Media Gizi Pangan, Vol. XIX, Edisi 1, 2015 Pola Makan, Status Gizi, Anak Sekolah Dasar POLA MAKAN DAN STATUS GIZI PADA ANAK SDN 203 INPRES BINANGA SANGKARA DI DESA AMPEKALE KECAMATAN BONTOA KABUPATEN MAROS 1 1 1 Sitti Saharia Rowa , Lydia Fanny , Manjilala ,Sukmawati 1 Jurusan Gizi, Politeknik Kesehatan Kemenkes, Makassar 1 Abstract Background: Nutritional problems faced by Indonesia more complete with the presence of multiple nutritional problems. The success of a nation's development is influenced by the quality of human resources. School children is one of the groups vulnerable to malnutrition because of inadequate intake. Objective: This study aims to describe the diet and nutritional status in children SDN Binanga Sangkara Instruction 203 in the Village District of Bontoa Kababupaten Ampekale Maros. Methods: This study is a descriptive study. Samples were schoolchildren class II to class V, amounting to 31 203 people at SDN Instruction Binanga Sangkara Ampekale Village district. Bontoa Kab. Maros were selected by purposive sampling. Data on diet diproleh using interviews of a sample of the questionnaire instrument FFQ (Food Frequency). Assessment of nutritional status was done manually with the anthropometric measurement of weight and height. Results: The results of 31 samples showed that the diet according to the frequency of eating good 61.3%, 38.7% less. Diet according to the type of food either 32.3%, 67.7% less. Nutritional status based on BMI index /U 80.6% of normal nutritional status, 9.7% fat, 9.7% underweight. Conclusion:: Order status of children nutrition and diet to be indonesian school produces the better human resources and quality problems getting reduced nutrition in indonesia. Suggestion: It is suggested to the school and local health authorities to provide education about the importance of eating nutritious foods, especially about balanced nutrition. Keywords: nutritional status, Diet and Children School PENDAHULUAN Masalah gizi yang dihadapi oleh bangsa Indonesia sudah menjadi semakin lengkap dengan adanya istilah beban ganda maslah gizi. Keberhasilan suatu bangsa bergantung pada bngsa itu sendiri dalam membangun kesejahteraan masyarakatnya yakni melalui ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima serta cerdas. Pada kenyataannya kualitas SDM ditentukan oleh status gizi yang baik (Adrian, 2013). Masalah gizi secara umum meningkat dengan cepat di berbagai belahan dunia menuju proporsi endemik. Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2010 menunjukkan bahwadi Indonesia status gizi anak usia 6-18 tahun sebanyak 35,4% tergolong sangat pendek, sebanyak 66,6% tergolong pendek, sebanyak 4,6 % tergolong 67 Media Gizi Pangan, Vol. XIX, Edisi 1, 2015 sangat kurus sebanyak 9,1%, sebanyak 22,1% dan sebanyak 13,1% tergolong gemuk. Jumlah anak yang mengalami gizi buruk terus dilaporkan dibeberapa daerah di Indonesia. Secara nasional, jumlah anak mengalami gizi buruk di Indonesia 8,80 %, dibeberapa daerah ditemukan lebih tinggi bahkan lebih 10%, Sulawesi Selatan angka kejadian gizi buruk mencapai 8,6 %, dan gizi kurang 21,5 % (Susenas, 2005). Data dari Dinas Kesehatan Propinsi Sulsel (2006) menyebutkan bahwa kabupaten dengan prevalensi kurang gizi tinggi (diatas 30%) antara lain Kabupaten Maros, Takalar, Pangkep, Jeneponto, Luwu dan Selayar. Sejalan dengan data tersebut survei gizi dan kesehatan di Kabupaten Maros tahun 2005 diperoleh angka kurang gizi 34,3% (9,6% gizi buruk dan 24,7% gizi kurang). Sulawesi Selatan adalah salah satu provinsi di Indonesia yang memilki masalah gizi pada anak usia 6-18 tahun tidak jauh berbeda dari angka nasional yaitu sebanyak 33,1% tergolong sangat pendek, sebanyak 81,5% tergolong pendek, sebanyak 9,8% tergolong sangat kurus, sebanyak 29,1% tergolong kurus dan sebanyak 7,3% tergolong gemuk (Balitbangkes, 2010). Berdasarkan bagan alur UNICEF 1988 dalam Aritonang 2010, penyebab langsung masalah gizi kurang adalah makan tidak seimbang