pola makan dan status gizi pada anak sdn 203 inpres binanga

advertisement
Media Gizi Pangan, Vol. XIX, Edisi 1, 2015
Pola Makan, Status Gizi, Anak Sekolah Dasar
POLA MAKAN DAN STATUS GIZI
PADA ANAK SDN 203 INPRES BINANGA SANGKARA
DI DESA AMPEKALE KECAMATAN BONTOA
KABUPATEN MAROS
1
1
1
Sitti Saharia Rowa , Lydia Fanny , Manjilala ,Sukmawati
1
Jurusan Gizi, Politeknik Kesehatan Kemenkes, Makassar
1
Abstract
Background: Nutritional problems faced by Indonesia more complete with the presence
of multiple nutritional problems. The success of a nation's development is influenced by
the quality of human resources. School children is one of the groups vulnerable to
malnutrition because of inadequate intake.
Objective: This study aims to describe the diet and nutritional status in children SDN
Binanga Sangkara Instruction 203 in the Village District of Bontoa Kababupaten
Ampekale Maros.
Methods: This study is a descriptive study. Samples were schoolchildren class II to class
V, amounting to 31 203 people at SDN Instruction Binanga Sangkara Ampekale Village
district. Bontoa Kab. Maros were selected by purposive sampling. Data on diet diproleh
using interviews of a sample of the questionnaire instrument FFQ (Food Frequency).
Assessment of nutritional status was done manually with the anthropometric
measurement of weight and height.
Results: The results of 31 samples showed that the diet according to the frequency of
eating good 61.3%, 38.7% less. Diet according to the type of food either 32.3%, 67.7%
less. Nutritional status based on BMI index /U 80.6% of normal nutritional status, 9.7%
fat, 9.7% underweight.
Conclusion:: Order status of children nutrition and diet to be indonesian school produces
the better human resources and quality problems getting reduced nutrition in indonesia.
Suggestion: It is suggested to the school and local health authorities to provide
education about the importance of eating nutritious foods, especially about balanced
nutrition.
Keywords: nutritional status, Diet and Children School
PENDAHULUAN
Masalah gizi yang dihadapi oleh bangsa
Indonesia sudah menjadi semakin lengkap
dengan adanya istilah beban ganda maslah
gizi. Keberhasilan suatu bangsa bergantung
pada bngsa itu sendiri dalam membangun
kesejahteraan masyarakatnya yakni melalui
ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM)
yang berkualitas, yaitu yang memiliki fisik yang
tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang
prima serta cerdas. Pada kenyataannya
kualitas SDM ditentukan oleh status gizi yang
baik (Adrian, 2013).
Masalah gizi secara umum meningkat
dengan cepat di berbagai belahan dunia
menuju proporsi endemik. Data Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2010
menunjukkan bahwadi Indonesia status gizi
anak usia 6-18 tahun sebanyak 35,4%
tergolong sangat pendek, sebanyak 66,6%
tergolong pendek, sebanyak 4,6 % tergolong
67
Media Gizi Pangan, Vol. XIX, Edisi 1, 2015
sangat kurus sebanyak 9,1%, sebanyak 22,1%
dan sebanyak 13,1% tergolong gemuk.
Jumlah anak yang mengalami gizi buruk
terus dilaporkan dibeberapa daerah di
Indonesia. Secara nasional, jumlah anak
mengalami gizi buruk di Indonesia 8,80 %,
dibeberapa daerah ditemukan lebih tinggi
bahkan lebih 10%, Sulawesi Selatan angka
kejadian gizi buruk mencapai 8,6 %, dan gizi
kurang 21,5 % (Susenas, 2005). Data dari
Dinas Kesehatan Propinsi Sulsel (2006)
menyebutkan bahwa kabupaten dengan
prevalensi kurang gizi tinggi (diatas 30%)
antara lain Kabupaten Maros, Takalar,
Pangkep, Jeneponto, Luwu dan Selayar.
Sejalan dengan data tersebut survei gizi dan
kesehatan di Kabupaten Maros tahun 2005
diperoleh angka kurang gizi 34,3% (9,6% gizi
buruk dan 24,7% gizi kurang).
