bab ii tinjauan pustaka

advertisement
 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori Keputusan Keuangan
Konsep manajerial pada perusahaan publik memiliki tujuan untuk
memaksimumkan kemakmuran pemegang saham atau stockholder (Brigham dan
Gapenski, 1996, dalam Wahidahwati, 2002). Tujuan tersebut seringkali hanya
bisa dicapai apabila pemilik modal menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada
para profesional (manajerial) atau sering disebut agen, karena pemilik modal
memiliki banyak keterbatasan
Maka dari itu, Manajer diharapkan melakukan tindakan yang terbaik bagi
perusahaan dengan memaksimumkan nilai perusahaan sehingga kemakmuran
dapat dicapai (Jensen dan Meckling, 1976, dalam Wahidahwati, 2002). Para
profesional ini akan bertanggung jawab terhadap: 1) keputusan alokasi dana baik
yang berasal dari dalam perusahaan maupun dari luar perusahaan untuk investasi,
2) keputusan pembelanjaan, dan 3) keputusan deviden.
Secara umum menurut para pakar, inti dari fungsi manajemen keuangan
ialah menghasilkan tiga keputusan keuangan yaitu keputusan investasi, keputusan
pendanaan, dan kebijakan dividen. Ketiga keputusan tersebut diimplementasikan
dalam kegiatan sehari-hari perusahaan untuk meningkatkan nilai perusahaan.
1. Keputusan Investasi
Keputusan investasi adalah masalah bagaimana manajer keuangan harus
mengalokasikan dana kedalam bentuk – bentuk investasi yang akan
19
20
dapat mendatangkan keuntungan di masa yang akan datang. Bentuk, macam
dan komposisi dari investasi tersebut akan mempengaruhi dan menunjang
tingkat
keuntungan di masa depan yang diharapkan dari investasi tersebut tidak
dapat diperkirakan secara pasti.
2. Keputusan Pendanaan
Keputusan
pendanaan ini sering disebut sebagai kebijakan struktur modal. Pada
keputusan
ini manajer keuangan dituntut untuk mempertimbangkan dan
menganalisis kombinasi dari sumber – sumber dana yang ekonomis bagi
perusahaan guna membelanjai kebutuhan – kebutuhan investasi serta kegiatan
usahanya.
3. Kebijakan Dividen
Dividen merupakan bagian keuntungan yang dibayarkan oleh perusahaan
kepada para pemegang saham. Oleh Karena itu deviden ini merupakan bagian
dari peghasilan yang diharapkan oleh pemegang saham.
Menurut Sutrisno (2005 :5-6) Fungsi manajemen keuangan terdiri dari
tiga keputusan utama yang harus dilakukan oleh suatu perusahaan diantaranya:
1. Keputusan investasi
Keputusan investasi merupakan masalah bagai mana manjer keuangan harus
mengalokasikan
dana
dalam
bentuk–bentuk
menguntungkan di masa yang akan datang.
investasi
yang
akan
21
2. Keputusan pendanaan
Keputusan pendanaan ini sering disebut sebagai kebijakan struktur
keuangan
dituntut untuk mempertimbangkan dan menganalisis kombinasi
dari sumber–sumber dana yang ekonomis bagi perusahaan guna
membelanjai kebutuhan-kebutuhan investasi serta kegiatan usahanya.
3. Keputusan
deviden
Keputusan
deviden merupakan keputusan manajemen keuangan untuk
menentukan:
a. Besarnya prosentase laba yang dibagikan kepada para pemegang
saham dalam bentuk cash deviden.
b. Stabilitas deviden yang dibagikan
c. Deviden saham (Stock deviden) dan Pemecahan saham (Stock Split)
d. Penarikan kembali saham yang beredar yang semuanya di tunjukan
untuk meningkatkan kemakmuran para pemegang saham.
2.2 Tinjauan Keputusan Pendanaan
Keputusan pendanaan akan tercermin pada sisi passiva perusahaan.
Apabila kita hanya memperhatikan dana yang tertanam dalam jangka waktu yang
lama, maka perbandingan tersebut disebut sebagai struktur modal. Apabila
diperhatikan baik dana jangka pendek maupun jangka panjang perbandingannya
disebut sebagai struktur finansial. Keputusan pendanaan mempengaruhi kedua
struktur tersebut.
22
Kebijakan pendanaan suatu perusahaan ditentukan oleh tingkat kebutuhan
investasi. Manajemen akan mencari dana untuk mendanai investasi tersebut.
Higgins
(2007:199) menyatakan bahwa kebijakan pendanaan harus dilakukan
sesuai dengan kebutuhan perusahaan, apakah harus mengajukan pinjaman atau
menerbitkan saham baru. Hal ini karena kebijakan pendanaan mempengaruhi nilai
perusahaan.
