertentu terhadap perilaku manusia. Paradigma kuantitatif
Universitas Sumatera Utara
dinyatakan sebagai paradigma tradisional, positivisme, eksperimental, atau
empiris. Sedangkan paradigma kualitatif (alamiah/fenomenologis) bersumber dari
pandangan Max Weber yang diteruskan oleh Irwin Deutcher. Pendekatan ini
berawal dari tindakan balasan terhadap tradisi positivisme.
Pendekatan fenomenologis berusaha memahami perilaku manusia dari segi
kerangka berpikir maupun bertindak orang itu sendiri. Bagi mereka yang penting
ialah kenyataan yang terjadi sebagai yang dibayangkan atau dipikirkan oleh orang
itu sendiri. Paradigma kualitatif menyatakan pendekatan konstruktif atau
naturalistis (Lincoln & Guba), pendekatan interpretatif (J. Smith) atau sudut
pandang postpositivist (postmodern). Antara kedua paradigma tersebut, tentu saja
memiliki asumsi yang berbeda.
Sesuai dengan metodologi penelitian ini yakni penelitian kualitatif, maka
dalam penelian ini peneliti menggunakan paradigma konstruktivisme. Asumsi
ontologism pada paradigma konstruktivisme menganggap realitas merupakan
konstruksi sosial, kebenaran suatu realitas bersifat relatif, berlaku sesuai konteks
spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial. Selain itu realita juga dianggap
sebagai konstruksi mental dari individu pelaku sosial, sehingga realitas dipahami
secara beragam dan dipengaruhi oleh pengalaman, konteks dan waktu (Kriyanto,
2008:51).
Secara epistemologis, pemahaman tentang suatu realitas atau temuan suatu
penelitian merupakan produk interaksi antara peneliti dengan yang diteliti. Dalam
penelitian ini, peneliti dan objek atau realitas yang diteliti merupakan kesatuan
realitas yang tidak terpisahkan. Peneliti merupakan fasilator yang menjembatani
keragaman subyektivitas pelaku sosial dalam rangka merekonstruksikan realitas
sosial. Dari sisi aksiologis, peneliti akan memperlakukan nilai, etika, dan pilihan
moral sebagai bagian integral dari penelitian dengan tujuan merekonstruksi
realitas sosial secara dialektis antara peneliti dengan pelaku soaial yang diteliti.
Konstruktivisme atau constructivism mempunyai dampak yang luas sekali
dibidang komunikasi. Menurut pandangan ini, para individu melakukan
interpretasi dan bertindak menurut kategori-kategori konseptual di dalam
pemikirannya. Realitas tidak hadir dalam bentuk apa adanya tetapi harus disaring
Universitas Sumatera Utara
melalui cara seseorang melihat sesuatu. Konstruktivisme sebagian didasarkan
pada teori dari George Kelly (dalam Budyatna dan ganiem, 2011: 221) mengenai
konsep-konsep pribadi atau personal constructs yang mengemukakan bahwa
orang memahami pengalmannya dengan mengelompokkan dan membedakan
peristiwa-peristiwa
yang
dialaminya
menurut
persaman-persamaan
dan
perbedaan-perbedaanya. Perbedaan- perbedaan yang dipresepsikan tidaklah
alamiah tetapi ditentukan oleh sejumlah hal-hal yang berlawanan didalam system
kognitif individu.
Kompleksitas kognitif memainkan peranan yang penting di dalam
komunikasi. Konsep-konsep antarpribadi terutama penting karena konsep-konsep
tersebut mengarahkan bagaimana kita memahami norang lain. Para individu
berbeda dalam kompleksitas dengan mana mereka memandang individu lainnya.
Bila seorang individu sederhana dalam arti kognitif, individu tersebut cenderung
melakukan stereotip kepada orang lain, sedangkan bila individu lebih memiliki
perbedaan secara kognitif, maka individu tersebut akan melakukan perbedaanperbedaan secara halus dan lebih sensitive. Secara umum, kompleksitas kognitif
mengarah kepada pemahaman yang lebih besar mengenai pandangan-pandangan
orang lain dan kemampuan yang lebih baik untuk membingkai pesan-pesan dalam
arti dapat memahami orang lain.
Konstruktivisme pada dasarnya merupakan teori pilihan stategi atau
strategy-choice theory. Prosedur-prosedur penelitian para konstruktivis biasanya
menanyakan para subjek untuk memilih tipe-tipe pesan yang berbeda dan
mengklasifikasikannya
yang berkenaan
dengan
kategori-kategori
strategi
(Budyatna dan Ganiem, 2011: 225).
2.2.
Uraian Teoritis
Fungsi teori dalam riset adalah membantu periset menerangkan fenomena
sosial atau fenomena alami yang menjadi pusat perhatian. Teori adalah himpunan
konstruk (konsep), definisi dan proposisi yang mengemukakan pandangan
sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi antara variabel, untuk
menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut (Kriyantono, 2006: 45). Sebelum
Universitas Sumatera Utara
peneliti melakukan penelitian, hendaknya mengetahui teori-teori apa saja yang
digunakan dalam menjelaskan dan menyelesaikan permasalahan yang akan
diteliti.
Adapun teori-teori yang dianggap relevan dalam penelitian ini adalah:
2.2.1. Komunikasi
Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin Communicatio, dan
bersumber dari kata Communis yang berarti sama. Dalam hal ini adalah sama
makna. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu
pesan dianut secara sama. Selain itu, kata lain yang mirip dengan komunikasi
yaitu komunitas yang menekankan kesamaan atau kebersamaan. Tanpa
komunikasi tidak akan ada komunitas.
Komunikasi jika ditinjau dari defenisinya, tidak ada defenisi yang benar
maupun salah. Seperti juga model atau teori, defenisi harus dilihat dari
kemanfaatannya
mengevaluasinya.
untuk
menjelaskan
Beberapa
defenisi
fenomena
yang
mungkin
terlalu
didefenisikan
sempit,
dan
misalnya
“komunikasi adalah penyampaian pesan melalui media elektronik,” atau lebih
luas, misalnya “komunikasi adalah interaksi antara dua makhluk hidup atau
lebih.”
Komunikasi adalah istilah yang begitu populer di zaman sekarang ini.
Manusia modern disuguhkan dengan pesan-pesan komunikasi dari berbagai
jurusan, baik secara terang-terangan, halus, verbal maupun non verbal. Carl I.
Hovland menyatakan bahwa komunikasi merupakan proses mengubah perilaku
orang lain (communication is the process to modify the behavior of other
individual). (Effendy, 2007 : 10).
Komunikasi merupakan dasar interaksi antar manusia. Kesepakatan atau
kesepahaman dibangun melalui sesuatu yang berusaha bisa dipahami bersama
hingga interaksi berjalan dengan baik. Kegiatan komunikasi pada prinsipnya
adalah aktivitas pertukaran ide atau gagasan. Secara sederhana, kegiatan
komunikasi dipahami sebagai kegiatan menyampaikan dan penerimaan pesan dari
Universitas Sumatera Utara
pihak satu ke pihak yang lain dengan tujuan mencapai kesamaan pandangan atas
ide yang dipertukarkan. Hal ini berarti bahwa komunikasi juga dipandang sebagai
sebuah konsekuensi dari hubungan sosial (social relation). Masyarakat paling
sedikit terdiri dari dua orang yang saling berhubungan satu sama lain secara
otomatis akan menimbulkan interaksi sosial (social interaction).
Istilah komunikasi ini juga dapat dipandang dari segi pragmatisnya.
Artinya bahwa komunikasi dalam arti pragmatis mengandung tujuan tertentu ada
yang dilakukan secara lisan, secara tatap muka, atau melalui media massa seperti:
surat kabar, radio, televisi, atau film, maupun media non masssa seperti: surat,
poster, spanduk dan lain sebagainya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa
komunikasi dalam pengertian ini bersifat
intensional (intentional) dan
mengandung tujuan dan tentunya terlebih dahulu harus dilakukan dengan sebuah
perencanaan. Sejauh mana kadar perencanaan itu, bergantung kepada pesan yang
akan dikomunikasikan dari komunikator kepada komunikasn dan pada komunikan
yang dijadikan
sasaran.
Intinya
bahwa
komunikasi
merupakan
proses
penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain secara langsung untuk
memberi tahu, merubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik secara langsung,
maupun tidak langsung melalui media.
2.2.2. Fungsi dan Tujuan Komunikasi
Berdasarkan pengertian yang ada, komunikasi dipandang tidak hanya
sekedar mengelola suatu informasi tertentu. Fungsi komunikan bukan hanya
menyampaikan berita untuk informasi saja tetapi juga mendidik dan
mempengaruhi agar khalayak melakukan suatu kegiatan tertentu, dan menghibur
khalayak. Oleh sebab itulah maka pengelolaan suatu informasi harus benar-benar
terarah berdasarkan fungsi komunikasi tersebut. (Effendy,2007 :31).
