Cover Juni 2015 PDF.cdr

advertisement
ISSN 1411 - 7843
MAJALAH ORTODONTIK
Edisi Kedua Juni 2015
Ikatan Ortodontis Indonesia
Majalah
Ortodontik
Vol. 14
Nomor 1
Hlm. 1-52
Jakarta
Juni 2015
ISSN 1411-7843
ISSN 1411-7843
MAJALAH ORTODONTIK
Edisi Kesatu Juni 2015
DAFTAR ISI
1.
The measurement between conventional method and computerized method (vistadent) of holdaway
soft tissue analysis (Research)
Ali Ramis Bachmid, Thalca Hamid, Narmada
1-4
2.
Treatment of class ii skeletal malocclusion with severe posterior crowding using headgear and
standard edgewise (Case Report)
Ajeng Sulistyaningrum, Jono Salim
5-8
3.
Treatment of class III dentoskeletal malocclusion with agenesis of upper canine using edgewise
appliances (Case Report)
Danila Barasiska, Endah mardiati
9-12
4.
Orthodontic treatment in winged maxillary central incisors (Case Report)
Dhani Agustina, Anang Soejono
13-15
5.
The management of class i malocclusion with anterior openbite and Mutilated front tooth
(Case Report)
Endriyana Novitasari, Jusuf Sjamsudin
16-19
6.
Compromised treatment of dentoskeletal class III malocclusion with maxillary pegshape Lateral
incisivus (Case Report)
Lisye, Tono Hambali
20-23
7.
Treatment of angle class i malocclussion with closed bite and anterior crowding using begg
technique (Case Report)
Setiarini Widiarsanti, Soekarsono, Sri Suparwitri
24-27
8.
Treatment of class ii malocclusion with mandible retrognation using activator (Case Report)
Teguh Aryo N, Amalia Oeripto
28-31
9.
Effects of application fluoride Varnish on tensile strenght Attachment metal bracket (Research)
Anugra Eka Putra, Thalca Hamid Agusni, Achmad Sjafei
32-35
10.
Efect fluoride aplication in metal bracket bonding to buccal enamel cracking (Research)
Nimas Ayu Rizkita, Ida Bagus Narmada, Irwadi Djaharuddin
36-39
11.
Interceptive orthodontics in early permanent dentition with lip sucking and biting habits
(Case Report)
Siska Septania Krisnanda, Darmawan Sutantyo, Pinandi Sri Pudyani
40-43
12
Comparison coefficient friction niti se wire to coated niti wire against ceramic (Research)
Bhakti Prasetyo Danaryudho, Jusuf Sjamsudin, Achmad Sjafei, Yuli Setyorini
44-48
1
THE MEASUREMENT BETWEEN CONVENTIONAL
METHOD AND COMPUTERIZED METHOD
(VISTADENT) OF HOLDAWAY
SOFT TISSUE ANALYSIS
(Research)
Ali Ramis Bachmid*, Thalca Hamid**, Narmada**
*Orthodontic Resident
**Lecturer, Department of Orthodontics
Faculty of Dentistry, University of Airlangga
ABSTRACT
Background and Objectives: Contemporary Orthodontic therapy usually requires the synthesis of functional and esthetic treatment
goals. Tooth movement, growth modification and orthognathic surgery are all design not only to attain appropriate occlusal
relationship, but also to maximize (or at least not to compromise) the aesthetic outcome. To achieve that goals, we need strong
diagnostic tools which is not time consuming. cephalometric analysis using computer technology has grown rapidly. Nowadays, there
were number of computer products at the market, making researcher want to know the difference in measurement results of the
cephalogram. Design and setting: The measurement result of the cephalogram tracing manually and the other hand cephalogram
scanned into a computer program and analysis with computer programs. Material and Methods: The sample were 18 sefalogram
that have been selected at random according to specific criteria (soft tissue facial angle, nose prominence, superior sulcus depth,
subnasale to H-line, skeletal profile convexity, basic upper lip thickness, upper lip strain, H angle, lower lip to H line, inferior sulcus
to H line, soft tissue thickness chin). The author used a computer program by Vistadent and 11 determines measurement variables,
including angle and distance measurements. cephalogram that selected, tracing manually using acetate paper and given landmark
to determine the distance and angle measurements. On the other hand cephalogram analysis with computer programs, 18 cephalogram
scanned into a computer program and identifying landmark manually. Measurement of 11 variables including distance and angle
measurement. Result and Conclussions: Statistically the result showed no significant difference between tracing between manually
and computer analysis.
Key words: Tracing, Cephalometry Measurement, Soft tissue, Holdaway Analysis, Computerized Method
PENDAHULUAN
Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi dibidang kesehatan gigi pada umumnya dan
di bidang ortodonti pada khususnya telah banyak
membantu para klinisi dan tenaga kesehatan untuk
mencapai tujuan dari perawatan, yaitu memberikan
perawatan terbaik agar pasien dapat mencapai taraf
hidup sebaik mungkin. Sebagai penyedia layanan
kesehatan, para klinisi sudah semestinya terus
meningkatkan dan mempelajari perkembangan
pengetahuan dibidangnya, selain untuk meningkatkan
kompetensi juga untuk memenuhi tuntutan dan
kebutuhan pasien yang juga meningkat seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
tersebut. Sejak sefalometri dikembangkan oleh
Broadbent dan Hofrath pada tahun 1931, teknik
pengukuran sefalometri telah berkembang menjadi
sarana yang penting bagi ortodontis untuk mempelajari
maloklusi dental dan skeletal (Gregston, 2004).
Salah satu cara untuk menegakkan diagnosis,
rencana perawatan, prediksi pertumbuhan dan evaluasi
hasil perawatan adalah dengan analisis sefalometri. Ada
dua cara analisis sefalometri, yaitu: manual dan secara
komputer (analisis digital). Tracing manual dapat
dilakukan dengan cara tracing sefalogram dilakukan
diatas kertas asetat dan klinisi menentukan titik-titik
anatomical landmark yang nantinya akan digunakan
untuk menentukan besar jarak dan sudut. Dalam
melakukan proses tracing manual ini dibutuhkan waktu
yang cukup banyak, selain itu karena jarak dan sudut
diukur dengan penggaris dan protactor maka dapat
menyebabkan terjadinya beberapa kesalahan.
Sedangkan pada analisis digital, hal tersebut lebih
sedikit terjadi (Gregston, 2004).
Analisis sefalometri secara digital ada dua cara,
yaitu sefalogram dipindahkan dengan alat scan atau
dengan foto digital sefalometri ke monitor komputer.
Identifikasi landmark dilakukan dengan cara manual,
kemudian secara otomatis sistem menganalisis
sefalometri dengan cara mengukur sudut dan jarak
dengan cepat. Selain itu analisis secara komputer memiliki
cara lain yang dapat mendigitasi landmark dan
pengukuran secara otomatis.
Cukup dengan memindahkan sefalogram
Majalah Ortodontik Juni 2015, Edisi kesatu 1-4
2
dengan alat scan atau foto digital kedalam komputer,
lalu program secara otomatis melakukan analisanya
(Leonardi, 2008).
Dalam karya tulis ini sefalogram yang
dipindahkan dengan alat scan dan digitasi secara manual
dalam program komputer, menjadi salah satu aspek yang
diperhatikan. Bagi informasi yang merata dan tepat waktu.
Perkembangan teknologi mempengaruhi penerapan
ortodonti, sistem komputer digitalisasi adalah secara luas
telah digunakan (Sarver, 1998).
SASARAN DAN TUJUAN
Menurut Jacobson, perkembangan teknologi
saat ini telah berkembang dengan cukup pesat bahkan
telah mencapai teknik sefalometri 3 dimensi (Jacobson
dan Jacobson, 2006). Maka dengan adanya
perkembangan ilmu dan teknik yang sangat pesat ini,
jika kita tidak memanfaatkan dan mengetahui
perbedaannya terhadap pengukuran sefalometri dengan
cara manual maka akan sangat rugi, karena tidak
menggunakan fasilitas dan kemudahan yang telah
tersedia.
Klinik Spesialis Ortodonti, Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Airlangga memiliki fasilitas
untuk melakukan analisi sefalometri secara manual
maupun digital. Pada penelitian sebelumnya telah
dilakukan penelitian mengenai perbedaan hasil
pengukuran sefalometri yang dilakukan secara manual
dan secara komputerisasi.
Kemajuan dari analisi sefalometri membuat
ortodontis memiliki kesempatan besar untuk mencapai
kesuksesan perawatan, Maka sudah menjadi kewajiban
semua tenaga kesehatan untuk meningkatkan kualitas
hidup manusia yang meliputi segala aspek.
Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut diatas
mendorong peneliti untuk mengetahui “Perbandingan
pengukuran tracing sefalogram secara manual dengan
digital (Vistadent) pada analisis Holdaway jaringan lunak.
BAHAN DAN CARA KERJA
Pada penellitian ini, penulis menggunakan
program komputer Vistadent dan menentukan 11 variabel
pengukuran, meliputi pengukuran sudut dan jarak,yatu:
1. P-Or - N’-Pog’ Soft Tissue Facial Angle
2. SS - Ns Nose Prominence
3. SS - Ls Superior Sulcus Depth
4. Sn - H Line Subnasale to H Line
5. A - N-Pog Skeletal Profile Convexity
6. A’ - SS Basic Upper Lip Thickness
7. Ls1u - Ls Upper Lip Strain
8. N’-Pog’ - H line H Angle
9. Li - H line Lower Lip to H Line
10. Sm - H line Inferior Sulcus to H Line
11. Pog - Pog’ Soft Tissue Thickness Chin
Sefalogram yang terseleksi di tracing secara
manual dengan menggunakan kertas asetat dan
diberikan landmark untuk menentukan hasil pengukuran
jarak dan sudut. Sedangkan analisis sefalogram dengan
program computer, 18 sefalogram tersebut di scan ke
dalam program komputer lalu identifikasi landmark
dilakukan secara manual.
HASIL
Pada penelitian ini terdapat dua tahap analisis
data, yaitu tahap validitas dan tahap uji statistik data
hasil penelitian. Pada tahap validitas, dilakukan
pengujian hasil pengukuran oleh peneliti utama dan
peneliti pendamping, untuk menguji validitas
pengukuran peneliti utama. Pada tahap uji statistik data
hasil penelitian, dilakukan uji statistik untuk melihat
perbandingan hasil pengukuran antara metode
konvensional dengan metode komputerisasi oleh peneliti
utama.
Uji validitas dan reabilitas antara hasil pengukuran
metode konvensional oleh dua peneliti
Hasil analisis validitas pengukuran metode
konvensional terhadap 18 sefalogram oleh dua orang
peneliti, yang sebelumnya telah dilakukan kesepakatan
terhadap penentuan titik landmark dan penggunaan
analisis Holdaway adalah sebagai berikut.
Tabel 1. Hasil pengukuran metode konvensional yang
dilakukan oleh dua peneliti
Uji analisis paired t-test digunakan untuk
mendapatkan hasil pengukuran yang tampak pada Tabel
diatas..dari hasil tersebut terlihat bahwa semua variable
pengukuran memiliki nilai p > 0.05. Hal ini menunjukkan
tidak ada perbedaan signifikan secara statistik dari hasil
pengukuran sefalometri melalui metode konvensional
yang dilakukan oleh kedua peneliti, sehingga hasil
pengukuran peneliti utama dapat digunakan dalam
perbandingan hasil pengukuran dengan metode
komputerisasi.
Uji validitas dan reabilitas antara hasil pengukuran
metode komputerisasi oleh dua peneliti
Hasil analisis validitas pengukuran metode
komputerisasi terhadap 18 sefalogram oleh dua orang
peneliti, terhadap penentuan titik landmark dan
Ali, dkk: The measurement between conventional
3
penggunaan analisis Holdaway adalah.
statistik mendekati tidak ada perbedaan yang signifikan.
Tabel 2. Hasil pengukuran metode komputerisasi yang
dilakukan oleh dua peneliti
PEMBAHASAN
Sejak Broadbent (1931) merintis pemakaian
radiograf sefalometrik lateral sebagai sarana pembantu
untuk menegakkan diagnose kelainan ortodonti, banyak
sarjana-sarjana lain telah mengembangkan nila-nilai
diagnostik sefalometrik lateral untuk mengukur kranio
fasial. Pentingnya sefalometri dalam bidang ortodonti
tidak dapat disangkal lagi, dan pembakuan dari pada
ukuran-ukuran yang dipakai sebagai alat pembanding
dan sarana untuk menegakkan diagnose terus
dikembangkan dan terus dilakukan atas dasar perbedaan
pola profil fasial antar ras (Lemeshow, 1990).
Kriteria bahan yang dipakai dalam penelitian
tersebut bermacam-macam, tetapi kebanyakan yang
dipilih adalah dengan cara konvensional yaitu memakai
sampel yang mempunyai oklusi normal dan muka yang
umum /acceptable face (Jacobson, 2006).
Analisis sefalometri telah berkembang dan
memberi kontribusi yang banyak terhadap metode
standar diagnosis dalam penelitian dan praktek yang
dilakukan oleh ortodontis. Ada dua cara yang dapat
dipakai dalam analisis sefalometri, yaitu: analisis secara
manual dan analisis secara komputer atau digital.
Analisis secara manual yaitu dengan di tracing
dan menentukan letak landmark di atas kertas asetat,
setelah itu pengukuran jarak dan sudut yang diinginkan
dapat dilakukan. dengan adanya perkembangan
teknologi yang sangat maju pada decade terakhir ini,
telah membawa ilmu ortodonti pada umumnya dan ilmu
sefalometri pada khususnya ke tatanan yang belum
pernah dicapai pada masa sebelumnya, salah satunya
adalah berkembangnya teknologi komputer dan program
analisis sefalometri yang telah berkembang dan sangat
membantu para klinisi dalam mendata, mempelajari,
menganalisa dan merencanakan perawatan juga
memprediksi hasil perawatan dengan lebih mudah.
(Gregston, 2004)
Pada penelitian ini, penulis menggunakan
program analisis sefalometri Vistadent dimana
sefalogram di scan terlebih dahulu. Ketika gambar telah
terdata didalam program komputer, dan landmark
ditentukan sebelumnya, maka program komputer akan
dapat dilaksanakan dan program komputer akan
menganalisisnya dengan sangat cepat.
Pada penelitian ini penulis ingin melihat
perbedaan hasil pengukuran sefalogram yang di tracing
secara manual dan sefalogram yang di tracing secara
digital dengan program komputer Vistadent. Cara
penentuan sampel penelitian ini menggunakan simple
random sampling. Semua subyek yang memenuhi kriteria
pemilihan sampel dimasukkan ke dalam penelitian. 18
sampel foto sefalogram yang memenuhi kriteria di tracing
dan 18 variabel yang yang terpilih di analisis secara
manual, lalu pada pengukuran dengan menggunakan
computer, 18 sampel tadi diletakkan pada alat scan yang
digunakan dan kemudian dilanjutkan dengan
menggunakan program analisis digital Vistadent. Dalam
Uji analisis paired t-test digunakan untuk
mendapatkan hasil pengukuran yang tampak pada Tabel
diatas. dari hasil tersebut terlihat bahwa semua variable
pengukuran memiliki nilai p > 0.05, dan didapatkan pula
beberapa pasang dengan nilai yang sama.
Hal ini menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan
secara statistik dari hasil pengukuran sefalometri melalui
metode komputerisasi yang dilakukan oleh kedua peneliti
Hasil penelitian tentang perbedaan hasi pengukuran
sefalogram manual dengan sefalogram program
komputer.
Sebelum melakukan uji perbedaan pengukuran,
perlu dilakukan test distribusi untuk mengetahui
distribusinya normal atau sebaliknya, yaitu uji
Kolmogorov-Smirnov. Pada test ini semua pengukuran
sefalometri yang di tracing secara manual maupun
secara digital mempunyai nila p > 0.05. hal ini
menunjukkan bahwa semua nilai mempunyai distribusi
normal.
Karena hasil distribusinya normal, maka peneliti
dapat melakukan uji statistik paired “t”test. Data hasil
pengukuran perbandingan menggunakan analisa paired
“t” test tampak pada table.
Pada analisis statistik hasil pengukuran,
didapatkan hasil bahwa variabel memiliki nilai p > 0,05,
hal tersebut menyatakan bahwa terdapat perbedaan
yang tidak signifikan secara statistik antara pengukuran
metode konvensional dengan metode komputerisasi
pada sudut tersebut. Sedangkan pada variabel yang
memiliki nilai mendekati nilai p < 0,05, hal tersebut
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang tidak
signifikan secara statistik antara pengukuran metode
konvensional dengan metode komputerisasi pada kedua
pengukuran sudut tersebut, walaupun secara statistik
nilai p hampir mendekati 0.05 dalam artian hasil pengujian
Majalah Ortodontik Juni 2015, Edisi kesatu 1-4
4
uji distribusi dari variabel-variabel yang diukur
didapatkan nilai p> 0.05 sehingga test distribusi normal
dan dapat memakai paired “t” test. Hasil penelitian oleh
penulis menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan
yang signifikan antara pengukuran sefalogram secara
manual maupun pengukuran sefalogram secara
computer. Hasil penelitian ini berkesinambungan dengan
penelitian sebelumnya (Chen, 2004).