Menurut
Pecking Order Theory, perusahaan akan menggunakan
pendanaan internal jika tersedia (Brealey dan Myers, 2004:516). Namun, jika
dana internal tidak mencukupi, maka manajemen akan mencari sumber dana
eksternal. Pada saat pendanaan eksternal dibutuhkan, perusahaan terlebih dahulu
akan menerbitkan sekuritas yang paling aman yaitu perusahaan akan mulai dari
hutang kemudian sekuritas campuran seperti obligasi konvertibel, kemudian
ekuitas sebagai langkah terakhir.
Berdasarkan Balance Theory, struktur modal yang optimal dibentuk
dengan menyeimbangkan manfaat dari penghematan Pajak atas penggunaan utang
terhadap biaya kebangkrutan (Myers 1984; dan Brigham & Gapenski, 1996).
Balance theory memprediksi suatu hubungan variabilitas pendapatan
dan
penggunaan utang. Konsisten dengan balance theory, Theis dan Klock (1992),
menyatakan bahwa variabilitas pendapatan berpengaruh negatif terhadap hutang
jangka panjang, namun Titman dan Wessels (1988) tidak mendukung harapan
teoritisnya bahwa modal dipengaruhi oleh perlindungan
variabilitas pendapatan dan pertumbuhan perusahaan.
pajak terutang,
23
Van Horne (1998) menjelaskan bahwa keputusan pendanaan, yaitu
menentukan sumber daya yang akan digunakan, menentukan perimbangan
pembelanjaan
yang terbaik, atau menentukan struktur modal yang optimal.
Apakah perusahaan akan menggunakan sumber ekstern yang berasal dari utang
atau emisi obligasi atau menggunakan sumber intern, yaitu dengan emisi saham
baru.
Menurut Husnan (1998), keputusan pendanaan adalah keputusan tentang
berapa banyak hutang akan digunakan, dalam bentuk apa hutang dan modal
sendiri akan ditarik, dan kapan akan memperoleh dana-dana tersebut.
2.2.1 Sumber-Sumber Dana Perusahaan
2.2.1.1 Sumber Dana Menurut Asalnya
1. Sumber Intern
Sumber dana ditinjau dari asalnya pada dasarnya dibedakan menjadi
sumber intern (internal sources) dan sumber extern (external sources). Dana yang
berasal dari sumber intern adalah dana atau modal yang dibentuk atau dihasilkan
sendiri di dalam perusahaan seperti laba ditahan (retained earning) dan
penyusutan (depreciation).
Besarnya laba ditahan/cadangan dipengaruhi oleh besarnya laba yang
diperoleh selama periode tertentu,dividend policy dan plowing back policy yang
dijalankan oleh perusahaan. Meskipun jumlah laba yang diperoleh selama periode
tertentu besar, tetapi oleh karena perusahaan mengambil kebijakan bahwa
sebagian besar dari laba tersebut dibagikan sebagai deviden, maka bagian laba
yang ditahan akan kecil jumlahnya, dan sebaliknya laba ditahan akan cenderung
24
besar kalau perusahaan mengambil kebijakan penanaman kembali dalam
perusahaan yang besar.
Sumber intern selain berasal dari laba ditahan/cadangan juga berasal dari
depresiasi. Besarnya depresiasi setiap tahunnya tergantung pada metode
depresiasi yang digunakan oleh perusahaan yang bersangkutan. Sementara
sebelum
depresiasi tersebut digunakan untuk mengganti aktiva tetap yang akan
diganti,
dapat digunakan untuk membelanjai perusahaan meskipun waktunya
terbatas sampai saat penggantian tersebut. Selama waktu itu depresiasi merupakan
sumber dana atau modal di dalam perusahaannya sendiri.
2. Sumber Ekstern
Sumber ekstern (external sources) adalah sumber yang berasal dari luar
perusahaan, Dana yang berasal dari sumber ekstern adalah dana yang berasal dari
para kreditur dan peserta atau pengambil bagian di dalam perusahaan. Dana atau
modal yang berasal dari para kreditur adalah merupakan hutang bagi perusahaan
yang bersangkutan dan modal yang berasal dari kreditur tersebut ialah apa yang
disebut modal asing. Metode pembelanjaan dengan menggunakan modal asing
disebut pembelanjaan asing atau pembelanjaan dengan hutang (debt financing).