Sulawesi Selatan adalah salah satu
provinsi di Indonesia yang memilki masalah
gizi pada anak usia 6-18 tahun tidak jauh
berbeda dari angka nasional yaitu sebanyak
33,1% tergolong sangat pendek, sebanyak
81,5% tergolong pendek, sebanyak 9,8%
tergolong sangat kurus, sebanyak 29,1%
tergolong kurus dan sebanyak 7,3% tergolong
gemuk (Balitbangkes, 2010).
Berdasarkan bagan alur UNICEF 1988
dalam Aritonang 2010, penyebab langsung
masalah gizi kurang adalah makan tidak
seimbang dan penyakit infeksi. Makan yang
tidak seimbang dipengaruhi oleh berbagai
faktor, salah satu diantaranya adalah pola
makan yang tidak baik. Seseorang yang
memiliki pola makan yang tidak baik akan
berisiko mengalami gangguan gizi seperti gizi
buruk, gizi kurang, dan gizi lebih, (Aritonang,
2010).
Pola makan merupakan salah satu cara
yang dapat dilakukan untuk mengurangi
terjadinya masalah gizi. Gizi sangat penting
untuk menjaga kesehatan dan mencegah
penyakit. Faktor kekurangan gizi muncul akibat
salah pola makan seperti kelebihan makan
atau makan makanan yang kurang seimbang.
Berbagai jenis penyakit degenerative yang
ditimbulkan oleh pola makan yang tidak baik
diantaranya
diabetes
militus,
kanker,
hipertensi, dan penyakit jantung. Menghindari
penyakit akibat pola makan yang kurang
sehat, diperlukan suatu pedoman bagi
individu, keluarga, atau masyarakat tentang
pola makan yang sehat. Untuk membentuk
pola makan yang baik, sebaiknya dilakukan
sejak masa kanak-kanak karena hal ini akan
terbawa hingga dewasa. Namun, sebagai
pengasuh harus mengetahui faktor faktor yang
68
Pola Makan, Status Gizi, Anak Sekolah Dasar
dapat membentuk pola makan anak seperti
faktor budaya, agama, sosial ekonomi,
kesehatan, dan lingkungan tempat tinggal
(Adriani, 2013).
Anak usia sekolah dasar dikatakan
sebagai anak berumur 6-12 tahun yang
merupakan masa emas yang kedua dengan
karakteristik masa pertumbuhan yang relatif
tetap. Masalah gizi pada anak sekolah dapat
dipengaruhi oleh kekurangan berbagai macam
zat gizi, tidak cukupnya asupan zat gizi
tersebut seperti protein, kalsium dan lain-lain
akan beresiko terjadinya gangguan gizi dan
kesehatan lainnya (Fanny, dkk. 2009).
Sekolah Dasar Negeri 203 Inpres
Binanga Sangkara merupakan salah satu SD
di Desa Ampekale Kecamatan Bontoa
Kabupaten Maros yang memiliki masalah gizi
pada anak sekolah dasar yaitu sebanyak 10,0
% yang berstatus gizi kurang. Dari beberapa
desa yang ada di kabupaten Bontoa bahkan
ditemukan masalah gizi yang lebih tinggi dari
desa ampekale yaitu 10,5 %. Berdasarkan
hasil penggumpulan data antropometri dari
beberapa sekolah yang ada di desa-desa di
kecamatan Bontoa, menyebutkan bahwa desa
Ampekale menduduki urutan ketiga yang
memiliki masalah gizi. Oleh karena itu peneliti
ingin melakukan penelitian tentang Gambaran
Pola Makan dan Status Gizi pada Anak SDN
203 Inpres Binanga Sangkara di Desa
Ampekale Kecamatan Bontoa Kabupaten
Maros.
METODE PENLITIAN
Penelitian
ini
adalah
penelitian
deskriptif yang akan menilai gambaran pola
makan dan status gizi pada anak SDN 203
Inpres Binanga Sangkara di Desa Ampekale
Kecamatan Bontoa Kabupaten Maros. Waktu
penelitian pada bulan November 2013 sampai
bulan Juli 2014.
Sampel adalah anak sekolah dasar
berjumlah 31 orang di SDN 203 Inpres
Binanga Sangkara. Dengan kriteria: anak
kelas II sampai kelas V yang berjumlah 31
orang, Bersedia diwawancarai atau menjadi
responden, Anak sekolah yang menetap di
wilayah penelitian (desa Ampekale).
