BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Paradigma Kajian Paradigma ibarat sebuah jendela tempat seseorang bertolak menjelajahi dunia dengan wawasannya. Sebagian orang menyatakan paradigma (paradigm) sebagai intelektual komitmen, yaitu suatu citra fundamental dari pokok permasalahan dari suatu ilmu. Namun secara umum paradigma dapat diartikan sebagai seperangkat kepercayaan atau keyakinan dasar yang menuntun seseorang dalam bertindak atau keyakinan dasar yang menuntun seseorang dalam bertindak dalam kehidupan sehari-hari. Paradigma adalah basis kepercayaan utama dari sistem berpikir basis dari ontologi, epistemologi, dan metodologi. Dalam pandangan filsafat, paradigma merupakan pandangan awal yang membedakan, memperjelas dan mempertajam orientasi berpikir seseorang. Hal ini membawa konsekuensi praktis terhadap perilaku, cara berpikir, intepretasi dan kebijakan dalam pemilihan masalah. Paradigma memberi representasi dasar yang sederhana dari informasi pandangan yang kompleks sehingga orang dapat memilih untuk bersikap atau mengambil keputusan. Menurut Moleong (2009: 49), ada berbagai macam paradigma, tetapi yang mendominasi ilmu pengetahuan adalah Scientifik Paradigm (paradigma ilmiah) dan Naturalistic Paradigm (paradigma almiah). Paradigma ilmiah bersumber dari pandangan positivisme (lazimnya disebut sebagai paradigma kuantitatif) sedangkan pandangan alamiah bersumber pada pandangan fenomenologis (lazimnya disebut sebagai paradigma kualitatif). Paradigma kuantitatif (Positivisme) berakar pada pandangan teoritis Auguste Comte dan Emile Durkheim pada abad ke 19 dan awal abad ke 20. Para Positivisme mencari fakta dan penyebab femomena sosial dan kurang mempertimbangkan keadaan subjektifitas individu. Durkhiem menyarankan kepada ahli ilmu pengetahuan sosial untuk mempertimbangkan fakta sosial atau fenomena sosial sebagai sesuatu yang memberikan pengaruh dari luar atau memaksa pengaruh tertentu terhadap perilaku manusia. Paradigma kuantitatif Universitas Sumatera Utara dinyatakan sebagai paradigma tradisional, positivisme, eksperimental, atau empiris. Sedangkan paradigma kualitatif (alamiah/fenomenologis) bersumber dari pandangan Max Weber yang diteruskan oleh Irwin Deutcher. Pendekatan ini berawal dari tindakan balasan terhadap tradisi positivisme. Pendekatan fenomenologis berusaha memahami perilaku manusia dari segi kerangka berpikir maupun bertindak orang itu sendiri. Bagi mereka yang penting ialah kenyataan yang terjadi sebagai yang dibayangkan atau dipikirkan oleh orang itu sendiri. Paradigma kualitatif menyatakan pendekatan konstruktif atau naturalistis (Lincoln & Guba), pendekatan interpretatif (J. Smith) atau sudut pandang postpositivist (postmodern). Antara kedua paradigma tersebut, tentu saja memiliki asumsi yang berbeda. Sesuai dengan metodologi penelitian ini yakni penelitian kualitatif, maka dalam penelian ini peneliti menggunakan paradigma konstruktivisme. Asumsi ontologism pada paradigma konstruktivisme menganggap realitas merupakan konstruksi sosial, kebenaran suatu realitas bersifat relatif, berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial. Selain itu realita juga dianggap sebagai konstruksi mental dari individu pelaku sosial, sehingga realitas dipahami secara beragam dan dipengaruhi oleh pengalaman, konteks dan waktu (Kriyanto, 2008:51). Secara epistemologis, pemahaman tentang suatu realitas atau temuan suatu penelitian merupakan produk interaksi antara peneliti dengan yang diteliti. Dalam penelitian ini, peneliti dan objek atau realitas yang diteliti merupakan kesatuan realitas yang tidak terpisahkan. Peneliti merupakan fasilator yang menjembatani keragaman subyektivitas pelaku sosial dalam rangka merekonstruksikan realitas sosial. Dari sisi aksiologis, peneliti akan memperlakukan nilai, etika, dan pilihan moral sebagai bagian integral dari penelitian dengan tujuan merekonstruksi realitas sosial secara dialektis antara peneliti dengan pelaku soaial yang diteliti. Konstruktivisme atau constructivism mempunyai dampak yang luas sekali dibidang komunikasi. Menurut pandangan ini, para individu melakukan interpretasi dan bertindak menurut kategori-kategori konseptual di dalam pemikirannya. Realitas tidak hadir dalam bentuk apa adanya tetapi harus disaring Universitas Sumatera Utara melalui cara seseorang melihat sesuatu. Konstruktivisme sebagian didasarkan pada teori dari George Kelly (dalam Budyatna dan ganiem, 2011: 221) mengenai konsep-konsep pribadi atau personal constructs yang mengemukakan bahwa orang memahami pengalmannya dengan mengelompokkan dan membedakan peristiwa-peristiwa yang dialaminya menurut persaman-persamaan dan perbedaan-perbedaanya. Perbedaan- perbedaan yang dipresepsikan tidaklah alamiah tetapi ditentukan oleh sejumlah hal-hal yang berlawanan didalam system kognitif individu. Kompleksitas kognitif memainkan peranan yang penting di dalam komunikasi. Konsep-konsep antarpribadi terutama penting karena konsep-konsep tersebut mengarahkan bagaimana kita memahami norang lain. Para individu berbeda dalam kompleksitas dengan mana mereka memandang individu lainnya. Bila seorang individu sederhana dalam arti kognitif, individu tersebut cenderung melakukan stereotip kepada orang lain, sedangkan bila individu lebih memiliki perbedaan secara kognitif, maka individu tersebut akan melakukan perbedaanperbedaan secara halus dan lebih sensitive. Secara umum, kompleksitas kognitif mengarah kepada pemahaman yang lebih besar mengenai pandangan-pandangan orang lain dan kemampuan yang lebih baik untuk membingkai pesan-pesan dalam arti dapat memahami orang lain. Konstruktivisme pada dasarnya merupakan teori pilihan stategi atau strategy-choice theory. Prosedur-prosedur penelitian para konstruktivis biasanya menanyakan para subjek untuk memilih tipe-tipe pesan yang berbeda dan mengklasifikasikannya yang berkenaan dengan kategori-kategori strategi (Budyatna dan Ganiem, 2011: 225). 2.2. Uraian Teoritis Fungsi teori dalam riset adalah membantu periset menerangkan fenomena sosial atau fenomena alami yang menjadi pusat perhatian. Teori adalah himpunan konstruk (konsep), definisi dan proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi antara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut (Kriyantono, 2006: 45). Sebelum Universitas Sumatera Utara peneliti melakukan penelitian, hendaknya mengetahui teori-teori apa saja yang digunakan dalam menjelaskan dan menyelesaikan permasalahan yang akan diteliti. Adapun teori-teori yang dianggap relevan dalam penelitian ini adalah: 2.2.1. Komunikasi Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin Communicatio, dan bersumber dari kata Communis yang berarti sama. Dalam hal ini adalah sama makna. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut secara sama. Selain itu, kata lain yang mirip dengan komunikasi yaitu komunitas yang menekankan kesamaan atau kebersamaan. Tanpa komunikasi tidak akan ada komunitas. Komunikasi jika ditinjau dari defenisinya, tidak ada defenisi yang benar maupun salah. Seperti juga model atau teori, defenisi harus dilihat dari kemanfaatannya mengevaluasinya. untuk menjelaskan Beberapa defenisi fenomena yang mungkin terlalu didefenisikan sempit, dan misalnya “komunikasi adalah penyampaian pesan melalui media elektronik,” atau lebih luas, misalnya “komunikasi adalah interaksi antara dua makhluk hidup atau lebih.” Komunikasi adalah istilah yang begitu populer di zaman sekarang ini. Manusia modern disuguhkan dengan pesan-pesan komunikasi dari berbagai jurusan, baik secara terang-terangan, halus, verbal maupun non verbal. Carl I. Hovland menyatakan bahwa komunikasi merupakan proses mengubah perilaku orang lain (communication is the process to modify the behavior of other individual). (Effendy, 2007 : 10). Komunikasi merupakan dasar interaksi antar manusia. Kesepakatan atau kesepahaman dibangun melalui sesuatu yang berusaha bisa dipahami bersama hingga interaksi berjalan dengan baik. Kegiatan komunikasi pada prinsipnya adalah aktivitas pertukaran ide atau gagasan. Secara sederhana, kegiatan komunikasi dipahami sebagai kegiatan menyampaikan dan penerimaan pesan dari Universitas Sumatera Utara pihak satu ke pihak yang lain dengan tujuan mencapai kesamaan pandangan atas ide yang dipertukarkan. Hal ini berarti bahwa komunikasi juga dipandang sebagai sebuah konsekuensi dari hubungan sosial (social relation). Masyarakat paling sedikit terdiri dari dua orang yang saling berhubungan satu sama lain secara otomatis akan menimbulkan interaksi sosial (social interaction). Istilah komunikasi ini juga dapat dipandang dari segi pragmatisnya. Artinya bahwa komunikasi dalam arti pragmatis mengandung tujuan tertentu ada yang dilakukan secara lisan, secara tatap muka, atau melalui media massa seperti: surat kabar, radio, televisi, atau film, maupun media non masssa seperti: surat, poster, spanduk dan lain sebagainya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa komunikasi dalam pengertian ini bersifat intensional (intentional) dan mengandung tujuan dan tentunya terlebih dahulu harus dilakukan dengan sebuah perencanaan. Sejauh mana kadar perencanaan itu, bergantung kepada pesan yang akan dikomunikasikan dari komunikator kepada komunikasn dan pada komunikan yang dijadikan sasaran. Intinya bahwa komunikasi merupakan proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain secara langsung untuk memberi tahu, merubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik secara langsung, maupun tidak langsung melalui media. 