“Menyampaikan informasi (to inform) mengandung pengertian memberikan
informasi kepada khalayak atau masyarakat. Hal ini dikarenakan perilaku
menerima informasi merupakan perilaku ilmiah masyarakat. Ketika
menerima informasi, masyarakat sejatinya akan merasa aman karena
informasi merupakan sebuah kebutuhan dalam kehidupan ini. Mendidik (to
educate) merupakan kegiatan komunikasi kepada masyarakat dengan
memberikan berbagai informasi agar masyarakat menjadi lebih baik dan lebih
Universitas Sumatera Utara
maju khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan. Dalam arti luas, kegiatan
mendidik ini artinya memberikan informasi yang dapat menambah kemajuan
masyarakat dalam tataan komunikasi massa. Sedangkan kegiatan mendidik
dalam arti sempit memberikan informasi dalam tatanan komunikasi kelompok
pada pertemuan-pertemuan, kelas-kelas dan lain sebagainya.Mempengaruhi
(to persuade). Kegiatan ini memberikan berbagai informasi kepada
masyarakat dimana komunikasi sekaligus dijadikan sebagai sarana untuk
mempengaruhi orang lain atau masyarakat yang diharapkan berubah ke arah
perubahan sikap dan perubahan perilaku sesuai dengan yang diharapkan oleh
komunikator. Contohnya: dapat mempengaruhi khalayak melalui komunikasi
dalam pemilihan umum (kampanye), propaganda dan lainnya. Menghibur (to
entertain). Kegiatan ini merupakan salah satu bentuk kegiatan memberikan
informasi kepada masyarakat atas ketidaktahuan mereka dan juga menjadi
hiburan masyarakat. Contohnya media-media yang menyediakan space
khusus untuk hiburan melalui kegiatan dan pemanfaatan komunikasi
tentunya.”
Dari berbagai tujuan komunikasi tadi tentu saja komunikasi yang telah
dijelaskan dapat dilihat juga berfungsi dalam hal
perubahan sikap (attitude
change), perubahan pendapat (opinion change), dan perubahan perilaku (behavior
change).
2.2.3. Strategi Komunikasi
Manusia tidak menyadari kalau setiap hari sedang membuat “stategi”.
Strategi berkomunikasi dengan pihak lawan atau mitra kerja. Semua aktivitas
yang berhubungan dengan komunikasi sudah tentu tidak asal jadi. Komunikasi
manusia harus direncanakan, diorganisasikan, ditumbuh kembangkan agar
menjadi komunikasi yang lebih berkualitas. Salah satu langkah terpenting dalam
berkomunikasi adalah menetapkan “strategi komunikasi”. Dalam banyak kasus,
komunikasi manusia, yang disebut sebagai strategi komunikasi yang baik adalah
strategi yang dapat menetapkan atau menempatkan posisi seseorang secara tepat
dalam komunikasi dengan lawan komunikasinya sehingga dapat mencapai tujuan
komunikasi yang telah ditetapkan.
Ahli komunikasi, terutama di Negara-negara yang sedang berkembang,
dalam tahun-tahun belakangan ini menumpahkan perhatian besar terhadap strategi
komunikasi. Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan (planning) dan
manajemen (management) untuk mencapai suatu tujuan. Tetapi untuk mencapai
Universitas Sumatera Utara
tujuan tersebut, strategi tidak sebagai peta jalan yang hanya menunjukkan arah
saja, melainkan harus menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya, dalam arti
kata bahwa pendekatan (approach) bisa berbeda sewaktu-waktu bergantung dari
situasi dan kondisi (Effendy, 1993: 301).
Kata “strategi” berasal dari akar kata bahasa Yunani strategos yang secara
harafiah berarti “ seni umum”, kemudian ini berubah menjadi kata sifat strategia
berarti “keahlian militer” yang belakangan diadaptasikan lagi ke dalam
lingkungan bisnis modern. Kata strategos bermakna sebagai (Liliweri, 2011:
240):
1.
K
eputusan untuk melakukan suatu tindakan dalam jangka panjang dengan
segala akibatnya.
2.
P
enentuan tingkat kerentanan posisi kita dengan posisi para pesaing (ilmu
perangan bisnis).
3.
P
emanfaatan sumber daya dan penyebaran informasi yang relative terbatas
terhadap kemungkinan penyadapan informasi oleh para pesaing.
4.
P
enggunaan fasilitas komunikasi untuk penyebaran informasi yang
menguntungkan berdasarkan analisis geografis dan topografis.
5.
P
enemuan titik-titik kesamaan dan perbedaan sumber daya dalam pasar
informasi.
Dari beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan beberapa, defenisi dari
strategi komunikasi adalah :
1.
Strategi yang menjelaskan dan mempromosikan suatu visi komunikasi dan
satuan tujuan komunikasi dalam rumusan yang baik.
2.
Strategi untuk menciptakan komunikasi yang konsisten, komunikasi yang
dilakukan berdasarkan satu pilihan (keputusan) dari beberapa opsi
komunikasi.
3.
Strategi berbeda dengan taktik, strategi komunikasi menjelaskan tahapan
konkret dalam rangkaian aktivitas komunikasi yang berbasis pada satuan
teknik bagi pengimplementasian tujuan komunikasi. Adapun taktik adalah
satu pilihan tindakan komunikasi tertentu berdasarkan strategi yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Universitas Sumatera Utara
4.
Tujuan akhir komunikasi, strategi berperan memfasilitasi perubahan prilaku
untuk mencapai tujuan komunikasi manajemen.
Ketika membayangkan strategi komunikasi, maka ada tujuan yang ingin
dicapai dan jenis materi yang dipandang dapat memberikan kontribusi bagi
tercapainya tujuan ini. Khusus untuk setiap tujuan tertentu yang berkaitan dengan
aktivitas, maka tujuan komunikasi menjadi sangat penting karena meliputi,
announcing, motivating, educating, and supporting decision making. (Liliweri,
2011: 248-249).
1. Memberitau (Announcing)
Tujuan pertama dari strategi komunikasi adalah announcing, yaitu
pemberitauan tentang kapasitas dan kualitas informasi (one of the first
goal of your communications strategy is to announce the availability of
information on quality). Oleh karena itu, informasi yang akan
dipromosikan sedapat mungkin berkaitan dengan informasi utama dari
seluruh informasi yang sedemikian penting.
2. Motivasi (Motivating)
Memotivasi artinya informasi yang diberikan untuk sasaran dapat
memberikan akses cepat kepada hal-hal yang berhubungan dengan yang
akan disampaikan. Informasi yang diberikan harus dipersiapkan matangmatang dan menggunakan beberapa media agar sasaran mendapatkan
informasi yang jelas.
3. Mendidik (Educating)
Tiap informasi yang diberikan kepada sasaran harus bersifat mendidik.
Misalnya informasi tentang tips-tips penting yang sebelumnya belum
diketahui oleh komunikasn
4. Menyebarkan Informasi (Informating)
Salah satu tujuan strategi komunikasi adalah menyebarkan informasi
kepada komunikan atau audiens yang menjadi sasaran. Diusahakan agar
informasi yang disebarkan ini merupakan informasi yang spesifik dan
aktual, sehingga dapat digunakan komunikasn. Apalagi jika informasi ini
tidak saja sekedar pemberitahuan, atau motivasi semata-mata tetapi
mengandung unsur pendidikan.
5. Mendukung Pembuatan Keputusan (Supporting Decision Making)
Strategi komunikasi terakhir adalah strategi yang mendukung pembuatan
keputusan. Dalam rangka pembuatan keputusan, maka informasi yang
dikumpulkan, dikategorisasi, dan dianalisis sedemikian rupa sehingga
dapat dijadikan informasi utama bagi pembuatan keputusan
Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan (planning) dan manajemen
(management) untuk mencapai suatu tujuan. Strategi komunikasi harus didukung
oleh teori, karena teori merupakan pengetahuan berdasarkan pengalaman yang
masih diuji kebenarannya. Strategi komunikasi yang memadai baiknya untuk
Universitas Sumatera Utara
dijadikan pendukung strategi komunikasi ialah sesuai dengan formula yang
dikemukakan Harold D.Lasswell (Effendy, 1993: 301), yaitu mengandung:
1.
Who ?
2.
Says What?
3.
In Which Channel?
4.
To Whom?
5.
With What Effect?
Rumusan Lasswell tersebut mengandung banyak pertautan yang
selanjutnya juga mempunyai teori-teori tersendiri. Sebagai contoh “persuation”
yang merupakan kegiatan komunikasi yang mengharapkan “behavior Change”
meliputi berbagai teknik. Jika sudah tahu sifat-sifat komunikasn, dan tahu pula
efek apa yang akan dikehendaki dari mereka, memilih cara mana yang akan
diambil untuk berkomunikasi sangatlah penting, karena ini ada kaitannya dengan
media yang harus digunakan.
1.
Komunikasi tatap muka (face to face communication)
2.
Komunikasi bermedia (mediated communication)
Komunikasi tatap muka digunakan apabila komunikator mengharapkan
efek perubahan tingkah laku (behavior change) atau untuk komunikasi persuasif
(Effendy, 1993:300). Alasan utama mengapa para ahli komunikasi memfokuskan
kepada strategi komunikasi ini dikarenakan strategi komunikasi dipandang
memiliki fungsi ganda, baik secara makro (planned multi media strategy) maupun
secara mikro (single communication medium strategy) yakni menyebarluaskan
pesan komunikasi yang bersifat informatif, persuasif, maupun instruktif secara
sistematis kepada sasaran untuk memperoleh hasil yang optimal sekaligus
menjembatani “kesenjangan budaya”. Oleh karena itu keberadaan strategi
komunikasi tidak terlepas dari suatu tujuan yang ingin dicapai. Hal ini ditujukan
oleh suatu jaringan kerja yang membimbing tindakan yang akan dilakukan dan
pada saat yang sama sehingga strategi akan mempengaruhi tindakan tersebut.
Tindakan yang dibuat semata-mata sekadar untuk suatu taktik atau tanpa strategi
dapat meningkat cepat namun sebaliknya dapat merosot kedalam masalah lain.
Inilah pentingnya sebuah strategi untuk mencerminkan suatu pesan atau arahan
Universitas Sumatera Utara
visi yang ingin dicapai serta meminimalisir hambatan dalam berkomunikasi
tentunya.
Seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa strategi komunikasi
yang dijalankan dalam sebuah kegiatan komunikasi tentu saja tidak akan terlepas
dari hambatan-hambatan komunikasi. Hambatan- hambatan yang dimaksud
adalah sebagai berikut:
a. Hambatan Teknis
Hambatan ini timbul karena lingkungan yang memberikan dampak
pencegahan terhadap kelancaran pengiriman dan penerimaan pesan, dari
sisi teknologi keterbatasan fasilitas dan peralatan komunikasi akan
semakin berkurang dengan adanya temuan baru di bidang teknologi
komunikasi dan sistem informasi, sehingga saluran komunikasi dalam
media komunikasi dapat diandalkan serta lebih efisien.
b. Hambatan Semantik
Hambatan semantik menjadi hambatan dalam proses penyampaian
pengertian atau ide secara efektif. Defenisi semantik adalah studi atas
pengertian yang diungkapkan lewat bahasa. Suatu pesan yang kurang
jelas akan tetap menjadi tidak jelas bagaimanapun baiknya transmisi.
Hambatan semantik dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Salah pengucapan kata atau istilah karena teralu cepat berbicara.
2. Adanya perbedaan makna dan pengertian pada kata-kata yang
pengucapannya sama. Contohnya beda daerah berbeda juga maknanya
3. Adanya pengertian konotatif (perbedaan menafsirkan suatu makna yang
menjadi kesepakatan bersama. Contohnya saja semua setuju bahwa
binatang anjing adalah binatang berbulu dan berkaki empat, sedangkan
dalam makna konotatif banyak orang menganggap anjing sebagai
binatang piaraan yang setia, bersahabat dan panjang ingatan.
Untuk menghindari miss-komunikasi ini tentu saja seorang komunikator
harus mampu memilih kata-kata yang tepat dan sesuai dengan
karakteristik komunikannya, serta melihat dan mempertimbangkan
kemungkinan penafsiran yang berbeda terhadap kata-kata yang
digunakannya. Seperti pepatah yang mengatakan dimana tanah dipijak
disitu tanah dijunjung.
c. Hambatan Manusiawi
Hambatan jenis manusiawi ini muncul dari masalah-masalah pribadi
yang dihadapi orang-orang yang terlibat dalam komunikasi, baik
komunikator maupun komunikan.
Ada beberapa hambatan terhadap komunikasi yang efektif, yaitu:
1. Mendengar.
Biasanya kita mendengar apa yang ingin kita dengar. Banyak informasi
yang ada di sekeliling kita, namun tidak semua kita dengar dan tanggapi.
Informasi yang menarik bagi kita, itulah yang ingin kita dengar.
2. Mengabaikan informasi yang bertentangan dengan apa yang kita ketahui.
Universitas Sumatera Utara
3. Menilai Sumber.
Kita cenderung menilai siapa yang memberikan informasi. Jika ada anak
kecil yang memberikan informasi tentang suatu hal, kita cenderung
mengabaikannya.
4. Persepsi yang Berbeda.
Komunikasi tidak akan berjalan efektif, jika persepsi si pengirim pesan
tidak sama dengan si penerima pesan. Perbedaan ini bahkan bisa
menimbulkan pertengkaran, diantara pengirim dan penerima pesan.
5. Kata yang Berarti Lain Bagi Orang yang Berbeda.
Kita sering mendengar kata yang tidak sesuai dengan pengertian kita.
Seseorang menyebut dan datang sebentar lagi, mempunyai arti yang
berbeda bagi orang yang menanggapinya. Sebentar lagi bisa berarti satu
menit, lima menit, setengah jam, atau satu jam kemudian.
6. Sinyal Nonverbal yang Tidak Konsisten.
Gerak-gerik kita ketika berkomunikasi tidak melihat kepada lawan
bicara, tetapi dengan aktivitas kita pada saat ada yang berkomunikasi
dengan kita mempengaruhi proses komunikasi yang berlangsung.
7. Pengaruh Emosi.
Pengaruh emosi juga sangat berpengaruh dalam kelancaran komunikasi.
Pada keadaan marah, seseorang akan kesulitan untuk menerima
informasi. Apapun berita atau informasi yang diberikan, tidak akan
diterima dan ditanggapinya dengan baik.
8. Gangguan. Gangguan ini bisa berupa suara bising pada saat kita
berkomunikasi, jarak yang jauh serta gangguan psikologis seseorang
sebagai lawan bicara kita ketika berkomunikasi.
(http://www.academia.edu/)
Ketika mengetahui hambatan tentu saja ada juga cara atau alternatif untuk
megurangi maupun mengatasi hambatan tersebut. Cara mengatasinya adalah
sebagai berikut:
1. Membuat suatu pesan secara berhati-hati, tentukan maksud dan tujuan
komunikasi serta komunikan yang akan dituju.
2. Meminimalkan gangguan dalam proses komunikasi, komunikator harus
berusaha dapat membuat komunikan lebih mudah memusatkan perhatian
pada pesan yang disampaikan sehingga penyampaian pesan dapat
berlangsung tanpa gangguan yang berarti.
3. Mempermudah upaya umpan balik antara si pengirim dan si penerima
pesan. Hal ini berarti bahwa cara dan waktu penyampaian dalam
komunikasi harus direncanakan dengan baik agar menghasilkan umpan
balik
dari
komunikasi
sesuai
harapan.
(http://www.academia.edu/5268443/Hambatan-hambatan_Dalam(
diakses pada 11 November 2014 pukul 13.00 WIB)
Universitas Sumatera Utara
2.2.4. Jenis-Jenis Komunikasi
2.2.4.1.Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan kata-kata
(verbs), baik secara lisan maupun tulisan. Dengan demikian sebenarnya defenisi
komunikasi verbal ini sama dengan kebanyakan defenisi dari komunikasi itu
sendiri seperti yang diungkapkan oleh para ahli. Hampir semua rangsangan wicara
yang kita sadari masuk kedalam kategori pesan verbal disengaja, yaitu usahausaha yang dilakukan secara sadar untuk berhubungan dengan orang lain secara
lisan (Mulyana, 2007: 260).
Komunikasi verbal menggunakan sistem lambang verbal yang disebut
bahasa. Bahasa dapat didefenisikan sebagai alat atau simbol yang dipakai untuk
mengekspresikan idea tau perasaan, membangkitkan respon emosional, atau
menguraikan obyek, observasi dan ingatan. Sering juga untuk menyampaikan arti
yang tersembunyi, dan menguji minat seseorang. Keuntunagn komunikasi verbal
dalam tatap muka yaitu memungkinkan tiap individu untuk saling merespon
secara langsung. Bahasa memiliki bebrapa fungsi, namun sekurang-kurangnya ada
tiga fungsi yang erat hubungannya dalam menciptakan komunikasi yang efektif.
Adapun ketiga fungsi tersebut adalah pertama, untuk mempelajari tentang dunia
sekeliling kita. Kedua, untuk membina hubungan yang baik di antara sesama
manusia. Ketiga adalah untuk menciptakan ikatan-ikatan dalam kehidupan
manusia. Melalui bahasa, kita dapat mengetahui sikap, perilaku, dan pandangan
suatu bangsa, walaupun kita belum pernah berkunjung ke negaranya.
Bahasa mengembangkan pengetahuan kita, agar kita dapat menerima
sesuatu dan juga berusaha untuk untuk menggambarkan ide-ide kepada orang lain.
Bahasa verbal adalah sarana utama untuk menyatakan pikiran, perasaan, dan
maksud
seseorang.
Bahasa
verbal
menggunakan
kata-kata
yang
merepresentasikan berbagai aspek realitas individual (Mulyana, 2008 :261)
dengan komunikasi verbal, pesan dapat diterima dengan baik oleh komunikan.
Penggunaan komunikasi verbal diharapkan kesalahan presepsi komunikasi dapat
diminimalisir.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Larry L.Barker dalam (Mulyana, 2007:266), bahasa memiliki tiga
fungsi : penamaan (naming atau labeling), interaksi dan transmisi informasi.
Penamaan atau penjulukkan merujuk pada usaha mengedentifikasi objek,
tindakan, atau orang dengan menyebut namanya sehingga dapat dirujuk dalam
komunikasi. Fungsi interaksi menurut Barker, menekankan berbagai gagasan dan
emosi, yang dapat mengundang simpati dan pengertian atau kemarahan dan
kebingungan. Melalui bahasa, informasi dapat disampaikan kepada orang lain.
Seseorang juga menerima informasi setiap hari, sejak bagun tidur hingga tidur
kembali dari orang lain, baik secara langsung atau tidak (melalui media massa
misalnya). Fungsi bahasa inilah yang disebut transmisi.
Baker berpandangan, keistimewaan bahasa sebagai sarana transmisi
informasi yang lintas-waktu dengan menghubungkan masa lalu, masa kini, dan
masa depan, memungkinkan kesinambungan budaya dan tradisi. Tanpa bahasa
seseorang tidak mungkin bertukar informasi, tidak mungkin menghadirkan semua
objek dan tempat untuk kita rujuk dalam komunikasi ( Mulyana, 2007:261).
Komunikasi verbal selalu berhubungan dengan pesan verbal. Pesan-pesan
verbal merupakan tema yang dibicarakan bersama oleh peserta komunikasi.
Penyampaian pesan oleh seorang komunikator membutuhkan : pengetahuan
tentang bentuk-bentuk pesan verbal, masyarakat sasaran (Liliweri, 2001: 193).,
yang terdiri dari :
1. Struktur pesan : ditujukan oleh pola penyimpulan (tersirat atau tersurat),
pola urutan argumentasi (mana yang lebih dahulu, argumentasi yang
disenangi atau tidak disenangi), pola obyektifitas (satu atau dua sisi).
2. Gaya pesan : menunjukkan variasi linguistic dalam penyampaian pesan
(perulangan dan mudah dimengerti).