Ada dasarnya pihak-pihak pemberi dana atau modal ekstern yang utama
dapat digolongkan dalam 3 golongan yaitu : 1) supplier, 2) Bank dan 3) pasar
modal. Supplier memberikan dana kepada suatu perusahaan di dalam bentuk
penjualan barang secara kredit. Bank adalah lembaga kredit yang mempunyai
tugas utama memberikan kredit di samping pemberian jasa-jasa lain di bidang
keuangan.
25
Pasar Modal (capital market), adalah merupakan sumber dana ekstern bagi
suatu perusahaan, dimana pasar modal didefiisikan adalah suatu pengertian
abstrak
yang mempertemukan dua kelompok yang saling berhadapan tetapi yang
kepentingannya saling mengisi, yaitu alon pemodal (investor) disatu pihak dan
emiten yang membutuhkan dana jangka menengah atau jangka panjang.
2.2.1.2
Sumber Dana Menurut Jangka Waktunya
1. Sumber
Dana Jangka Pendek
Sumber dana pendek merupakan sumber dana yang tertanam di dalam
perusahaan maksimum satu tahun. Ada beberapa jenis sumber dana jangka
pendek
yang
sering
dipergunakan
oleh
perusahaan
seperti
:accrual
account, hutang dagang, hutang bank, commercial paper, factoring, dan lainlainnya.
Accrual Account, adalah merupakan jenis hutang bebas bunga, seperti
misalnya kebiasaan perusahaan membayar gaji karyawannya mingguan, atau
bulanan. Dengan demikian dalam neracanya akan tampak rekening upah sebagai
hutang gaji yang belum dibayarkan, Rekening ini akan meningkat secara otomatis
jika kegiaatan perusahaan juga meningkat. Sebelum waktu pembayar gaji
tersebut, perusahaan dapat menggunakan dana tersebut tanpa biaya bunga, dalam
arti bahwa perusahaan tidak perlu membayar bunga atas hutang gaji. Hutang
Dagang, adalah sumber pembiayaan jangka pendek yang paling besar bagi
perusahaan.
Hutang Bank, adalah sumber dana jangka pendek yang biasanya
dikeluarkan oleh bank-bank komersial. Biaya hutang jangka pendek ini sangat
26
bervariasi untuk berbagai peminjam pada suatu waktu tertentu. Commercial
Paper, satu bentuk promissory note tanpa jaminan yang dikeluarkan oleh
perusahaan
besar, profitable dan dijual kepada perusahaan lain seperti asuransi,
pensiun funds, money market mutual funds dan kepada bank. Commercial paper
ini biasanya dikeluarkan dalam satuan yang relatif besar dengan dengan bunga
lebih rendah dari pada prime rate.
yang
Factoring yang sering diterjemahkan dengan anjak piutang
yang
dimaksud deangan perusahaan anjak piutang adalah badan usaha yang melakukan
usaha pembiayaan dalam bentuk pembelian dan atau pengalihan serta pengurusan
piutang atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan
dalam atau luar negeri, di samping penatausahaan penjualan kredit serta
penagihan piutang perusahaan nasabah.
2.Sumber Dana Jangka Menengah
Sumber dana jangka menengah adalah merupakan sumber dana yang
tertanam di dalam perusahaan lebih dari 1 (satu) tahun dan kurang dari 10
(sepuluh) tahun. Adapun jenis sumber dana jangka menengah terdiri dari term
loan, equipment loan, leasing, modal ventura, dan lain-lain.
Term Loan adalah merupakan salah satu jenis pembiayaan jangka
menengah. Term loan ini biasanya disediakan oleh bank komersial, perusahaan
asuransi,
dana pensiun,
lembaga pembiayaan pemerintah dan
supplier
perlengkapan. Dipandang dari biaya modalnya, term loan ini memiliki biaya yang
lebih rendah dari pada modal saham ataupun obligasi. Equipment loan adalah
pembiayaan yang dipergunakan untuk pengadaan perlengkapan baru.
27
Leasing, adalah suatu kontrak antara pemilik aktiva yang disebut
dengan lessor dan pihak lain yang memanfaatkan aktiva tersebut
yang
disebut
lessee untuk jangka waktu tertentu. Salah satu manfaat leasing
adalah lessee dapat memanfaatkan aktiva tersebut tanpa harus memiliki aktiva
tersebut.
Modal Ventura, adalah merupakan bentuk pembiayaan penyertaan modal
bersifat sementara ke dalam Perusahaan Pasangan Usaha (PPU). Setelah
yang
PPU tersebut mandiri baik dari segi pasar, pengelolaan serta telah memiliki modal
usaha yang cukup, maka saham PPU yang dimiliki oleh Perusahaan Modal
Ventura akan dijual kembali kepada PPU atau pihak lain.