Hasil penelitian oleh penulis kali ini, menunjukkan bahwa
tidak terdapat perbedaan yang signifikan diantara
pengukuran secara manual dan pengukuran secara
digital.
Dari penelitian ini disadari bahwa manfaat dari
program computer seperti pengarsipan, transfer data dan
keunggulan kualitas lain yang telah teruji dari teknologi
computer dan juga digunakan untuk tujuan penelitian
(Sayinsu, 2007). Evolusi dari manual menuju
komputerisasi memiliki tujuan untuk mengeksplorasi
kemampuan diagnosis sefalometri. Karena dapat
mengurangi kesalahan dan menghemat waktu. Tracing
secara manual lebih banyak menghabiskan waktu dan
memiliki tingkat kesalahan yang lebih tinggi, sedangkan
pada komputer, jika sudah terdigitasi dengan tepat maka
pengukuran sudut dan jarak secara otomatis dapat
dikalkulasi dimana dapat mengurangi kesalahan.
Karena variasi pada hasil studi ini, ortodontis
disarankan untuk mendiskusikan pengukuran dan
penilaiannya serta melihat komponen lain yang
mendukung diagnosis seperti klinis radiografi,
anamnesa, model dan fotografi (Goncalves, 2006).
Dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan
memberikan kesempatan bagi ortodontis untuk
melakukan penelitian lebih lanjut. Dengan
meminimalisasi segala kekurangan yang ada, maka
program komputer dapat dirasakan manfaatnya serta
memberikan hasil perawatan yang memuaskan bagi
pasien dan ortodontis.
SIMPULAN
Dari Penelitian ini dapat disimpulkan hal
berikut: tidak terdapat perbedaan yang signifikan secara
statistik antara hasil pengukuran sefalogram yang di
tracing secara manual dan sefalogram yang di tracing
secara digital dengan program komputer Vistadent
DAFTAR PUSTAKA
1. Bishara S.E. Textbook of Orthodontics, Step in Orthodontic Treatment. W.B. Saunders Company, Philadelphia;
2001.
2. Chen YJ, Chen SK, Yao JCC, Chang HF. The Effect of
Differences in Landmark Identification on the Cephalometric Measurement in Traditional Versus Digitized Cephalometry. Angled Orthod , 2004; 74(2) : 155
3. Chen SK, Chen YJ, Yao JCC, Chang HF. Enhanched Speed
and Precision Of Measurement in a Computer-Asisstes
DigitalCephalometric Analysis System. Angle Orthod
2004; 74 (4): 501
4. Chen SK, Chen YJ, Yao JCC, Chang HF. Comparison of
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
Landmark identification in traditional versus Computer
Aided Digital Cephalometry. AngleOrthod; 2000; 70
(5):387
Covey S Kebiasaan remaja yang sangat efektif. Binarupa
Aksara; 2007.
Goncalves FA, Schiavon L, Pereira Neto JS, Nouer.
Comparison Of Cephalometric Measurement from thre
Radiological clinics. Braz Oral Res; 2006; 20 (2): 162.
Gregston M, Kula T, Hardman P, Glaros A, Kula K A
Comparison Of Conventional And Digital Radiographic
Methods and Cephalometric Analysis Software: I Hard
Tissue. Seminar in Orthodontics; 2004; 10(3):204.
Huja SS, Grubaugh EL, Rummel AM, Fields HW, Beck
FM. Comparison of Hand Traced and Computer Based
Cephalometric Superimposition. Angle Orthod; 2009;
79(3): 428.
Jacobson A, Jacobson RL Radographic cephalometry
frombasic to 3D Imaging. Canada: Quintessence
Publishing Co Inc; 2006.
Jones ML, Oliver RG Walter and Houston Orthodontic
Notes. Great Britain, Butterworth. Heinemann Ltd; 1994.
Lemeshow S Adequacy of Sample Size in Health studies.
Wiley, John & Sons, Inc; 1990.
Leonardi R, Giordano D, Maioroma F, Spampinato
C Automatic Cephalometric Analysis. Angle Orthod; 2008;
78: 145
Sayinsu K, Isik F, Trakyali G, Arun T. An Evaluation Of
Errors in Cephalometric Measurements on Scanned
Cephalometric Images and Conventional Tracing.
European Journal of Orthodontics; 2007; 29:105. Sarver
DM. Esthetic Orthodontic Surgery. Mosby (St.Louis);
1998.
Turner PJ, Weerakone S An Evaluation of The
Reproductibility of Landmark Identification Using
Scanned Cephalometric Images. Journal of Orthodontics;
2001; 28(3): 221
5
TREATMENT OF CLASS II SKELETAL
MALOCCLUSION WITH SEVERE POSTERIOR
CROWDING USING HEADGEAR
AND STANDARD EDGEWISE
(Case Report)
Ajeng Sulistyaningrum *, Jono Salim **
*Orthodontic Resident
**Lecturer, Department of Orthodontic
Faculty of Dentisty, University of Padjadjaran Bandung
ABSTRACT
Background: Class II skeletal malocclusion usually shows protruded face. A camouflage treatment is needed to make class I molar
relation and this case was to overcome severe posterior crowding. Generally, headgear is capable in growth modification, molar
distalisation and extraoral anchorage. In this case headgear is functioning as maximal anchorage as well as molar distalisation on
upper jaw. Objectives: Correcting profile, to achieve class I molar relation, correcting crowding, anterior and posterior crosssbite,
and mesial drifting, also preventing anchorage loss. Case Management: A 14 years old female patient with class II skeletal
malocclusion. Facial angle 78°, convexity angle 13°, ANB angle 6° and AO-BO 5 mm. Treatment is using Edgewise orthodontic fixed
appliance with 4 premolar extraction as well as distalisation using headgear on right side upper jaw. Result: The result of this
treatment (13 months) showed the crowding on both upper and lower jaw were corrected, class I molar relation on the right side,
mesial drifting and anterior-posterior crossbite were corrected, and discontinue headgear. This patient is still under treatment until
today. Conclusion: Headgear is the best option to prevent anchorage loss.
Key words: Headgear, Severe posterior crowding,Class II skeletal, Standard Edgewise
PENDAHULUAN
Maloklusi kelas II skeletal merupakan kelainan
yang terjadi karena kombinasi maksila prognati –
mandibula normal, maksila normal – mandibula
retrognati, maupun maksila prognati – mandibula
retrognati3,4. Etiologi maloklusi skeletal kelas II dapat
disebabkan oleh faktor keturunan, lingkungan maupun
patologi. Menurut Angle, keadaan ini biasanya disertai
dengan hubungan molar kelas II, walaupun tidak jarang
ditemukan pada hubungan molar kelas I seperti pada
kasus ini.
Perawatan pada maloklusi ini dapat dilakukan
dengan berbagai macam alat seperti misalnya
menggunakan alat fungsional (aktivator, bionator,
Frankel, twin-block) untuk menstimulasi dan
meningkatkan pertumbuhan mandibula, sementara
headgear digunakan untuk menghambat pertumbuhan
maksilla6. Pemilihan alat dapat disesuaikan dengan
diagnosis dan rencana perawatan sehingga dapat
dicapai hasil yang memuaskan. Perawatan dengan
menggunakan alat fungsional sebaiknya dilakukan
sebelum pasien mencapai puncak pertumbuhan agar
hasilnya maksimal. Penggunaan headgear bermacammacam diantaranya mencegah pertumbuhan ke depan
dan ke bawah mandibula, distalisasi molar,
penjangkaran maksimal ektraoral, perbaikan rotasi pada
gigi molar dengan innerbow headgear, dan
mempertahankan panjang lengkung rahang dengan
mencegah pergerakan mesial dari gigi molar8.
Dalam makalah ini, penulis ingin memaparkan laporan
kasus perawatan ortodonti pada maloklusi skeletal kelas
II yang disertai dengan crowding gigi posterior berat
dengan penjangkaran maksimal menggunakan
headgear sekaligus berperan dalam distalisasi gigi molar
kanan rahang atas.
LAPORAN KASUS
Pasien perempuan usia 14 tahun datang ke
klinik ortodonti fakultas kedokteran gigi UNPAD
dengan keluhan crowding gigi atas dan bawah dan
penampilan tidak estetis karena pasien merasa dagunya
tidak simetris. Pada anamnesa diketahui pasien
mempunyai kebiasaan buruk menopang dagu dengan
tangan. Pada pemeriksaan ekstra oral (Gambar 1A-C)
tipe wajah sempit, asimetris, profil muka sedikit
cembung, bibir hipotonus, dan tidak ada kelainan TMJ.
Pemeriksaan intra oral (Gambar 2 A-F) menunjukkan
kebersihan mulut baik, garis median rahang atas
bergeser ke kanan 1 mm sementara garis median rahang
bawah bergeser juga ke kanan 2 mm, overbite normal 2
mm dan overjet1 mm, crowding anterior dan posterior,
crossbite anterior dan posterior, erupsi gigi lambat
Majalah Ortodontik Juni 2015, Edisi kesatu 5-8
6
dapat dilihat gigi 15 dan 25 keduanya tumbuh di palatal.
Pada pemeriksaan analisis model studi didapat hubungan
molar kanan kelas I, hubungan molar kiri kelas III.
Hubungan kaninus kanan dan kiri kelas III. Overbite
sebesar 2 mm dan overjet 1 mm. Garis median rahang
atas bergeser ke kanan 1 mm sedangkan garis median
rahang bawah bergeser ke kanan 2 mm. Crossbite anterior
antara gigi 12 dan 42 , crossbite posterior antara gigi 14
dan 45.
Gambar 1. Foto ekstra oral sebelum perawatan. A.
Depan, B. Depan (senyum), C. Samping
Gambar 3. A. Radiografi sefalometri lateral sebelum
perawatan, B. Radiografi panoramik sebelum
perawatan, C. Radiografi Frontal (AP) sebelum
perawatan
Pemeriksaan radiografi panoramik sebelum
perawatan terlihat adanya impaksi gigi 35. Analisis
sefalogram lateral sebelum perawatan menunjukkan pola
skeletal kelas II dengan sudut SNA normal dan sudut
SNB menunjukkan retrognati mandibula, sudut fasial
menunjukkan retrusi dagu dan sudut konveksitas
cembung. Sebagai pemeriksaan tambahan dilakukan
radiografi frontal (AP) yang menunjukkan adanya
asimetri dagu (Gambar 3A –C).
Analisis sefalometri dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Analisis sefalometri sebelum dilakukan perawatan
Downs
Gambar 2. Foto intraoral sebelum perawatan. A. Samping
kanan, B. Depan, C. Samping kiri, D. Oklusal
rahang atas, E. Oklusal rahang bawah. F.
Overjet
Ajeng, dkk: Treatment of class II skeletal
Steiners
Wits
Wendel – Wylie
ETIOLOGI
Etilogi kasus ini kemungkinan besar adalah
akibat adanya kehilangan dini gigi sulung rahang bawah,
persistensi dari gigi sulung rahang atas.
7
KEMAJUAN PERAWATAN
Alat cekat standar edgewise slot 0.018
digunakan bersama dengan headgear. Perawatan dimulai
dengan tahap leveling dan alignment menggunakan
kawat stainlesssteel 0.014 inch multiple loop untuk
mengkoreksi crowding anterior dan posterior serta
crossbite anterior dan posterior. Headgear digunakan
12 jam/hari dengan daya 350 gr/ sisi. Inner bow sebelah
kanan dibuat lebih pendek agar mendapatkan daya lebih
besar untuk mendistalisasi gigi molar pada regio kanan
atas, selain itu headgear berfungsi untuk penjangkaran
maksimal agar tidak terjadi flaring pada saat perawatan.
Setelah 6 bulan dan distalisasi gigi molar pada
regio kanan telah tercapai, pemakaian headgear
dihentikan. Pada 8 bulan perawatan dilakukan leveling
dan alignment tahap kedua dengan kawat stainless steel
0.014 inch multiple loop untuk membawa kedua gigi
premolar dua atas yang berada di palatal ke dalam
lengkung gigi. Dalam 13 bulan perawatan
(Gambar 5A-F), crowding anterior dan posterior rahang
atas dan bawah telah terkoreksi, crossbite anterior dan
posterior terkoreksi, gigi impaksi premolar pada regio
kiri bawah telah terkoreksi. Hubungan molar kanan kelas
I, sementara hubungan molar kiri masih kelas III.
Hubungan kaninus kanan kelas II, hubungan kaninus
kiri kelas I. Overjet normal 1 mm demikian pula overbite
normal 2 mm. Perawatan ortodonti masih akan berlanjut
hingga saat ini dengan melanjutkan leveling dan
alignment,menutup spasing pada anterior rahang
bawah, selain itu memperbaiki inklinasi dan interdigitasi,
serta artistik.
DIAGNOSIS
Maloklusi skeletal kelas II dental kelas I disertai
crowding anterior dan posterior, protrusif, crossbite
anterior dan posterior, mesial drifting, asimetri dagu ke
kanan, garis median rahang atas bergeser ke kanan 1mm
dan bawah bergeser ke kanan 2 mm, profil wajah
cembung dan adanya impaksi gigi premolar kiri bawah.
TUJUAN PERAWATAN
Perawatan dilakukan untuk mengkamuflase
kelainan skeletal kelas II pasien dengan mengoreksi
crowding pada anterior dan posterior serta mengoreksi
crossbite anterior dan posterior.
RENCANA PERAWATAN
Perawatan dilakukan dengan alat cekat standar
Edgewise dan pencabutan 4 gigi premolar untuk
mengatasi crossbite anterior dan posterior yang terjadi,
dan crossbite anterior dan posterior. Selain itu perawatan
juga menggunakan headgear. Headgear merupakan alat
ekstra oral yang dapat digunakan untuk modifikasi
pertumbuhan, distalisasi molar, serta sebagai
penjangkaran maksimal. Pada kasus ini headgear
berfungsi sebagai penjangkaran maksimal sekaligus
untuk mendistalisasi gigi molar rahang atas pada sisi
kanan atas.
Gambar 4. Foto ekstra oral setelah 13 bulan perawatan.A.
Depan, B. Depan (senyum), C. Samping
8
Majalah Ortodontik Juni 2015, Edisi kesatu 5-8
selain itu distalisasi gigi molar kanan rahang atas
bergerak secara bodily karena daya diberikan pada pusat
resistensi gigi molar.1,5
DAFTAR PUSTAKA
1. Bhalajhi SI. Orthodontics the Art and Science. New Delhi
: Arya (MEDI) Publishing House.2006. p.366-369
2. Bishara SE. Textbook of Orthodontics. W. B Saunders
Company. 2001. p. 218-222
3. English JD, Peltomaki T, Pham-Litschel K. Orthodontic
review.1st ed. St Louis: Mosby; 2009.p.152-163.
4. McNamara J, Brudon WL. Orthodontic and orthopedic
treatment in the mixed dentition.1st ed. Ann Arbor:
Needham Press; 1993.p.1-8.
5. Nanda R, Kapila S. Current therapy in Orthodontics. St.
Louis : Mosbby.2010 p. 103
6. Proffit WR, Field HW, Sarver DM, Ackerman JL. Contemporary Orthodontontics. 5th ed. Mosby; 2013. p.
131, 476, 507-511
7. Renfroe EW. Edgewise. Lea & Febiger; 1975. p. 171-179
8. Singh G. Textbook of orthodontics. 2004. New Delhi :
Jaypee Brothers. p. 454-459
Gambar 5. Foto intra oral setelah 13 bulan perawatan. A.
Samping kanan, B. Depan, C. Samping kiri, D.
Oklusal rahang atas, E. Oklusal rahang bawah. F.
Overjet
PEMBAHASAN
Pemilihan alat yang digunakan tergantung dari
diagnosis dan rencana perawatan yang telah ditetapkan.
Pada kasus ini dilakukan perawatan kompromi untuk
mengkamuflase keadaan skeletal kelas II.
Jenis headgear yang digunakan adalah medium
pull atau intermediate atau occipital pull headgear atau
combination pull karena diharapkan efek yang timbul
adalah pergerakan gigi molar kanan atas ke distal tanpa
disertai intrusi ataupun ektrusi gigi sekaligus sebagai
penjangkaran maksimal7. Pemakaian headgear 12 jam/
hari dimulai sejak sore hari hingga keesokan harinya1,7.
Daya yang diberikan adalah 350 gr/ sisi dengan
penggunakan karet elastik no 2. Inner bow sebelah kanan
dibuat lebih pendek agar mendapatkan daya lebih besar
untuk mendistalisasi gigi molar pada regio kanan atas,
sekaligus untuk penjangkaran maksimal ektra oral.
Ruangan yang diinginkan dalam distalisasi gigi
molar rahang atas tercapai dalam waktu 6 bulan dan
pemakaian headgear dihentikan. Hingga saat ini (13 bulan
perawatan) masih dilanjutkan leveling dan alignment agar
didapatkan lengkung gigi yang sempurna dan perawatan
masih akan dilanjutkan hingga didapatkan oklusi yang
baik.
SIMPULAN
Perawatan ortodonti maloklusi skeletal kelas II
dengan crowding yang berat menggunakan headgear
sebagai penjangkaran maksimal ektra oral merupakan
rencana perawatan yang tepat untuk kasus ini.