2.2.2. Fungsi dan Tujuan Komunikasi Berdasarkan pengertian yang ada, komunikasi dipandang tidak hanya sekedar mengelola suatu informasi tertentu. Fungsi komunikan bukan hanya menyampaikan berita untuk informasi saja tetapi juga mendidik dan mempengaruhi agar khalayak melakukan suatu kegiatan tertentu, dan menghibur khalayak. Oleh sebab itulah maka pengelolaan suatu informasi harus benar-benar terarah berdasarkan fungsi komunikasi tersebut. (Effendy,2007 :31). “Menyampaikan informasi (to inform) mengandung pengertian memberikan informasi kepada khalayak atau masyarakat. Hal ini dikarenakan perilaku menerima informasi merupakan perilaku ilmiah masyarakat. Ketika menerima informasi, masyarakat sejatinya akan merasa aman karena informasi merupakan sebuah kebutuhan dalam kehidupan ini. Mendidik (to educate) merupakan kegiatan komunikasi kepada masyarakat dengan memberikan berbagai informasi agar masyarakat menjadi lebih baik dan lebih Universitas Sumatera Utara maju khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan. Dalam arti luas, kegiatan mendidik ini artinya memberikan informasi yang dapat menambah kemajuan masyarakat dalam tataan komunikasi massa. Sedangkan kegiatan mendidik dalam arti sempit memberikan informasi dalam tatanan komunikasi kelompok pada pertemuan-pertemuan, kelas-kelas dan lain sebagainya.Mempengaruhi (to persuade). Kegiatan ini memberikan berbagai informasi kepada masyarakat dimana komunikasi sekaligus dijadikan sebagai sarana untuk mempengaruhi orang lain atau masyarakat yang diharapkan berubah ke arah perubahan sikap dan perubahan perilaku sesuai dengan yang diharapkan oleh komunikator. Contohnya: dapat mempengaruhi khalayak melalui komunikasi dalam pemilihan umum (kampanye), propaganda dan lainnya. Menghibur (to entertain). Kegiatan ini merupakan salah satu bentuk kegiatan memberikan informasi kepada masyarakat atas ketidaktahuan mereka dan juga menjadi hiburan masyarakat. Contohnya media-media yang menyediakan space khusus untuk hiburan melalui kegiatan dan pemanfaatan komunikasi tentunya.” Dari berbagai tujuan komunikasi tadi tentu saja komunikasi yang telah dijelaskan dapat dilihat juga berfungsi dalam hal perubahan sikap (attitude change), perubahan pendapat (opinion change), dan perubahan perilaku (behavior change). 2.2.3. Strategi Komunikasi Manusia tidak menyadari kalau setiap hari sedang membuat “stategi”. Strategi berkomunikasi dengan pihak lawan atau mitra kerja. Semua aktivitas yang berhubungan dengan komunikasi sudah tentu tidak asal jadi. Komunikasi manusia harus direncanakan, diorganisasikan, ditumbuh kembangkan agar menjadi komunikasi yang lebih berkualitas. Salah satu langkah terpenting dalam berkomunikasi adalah menetapkan “strategi komunikasi”. Dalam banyak kasus, komunikasi manusia, yang disebut sebagai strategi komunikasi yang baik adalah strategi yang dapat menetapkan atau menempatkan posisi seseorang secara tepat dalam komunikasi dengan lawan komunikasinya sehingga dapat mencapai tujuan komunikasi yang telah ditetapkan. Ahli komunikasi, terutama di Negara-negara yang sedang berkembang, dalam tahun-tahun belakangan ini menumpahkan perhatian besar terhadap strategi komunikasi. Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan (planning) dan manajemen (management) untuk mencapai suatu tujuan. Tetapi untuk mencapai Universitas Sumatera Utara tujuan tersebut, strategi tidak sebagai peta jalan yang hanya menunjukkan arah saja, melainkan harus menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya, dalam arti kata bahwa pendekatan (approach) bisa berbeda sewaktu-waktu bergantung dari situasi dan kondisi (Effendy, 1993: 301). Kata “strategi” berasal dari akar kata bahasa Yunani strategos yang secara harafiah berarti “ seni umum”, kemudian ini berubah menjadi kata sifat strategia berarti “keahlian militer” yang belakangan diadaptasikan lagi ke dalam lingkungan bisnis modern. Kata strategos bermakna sebagai (Liliweri, 2011: 240): 1. K eputusan untuk melakukan suatu tindakan dalam jangka panjang dengan segala akibatnya. 2. P enentuan tingkat kerentanan posisi kita dengan posisi para pesaing (ilmu perangan bisnis). 3. P emanfaatan sumber daya dan penyebaran informasi yang relative terbatas terhadap kemungkinan penyadapan informasi oleh para pesaing. 4. P enggunaan fasilitas komunikasi untuk penyebaran informasi yang menguntungkan berdasarkan analisis geografis dan topografis. 5. P enemuan titik-titik kesamaan dan perbedaan sumber daya dalam pasar informasi. Dari beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan beberapa, defenisi dari strategi komunikasi adalah : 1. Strategi yang menjelaskan dan mempromosikan suatu visi komunikasi dan satuan tujuan komunikasi dalam rumusan yang baik. 2. Strategi untuk menciptakan komunikasi yang konsisten, komunikasi yang dilakukan berdasarkan satu pilihan (keputusan) dari beberapa opsi komunikasi. 3. Strategi berbeda dengan taktik, strategi komunikasi menjelaskan tahapan konkret dalam rangkaian aktivitas komunikasi yang berbasis pada satuan teknik bagi pengimplementasian tujuan komunikasi. Adapun taktik adalah satu pilihan tindakan komunikasi tertentu berdasarkan strategi yang telah ditetapkan sebelumnya. Universitas Sumatera Utara 4. Tujuan akhir komunikasi, strategi berperan memfasilitasi perubahan prilaku untuk mencapai tujuan komunikasi manajemen. Ketika membayangkan strategi komunikasi, maka ada tujuan yang ingin dicapai dan jenis materi yang dipandang dapat memberikan kontribusi bagi tercapainya tujuan ini. Khusus untuk setiap tujuan tertentu yang berkaitan dengan aktivitas, maka tujuan komunikasi menjadi sangat penting karena meliputi, announcing, motivating, educating, and supporting decision making. (Liliweri, 2011: 248-249). 1. Memberitau (Announcing) Tujuan pertama dari strategi komunikasi adalah announcing, yaitu pemberitauan tentang kapasitas dan kualitas informasi (one of the first goal of your communications strategy is to announce the availability of information on quality). Oleh karena itu, informasi yang akan dipromosikan sedapat mungkin berkaitan dengan informasi utama dari seluruh informasi yang sedemikian penting. 2. Motivasi (Motivating) Memotivasi artinya informasi yang diberikan untuk sasaran dapat memberikan akses cepat kepada hal-hal yang berhubungan dengan yang akan disampaikan. Informasi yang diberikan harus dipersiapkan matangmatang dan menggunakan beberapa media agar sasaran mendapatkan informasi yang jelas. 3. Mendidik (Educating) Tiap informasi yang diberikan kepada sasaran harus bersifat mendidik. Misalnya informasi tentang tips-tips penting yang sebelumnya belum diketahui oleh komunikasn 4. Menyebarkan Informasi (Informating) Salah satu tujuan strategi komunikasi adalah menyebarkan informasi kepada komunikan atau audiens yang menjadi sasaran. Diusahakan agar informasi yang disebarkan ini merupakan informasi yang spesifik dan aktual, sehingga dapat digunakan komunikasn. Apalagi jika informasi ini tidak saja sekedar pemberitahuan, atau motivasi semata-mata tetapi mengandung unsur pendidikan. 5. Mendukung Pembuatan Keputusan (Supporting Decision Making) Strategi komunikasi terakhir adalah strategi yang mendukung pembuatan keputusan. Dalam rangka pembuatan keputusan, maka informasi yang dikumpulkan, dikategorisasi, dan dianalisis sedemikian rupa sehingga dapat dijadikan informasi utama bagi pembuatan keputusan Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan (planning) dan manajemen (management) untuk mencapai suatu tujuan. Strategi komunikasi harus didukung oleh teori, karena teori merupakan pengetahuan berdasarkan pengalaman yang masih diuji kebenarannya. Strategi komunikasi yang memadai baiknya untuk Universitas Sumatera Utara dijadikan pendukung strategi komunikasi ialah sesuai dengan formula yang dikemukakan Harold D.Lasswell (Effendy, 1993: 301), yaitu mengandung: 1. Who ? 