dan penyakit infeksi. Makan yang tidak seimbang dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satu diantaranya adalah pola makan yang tidak baik. Seseorang yang memiliki pola makan yang tidak baik akan berisiko mengalami gangguan gizi seperti gizi buruk, gizi kurang, dan gizi lebih, (Aritonang, 2010). Pola makan merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi terjadinya masalah gizi. Gizi sangat penting untuk menjaga kesehatan dan mencegah penyakit. Faktor kekurangan gizi muncul akibat salah pola makan seperti kelebihan makan atau makan makanan yang kurang seimbang. Berbagai jenis penyakit degenerative yang ditimbulkan oleh pola makan yang tidak baik diantaranya diabetes militus, kanker, hipertensi, dan penyakit jantung. Menghindari penyakit akibat pola makan yang kurang sehat, diperlukan suatu pedoman bagi individu, keluarga, atau masyarakat tentang pola makan yang sehat. Untuk membentuk pola makan yang baik, sebaiknya dilakukan sejak masa kanak-kanak karena hal ini akan terbawa hingga dewasa. Namun, sebagai pengasuh harus mengetahui faktor faktor yang 68 Pola Makan, Status Gizi, Anak Sekolah Dasar dapat membentuk pola makan anak seperti faktor budaya, agama, sosial ekonomi, kesehatan, dan lingkungan tempat tinggal (Adriani, 2013). Anak usia sekolah dasar dikatakan sebagai anak berumur 6-12 tahun yang merupakan masa emas yang kedua dengan karakteristik masa pertumbuhan yang relatif tetap. Masalah gizi pada anak sekolah dapat dipengaruhi oleh kekurangan berbagai macam zat gizi, tidak cukupnya asupan zat gizi tersebut seperti protein, kalsium dan lain-lain akan beresiko terjadinya gangguan gizi dan kesehatan lainnya (Fanny, dkk. 2009). Sekolah Dasar Negeri 203 Inpres Binanga Sangkara merupakan salah satu SD di Desa Ampekale Kecamatan Bontoa Kabupaten Maros yang memiliki masalah gizi pada anak sekolah dasar yaitu sebanyak 10,0 % yang berstatus gizi kurang. Dari beberapa desa yang ada di kabupaten Bontoa bahkan ditemukan masalah gizi yang lebih tinggi dari desa ampekale yaitu 10,5 %. Berdasarkan hasil penggumpulan data antropometri dari beberapa sekolah yang ada di desa-desa di kecamatan Bontoa, menyebutkan bahwa desa Ampekale menduduki urutan ketiga yang memiliki masalah gizi. Oleh karena itu peneliti ingin melakukan penelitian tentang Gambaran Pola Makan dan Status Gizi pada Anak SDN 203 Inpres Binanga Sangkara di Desa Ampekale Kecamatan Bontoa Kabupaten Maros. METODE PENLITIAN Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang akan menilai gambaran pola makan dan status gizi pada anak SDN 203 Inpres Binanga Sangkara di Desa Ampekale Kecamatan Bontoa Kabupaten Maros. Waktu penelitian pada bulan November 2013 sampai bulan Juli 2014. Sampel adalah anak sekolah dasar berjumlah 31 orang di SDN 203 Inpres Binanga Sangkara. Dengan kriteria: anak kelas II sampai kelas V yang berjumlah 31 orang, Bersedia diwawancarai atau menjadi responden, Anak sekolah yang menetap di wilayah penelitian (desa Ampekale). Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Purpossive Sampling yaitu salah satu teknik pengumpulan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan kriteria sampel yang telah ditentukan oleh peneliti. Media Gizi Pangan, Vol. XIX, Edisi 1, 2015 Pola Makan, Status Gizi, Anak Sekolah Dasar Instrumen penelitian yang digunakan adalah menggunakan lembar kuesioner dan alat ukur tinggi badan dan tinggi badan. Data mengenai pola makan dikumpulkan dengan menggunakan metode wawancara terhadap responden dengan instrumen kuesioner. Penelitian mengenai status gizi dilakukan dengan menggunakan antropometri yaitu melakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan. Setelah data terkumpul penelit melakukan pengolahan data antara lain editing, coding, tabulasi dan narasi. HASIL PENELITIAN Karakateristik Sampel Tabel 01 Distribusi Sampel berdasarkan Jenis kelamin dan Umur Jenis Kelamin n % Laki-laki Perempuan Total Umur Anak 7-8 tahun 9-10 tahun 11-12 tahun Total 17 14 31 n 4 21 