Penggunaan headgear mencegah terjadinya flaring,
9
TREATMENT OF CLASS III DENTOSKELETAL
MALOCCLUSION WITH AGENESIS OF UPPER
CANINE USING EDGEWISE APPLIANCES
(Case Report)
Danila Barasiska*, Endah Mardiati **
*Orthodontic Resident
**Lecturer, Department of Orthodontics
Faculty of Dentistry, University of Padjajaran
ABSTRACT
Introduction: Class III type 3 dentoskeletal malocclusion with the agenesis of upper canine often shows maxilla constriction and
retruded face. The treatment can be done by anterior expansion of maxillary dental arch to correct anterior crossbite and replace the
agenesis of upper canine with first premolar. Objectives: correction class III type 3 dentoskeletal malocclusion with the agenesis of
upper canine and retruded face cause maxilla constriction. Case management: 25 years old female patient with class III type 3
malocclusion, -1,5mm overjet, agenesis upper canine, missing teeth 24 and 46, SNA 79°, SNB 84°, ANB -5°, Wits -8mm. The
treatment of class III type 3 malocclusion with replacment of agenesis canine with first premolar and anterior expansion provide a
good correction of maxilla constriction and retruded face. This case was treated with standard edgewise appliance to correct anterior
crossbite, and replace agenesis upper canine with first premolar. Result: After a year, the treatment showed the correction of
anterior crossbite and canine replacment with first premolar is still on progress. Conclusion: Class III type 3 malocclusion with the
agenesis of upper canine can be treated by standard edgewise appliance with anterior expansion of maxillary dental arch, and
replace upper canine with first premolar.
Key words: class III type 3 dentoskeletal malocclusion, canine agenesis, Edgewise appliance.
PENDAHULUAN
Gigi agenesis dikenal sebagai gigi yang hilang
secara kongenital dan merupakan gigi yang benihnya
tidak berkembang secara baik untuk terjadinya
diferensiasi jaringan gigi sehingga tidak erupsi. 1
Menurut Moyers, salah satu penyebab terjadinya gigi
agenesis adalah herediter.1 Adanya kondisi sistemik
seperti rickets, syphilis dan gangguan intra uterine yang
parah juga menyebabkan kerusakan pembentukan benih
gigi sehingga gigi tidak erupsi. Penyebab lainnya adalah
inflamasi atau infeksi lokal, perubahan evolusi pada gigi
dan faktor iradiasi, trauma, hormonal, tumor, rubella dan
thalidomide. 1,3 Diagnosis gigi agenesis ditetapkan
berdasarkan pemeriksaan klinis dan interpretasi
radiografi.1
Gigi agenesis dapat menyebabkan terjadinya
maloklusi seperti celah diantara gigi, tongue thrust,
inklinasi atau lokasi gigi sebelahnya menjadi tilting
selain itu juga menimbulkan masalah estetik.4 Pada
laporan kasus ini yang terjadi adalah terjadi konstriksi
rahang atas akibat agenesi yang menyebabkan
terjadinya gigitan bersilang di anterior dan memperparah
kondisi maloklusi kelas III.
Maloklusi kelas III menunjukkan hubungan
molar kelas III dengan letak bonjol mesio bukal dari molar
permanen pertama rahang atas beroklusi dengan ruang
interdental antara molar pertama dan molar kedua
mandibula. Etiologi maloklusi kelas III meliputi faktor
keturunan, gangguan hormonal, penyakit-penyakit
defisiensi dan infeksi, kelainan prenatal dan pengaruh
lingkungan pada waktu anak dalam masa pertumbuhan.
Maloklusi kelas III mempunyai karakteristik rahang
bawah yang besar, rahang atas retrusif dan terkadang
juga mengalami gigi yang berjejal atau gigitan bersilang
pada gigi anteriornya1,5.
Tujuan perawatan ortodonti kompromi pada
kasus ini adalah untuk mengkoreksi gigitan bersilang,
menggantikan agenesi kaninus dengan gigi premolar
pertama, dan memperbaiki profil wajah yang cekung.
Diagnosis yang tepat diperlukan dalam merencanakan
perawatan untuk maloklusi dentoskeletal kelas III tipe 3
ini.5,6
Perawatan kompromi yang biasa dilakukan
untuk maloklusi dentoskeletal kelas III tipe 3 yang
disertai agenesi adalah dengan membuka ruangan untuk
protesa atau menutup ruangan pada daerah agenesi.
Pada penatalaksanaan dengan menutup ruangan
biasanya perawatan ortodonti dilakukan dengan
reshaping gigi premolar pertama.2
Laporan kasus ini memaparkan mengenai
perawatan ortodonti pada pasien dengan maloklusi
dentoskeletal kelas III tipe 3 disertai agenesi gigi kaninus
atas, gigitan bersilang di anterior dan posterior,
menggunakan alat ortodonti cekat standar edgewise
dengan pendekatan kompromi.
LAPORAN KASUS
Seorang wanita berusia 25 tahun datang ke
Majalah Ortodontik Juni 2015, Edisi kesatu 9-12
10
klinik Ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Padjadjaran dengan keluhan gigi depan rahang atas
berada di belakang gigi depan rahang bawah, dan ingin
merapihkan gigi rahang atas yang bercelah. Pada
pemeriksaan ekstra oral (Gambar 1) tampak tipe wajah
sempit, simetris dan profil wajah cekung. Relasi bibir
normal dan tidak ditemukan adanya kelainan pada TMJ.
Pada analisa model, terlihat hubungan molar
kiri kelas 3 sedangkan hubungan molar kanan tidak dapat
dinilai karena kehilangan gigi 46, hubungan kaninus kiri
dan kanan juga tidak dapat dinilai karena agenesi gigi 13
dan 23, overbite 3mm, overjet -1,5mm, diastema pada
rahang atas dengan total sebesar 3mm, garis median
rahang atas bergeser 2 mm. ALD rahang atas kanan
sebesar +3 mm dan kiri sebesar +7 mm, sedangkan ALD
rahang bawah kanan +10 mm dan kiri 0 mm.
PEMERIKSAAN SEFALOMETRI
Analisa sefalogram lateral sebelum perawatan
(Gambar 4) menunjukkan pola skeletal kelas III dengan
sudut SNA 79° (maksila normal), SNB 84° (mandibula
normal), dan sudut ANB -5° (kelas III). Jarak insisiv
rahang atas ke NA 6mm sedangkan sudutnya 30°
(normal), jarak insisiv rahang bawah ke NB 3mm dan
sudutnya 22° (normal), bidang mandibula 31°(high
angle), sudut konveksitas -9° (profil skeletal cekung),
jarak pogonion ke NB 0mm (dagu normal), AO-BO -8mm
(kelas III), tinggi wajah bagian bawah lebih pendek dari
proporsi seharusnya.
Gambar 1. Foto Ekstra Oral Pasien Sebelum Perawatan
Pada pemeriksaan intra oral (Gambar 2) tampak
gigitan bersilang di anterior dan posterior gigi 45
terhadap 14, overbite normal, diastema pada gigi anterior
rahang atas, garis median rahang atas bergeser ke kanan,
kehilangan gigi 24 dan 46 dan disertai persistensi gigi
63. Pada pemeriksaan rontgenologis foto panoramik
(Gambar 3) terdapat agenesi pada gigi 13 dan 23, abses
periapikal pada gigi 36, tidak ada resorbsi akar dan posisi
M3 normal.
Gambar 3. Foto Panoramik Sebelum Perawatan
Gambar 4. Foto Sefalometri Lateral Sebelum Perawatan
Tabel 1. Analisa Sefalometri Metode Downs Sebelum
Perawatan
Gambar 2. Foto Intra Oral Pasien Sebelum Perawatan
Danila, dkk: Treatment of class III dentoskeletal
Tabel 2. Analisa Sefalometri Metode Steiner Sebelum
Perawatan
Tabel 3. Analisa Sefalometri Metode Wits Sebelum Perawatan
11
SS 0,016 inch multiple loop, kemudian tahap leveling
dan alignment dilanjutkan dengan menggunakan kawat
SS 0,016, 0,018 plain arch. Setelah gigitan bersilang di
anterior terkoreksi, tahap selanjutnya adalah koreksi
garis median sebesar 2 mm ke regio kiri dengan
menggunakan kawat SS Recta 0,016 x 0,022 plain arch
serta tahap leveling dan alignment rahang bawah
dimulai. Tahap berikutnya adalah mesialisasi gigi-gigi
posterior rahang atas kanan untuk menggantikan
agenesi gigi 13 dengan gigi 14 menggunakan power
chain. Bila diperlukan, gunakan elastik intermaksiler
kelas III untuk penyesuaian oklusi.
Setelah 12 bulan perawatan, leveling dan
alignment rahang atas telah tercapai, gigitan bersilang
telah terkoreksi, dan pada saat ini sedang dilakukan
pengkoreksian garis median rahang atas ke arah kiri,
serta proses leveling dan alignment rahang bawah
sedang berlangsung (Gambar 5 dan 6).
Tabel 4. Analisa Sefalometri Metode Wendel Wylie Sebelum
Perawatan
Simpulan Analisa Sefalometri
Maloklusi Skeletal Kelas III disertai profil skeletal
cekung, maksila mundur mandibula maju, sudut bidang
mandibula tinggi.
DIAGNOSIS
Berdasarkan hasil pemeriksaan ekstra oral,
intra oral, analisis model studi, dan sefalometri, maka
diagnosis pada kasus ini adalah maloklusi dentoskeletal
kelas III disertai gigitan bersilang anterior dan posterior
gigi 45 terhadap 14, tipe muka sempit, profil wajah
cekung, garis median bergeser ke kanan, overjet -1,5mm,
agenesi 13 dan 23, kehilangan gigi 24 dan 46, diastema
pada anterior rahang atas, dan konstriksi rahang atas.
Gambar 5. Foto Wajah Setelah 12 Bulan Perawatan
ETIOLOGI
- Agenesi gigi 13 dan 23
- Kehilangan gigi 24 dan 46
- Konstriksi rahang atas
TUJUAN PERAWATAN
Pasien ini telah berusia dewasa sehingga
dilakukan perawatan kompromi untuk mengkoreksi
maloklusi kelas III tipe 3 disertai agenesi gigi 13, 23 dan
profil muka cekung akibat konstriksi rahang atas.
KEMAJUAN PERAWATAN
Perawatan dilakukan dengan menggunakan
alat ortodonti cekat standar edgewise slot 0,018 inch.
Perawatan dimulai dengan tahap leveling dan alignment
pada rahang atas terlebih dahulu menggunakan kawat
SS 0,014 inch multiple loop untuk melakukan ekspansi
pada gigi anterior rahang atas, lalu diganti dengan kawat
Gambar 6. Foto Intra Oral Pasien Setelah 12 Bulan Perawatan
12
PEMBAHASAN
Pasien pada laporan kasus ini telah berusia
dewasa sehingga dilakukan perawatan ortodonti
kompromi maloklusi kelas III dentoskeletal.
Diagnosa dari pasien ini adalah maloklusi
dentoskeletal kelas III disertai gigitan bersilang anterior
dan posterior gigi 45 terhadap 14, tipe muka sempit, profil
muka cekung, garis median bergeser ke kanan,
overjet -1,5mm, agenesi 13 dan 23, kehilangan gigi 24
dan 46, diastema pada anterior rahang atas, dan
konstriksi rahang atas, dimana tujuan perawatannya
adalah untuk memperbaiki maloklusi dan profil wajah
yang cekung.
Perawatan yang dilakukan adalah dengan
melakukan ekspansi lengkung gigi maksila ke anterior
dengan menggunakan kawat SS 0,014 dan 0,016 multiple
loop, kemudian menggantikan posisi agenesi gigi 13
dengan gigi 14 melalui cara mesialisasi menggunakan
kawat SS recta 0,016x 0,018 inch dan power chain. Setelah
12 bulan perawatan, leveling dan alignment rahang atas
telah tercapai, gigitan bersilang telah terkoreksi, dan pada
saat ini sedang dilakukan pengkoreksian garis median
rahang atas ke arah kiri, serta proses leveling dan
alignment rahang bawah sedang berlangsung.
Perawatan masih akan dilanjutkan hingga tercapai
hubungan oklusi yang normal.
SIMPULAN
Perawatan ortodonti kompromi terhadap
maloklusi dentoskeletal kelas III tipe 3 menggunakan
alat cekat standar edgewise adalah salah satu pilihan
jenis perawatan terhadap kasus maloklusi kelas III pada
pasien dewasa. Tujuan dari perawatan ini adalah untuk
memperbaiki estetik akibat gigitan bersilang di anterior,
serta profil wajah yang cekung akibat konstriksi maksila.
DAFTAR PUSTAKA
1. Moyers, R.E. Handbook of Orthodontics.4th edition.
United states. 1988; 348-51.
2. Castaldi CR, George AB. Dentistry for the Adolescent.
Philadelphia: W.B. Saunders.1980;181-84
3. Dermaut L.R., K.R. Goeffers, A.A De Smit. Prevalence of
Tooth Agenesis Correlated With Jaw Relationship and
Dental Crowding. American Journal Orthodontics. 1986;
90:204-210.
4. Singh G. Textbook of Orthodontics.1st ed. New Delhi:
Jaypee Brothers Medical Publisher.2004;174.
5. Lowenhaupt EB. Compromised Nonsurgical Treatment
of A Patient with A Severe Class III Malocclusion.
International Dentistry SA Vol 11 No.3;52-61.
6. Foster, TD. Buku Ajar Ortodonsi. EGC. 1993 h 287-298.
Majalah Ortodontik Juni 2015, Edisi kesatu 9-12
13
ORTHODONTIC TREATMENT IN WINGED
MAXILLARY CENTRAL INCISORS
(Case report)
Dhani Agustina* Anang Soejono**
*Orthodontic Resident
**Lecturer, Departement of Orthodontics
Faculty of Dentistry University of Airlangga Surabaya
ABSTRACT
Background : Winged incisors are well-recognized clinical finding. In this report, the disorder is briefly reviewed and a unique case
of winging of the two maxillary central incisors. Objective : The two winged maxillary central incisors were derotated using edgewise
technique. Case management : This case report is about orthodontic treatment in 19 years old female. Clinical examination shows
winged maxillary central incisors, with class 1 malocclusion and crowded mandibular teeth. The patient was treated with the edgewise
technique. Three months after levelling and aligning. The two central incisors were derotated using edgewise bracket, A 0.016-Inch
NiTi wire was used for the initial correction. Derotation and diastema closure were achieved in eight weeks, when the SS wire was
replaced with a 0.016 x 0.22-Inch stainles steel wire. Complete derotation was achieved after another 12 weeks, and appliance was
removed after 96 weeks of the retention phase. A posttreatment panoramic radiograph showed normal development and divergence
of the roots of 11and 21. Result : The final position and anatomy of maxillary central incisors was succeded in replacing the position
and anatomy. Conclusion : The two winged maxillary central incisors were derotated and the patient was satisfied with better smile.
Key word : Winged maxillary central incisors, orthodontic treatment, edgewise technique
PENDAHULUAN
Perawatan ortodonti pada kasus rotasi gigi
insisif central rahang atas bilateral yang sering disebut
winging menjadi tantangan tersendiri bagi para praktisi.
Resorpsi akar dan resesi gingiva di sekitar gigi adalah
komplikasi umum yang sering terjadi.1
Winging adalah rotasi yang melibatkan insisif
sentral rahang atas bilateral yang menyerupai sayap.
Winging insisif central rahang atas merupakan morfologi
insisif yang tidak biasa, namun terdapat penelitian yang
menyatakan dalam delapan tahun terdapat pasien lakilaki dengan rotasi gigi insisif sentral rahang atas
bilateral.1,2
Gigi insisif central rahang atas biasa pada posisi
yang normal. Namun, beberapa penelitian dilaporkan
Indian Amerika, margin distal dari gigi seri yang berputar
dalam arah labial atau lingual. dengan prevalensi 41,5%
di Makiritare India,3 49% di Zunis, 2 dan 52,75% di
Yanomama, Indians3; kelompok Amerika Selatan seperti
Pewenche, yang Diaguitas, dan Jivars pameran
prevalensi wingingdari 55,5%, 66,2% 4, 5 dan 50-70%, 6
masing-masing. 1,2
LAPORAN KASUS
RIWAYAT KASUS
Seorang penderita perempuan, umur 19 tahun,
ras Deutromelayu datang ke klinik pendidikan spesialis
Ortodonti FKG. Pasien merasa kurang percaya diri saat
tersenyum dikarenakan gigi atasnya miring dan terlihat
tidak rapi. Sebelumnya belum pernah mendapatkan
perawatan kawat gigi. Pasien ingin dirawat dengan
tujuan merapikan giginya agar lebih baik secara estetik.
Pada pemeriksaan ekstra oral didapatkan: profil penderita
lurus, tipe muka sedang dan tipe kepala mesosefalik.
Penderita mempunyai bentuk muka yang simetris dan
didapatkan bibir yang kompeten (Gambar 1).
Pemeriksaan intra oral terlihat: jaringan mukosa, bentuk
lidah dan bentuk palatum normal. Gigi terletak
berdesakan di rahang atas anterior (Gambar 1).
Pemeriksaan foto radiografi panoramik terlihat
impaksi gigi 18, 28,38, dan 48 (Gambar 2).