2. Says What? 3. In Which Channel? 4. To Whom? 5. With What Effect? Rumusan Lasswell tersebut mengandung banyak pertautan yang selanjutnya juga mempunyai teori-teori tersendiri. Sebagai contoh “persuation” yang merupakan kegiatan komunikasi yang mengharapkan “behavior Change” meliputi berbagai teknik. Jika sudah tahu sifat-sifat komunikasn, dan tahu pula efek apa yang akan dikehendaki dari mereka, memilih cara mana yang akan diambil untuk berkomunikasi sangatlah penting, karena ini ada kaitannya dengan media yang harus digunakan. 1. Komunikasi tatap muka (face to face communication) 2. Komunikasi bermedia (mediated communication) Komunikasi tatap muka digunakan apabila komunikator mengharapkan efek perubahan tingkah laku (behavior change) atau untuk komunikasi persuasif (Effendy, 1993:300). Alasan utama mengapa para ahli komunikasi memfokuskan kepada strategi komunikasi ini dikarenakan strategi komunikasi dipandang memiliki fungsi ganda, baik secara makro (planned multi media strategy) maupun secara mikro (single communication medium strategy) yakni menyebarluaskan pesan komunikasi yang bersifat informatif, persuasif, maupun instruktif secara sistematis kepada sasaran untuk memperoleh hasil yang optimal sekaligus menjembatani “kesenjangan budaya”. Oleh karena itu keberadaan strategi komunikasi tidak terlepas dari suatu tujuan yang ingin dicapai. Hal ini ditujukan oleh suatu jaringan kerja yang membimbing tindakan yang akan dilakukan dan pada saat yang sama sehingga strategi akan mempengaruhi tindakan tersebut. Tindakan yang dibuat semata-mata sekadar untuk suatu taktik atau tanpa strategi dapat meningkat cepat namun sebaliknya dapat merosot kedalam masalah lain. Inilah pentingnya sebuah strategi untuk mencerminkan suatu pesan atau arahan Universitas Sumatera Utara visi yang ingin dicapai serta meminimalisir hambatan dalam berkomunikasi tentunya. Seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa strategi komunikasi yang dijalankan dalam sebuah kegiatan komunikasi tentu saja tidak akan terlepas dari hambatan-hambatan komunikasi. Hambatan- hambatan yang dimaksud adalah sebagai berikut: a. Hambatan Teknis Hambatan ini timbul karena lingkungan yang memberikan dampak pencegahan terhadap kelancaran pengiriman dan penerimaan pesan, dari sisi teknologi keterbatasan fasilitas dan peralatan komunikasi akan semakin berkurang dengan adanya temuan baru di bidang teknologi komunikasi dan sistem informasi, sehingga saluran komunikasi dalam media komunikasi dapat diandalkan serta lebih efisien. b. Hambatan Semantik Hambatan semantik menjadi hambatan dalam proses penyampaian pengertian atau ide secara efektif. Defenisi semantik adalah studi atas pengertian yang diungkapkan lewat bahasa. Suatu pesan yang kurang jelas akan tetap menjadi tidak jelas bagaimanapun baiknya transmisi. Hambatan semantik dibagi menjadi 3 yaitu: 1. Salah pengucapan kata atau istilah karena teralu cepat berbicara. 2. Adanya perbedaan makna dan pengertian pada kata-kata yang pengucapannya sama. Contohnya beda daerah berbeda juga maknanya 3. Adanya pengertian konotatif (perbedaan menafsirkan suatu makna yang menjadi kesepakatan bersama. Contohnya saja semua setuju bahwa binatang anjing adalah binatang berbulu dan berkaki empat, sedangkan dalam makna konotatif banyak orang menganggap anjing sebagai binatang piaraan yang setia, bersahabat dan panjang ingatan. Untuk menghindari miss-komunikasi ini tentu saja seorang komunikator harus mampu memilih kata-kata yang tepat dan sesuai dengan karakteristik komunikannya, serta melihat dan mempertimbangkan kemungkinan penafsiran yang berbeda terhadap kata-kata yang digunakannya. Seperti pepatah yang mengatakan dimana tanah dipijak disitu tanah dijunjung. c. Hambatan Manusiawi Hambatan jenis manusiawi ini muncul dari masalah-masalah pribadi yang dihadapi orang-orang yang terlibat dalam komunikasi, baik komunikator maupun komunikan. Ada beberapa hambatan terhadap komunikasi yang efektif, yaitu: 1. Mendengar. Biasanya kita mendengar apa yang ingin kita dengar. Banyak informasi yang ada di sekeliling kita, namun tidak semua kita dengar dan tanggapi. Informasi yang menarik bagi kita, itulah yang ingin kita dengar. 2. Mengabaikan informasi yang bertentangan dengan apa yang kita ketahui. Universitas Sumatera Utara 3. Menilai Sumber. Kita cenderung menilai siapa yang memberikan informasi. Jika ada anak kecil yang memberikan informasi tentang suatu hal, kita cenderung mengabaikannya. 4. Persepsi yang Berbeda. Komunikasi tidak akan berjalan efektif, jika persepsi si pengirim pesan tidak sama dengan si penerima pesan. Perbedaan ini bahkan bisa menimbulkan pertengkaran, diantara pengirim dan penerima pesan. 5. Kata yang Berarti Lain Bagi Orang yang Berbeda. Kita sering mendengar kata yang tidak sesuai dengan pengertian kita. Seseorang menyebut dan datang sebentar lagi, mempunyai arti yang berbeda bagi orang yang menanggapinya. Sebentar lagi bisa berarti satu menit, lima menit, setengah jam, atau satu jam kemudian. 6. Sinyal Nonverbal yang Tidak Konsisten. Gerak-gerik kita ketika berkomunikasi tidak melihat kepada lawan bicara, tetapi dengan aktivitas kita pada saat ada yang berkomunikasi dengan kita mempengaruhi proses komunikasi yang berlangsung. 7. Pengaruh Emosi. Pengaruh emosi juga sangat berpengaruh dalam kelancaran komunikasi. Pada keadaan marah, seseorang akan kesulitan untuk menerima informasi. Apapun berita atau informasi yang diberikan, tidak akan diterima dan ditanggapinya dengan baik. 8. Gangguan. Gangguan ini bisa berupa suara bising pada saat kita berkomunikasi, jarak yang jauh serta gangguan psikologis seseorang sebagai lawan bicara kita ketika berkomunikasi. (http://www.academia.edu/) Ketika mengetahui hambatan tentu saja ada juga cara atau alternatif untuk megurangi maupun mengatasi hambatan tersebut. Cara mengatasinya adalah sebagai berikut: 1. Membuat suatu pesan secara berhati-hati, tentukan maksud dan tujuan komunikasi serta komunikan yang akan dituju. 2. Meminimalkan gangguan dalam proses komunikasi, komunikator harus berusaha dapat membuat komunikan lebih mudah memusatkan perhatian pada pesan yang disampaikan sehingga penyampaian pesan dapat berlangsung tanpa gangguan yang berarti. 3. Mempermudah upaya umpan balik antara si pengirim dan si penerima pesan. Hal ini berarti bahwa cara dan waktu penyampaian dalam komunikasi harus direncanakan dengan baik agar menghasilkan umpan balik dari komunikasi sesuai harapan. (http://www.academia.edu/5268443/Hambatan-hambatan_Dalam( diakses pada 11 November 2014 pukul 13.00 WIB) Universitas Sumatera Utara 2.2.4. Jenis-Jenis Komunikasi 2.2.4.1.Komunikasi Verbal Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan kata-kata (verbs), baik secara lisan maupun tulisan. Dengan demikian sebenarnya defenisi komunikasi verbal ini sama dengan kebanyakan defenisi dari komunikasi itu sendiri seperti yang diungkapkan oleh para ahli. Hampir semua rangsangan wicara yang kita sadari masuk kedalam kategori pesan verbal disengaja, yaitu usahausaha yang dilakukan secara sadar untuk berhubungan dengan orang lain secara lisan (Mulyana, 2007: 260). Komunikasi verbal menggunakan sistem lambang verbal yang disebut bahasa. Bahasa dapat didefenisikan sebagai alat atau simbol yang dipakai untuk mengekspresikan idea tau perasaan, membangkitkan respon emosional, atau menguraikan obyek, observasi dan ingatan. Sering juga untuk menyampaikan arti yang tersembunyi, dan menguji minat seseorang. Keuntunagn komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu memungkinkan tiap individu untuk saling merespon secara langsung. Bahasa memiliki bebrapa fungsi, namun sekurang-kurangnya ada tiga fungsi yang erat hubungannya dalam menciptakan komunikasi yang efektif. Adapun ketiga fungsi tersebut adalah pertama, untuk mempelajari tentang dunia sekeliling kita. Kedua, untuk membina hubungan yang baik di antara sesama manusia. Ketiga adalah untuk menciptakan ikatan-ikatan dalam kehidupan manusia. Melalui bahasa, kita dapat mengetahui sikap, perilaku, dan pandangan suatu bangsa, walaupun kita belum pernah berkunjung ke negaranya. Bahasa mengembangkan pengetahuan kita, agar kita dapat menerima sesuatu dan juga berusaha untuk untuk menggambarkan ide-ide kepada orang lain. Bahasa verbal