3. Appeals pesan : mengacu pada motif-motif psikologis yang dikandung
pesan (rasional-emosional)
Dalam mempelajari interaksi bahasa dan verbal, ada beberapa hal yang
harus dipertimbangkan (Devito, 1997: 117), diantaranya:
1. Kata-kata kurang dapat menggantikan perasaan atau pikiran kompleks
yang ingin kita komunikasikan. Oleh karenanya, kata-kata hanya dapat
mendeteksi makna yang kita sampaikan.
2. Kata-kata hanyalah sebagian dari system komunikasi kita. Dalam
komunikasi yang sesungguhnya kata-kata kita selalu disertai perasaan
nonverbal. Oleh karenanya, pesan-pesan kita merupakan kombinasi
Universitas Sumatera Utara
isyarat-isyarat verbal dan nonverbal, dan efektivitasnya bergantung pada
bagaimana kedua macam isyarat ini dipadukan.
3. Bahasa adalah institusi sosial dari budaya kita dan mencerminkan budaya
tersebut. Pandanglah bahasa dalam suatu konteks sosial, selalu
mempertimbangkan implikasi sosial dari penggunaan bahasa.
Pengetahuan terhadap isi pesan, sebagai contoh apabila materi pesan itu
berisi inovasi informasi maupun teknologi, maka pesan yang disampaikan
sebaiknya mengandung sesuatu cara yang dapat membantu masyarakat
memecahkan masalah yang dihadapinya. Secara teknis isi pesan harus mudah
dipahami secara verbal, agar cepat dikerjakan meskipun dalam skala kecil agar
hasilnya cepat dirasakan
2.2.4.2.Komunikasi Nonverbal
Komunikasi
nonverbal
adalah
setiap
informasi
atau
emosi
dikomunikasikan tanpa menggunakan kata - kata. Komunikasi nonverbal adalah
penting, sebab apa yang sering kita lakukan mempunyai makna jauh lebih penting
dari pada apa yang kita katakan (Budyatna & Ganiem, 2011: 110). Komunikasi
nonverbal pastilah merupakan kata-kata yang sedang popular saat ini. Setiap
orang tampaknya tertarik pada pesan yang di komunikasikan oleh gerakan tubuh,
gerakan mata, ekspresi wajah, sosok tubuh, penggunaan jarak (ruang), kecepatan
dan volume bicara, bahkan juga keheningan. Kita ingin belajar bagaimana
“membaca seseorang seperti sebuah buku,” (Nierenberg & Calero, 1971, dalam
Devito, 2011:193).
Menurut Knapp dan Hall isyarat nonverbal adalah sebagaimana simbol
verbal dimana jarang memiliki makna denotatif yang tunggal. Salah satu faktor
yang mempengaruhinya adalah konteks tempat perilaku berlangsung, makna
isyarat nonverbal akan semakin rumit jika mempertimbangkan berbagai budaya.
Secara sederhana, pesan non verbal adalah semua isyarat yang bukan kata-kata.
Menurut Larry A. Samovardan, Richard E. Porter dalam (Mulyana, 2007:343),
komunikasi verbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal)
dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan pengguna
lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim
atau penerima. Jadi, defenisi ini mencakup perilaku yang disengaja juga tidak
Universitas Sumatera Utara
disengaja sebagai bagian dari peristiwa komunikasi secara keseluruhan. Perilaku
artinya bahasa tubuh, sentuhan, penampilan sampai bau-bauan.
Sebagaimana kata-kata, kebanyakan isyarat nonverbal juga tidak universal,
melainkan terkait oleh budaya, jadi dipelajari bukan bawaan. Sedikit saja isyarat
nonverbal yang merupakan bawaan. Menurut Edward T.Hall bahasa nonverbal
juga dinamai “bahasa diam” (silent language) dan dimensi tersembunyi (hidden
dimension) suatu budaya. Disebut diam dan tersembunyi, karena pesan-pesan
nonverbal tertanam dalam konteks komunikasi. Selain isyarat situasional dan
rasional dalam transaksi komunikasi, pesan non verbal member isyarat-isyarat
konteksual. Pesan nonverbal membantu menafsirkan seluruh makna pengalaman
komunikasi.
Menurut Richard L. Weaver (dalam Budyatna & Ganiem 2011: 111)
komunikasi nonverbal memiliki beberapa karakteristik, dan enam diantaranya
adalah sebagai berikut :
1. Komunikasi nonverbal memiliki sifat berkesinambungan, mengirim dan
menerima pesan-pean nonverbal dalam arus yang tidak terputus dan terus
menerus. Selagi kita mengamati sikap dan perilaku seseorang, orang
tersebut mungkin sedang mengamati kita juga.
2. Komunikasi nonverbal kaya dalam makna, isyarat-isyarat nonverbal
semacam alis yang terangkat, senyum, kedipan mata atau sentuhan
tangan sangat berguna apabila saat berkomunikasi lisan dan tulisan tidak
tepat. Komunikasi nonverbal kaya dengan makna.
3. Komunikasi nonverbal dapat membingungkan, meskipun komunikasi
nonverbal kaya dengan makna, tetapi dapat juga membingungkan.
Isyarat-isyarat tertentu dapat berarti sesuatu yang secara keseluruhan
berbeda dari apa yang dibayangkan. Setiap orang harus berhati-hati
dalam menfsirkan isyarat nonverbal. Kita tidak selalu mendapatkan
informasi yang cukup untuk membuat penilaian, dan dugaan-dugaan kita
bisa saja jauh dari akurat atau tidak tepat.
4. Komunikasi nonverbal menyampaikan emosi, apabila ingin menunjukkan
kesungguhan atau ketulusan hati, maka wajah dan isyarat tubuh akan
lebih efektif dari pada ucapan-ucapan, meskipun kata atau ucapan yang
diperbuat oleh isyarat-isyarat nonverbal terkait begitu dekat kepada
emosi, sejauh mana pengertian kita mengenai pesan-pesan nonverbal.
Memahami ekspresi nonverbal memerlukan kemampuan yang lebih,
ekspresi nonverbal, dipelajari lebih dini dan sering kali terkait secara
dekat kepada emosi manusia secara universal, adakalanya lebih mudah
untuk memberikan makna meskipun makna itu bisa kurang sempurna
keakuratannya.
5. Komunikasi nonverbal dikendalikan oleh norma-norma dan peraturan
mengenai kepatutan, norma dan peraturan umumnya amat berbeda dari
Universitas Sumatera Utara
satu budaya kebudaya yang lain. Kebanyakan norma dan peraturan
dipelajari sejak kecil yaitu dari bimbingan orang tua atau keluarga.
Beberapa dari norma dan peraturan dipelajari dari hasil pengamatan
orang lain. Ada juga yang dipelajari dari hasil pengamatan orang lain dan
ada juga yang dipelajari dari kesalahan dan kegagalan serta hukuman.
6. Komunikasi nonverbal terkait pada budaya, perbedaan-perbedaan
cultural dapat diketahui berkenaan dengan setiap bentuk perilaku
nonverbal dari penampilan kegerak isyarat, perilaku wajah dan mata,
perilaku vocal yang berkenaan dengan suara, ruang, sentuhan,
lingkungan, tempat atau waktu. Berkenaan dengan penampilan, apa yang
menarik di satu budaya belum tentu menarik pada budaya lain. Gerak
isyarat dan gerak tubuh mempunyai makna yang berbeda diantara
budaya. Ekspresi wajah dan kontak mata, perilaku vocal, aspek
lingkungan seperti bau-bauan, warna, pencahayaan, atau artefak yang
mengkomunikasikan makna yang berbeda pada semua budaya.
Komunikasi nonverbal dapat menjalankan sejumlah fungsi penting.
komunikasi nonverbal mengidentifikasikan enam fungsi utama (Ekman, 1965 dan
Knapp, 1978, dalam DeVito, 2011) yaitu:
1.
Untuk Menekankan. Kita menggunakan komunikasi nonverbal untuk
menonjolkan atau menekankan beberapa bagian dari pesan verbal. misalnya
saja, anda mungkin tersenyum untuk menekankan kata atau ungkapan
tertentu, atau anda dapat memukulkan tangan anda kemeja untuk menekankan
suatu hal tertentu.
2.
Untuk Melengkapi (Complement). Kita juga menggunakan komunikasi
nonverbal untuk memperkuat warna atau sikap umum yang dikomunikasikan
oleh pesan verbal. jadi anda mungkin tersenyum ketika menceritakan kisah
lucu, atau menggeleng-gelengkan kepala ketika menceritakan ketidakjujuran
seseorang.
3.
Untuk Mengatur. Gerak-gerik nonverbal dapat mengendalikan atau
mengisyaratkan keinginan anda untuk mengatur arus pesan nonverbal.
Mengerutkan bibir, mencondongkan badan ke depan atau membuat gerakan
tangan untuk menunjukkan bahwa anda ingin mengatakan sesuatumerupakan
contoh-contoh dari fungsi mengatur ini. Anda juga mungkin mengangkat
tangan atau menyuarakan jenak (pause) anda
(misalnya, dengan
menggumamkan “umm”) untuk memperlihatkan bahwa anda belum selesai
berbicara.
Universitas Sumatera Utara
4.
Untuk
Menunjukkan
Kontradiksi.
Kita
juga
dapat
secara
sengaja
mempertentangkan pesan verbal kita dengan gerakan nonverbal. Sebagai
contoh, anda dapat menyilangkan jari anda atau mengkedipkan mata untuk
menunjukkan bahwa yang anda katakan adalah tidak benar.
5.
Untuk Mengulangi. Kita juga dapat mengulangi dan merumuskan ulang
makna dari pesan verbal, misalnya anda dapat menyertai pernyataan verbal
“Apa benar?” dengan mengangkat alis mata anda, atau anda dapat
menggerakkan kepala atau tangan untuk mengulangi pesan verbal “Ayo kita
pergi.”