Analisis sefalometri
Tipe muka mesognati dengan retrognati
mandibula dan profil muka lurus (< FH-NP 80º,
< NAP 4º). Hubungan maksila dan mandibula terhadap
basis kranium menunjukkan tendensi relasi skeletal klas
I (< SNA 82º, < SNB 79º, Ð ANB 3º dan Wits appraisal
AO-BO 3 mm) dengan inklinasi insisif RA dan RB normal
(< I-NA 29º, < I-NB 26º). Analisis sefalometri jaringan
lunak Rickett’s Lip Analysis: bibir atas berimpit garis E
dan bibir bawah 2 mm di depan garis E. Analisis jaringan
lunak Steiner’s Lip Analysis: bibir terletak di depan
garis S.
Rencana Perawatan dan Tujuan Perawatan
Tujuan perawatan pada pasien ini mengkoreksi
letak gigi 11 dan 21 yang winging.
14
Majalah Ortodontik Juni 2015, Edisi kesatu 13-15
Rencana perawatan adalah mengkoreksi berdesakan
anterior rahang atas dan bawah. Mengkoreksi kurva
spee yang positif. Dalam perawatan ini tanpa dilakukan
pencabutan, untuk mendapatkan tempat dilakukan
stripping pada gigi anterior rahang atas dan bawah.
Gambar 3. Foto ektraoral dan intraoral setelah perawatan
Gambar 1. Foto ektraoral dan intraoral sebelum perawatan
PERAWATAN
Perawatan ortodonti dimulai pada tanggal 11
Oktober 2011, diawali dengan pemasangan molar band
dan welding tube pada gigi molar pertama rahang atas
dan bawah. Braket standard edgewise slot 0,018 inch
dipasang pada semua gigi rahang atas dan bawah.
Leveling dan aligning menggunakan busur NiTi round
0.012, round 0.014, round 0.016 di rahang atas maupun
rahang bawah. Dua bulan berikutnya, dilakukan derotasi
gigi 11 dan 21. Setelah 2 tahun perawatan selesai, terlihat
gigi 11 dan 21 serta berdesakan anterior rahang bawah
terkoreksi dan tidak terdapat resorbsi pada akar gigi 11
dan 21 (Gambar 3 dan 4).
Gambar 4. Foto Panoramik dan Sefalometri Setelah Perawatan
Dhani, dkk: Orthodontic treatment in winged
PEMBAHASAN
Winging adalah rotasi yang melibatkan insisif
sentral rahang atas bilateral yang menyerupai sayap.
Winging insisif central rahang atas merupakan morfologi
insisif yang tidak biasa, namun sering terjadi.
Pada kasus ini dilakukan levelling dan aligning serta
derotasi pada gigi insisif rahang atas. Derotasi sempurna
terjadi dalam kurun waktu 16 minggu.
SIMPULAN
Pada laporan kasus ini dilakukan derotasi
dengan kekuatan ringan sehingga Resorpsi akar dan
resesi gingiva di sekitar gigi tidak terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Prasad V N. Utreja A. Goyal A. Chawla H S. Winged
Maxillary Incisors with Unusual Morphology: A Unique
Presentation and Early Treatment. Angle Orthodontist,
Vol 75, No 3, 2005; 75:478–482.
2. Ling John Y.K. Wong Ricky Y.K. Incisors Winging in
Chinese. The Open Anthropology Journal, 2010, 3, 8-11
15
16
THE MANAGEMENT OF CLASS I MALOCCLUSION
WITH ANTERIOR OPENBITE AND
MUTILATED FRONT TOOTH
(Case Report)
Endriyana Novitasari*, Jusuf Sjamsudin**
* Orthodontic Resident
**Lecturer, Departement of Orthodontics
Faculty of Dentistry University of Airlangga Surabaya
ABSTRACT
Background: Anterior openbite, which means no contact between anterior teeth, stands out in current orthodontic by the complexity
of the treatment, associated with the high level of instability and recurrence. The open bite is characterized by the lack of vertical
contact, between the opposite segments of teeth, or between teeth and gums, in a limited region, not throughout the dental arch like it
normally would in centric occlusion. Anterior openbite has multifactorial origin, such as suction of objects, premature dental loss,
tongue thrusting, temporomandibular joint internal disorder, accident among others. Objective: This is a case report of 19 years old
male, with front teeth opened. Class I malocclusions and skeletal; dental open with mutilated front tooth, which was first upper right
incisor; without abnormal measures to the vertical cephalometric analysis. Case management: First premolars were extracted.
Patient was treated with Roth braces slot 0,018". Space gaining of front teeth was done and replaced it with temporary Maryland
Bridge, that had been attached to the arch wire for aesthetic purpose. Result:The anterior openbite was corrected by camouflage
which extruded anterior segment and adjusted the bridge position in every single step of orthodontic treatment. The outcome
undergoes better teeth occlusion and proper appearance. Patient has satisfied with it. Conclusion: Anterior openbite is considered
one of the most challenging dentofacial deformities to be diagnosed and to treat.
Key words: anterior openbite, mutilated front tooth, Maryland Bridge
INTRODUCTION
The term of anterior openbite, which means no
contact between anterior teeth, stands out in current
orthodontic by the complexity of the treatment,
associated with the high level of instability and
recurrence. It can be defined as a malocclusion without
contact in the anterior region of the dental arches,
being the posterior teeth in occlusion. The open bite
is characterized by the lack of vertical contact, between
the opposite segments of teeth, or between teeth and
gums, in a limited region, not throughout the dental arch
like it normally would in centric occlusion1. Anterior
openbite has incidency rate ranges from 1.5% to 11%
and varies between races and with dental age. The
complexity of anterior open bite due to a combination
of skeletal, dental, soft tissue, and habitual factors. Thus,
multiple treatment strategies aimed at different etiologies
of anterior open bite have been proposed.2
Diagnosis of openbites have to be viewed first
in the context of skeletal structures. Generally, open bite
is classified as either skeletal or dental3. Dental open
bite is generally found in front region, in which there is
no occlusion within the area of the cuspids and incisors
and is associated with normal craniofacial pattern,
proclined and undererupted anterior teeth. However,
thumb or finger sucking habits are contributing on it.
Anterior openbite has multifactorial origin, such as
suction of objects, premature dental loss, tongue
thrusting, temporomandibular joint internal disorder,
accident, mouth breathing or airways obstruction
among others. Despite of it, the skeletal openbite is
often related to excessive vertical growth of the dentoalveolar complex, especially in the posterior molar region.
Thus, in the posterior teeth there is no contact among
the posterior teeth.2
CASE REPORT
This is a case report of 19 years old male, with
front teeth opened. Based on extraoral examination,
patien had three maxillary incisors and undererupted
one. There was no contact within the area of the cuspids
and incisors. Patient had neither history of dental
extraction nor family history of openbite. Patient had
mesosefalic and convex facial profile (Figure 1).
Figure 1. Extraoral examination (before treatment)
Endriyana, dkk: The management of class I
In intraoral examination, it was found mutilated
11; oral hygiene was good enough; low caries frequency;
square maxilla arch with normal mandible arch; proclined
of upper and lower incisors and no diastema among
that; normal tounge size and there was no scallop on its
the surface; the fourth of third molars well erupted;
normal adenoid and patient did not has mouth breathing
history even any respiratory disturbance. First
permanent molar and permanent canine relations were
Class I on the right side and edge to edge on the left
side in centric occlusion. The anterior openbites
presented on front region that involved tooth elements
12, 21, 22, 31, 32, 42, and 42. Overjet and overbite was 0
mm and -1,5 mm. There was maxillary midline shift 5 mm
to the right side. The curve of spee was approximated 3
mm. Based on dental case examination, it was 16 mm
and 9,5 mm for upper and lower discrepancy (figure 2).
17
Figure 3. Airways pharyngeal analysis
Figure 4. Radiograph examination before treatment.
Chepalometric (left), Panoramic (right)
ETIOLOGY
When patient was childhood, around 11 years
old, he frontally felt down from his bicycle, then one of
upper tooth forsook. He had gone to visit dentist to
cure that traumatic wound. As long as growth, he feel
something bad with front teeth appearance. In other
hand, he had thumb sucking until he reached 6 years
old. He complained why anterior teeth opened and there
was shifted on upper teeth.
Figure 2. Intraoral examination before treatment
DIAGNOSIS
Patient was diagnosed as Angle Class I
malocclusion with upper and lower dental protrusion
with anterior openbite and midline shift to the right 6
mm with skeletal Class I.
RADIOGRAPHIC EXAMINATION
Chepalometric analysis had shown skeletal
class I relation with downward and backward mandibular
rotation, yet there was not found abnormal measures to
the vertical cephalometric analysis. Airway pharyngeal
analysis was normal (18 mm) and no obstruction.
In the panoramic features, mandible ramus were
symmetrical, 47 had been treated endodontic. Patient
undergoes permanent teeth phase.
AIM OFTREATMENT
The treatment objective was to correct anterior
openbite through extracted the fourth of first premolar
and achieved space on front tooth to replace it with
prosthesis.
TREATMENT PROGRESS AND RESULT
The orthodontic treatment started with
maximum anchorage in upper arch using double
anchorage on first and second molar, then bonded 0,018"
Roth braces. In the lower arch, here was used minimum
anchorage. Leveling and aligning in upper and lower
started with 0,012" of NiTi SE. Space gaining of exmutilated 11 and upper midline correction was achieved
with open coil spring that was inserted in 0,016" of
Australian wire between 12 and 21 after canine retraction
(figure 5).
18
Majalah Ortodontik Juni 2015, Edisi kesatu 16-19
Figure 5. Canines retraction and midline shift correction
There was few space remaining among upper
canines and front teeth. This space was utilized for
anterior retraction and torque. Due to aesthetic purpose,
we used Maryland bridge that must be adjusted along
with space opening until the end of the orthodontic
phase be done. The attachment of Maryland bridge
was on palatal 12 and 21 through adhesive bonding
attachment then it was continued with ligature wire
0,008" that was put across the occlusal surface and
contact point of upper canines with front teeth. This
tying was to avoid bridge fall down during occlusion,
speech, chew food or other patient’s activity (figure 6a
and 6b).
Figure 6a. Bridge during leveling and aligning after 2 months
of treatment
Figure 7. Treatment outcome of this case
Figure 6b. Bridge during upper anterior retraction until passive treatment
During torque management, here was utilised
negative torque with 0,017 x 0,025’ of Stainless Steel
wire in order to achieve proper overjet and overbite.
Anterior openbite had been corrected for 24 months
and 2 weeks later (figure 7). The anterior openbite was
corrected by camouflage which extruded anterior
segment and adjusted the bridge position in every
single step of orthodontic treatment. Finally, we utilized
the lastest Maryland bridge either prosthesis aim or
modified fixed retainer that combined with Hawley
retainer. The outcome undergoes better teeth occlusion
and proper appearance. Patient has satisfied with it.
In table 1, case was merely treated by
camouflage. Therefore, it was found only inter-incisors
angle significantly changed from 990 become 1300.
Proclinated incisors diminished 100 of upper incisors
and 120 of lower incisors. The curve of spee also
corrected. Although facial convexity unsignificantly
decreased (Figure 8 and 9).
Figure 8. Chepalometric after treatment
19
Dhani, dkk: Orthodontic treatment in winged
Tabel 1. Chepalometric value of before and 22 months of
treatment (degree)
%HIRUH $IWHU
9DULDEOH
)+13
1$3
61$
61%
,QWHULQFLVRUV
1$
1%
618SSHURFFOXVDO
61/RZHURFFOXVDO
There was resported that airways pharyngeal has relation
with malocclusion4,5. In this case, patient did not has
any problem with his respiratory. Therefore, anterior
openbite was treated by convensional technique such
camouflage. Although there was extrusion effect of
anterior incisors, but this condition could be accepted
by patient.
CONCLUSIONS
Anterior openbite is one of the challenging case
in orthodontics. Treatment planning can be done by
improving proper diagnosis that include etiology of
open bite, x-ray analysis, dental cast analysis, and clinical
examination. Several approaches have been addressed.
Following treatment, patients is expected to improve
ability to incise and chew food, improve esthetics, and
improve speech. However, it must be kept in mind that
treatment strategies should always address the etiology
of the malocclusion. Successful identification of the
etiology anterior openbite could enhance the probability
of treatment success.
REFERENCES
Figure 9. Superimpose before and after treatment Black line
show before treatment; red line show treatment
DISCUSSION
Malocclusion can be treated, if necessary, in
many ways or other multidiscipline of dentistry. In this
case, extraction of fourth first premolar were determined
to provide enough space for closing anterior openbite
and making tooth prosthesis. Treatment of mutilated
front tooth was difficult and complex because it need
more consideration and aesthetic problem. Combined
orthodontic treatment with prosthodontics
multidiscipline was better choice for this case. The
anterior openbite was corrected by camouflage which
extruded anterior segment to gain appropriate overjet
and overbite. Hence, negative torque had role during
this step.
Airway pharyngeal analysis could help
clinicians to determine the necessity of treatment
planning such mandibular advance in order to enhance
its airways and produce good respiration for patient.
1. De Oliveira J, Dutra A, Pereira C, Orland. Etiology and
treatment of anterior open bite. Etiologia e : tratamento da
mordida aberta anterior. Journal of Health and Science. 2 0
11 ; 2 9 ( 2 ) : 9 2 – 5
2. Lin L. H, Huang G., Chen C., Etiology and Treatment
Modalities of Anterior Open Bite Malocclusion. Journal
of Experimental and Clinical Medicine. 2013;5(1):1e4
3. Ngan P, Henry W. Open bite: a review of etiology and
management. American Academy of Pediatric Dentist.
19:2, 1997
4. Mucedero M, Baccetti T, Franchi L, Cozza P. Effects of
maxillary protraction with or without expansion on the
sagittal pharyngeal dimensions in Class III subjects.
American Journal of Orthodontics and Dentofacial
Orthopedics. 2009.Juni
5. Richard L, Jacobson. Radiographic Chepalometric from
Basic to 3-D Imaging. Canada: Quintescene
Publishing. 2006.122
20
COMPROMISED TREATMENT OF
DENTOSKELETAL CLASS III MALOCCLUSION
WITH MAXILLARY PEGSHAPE
LATERAL INCISIVUS
(Case Report)
Lisye*, Tono Hambali **
* Orthodontic Resident
** Lecturer, Departement of Orthodontics,
Faculty of Dentistry Padjajaran University, Indonesia
ABSTRACT
Background : Class III malocclusion with crowding and pegshape lateral insisivus often shows maxilla and mandible constriction.
Objectives: to correct the anterior and posterior crossbite, crowding and esthetic. Case management : This is a case of 31 years
old female patient with class III dentoskeletal malocclusion, overjet -1 mm, maxilla and mandible crowding, SNA 81°, SNB 87°, ANB
-6°, Wits: -3mm. This case was treated with standar edgewise fixed appliance to move dental arch maxilla anteriorly and correct
crowding and crossbite anterior and treated overjet by extracting two premolars of mandibula. Result : after 13 months treatment,
crossbite anterior and posterior was corected, and overjet : 2mm. Conclusion : class III with anterior crowding, anterior and
posterior crossbite with pegshape lateral incisivus treated with lateral expansion and moving maxilla anteriorly, while mandibula
treated by extracting two premolars.
Key words: compromised treatment, class III malocclusion, pegshape, crowding, crossbite
PENDAHULUAN
Prevalensi terjadi nya maloklusi kelas III pada
berbagai ras terjadi sekitar 1-5 %. Pada ras kulit hitam
sebesar 5-8% dan prevalensi terbesar pada masyarakat
Asia sebesar 4-14%. Maloklusi ini nerupakan salah satu
tipe maloklusi yang sulit ditangani, dimana biasanya
ditangani dengan tindakan bedah ortognatik atau
perawatan ortodontik kamuflase.1,2,4
Karakteristik dentoalveolar pada maloklusi
kelas III menurut angle adalah gigi-gigi dan lengkung
gigi bawah letaknya lebih mesial dari pada normal dalam
hubungan dengan gigi-gigi dan lengkung gigi atas.
Puncak bonjol mesiobukal molar satu atas letaknya lebih
ke distal dari pada bukal groove molar satu bawah dan
cross bite pada bagian anterior. Secara skeletal
menunjukkan adanya penyimpangan skeletal anteroposterior, penyimpangan lebar rahang dan dimensi
vertikal wajah.5
Maloklusi kelas III memiliki karakteristik, yaitu
tipe wajah yang cekung, nasomaksilla yang retrusif,
lengkung rahang atas lebih sempit daripada lengkung
rahang bawah, overjet sangat kecil atau bahkan gigitan
terbalik, wajah bagian bawah lebih panjang.1,2
Etiologi maloklusi kelas III disebabkan oleh berbagai
faktor diantaranya faktor herediter, pengaruh lingkungan
dan patologi. Perawatan kelas III dilakukan untuk
memperbaiki estetik, fungsi dan stabilitas dengan cara:3
1. Melakukan pencabutan pada rahang bawah untuk
mendapatkan ruangan sehingga dapat dilakukan
distalisasi pada gigi anterior rahang bawah sekaligus
untuk memperbaiki overjet.
2. Melakukan ekspansi dan memperbaiki gigitan
bersilang pada gigi posterior dan memperbesar
lengkung gigi sekaligus memperbaiki malposisi.