adalah sarana utama untuk menyatakan pikiran, perasaan, dan maksud seseorang. Bahasa verbal menggunakan kata-kata yang merepresentasikan berbagai aspek realitas individual (Mulyana, 2008 :261) dengan komunikasi verbal, pesan dapat diterima dengan baik oleh komunikan. Penggunaan komunikasi verbal diharapkan kesalahan presepsi komunikasi dapat diminimalisir. Universitas Sumatera Utara Menurut Larry L.Barker dalam (Mulyana, 2007:266), bahasa memiliki tiga fungsi : penamaan (naming atau labeling), interaksi dan transmisi informasi. Penamaan atau penjulukkan merujuk pada usaha mengedentifikasi objek, tindakan, atau orang dengan menyebut namanya sehingga dapat dirujuk dalam komunikasi. Fungsi interaksi menurut Barker, menekankan berbagai gagasan dan emosi, yang dapat mengundang simpati dan pengertian atau kemarahan dan kebingungan. Melalui bahasa, informasi dapat disampaikan kepada orang lain. Seseorang juga menerima informasi setiap hari, sejak bagun tidur hingga tidur kembali dari orang lain, baik secara langsung atau tidak (melalui media massa misalnya). Fungsi bahasa inilah yang disebut transmisi. Baker berpandangan, keistimewaan bahasa sebagai sarana transmisi informasi yang lintas-waktu dengan menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan, memungkinkan kesinambungan budaya dan tradisi. Tanpa bahasa seseorang tidak mungkin bertukar informasi, tidak mungkin menghadirkan semua objek dan tempat untuk kita rujuk dalam komunikasi ( Mulyana, 2007:261). Komunikasi verbal selalu berhubungan dengan pesan verbal. Pesan-pesan verbal merupakan tema yang dibicarakan bersama oleh peserta komunikasi. Penyampaian pesan oleh seorang komunikator membutuhkan : pengetahuan tentang bentuk-bentuk pesan verbal, masyarakat sasaran (Liliweri, 2001: 193)., yang terdiri dari : 1. Struktur pesan : ditujukan oleh pola penyimpulan (tersirat atau tersurat), pola urutan argumentasi (mana yang lebih dahulu, argumentasi yang disenangi atau tidak disenangi), pola obyektifitas (satu atau dua sisi). 2. Gaya pesan : menunjukkan variasi linguistic dalam penyampaian pesan (perulangan dan mudah dimengerti). 3. Appeals pesan : mengacu pada motif-motif psikologis yang dikandung pesan (rasional-emosional) Dalam mempelajari interaksi bahasa dan verbal, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan (Devito, 1997: 117), diantaranya: 1. Kata-kata kurang dapat menggantikan perasaan atau pikiran kompleks yang ingin kita komunikasikan. Oleh karenanya, kata-kata hanya dapat mendeteksi makna yang kita sampaikan. 2. Kata-kata hanyalah sebagian dari system komunikasi kita. Dalam komunikasi yang sesungguhnya kata-kata kita selalu disertai perasaan nonverbal. Oleh karenanya, pesan-pesan kita merupakan kombinasi Universitas Sumatera Utara isyarat-isyarat verbal dan nonverbal, dan efektivitasnya bergantung pada bagaimana kedua macam isyarat ini dipadukan. 3. Bahasa adalah institusi sosial dari budaya kita dan mencerminkan budaya tersebut. Pandanglah bahasa dalam suatu konteks sosial, selalu mempertimbangkan implikasi sosial dari penggunaan bahasa. Pengetahuan terhadap isi pesan, sebagai contoh apabila materi pesan itu berisi inovasi informasi maupun teknologi, maka pesan yang disampaikan sebaiknya mengandung sesuatu cara yang dapat membantu masyarakat memecahkan masalah yang dihadapinya. Secara teknis isi pesan harus mudah dipahami secara verbal, agar cepat dikerjakan meskipun dalam skala kecil agar hasilnya cepat dirasakan 2.2.4.2.Komunikasi Nonverbal Komunikasi nonverbal adalah setiap informasi atau emosi dikomunikasikan tanpa menggunakan kata - kata. Komunikasi nonverbal adalah penting, sebab apa yang sering kita lakukan mempunyai makna jauh lebih penting dari pada apa yang kita katakan (Budyatna & Ganiem, 2011: 110). Komunikasi nonverbal pastilah merupakan kata-kata yang sedang popular saat ini. Setiap orang tampaknya tertarik pada pesan yang di komunikasikan oleh gerakan tubuh, gerakan mata, ekspresi wajah, sosok tubuh, penggunaan jarak (ruang), kecepatan dan volume bicara, bahkan juga keheningan. Kita ingin belajar bagaimana “membaca seseorang seperti sebuah buku,” (Nierenberg & Calero, 1971, dalam Devito, 2011:193). Menurut Knapp dan Hall isyarat nonverbal adalah sebagaimana simbol verbal dimana jarang memiliki makna denotatif yang tunggal. Salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah konteks tempat perilaku berlangsung, makna isyarat nonverbal akan semakin rumit jika mempertimbangkan berbagai budaya. Secara sederhana, pesan non verbal adalah semua isyarat yang bukan kata-kata. Menurut Larry A. Samovardan, Richard E. Porter dalam (Mulyana, 2007:343), komunikasi verbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan pengguna lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima. Jadi, defenisi ini mencakup perilaku yang disengaja juga tidak Universitas Sumatera Utara disengaja sebagai bagian dari peristiwa komunikasi secara keseluruhan. Perilaku artinya bahasa tubuh, sentuhan, penampilan sampai bau-bauan. Sebagaimana kata-kata, kebanyakan isyarat nonverbal juga tidak universal, melainkan terkait oleh budaya, jadi dipelajari bukan bawaan. Sedikit saja isyarat nonverbal yang merupakan bawaan. Menurut Edward T.Hall bahasa nonverbal juga dinamai “bahasa diam” (silent language) dan dimensi tersembunyi (hidden dimension) suatu budaya. Disebut diam dan tersembunyi, karena pesan-pesan nonverbal tertanam dalam konteks komunikasi. Selain isyarat situasional dan rasional dalam transaksi komunikasi, pesan non verbal member isyarat-isyarat konteksual. Pesan nonverbal membantu menafsirkan seluruh makna pengalaman komunikasi. Menurut Richard L. Weaver (dalam Budyatna & Ganiem 2011: 111) komunikasi nonverbal memiliki beberapa karakteristik, dan enam diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Komunikasi nonverbal memiliki sifat berkesinambungan, mengirim dan menerima pesan-pean nonverbal dalam arus yang tidak terputus dan terus menerus. Selagi kita mengamati sikap dan perilaku seseorang, orang tersebut mungkin sedang mengamati kita juga. 2. Komunikasi nonverbal kaya dalam makna, isyarat-isyarat nonverbal semacam alis yang terangkat, senyum, kedipan mata atau sentuhan tangan sangat berguna apabila saat berkomunikasi lisan dan tulisan tidak tepat. Komunikasi nonverbal kaya dengan makna. 3. Komunikasi nonverbal dapat membingungkan, meskipun komunikasi nonverbal kaya dengan makna, tetapi dapat juga membingungkan. Isyarat-isyarat tertentu dapat berarti sesuatu yang secara keseluruhan berbeda dari apa yang dibayangkan. Setiap orang harus berhati-hati dalam menfsirkan isyarat nonverbal. Kita tidak selalu mendapatkan informasi yang cukup untuk membuat penilaian, dan dugaan-dugaan kita bisa saja jauh dari akurat atau tidak tepat. 4. Komunikasi nonverbal menyampaikan emosi, apabila ingin menunjukkan kesungguhan atau ketulusan hati, maka wajah dan isyarat tubuh akan lebih efektif dari pada ucapan-ucapan, meskipun kata atau ucapan yang diperbuat oleh isyarat-isyarat nonverbal terkait begitu dekat kepada emosi, sejauh mana pengertian kita mengenai pesan-pesan nonverbal. Memahami ekspresi nonverbal memerlukan kemampuan yang lebih, ekspresi nonverbal, dipelajari lebih dini dan sering kali terkait secara dekat kepada emosi manusia secara universal, adakalanya lebih mudah untuk memberikan makna meskipun makna itu bisa kurang sempurna keakuratannya. 5. Komunikasi nonverbal dikendalikan oleh norma-norma dan peraturan mengenai kepatutan, norma dan peraturan umumnya amat berbeda dari Universitas Sumatera Utara satu budaya kebudaya yang lain. Kebanyakan norma dan peraturan dipelajari sejak kecil yaitu dari bimbingan orang tua atau keluarga. Beberapa dari norma dan peraturan dipelajari dari hasil pengamatan orang lain. Ada juga yang dipelajari dari hasil pengamatan orang lain dan ada juga yang dipelajari dari kesalahan dan kegagalan serta hukuman. 6. Komunikasi nonverbal terkait pada budaya, perbedaan-perbedaan cultural dapat diketahui berkenaan dengan setiap bentuk perilaku nonverbal dari penampilan kegerak isyarat, perilaku wajah dan mata, perilaku vocal yang berkenaan dengan suara, ruang, sentuhan, lingkungan, tempat atau waktu. Berkenaan dengan penampilan, apa yang menarik di satu budaya belum tentu menarik pada budaya lain. Gerak isyarat dan gerak tubuh mempunyai makna yang berbeda diantara budaya. Ekspresi wajah dan kontak mata, perilaku vocal, aspek lingkungan seperti bau-bauan, warna, pencahayaan, atau artefak yang mengkomunikasikan makna yang berbeda pada semua budaya. Komunikasi nonverbal dapat menjalankan sejumlah fungsi penting. komunikasi nonverbal mengidentifikasikan enam fungsi utama (Ekman, 1965 dan Knapp, 1978, dalam DeVito, 2011) yaitu: 1. Untuk Menekankan. Kita menggunakan komunikasi nonverbal untuk menonjolkan atau menekankan beberapa bagian dari pesan verbal. misalnya saja, anda mungkin tersenyum untuk menekankan kata atau ungkapan tertentu, atau anda dapat memukulkan tangan anda kemeja untuk menekankan suatu hal tertentu. 