3.Sumber Dana Jangka Panjang
Sumber dana jangka panjang adalah sumber dana yang tertanam dalam
perusahaan lebih dari 10 (sepuluh) tahun. Terdapat berbagai jenis sumber dana
jangka panjang yang tersedia bagi perusahaan seperti misalnya long term debt,
saham preferen dan saham biasa. Utang jangka panjang ini dapat diperoleh
melalui pinjaman di bank atau dengan cara menjual obligasi. Obligasi dan saham
prefen merupakan sumber dana dengan memberikan pendapatan yang tetap
kepada pemiliknya, sementara saham biasa merupakan surat berharga dengan
memberikan penghasilan tidak tetap kepada pemegangnya.
2.2.2 Tinjauan Hutang
Kebijakan hutang termasuk keputusan pendanaan perusahaan yang
bersumber dari eksternal. Menurut Munawir (2004) hutang adalah semua
28
kewajiban keuangan perusahaan kepada pihak lain yang belum terpenuhi, dimana
hutang ini merupakan sumber dana atau modal perusahaan yang berasal dari
kreditur.
Hutang adalah kewajiban suatu perusahaan yang timbul dari transaksi
pada waktu lalu dan harus dibayar dengan kas, barang dan jasa di waktu yang
akan datang (Jusuf, 2001). Menurut Nurwahyudi dan Mardiyah (2004) bahwa
hutang
adalah pengorbanan ekonomi yang harus dilakukan perusahaan di masa
akan datang karena tindakan atau transaksi sebelumnya. Pengorbanan
yang
ekonomi dapat berbentuk uang, aktiva, jasa-jasa atau dilakukannya pekerjaan
tertentu. Hutang mengakibatkan adanya ikatan yang memberikan hak kepada
kreditur untuk mengklaim aktiva perusahaan.
Sebagian perusahaan menganggap bahwa penggunaan hutang dirasa lebih
aman daripada menerbitkan saham baru. Menurut Babu dan Jain (1998) terdapat
4 (empat) alasan mengapa perusahaan lebih menyukai menggunakan hutang
daripada saham baru, yaitu sebagai berikut :
1. Adanya manfaat pajak atas pembayaran bunga;
2. Biaya transaksi pengeluaran hutang lebih murah daripada biaya transaksi emisi
saham baru;
3. Lebih mudah mendapatkan pendanaan hutang daripada pendanaan saham;
4. Kontrol manajemen lebih besar dari adanya hutang baru dibandingkan saham
baru.
Penentuan kebijakan hutang ini berkaitan dengan struktur modal karena
hutang merupakan salah satu komposisi dalam struktur modal. Perusahaan dinilai
berisiko apabila memiliki porsi hutang yang besar dalam struktur modal, namun
29
sebaliknya apabila perusahaan mengunakan hutang yang kecil atau tidak sama
sekali maka perusahaan dinilai tidak dapat memanfaatkan tambahan modal
eksternal
yang dapat meningkatkan operasional perusahaan (Mamduh, 2004).
Menurut Mamduh (2004) terdapat beberapa faktor yang memiliki pengaruh
terhadap kebijakan hutang, antara lain :
a. NDT
(Non-Debt Tax Shield)
Manfaat
dari penggunaan hutang adalah bunga hutang yang dapat digunakan
untuk mengurangi pajak perusahaan. Namun untuk mengurangi pajak,
perusahaan dapat menggunakan cara lain seperti depresiasi dan dana pensiun.
Dengan demikian, perusahaan dengan NDT tinggi tidak perlu menggunakan
hutang yang tinggi.
b. Struktur Aktiva
Besarnya aktiva tetap suatu perusahaan dapat menentukan besarnya
penggunaan hutang. Perusahaan yang memiliki aktiva tetap dalam jumlah besar
dapat menggunakan hutang dalam jumlah besar karena aktiva tersebut dapat
digunakan sebagai jaminan pinjaman.
c. Profitabilitas
Perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasinya akan
menggunakan hutang yang relatif kecil. Laba ditahannya yang tinggi sudah
memadai membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan.
d. Risiko Bisnis
Perusahaan yang memiliki risiko bisnis yang tinggi akan menggunakan hutang
yang lebih kecil untuk menghindari risiko kebangkrutan.
30
e. Ukuran Perusahaan
Perusahaan yang besar cenderung terdiversifikasi sehingga menurunkan risiko
kebangkrutan.
Di samping itu, perusahaan yang besar lebih mudah dalam
mendapatkan pendanaan eksternal.
f. Kondisi Internal Perusahaan
Kondisi
internal perusahaan menentukan kebijakan penggunaan hutang dalam
suatu
perusahaan.