3. Kombinasi perawatan pada lengkung atas dan bawah.
Perawatan bedah merupakan perawatan yang
lebih stabil untuk pasien dewasa dengan maloklusi kelas
III yang berat. Sedangkan pasien dengan kompensasi
dentoalveolar dianjurkan untuk melakukan perawatan
kompromi mengingat tindakan bedah memiliki tingkat
resiko yang lebih tinggi, biaya yang lebih besar, potensi
komplikasi yang lebih besar, dan pasien lebih tidak
nyaman. Perawatan maloklusi kelas III dilakukan dengan
berbagai tahapan:1
1. Pada tahap pertumbuhan biasanya dilakukan dengan
memanipulasi perkembangan tulang rahang, seperti
menghambat pertumbuhan rahang bawah dengan
menggunakan chin-cup atau dengan face-mask untuk
memacu pertumbuhan rahang atas ke anterior.
2. Perawatan kamuflase atau kompromi pada maloklusi
kelas III dentoskeletal biasanya dengan dilakukannya
pencabutan gigi pada rahang bawah.
3. Bedah orthognatik.
Laporan kasus ini menjelaskan mengenai
perawatan ortodonti terhadap pasien dengan diagnosa
maloklusi kelas III dentoskeletal disertai crowding
anterior, gigitan bersilang anterior dan posterior, kurva
spee yang dalam, pergeseran garis median rahang bawah
ke kiri 1 mm, serta profil wajah cekung yang di rawat
menggunakan alat ortodonti standard edgewise dengan
Lisye, dkk: Compromised treatment
21
pendekatan kompromi.
LAPORAN KASUS
Seorang wanita berusia 31 tahun 4 bulan
datang ke klinik ortodonti FKG Unpad dengan keluhan
gigi tidak teratur, gigi bawah cenderung maju kedepan.
Riwayat kesehatan umum baik dengan tinggi badan 153
cm dan berat badan 52 kg. Pada pemeriksaan ekstra oral
tipe wajah normal, simetris, profil muka cekung, dan
terdapat protrusi dagu, relasi bibir normal.
Pada pemeriksaan intra oral, terdapat crossbite
anterior dan posterior, crowding pada gigi anterior
rahang atas dan bawah, gigi yang berbentuk pegshape
yaitu gigi 22, palatoversi gigi insisif pada rahang atas,
curve of spee dalam, palatum yang tinggi, Overbite
dalam, overjet besar dan terdapat pergeseran garis median
rahang bawah ke kiri sebesar 2 mm.
Gambar 2. Foto intra oral pasien sebelum perawatan
A
Gambar 1. Foto ekstra oral pasien sebelum perawatan
Pada pemeriksaan analisis model studi didapat
hubungan molar kanan dan kiri menunjukan hubungan
maloklusi kelas III, begitu juga dengan hubungan
kaninus kanan dan kiri menunjukkan hubungan
maloklusi kelas III. ALD (arch length discrepancy)
rahang atas kanan sebesar -1mm dan kiri sebesar -2 mm
sedangkan ALD rahang bawah kanan sebesar -4 mm
dan kiri - 6mm.
Kesimpulan analisa sefalometrik ( Gambar 3 )
sebelum perawatan menunjukkan pola skeletal kelas III,
jarak I ke NB menunjukkan proposisi gigi geligi rahang
bawah, sudut fasial memperlihatkan protusi ringan dan
sudut konvektivitas cekung. Sudut insisif rahang bawah
ke bidang mandibula retrusi, sudut bidang mandibula
normal. Analisa Wits -3 mm, menunjukan hubungan
rahang kelas III skeletal. Bibir atas dan bawah berada di
belakang E-line. Pemeriksaan sefalogram juga tidak
menunjukkan adanya kelainan pertumbuhan wajah
secara vertical.
Gambar 3. Foto sefalometri dan panoramik sebelum perawatan
Majalah Ortodontik Juni 2015, Edisi kesatu 20-23
22
Tabel 1. Analisis sefalometrik sebelum perawatan
Downs
Steiner
malposisi gigi geligi yang crowding, memperbaiki
crossbite, overjet, curve of spee dan memperbaiki garis
median. Perawatan yang dilakukan bersifat kompromi
untuk memperbaiki estetik wajah pasien dan mencapai
hubungan oklusi dan interdigitasi yang baik.
Rencana perawatan
Perawatan dimulai dengan pencabutan gigi 34
dan 44 serta menggunakan alat cekat standar edgewise
dengan pendekatan kompromi. Dimulai dengan leveling dan alignment pada rahang atas dan bawah, flaring pada rahang atas dengan melebarkan lengkung gigi
rahang atas ke anterior, mengkoreksi gigitan bersilang
anterior. Selanjutnya tahapan artistic positioning,
penyesuaian oklusal, stabilisasi dan retensi. sedangkan
pada rahang bawah , setelah leveling dan alignment
dilakukan distalisasi gigi kaninus dilanjutkan dengan
retraksi gigi anterior dengan menggunakan kawat SS
rektangular 016 x022 inch dengan T loop, dilanjutkan
dengan tahapan artistic positioning, penyesuaian
oklusal, stabilisasi dan retensi
Kemajuan perawatan
Setelah 13 bulan perawatan, crowding pada
gigi anterior rahang atas dan bawah serta gigitan
bersilang anterior dan posterior telah terkoreksi, curve
of spee yang dalam telah menjadi datar, garis median
pada rahang bawah yang sebelum perawatan bergeser
2 mm ke kiri telah terkoreksi, hubungan kaninus sudah
hampir mencapai hubungan kaninus kelas I. Perawatan
ortodonti masih dilanjutkan untuk memperbaiki oklusi
gigi dan menutup sisa ruangan yang ada.
Wits
Wendel-Wylie
DIAGNOSIS
Maloklusi kelas III dentoskeletal disertai
crowding anterior,crossbite anterior dan posterior,
pergeseran garis median rahang bawah ke kiri 2 mm ,
curve of spee dalam, palatum yang tinggi, overjet
-2 mm, profil wajah cekung dan prognati mandibula.
Tujuan perawatan
Tujuan perawatan yaitu mengkoreksi
Gambar 4 . Foto Ekstra oral Pasien Setelah 13 Bulan
Perawatan
23
Lisye, dkk: Compromised treatment
2.
3.
4.
5.
Gambar 5. Foto intra oral setelah 13 bulan perawatan
PEMBAHASAN
Diagnosa dari pasien ini adalah Maloklusi kelas III
dentoskeletal disertai crowding anterior, crossbite anterior dan posterior, curve of spee dalam , prognati
mandibula, protusif menton, dan profil wajah yang
cekung. Dimana tujuan perawatannya adalah bersifat
kompromi untuk memperbaiki profil pasien, mengkoreksi
gigitan bersilang anterior dan mencapai hubungan oklusi
normal.
Perawatan yang dilakukan adalah melebarkan
lengkung gigi rahang atas untuk memperbaiki gigitan
bersilang anterior, sedangkan pada rahang bawah
dilakukan pencabutan dua gigi premolar pertama. Setelah
leveling dan alignment dilakukan distalisasi gigi kaninus
dilanjutkan dengan retraksi gigi anterior dengan
menggunakan kawat SS rektangular 016 x022 inch
dengan T loop.
Setelah 13 bulan perawatan gigitan bersilang,
overjet dan garis median terkoreksi. Perawatan masih
akan dilanjutkan untuk memperbaiki angulasi, inklinasi
dan interdigitasi serta posisi artistik.
SIMPULAN
Perawatan ortodonti maloklusi dentoalveolar
kelas III menggunakan alat cekat standard edgewise
dengan pendekatan kompromi adalah salah satu pilihan
jenis perawatan terhadap kasus maloklusi kelas III tanpa
tindakan bedah. Perawatan ini memberikan hasil yang
cukup baik dimana gigitan bersilang anterior dan posterior, crowding dan garis median terkoreksi, curve of
spee yang dalam menjadi datar, sehingga di dapatkan
estetik dan fungsi oklusi serta interdigitasi yang lebih
baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Doshi Sachin, Non surgical treatment of a patient with
Class III malocclusion and missing maxillary lateral incisor: A combined orthodontic-phrosthodontic approach.
J. Contemp Dent. 2012; 2 ; 57-63.
He S, Gao J, Wamalwa P, Wang Y, Zou S, Chen S. Camouflage treatment of skeletal Class III malocclusion with
multiloop edgewise archwire and modified Class III elastics by maxillary mini-implant anchorage. Angle orthod
2013; 83: 630-640.
Lowenhaupt EB. Compromised nonsurgical treatment of
apatient with a severe Class III malocclusion. Internasional
Dentistry SA Vol 11 No.3 ; 52-61. Perception of comfortable mandibular occlusal positions. J Oral Rehabil.1977;
4 ; 17-21.
Lin J, Gu Y. Preeliminary investigation of nonsurgical
treatment of severe skeletal Class III maloclussion in the
permanent dentition. Angle Orthod. 2003; 73 (4) ; 401410.
Proffit WR, Fields HW. Contemporary orthodontics. 4th
Ed. Mosby Co, St Louis Mosby. 2000 ; 566.
24
TREATMENT OF ANGLE CLASS I
MALOCCLUSSION WITH CLOSED BITE AND
ANTERIOR CROWDING USING BEGG TECHNIQUE
(Case Report)
SetiariniWidiarsanti*, Soekarsono**, Sri Suparwitri**
*Orthodontics Resident
**Lecturer Department of Orthodontic
Faculty of Dentistry, University of Gadjah Mada
ABSTRACT
Background: Treatment of closed bite is considered as a challenging case in the orthodontic specialty. Technique with
an adequate force is needed to open the bite correctly. Begg technique is suggested to be an effective technique in
treating several malocclusions such as Angle class II div 1 and div 2. Objectives: The purpose of this report is to give
an alternative treatment of Angle class I malocclusion with closed bite and anterior crowding with a technique that align
the teeth in a short period of time and still comfort the patient. Case Management: A 20 years old female presented with
a chief complaint of crowding of both anterior arches and a gummy smile, those affects the confidence in patient. The
patient had a skeletal Class II pattern and Angle Class I malocclusion with closed bite. The case was treated with an
extraction of four second premolars. Begg technique appliance was performed in 3 stages;namely (a) Stage I : Distalization
of first premolars using open coil. General alignment with multiple loops to correct malposition, combined by anchorage
bend 45° and intermaxillary class II elastic to open the bite., (b) Stage II: Space closing, (c) Stage III: finishing and root
paralleling. Gummy smile will be treated in periodontology department. Result: After 6 months the closed bite was
corrected and general alignment achieved. Conclusion: Begg technique provides a light continuous force that effective
to correct a closed bite and align the teeth in a short period of time and still comfort the patient.
Key words: Angle class I malocclusion, closedbite, crowding, Begg Technique.
PENDAHULUAN
Closed bite anterior merupakan suatu kondisi
dimana seluruh permukaan mahkota gigi incisivus
rahang bawah tertutup oleh gigi incisivus rahang atas.1
Closed bite merupakan salah satu keadaan deep bite
dengan kategori berat yaitu overbite e”5 mm.2 Deep
bite dapat diklasifikasikan dalam dua tipe yaitu deep
bite skeletal dan dental. Tipe skeletal biasanya
merupakan suatu pola genetik. Tipe dental disebabkan
oleh adanya supraklusi gigi anterior, infraklusi gigi
posterior atau kombinasi keduanya.3
Deepbite merupakan suatu kasus yang cukup
sulit dalam perawatan ortodontik. Membutuhkan suatu
teknik yang tepat dalam membuka gigitan untuk
mengurangi overbite. Teknik Begg merupakan salah satu
teknik dalam perawatan ortodontik cekat yang dapat
digunakan untuk merawat kasus dengan deepbite
seperti pada kasus maloklusi Angle klas II divisi 1, klas
II divisi 2 dan klas I dengan overbite besar. Perawatan
teknik Begg dibagi dalam 3 tahap. Tahap 1 bertujuan
untuk mencapai general alignment, koreksi median
line, bite opening dan retraksi anterior. Tahap 2
bertujuan untuk space closing dan tahap 3 bertujuan
untuk finishing dan rootparalleling.4
Prinsip pergerakan dalam perawatan
ortodontik menggunakan teknik Begg adalah adanya
gerakan dengan kekuatan ringan dan continous. Hal
tersebut dimungkinkan karena bentuk slot braket dan
penggunaan round wire yang akan menghasilkan one
point contact sehingga terjadi gerakan tipping. Selain
itu kombinasi penggunaan anchorage bend dan elastik
intermaksiler klas II menyebabkan terjadinya intrusi gigi
anterior atas dan bawah. Gaya dari elastik intermaksiler
klas II akan menyebabkan ekstrusi molar bawah dan
menambah gaya intrusi pada gigi anterior bawah
sehingga akan menghasilkan pergerakan bite opening
yang cepat.5,6,7
LAPORAN KASUS
Riwayat Kasus
Pasien wanita berusia 20 tahun datang ke
Rumah Sakit Gigi dan Mulut Prof Dr Soedomo FKG
UGM dengan keluhan utama keadaan gigi depan pada
rahang atas dan bawah susunannya tidak beraturan
dan saat tersenyum terlihat bagian gusi. Kedua hal
tersebut sangat mengganggu penampilan dan
Setiarini, dkk: Treatment of angle class I
25
mempengaruhi kepercayaan diri pasien. Secara umum
kesehatan pasien baik, namun oral hygiene pasien
dalam kategori sedang karena beberapa gigi malposisi
sehingga pembersihan cukup sulit dilakukan pada
bagian tersebut. Pasien memiliki kebiasaan buruk yaitu
mengunyah satu sisi pada sisi kanan.
DIAGNOSIS
Pemeriksaan ekstra oral menunjukkan profil
wajah pasien tampak cembung normal, simetris dan saat
tersenyum tampak bagian gingiva (gummy smile)
(gambar 1 A, B, C). Pada rahang atas terdapat retroklinasi
gigi incisivus sentral dan labioversi gigi incisivus lateral
sebelah kanan. Pada rahang bawah tampak susunan
gigi anterior dan gigi premolar berjejal (gambar 2 A, B).
Pasien memiliki bentuk lidah normal, palatum tinggi
dengan torus palatinus dan mukosa normal.
Gambar 3. Foto Intraoral sebelum perawatan, (A) Tampak
depan, (B)Tampak samping kiri, (C) Tampak
samping kanan.
Pemeriksaan Lanjutan
Berdasarkan pemeriksaan foto panoramik
tampak ada keberjejalan gigi dan adanya benih gigi 18,
28, 38 dan 48. Hasil pemeriksaan sefalometri lateral
sebelum perawatan, pasien memiliki tipe skeletal kelas II
dengan bidental retrusif. Hal tersebut ditunjukkan
dengan keadaan maksila protrusif (SNA 87O) , mandibula
normal (SNB 80O) , ANB 7O, IMPA 89O dan jarak I atas –
NA 0,5 mm.
Gambar 1. Fotografi ekstraoral pasien sebelum perawatan,
(A) Tampak samping , (B) Tampak depan, (C)
Tampak depan dengan tersenyum.
Gambar 4. Foto radiografi sebelum perawatan, (A) Foto
panoramik, (B) Foto sefalometri lateral
Etiologi
Kemungkinan etiologi maloklusi adalah faktor
skeletal klas II yang diakibatkan oleh faktor herediter
dan adanya supraklusi gigi anterior.
Gambar 2. Fotografi Intraoral sebelum perawatan, (A) Rahang
Atas pada cermin intraoral, (B) Rahang Bawah.
Hasil pemeriksaan intraoral tampak adanya
relasi closed bite pada bagian anterior. Relasi molar
pertama kanan dan kiri klas I, overbite 5,6 mm dan overjet
2,8 mm (gambar 3 A, B, C). Pada pemeriksaan fungsional
tidak terdapat kelainan, TMJ normal dan tidak terdapat
klicking.Terdapat relasi palatal bite antara gigi 31 dan
41, open bite antara gigi 12 dengan 42 dan gigi 15 dengan
46, 45. Pergeseran median line pada rahang atas kearah
kanan sebesar 0,4 mm dan pada rahang bawah bergeser
ke kanan sebesar 1,5 mm.
Tujuan Perawatan
Tujuan perawatan pada pasien ini adalah untuk
memperbaiki estetika dengan mengkoreksi crowding,
menghilangkan relasi closed bite dan keadaan gummy
smile. Tujuan tersebut dicapai dengan perencanaan
perawatan dalam beberapa tahapan. Perawatan diawali
dengan pencabutan gigi 15, 25, 35 dan 45 untuk
memenuhi kebutuhan ruang pada perawatan ortodontik
menggunakan teknik Begg. Dalam teknik Begg sendiri
terdiri dari 3 tahapan yang harus berurutan yaitu tahap
I (general alignment) menggunakan multiple loops dan
open coil yang bertujuan untuk distalisasi gigi 14,24,34
dan 44, leveling dan unraveling. Kombinasi anchorage
26
bend 45O bertujuan untuk bite opening dan elastik
intermaksiler klas II bertujuan untuk retraksi anterior
serta koreksi pergeseran median line menggunakan
elastik intramaksiler pada sisi kiri rahang bawah. Tahap
II bertujuan untuk space closing dan tahap III bertujuan
untuk rootparalleling. Setelah perawatan aktif akan
dilanjutkan dengan perawatan di bagian periodonsia
untuk mengkoreksi gummy smile apabila masih
memungkinkan dilakukan crown lenghtening dengan
membandingkan terlebih dahulu lebar mesiodistal
dengan lebar cervicoincisal gigi incisivus setelah selesai
perawatan ortodontik aktif. Kemudian dilanjutkan
dengan penggunaan retainer jenis Hawley Retainer.