2. Untuk Melengkapi (Complement). Kita juga menggunakan komunikasi nonverbal untuk memperkuat warna atau sikap umum yang dikomunikasikan oleh pesan verbal. jadi anda mungkin tersenyum ketika menceritakan kisah lucu, atau menggeleng-gelengkan kepala ketika menceritakan ketidakjujuran seseorang. 3. Untuk Mengatur. Gerak-gerik nonverbal dapat mengendalikan atau mengisyaratkan keinginan anda untuk mengatur arus pesan nonverbal. Mengerutkan bibir, mencondongkan badan ke depan atau membuat gerakan tangan untuk menunjukkan bahwa anda ingin mengatakan sesuatumerupakan contoh-contoh dari fungsi mengatur ini. Anda juga mungkin mengangkat tangan atau menyuarakan jenak (pause) anda (misalnya, dengan menggumamkan “umm”) untuk memperlihatkan bahwa anda belum selesai berbicara. Universitas Sumatera Utara 4. Untuk Menunjukkan Kontradiksi. Kita juga dapat secara sengaja mempertentangkan pesan verbal kita dengan gerakan nonverbal. Sebagai contoh, anda dapat menyilangkan jari anda atau mengkedipkan mata untuk menunjukkan bahwa yang anda katakan adalah tidak benar. 5. Untuk Mengulangi. Kita juga dapat mengulangi dan merumuskan ulang makna dari pesan verbal, misalnya anda dapat menyertai pernyataan verbal “Apa benar?” dengan mengangkat alis mata anda, atau anda dapat menggerakkan kepala atau tangan untuk mengulangi pesan verbal “Ayo kita pergi.” 6. Untuk Menggantikan. Komunikasi nonverbal juga dpat menggantikan pesan verbal. Anda dapat, misalnya mengatakan “Oke” dengan tangan anda tanpa berkata apa-apa. Anda dapat menganggukkan kepala untuk mengatakan “Ya” atau menggelengkan kepala untuk mengatakan “Tidak”. Dari berbagai studi yang pernah dilakukan sebelumnya,kode nonverbal dapat dikelompokkan dalam beberapa bentuk, antara lain (Cangara, 2006: 101110): a. Kinesics Kinesics adalah kode nonverbal yang ditunjukkan oleh gerakan-gerakan badan. Menurut Paul Ekhman dan Wallace V. Friesen (dalam DeVito, 2011) kedua priset ini membedakan lima kelas (kelompok) gerakan nonverbal, di antaranya: 1. Emblim. Perilaku nonverbal yang secara langsung menerjemahkan kata atau ungkapan. Emblim meliputi, isyarat “Oke,” “Jangan rebut,” ”kemarilah,” dan “ saya ingin menumpang.” Emblim adalah pengganti nonverbal untuk kata-kata atau ungkapan tertentu. Walaupun emblimbersifat alamiah dan bermakna mereka mempunyai kebebasan makna seperti sembarang kata ataupun dalam sembarang bahasa. Oleh karenanya, emblim dalam kultur kita sekarang belum tentu sama dengan emblim dalam kultur kita 300 tahun yang lalu. Emblim juga dimana gerakan mata tertentu merupakan simbol yang memiliki kesetaraan dengan Universitas Sumatera Utara simbol verbal. Kedipan mata dapat mengatakan “saya tidak sungguhsungguh”. 2. Illustrator. Merupakan perilaku nonverbal yang menyertai dan secara harfiah “ mengilustrasikan” pesan verbal. dalam mengatakan “ayo, bangun.” Misalnya, anda mungkin menggerakkan kepala dan tangan anda kearah menaik. Dalam menggambarkan lingkaran atau bujur sangkar anda mungkin sesekali membuat gerakan berputar dengan tangan anda. Begitu biasanya kita melakukan gerakkan demikian sehingga sukar bagi kita untuk menukar-nukarnya atau menggunakan gerakkan yang tidak tepat. Kita hanya menyadari sebagian ilusator yang kita gunakan. Kadangkadang ilusator ini perlu kita perhatikan. Ilusator bersifat lebih alamiah, kurang bebas dan lebih universal dari pada emblim. Mungkin sesekali ilusator ini mengandung komponen-komponen yang sudah dibawa sejak lahir selain juga yang dipelajari. Sama seperti pandangan kebawah dapat menunjukkan depresi atau kesedihan. 3. Regulator. Adalah perilaku nonverbal yang “mengatur,”memantau, memelihara atau mengendalikan pembicaraan orang lain. Ketika anda mendengarkan orang lain, anda tidak pasif. Anda menganggukkan kepala, mengerutkan bibir, menyesuaikan fokus mata dan membuat berbagai suara para linguistic seperti ”mm-mm” atau “tsk.” Regulator jelas terikat pada kultur dan tidak universal. Regulator mengisyaratkan kepada pembicara apa yang kita harapkan mereka lakukan –misalnya, “Teruskanlah,” lalu apalagi?,” atau “Tolong agak lambat sedikit.” Bergantung pada kepekaan mereka, mereka mengubah perilaku sesuai dengan pengarahan dari regulator. 4. Adaptor. adalah perilaku nonverbal yang bila dilakukan secara pribadi atau di muka umum tetapi tidak terlihat berfungsi memenuhi kebutuhan tertentu dan dilakukan sampai selesai. Misalnya, bila anda sedang sendiri mungkin anda akan menggaruk-garuk kepala sampai rasa gatal hilang. Dimuka umum bila orang-orang melihat anda melakukan adaptor ini hanya sebagian. Anda mungkin misalnya, hanya menaruh jari anda dikepala dan Universitas Sumatera Utara menggerakkannya sedikit, tetapi barangkali tidak akan menggaruk cukup keras untuk menghilangkan gatal. 5. Affect display. Adalah gerakan-gerakan wajah yang mengandung makna emosional gerakan ini memperlihatkan rasa marah dan rasa takut, rasa gembira dan rasa sedih, semangat dan kelelahan. Ekspresi wajah demikian “membuka rahasia kita” bila kita berusaha menampilkan citra yang tidak benar dan membuat orang berkata, “Anda kelihatan kesal hari ini, mengapa?” tetapi, kita dapat secara sadar mengendalikan affect display, seperti actor yang memamerkan peran tertentu. Affect diplay kurang bergantung pada pesan verbal dari pada ilusator. Selanjutnya, kita tidak secar sadar mengendalikan affect display seperti yang kita lakukan pada emblim atau ilusator. Affect display tidak dapat disengaja seperti ketika gerakan-gerakan ini membuka rahasia kita tetapi mungkin juga disengaja. Kita mungkin ingin memperlihatkan rasa marah, cinta, benci, atau terkejut dan biasanya kita mampu melakukannya dengan baik. b. Gerakan Mata (Eye Gaze) Mata adalah alat komunikasi paling berarti dalam member isyarat tanpa kata. Dari observasi puitis Ben Jonson’s “Drink to me only with thin eyes, and I will pledge with mine” sampai ke observasi ilmiah para periset kontemporer (Hess, Marshall, dalam DeVito, 2011), mata dipandang sebagai system pesan nonverbal yang paling penting. Pesan-pesan yang dikomunikasikan oleh mata bervariasi bergantung pada durasi, arah dan kualitas dari perilaku mata. Ada yang menilai bahwa gerakan mata adalah percerminan isi hati seseorang. Mark Knapp dalam risetnya menemukan empat fungsi utama gerakan mata, yakni: 1. Untuk memperoleh umpan balik dari seorang lawan bicaranya. Misalnya dengan mengungkapkan bagaimana pendapat anda tentang hal itu?. 2. Untuk menyatakan terbukanya saluran komunikasi dengan tibanya waktu untuk berbicara. 3. Sebagai sinyal untuk menyalurkan hubungan, dimana kontak mata akan meningkatkan frekuensi bagi orang yang saling memerlukan. Sebaliknya Universitas Sumatera Utara orang yang merasa malu akan berusaha untuk menghindari terjadinya kontak mata. Misalnya orang yang merasa bersalah atau berhutang akan menghindari orang yang bisa menagihnya.. 4. Sebagai pengganti jarak fisik. Bagi orang yang berkunjung ke suatu pesta, tetapi tidak sempat berdekatan karena banyaknya pengunjung, maka melalui kontak mata mereka dapat mengatasi jarak pemisah yang ada. Dari berbagai studi yang pernah dilakukan oleh para ahli psikologi tentang gerakan mata, disimpulkan bahwa bila seseorang tertarik pada suatu objek tertentu, maka pandangannya akan terarah pada objek itu tanpa putus dalam waktu yang relatif lama, dengan bola mata cenderung menjadi besar. c. Sentuhan (Touching) Sentuhan atau Touch secara formal dikenal sebagai haptics, sentuhan ialah menempatkan bagian dari tubuh dalam kontak dengan sesuatu. Ini merupakan bentuk pertama dari komunikasi nonverbal yang kita alami. Bagi seorang balita, sentuhan merupakan alat utama untuk menerima pesan-pesan mengenai kasih sayang dan kenyamanan. Perilaku menyentuh merupakan aspek fundamental komunikasi nonverbal pada umumnya dan mengenai perkenalan diri atau self presentation pada khususnya. Kita gunakan tangan kita, lengan kita dan bagianbagian tubuh lainnya untuk menepuk, merangkul, mencium, mencubit, memukul, memegang, menggelitik dan memeluk. Melalui sentuhan, kita mengkomunikasikan macam-macam emosi dan pesan. Dalam budaya barat, orang berjabat tangan untuk bergaul dan menunjukkan rasa hormat, menepuk seseorang dipunggungnya untuk member semangat, merangkul seseorang untuk menunjukkan kasih sayang, bertepuk tangan sambil diangkat, menunjukkan kasih sayang, bertepuk tangan sambil diangkat, menunjukkan solidaritas. Menurut bentuknya sentuhan badan dibagi atas tiga macam (Canggara, 2006: 105) yakni: 1. Kinesthetic Ialah isyarat yang ditunjukkan dengan bergandengan tangan satu sama lain, sebagai simbol keakraban atau kemesraan. Universitas Sumatera Utara 2. Sociofugal Ialah isyarat yang ditunjukkan dengan jabat tangan atau saling merangkul. Umumnya orang Amerika dan Asia Timur di dalam menunjukkan persahabatan ditandai dengan jabat tangan, sedangkan orang Arab dan Asia Selatan menunjukkan persahabatan lewat sentuhan pundak atau berpelukan. 