Salah satu indikator untuk mengukur hutang ialah Debt to Asset Ratio. Debt
to asset ratio (DAR)
ialah rasio total kewajiban terhadap asset. Rasio ini
menekankan pentingnya pendanaan hutang dengan jalan menunjukkan persentase
aktiva perusahaan yang didukung oleh hutang. Rasio ini juga menyediakan
informasi tentang kemampuan perusahaan
dalam
mengadaptasi kondisi
pengurangan aktiva akibat kerugian tanpa mengurangi pembayaran bunga pada
dari resiko kreditor berupa ketidakmampuan perusahaan dalam membayar semua
kewajibannya.
Dari
pihak
pemegang
saham,
rasio
yang
tinggi
akan
mengakibatkan pembayaran bunga yang tinggi pada akhirnya akan mengurangi
pembayaran dividen (Darsono, 2005).
Sedangkan menurut Sugiharto (2010) debt to asset ratio merupakan rasio
antara total hutang (total debts) baik hutang jangka pendek (current liability) dan
hutang jangka panjang (long term debt) terhadap total aktiva (total assets) baik
aktiva lancar (current assets) maupun aktiva tetap (fixed assets) dan aktiva
lainnya (other assets).
31
Rasio ini menunjukkan besarnya hutang yang digunakan untuk membiayai
aktiva yang digunakan oleh perusahaan dalam rangka menjalankan aktivitas
operasionalnya.Semakin
besar debt to asset ratio menunjukkan semakin besar
tingkat ketergantungan perusahaan terhadap pihak eksternal (kreditur) dan
semakin besar pula beban biaya hutang (biaya bunga) yang harus dibayar oleh
perusahaan.
Dengan semakin meningkatnya rasio ini dimana beban hutang juga
semakin
besar maka hal tersebut berdampak semakin berkurangnya profitabilitas
yang didapat perusahaan.
Van Horne (2005) menerangkan bahwa Debt to asset ratio adalah rasio
yang mengukur tingkat penggunaan hutang terhadap total aset yang dimiliki
perusahaan. Menurut Kasmir (2011) Debt ratio merupakan rasio utang yang
digunakan untuk mengukur perbandingan antara total utang dengan total
aktiva.dengan kata lain,seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh utang atau
seberapa besar utang perusahaan berpengaruh terhadap pengelolaan aktiva.
Dari hasil pengukuran, apabila rasionya tinggi,artinya pendanaaan dengan
utang semakin banyak,maka semakin sulit bagi perusahaan untuk memperoleh
tambahan pinjaman karena dikhawatirkan perusahaan tidak mampu menutupi
utang-utangnya dengan aktiva yang dimilikinya.demikian pula apabila rasionya
rendah,semakin kecil perusahaan dibiayai dengan utang.standar pengukuran untuk
menilai baik tidaknya rasio perusahaan,digunakan rasio rata-rata industtri yang
sejenis. Rumusan untuk mencari debt to asset ratio sebagai berikut:
32
2.3 Tinjauan Kinerja Keuangan
Istilah kinerja atau
performance
seringkali dikaitkan dengan kondisi
keuangan
perusahaan. Kinerja merupakan hal penting yang harus dicapai oleh
setiap perusahaan dimanapun, karena kinerja merupakan cerminan dari
kemampuan perusahaan dalam mengelola dan mengalokasikan sumber dayanya.
Tujuan
pokok penilaian kinerja adalah untuk memotivasi para karyawan dalam
mencapai
sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah
ditetapkan sebelumnya, agar membuahkan tindakan dan hasil yang diharapkan
Informasi kinerja perusahaan, terutama profitabilitas, diperlukan untuk menilai
perubahan potensial sumber daya ekonomi yang mungkin dikendalikan dimasa
depan. Informasi kinerja bermanfaat untuk memprediksi kapasitas perusahaan
dalam menghasilkan arus kas dari sumber daya yang adadan juga berguna dalam
perumusan perimbangan tentang efektifitas perusahaan dalam memanfaatkan
sumber daya. (IAI, 2001).
Kinerja perusahaan dibagi dalam tiga kategori yaitu, antara lain :
a. Earning Measure, yang mendasarkan pada Accounting Profit, seperti Earning
Per Share (EPS), Return On Investment (ROI), Return On Net Asset (RONA),
Return On Capital On Capital Employed (ROCE), dan Return On Equity,
b. Cash Flow Measures, yang mendasarkan pada kinerja arus kas operasi, seperti
Free Cash Flow, Cash Flow Return On Investment (CFROI),
c. Value Measures, yang mendasarkan kinerja berdasarkan nilai (Value Based
Management), seperti Economic Value Added (EVA) dan Market Value Added
(MVA).