6.
Untuk Menggantikan. Komunikasi nonverbal juga dpat menggantikan pesan
verbal. Anda dapat, misalnya mengatakan “Oke” dengan tangan anda tanpa
berkata apa-apa. Anda dapat menganggukkan kepala untuk mengatakan “Ya”
atau menggelengkan kepala untuk mengatakan “Tidak”.
Dari berbagai studi yang pernah dilakukan sebelumnya,kode nonverbal
dapat dikelompokkan dalam beberapa bentuk, antara lain (Cangara, 2006: 101110):
a.
Kinesics
Kinesics adalah kode nonverbal yang ditunjukkan oleh gerakan-gerakan
badan. Menurut Paul Ekhman dan Wallace V. Friesen (dalam DeVito, 2011)
kedua priset ini membedakan lima kelas (kelompok) gerakan nonverbal, di
antaranya:
1.
Emblim. Perilaku nonverbal yang secara langsung menerjemahkan kata
atau ungkapan. Emblim meliputi, isyarat “Oke,” “Jangan rebut,”
”kemarilah,” dan “ saya ingin menumpang.” Emblim adalah pengganti
nonverbal
untuk
kata-kata
atau
ungkapan
tertentu.
Walaupun
emblimbersifat alamiah dan bermakna mereka mempunyai kebebasan
makna seperti sembarang kata ataupun dalam sembarang bahasa. Oleh
karenanya, emblim dalam kultur kita sekarang belum tentu sama dengan
emblim dalam kultur kita 300 tahun yang lalu. Emblim juga dimana
gerakan mata tertentu merupakan simbol yang memiliki kesetaraan dengan
Universitas Sumatera Utara
simbol verbal. Kedipan mata dapat mengatakan “saya tidak sungguhsungguh”.
2.
Illustrator. Merupakan perilaku nonverbal yang menyertai dan secara
harfiah “ mengilustrasikan” pesan verbal. dalam mengatakan “ayo,
bangun.” Misalnya, anda mungkin menggerakkan kepala dan tangan anda
kearah menaik. Dalam menggambarkan lingkaran atau bujur sangkar anda
mungkin sesekali membuat gerakan berputar dengan tangan anda. Begitu
biasanya kita melakukan gerakkan demikian sehingga sukar bagi kita
untuk menukar-nukarnya atau menggunakan gerakkan yang tidak tepat.
Kita hanya menyadari sebagian ilusator yang kita gunakan. Kadangkadang ilusator ini perlu kita perhatikan. Ilusator bersifat lebih alamiah,
kurang bebas dan lebih universal dari pada emblim. Mungkin sesekali
ilusator ini mengandung komponen-komponen yang sudah dibawa sejak
lahir selain juga yang dipelajari. Sama seperti pandangan kebawah dapat
menunjukkan depresi atau kesedihan.
3.
Regulator. Adalah perilaku nonverbal yang “mengatur,”memantau,
memelihara atau mengendalikan pembicaraan orang lain. Ketika anda
mendengarkan orang lain, anda tidak pasif. Anda menganggukkan kepala,
mengerutkan bibir, menyesuaikan fokus mata dan membuat berbagai suara
para linguistic seperti ”mm-mm” atau “tsk.” Regulator jelas terikat pada
kultur dan tidak universal. Regulator mengisyaratkan kepada pembicara
apa yang kita harapkan mereka lakukan –misalnya, “Teruskanlah,” lalu
apalagi?,” atau “Tolong agak lambat sedikit.” Bergantung pada kepekaan
mereka, mereka mengubah perilaku sesuai dengan pengarahan dari
regulator.
4.
Adaptor. adalah perilaku nonverbal yang bila dilakukan secara pribadi atau
di muka umum tetapi tidak terlihat berfungsi memenuhi kebutuhan tertentu
dan dilakukan sampai selesai. Misalnya, bila anda sedang sendiri mungkin
anda akan menggaruk-garuk kepala sampai rasa gatal hilang. Dimuka
umum bila orang-orang melihat anda melakukan adaptor ini hanya
sebagian. Anda mungkin misalnya, hanya menaruh jari anda dikepala dan
Universitas Sumatera Utara
menggerakkannya sedikit, tetapi barangkali tidak akan menggaruk cukup
keras untuk menghilangkan gatal.
5.
Affect display. Adalah gerakan-gerakan wajah yang mengandung makna
emosional gerakan ini memperlihatkan rasa marah dan rasa takut, rasa
gembira dan rasa sedih, semangat dan kelelahan. Ekspresi wajah demikian
“membuka rahasia kita” bila kita berusaha menampilkan citra yang tidak
benar dan membuat orang berkata, “Anda kelihatan kesal hari ini,
mengapa?” tetapi, kita dapat secara sadar mengendalikan affect display,
seperti actor yang memamerkan peran tertentu. Affect diplay kurang
bergantung pada pesan verbal dari pada ilusator. Selanjutnya, kita tidak
secar sadar mengendalikan affect display seperti yang kita lakukan pada
emblim atau ilusator. Affect display tidak dapat disengaja seperti ketika
gerakan-gerakan ini membuka rahasia kita tetapi mungkin juga disengaja.
Kita mungkin ingin memperlihatkan rasa marah, cinta, benci, atau terkejut
dan biasanya kita mampu melakukannya dengan baik.
b.
Gerakan Mata (Eye Gaze)
Mata adalah alat komunikasi paling berarti dalam member isyarat tanpa
kata. Dari observasi puitis Ben Jonson’s “Drink to me only with thin eyes, and I
will pledge with mine” sampai ke observasi ilmiah para periset kontemporer
(Hess, Marshall, dalam DeVito, 2011), mata dipandang sebagai system pesan
nonverbal yang paling penting. Pesan-pesan yang dikomunikasikan oleh mata
bervariasi bergantung pada durasi, arah dan kualitas dari perilaku mata. Ada yang
menilai bahwa gerakan mata adalah percerminan isi hati seseorang.
Mark Knapp dalam risetnya menemukan empat fungsi utama gerakan
mata, yakni:
1.
Untuk memperoleh umpan balik dari seorang lawan bicaranya. Misalnya
dengan mengungkapkan bagaimana pendapat anda tentang hal itu?.
2.
Untuk menyatakan terbukanya saluran komunikasi dengan tibanya waktu
untuk berbicara.
3.
Sebagai sinyal untuk menyalurkan hubungan, dimana kontak mata akan
meningkatkan frekuensi bagi orang yang saling memerlukan. Sebaliknya
Universitas Sumatera Utara
orang yang merasa malu akan berusaha untuk menghindari terjadinya
kontak mata. Misalnya orang yang merasa bersalah atau berhutang akan
menghindari orang yang bisa menagihnya..
4.
Sebagai pengganti jarak fisik. Bagi orang yang berkunjung ke suatu pesta,
tetapi tidak sempat berdekatan karena banyaknya pengunjung, maka
melalui kontak mata mereka dapat mengatasi jarak pemisah yang ada. Dari
berbagai studi yang pernah dilakukan oleh para ahli psikologi tentang
gerakan mata, disimpulkan bahwa bila seseorang tertarik pada suatu objek
tertentu, maka pandangannya akan terarah pada objek itu tanpa putus
dalam waktu yang relatif lama, dengan bola mata cenderung menjadi
besar.
c.
Sentuhan (Touching)
Sentuhan atau Touch secara formal dikenal sebagai haptics, sentuhan ialah
menempatkan bagian dari tubuh dalam kontak dengan sesuatu. Ini merupakan
bentuk pertama dari komunikasi nonverbal yang kita alami. Bagi seorang balita,
sentuhan merupakan alat utama untuk menerima pesan-pesan mengenai kasih
sayang dan kenyamanan. Perilaku menyentuh merupakan aspek fundamental
komunikasi nonverbal pada umumnya dan mengenai perkenalan diri atau self
presentation pada khususnya. Kita gunakan tangan kita, lengan kita dan bagianbagian tubuh lainnya untuk menepuk, merangkul, mencium, mencubit, memukul,
memegang,
menggelitik
dan
memeluk.
Melalui
sentuhan,
kita
mengkomunikasikan macam-macam emosi dan pesan. Dalam budaya barat, orang
berjabat tangan untuk bergaul dan menunjukkan rasa hormat, menepuk seseorang
dipunggungnya
untuk
member
semangat,
merangkul
seseorang
untuk
menunjukkan kasih sayang, bertepuk tangan sambil diangkat, menunjukkan kasih
sayang, bertepuk tangan sambil diangkat, menunjukkan solidaritas.
Menurut bentuknya sentuhan badan dibagi atas tiga macam (Canggara,
2006: 105) yakni:
1.
Kinesthetic
Ialah isyarat yang ditunjukkan dengan bergandengan tangan satu sama
lain, sebagai simbol keakraban atau kemesraan.
Universitas Sumatera Utara
2.
Sociofugal
Ialah isyarat yang ditunjukkan dengan jabat tangan atau saling merangkul.
Umumnya orang Amerika dan Asia Timur di dalam menunjukkan
persahabatan ditandai dengan jabat tangan, sedangkan orang Arab dan
Asia Selatan menunjukkan persahabatan lewat sentuhan pundak atau
berpelukan.
3.
Thermal
Ialah isyarat yang ditunjukkan dengan sentuhan badan yang terlalu
emosional sebagai tanda persahabatan yang begitu intim. Misalnya
menepuk punggung karena sudah lama tidak bertemu.
d.