3. Thermal Ialah isyarat yang ditunjukkan dengan sentuhan badan yang terlalu emosional sebagai tanda persahabatan yang begitu intim. Misalnya menepuk punggung karena sudah lama tidak bertemu. d. Paralanguage Paralanguage ialah isyarat yang ditumbulkan dari tekanan atau irama suara sehingga penerima dapat memahami sesuatu di balik apa yang diucapkan. Misalnya “Datanglah” bisa diartikan betul-betul mengundang kehadiran kita atau sekedar basa-basi. Sesuatu kesalahpahaman seringkali terjadi kalau komunikasi berlangsung dari etnik yang berbeda. Suara yang bertekanan besar bisa disalah artikan oleh etnik tertentu sebagai perlakuan kasar, meski menurut kata hatinya tidak demikian, sebab hal itu sudah menjadi kebiasaan bagi etnik tersebut. Ada pengendalian empat utama karakteristik vocal, yaitu (Budyatna, 2011): 1. Pola titi nada atau Pitch, ini merupakan tinggi atau rendahnya nada vokal. Orang menaikkan atau menurunkan pola titi nada vokal atau vocal pitch dan mengubah volume suara untuk menegaskan gagasan, menunjukkan pertanyaan dan memperlihatkan kegugupan. 2. Volume, volume merupakan keras atau lembutnya nada 3. Kecepatan, kecepatan atau rate mengacu kepada kecepatan pada saat orang berbicara. 4. Kualitas, kualitas merupakan bunyi dari suara seseorang. Universitas Sumatera Utara e. Diam Berbeda dengan tekanan suara, maka sikap diam juga sebagai kode nonverbal yang mempunyai arti. Max Picard menyatakan bahwa diam tidak semata-mata mengandung arti bersikap negative, tetapi bisa juga melambangkan sikap positif. Dalam kehidupan kita sehari-hari, sikap berdiam diri sangat sulit untuk diterka, apakah orang itu malu, cemas atau marah. Banyak orang mengambil sikap diam karena tidak mau menyatakan sesuatu yang menyakitkan orang lain, misalnya mengatakan “Tidak.” Tetapi dengan bersikap diam, juga dapat menyebabkan orang bersikap ragu. Karena itu diam tidak selamanya berarti menolak sesuatu, tetapi juga tidak berarti menerima. Mengambil sikap diam karena ingin menyimpan kerahasiaan sesuatu. Untuk memahami sikap diam, kita perlu belajar terhadap budaya atau kebiasaan-kebiasaan seseorang. Pada suku-suku tertentu ada kebiasaan tidak senang menyatakan “Tidak” tetapi juga tidak berarti “Ya.” Diam adalah perilaku komunikasi sekarang ini yang makin banyak dilakukan orang-orang yang bersikap netral dan mau aman. f. Kedekatan dan ruang (Proximity and Spatial) Proximity adalah kode nonverbal yang menunjukkan kedekatan dari dua obyek yang mengandung arti. Proximity dapat dibedakan atas territory atau Zone. Edwart T. Hall (dalam Cangara, 2006: 107-108) membagi kedekatan menurut territory terbagi atas empat macam, yaitu: 1. Wilayah intim (rahasia), yakni kedekatan yang berjarak antara 3-18 inchi. 2. Wilayah pribadi, ialah kedekatan yang berjarak antara 18 inchi hingga 4 kaki. 3. Wilayah sosial, ialah kedekatan yang berjarak antara 4 sampai 12 kaki. 4. Wilayah umum (Publik), ialah kedekatan yang berjarak antara 4 sampai 12 kaki atau sampai suara kita terdengar dalam jarak 25 kaki. g. Waktu Ungkapan “Time is Money” membuktikan bahwa waktu itu sangat penting bagi orang yang ingin maju. Karena itu orang yang sering menepati waktu dinilai Universitas Sumatera Utara sebagai orang yang berfikiran modern. Waktu mempunyai arti tersendiri dalam kehidupan manusia. Bagi masyarakat tertentu, melakukan suatu pekerjaan seringkali melihat waktu. Misalnya membangun rumah, menanam padi, melaksanakan perkawinan, membeli sesuatu dan sebagainya. Penggunaan waktu atau chronemics adalah cara lain untuk menyampaikan pesan-pesan nonverbal. Terdapat beberapa aspek mengenai bagaimana kita berfikir tentang dan menggunakan waktu yang mengandung kesan-kesan bagi orang lain. h. Gerakan Wajah Gerakan wajah mengkomunikasikan macam-macam emosi dan juga kualitas atau dimensi emosi. Para ahli banyak yang berpendapat bahwa pesan wajah dapat mengkomunikasikan sedikitnya “kelompok emosi” seperti kebahagiaan, keterkejutan, ketakutan, kemarahan, kesedihan, dan kemuakan atau penghinaan. Pesan-pesan yang dikomunikasikan oleh mata tergantung pada durasi, arah, dan kualitas dari perilaku mata. Misalnya, kontak mata dengan durasi yang singkat dapat dianggap bahwa seseorang itu malu atau sibuk. Sebaliknya, bila kontak mata durasinya lebih lama bisa jadi orang tersebut menunjukkan minat berlebihan (DeVito, 1997: 191). Dalam komunikasi nonverbal banyak terdapat bentuk-bentuk komunikasi nonverbal seperti kinesics berupa gerakan tubuh, paralanguage, proxemics yang berkenaan dengan penggunaan waktu, dan olfactory communication berkaitan dengan masalah penciuman (Verderber et al., dalam Budyatna dan ganiem, 2011) Menurut Verderber et all dalam Budyatma dan Ganiem (2011: 115) komunikasi memiliki 5 fungsi sebagai berikut : 1. Melengkapi Informasi. Kebanyakan informasi atau isi sebuah pesan disampaikan secara nonverbal. Isyarat-isyarat nonverbal dapat menguatkan atau mempertentangkan pesan verbal. Pesan nonverbal dapat menguatkan apa yang telah dikatakan secara verbal, apabila mengatakan “tidak” dan menggelengkan kepala pada saat yang sama, kita telah menggunakan isyarat nonverbal untuk mengulang pesan verbal. Beberapa isyarat pesan nonverbal dapat digunakan sebagai pengganti untuk kata Universitas Sumatera Utara “halo” atau “bye-bye”. Misalnya juga, mengangkatkedua bahu dapat berarti “mungkin” “tidak tahu” masa bodoh”. Cara lain isyarat nonverbal melengkapi informasi dengan dengan memperkuat pesan-pesan verbal. Perilaku nonverbal dapat memberi tekanan melengkapi, menambah informasi kepada kata-kata. Seorang guru bisa tersenyum, bertepuk tangan atau menepuk punggung seorang siswa sambil mengatakan “hebat, hasil tes kamu amat bagus.” Ekspresi wajah, gerak tubuh, dan volume suara member tekanan pernyataan verbal mengenai pujian. Isyarat-isyarat nonverbal juga dapat bertentangan dengan pesan verbal. Dalam hal ini, nonverbal tetap memberikan informasi, tetapi informasi yang diberikan mengarah kepada kebingungan dan bukan kepada kejelasan. Seperti saat suami mengatakan “bagus” ketika dimintai komentar oleh istrinya mengenai gaun yang baru dibelinya, namum terus membaca surat kabar atau menonton televisi. Hasil dari pesan-pesan verbal dan nonverbal yang bertentangan berupa pesan campuran. Hanya karena orang lebih bergantung kepada komunikasi nonverbal dari pada bentuk kata-kata sebuah pesan untuk menentukan makna emosional, makna orang lebih banyak bergantung kepada isyarat-isyarat nonverbal untuk memahami pesan campuran atau maxed massage. 2. Mengatur Interaksi. Kita mengelola sebuah interaksi melalui cara-cara yang tidak terlihat dan kadang-kadang melalui isyarat nonverbal yang jelas. Kita menggunakan perubahan atau pergeseran dalam kontak mata, gerakan kepala yang perlahan, bergeser dalam sikap badan, mengangkat alis, menggunakan kepala memberitahukan pihak lain kapan boleh melanjutkan, mengulang, menguraikan, bergegas atau berhenti. Biasanya untuk meninggalkan interaksi, kita mengurangi jumlah kontak mata dengan lawan bicara, memberikan respon yang singkat, mengurangi ekspresi muka, berpaling atau bergeser dari orang lain. Mahasiswa di kelas memberikan isyarat secara teratur kepada dosen bahwa waktu belajar sudah habis dan mulai membereskan peralatan tulis dan buku-bukunya, duduknya mulai gelisah, terus-terusan melihat jam, dan mulai berkomat-kamit kepada teman-temannya. Universitas Sumatera Utara 3. Mengekspresikan atau Menyembunyikan Emosi dan Perasaan. Kebanyakan dari aspek-aspek emosional dari komunikasi disampaikan melalui cara-cara nonverbal. Ketika kita menunjukkan secara nonverbal kepada pihak lain bahwa kita peduli kepadanya. Kita tersenyum, merangkul, mencium, duduk berdekatan, menatap matanya, menyediakan lebih banyak waktu dengan siapa anda amat peduli. Secara alternatif kita dapat gunakan perilaku nonverbal untuk menutupi perasaan kita yang sebenarnya. Namun meskipun demikian, lebih sering kita menunjukkan emosi kita yang sebenarnya secara nonverbal dari pada menunjukkan emosi kita dengan kata-kata. Adakalanya kita menyembunyikan emosi dan perasaan kita, tetapi secara tidak sengaja sering terbaca oleh orang lain. Muka merah karena malu merupakan contoh yang terbaik berupa penampilan yang kurang hati-hati mengenai emosi. 