33
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001), Kinerja adalah sesuatu
yang dicapai, prestasi orang yang diperlihatkan, atau kinerja merupakan
kemampuan
kerja. Menurut Edy Sukarno (2000), Kinerja adalah gambaran
mengenai
tingkat
pencapaian
pelaksanaan
suatu
kegiatan/
program
/
kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi.
Sedangkan
Menurut Suad Husnan (1998), pengertian Kinerja Keuangan
merupakan
hasil dari banyak keputusan keuangan individual yang dibuat secara
terus menerus pada suatu lembaga atau institusi.
Menurut Western dan Copeland mengemukakan bahwa terdapat tiga
komponen untuk mengukur kinerja perusahaan yaitu; (1) Rasio Profitabilitas; (2)
Rasio Pertumbuhan; dan (3) Pengukuran Nilai. Pada penelitian kali ini
pengukuran kinerja perusahaan ialah menggunakan rasio profitabilitas.
2.3.1 Tinjauan Profitabilitas
Profitabilitas merupakan hasil bersih dari sejumlah kebijakan dan
keputusan perusahaan. Rasio profitabilitas mengukur seberapa besar kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Profitabilitas merupakan faktor
yang seharusnya mendapat perhatian penting karena untuk dapat melangsungkan
hidupnya, suatu perusahaan harus berada dalam keadaan yang menguntungkan
(profitable). Tanpa adanya keuntungan (profit), maka akan sulit bagi perusahaan
untuk menarik modal dari luar. Dalam melakukan analisis perusahaan, di samping
melihat laporan keuangan perusahaan, juga bisa dilakukan dengan menggunakan
analisis rasio keuangan. Van Horne, Wachowics (2005), menjelaskan rasio
profitabilitas adalah “ rasio keuangan yang menghubungkan laba dengan
34
penjualan investasi pada perusaahaan “. Rasio profitabilitas terbagi lagi menjadi
dua jenis rasio, yaitu :
- rasio
profitabilitas yang terkait dengan penjualan,
- rasio yang berkaitan dengan investasi.
Profitabilitas suatu perusahaan dapat diukur dengan menghubungkan
antara
keuntungan atau laba yang diperoleh dari kegiatan pokok perusahaan
dengan
kekayaan atau asset yang dimiliki untuk menghasilkan keuntungan
perusahaan (operating asset). Operating Asset
adalah semua aktiva kecuali
investasi jangka panjang dan aktiva-aktiva lain yang tidak digunakan dalam
kegiatan atau usaha memperoleh penghasilan yang rutin atau usaha pokok
perusahaan.
Gibson (2001), profitability is the ability of a firm to generate earnings. It
is measured relative to a number of bases, such as assets, sales, and investment”.
Gibson mengartikan profitabilitas sebagai kemampuan suatu perusahaan untuk
meningkatkan laba perusahaan, profitabilitas ini diukur dengan membandingkan
laba yang diperoleh perusahaan dengan sejumlah perkiraan yang menjadi tolak
ukur keberhasilan perusahaan seperti aktiva perusahaan, penjualan dan investasi.
Sehingga dapat diketahui efektivitas pengelolaan keuangan dan aktiva oleh
perusahaan. Penggunaan rasio profitabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan
perbandingan antara berbagai komponen yang ada di dalam laporan keuangan,
terutama laporan keuangan neraca dan laporan laba rugi. Pengukuran dapat
dilakukan untuk beberapa periode operasi. Tujuannya adalah agar terlihat
35
perkembangan perusahaan dalam rentang waktu tertentu, baik penurunan atau
kenaikan, sekaligus mencari penyebab perubahan tersebut.
Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam
hubungannya dengan penjualan, total aktiva, maupun modal sendiri (Sartono,
1995). Menurut Brigham dan Houston (2001) menyatakan bahwa profitabilitas
adalah
hasil bersih dari serangkaian kebijakan dan keputusan. Sartono (1995)
berpendapat
bahwa profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba
dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri.
Dengan demikian bagi investor jangka panjang akan sangat berkepentingan
dengan analisa profitabilitas ini.
Profitabilitas
digunakan
untuk
mengukur
efektifitas
manajemen
berdasarkan hasil pengembalian yang dihasilkan dari pinjaman dan investasi.
Menurut
Harahap
(2001),
profitabilitas
adalah
kemampuan
perusahaan
mendapatkan laba melalui semua sumber yang ada, yaitu penjualan, kas, aset, dan
modal .
John (2005) rasio profitabilitas merupakan perbandingan antara laba
perusahaan dengan investasi atau ekuitas yang digunakan untuk memperoleh laba
tersebut. Rasio profitabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva, maupun
modal sendiri. Semakin tinggi profitabilitas perusahaan semakin tinggi efisiensi
perusahaan tersebut dalam memanfaatkan fasilitas perusahaan.