Paralanguage
Paralanguage ialah isyarat yang ditumbulkan dari tekanan atau irama
suara sehingga penerima dapat memahami sesuatu di balik apa yang
diucapkan. Misalnya “Datanglah” bisa diartikan betul-betul mengundang
kehadiran kita atau sekedar basa-basi. Sesuatu kesalahpahaman seringkali
terjadi kalau komunikasi berlangsung dari etnik yang berbeda. Suara yang
bertekanan besar bisa disalah artikan oleh etnik tertentu sebagai perlakuan
kasar, meski menurut kata hatinya tidak demikian, sebab hal itu sudah
menjadi kebiasaan bagi etnik tersebut.
Ada pengendalian empat utama karakteristik vocal, yaitu (Budyatna,
2011):
1.
Pola titi nada atau Pitch, ini merupakan tinggi atau rendahnya nada vokal.
Orang menaikkan atau menurunkan pola titi nada vokal atau vocal pitch
dan mengubah volume suara untuk menegaskan gagasan, menunjukkan
pertanyaan dan memperlihatkan kegugupan.
2.
Volume, volume merupakan keras atau lembutnya nada
3.
Kecepatan, kecepatan atau rate mengacu kepada kecepatan pada saat
orang berbicara.
4.
Kualitas, kualitas merupakan bunyi dari suara seseorang.
Universitas Sumatera Utara
e.
Diam
Berbeda dengan tekanan suara, maka sikap diam juga sebagai kode
nonverbal yang mempunyai arti. Max Picard menyatakan bahwa diam tidak
semata-mata mengandung arti bersikap negative, tetapi bisa juga melambangkan
sikap positif.
Dalam kehidupan kita sehari-hari, sikap berdiam diri sangat sulit untuk
diterka, apakah orang itu malu, cemas atau marah. Banyak orang mengambil sikap
diam karena tidak mau menyatakan sesuatu yang menyakitkan orang lain,
misalnya mengatakan “Tidak.” Tetapi dengan bersikap diam, juga dapat
menyebabkan orang bersikap ragu. Karena itu diam tidak selamanya berarti
menolak sesuatu, tetapi juga tidak berarti menerima. Mengambil sikap diam
karena ingin menyimpan kerahasiaan sesuatu.
Untuk memahami sikap diam, kita perlu belajar terhadap budaya atau
kebiasaan-kebiasaan seseorang. Pada suku-suku tertentu ada kebiasaan tidak
senang menyatakan “Tidak” tetapi juga tidak berarti “Ya.” Diam adalah perilaku
komunikasi sekarang ini yang makin banyak dilakukan orang-orang yang bersikap
netral dan mau aman.
f.
Kedekatan dan ruang (Proximity and Spatial)
Proximity adalah kode nonverbal yang menunjukkan kedekatan dari dua
obyek yang mengandung arti. Proximity dapat dibedakan atas territory atau Zone.
Edwart T. Hall (dalam Cangara, 2006: 107-108) membagi kedekatan menurut
territory terbagi atas empat macam, yaitu:
1.
Wilayah intim (rahasia), yakni kedekatan yang berjarak antara 3-18 inchi.
2.
Wilayah pribadi, ialah kedekatan yang berjarak antara 18 inchi hingga 4
kaki.
3.
Wilayah sosial, ialah kedekatan yang berjarak antara 4 sampai 12 kaki.
4.
Wilayah umum (Publik), ialah kedekatan yang berjarak antara 4 sampai 12
kaki atau sampai suara kita terdengar dalam jarak 25 kaki.
g.
Waktu
Ungkapan “Time is Money” membuktikan bahwa waktu itu sangat penting
bagi orang yang ingin maju. Karena itu orang yang sering menepati waktu dinilai
Universitas Sumatera Utara
sebagai orang yang berfikiran modern. Waktu mempunyai arti tersendiri dalam
kehidupan manusia. Bagi masyarakat tertentu, melakukan suatu pekerjaan
seringkali melihat waktu. Misalnya membangun rumah, menanam padi,
melaksanakan perkawinan, membeli sesuatu dan sebagainya.
Penggunaan waktu atau chronemics adalah cara lain untuk menyampaikan
pesan-pesan nonverbal. Terdapat beberapa aspek mengenai bagaimana kita
berfikir tentang dan menggunakan waktu yang mengandung kesan-kesan bagi
orang lain.
h.
Gerakan Wajah
Gerakan wajah mengkomunikasikan macam-macam emosi dan juga
kualitas atau dimensi emosi. Para ahli banyak yang berpendapat bahwa pesan
wajah
dapat
mengkomunikasikan
sedikitnya
“kelompok
emosi”
seperti
kebahagiaan, keterkejutan, ketakutan, kemarahan, kesedihan, dan kemuakan atau
penghinaan. Pesan-pesan yang dikomunikasikan oleh mata tergantung pada
durasi, arah, dan kualitas dari perilaku mata. Misalnya, kontak mata dengan durasi
yang singkat dapat dianggap bahwa seseorang itu malu atau sibuk. Sebaliknya,
bila kontak mata durasinya lebih lama bisa jadi orang tersebut menunjukkan minat
berlebihan (DeVito, 1997: 191).
Dalam komunikasi nonverbal banyak terdapat bentuk-bentuk komunikasi
nonverbal seperti kinesics berupa gerakan tubuh, paralanguage, proxemics yang
berkenaan dengan penggunaan waktu, dan olfactory communication berkaitan
dengan masalah penciuman (Verderber et al., dalam Budyatna dan ganiem, 2011)
Menurut Verderber et all dalam Budyatma dan Ganiem (2011: 115)
komunikasi memiliki 5 fungsi sebagai berikut :
1.
Melengkapi Informasi.
Kebanyakan informasi atau isi sebuah pesan disampaikan secara
nonverbal. Isyarat-isyarat nonverbal dapat menguatkan atau mempertentangkan
pesan verbal. Pesan nonverbal dapat menguatkan apa yang telah dikatakan secara
verbal, apabila mengatakan “tidak” dan menggelengkan kepala pada saat yang
sama, kita telah menggunakan isyarat nonverbal untuk mengulang pesan verbal.
Beberapa isyarat pesan nonverbal dapat digunakan sebagai pengganti untuk kata
Universitas Sumatera Utara
“halo” atau “bye-bye”. Misalnya juga, mengangkatkedua bahu dapat berarti
“mungkin” “tidak tahu” masa bodoh”. Cara lain isyarat nonverbal melengkapi
informasi dengan dengan memperkuat pesan-pesan verbal. Perilaku nonverbal
dapat memberi tekanan melengkapi, menambah informasi kepada kata-kata.
Seorang guru bisa tersenyum, bertepuk tangan atau menepuk punggung seorang
siswa sambil mengatakan “hebat, hasil tes kamu amat bagus.” Ekspresi wajah,
gerak tubuh, dan volume suara member tekanan pernyataan verbal mengenai
pujian.
Isyarat-isyarat nonverbal juga dapat bertentangan dengan pesan verbal.
Dalam hal ini, nonverbal tetap memberikan informasi, tetapi informasi yang
diberikan mengarah kepada kebingungan dan bukan kepada kejelasan. Seperti saat
suami mengatakan “bagus” ketika dimintai komentar oleh istrinya mengenai gaun
yang baru dibelinya, namum terus membaca surat kabar atau menonton televisi.
Hasil dari pesan-pesan verbal dan nonverbal yang bertentangan berupa pesan
campuran. Hanya karena orang lebih bergantung kepada komunikasi nonverbal
dari pada bentuk kata-kata sebuah pesan untuk menentukan makna emosional,
makna orang lebih banyak bergantung kepada isyarat-isyarat nonverbal untuk
memahami pesan campuran atau maxed massage.
2.
Mengatur Interaksi.
Kita mengelola sebuah interaksi melalui cara-cara yang tidak terlihat dan
kadang-kadang melalui isyarat nonverbal yang jelas. Kita menggunakan
perubahan atau pergeseran dalam kontak mata, gerakan kepala yang perlahan,
bergeser
dalam
sikap
badan,
mengangkat
alis,
menggunakan
kepala
memberitahukan pihak lain kapan boleh melanjutkan, mengulang, menguraikan,
bergegas atau berhenti. Biasanya untuk meninggalkan interaksi, kita mengurangi
jumlah kontak mata dengan lawan bicara, memberikan respon yang singkat,
mengurangi ekspresi muka, berpaling atau bergeser dari orang lain.
Mahasiswa di kelas memberikan isyarat secara teratur kepada dosen
bahwa waktu belajar sudah habis dan mulai membereskan peralatan tulis dan
buku-bukunya, duduknya mulai gelisah, terus-terusan melihat jam, dan mulai
berkomat-kamit kepada teman-temannya.
Universitas Sumatera Utara
3.
Mengekspresikan atau Menyembunyikan Emosi dan Perasaan.
Kebanyakan dari aspek-aspek emosional dari komunikasi disampaikan
melalui cara-cara nonverbal. Ketika kita menunjukkan secara nonverbal kepada
pihak lain bahwa kita peduli kepadanya. Kita tersenyum, merangkul, mencium,
duduk berdekatan, menatap matanya, menyediakan lebih banyak waktu dengan
siapa anda amat peduli. Secara alternatif kita dapat gunakan perilaku nonverbal
untuk menutupi perasaan kita yang sebenarnya. Namun meskipun demikian, lebih
sering kita menunjukkan emosi kita yang sebenarnya secara nonverbal dari pada
menunjukkan emosi kita dengan kata-kata. Adakalanya kita menyembunyikan
emosi dan perasaan kita, tetapi secara tidak sengaja sering terbaca oleh orang lain.
Muka merah karena malu merupakan contoh yang terbaik berupa penampilan
yang kurang hati-hati mengenai emosi.
4.
Menyajikan Sebuah Citra.