Majalah Ortodontik Juni 2015, Edisi kesatu 24-27
sisa ruang bekas pencabutan. Namun pasien sudah
cukup puas dengan kemajuan perawatan karena secara
estetika sudah mengalami perubahan (gambar 7 A,B,C).
Dari hasil perbandingan pemeriksaan penunjang yaitu
foto panoramik sebelum dan setelah 6 bulan perawatan
menunjukkan keadaan keberjejalan anterior sudah
terkoreksi namun masih membutuhkan tahap
rootparalelling (gambar 8 A,B). Berdasarkan hasil
pemeriksaan penunjang foto sefalometri lateral setelah
6 bulan perawatan SNA : 87O, SNB : 80O, ANB : 7O,
IMPA : 98 O dan jarak I atas terhadap NA : 1 mm
(gambar 9).
HASIL PERAWATAN
Setelah 6 bulan perawatan ortodontik dengan
teknik Begg terlihat bahwa tujuan perawatan mulai
tercapai, yaitu terkoreksinya crowding dan closed bite
anterior. Malposisi gigi incisivus atas yang retroklinasi
dan incisivus lateral kanan atas yang labioversi serta
gigi anterior bawah yang crowding telah terkoreksi.
Terlihat relasi hampir edge to edge dengan overbite
awal 5,6 mm menjadi 1 mm dan overjet awal 2,8 mm
menjadi 1 mm. Relasi molar kanan dan kiri serta caninus
kiri klas I, median line rahang atas telah terkoreksi dan
sisa pencabutan telah berkurang baik pada rahang atas
maupun pada rahang bawah (gambar 5 A,B dan gambar
6 A,B,C).
Gambar 5. Foto intraoral pasien (6 bulan setelah
perawatan), (A) Rahang atas pada cermin
intraoral, (B) Rahang bawah
Gambar 7. Foto ekstra oral pasien 6 bulan setelah perawatan,
(A) Tampak samping, (B) Tampak depan, (C)
Tampak depan dengan tersenyum.
Gambar 6. Foto intraoral pasien setelah 6 bulan perawatan,
(A) Tampak depan, (B) Tampak samping kiri,
(C) Tampak samping kanan.
Perawatan pasien yang belum selesai antara
lain adalah belum terkoreksi median line rahang bawah,
relasi caninus kanan belum klas I dan belum habisnya
Gambar 8. Perbandingan foto panoramik pasien sebelum dan
setelah 6 bulan perawatan, (A) Sebelum
perawatan, (B) Setelah 6 bulan perawatan.
27
Setiarini, dkk: Treatment of angle class I
crowding dalam waktu yang cukup singkat yaitu 6 bulan
dan pasien dalam menjalani perawatan tersebut masih
dalam kondisi nyaman.
DAFTAR PUSTAKA
Gambar 9. Foto sefalometri lateral pasien setelah 6 bulan
perawatan
PEMBAHASAN
Perawatan menggunakan alat cekat teknik Begg
dilakukan untuk mengkoreksi crowding, closed bite dan
pergeseran median line. Berdasarkan beberapa analisis
dan perhitungan, kebutuhan ruang yang dibutuhkan
akan dipenuhi dengan pencabutan empat gigi premolar
kedua untuk mengatur gigi geligi dalam lengkung gigi
yang baik. Hasil perawatan selama 6 bulan pada tahap I
teknik Begg, didapatkan hasil pengurangan overbite dan
overjet hingga hampir mencapai relasi edge to edge.
Crowding sudah terkoreksi pada tahap leveling dan
unraveling dalam 3 bulan perawatan.
Tahap I teknik Begg diawali dengan distalisasi
gigi premolar pertama menggunakan Australian wire
diameter 0,014", opencoil disertai multiple loops.
Distalisasi premolar pertama pada posisi yang
diharapkan tercapai selama 1 bulan perawatan, kemudian
gigi tersebut diligasi dengan gigi molar pertama untuk
fiksasi posisi yang telah diperoleh. Multiple loops
digunakan untuk mengkoreksi keadaan crowding baik
pada rahang atas dan bawah. Kegunaan multiple loops
adalah untuk menambah kelentingan kawat sehingga
rasa sakit yang dirasakan pasien minimal.
Kombinasi anchorage bend 45Odan elastik
intermaksiler klas II sangat efektif dalam membuka
gigitan. Anchorage bend sebesar 45O memberikan efek
intrusi pada gigi-gigi anterior rahang atas dan bawah
yang mengalami supraklusi. Elastik intermaksiler klas II
menyebabkan ekstrusi gigi molar pertama rahang bawah
sekaligus menambah gaya intrusi pada gigi anterior
rahang bawah. Ketidaknyamanan pasien yang dirasakan
selama perawatan ortodontik cekat menggunakan teknik
Begg dapat sangat minimal. Hal tersebut dimungkinkan
karena prinsip pergerakan adalah gerakan dengan
kekuatan ringan dan continous karena bentuk slot braket
dan penggunaan round wire yang akan menghasilkan
one point contact sehingga terjadi gerakan tipping.
SIMPULAN
Perawatan kasus dengan closed bite sangat
tergantung pada faktor penyebabnya dan ketepatan
dalam pemilihan teknik untuk perawatan. Pada laporan
kasus ini menunjukkan penatalaksanaan kasus closed
bite dengan menggunakan teknik Begg yang dapat
menghasilkan pengurangan overbite dan koreksi
1. Sreedhar C. and Baratam S. Deep overbite-A review (Deep
Bite, Deep Overbite, Excessive Overbite). Annals amd
Essencens of Dentistry. 2009; 1(1): 1-18
2. Proffit W.RContemporary Orthodontics.. . 2013. 5th Ed.
Mosby, Inc. p 8.
3. Iyyer B.S.. Orthodontics-The Art and Science. 3th Ed.
Arya (MEDI) Publishing House. New Delhi. 2003.p
433-435.
4. Begg P.R. and Kesling P.C.1971. Begg Orthodontic Theory
And Technique. 2nd Ed. W.B. Saunders Co, Philadelphia.1971; p 191-193.
5. Fletcher G.G.T. The Begg Appliance And Technique. J.
Wright and Sons (print) Ltd, Bristol. 1981; p 15-25.
6. Cadman G.R. A Vade Mecum for The Begg Technique:
Thecnical Principles. Am J Orthod Dentofacial Orthop.
1975. 67(5):175-186 Salzmann J.A. 1974. Orthodontics
in Daily Prac
28
TREATMENT OF CLASS II MALOCCLUSION WITH
MANDIBLE RETROGNATION USING ACTIVATOR
(Case Report)
Teguh Aryo N*, Amalia Oeripto**
*Orthodontic Resident
**Lecturer, Department of Orthodontics
Faculty of Dentistry, University of Airlangga university
ABSTRACT
Background: Class II malocclusion can be caused by maxillary normal and mandibular retrognation. Class II malocclusion cases
with mandibular retrognation during growth is one condition that requires early treatment to prevent severity. Early treatment of
Class II malocclusion with mandibular retrognation in growing patient can be done with a functional appliance to inhibit the growth
of the maxilla, and simultaneously stimulate mandible growth. Objective: The objective of this treatment was to correct the skeletal
relationship, inhibit the growth of the maxilla, and accelerate the growth of the mandible. Case management: A female patient aged
8 years and 9 months came to Orthodontic Clinic Faculty of Dentistry USU with a chief complaint of aesthetic problems. Diagnosis
showed Class II malocclusion (SNA 80°, SNB 75°, ANB 5°) with a large overjet (10 mm), and profunda caries at 26, and 46. In this
case report patient was treated with Class II activator. Result: Skeletal problems corrected (SNA 80°, SNB 78°, ANB 2°) and overjet
4 mm. Malposition of the teeth will be treated with fixed appliance. Conclusion: Class II activator treatment can be used as early
treatment in mandible retrognation in Class II Malocclusion. Especially in growing and compliance patient.
Key words: Class II malocclusion, Mandible retrognation, Activator, ANB.
PENDAHULUAN
Maloklusi Klas II ditandai dengan hubungan
rahang disto-oklusi, mandibula berada lebih ke distal
dari maksila. Hal ini dapat disebabkan oleh ukuran
rahang dalam arah antero-posterior tidak seimbang atau
oleh karena posisi maksila dan mandibula yang tidak
sesuai. Maloklusi Klas II dapat terjadi karena maksila
prognasi, mandibula retrognasi atau kombinasi dari
keduanya, dapat juga terjadi pada maksila normal
dengan disertai mandibula yang retrognasi.1
Perawatan ortodonti pada maloklusi Klas II
sebaiknya dilakukan pada usia pertumbuhan, karena
pada masa ini jaringan akan tumbuh dan memiliki respon
adaptif yang mengakibatkan perubahan struktur skeletal
wajah secara normal. Perawatan ini digolongkan sebagai
tindakan ortodonti preventif, dapat dilakukan dengan
menggunakan pesawat myofungsional. Salah satu cara
untuk mengetahui apakah pasien masih dalam usia
pertumbuhan dapat didiagnosa dengan menggunakan
analisa cervical vertebral.2,3
Pemakaian pesawat myofungsional seperti
aktivator Klas II sangat efisien untuk memperbaiki
hubungan rahang. Mekanisme aktivator Klas II dalam
perawatannya adalah dengan melakukan perubahan
yang mengaitkan tiga komponen yakni aksi otot,
perubahan kedudukan rahang dan perubahan
kedudukan gigi dalam mencapai oklusi. perawatan
maloklusi Klas II pada usia pertumbuhan bersifat
ortopedik dan mengoreksi proklinasi dapat dilakukan
dengan pemakaian aktivator 4,5,6,7 Aktivator yang
didisain longgar akan memudahkan pasien untuk
mempertahankan kedudukannya di dalam mulut dengan
memajukan mandibula.7 Dengan demikian tekanan otot
otot seperti masseter, temporalis, pterygoideus lateral,
akan diteruskan dan menimbulkan perubahan-perubahan
pada rahang dan gigi.5 Perubahan yang terjadi pada
rahang berupa terhambatnya perkembangan maksila
yang berlebihan dan menstimulasi pertumbuhan kondilus
serta mempengaruhi glenoid fossa sehingga memacu
pertumbuhan mandibula.7 Pada gigi dapat menghasilkan
retroklinasi insisivus maksila dan proklinasi insisivus
bawah.8,9,10
Perawatan maloklusi Klas II pada usia
pertumbuhan bersifat ortopedik dan ini didapatkan
dengan pemakaian aktivator.7
LAPORAN KASUS
Riwayat Kasus
Seorang anak perempuan umur 8 tahun 9 bulan
datang ke Klinik Ortodonti FKG USU dengan keluhan
utama gigi depan yang terlihat lebih maju. Hasil
anamnese menunjukkan kesehatan umum baik dan
riwayat anomali protrusi pada abang kandungnya.
Pemeriksaan Klinis
Pada pemeriksaan ekstraoral, tipe wajah
mesocephaly, simetris, profil cembung, bibir atas
hipotonus, bibir bawah hipertonus dengan relasi terbuka
dan pada sendi temporomandibular tidak dijumpai
kelainan (Gambar 1).
Dari pemeriksaan intra oral terlihat kebersihan
mulut cukup baik dengan mukosa normal. Overjet 10
mm dengan overbite normal 4 mm. Gigi 26 radiks, dan
terdapat karies profunda pada gigi 46 (Gambar 2).
Teguh, dkk: Treatment of Class II Malocclusion
29
Diagnosa sefalometri menunjukkan relasi
rahang Klas II (SNA 80O, SNB 75O, ANB 5O), konveksitas
wajah skeletal cembung, pola pertumbuhan vertikal, dan
insisivus bimaksiler proklinasi. Analisis cervical vertebra
menunjukkan pasien berada pada tahap awal
pertumbuhan dengan harapan pertumbuhan 80-100%
(Gambar 3.)
Gambar 3. Sefalometri sebelum perawatan
Gambar 1. Foto profil sebelum perawatan.
Gambar 2. Model studi sebelum perawatan
Sasaran Perawatan
Pasien masih dalam usia pertumbuhan, maka
perawatan dilakukan dua tahap. Pada tahap pertama
bertujuan untuk mengoreksi hubungan rahang dengan
menggunakan aktivator. Pasien di-instruksikan memakai
aktivator selama 14 jam dalam sehari. Dengan demikian
diharapkan pertumbuhan maksila akan dihambat.
Peninggi gigitan dengan pembuatan gigitan kerja adalah
kunci terjadinya perubahan secara massal. Gigitan kerja
berperan sebagai dataran penuntun agar posisi
mandibula terhadap maksila akan terkoreksi. Pasien
dilatih menutup mulut yang berguna untuk koreksi relasi
bibir atas dan bawah.
Setelah hubungan rahang terkoreksi, kemudian
dilakukan perawatan tahap kedua yaitu perawatan
dengan pesawat ortodonti cekat
Kemajuan Perawatan
Setelah aktivator dipasangkan kepada pasien
diinstruksikan untuk memakainya 14 jam sehari. Pada
waktu kontrol dilakukan pengasahan pelat akrilik pada
bagian mesial gigi geligi posterior mandibula, untuk
memberi ruangan mandibula tumbuh kedepan, dan
memungkinkan terjadinya pergerakkan gigi secara
massal. Kontrol dilakukan setiap dua minggu sekali.
Latihan untuk memperbaiki pola penutupan mulut terus
diamati. Dilakukan perawatan saluran akar pada gigi 46,
sedangkan pencabutan pada gigi 26 dilakukan setelah
hubungan rahang terkoreksi
Setelah 7 bulan perawatan dilakukan evaluasi
ulang. Terlihat peningkatan estetik pada pemeriksaan
ekstraoral, tipe wajah mesocephaly, simetris, profil
terlihat normal, bibir atas dan bibir bawah normal, dengan
relasi bibir tertutup dan tidak dijumpai kelainan pada
sendi temporomandibular (Gambar 4.). Pada gigi geligi
terjadi perubahan, overjet berkurang dari 10 mm menjadi
4 mm, sedangkan diastema dan malposisi gigi masih ada
(gambar 5.). Superimposisi sefalometri lateral sebelum
dan setelah perawatan baik menggunakan S-N maupun
ANS-PNS sebagai acuan menunjukkan terjadi
peningkatan pada sudut SNB, dan perbaikan pada profil
Majalah Ortodontik Juni 2015, Edisi kesatu 28-31
30
jaringan lunak (Gambar 6.). Analisa Sefalometri setelah
perawatan memperlihatkan SNA dari tetap 80O, SNB
dari 75O menjadi 78O, ANB dari 5O menjadi 2O, NaPog
dari 7o menjadi 1o (Gambar 7.).
Gambar 6. Superimposisi sefalometri. A. Acuan pada S-N. B.
Acuan pada ANS-PNS
Gambar 4. Foto profil setelah perawatan
Gambar 7. Sefalometri setelah perawatan
HASIL PERAWATAN
Hasil pengukuran sefalometri dapat dilihat
pada tabel 1.
Tabel 1. Data sefalometri sebelum dan setelah perawatan
Gambar 5. Model studi setelah perawatan
PEMBAHASAN
Kerja aktivator pada prinsipnya adalah
menyalurkan, mengubah dan mengarahkan daya-daya
alami seperti aktivitas otot dan jaringan sekitarnya untuk
diteruskan ke gigi, jaringan pendukung dan rahang
sewaktu aktivator berada dalam mulut atau sewaktu otot
melaksanakan fungsinya seperti berbicara, menelan dan
Teguh, dkk: Treatment of Class II Malocclusion
lain-lain. Aktivator dapat memacu terjadinya perubahan
secara massal dalam tiga dataran, yaitu dataran sagital,
transversal dan vertikal.4,5,6,9
Menurut Graber (1985) efisiensi kerja aktivator
dapat ditentukan melalui peninggi gigitan. Mandibula
yang dibawa pada posisi lebih ke depan dan ke bawah
akan merangsang pertumbuhan kondilus sehingga
aktivator dapat menjadi pengontrol vektor pertumbuhan
mandibula yang paling efektif. Graber juga menyatakan
bahwa perubahan skeletal diharapkan terjadi pada pasien
yang masih usia pertumbuhan.4
Pasien pada usia puncak pertumbuhan dapat
dilihat dari analisis cervical vertebral. Usia kronologis
pasien adalah 8 tahun 9 bulan, pada tahap tumbuh
kembang usia ini dikenal growth spurt atau percepatan
pertumbuhan.11
Menurut analisa cervical vertebrae maturasi
skeletal pasien berada pada awal pertumbuhan dengan
harapan pertumbuhan 80-100%. Cervical vertebrae 2,
cervical vertebrae 3, dan cervical vertebrae 4 batas
inferior flat. Vertebra berbentuk wedges. Batas superior
vertebra tappered dari posterior ke anterior. Maturasi
skeletal menunjukan bahwa usia ini merupakan waktu
yang tepat dalam melakukan perawatan dengan pesawat
myofungsional aktivator untuk memperbaiki hubungan
skeletal Klas II menjadi Klas I. 12
Menurut Paola, Laura, Stefania (2004)
pemakaian aktivator selama 2 tahun memiliki efek pada
maksila. Titik A dihambat sebesar 1,26 mm dan terhadap
mandibula berupa pertumbuhan ke depan sebesar 3 mm.