Teknik
yang
digunakan
dalam
penelitian ini adalah Purpossive Sampling
yaitu salah satu teknik pengumpulan sampel
dengan cara memilih sampel diantara populasi
sesuai dengan kriteria sampel yang telah
ditentukan oleh peneliti.
Media Gizi Pangan, Vol. XIX, Edisi 1, 2015
Pola Makan, Status Gizi, Anak Sekolah Dasar
Instrumen penelitian yang digunakan
adalah menggunakan lembar kuesioner dan
alat ukur tinggi badan dan tinggi badan. Data
mengenai pola makan dikumpulkan dengan
menggunakan metode wawancara terhadap
responden dengan instrumen kuesioner.
Penelitian mengenai status gizi dilakukan
dengan menggunakan antropometri yaitu
melakukan pengukuran berat badan dan tinggi
badan. Setelah data terkumpul penelit
melakukan pengolahan data antara lain
editing, coding, tabulasi dan narasi.
HASIL PENELITIAN
Karakateristik Sampel
Tabel 01
Distribusi Sampel berdasarkan Jenis kelamin
dan Umur
Jenis Kelamin
n
%
Laki-laki
Perempuan
Total
Umur Anak
7-8 tahun
9-10 tahun
11-12 tahun
Total
17
14
31
n
4
21
6
31
54.8
45.2
100.0
%
12.9
67.8
19.3
100.0
Berdasarkan data primer diatas pada
umumnya jumlah anak laki-laki sebanyak 17
orang (54,8%) dan anak perempuan sebanyak
14 orang (45,2%). Berdasarkan umur anak
diketahui bahwa umur 7 sampai 8 tahun
sebanyak 4 orang (12,9%), 9-10 tahun 21
orang (67,8%), dan 11-12 tahun sebanyak 6
orang (19,31%).
Karakteristik Responden
Tabel 02
Distribusi Sampel berdasarkan Pekerjaan ayah dan Ibu
Pekerjaan Ayah
n
%
Karyawan swasta
Pedagang/pengusaha
Petani/Nelayan
1
1
29
3.2
3.2
90.6
Total
31
100.0
Berdasarkan data primer diatas
diketahui bahwa pada umumnya pekerjaan
ayah masing-masing sebagai karyawan
swasta sebanyak 1 orang (3,1%), dan nelayan
sebanyak 12 orang (36,4%), pengusaha
sebanyak 1 orang (3,1 %) dan petani atau
nelayan sebanyak 29 orang (29 %). Pada
umumnya pekerjaan ibu adalah sebagai ibu
rumah tangga yaitu sebanyak 31 orang
(100%).
Pola Makan
Tabel 03
Distribusi Sampel berdasarkan Pola Makan
menurut Frekuensi Makan dan Pola Makan
Menurut Jenis Bahan Makanan
Pekerjaan ibu
IRT
Total
Frekuensi
Makan
n
%
Baik
Kurang
19
12
Total
31
n
%
31
100
31
100.0
Jenis Bahan
Makanan
n
%
61.3
38.7
Baik
Kurang
10
21
32.3
67.7
100
Total
31
100
Berdasarkan hasil penelitian dapat
diketahui bahwa pola makan menurut
frekuensi makan anak pada umumnya baik
sebanyak 19 orang (61,3%) dan frekuensi
makanan yang kurang sebanyak 12 orang
(38,7%). Pola makan menurut jenis bahan
makan anak pada umumnya kurang sebanyak
21 orang (67,7%) dan jenis bahan makan yang
baik sebanyak 10 orang (32,3%).
69
Media Gizi Pangan, Vol. XIX, Edisi 1, 2015
Status Gizi
Tabel 04
Distribusi Status Gizi Menurut BB/TB
Status Gizi
BB/TB
Gemuk
Normal
Kurus
n
%
3
25
3
9.7
80.6
9.7
Total
35
100.0
Berdasarkan hasil penelitian ini
diketahui bahwa gambaran status gizi menurut
indeks BB/TB pada umumnya normal
sebanyak 25 orang (80.6.6%), kurus sebanyak
3 orang (9.7%) serta gemuk sebanyak 3 orang
(9.7%).