4. Menyajikan Sebuah Citra. Manusia mencoba menciptakan kesan mengenai dirinya melalui cara-cara menampilkan dan bertindak. Kebanyakan pengelolaan kesan terjadi melalui saluran nonverbal. Manusia dapat secara hati-hati mengembangkan citra melalui pakaian, merawat diri, perhiasan, dan miliki pribadi lainnya. Orang tidak hanya menggunakan komunikasi nonverbal untuk mengkomunikasikan citra pribadi, tetapi dua orang dapat menggunakan isyarat-isyarat nonverbal untuk menyajikan citra atau identitas hubungan. Seperti sepasang kekasih yang memperlihatkan dihadapan umum citra yang positif, dengan saling menggandeng tangan, merangkul ataupun menunjukkan penuh perhatian terhadap satu sama lainnya dengan memperlihatkan melalui ekspresi wajah yang cerah. 5. Memperlihatkan Kekuasaan dan Kendali. Banyak perilaku nonverbal merupakan isyarat dari kekuasaan, terlepas dari apakah mereka bermaksud menunjukkan kekuasaan dan kendali. Seperti seorang manajer yang mengenakan baju gaya eksekutif, aksesoris mahal, berjalan dan berbicara penuh wibawa. Bawahan menunjukkan rasa hormat dengan penuh perhatian apabila saat manajer berbicara, tidak menginterupsi, memohon izin, atau minta waktu untuk memasuki ruang kerja manajer. Universitas Sumatera Utara Jika terdapat pertentangan antara pesan verbal dan nonverbal, kita biasanya lebih mempercayai pesan nonverbal, yang menunjukkan pesan sebenarnya karena pesan nonverbal lebih sulit dikendalikan daripada pesan verbal. Sebagian dari kita dapat mengendalikan sedikit perilaku nonverbal, namum kebanyakan perilaku nonverbal diluar kesadaran kita. Komunikasi nonverbal juga memiliki sebuah struktural kode nonverbal yang akan membantu untuk melihat bagaimana komunikasi dikonstruksikan. Kode nonverbal adalah sejumlah perilaku yang digunakan untuk menyampaikan makna (Morissan 2013: 141). Jude Burgoon (dalam Morissan 2013: 141-142) menggambarkan sistem kode nonverbal memiliki sejumlah perangkat struktural, seperti : 1) Kode nonverbal cenderung bersifat analog dari pada digital. Sinyal digital bersifat terpisah (discrete) seperti angka dan huruf sedangkan sinyal analog bersifat bersambungan (continuous) yang membentuk suatu spectrum atau tingkatan, seperti tingkat suara dan tingkat terang cahaya. Karena itu, tanda nonverbal seperti ekspresi wajah dan intonasi tidak dapat dikelompokkan ke dalam kategori yang terpisah tetapi lebih merupakan suatu gradasi. 2) Pada sebagian kode nonverbal berarti tidak semuanya terdapat faktor yang disebut iconicity yaitu kemiripan (resemblance). Kode nonverbal menyerupai objek yang tengah disimbolkan. Misalnya ketika anda menggambarkan bentuk sesuatu di udara dengan menggunakan jari anda. 3) Beberapa kode nonverbal menyampaikan makna universal. Misalnya tanda adanya ancaman serta ungkapan emosi yang bersifat biologis. Bagaimana perilaku universal yang ditunjukkan orang yang merasa ketakutan atau seseorang yang ingin ke toilet (WC). 4) Kode nonverbal memungkinkan transmisi sejumlah pesan secara serentak seperti: ekspresi wajah, tubuh, suara, dan tanda lainnya serta beberapa pesan berbeda lainnya dapat dikirim sekaligus. 5) Tanda nonverbal seringkali menghasilkan tanggapan otomatis tanpa berfikir. Misalnya, menginjak rem mobil karena ada orang yang menyebrang jalan. Universitas Sumatera Utara 6) Tanda nonverbal seringkali ditunjukkan secara spontan. Misalnya ketika seseorang merasa cemas (nervous) sering kali ia bermain-main dengan rambutnya atau menggoyangkan kakinya. Menurut Burgoon, kode nonverbal memiliki tiga dimensi yaitu : 1) Sematik, mengacu pada makna dari suatu tanda. Misalnya seorang ibu dengan wajah cemberut meletakkan jari telunjuknya didepan bibirnya meminta agar seorang yang sedang bersuara untuk berhenti bersuara karena bayinya sedang tidur. 2) Sentetik, mengacu pada cara tanda disusun atau diorganisasi dengan tanda lainnya di dalam system. Misalnya, orang yang meletakkan jari telunjuk di depan bibirnya itu tidak menunjukkan wajah cemberut tetapi tersenyum sambil berkata dengan suara lembut,” maaf, ada bayi yang sedang tidur.” Di sini gerak tubuh, tanda vocal (suara yang lembut), ekspresi wajah dan bahasa menyatu untuk menciptakan makna keseluruhan. 3) Pragmatik, mengacu pada efek atau perilaku yang ditunjukkan oleh tanda, sebagaimana contoh orang yang meminta seseorang untuk diam, namun yang pertama seseorang tersebut terima sebagai menunjukkan sikap tidak suka (antipasti) kepada seseorang tersebut, sedangkan lainnya diterima sebagai sikap yang ramah atau bersahabat.(Morissan 2013: 142) Makna yang dibawa oleh bentuk-bentuk verbal dan nonverbal adalah terikat dengan konteks, atau sebagian ditentukan oleh situasi di mana bentukbentuk verbal dan nonverbal itu dihasilkan. Baik bahasa dan bentuk-bentuk nonverbal memungkinkan komunikator untuk menggabungkan sejumlah kecil tanda ke dalam berbagai ekspresi atau ungkapan makna yang kompleks tanpa batas. 2.2.5. Interpersonal Deception Theory (Teori Penipuan Antar Individu) Tokoh dibalik Interpersonal Deception Theory adalah Judee K. Burgoon dan David B. Buller. Dikemukakan oleh Buller dan Burgoon pada tahun 1996 ( Communication Capstone, 2001 ). Buller dan Burgoon melihat kebohongan dan juga deteksi terhadap kebohongan sebagai bagian dari interaksi terus-menerus di Universitas Sumatera Utara antara para komunikator yang melibatkan proses yang saling bergantungan. Kebohongan adalah manipulasi yang disengaja terhadap informasi perilaku dan image dengan maksud mengarahkan orang lain pada kepercayaan atau kesimpulan yang salah (Morissan 2013: 220). Ketika seseorang berbohong maka ia membutuhkan strategi untuk berbohong agar kebohongan itu meyakinkan. Teori ini digunakan untuk menjelaskan kebohongan-kebohongan komunikasi seseorang dengan cara memancing komunikan dengan informasi yang tidak benar sehingga terbongkarlah kenyataan bohongnya. Teori ini secara asumsi tergolong ke dalam kategori humanistik. Seorang pembohong dapat mengalami perasaan cemas karena khwatir kebohongannya akan terdeteksi atau diketahui, dan sebaliknya pendengar dapat saja merasa curiga ia sedang dibohongi. Perasaan cemas dan curiga yang ada dalam diri seseorang ini sering kali muncul keluar dalam bentuk perilaku yang dapat dilihat. Dalam hal ini, pertama pesan berupaya melihat tanda-tanda kebohongan pada diri pembicara dan pada gilirannya si pembohong berupaya untuk melihat tanda-tanda kecurigaan dari pihak penerima pesan. Proses ini terus berlangsung di mana keduanya bergantian dan saling mengamati. Pada akhirnya, pengirim pesan sampai pada kesimpulan bahwa kebohongan telah berhasil diterima atau tidak, dan penerima pesan dapat melihat bahwa kecurigaannya benar atau tidak. Kecurigaan atau kecemasan karena adanya kebohongan ini dapat terwujud dalam bentuk perilaku yang terkontrol (strategi), namun kecurigaan dan kecemasan itu lebih sering muncul dalam bentuk perilaku yang tidak terkontrol (nonstrategi) atau perilaku yang tidak dimanipulasi. Anda merasa curiga sedang dibohongi karena adanya perilaku yang ditunjukkan pembicara namun ia tidak menyadarinya, dan sebaliknya jika anda mencoba untuk membohongi orang lain maka anda mengalami kecemasan karena kahwatir orang itu dapat mendeteksi kebohongan anda melalui perilaku anda yang tidak terkontrol. Misalnya, anda dapat mengatur suara dan raut wajah anda secara sempurna yang mendukung kebohongan anda, namun kaki dan tangan anda yang bergetar tidak membantu anda. Ketika harapan penerima pesan dilanggar maka kecurigaan mereka akan Universitas Sumatera Utara meningkat sehingga kebohongan lebih cepat diketahui. Begitu pula, ketika harapan pengirim pesan dilanggar maka kecemasannya untuk diketahuan juga meningkat. Banyak faktor yang mempengaruhi proses tersebut, yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi seberapa cepat peningkatan kecemasan dan kecurigaan itu. Salah satunya adalah derajat atau tingkat interaksi di antara para komunikator yang dinamakan “interaktivis” (Interactivity). Berbicara secara berhadapan muka (face to face) adalah bersifat lebih interaktif dibandingkan berbicara