Menurut Weygandt et al. (1996), rasio profitabilitas adalah rasio yang
digunakan
untuk
mengukur
efektivitas
manajemen
perusahaan
secara
36
keseluruhan, yang ditunjukkan dengan besarnya laba yang diperoleh perusahaan.
Rasio profitabilitas dianggap sebagai alat yang paling valid dalam mengukur hasil
pelaksanaan
operasi perusahaan, karena rasio profitabilitas merupakan alat
pembanding pada berbagai alternatif investasi yang sesuai dengan tingkat risiko.
Semakin besar risiko investasi, diharapkan profitabilitas yang diperoleh semakin
pula.
tinggi
Menurut Buyung (2009) laba yang diraih dari kegiatan yang dilakukan
merupakan cerminan kinerja sebuah perusahaan dalam menjalankan usahanya.
Mengukur besarnya laba menjadi begitu penting untuk mengetahui apakah
perusahaan telah menjalankan usahanya secara efisien, karena efisiensi baru dapat
diketahui dengan membandingkan laba yang diperoleh dengan aktiva atau modal
yang menghasilkan laba tersebut, atau dengan kata lain adalah menghitung
profitabilitas. Menurut Kamus Bank Indonesia, profitabilitas adalah ukuran
mengenai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan selama
periode tertentu.
Profitabilitas adalah ukuran spesifik dari performance sebuah perusahaan,
dimana ia merupakan tujuan dari manajemen perusahaan dengan memaksimalkan
nilai dari para pemegang saham, optimalisasi dari berbagai tingkat return, dan
meminimalisir risiko yang ada (Hasan, 2003).
Profitabilitas merupakan alat yang digunakan untuk menganalisis kinerja
manajemen, tingkat profitabilitas akan menggambarkan posisi laba perusahaan.
Para investor di pasar modal sangat memperhatikan kemampuan perusahaan
dalam menghasilkan dan meningkatkan laba, hal ini merupakan daya tarik bagi
37
investor dalam melakukan jual beli saham, oleh karena itu manajemen harus
mampu memenuhi target yang telah ditetapkan..
Menurut Kasmir (2011),
Rasio profitabilitas merupakan rasio untuk
menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio ini juga
memberikan ukuran tingkat efektifitas manajemen suatu perusahaan. Hal ini
ditunjukkan
oleh laba yang dihasilkan dari penjualan dan pendapatan investasi.
dasarnya penggunaan rasio ini yakni menunjukkan tingkat efesiensi suatu
Pada
perusahaan.
Tingkat profitabilitas sangat penting tidak hanya bagi perusahaan, tapi
bagi stakeholder lainnya. Bagi perusahaan, tentu profitabilitas berkaitan langsung
dengan tingkat pendapatan yang akan diperoleh. Selain itu, profitabilitas yang
tinggi akan berimplikasi pada naiknya harga saham yang selanjutnya akan
menarik minat investor.
Menurut Kasmir (2011) tingkat profitabilitas suatu peruasahaan dapat
diukur dengan berbagai macam alat ukur yaitu profit margin (profit margin on
sales), return on asset (ROA), return on equity (ROE) dan laba per lembar saham.
Dalam penelitian ini yang dipakai hanya yang terkait dengan investasi
yaitu Return On Asset (ROA). Return On Asset merupakan rasio antara saldo laba
bersih setelah pajak dengan jumlah asset perusahaan secara keseluruhan. ROA
merupakan rasio rentabilitas yang menunjukkan kemampuan dari modal yang
diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan bersih
atau laba selama periode tertentu (Achmad, 2003).
38
Return On Assets (ROA) merupakan penilaian profitabilitas atas total
assets, dengan cara membandingkan laba setelah pajak dengan rata-rata total
aktiva.
Return On Assets (ROA) menunjukkan efektivitas perusahaan dalam
mengelola aktiva baik dari modal sendiri maupun dari modal pinjaman, investor
akan melihat seberapa efektif suatu perusahaan dalam mengelola assets. Semakin
tingkat Return On Assets (ROA) maka akan memberikan efek terhadap
tinggi
volume
penjualan saham, artinya tinggi rendahnya Return On Assets (ROA) akan
mempengaruhi minat investor dalam melakukan investasi sehingga akan
mempengaruhi volume penjualan saham perusahaan begitu pula sebaliknya.
Return on Asset (ROA), dimana ROA mencerminkan kemampuan
manajemen dalam mengelola asset dan menggambarkan kemampuan asset dalam
menghasilan perubahan laba. Asset terdiri dari 2 yaitu aset produktif dan aset
tidak produktif, bila yang dominan aset produktif maka perubahan laba akan
tinggi namun bila yang dominan aset tidak produktif, perubahan laba akan rendah.