6 31 54.8 45.2 100.0 % 12.9 67.8 19.3 100.0 Berdasarkan data primer diatas pada umumnya jumlah anak laki-laki sebanyak 17 orang (54,8%) dan anak perempuan sebanyak 14 orang (45,2%). Berdasarkan umur anak diketahui bahwa umur 7 sampai 8 tahun sebanyak 4 orang (12,9%), 9-10 tahun 21 orang (67,8%), dan 11-12 tahun sebanyak 6 orang (19,31%). Karakteristik Responden Tabel 02 Distribusi Sampel berdasarkan Pekerjaan ayah dan Ibu Pekerjaan Ayah n % Karyawan swasta Pedagang/pengusaha Petani/Nelayan 1 1 29 3.2 3.2 90.6 Total 31 100.0 Berdasarkan data primer diatas diketahui bahwa pada umumnya pekerjaan ayah masing-masing sebagai karyawan swasta sebanyak 1 orang (3,1%), dan nelayan sebanyak 12 orang (36,4%), pengusaha sebanyak 1 orang (3,1 %) dan petani atau nelayan sebanyak 29 orang (29 %). Pada umumnya pekerjaan ibu adalah sebagai ibu rumah tangga yaitu sebanyak 31 orang (100%). Pola Makan Tabel 03 Distribusi Sampel berdasarkan Pola Makan menurut Frekuensi Makan dan Pola Makan Menurut Jenis Bahan Makanan Pekerjaan ibu IRT Total Frekuensi Makan n % Baik Kurang 19 12 Total 31 n % 31 100 31 100.0 Jenis Bahan Makanan n % 61.3 38.7 Baik Kurang 10 21 32.3 67.7 100 Total 31 100 Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa pola makan menurut frekuensi makan anak pada umumnya baik sebanyak 19 orang (61,3%) dan frekuensi makanan yang kurang sebanyak 12 orang (38,7%). Pola makan menurut jenis bahan makan anak pada umumnya kurang sebanyak 21 orang (67,7%) dan jenis bahan makan yang baik sebanyak 10 orang (32,3%). 69 Media Gizi Pangan, Vol. XIX, Edisi 1, 2015 Status Gizi Tabel 04 Distribusi Status Gizi Menurut BB/TB Status Gizi BB/TB Gemuk Normal Kurus n % 3 25 3 9.7 80.6 9.7 Total 35 100.0 Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa gambaran status gizi menurut indeks BB/TB pada umumnya normal sebanyak 25 orang (80.6.6%), kurus sebanyak 3 orang (9.7%) serta gemuk sebanyak 3 orang (9.7%). PEMBAHASAN Pola makan merupakan tingkah laku manusia atau sekelompok manusia dalam memenuhi kebutuhan akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pilihan makanan. Konsumsi makanan adalah semua makanan dan minuman yang dikonsumsi seseorang dalam jangka waktu tertentu. Anakanak usia sekolah dasar berada pada masa pertumbuhan yang cepat dan sangat aktiv, oleh karena itu mereka membutuhkan makanan yang memenuhi kandungan gizi, baik dari segi kualitas maupun kuantitas (Sulistyoningsih H, 2011). Hasil penelitian mengenai pola makan anak sekolah dilihat dari beberapa aspek yang meliputi frekuensi makan dan jenis bahan makanan. Hasil penelitian ini telah diketahui bahwa pola makan menurut frekuensi makan di SDN Inpres 203 Binanga Sangkara tergolong baik (skor ≥ rata-rata) sebanyak 19 orang (61,3%), dan 12 orang (38,7%) yang tergolong kurang (skor > rata-rata). Pola makan menurut jenis bahan makanan tergolong kurang sebanyak 20 orang (64,5 %). Hal ini dipengaruhi oleh pengetahuan dan ketersediaan bahan pangan dalam rumah tangga yang kurang mencukupi. Penelitian ini sejalan dengan dengan hasil penelitian sebelumnya pada anak sekolah dasar di SD Inpres pajjaiang Kelurahan Sudiang Raya Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar, yang menunjukan pola makan berdasarkan frekuensi makan tergolong baik 17 orang (56.7%) dan 13 orang (43.3%) tergolong cukup (Dg. Ningai 2013). Pola makan yang baik perlu dibentuk sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan 70 Pola Makan, Status Gizi, Anak Sekolah Dasar gizi. Diantaranya memenuhi prinsip gizi seimbang dan sehat, yaitu terdiri dari bahan makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayur-sayuran dan buah-buahan. Mengingat bahwa fungsi makanan bagi tubuh adalah untuk menyediakan tenaga dalam keperluan pertumbuhan, pemeliharaan dan pengganti jaringan yang baik. Pola makan yang tidak baik akan menyebabkan asupan gizi berlebih atau sebaliknya kekurangan, yang akan berdampak terhadap kelebihan berat badan dan penyakit lain yang disebabkan oleh