BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mulai abad ke-20 berbagai penelitian numerik untuk simulasi penjalaran gelombang seismik dilakukan setelah dapat diaplikasikannya persamaan elastodinamik pada metode numeris. Berbagai metode numerik dilakukan untuk melakukan simulasi tersebut termasuk metode finite difference. Dasar dari metode numerik finite difference dimulai dari metode yang digunakan oleh Courant et al (1928) untuk menyelesaikan masalah fisika matematis. Periode Perang Dunia ke-2 merupakan masa dimana metode finite difference mulai banyak digunakan. Suatu persamaan dapat diselesaikan dengan adanya perangkat komputer seperti pada O’Brien dkk (1951). Metode finite difference yang dapat menyelesaikan persamaan gelombang elastik dalam bentuk grid persegi dan untuk meminimalkan dispersi numerik pada perhitungan, metode finite difference berkembang menjadi finite difference staggered-grid (Yee, 1966). Dua permasalahan utama yang muncul pada saat menggunakan metode finite difference staggered-grid antara lain penentuan syarat batas pada free-surface (Virieux, 1986) untuk memodelkan penjalaran gelombang pada permukaan dan pemodelan pada bentuk geometri yang lebih kompleks. Bentuk geometri yang lebih kompleks dapat diatasi dengan membuat ukuran model yang lebih besar, namun waktu perhitungan akan meningkat seiring dengan meningkatnya ukuran model. Pada tahun 2006, perusahaan perangkat keras kartu grafis NVIDIA©, memanfaatkan arsitektur Graphics Processing Unit (GPU) yang terdiri atas sejumlah multiprocessor pengolah data grafis untuk dapat digunakan dalam pengolahan data non-grafis dengan merilis CUDA (Compute Unified Device Architecture). CUDA merupakan perangkat untuk mempermudah utilisasi GPU dimana penggunaannya dengan bahasa ekstensi seperti C++ (CUDA C++). GPU yang dapat menghitung data dalam jumlah besar secara paralel membutuhkan waktu lebih cepat daripada CPU (Central Processing Unit) yang mengolah secara 1 2 seri. CUDA C++ oleh Dinendra (2013) dapat melakukan percepatan pada perhitungan matriks 2 dimensi berukuran 4000x4000 hingga 120 kali lebih cepat. Studi sebelumnya oleh Komatitsch dkk (2010) menunjukkan peningkatan kecepatan hitung program (speedup) relatif hingga 60 kali untuk memodelkan penjalaran gelombang elastik pada medium 3 dimensi dan lapisan penyerap CPML (Convolutional Perfectly Matched Layer) menggunakan perangkat cluster (multiCPU dan multi-GPU). 1.2. Perumusan Masalah Studi kali ini dilakukan dengan cara konversi program Fortran yang sudah disusun oleh Dimitri Komatitsch yang terintegrasi openMP (Open Multi Processing) dan MPI (Message Passing Interface) ke dalam bahasa C++ yang terintegrasi CUDA (Compute Unified Device Architecture) C++. Keluaran simulasi dari program hasil konversi kemudian dibandingkan dengan hasil dari Komatitsch et al (2007) untuk mengetahui tingkat akurasi program dalam melakukan simulasi penjalaran gelombang elastik pada medium 3 dimensi. Kinerja komputasi paralel GPU dengan CUDA belum teruji untuk simulasi penjalaran gelombang seismik pada medium elastik tiga dimensi. Perlu dilakukan analisis kerja mengenai hal tersebut sehingga akan tampak relevansi hasil komputasi GPU dengan komputasi CPU. Selain itu juga akan dilakukan analisa mengenai peningkatan kecepatan hitung yang didapatkan dari komputasi GPU. 1.3. Tujuan Penelitian 1. Melakukan konversi program penjalaran gelombang seismik 3 dimensi dalam bahasa Fortran 90 ke dalam bahasa pemrograman C++. 2. Melakukan integrasi komputasi paralel pada program hasil konversi dengan implementasi CUDA C++ pada program. 3. Melakukan analisa pada perbandingan program CPU dan GPU. 4. Melakukan simulasi akuisisi data seismik refleksi 3D pada program. 3 1.4. Manfaat Penelitian 1. Program dapat digunakan sebagai sarana pendukung pembelajaran untuk mempelajari metode seismik refleksi dan refraksi dalam medium heterogen. 2. Program dapat membuat data sintetik hasil simulasi seismik 3D yang selanjutnya dapat digunakan untuk sarana pembelajaran pengolahan data seismik seperti data shot-gather.