Efek pada gigi geligi terjadi tiping insisivus maksila ke
palatal dan insisivus mandibula ke labial, pengurangan
overjet dan pergerakan gigi molar pertama mandibula ke
depan sebesar 2 mm.10
Pada kasus ini dari tabel 1. dapat dilihat bahwa
penggunaan aktivator dapat menghambat pertumbuhan
maksila. Pengukuran SNA sebelum perawatan sama
dengan setelah perawatan, yaitu 80o. Pertumbuhan
mandibula ke depan terbukti dari pengukuran SNB dari
75O menjadi 78O, dan perubahan Y-aksis dari 69,5O
menjadi 68O, pertumbuhan kondilus meningkat terlihat
jelas pada superimposisi sefalometri.
Insisivus mandibula juga bergerak lebih ke
depan bersamaan dengan pertumbuhan mandibula.
Peninggi gigitan dari hasil gigitan kerja memposisikan
mandibula dan gigi molar mandibula lebih ke depan
sehingga menghasilkan pengurangan overjet dari 10
mm menjadi 4 mm.
SIMPULAN
Pada maloklusi Klas II mandibula berada lebih
ke distal dari maksila, pada kasus ini disebabkan oleh
mandibula yang kurang berkembang (retrogansi
mandibula). Perawatan maloklusi Klas II dengan
aktivator sangat efisien untuk memperbaiki hubungan
rahang tersebut. Aktivator yang didisain longgar akan
mengaktifkan otot-otot sehingga menghambat
pertumbuhan maksila dan memacu pertumbuhan
31
kondilus serta mandibula ke depan.
Perawatan maloklusi Klas II skeletal dengan
aktivator hendaknya dilakukan pada usia pertumbuhan,
karena pada masa ini jaringan sedang tumbuh dan
memberikan respon adaptif. Dengan demikian
pertumbuhan rahang bisa diarahkan, dihambat atau
dipacu sesuai dengan yang diinginkan.
Pada kasus maloklusi Klas II skeletal dengan
pola pertumbuhan vertikal, disarankan agar pemakaian
pesawat aktivator tidak dilakukan dalam waktu yang
terlalu lama, karena kemungkinan besar akan
meningkatkan pola pertumbuhan vertikal tersebut.
Tetapi pada kasus ini hal tersebut tidak terjadi, pola
pertumbuhan yang sebelumnya 69,5 O menjadi 68O
setelah perawatan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Bishara SE. Text book of orthodontics. WB.Saunders Co,
Toronto 2001: p. 328-36.
2. Mokhtar M. Dasar-dasar ortodonti perkembangan dan
pertumbuhan kraniodentofasial. Yayasan Penerbit IDI.
Jakarta. 1998: p. 21-4.
3. Mitho T, Sato K, Mitani H. Cervical vertebral bone age in
girls. Am J Orthod Dentofacial Orthop. 2002; 380-5.
4. Graber TM , Rakosi T , Petrovic AG . Dentofacial
orthopedics with functional Appliances, Mosby Co,
St.Louis, 1985 : p. 150-155, 157-158, 206-208, 346-352.
5. Foster TD . alih bahasa Yuwono L. Buku ajar ortodonsi.
Edisi III, EGC, 1997: p. 70-72, 253-270.
6. Adams CP . alih bahasa Yuwono L. Desain, konstruksi
dan kegunaan pesawat ortodonti lepas, Widya Medika,
Jakarta,1991: p. 116-136.
7. Proffit WR, Henry WF. Contemporary orthodontics. 4th
ed. St Louis Missouri: Mosby Co.2000: p. 228-45.
8. Cozza P, Toffol LD, Lacopini L. An analysis of the
corrective contribution in activator treatment. Angle
Orthod ,2004, 74(6): 741-8.
9. Oeripto A, Susanto F. Aktivator sebagai alat fungsional
ortopedi dalam perawatan ortodonti. Laboratorium
Ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Sumatera Utara, 1994: p. 1-10.
10. Cozza P, Toffol LD . Colagrossi S. Dentoskeletal effects
and facial profile changes during activator therapy. Euro J
Ortho, 2004,26(3) : 293-301.
11. Koesoemahardja HD, Jenie I, Tumbuh kembang
kraniodentofasial. FKG USAKTI, 2004; p. 11-12.
12. Bhalajhi SI. Orthodontics the art and science. 3rd Ed. Arya
(Medi) publishing house. 2003: p. 329-48.
32
EFFECTS OF APPLICATION FLUORIDE
VARNISH ON TENSILE STRENGHT
ATTACHMENT METAL BRACKET
(Research)
Anugra Eka Putra* Thalca Hamid Agusni**Achmad Sjafei**
*Orthodontic Resident
**Lecturer, Department of Orthodontics
University of Airlangga,Surabaya Faculty of Dentistry
ABSTRACT
Background: Fluoride varnish is effective to reduce demineralization especially in fix orthodontic treatment. Objective: To determine
the effect of fluoride varnish applications for tensile adhesion strength of brackets to the teeth by using a self-etch bonding primer.Material
and Methods: the samples were first upper premolar teeth, metal brackets .018 standard edgewise orthodontic American brands.
Before soaked artificial saliva, test morphology (SEM). Teeth samples were divided into 4 groups: group 1, fluoride applications and
self-etch primer soaked for 1 day; groups 2, fluoride applications and self-etch primer soaked for 28 days; groups of 3, fluoride
applications and applications without the self-etch primer soaked for 1 day; groups of 4, with no fluoride application and self-etch
primer soaked for 28 days, then put in an incubator temperature of 370C. Tensile strength test and measurement of residual adhesive
attached to the tooth surface. Results: no differences in tensile strength between the fluoride application and without application of
fluoride. For the rest of the adhesive material left on the surface of the teeth found no differences between the groups of applications
without the application of fluoride and fluoride. Conclusion: There was no difference in tensile strength between the group and the
group without application of flouride fluoride application.
Key words: self etch primer, fluoride varnish, tensile strength.
PENDAHULUAN
Salah satu masalah paling sulit dalam perawatan
ortodonti dengan piranti cekat adalah demineralisasi
enamel. Hal ini di karenakan penderita yang di rawat
menggunakan peranti cekat sulit untuk membersihkan
gigi dan mudah terjadi akumulasi plak pada daerah sekitar
breket. 1
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi
terjadinya demineralisasi yang berhubungan dengan
piranti cekat, antara lain pemberian aplikasi fluoride
sebelum pemasangan breket. Aplikasi fluoride varnish
sebelum pemasangan breket dapat memperkuat enamel
disekitar dan di bawah breket.2
Untuk mengendalikan kerusakan enamel yang
berlebihan dan kekuatan perlekatan yang baik diciptakan
self etch primer yang mengkombinasikan etsa dan primer
dalam satu prosedur untuk digunakan pada enamel dan
dentin. Self-etch primer memperlihatkan kemampuan
etsa yang lebih sedikit karena pH yang relatif lebih
rendah dibandingkan dengan etsa asam fosfat sehingga
potensi kerusakan enamel dan demineralisasi enamel
dapat dikurangi. Keuntungan lain dari self etch primer
adalah efektifitas waktu dan biaya, mengurangi
demineralisasi enamel, tehniknya lebih sederhana dan
karena bersifat hidrofilik, maka dapat bekerja secara
bersifat efektif pada situasi dengan kontaminasi
kelembaban.3
Pada pasien yang menjalani perawatan peranti
cekat lebih mudah terjadi akumulasi plak sehingga pasien
harus lebih memperhatikan kebersihan rongga mulut
karena akan mempermudah timbulnya karies. Untuk
mengurangi terjadinya karies pada pasien yang akan
menjalani perawatan peranti cekat dapat dilakukan
aplikasi fluoride.
Berdasarkan dari penjelasan diatas timbul
masalah aplikasi fluoride pada permukaan gigi sebelum
perawatan piranti cekat akan mempengaruhi perlekatan
breket logam. Atas dasar masalah tersebut maka
dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh aplikasi
fluoride terhadap kekuatan tarik breket logam dengan
menggunakan bonding self etch primer.
TUJUAN
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk
mengetahui apakah ada pengaruh aplikasi fluoride
varnish terhadap kekuatan tarik perekatan breket pada
gigi dengan menggunakan bonding self-etch primer
sedangkan secara khusus untuk mengetahui kekuatan
tarik perekatan breket pada gigi yang telah di aplikasi
fluoride dengan menggunakan bonding self etch primer.
BAHAN DAN CARA KERJA
Bahan penelitian:
1. Gigi premolar pertama rahang atas
2. Flouride varnish (Fluor Protector Ivoclair)
3. Bonding self-etch primer (Transbond Plus Primer)
4. Etsa asam 37 %
5. Bonding konvensional (Transbond XT)
33
Anugra, dkk: Effect of ap[plication
6. Adhesif ortodonti (Transbond XT Lightcure
Adhesive)
7. Breket logam untuk premolar pertama rahang atas (.018
Standard Edgewise American Orthodontic)
8. Saliva buatan
Cara Kerja:
hari dan dua puluh delapan hari.
Kemudian untuk mengetahui perbedaan Adhesive
Remnant Index (ARI) antara kelompok gigi diulas
fluoride dengan kelompok gigi tidak diulas fluoride baik
yang direndam selama satu hari dan dua puluh delapan
hari digunakan uji Anova ARI (Adhesive Remnant Index)
antara kelompok gigi diulas fluoride dengan kelompok
gigi tidak diulas fluoride baik yang direndam selama satu
hari dan dua puluh delapan hari hailnya menunjukkan p
= 0.013 (p< 0.05) maka ada perbedaan sisa bahan adesif
antara kelompok gigi diulas fluoride dengan kelompok
gigi tidak diulas fluoride baik yang direndam selama satu
hari dan dua puluh delapan hari. Selanjutnya dilakukan
uji LSD (Least Significant Difference) untuk melihat
besarnya perbedaan ARI (Adhesive Remnant Index)
antara ke empat kelompok dan hasil ujinya dapat dilihat
pada tabel 1:
Tabel 1. Uji LSD Adhesive Remnant Index (ARI)
HASIL
Secara deskriptif rata-rata kekuatan tarik antara
kelompok aplikasi F dengan tanpa aplikasi F adalah
seperti berikut:
Gambar 1. Grafik rata-rata kekuatan tarik kelompok aplikasi
Flouride dengan tanpa aplikasi F
Dari gambar 1 diatas didapatkan rata-rata
kekuatan tarik kelompok gigi diulas fluoride yang
direndam satu hari sebesar 8,056 MPa, rata-rata kekuatan
tarik kelompok gigi diulas fluoride yang direndam dua
puluh delapan hari sebesar 7,83 MPa, rata-rata kekuatan
tarik kelompok gigi tidak diulas fluoride yang direndam
satu hari sebesar 8,26 MPa dan rata-rata kekuatan tarik
kelompok gigi tidak diulas flouride yang direndam dua
puluh delapan hari sebesar 7,97 MPa.
Hasil uji statistik Anova antara kelompok gigi
diulas fluoride dan kelompok gigi tidak diulas fluoride
menunjukkan nilai p= 0.985 (p > 0.05), hal ini menunjukkan
bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna kekuatan
tarik antara kelompok gigi diulas fluoride dan kelompok
gigi tidak diulas fluoride baik yang direndam selama satu
Dari tabel 1 dapat diambil kesimpulan :
- Kelompok fluoride yang direndam selama satu hari
dengan kelompok fluoride yang direndam dua puluh
delapan hari diperoleh hasil p sebesar 0,580, dapat
disimpulkan tidak ada perbedaan yang bermakna
besar ARI antara kedua kelompok.
- Pada kelompok fluoride yang direndam selama satu
hari dengan kelompok non fluoride yang direndam
satu hari diperoleh hasil p sebesar 0,020 sehingga
dapat disimpulkan ada perbedaan besar ARI antara
kedua kelompok (karena signifikasi lebih kecil a=0,05)
- Pada kelompok fluoride yang direndam selama satu
hari dengan kelompok non fluoride yang direndam
dua puluh delapan hari diperoleh hasil p sebesar 0,580
sehingga dapat disimpulkan ada perbedaan besar ARI
antara kedua kelompok (karena signifikasi lebih kecil
α=0,05)
- Pada kelompok fluoride yang direndam selama dua
puluh delapan hari dengan kelompok non fluoride
yang direndam satu hari diperoleh hasil p sebesar
0,009 sehingga dapat disimpulkan ada perbedaan
besar ARI antara kedua kelompok (karena signifikasi
lebih kecil α=0,05)
- Pada kelompok fluoride yang direndam selama dua
puluh delapan hari dengan kelompok non fluoride
yang direndam dua puluh delapan hari diperoleh hasil
p sebesar 0,009 sehingga dapat disimpulkan ada
perbedaan besar ARI antara kedua kelompok (karena
signifikasi lebih kecil α=0,05)
- Pada kelompok non fluoride yang direndam selama
satu hari dengan kelompok non fluoride yang
direndam dua puluh delapan hari diperoleh hasil p
sebesar 0,580 sehingga dapat disimpulkan tidak ada
Majalah Ortodontik Juni 2015, Edisi kesatu 32-35
34
perbedaan yang bermakna besar ARI antara kedua
kelompok (karena signifikasi lebih besar a=0,05
Gambar salah satu hasil SEM ARI pada gigi dengan
aplikasi F dan tanpa aplikasi F dapat dilihat di bawah ini:
Gambar 2. Hasil SEM ARI gigi dengan aplikasi F
Gambar 3. Hasil SEM ARI tanpa aplikasi F
PEMBAHASAN
Aplikasi fluoride varnish pada permukaan
enamel akan membentuk lapisan bening. Lapisan ini akan
melepaskan fluoride berangsur-angsur ke apatit pada
saat pH menurun. Fluoride akan berikatan dengan
hidroksi apatit menjadi fluorapatit (Ca10(PO4)6F2),
melekat pada struktur kristalin enamel. Fluorapatit ini
tahan terhadap aktivitas asam.
Adanya kebutuhan akan pengurangan waktu
prosedur bonding dan meminimalkan kerusakan enamel
tanpa mengurangi kekuatan perlekatan selama
penggunaan alat ortodonti membuat para peneliti
menggabungkan prosedur etsa dan bonding dalam satu
aplikasi, yaitu self etch primer.4
Hasil statistik menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan kekuatan perlekatan pada kelompok yang di
aplikasi fluoride dengan kelompok tanpa aplikasi fluoride.
Hal ini sesuai dengan penelitian Todd (2004) yang
menyatakan tidak ada perbedaan bermakna kekuatan
tarik kelompok yang diaplikasi fluoride dengan kekuatan
tarik kelompok tanpa aplikasi fluoride. Dari hasil ini dapat
diketahui kalau pemberian fluoride tidak mempengaruhi
perlekatan adesif pada enamel.5 Wei Nan (1990) dan
Kimura (2004) juga menyatakan bahwa aplikasi topikal
fluoride tidak mempengaruhi kekuatan perlekatan dari
bonding resin dikarenakan pada saat self etch primer di
aplikasikan pada enamel yang sebelumnya sudah diulas
fluoride akan membuat kedalaman porositas enamel
menjadi berkurang sehingga resin tag yang terbentuk
pendek tetapi perlekatan adesif yang terjadi secara
mechanic interlocking pada resin tag dapat maksimal.6
Pada penelitian ini didapatkan rata-rata kekuatan tarik
yang diperoleh dengan menggunakan self etch primer
adalah 8,032 MPa. Studi terdahulu menyatakan bahwa
kekuatan tarik untuk bonding ortodonti yang adekuat
minimal sebesar 5 MPa.7 Oleh karena itu, kekuatan tarik
dari Transbond plus dapat digunakan untuk bonding
ortodonti. Hal ini juga sesuai dengan penelitian
Rajagopal (2003) yang menyatakan bahwa kekuatan
perlekatan yang maksimal dapat dicapai dengan self
etch primer ketika bonding dilakukan baik pada enamel
yang kering maupun lembab dan dapat melindungi
enamel karena enamel yang mengalami kerusakan lebih
sedikit di bandingkan dengan proses etsa asam.8 Jadi,
self etch primer bisa menjadi salah satu alternatif dalam
memilih bonding breket ortodonti karena mengurangi
tahap kerja, meningkatkan kenyamanan pasien dan
mengurangi resiko kontaminasi saliva.9
Hasil penelitian didapatkan nilai Adhesive
Remnant Index (ARI) yang tinggi pada kelompok tanpa
aplikasi fluoride menunjukkan adesif melekat baik
dengan permukaan enamel yang ditandai dengan
banyaknya sisa bahan adesif yang melekat pada
permukaan enamel sehingga kerusakan enamel yang
terjadi besar pada proses membersihkan adesif pada
permukaan enamel. Pada kelompok dengan aplikasi
fluoride, nilai Adhesive Remnant Index (ARI) lebih
rendah dibandingkan kelompok tanpa aplikasi fluoride
menunjukkan adesif tidak melekat baik pada permukaan
enamel yang ditandai dengan sedikitnya sisa bahan
adesif yang melekat pada permukaan enamel sehingga
ketika pembersihan adesif kerusakan pada enamel lebih
kecil. Penambahan fluoride pada permukaan gigi bond
failure sebagian besar terjadi resin-enamel interface,
sedangkan tanpa penambahan fluoride mengakibatkan
bond failure terjadi pada resin-bracket interface.10,11
SIMPULAN
- Pemberian fluoride varnish sebelum pemasangan
breket tidak mempengaruhi kekuatan perlekatan
breket pada permukaan enamel.