kelebihan zat gizi serta tubuh akan menjadi kurus dan rendah terhadap penyakit. Pola makan di suatu daerah sering kali berubaha-ubah sesuai dengan perubahan kondisi setempat. Kondisi tersebut terdiri dari ketersediaan pangan, adat istiadat, kebiasaan konsumsi dan bantuan atau subsidi terhadap bahan-bahan tertentu (Santoso, 2004). Dari hasil penelitian menunjukan sebagain besar anak sekolah mempunyai frekuensi makan yang baik yaitu sebanyak 19 orang (61,3%). Frekuensi makan merupakan salah satu aspek kebiasaan makan. Frekuensi makan bisa menjadi peluang tingkat kecukupan konsumsi gizi. Artinya, semakin tinggi frekuensi makan seseorang, maka peluang terpenuhinya kecukupan gizi semakin besar (khomsan, 2004). Beberapa faktor yang mempengaruhi frekuensi dan tingkat konsumsi pangan keluarga diantaranya komposisi dan ukuran keluarga yang mencakup umur, jenis kelamin, dan status fisiologi tubuh seperti hamil dan menyusui, tingkat pendidikan, tingkat kesehatan dan pemahaman tentang gizi dan pemantauan pertumbuhan anak khususnya di dalam pemberian makanan dan kesehatannya. Dari kedua tabel pola makan menurut frekuensi makan dan jenis bahan makanan yang sering dikonsumsi, bahwa terlihat berbeda antara pola makan menurut frekuensi makan banyak yang baik sedangkan jenis bahan makanan banyak yang kurang. Hal ini disebabkan makanan yang dimakan individu paling dominan dipengaruhi oleh kebiasaan makan, daya beli dan ketersediaan pangan. Menurut Suharjho, kebiasaan makan yang baik adalah tiga kali sehari. Apabila sehari hanya makan sekali saja, maka konsumsi pangan terutama pada ana-anak dan kebutuhan zat gizi lainnya tidak akan terpenuhi bagaimanapun cara menghidangkannya. Sedangkan menu yang lengkap terdiri dari makanan pokok, sayursayuran, lauk hewani, lauk nabati serta buah- Media Gizi Pangan, Vol. XIX, Edisi 1, 2015 buahan. Menu yang disusun sedemikian itu sudah cukup memenuhi syarat. Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi yang dipengaruhi oleh aspek pola makan dan aspek sosial budaya seperti lingkungan agama dan pendidikan. Status gizi dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik dan lebih (Almatsier, 2004). Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan masyarakat. Namun penanggulanganya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Penyebab timbulnya masalah gizi adalah multifaktor, olek karena itu pendekatan penanggulannya harus melibatkan berbagai sektor yg terkait (Supariasa, dkk, 2002). Pada dasarnya penilaian status gizi dapat di bagi dua cara yaitu secara langsung dan tidak langsung. Penilaian secara langsung meliputi : antropometri, biokimia, klinis, dan biofisik. Penilaian secara tidak langsung meliputi : survei konsumsi makanan, statistik fital, dan faktor ekologi. Pada penelitian ini, Penentuan status gizi anak sekolah dilakukan secara antropometri menggunakan perhitungan Z-score dengan indikator BMI/U (IMT/U) berdasarkan standar/baku WHO ANTRO PLUS (WHO, 2007) Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa status gizi berdasarkan indeks IMT/U anak sekolah dari 31 sampel. Pada umumnya normal sebanyak 25 orang (80.6 %), gemuk sebanyak 3 orang (9.7%), dan kurus sebanyak 3 orang (9.7%). Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya di SD Inpres Borong Jambi I Kelurahan Bangkala Kecamatan Manggala kota Makassar, bahwa dari 55 anak sekolah dasar yang mempunyai status gizi normal sebanyak 47 orang (85.5%), dan yang berstatus gizi kurus sebanyak 8 orang (14.5%) (Maryani, 2007). Kekurangan energi yang berlangsung lama akan mengakibatkan menurunnya berat badan yang akan menyebabkan keadaan gizi kurang. Keadaan gizi tersebut akan mengakibatkan terhambatnya proses tumbuh kembang pada anak. Dampaknya akan terlihat pada saat mencapai usia dewasa, tinggi badannya tidak akan mencapai ukuran normal. Selain itu mudah terkena penyakit infeksi (Depkes, RI). Status gizi sangat berperan terhadap pertumbuhan fisik dan perkembangan mental manusia. Status gizi seseorang secara langsung dipengaruhi oleh keadaan Pola Makan, Status Gizi, Anak Sekolah Dasar kesehatan, kualitas dari makanan yang dikonsumsi. Dari penelitian ini dapat digambarkan bahwa pola makan sangat berpengaruh terhadap status gizi anak sekolah dasar di SDN 203 Inpres Binanga Sangkara Desa Ampekale Kecamatan Bontoa Kabupaten Maros. KESIMPULAN 1. Pola makan menurut frekuensi makan dari 31 sampel terdapat 61,3% yang frekuensi makan baik dan 38,7% yang tergolong kurang. 