Manusia mencoba menciptakan kesan mengenai dirinya melalui cara-cara
menampilkan dan bertindak. Kebanyakan pengelolaan kesan terjadi melalui
saluran nonverbal. Manusia dapat secara hati-hati mengembangkan citra melalui
pakaian, merawat diri, perhiasan, dan miliki pribadi lainnya. Orang tidak hanya
menggunakan komunikasi nonverbal untuk mengkomunikasikan citra pribadi,
tetapi dua orang dapat menggunakan isyarat-isyarat nonverbal untuk menyajikan
citra atau identitas hubungan. Seperti sepasang kekasih yang memperlihatkan
dihadapan umum citra yang positif, dengan saling menggandeng tangan,
merangkul ataupun menunjukkan penuh perhatian terhadap satu sama lainnya
dengan memperlihatkan melalui ekspresi wajah yang cerah.
5.
Memperlihatkan Kekuasaan dan Kendali.
Banyak perilaku nonverbal merupakan isyarat dari kekuasaan, terlepas dari
apakah mereka bermaksud menunjukkan kekuasaan dan kendali. Seperti seorang
manajer yang mengenakan baju gaya eksekutif, aksesoris mahal, berjalan dan
berbicara penuh wibawa. Bawahan menunjukkan rasa hormat dengan penuh
perhatian apabila saat manajer berbicara, tidak menginterupsi, memohon izin, atau
minta waktu untuk memasuki ruang kerja manajer.
Universitas Sumatera Utara
Jika terdapat pertentangan antara pesan verbal dan nonverbal, kita
biasanya lebih mempercayai pesan nonverbal, yang menunjukkan pesan
sebenarnya karena pesan nonverbal lebih sulit dikendalikan daripada pesan verbal.
Sebagian dari kita dapat mengendalikan sedikit perilaku nonverbal, namum
kebanyakan perilaku nonverbal diluar kesadaran kita.
Komunikasi nonverbal juga memiliki sebuah struktural kode nonverbal
yang akan membantu untuk melihat bagaimana komunikasi dikonstruksikan.
Kode nonverbal adalah sejumlah perilaku yang digunakan untuk menyampaikan
makna (Morissan 2013: 141). Jude Burgoon (dalam Morissan 2013: 141-142)
menggambarkan sistem kode nonverbal memiliki sejumlah perangkat struktural,
seperti :
1) Kode nonverbal cenderung bersifat analog dari pada digital. Sinyal digital
bersifat terpisah (discrete) seperti angka dan huruf sedangkan sinyal analog
bersifat bersambungan (continuous) yang membentuk suatu spectrum atau
tingkatan, seperti tingkat suara dan tingkat terang cahaya. Karena itu, tanda
nonverbal seperti ekspresi wajah dan intonasi tidak dapat dikelompokkan ke
dalam kategori yang terpisah tetapi lebih merupakan suatu gradasi.
2) Pada sebagian kode nonverbal berarti tidak semuanya terdapat faktor yang
disebut iconicity yaitu kemiripan (resemblance). Kode nonverbal menyerupai
objek yang tengah disimbolkan. Misalnya ketika anda menggambarkan
bentuk sesuatu di udara dengan menggunakan jari anda.
3) Beberapa kode nonverbal menyampaikan makna universal. Misalnya tanda
adanya ancaman serta ungkapan emosi yang bersifat biologis. Bagaimana
perilaku universal yang ditunjukkan orang yang merasa ketakutan atau
seseorang yang ingin ke toilet (WC).
4) Kode nonverbal memungkinkan transmisi sejumlah pesan secara serentak
seperti: ekspresi wajah, tubuh, suara, dan tanda lainnya serta beberapa pesan
berbeda lainnya dapat dikirim sekaligus.
5) Tanda nonverbal seringkali menghasilkan tanggapan otomatis tanpa berfikir.
Misalnya, menginjak rem mobil karena ada orang yang menyebrang jalan.
Universitas Sumatera Utara
6) Tanda nonverbal seringkali ditunjukkan secara spontan. Misalnya ketika
seseorang merasa cemas (nervous) sering kali ia bermain-main dengan
rambutnya atau menggoyangkan kakinya.
Menurut Burgoon, kode nonverbal memiliki tiga dimensi yaitu :
1) Sematik, mengacu pada makna dari suatu tanda. Misalnya seorang ibu
dengan wajah cemberut meletakkan jari telunjuknya didepan bibirnya
meminta agar seorang yang sedang bersuara untuk berhenti bersuara karena
bayinya sedang tidur.
2) Sentetik, mengacu pada cara tanda disusun atau diorganisasi dengan tanda
lainnya di dalam system. Misalnya, orang yang meletakkan jari telunjuk di
depan bibirnya itu tidak menunjukkan wajah cemberut tetapi tersenyum
sambil berkata dengan suara lembut,” maaf, ada bayi yang sedang tidur.” Di
sini gerak tubuh, tanda vocal (suara yang lembut), ekspresi wajah dan bahasa
menyatu untuk menciptakan makna keseluruhan.
3) Pragmatik, mengacu pada efek atau perilaku yang ditunjukkan oleh tanda,
sebagaimana contoh orang yang meminta seseorang untuk diam, namun yang
pertama seseorang tersebut terima sebagai menunjukkan sikap tidak suka
(antipasti) kepada seseorang tersebut, sedangkan lainnya diterima sebagai
sikap yang ramah atau bersahabat.(Morissan 2013: 142)
Makna yang dibawa oleh bentuk-bentuk verbal dan nonverbal adalah
terikat dengan konteks, atau sebagian ditentukan oleh situasi di mana bentukbentuk verbal dan nonverbal itu dihasilkan. Baik bahasa dan bentuk-bentuk
nonverbal memungkinkan komunikator untuk menggabungkan sejumlah kecil
tanda ke dalam berbagai ekspresi atau ungkapan makna yang kompleks tanpa
batas.
2.2.5. Interpersonal Deception Theory (Teori Penipuan Antar Individu)
Tokoh dibalik Interpersonal Deception Theory adalah Judee K. Burgoon
dan David B. Buller. Dikemukakan oleh Buller dan Burgoon pada tahun 1996 (
Communication Capstone, 2001 ). Buller dan Burgoon melihat kebohongan dan
juga deteksi terhadap kebohongan sebagai bagian dari interaksi terus-menerus di
Universitas Sumatera Utara
antara para komunikator yang melibatkan proses yang saling bergantungan.
Kebohongan adalah manipulasi yang disengaja terhadap informasi perilaku dan
image dengan maksud mengarahkan orang lain pada kepercayaan atau kesimpulan
yang salah (Morissan 2013: 220). Ketika seseorang berbohong maka ia
membutuhkan strategi untuk berbohong agar kebohongan itu meyakinkan. Teori
ini digunakan untuk menjelaskan kebohongan-kebohongan komunikasi seseorang
dengan cara memancing komunikan dengan informasi yang tidak benar sehingga
terbongkarlah kenyataan bohongnya. Teori ini secara asumsi tergolong ke dalam
kategori humanistik.
Seorang pembohong dapat mengalami perasaan cemas karena khwatir
kebohongannya akan terdeteksi atau diketahui, dan sebaliknya pendengar dapat
saja merasa curiga ia sedang dibohongi. Perasaan cemas dan curiga yang ada
dalam diri seseorang ini sering kali muncul keluar dalam bentuk perilaku yang
dapat dilihat. Dalam hal ini, pertama pesan berupaya melihat tanda-tanda
kebohongan pada diri pembicara dan pada gilirannya si pembohong berupaya
untuk melihat tanda-tanda kecurigaan dari pihak penerima pesan. Proses ini terus
berlangsung di mana keduanya bergantian dan saling mengamati. Pada akhirnya,
pengirim pesan sampai pada kesimpulan bahwa kebohongan telah berhasil
diterima atau tidak, dan penerima pesan dapat melihat bahwa kecurigaannya benar
atau tidak.
Kecurigaan atau kecemasan karena adanya kebohongan ini dapat terwujud
dalam bentuk perilaku yang terkontrol (strategi), namun kecurigaan dan
kecemasan itu lebih sering muncul dalam bentuk perilaku yang tidak terkontrol
(nonstrategi) atau perilaku yang tidak dimanipulasi. Anda merasa curiga sedang
dibohongi karena adanya perilaku yang ditunjukkan pembicara namun ia tidak
menyadarinya, dan sebaliknya jika anda mencoba untuk membohongi orang lain
maka anda mengalami kecemasan karena kahwatir orang itu dapat mendeteksi
kebohongan anda melalui perilaku anda yang tidak terkontrol. Misalnya, anda
dapat mengatur suara dan raut wajah anda secara sempurna yang mendukung
kebohongan anda, namun kaki dan tangan anda yang bergetar tidak membantu
anda. Ketika harapan penerima pesan dilanggar maka kecurigaan mereka akan
Universitas Sumatera Utara
meningkat sehingga kebohongan lebih cepat diketahui. Begitu pula, ketika
harapan pengirim pesan dilanggar maka kecemasannya untuk diketahuan juga
meningkat.
Banyak faktor yang mempengaruhi proses tersebut, yaitu faktor-faktor
yang mempengaruhi seberapa cepat peningkatan kecemasan dan kecurigaan itu.
Salah satunya adalah derajat atau tingkat interaksi di antara para komunikator
yang dinamakan “interaktivis” (Interactivity). Berbicara secara berhadapan muka
(face to face) adalah bersifat lebih interaktif dibandingkan berbicara melalui
telepon, dan pada gilirannya berbicara melalui telepon, dan pada gilirannya
berbicara melalui telepon lebih interaktif dibandingkan berkomunikasi melalui
SMS atau e-mail.