melalui telepon, dan pada gilirannya berbicara melalui telepon, dan pada gilirannya berbicara melalui telepon lebih interaktif dibandingkan berkomunikasi melalui SMS atau e-mail. Dua faktor lainnya yang mempengaruhi proses kebohongan dan deteksinya adalah level motivasi dan keahlian, yaitu level motivasi untuk berbohong dan level motivasi untuk mendeteksi adanya kebohongan, serta keahlian berbohong dan keahlian mendeteksi adanya kebohongan. Ketika motivasi untuk berbohong tinggi maka keinginan untuk berbohong melebihi kecemasan untuk ketahuan . Tujuan seseorang untuk berbohong tampaknya juga memiliki rumusan tertentu. Orang yang berbohong untuk keuntungan pribadi akan lebih sulit menutupi kebohongannya dari pada orang yang berbohong untuk kepentingan orang lain (Morissan 2013: 223). Dalam ilmu komunikasi, berbohong mempunyai teori tersendiri yang membahasnya, yaitu “Interpersonal Deception Theory” atau Teori Penipuan Antar Individu. Dan “Interpersonal Deception Theory” itu sendiri dikemukakan untuk berbagai alasan, biasanya teori ini digunakan untuk menjelaskan bagaimana orang menghindari tindakan menyakiti orang lain dengan cara berbohong, atau bisa untuk menjelaskan bagaimana cara orang lain berbohong untuk menyerang orang lain, berpura – pura empati, menghindari masuk kedalam konflik, dan masih banyak lagi kebiasaan seseorang yang ada kaitannya dengan memanipulasi pernyataan mereka dengan kebohongan dijelaskan oleh teori “Interpersonal Deception” ini. Teori interpersonal deception membahas kebohongan melalui Universitas Sumatera Utara lensa teoretis komunikasi intrpersonal. Pada dasarnya, ia menganggap kebohongan sebagai suatu proses interaktif antara pengirim dan penerima. 2.2.7. Teori Dialektika Relasional Teori Dialektika Relasional (Relational Dialectics Theory) menyatakan bahwa hidup bercirikan ketegangan-ketegangan yang berkelanjutan antara impulsimpuls yang kontradiktif. Selama beberapa tahun, Laslie baxter dan beberapa rekannya mempelajari cara-cara kompleks mengenai bagaimana orang menggunakan komunikasi untuk mengelola atau mengatur kekuatan-kekuatan yang saling berlawanan yang berpotensi mengganggu hubungan dengan orang lain pada waktu tertentu. Baxer menjelaskan teori ini bersifat dialektis (dialectical), artinya bahwa suatu hubungan adalah tempat dimana berbagai pertentangan atau perdebatan pendapat (kontradiksi) dikelola atau diatur (Morissan 2013:309). Orang tidak selalu dapat menyelesaikan elemen-elemen kontradiktif dalam kepercayaan mereka, dan mereka memiliki kepercayaan yang tidak konsisten mengenai hubungan. 2.2.7.1.Asumsi Teori Dialektika Relasional Adapun asumsi mengenai teori dialektika relasional dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Hubungan tidak bersifat linear Asumsi yang paling penting yang mendasari teori ini adalah pemikiran bahwa hubungan tidak terdiri atas fluktuasi yang terjadi antara keinginan keinginan yang kontradiktif. 2. Hidup berhubungan ditandai dengan adanya perubahan Proses atau perubahan suatu hubungan merujuk pada pergerakan kuantitatif dan kualitatif. Sejalan dengan waktu dan kontraksi yang terjadi diseputar mana suatu hubungan dikelola. 3. Kontradiksi merupakan fakta fundamental dalam hidup berhubungan. Asumsi yang ketiga menekankan bahwa kontradiksi atau ketegangan terjadi antara dua hal yang berlawanan tidak pernah hilang dan tidak Universitas Sumatera Utara pernah berhenti menciptakan ketegangan. Orang mengelola ketegangan dan oposisi ini dengan cara berbeda-beda tetapi kedua hal ini selalu ada dalam hidup berhubungan. 4. Komunikasi sangat penting dalam mengelola dan menegosiasikan kontradiksi-kontradiksi dalam hubungan. Asumsi terakhir dari teori dialektika relasional berkaitan dengan komunikasi. Secara khusus teori ini memberikan posisi yang paling utama pada komunikasi. Sebagaimana yang telah diamati oleh Baxter dan Montgomery (1996), “ dari perspektif dialektika relasi, aktor-aktor sosial memberikan kehidupan melalui praktek-praktek komunikasi mereka kepada kontradiksikontradiksi yang mengelola hubungan mereka’’. Littlejhon dan Fross memberikan contoh, misalnya anda ingin menjadi orang yang sukses secara materi punya rumah bagus, mobil bagus dan seterusnya, tetapi anda memiliki nilai-nilai kemanusiaan dan lingkungan yang tinggi dalam diri anda yang membuat anda bertanya kembali mengenai tujuan awal anda tadi. Anda bertanya pada diri sendiri, ”Apakah sebaiknya saya bekerja di kantor yang memberikan gaji besar, atau menjadi sukarelawan agar bisa membantu banyak orang yang hidupnya susah?” situasi ini menimbulkan kontradiksi, dan kontradiksi ini menjadi hal yang serius karena anda menyadari bahwa untuk bisa mencapai tujuan kemanusiaan dan lingkungan maka anda harus terlebih dahulu memperoleh kesuksesan materi. Elemen-elemen berikut ini sangat mendasar dalam perspektif dialektis: Totalitas, Kontradiksi, Pergerakan, dan Praksis (Rawlins, 1992) dalam Richard W & Turner, 2008: 237) 1. Totalitas (totality) menyatakan bahwa orang-orang dalam suatu hubungan saling tergantung. Ini berarti bahwa ketika sesuatu terjadi pada salah satu anggota dalam hubungan, maka anggota yang lain juga akan terpengaruh. 2. Kontradiksi (contradiction) merujuk pada oposisi (dua elemen yang bertentangan). Kontradiksi juga merupakan ciri utama dari pendekatan dialektika. Dialektika merupakan hasil dari oposisi-oposisi. Universitas Sumatera Utara 3. Pergerakan (motion) merujuk pada sifat berproses dari hubungan dan perubahan yang terjadi pada hubungan itu seiring dengan berjalannya waktu. 4. Praksis (praxis) berarti manusia adalah pembuat keputusan. Walaupun kita tidak sepenuhnya memiliki pilihan bebas dalam setiap kesempatan dan kita dibatasi oleh pilihan kita sebelumnya, oleh pilihan orang lain, dan oleh kondisi budaya dan sosial, kita tetap merupakan pengambil keputusan yang sadar sepenuhnya dan aktif. 2.2.7.2.Diealektika Konstektual Dialektika konstektual dibentuk melalui ketegangan-ketegangan antara definisi publik dari sebuah hubungan persahabatan, misalnya interaksi privat dalam persahabatan tertentu. Rawlins menyebutkan dua dialektika konstektual antara publik dan privat serta antara yang nyata dan ideal. Walaupun mungkin hal ini tidak begitu penting bagi kita dibandingkan dialektika interaksional, kedua hal ini memengaruhi komunikasi interpersonal dalam hubungan. Rawlins (1992) berpendapat bahwa ketegangan antara status publik marginal dan karakter privat persahabatan tersebut muncul dalam sebuah persahabatan. Rawlins menyatakan bahwa dialektik ini menyebabkan munculnya suatu hal dalam persahabatan yang disebutnya sebagai agen ganda. Dialektik publik dan privat berinteraksi dengan dialektik antara yang nyata dan yang ideal. Ketegangan antara dua gambaran ini membentuk dialektik ini. Selain itu, dialektik ini menunjukkan kontradiksi akan semua harapan yang dimiliki seseorang mengenai hubungan dengan kenyataan yang sedang dijalani. Teori Dialektik berusaha menjelasan bagaimana orang hidup dengan dan mengelola kontradiksikontradiksi ini. Faktor-faktor budaya dan konstektual memengaruhi kedua dialektik ini. Ketegangan dialektika dasar bahwa mengkarakterisasi banyak hubungan interpersonal, tetapi badan peneliti yang berkembang mulai menemukan ketegangan tambahan dan pertanyaan apakah otonomi-keterikatan, keterbukaan- Universitas Sumatera Utara perlindungan, hal yang baru-hal yang dapat diprediksi menyusupi semua hubungan dalam semua konteks (Braithwaite&Baxter, 1995). Dalam mempelajari partisipasi orang dalam sebuah kelompok teater komunitas, Michael Kramer (2004) mengemukakan sebelas ketegangan dialektik yang berkisar mulai dari komitmen kepada kelompok dan komitmen kepada aktivitas lainnya hingga pada toleransi dan penilaian (mengenai anggota kelompok yang lain). Kramer menyusun ketegangan-ketegangan ini ke dalam empat kategori dialektik utama :kelompok-individual, kegiatan terjadwal-kegiatan mendadak, keterlibatan-keterkucilan, dan perilaku yang dapat diterima-perilaku yang tidak dapat diterima. Kramer menyatakan bahwa ketegangan-ketegangan dialektik dapat membingkai teori komunikasi mengenai perilaku kelompok. Sungguh mungkin bahwa konteks relasi membuat perbedaan dalam dialektika-dialektika; dialektika baru ini ditemukan dalam persahabatan, tempat kerja, kelompok komunitas, dan sebuah persahabatan dalam televisi. Orang tua yang menghadapi kelahiran premature mengalami emosi kebahagiaan dan kesedihan yang saling mengontradiksi dan harus menemukan strastegi komunikasi untuk mengelola kontradiksi ini. Universitas Sumatera Utara