2. Pola makan menurut jenis bahan makanan dari 31 sampel terdapat 67,7% jenis bahan makanan tergolong kurang dan 32,3% tergolong baik. 3. Status gizi pada anak sekolah berdasarkan indeks IMT/U terdapat 80,6% berstatus gizi baik, 9,7% berstatus gizi gemuk dan 9,7% yang berstatus gizi kurus. SARAN 1. Perlu diberikan penyuluhan dari pihak sekolah, mengenai UKS tentang pentingnya mengonsumsi semua jenis bahan makanan yang bergizi khususnya tentang gizi seimbang. 2. Perlunya partisipasi dari petugas kesehatan dan Dinkes mengenai masalah Gizi dan Pola Makan di Sekolah-sekolah yang diterapkan dalam kegiatan Unit Kesehatan Sekolah (UKS). DAFTAR PUSTAKA Achadi. (2011). Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta; Rajawali Pers. Adriyani, M, Wirjatmadi, B. (2013). Pengantar Gizi Masyarakat. Kenca Prenada Media Group. Almatsier, sunita. (2011). Gizi Seimbang Dalam Daur Kehidupan. Jakarta; Gramedia Pustaka Utama. Astari L. (2006). Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Stunting Anak Usia 6-12 Bulan Di Kabupaten Bogor. (Tesis). Bogor; Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Balitbangkes. (2010). Laporan hasil Riset Kesehatan Nasional. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Depkes RI.2004. Panduan 13 Pesan Dasar Gizi Seimbang. Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI. Jakarta. 71 Media Gizi Pangan, Vol. XIX, Edisi 1, 2015 Depkes. (2004). Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) Mewujudkan Keluarga Cerdas dan Mandiri. Jakarta; Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat. Direktorat Gizi Masyarakat. Depkes. (2008). Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Provinsi Sulawesi Selatan. Jakarta; Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Depkes. (2008). Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Nasional. Jakarta; Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Fanny, dkk. ( 2009). Gizi Dalam Daur Kehidupan. Makassar; Politeknik Kesehatan Makassar Jurusan Gizi. Gibney.(2008). Gizi Kesehatan masyarakat. Jakarta; EGC. Khomsan A. (2003). Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Institut Pertanian Bogor. Maryani. (2007). Pola Makan dan Status Gizi Anak Balita Keluarga Miskin di Desa Lentu Kecamatan Bontoramba Kabupaten Jeneponto. Poltekkes Kemenkes Makassar. Nadimin. (2009). Gambaran Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) dan Status Gizi Anak Balita di Kabupaten Bulukumba. Studi Analisis Data Survei Kadarzi dan PSG 72 Pola Makan, Status Gizi, Anak Sekolah Dasar Sulsel 2009. Media Gizi Pangan 2010; IX.01:69-75 Ningai Dg. (2013). Gambaran Pola Makan dan Asupan Zat Gizi pada Anak Stunting di SD Inpres Pajjaiyang Kelurhan Sudiang Raya Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar. Poltekkes Kemenkes Makassar. RahayuLS. (2011). Hubungan Pendidikan Orang Tua Dengan Perubahan Status Stunting Dari Usia 6-12 Bulan Ke Usia 3-4 Tahun. Proseding Penelitian Bidang Ilmu Eksakta Indonesia 2011; 103-115. Riyadi H. (2006). Penilaian Status Gizi. Jakarta. Penerbit Penebar Swadaya. Santoso S dan Ranti A L. (2004). Kesehatan & Gizi. PT. Rineka Cipta. Jakarta. Sulistyoningsih H. (2011). Gizi untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Graha Ilmu. Yogyakarta. Supariasa, I.D.N, dkk.(2002). Penilaian Status Gizi. Jakarta; EGC. Widajanti Laksmi, (2009). Survey Konsumsi. Penerbit BP UNDIP. Semarang Word Health Organization. (2007). Tabel Referensi WHO Antro. 2007. Makassar. Politeknik Kesehatan Makassar Jurusan Gizi.