PEMBAHASAN
Pola makan merupakan tingkah laku
manusia atau sekelompok manusia dalam
memenuhi kebutuhan akan makan yang
meliputi sikap, kepercayaan dan pilihan
makanan. Konsumsi makanan adalah semua
makanan dan minuman yang dikonsumsi
seseorang dalam jangka waktu tertentu. Anakanak usia sekolah dasar berada pada masa
pertumbuhan yang cepat dan sangat aktiv,
oleh karena itu mereka membutuhkan
makanan yang memenuhi kandungan gizi,
baik dari segi kualitas maupun kuantitas
(Sulistyoningsih H, 2011).
Hasil penelitian mengenai pola makan
anak sekolah dilihat dari beberapa aspek yang
meliputi frekuensi makan dan jenis bahan
makanan. Hasil penelitian ini telah diketahui
bahwa pola makan menurut frekuensi makan
di SDN Inpres 203 Binanga Sangkara
tergolong baik (skor ≥ rata-rata) sebanyak 19
orang (61,3%), dan 12 orang (38,7%) yang
tergolong kurang (skor > rata-rata). Pola
makan menurut jenis bahan makanan
tergolong kurang sebanyak 20 orang (64,5
%). Hal ini dipengaruhi oleh pengetahuan dan
ketersediaan bahan pangan dalam rumah
tangga yang kurang mencukupi.
Penelitian ini sejalan dengan dengan
hasil penelitian sebelumnya pada anak
sekolah dasar di SD Inpres pajjaiang
Kelurahan
Sudiang
Raya
Kecamatan
Biringkanaya
Kota
Makassar,
yang
menunjukan
pola
makan
berdasarkan
frekuensi makan tergolong baik 17 orang
(56.7%) dan 13 orang (43.3%) tergolong cukup
(Dg. Ningai 2013).
Pola makan yang baik perlu dibentuk
sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan
70
Pola Makan, Status Gizi, Anak Sekolah Dasar
gizi. Diantaranya memenuhi prinsip gizi
seimbang dan sehat, yaitu terdiri dari bahan
makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati,
sayur-sayuran dan buah-buahan. Mengingat
bahwa fungsi makanan bagi tubuh adalah
untuk menyediakan tenaga dalam keperluan
pertumbuhan, pemeliharaan dan pengganti
jaringan yang baik.
Pola makan yang tidak baik akan
menyebabkan asupan gizi berlebih atau
sebaliknya kekurangan, yang akan berdampak
terhadap kelebihan berat badan dan penyakit
lain yang disebabkan oleh kelebihan zat gizi
serta tubuh akan menjadi kurus dan rendah
terhadap penyakit. Pola makan di suatu
daerah sering kali berubaha-ubah sesuai
dengan perubahan kondisi setempat. Kondisi
tersebut terdiri dari ketersediaan pangan, adat
istiadat, kebiasaan konsumsi dan bantuan atau
subsidi
terhadap
bahan-bahan
tertentu
(Santoso, 2004).
Dari hasil penelitian menunjukan
sebagain besar anak sekolah mempunyai
frekuensi makan yang baik yaitu sebanyak 19
orang (61,3%). Frekuensi makan merupakan
salah satu aspek kebiasaan makan. Frekuensi
makan
bisa
menjadi
peluang
tingkat
kecukupan konsumsi gizi. Artinya, semakin
tinggi frekuensi makan seseorang, maka
peluang terpenuhinya kecukupan gizi semakin
besar (khomsan, 2004). Beberapa faktor yang
mempengaruhi frekuensi dan tingkat konsumsi
pangan keluarga diantaranya komposisi dan
ukuran keluarga yang mencakup umur, jenis
kelamin, dan status fisiologi tubuh seperti
hamil dan menyusui, tingkat pendidikan,
tingkat kesehatan dan pemahaman tentang
gizi dan pemantauan pertumbuhan anak
khususnya di dalam pemberian makanan dan
kesehatannya.
Dari kedua tabel pola makan menurut
frekuensi makan dan jenis bahan makanan
yang sering dikonsumsi, bahwa terlihat
berbeda antara pola makan menurut frekuensi
makan banyak yang baik sedangkan jenis
bahan makanan banyak yang kurang. Hal ini
disebabkan makanan yang dimakan individu
paling dominan dipengaruhi oleh kebiasaan
makan, daya beli dan ketersediaan pangan.