Sedangkan dalam aset produktif terbagi 2 yaitu: bila yang dominan aset lancar
maka perubahan laba akan tinggi namun bila yang dominan aset bermasalah maka
perubahan laba akan rendah.
ROA merupakan salah satu rasio profitabilitas yang digunakan untuk
mengukur efektivitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan
memanfaatkan total aktiva yang dimilikinya. ROA merupakan rasio antara
perubahan laba sesudah pajak atau net income after tax terhadap total asset.
Semakin besar ROA menunjukkan kinerja perusahaan semakin baik, karena return
semakin besar.
39
ROA juga merupakan perkalian antara faktor net income margin dengan
perputaran aktiva. Net income margin menunjukkan kemampuan memperoleh
perubahan
laba dari setiap penjualan yang diciptakan oleh perusahaan, sedangkan
perputaran aktiva menunjukkan seberapa jauh perusahaan mampu menciptakan
penjualan dari aktiva yang dimilikinya. Apabila salah satu dari dari faktor tersebut
meningkat
(atau keduanya), maka ROA juga akan meningkat. Apabila ROA
meningkat,
berarti profitabilitas perusahaan meningkat, sehingga dampak
akhirnya adalah peningkatan profitabilitas yang dinikmati oleh pemegang saham
(Suad Husnan,1998).
Secara matematis Return On Assets (ROA) dapat dirumuskan sebagai
berikut (Horne,2005:224) :
2.4 Hubungan Debt to Asset Ratio dengan Return on Asset
Keputusan pendanaan perusahaan yang tercermin pada kebijakan utang
perusahaan juga memiliki implikasi penting untuk menjelaskan return on asset
perusahaan. Tingginya profitabilitas perusahaan selain disebabkan aktivitas
operasional perusahaan juga disebabkan oleh keputusan hutang (utang)
perusahaan. Menurut Myers (1984), jika tersedia cukup banyak laba maka
penggunaan laba internal lebih disukai untuk mendanai investasi, oleh karena itu
keputusan pendanaan berpengaruh positif atau negatif terhadap return on asset
perusahaan.
40
Profitabilitas merefleksikan laba untuk pendanaan investasi. Berdasarkan
pecking order theory, pilihan pertama dalam keputusan pendanaan adalah dengan
menggunakan
retained earning, baru kemudian menggunakan hutang dan ekuitas.
Oleh karena itu, terdapat hubungan negatif antara profitabilitas perusahaan dengan
hutang (Masdupi,2005)
Semakin tinggi profit yang diperoleh perusahaan maka akan semakin kecil
penggunaan
hutang yang digunakan dalam pendanaan perusahaan karena
perusahaan dapat menggunakan internal equity yang diperoleh dari laba ditahan
terlebih dahulu. Apabila kebutuhan dana belum tercukupi, perusahaan dapat
menggunakan hutang. Profitabilitas memiliki pengaruh negatif terhadap kebijakan
hutang (Harjanti dan Tandelilin:2007). Hasil penelitian ini konsisten dengan
penelitian Faisal (2000), semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan maka
semakin kecil hutang yang digunakan dalam kegiatan pendanaan
Menurut Voulgaris et al (2002), Pao dan Chih (2005), Tong dan Green
(2005), Chen dan Strange (2006), membuktikan bahwa rasio utang berhubungan
terbalik dengan laba. Sesuai hasil diatas Cassar dan Holmes (2003), Esperanca et
al (2003) dan Hall et al (2004) menyatakan terdapat hubungan negatif antara
profitabilitas dan utang jangka pendek. Sadalia (2008) menyatakan bahwa debt to
total asset ratio (DAR) memiliki hubungan negatif dan tidak signifikan terhadap
return on investment (ROI).
Petersan dan Rajan (1994), menemukan terdapat asosiasi positif yang
signifikan antara profitabilitas dan utang. Menurut Harahap (2007) apabila
perusahaan memiliki debt to asset ratio yang tinggi berarti perusahaan memiliki
41
tingkat hutang yang tinggi dengan beban tetap yang tinggi, sehingga akan
mengurangi beban pajak dan akan menghasilkan keuntungan yang lebih besar
bagi perusahaan. Mogdiliani dan Miller (1963) menyatakan bahwa semakin tinggi
proporsi hutang maka semakin tinggi nilai perusahaan. Hal ini berkaitan dengan
adanya keuntungan dari pengurangan pajak karena adanya bunga yang dibayarkan
penggunaan hutang tersebut mengurangi penghasilan yang terkena pajak.
akibat
Download