Dua faktor lainnya yang mempengaruhi proses kebohongan dan
deteksinya adalah level motivasi dan keahlian, yaitu level motivasi untuk
berbohong dan level motivasi untuk mendeteksi adanya kebohongan, serta
keahlian berbohong dan keahlian mendeteksi adanya kebohongan. Ketika
motivasi untuk berbohong tinggi maka keinginan untuk berbohong melebihi
kecemasan untuk ketahuan . Tujuan seseorang untuk berbohong tampaknya juga
memiliki rumusan tertentu. Orang yang berbohong untuk keuntungan pribadi akan
lebih sulit menutupi kebohongannya dari pada orang yang berbohong untuk
kepentingan orang lain (Morissan 2013: 223).
Dalam ilmu komunikasi, berbohong mempunyai teori tersendiri yang
membahasnya, yaitu “Interpersonal Deception Theory” atau Teori Penipuan Antar
Individu. Dan “Interpersonal Deception Theory” itu sendiri dikemukakan untuk
berbagai alasan, biasanya teori ini digunakan untuk menjelaskan bagaimana orang
menghindari tindakan menyakiti orang lain dengan cara berbohong, atau bisa
untuk menjelaskan bagaimana cara orang lain berbohong untuk menyerang orang
lain, berpura – pura empati, menghindari masuk kedalam konflik, dan masih
banyak lagi kebiasaan seseorang yang ada kaitannya dengan memanipulasi
pernyataan mereka dengan kebohongan dijelaskan oleh teori “Interpersonal
Deception” ini. Teori interpersonal deception membahas kebohongan melalui
Universitas Sumatera Utara
lensa teoretis komunikasi intrpersonal. Pada dasarnya, ia menganggap
kebohongan sebagai suatu proses interaktif antara pengirim dan penerima.
2.2.7. Teori Dialektika Relasional
Teori Dialektika Relasional (Relational Dialectics Theory) menyatakan
bahwa hidup bercirikan ketegangan-ketegangan yang berkelanjutan antara impulsimpuls yang kontradiktif. Selama beberapa tahun, Laslie baxter dan beberapa
rekannya
mempelajari
cara-cara
kompleks
mengenai
bagaimana
orang
menggunakan komunikasi untuk mengelola atau mengatur kekuatan-kekuatan
yang saling berlawanan yang berpotensi mengganggu hubungan dengan orang lain
pada waktu tertentu. Baxer menjelaskan teori ini bersifat dialektis (dialectical),
artinya bahwa suatu hubungan adalah tempat dimana berbagai pertentangan atau
perdebatan pendapat (kontradiksi) dikelola atau diatur (Morissan 2013:309).
Orang tidak selalu dapat menyelesaikan elemen-elemen kontradiktif dalam
kepercayaan mereka, dan mereka memiliki kepercayaan yang tidak konsisten
mengenai hubungan.
2.2.7.1.Asumsi Teori Dialektika Relasional
Adapun asumsi mengenai teori dialektika relasional dapat dijabarkan
sebagai berikut:
1.
Hubungan tidak bersifat linear
Asumsi yang paling penting yang mendasari teori ini adalah pemikiran
bahwa hubungan tidak terdiri atas fluktuasi yang terjadi antara keinginan keinginan yang kontradiktif.
2.
Hidup berhubungan ditandai dengan adanya perubahan
Proses atau perubahan suatu hubungan merujuk pada pergerakan
kuantitatif dan kualitatif. Sejalan dengan waktu dan kontraksi yang terjadi
diseputar mana suatu hubungan dikelola.
3.
Kontradiksi merupakan fakta fundamental dalam hidup berhubungan.
Asumsi yang ketiga menekankan bahwa kontradiksi atau ketegangan
terjadi antara dua hal yang berlawanan tidak pernah hilang dan tidak
Universitas Sumatera Utara
pernah berhenti menciptakan ketegangan. Orang mengelola ketegangan
dan oposisi ini dengan cara berbeda-beda tetapi kedua hal ini selalu ada
dalam hidup berhubungan.
4.
Komunikasi sangat penting dalam mengelola dan menegosiasikan
kontradiksi-kontradiksi dalam hubungan.
Asumsi terakhir dari teori dialektika relasional berkaitan dengan
komunikasi. Secara khusus teori ini memberikan posisi yang paling utama pada
komunikasi. Sebagaimana yang telah diamati oleh Baxter dan Montgomery
(1996), “ dari perspektif dialektika relasi, aktor-aktor sosial memberikan
kehidupan melalui praktek-praktek komunikasi mereka kepada kontradiksikontradiksi yang mengelola hubungan mereka’’.
Littlejhon dan Fross memberikan contoh, misalnya anda ingin menjadi
orang yang sukses secara materi punya rumah bagus, mobil bagus dan seterusnya,
tetapi anda memiliki nilai-nilai kemanusiaan dan lingkungan yang tinggi dalam
diri anda yang membuat anda bertanya kembali mengenai tujuan awal anda tadi.
Anda bertanya pada diri sendiri, ”Apakah sebaiknya saya bekerja di kantor yang
memberikan gaji besar, atau menjadi sukarelawan agar bisa membantu banyak
orang yang hidupnya susah?” situasi ini menimbulkan kontradiksi, dan
kontradiksi ini menjadi hal yang serius karena anda menyadari bahwa untuk bisa
mencapai tujuan kemanusiaan dan lingkungan maka anda harus terlebih dahulu
memperoleh kesuksesan materi.
Elemen-elemen berikut ini sangat mendasar dalam perspektif dialektis:
Totalitas, Kontradiksi, Pergerakan, dan Praksis (Rawlins, 1992) dalam Richard W
& Turner, 2008: 237)
1.
Totalitas (totality) menyatakan bahwa orang-orang dalam suatu hubungan
saling tergantung. Ini berarti bahwa ketika sesuatu terjadi pada salah satu
anggota dalam hubungan, maka anggota yang lain juga akan terpengaruh.
2.
Kontradiksi (contradiction) merujuk pada oposisi (dua elemen yang
bertentangan). Kontradiksi juga merupakan ciri utama dari pendekatan
dialektika. Dialektika merupakan hasil dari oposisi-oposisi.
Universitas Sumatera Utara
3.
Pergerakan (motion) merujuk pada sifat berproses dari hubungan dan
perubahan yang terjadi pada hubungan itu seiring dengan berjalannya
waktu.
4.
Praksis (praxis) berarti manusia adalah pembuat keputusan. Walaupun
kita tidak sepenuhnya memiliki pilihan bebas dalam setiap kesempatan dan
kita dibatasi oleh pilihan kita sebelumnya, oleh pilihan orang lain, dan
oleh kondisi budaya dan sosial, kita tetap merupakan pengambil keputusan
yang sadar sepenuhnya dan aktif.
2.2.7.2.Diealektika Konstektual
Dialektika konstektual dibentuk melalui ketegangan-ketegangan antara
definisi publik dari sebuah hubungan persahabatan, misalnya interaksi privat
dalam persahabatan tertentu. Rawlins menyebutkan dua dialektika konstektual
antara publik dan privat serta antara yang nyata dan ideal. Walaupun mungkin hal
ini tidak begitu penting bagi kita dibandingkan dialektika interaksional, kedua hal
ini memengaruhi komunikasi interpersonal dalam hubungan.
Rawlins (1992) berpendapat bahwa ketegangan antara status publik
marginal dan karakter privat persahabatan tersebut muncul dalam sebuah
persahabatan. Rawlins menyatakan bahwa dialektik ini menyebabkan munculnya
suatu hal dalam persahabatan yang disebutnya sebagai agen ganda. Dialektik
publik dan privat berinteraksi dengan dialektik antara yang nyata dan yang ideal.
Ketegangan antara dua gambaran ini membentuk dialektik ini. Selain itu, dialektik
ini menunjukkan kontradiksi akan semua harapan yang dimiliki seseorang
mengenai hubungan dengan kenyataan yang sedang dijalani. Teori Dialektik
berusaha menjelasan bagaimana orang hidup dengan dan mengelola kontradiksikontradiksi ini. Faktor-faktor budaya dan konstektual memengaruhi kedua
dialektik ini.
Ketegangan dialektika dasar bahwa mengkarakterisasi banyak hubungan
interpersonal, tetapi badan peneliti yang berkembang mulai menemukan
ketegangan tambahan dan pertanyaan apakah otonomi-keterikatan, keterbukaan-
Universitas Sumatera Utara
perlindungan, hal yang baru-hal yang dapat diprediksi menyusupi semua
hubungan dalam semua konteks (Braithwaite&Baxter, 1995).
Dalam mempelajari partisipasi orang dalam sebuah kelompok teater
komunitas, Michael Kramer (2004) mengemukakan sebelas ketegangan dialektik
yang berkisar mulai dari komitmen kepada kelompok dan komitmen kepada
aktivitas lainnya hingga pada toleransi dan penilaian (mengenai anggota
kelompok yang lain). Kramer menyusun ketegangan-ketegangan ini ke dalam
empat kategori dialektik utama :kelompok-individual, kegiatan terjadwal-kegiatan
mendadak, keterlibatan-keterkucilan, dan perilaku yang dapat diterima-perilaku
yang tidak dapat diterima. Kramer menyatakan bahwa ketegangan-ketegangan
dialektik dapat membingkai teori komunikasi mengenai perilaku kelompok.
Sungguh mungkin bahwa konteks relasi membuat perbedaan dalam
dialektika-dialektika; dialektika baru ini ditemukan dalam persahabatan, tempat
kerja, kelompok komunitas, dan sebuah persahabatan dalam televisi. Orang tua
yang menghadapi kelahiran premature mengalami emosi kebahagiaan dan
kesedihan yang saling mengontradiksi dan harus menemukan strastegi komunikasi
untuk mengelola kontradiksi ini.
Universitas Sumatera Utara
Download