Menurut Suharjho, kebiasaan makan
yang baik adalah tiga kali sehari. Apabila
sehari hanya makan sekali saja, maka
konsumsi pangan terutama pada ana-anak
dan kebutuhan zat gizi lainnya tidak akan
terpenuhi
bagaimanapun
cara
menghidangkannya. Sedangkan menu yang
lengkap terdiri dari makanan pokok, sayursayuran, lauk hewani, lauk nabati serta buah-
Media Gizi Pangan, Vol. XIX, Edisi 1, 2015
buahan. Menu yang disusun sedemikian itu
sudah cukup memenuhi syarat.
Status gizi merupakan keadaan tubuh
sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi yang dipengaruhi oleh
aspek pola makan dan aspek sosial budaya
seperti lingkungan agama dan pendidikan.
Status gizi dibedakan antara status gizi buruk,
kurang, baik dan lebih (Almatsier, 2004).
Masalah gizi pada hakikatnya adalah
masalah kesehatan masyarakat. Namun
penanggulanganya tidak dapat dilakukan
dengan pendekatan medis dan pelayanan
kesehatan saja. Penyebab timbulnya masalah
gizi adalah multifaktor, olek karena itu
pendekatan penanggulannya harus melibatkan
berbagai sektor yg terkait (Supariasa, dkk,
2002).
Pada dasarnya penilaian status gizi
dapat di bagi dua cara yaitu secara langsung
dan tidak langsung. Penilaian secara langsung
meliputi : antropometri, biokimia, klinis, dan
biofisik. Penilaian secara tidak langsung
meliputi : survei konsumsi makanan, statistik
fital, dan faktor ekologi. Pada penelitian ini,
Penentuan status gizi anak sekolah dilakukan
secara
antropometri
menggunakan
perhitungan Z-score dengan indikator BMI/U
(IMT/U) berdasarkan standar/baku WHO
ANTRO PLUS (WHO, 2007)
Berdasarkan hasil penelitian dapat
diketahui bahwa status gizi berdasarkan
indeks IMT/U anak sekolah dari 31 sampel.
Pada umumnya normal sebanyak 25 orang
(80.6 %), gemuk sebanyak 3 orang (9.7%),
dan kurus sebanyak 3 orang (9.7%).
Penelitian ini sejalan dengan hasil
penelitian sebelumnya di SD Inpres Borong
Jambi I Kelurahan Bangkala Kecamatan
Manggala kota Makassar, bahwa dari 55 anak
sekolah dasar yang mempunyai status gizi
normal sebanyak 47 orang (85.5%), dan yang
berstatus gizi kurus sebanyak 8 orang (14.5%)
(Maryani, 2007).
Kekurangan energi yang berlangsung
lama akan mengakibatkan menurunnya berat
badan yang akan menyebabkan keadaan gizi
kurang.
Keadaan
gizi
tersebut
akan
mengakibatkan terhambatnya proses tumbuh
kembang pada anak. Dampaknya akan terlihat
pada saat mencapai usia dewasa, tinggi
badannya tidak akan mencapai ukuran normal.
Selain itu mudah terkena penyakit infeksi
(Depkes, RI).
Status gizi sangat berperan terhadap
pertumbuhan fisik dan perkembangan mental
manusia. Status gizi seseorang secara
langsung
dipengaruhi
oleh
keadaan
Pola Makan, Status Gizi, Anak Sekolah Dasar
kesehatan, kualitas dari makanan yang
dikonsumsi. Dari penelitian
ini dapat
digambarkan bahwa pola makan sangat
berpengaruh terhadap status gizi anak sekolah
dasar di SDN 203 Inpres Binanga Sangkara
Desa
Ampekale
Kecamatan
Bontoa
Kabupaten Maros.
KESIMPULAN
1. Pola makan menurut frekuensi makan dari
31 sampel terdapat 61,3% yang frekuensi
makan baik dan 38,7% yang tergolong
kurang.
2. Pola makan menurut jenis bahan makanan
dari 31 sampel terdapat 67,7% jenis bahan
makanan tergolong kurang dan 32,3%
tergolong baik.
3. Status
gizi
pada
anak
sekolah
berdasarkan indeks IMT/U terdapat 80,6%
berstatus gizi baik, 9,7% berstatus gizi
gemuk dan 9,7% yang berstatus gizi
kurus.
SARAN
1. Perlu diberikan penyuluhan dari pihak
sekolah,
mengenai
UKS
tentang
pentingnya mengonsumsi semua jenis
bahan makanan yang bergizi khususnya
tentang gizi seimbang.
2. Perlunya
partisipasi
dari
petugas
kesehatan dan Dinkes mengenai masalah
Gizi dan Pola Makan di Sekolah-sekolah
yang diterapkan dalam kegiatan Unit
Kesehatan Sekolah (UKS).
DAFTAR PUSTAKA
Achadi. (2011). Gizi dan Kesehatan
Masyarakat. Jakarta; Rajawali Pers.
Adriyani, M, Wirjatmadi, B. (2013). Pengantar
Gizi Masyarakat. Kenca Prenada
Media Group.
Almatsier, sunita. (2011). Gizi Seimbang
Dalam Daur Kehidupan. Jakarta;
Gramedia Pustaka Utama.
Astari L. (2006). Faktor-faktor yang
Berpengaruh Terhadap Kejadian
Stunting Anak Usia 6-12 Bulan Di
Kabupaten Bogor. (Tesis). Bogor;
Program Pasca Sarjana. Institut
Pertanian Bogor.
Balitbangkes. (2010). Laporan hasil Riset
Kesehatan Nasional. Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Depkes RI.2004. Panduan 13 Pesan Dasar
Gizi Seimbang. Direktorat Bina Gizi
Masyarakat Depkes RI. Jakarta.
71
Media Gizi Pangan, Vol. XIX, Edisi 1, 2015
Depkes. (2004). Keluarga Sadar Gizi
(KADARZI) Mewujudkan Keluarga
Cerdas dan Mandiri. Jakarta;
Direktorat Jendral Bina Kesehatan
Masyarakat. Direktorat Gizi
Masyarakat.
Depkes. (2008). Laporan Hasil Riset
Kesehatan Dasar Provinsi Sulawesi
Selatan. Jakarta; Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Depkes. (2008). Laporan Hasil Riset
Kesehatan Dasar Nasional. Jakarta;
Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Fanny, dkk. ( 2009). Gizi Dalam Daur
Kehidupan. Makassar; Politeknik
Kesehatan Makassar Jurusan Gizi.
Gibney.(2008). Gizi Kesehatan masyarakat.
Jakarta; EGC.
Khomsan A. (2003). Pangan dan Gizi untuk
Kesehatan. Institut Pertanian Bogor.
Maryani. (2007). Pola Makan dan Status Gizi
Anak Balita Keluarga Miskin di Desa
Lentu Kecamatan Bontoramba
Kabupaten Jeneponto. Poltekkes
Kemenkes Makassar.
Nadimin. (2009). Gambaran Keluarga Sadar
Gizi (KADARZI) dan Status Gizi Anak
Balita di Kabupaten Bulukumba. Studi
Analisis Data Survei Kadarzi dan PSG
72
Pola Makan, Status Gizi, Anak Sekolah Dasar
Sulsel 2009. Media Gizi Pangan 2010;
IX.01:69-75
Ningai Dg. (2013). Gambaran Pola Makan dan
Asupan Zat Gizi pada Anak Stunting di
SD Inpres Pajjaiyang Kelurhan Sudiang
Raya Kecamatan Biringkanaya Kota
Makassar. Poltekkes Kemenkes
Makassar.
RahayuLS. (2011). Hubungan Pendidikan
Orang Tua Dengan Perubahan
Status Stunting Dari Usia 6-12 Bulan Ke
Usia 3-4 Tahun. Proseding Penelitian
Bidang Ilmu Eksakta Indonesia 2011;
103-115.
Riyadi H. (2006). Penilaian Status Gizi.
Jakarta. Penerbit Penebar Swadaya.
Santoso S dan Ranti A L. (2004). Kesehatan &
Gizi. PT. Rineka Cipta. Jakarta.
Sulistyoningsih H. (2011). Gizi untuk
Kesehatan Ibu dan Anak. Graha Ilmu.
Yogyakarta.
Supariasa, I.D.N, dkk.(2002). Penilaian Status
Gizi. Jakarta; EGC.
Widajanti Laksmi, (2009). Survey Konsumsi.
Penerbit BP UNDIP. Semarang
Word Health Organization. (2007). Tabel
Referensi WHO Antro. 2007. Makassar.
Politeknik Kesehatan Makassar Jurusan
Gizi.
Download