- Hasil uji kekuatan tarik menunjukkan tidak ada
perbedaan yang bermakna kekuatan tarik antara
kelompok aplikasi fluoride dengan kelompok tanpa
aplikasi fluoride. .
DAFTAR PUSTAKA
1. Kindelan J D. In vitro measurement of enamel demineralization in assesment of flouride releasing orthodontic
bonding agents. Br J Orthod,1996; 23: 343-39
2. Yamazaki H, Litman A, Margolis HC. Effect Of Flouride
on Artificial Caries Lesion Progression and Repair in
Human Enamel: Regulation of Mineral Deposition and
Dissolution under In Vivo-Like Conditions. Arch Oral
Biol.2007;52(2):110-120
3. Rajagopal R, Padmanabhan S, Gmanani J. A Comparison
of Shear Bond Strength and Debonding Characteristics
of Conventional, Moisture-Insensitife, and Self-etch
Primer In Vitro. Angle Orthodontics.2003;74(2):264-8
4. Bishara SE, Ostby AW, Ajlouni R, Laffon JF, Warron JJ.
Early Shear Bond Strength of a One-step Self-adhesive
on Orthodontic Brackets. Angle Orthodontics.2006;
Anugra, dkk: Effect of ap[plication
76(4):689-93.
5. Todd K, William J, Louis J. Effect of Flouride Varnish on
the In Vitro Bond Strength of Orthodontic Brackets Using
a Self-etching Primer System. American J of Ort and
Dentofacial Orthoped.2004;125: 351-56.
6. Wei Nan, Wang BDS, Der Hang. The effect of pretreatment
with flouride on the tensile strenght of orthodontic bonding. Angle Ortodontic.1990; 61(1):31-4
7. Reynolds I R. A review of direct orthodontic bonding.
British Journal of Orthodontics.1975; 2: 171–178
8. Cehreli ZC, Kecik D,Kocadereli I. Effect of Self-etching
Primers and Adhesive Formulations on the Shear Bond
Strength of Ortodontic Brackets. Am. J. Ortod. Dentofac.
Orthop.2005; 127:573-9.
9. Calneto JP, Calvano F, Almeida RC, Miguel JA. Evaluation of a New Self-etching Primer on Bracket Bond Strength
In Vitro. Angle Orthodontics J.2006; 76(3): 466-9.
10. Meng CL, Wang WN, Yeh IS. Flourieded etching on orthodontic bonding. Am J Orthod Dentofac Orthop.1997;112:
259-62
11. Masahiro I, Shuichi I, Toshihiro Y, Takeshi M. Bond
strenght comparison and Scaning Electron Microscopic
evaluationof three orthodontic bonding systems. Dental
Material Journal.2008; 27(3):392-99
35
36
EFECT FLUORIDE APLICATION IN METAL
BRACKET BONDING TO BUCCAL
ENAMEL CRACKING
(Research)
Nimas Ayu Rizkita* Ida Bagus Narmada** Irwadi Djaharuddin**
*Orthodontic Resident
**Lecturer, Department of Orthodontics
Faculty of Dentistry University of Airlangga,Surabaya
ABSTRACT
Background : Research shows enamel cracks can occur while debonding , there is a fracture between the adhesive and the surface of
the enamel . Enamel cracks can also be wider when debonding . Enamel fractures increase the risk to the integrity of the enamel and
reduces the thickness of the enamel . Known prevalence of as much as 6 % . Objective: This study aimed to determine whether there
is influence of fluoride application on enamel cracks on metal brackets compare with attachment using a self - etch bonding primer and
conventional bonding. Materials and Methods: 18 maxillary premolar teeth were divided into three groups, reviews of fluoride with
self etch primer, and not reviewed fluoride using self-etch primer and bonding convensional. Immersed in artificial saliva for 4 weeks.
Universal testing machine used for the release brackets, SEM is used to determine the direction and long rift, AFM is used to determine
the topography and depth of enamel cracks. Results: One Way Anova test with P <0.05. The results showed that there are differences
in the length and depth of the rift between the three groups. The depth of cracks is most severe in the control group.Conclusion:
Application of fluoride before the attachment of metal brackets can reduce the length and depth of the enamel cracking
Key words: Cracks enamel , fluoride varnish , self - etch primer, conventional bonding
PENDAHULUAN
Segala perawatan medis dan gigi termasuk
perawatan ortodonti memiliki beberapa resiko dan
keterbatasan. Pada perawatan ortodonti terdapat
beberapa resiko diantaranya adalah kerusakan yang
disebabkan tindakan perawatan medis terhadap gigi
(kerusakan iatrogenik), yakni keretakan enamel.
Keretakan enamel terjadi terutama pada saat debonding.
Insiden terbanyak dalam terjadinya keretakan enamel
adalah pada pemakaian breket keramik, disusul kemudian
breket logam. Keretakan ini akan menyebabkan
meningkatnya karies, atau diskolorisasi.1 Beberapa
penelitian menunjukkan kehilangan lapisan enamel dapat
terjadi saat debonding, terutama pada patahan antara
adhesif dan permukaan enamel. Keretakan enamel ini
juga dapat menjadi lebih luas saat debonding. Keretakan
enamel meningkatkan resiko terhadap integritas enamel
dan mengurangi ketebalan enamel.2 Zachrisson dkk
menemukan, prevalensi keretakan enamel yang diketahui
sebesar 6% untuk gigi yang debonding maupun
debanding.3
Banyak peneliti mempelajari perlekatan
terhadap enamel yang bertujuan untuk meningkatkan
perlekatan antara material kedokteran gigi dan jaringan
keras gigi. Penyatuannya adalah dengan bahan etsa
dan bahan bonding dan bahan adhesif. Penyatuan
dengan bantuan bahan bonding terjadi karena bahan
bonding dapat meresap kedalam daerah mikroporus
yang terdapat pada permukaan enamel. 4 Setelah
Buonocore (1955) memperkenalkan teknik etsa di bidang
kedokteran gigi, telah banyak didiskusikan oleh para
klinisi mengenai efeknya pada keretakan enamel.
Terjadinya keretakan enamel merupakan hal yang banyak
dikhawatirkan oleh pasien maupun ortodontis. 5
Zachrisson (1977) memperkenalkan bonding untuk
perlekatan breket ortodontik pada permukaan gigi yang
telah di etsa dan memperhatikan kegagalan bonding
dan keretakan enamel pada gigi karena bonding dan
debonding.6
Pada pasien yang menjalani perawatan peranti
cekat diakhir perawatan saat debonding dikhawatirkan
terjadi keretakan enamel, yang kemudian dampak
terparahnya adalah timbul karies apabila pasien tidak
menjaga kebersihan rongga mulutnya dengan baik,
sehingga aplikasi fluoride dapat aplikasikan untuk
mengurangi insiden keretakan enamel.
Berdasarkan dari penjelasan diatas timbul
masalah setelah aplikasi flouride pada gigi sebelum
perlekatan breket logam akan mempengaruhi keretakan
permukaan bukal enamel. Atas dasar masalah tersebut
peneliti ingin mengetahui pengaruh aplikasi flouride
terhadap keretakan permukaan bukal enamel .
TUJUAN
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk
mengetahui apakah ada pengaruh aplikasi flouride
Nimas, dkk: Effect fluoride aplication
terhadap keretakan permukaan bukal enamel pada
perlekatan breket logam dengan menggunakan bonding self-etch primer. Sedangkan secara khusus bertujuan
untuk mengetahui karakteristik (arah, panjang, dan
dalam) keretakan permukaan bukal enamel yang
didebonding menggunakan kekuatan tarik pada gigi
yang telah di aplikasi flouride dengan menggunakan
bonding self-etch primer sebelum perlekatan breket
logam.
BAHAN DAN CARA KERJA
Bahan penelitian:
1. Gigi premolar pertama rahang atas
2. Flouride varnish (Fluor Protector Ivoclair)
3. Bonding self-etch primer (Transbond Plus Primer)
4. Etsa asam 37 %
5. Bonding konvensional (Transbond XT)
6. Adhesif ortodonti (Transbond XT Lightcure Adhesive)
7. Breket logam untuk premolar pertama rahang atas (.018
Standard Edgewise American Orthodontic)
8. Saliva buatan
Cara Kerja:
1. 18 gigi premplar dibagi menjadi 3 kelompok masingmasing 6 gigi, kemudian kelompok 1 diulas fluoride
dan self etch primer, kelompok 2 tidak diulas fluoride
dan self etch primer, dan kelompok 3 tidak diulas fluoride dan menggunakan bonding konvensional.
2. Aplikasi adhesive dan pemasangan breket
3. kemudian direndam dalam saliva buatan selama 4
minggu dimasukkan kedalam inkubator dengan suhu
37O
4. Breket di lepaskan menggunakan universal testing
machine
5. Sisa adhesif dibersihkan dengan tungsten carbide bur
6. Uji panjang keretakan dengan SEM serta uji topografi
dan ukuran kedalaman enamel dengan AFM
7. Uji statistik untuk mengetahui perbedaan panjang
dan kedalaman keretakan enamel tiap kelompok
37
Dari gambar 1 terlihat bahwa rata-rata panjang
keretakan permukaan bukal enamel pada kelompok
pertama mempunyai nilai paling tinggi, yakni sebesar
1086.9333 μm dan pada kelompok ketiga mempunyai nilai
paling rendah, yakni sebesar 220.6161 μm, sedangkan
untuk kelompok 2 dan kelompok 3 memiliki perbedaan
tidak signifikan pada panjang keretakan permukaan
bukal enamel.
Dari uji Kolmogorov Smirnov diperoleh bahwa
nilai signifikansi (0.55) > a (5%), jadi dapat disimpulkan
H0 diterima, yang artinya data berdistribusi normal.
Selanjutnya dilakukan uji One way Anova terlihat bahwa
terdapat perbedaan panjang keretakan pada ketiga
kelompok yang diuji. Karena uji Homogenity of Variances (lampiran) p = 0.119 (>0.005), artinya sampel
homogen maka untuk mengetahui rincian perbedaan
panjang keretakan enamel ketiga kelompok maka
dilakukan uji LSD yang hasilnya sebagai berikut: (1).
Ada perbedaan panjang keretakan permukaan bukal
enamel antara kelompok 1 dan kelompok 3 sebesar p=
0.016 (< 0.005), ( 2). Ada perbedaan panjang keretakan
permukaan bukal enamel pada kelompok 2 dan
kelompok 3 p=0.044 (< 0.005), (3). Tidak ada perbedaan
panjang keretakan permukaan bukal enamel pada
kelompok 1 dan kelompok 2 p=0.19 (> 0.005).
Hal ini ditunjukkan pada gambar berikut:
Gambar 2. Gambaran keretakan enamel kelompok 1
HASIL
Secara deskriptif rata-rata panjang keretakan permukaan
bukal enamel adalah seperti berikut:
Gambar 3. Gambaran keretakan enamel kelompok 2
Gambar 1. Grafik rata-rata panjang keretakan permukaan bukal
enamel
Gambar 4. gambaran keretakan enamel pada kelompok 3
38
Kemudian secara deskriptif rata-rata panjang
keretakan permukaan bukal enamel adalah seperti
berikut:
Gambar 5 Grafik rata-rata kedalaman keretakan enamel
Dari gambar 5 terlihat bahwa rata-rata
kedalaman keretakan permukaan bukal enamel pada
kelompok pertama mempunyai nilai paling tinggi, yakni
sebesar 659.33 nm dan pada kelompok ketiga
mempunyai nilai paling rendah, yakni sebesar 137.66
nm.
Selanjutnya diuji One way Anova terdapat perbedaan
kedalaman keretakan pada ketiga kelompok yang diuji.
Dilanjutkan dengan uji LSD dengan hasil sbagai berikut:
(1). Ada perbedaan kedalaman keretakan enamel antara
kelompok 1 dan kelompok 3 (p= 0.000 < 0.005). (2). Ada
perbedaan kedalaman keretakan enamel antara
kelompok 1 dan kelompok 2 (p=0.000 < 0.005). (3).
Tidak ada perbedaan kedalaman keretakan enamel pada
kelompok 2 dan 3 (p=0.348 > 0.005).
PEMBAHASAN
Pada penelitian ini variabel penyebab keretakan
enamel berusaha diperkecil semaksimal mungkin, baik
dari jenis breket, bahan bonding dan penambahan fluoride yang diulas pada permukaan enamel sebelum
pengulasan bonding self-etch primer kemudian breket
dilekatkan, selain itu teknik pelepasan breket dan
pembuangan sisa adhesif setelah debonding pun
diminimalisir.
Fitzpatrick dan Way dalam Krell (1993),
menunjukkan selama debonding, jumlah kehilangan
enamel rata-rata 55,6 μm. Ketebalan enamel normal
adalah 1500 sampai 2000 μm 7, maka kehilangan enamel
sebanyak 60 μm secara normal dianggap tidak
merugikan, namun ditemukan bahwa konsentrasi
fluoride tertinggi pada lapisan luar sekitar 20 μm,
sehingga sebaiknya dilakukan pemeliharaan terhadap
daerah enamel yang kaya fluoride. Fluoride varnish
dapat melapisi enamel dan berpenetrasi hingga
kedalaman 30 μm 8. Bila interlocking mekanikal sangat
kuat, keretakan terletak pada bahan adhesif yang masuk
dalam struktur enamel. Pada beberapa kasus lokasi
keretakan enamel terlihat meluas ke bawah kedalaman
100 nm 9. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian ini
dimana kedalaman keretakan enamel paling dalam adalah
pada kelompok kontrol yakni 659.33 nm.
Majalah Ortodontik Juni 2015, Edisi kesatu 33-39
Dalam studi in vitro maupun in vivo menunjukkan
pemberian fluoride varnish mensuplai fluoride lebih baik
dan efisien dibandingkan pemberian fluoride dengan
cara lain terutama dalam menangkal asam sebanyak 50%
- 70%. Indikasi pemberian fluoride adalah pasien dengan
gigi hipersensitif, remineralisasi enamel, profilaksis karies
jangka panjang, dan perlindungan dari erosi atau retak
pada enamel.10
Karan (2010), melakukan uji yang menunjukkan
bahwa permukaan enamel yang diberi fluoride varnish
secara signifikan memberikan perlindungan lebih pada
permukaan enamel dibandingkan produk yang lain dan
tidak terdapat efek yang merugikan kekuatan perlekatan
breket ortodonti 11. Terdapat kemungkinan lain dimana
saat pembersihan menggunakan tungsten carbide bur
dalam penelitian Karan (2010) kerusakan enamel yang
ditimbulkan paling sedikit 11, namun dalam penelitian ini
hanya dilihat melalui foto SEM sedangkan kedalamannya
belum ada penelitian sebelumnya. Secara umum
penggunaan fluoride varnish cukup penting digunakan
dalam mengatasi keretakan enamel karena pada
kedalaman 20 μm, proses remineralisasi enamel
berkurang, sehingga keretakan enamel yang dalam dapat
dikurangi dengan pengulasan fluoride varnish. 12
Karena fluoride varnish dapat penetrasi kedalam
permukaan enamel sedalam 30 μm.
Pada penelitian ini juga ditunjukkan bahwa
penggunaan self-etch primer pada pemasangan breket
jauh lebih baik dan lebih disarankan daripada
penggunaan etsa asam fosfat
dan bonding
konvensional. Hal ini sesuai dengan penelitian Naini
(2008) yang menyebutkan bahwa lebih disarankan
menggunakan sistem self-etch satu tahap, dimana
memiliki kekuatan perlekatan lebih rendah dibandingkan
sistem konvensional dua tahap dengan basis etsa asam
fosfat 37%.13 Pada penelitian ini ditunjukkan bahwa asam
fosfat 37% menunjukkan porositas permukaan enamel
yang lebih dalam, hal ini sesuai dengan penelitian dari
Sayinsu dkk (2006), yang menyatakan bahwa etsa asam
telah diteliti menyebabkan kerusakan, termasuk
kelarutan, dan lubangnya enamel.
Secara umum dari cara pengambilan sampel
yang meminimalisir kemungkinan adanya keretakan
enamel , maka hasil penelitian ini sesuai dengan
Zachrisson (1980) yang menyatakan, bahwa bila
ortodontis melakukan pemilihan teknik bonding dan
debonding secara hati-hati, maka tidak akan
menunjukkan peningkatan yang signifikan terhadap
keretakan enamel 6. Naini (2007) juga menegaskan bahwa
penting untuk melakukan proses debonding secara hatihati dan dengan cermat agar tidak merusak permukaan
enamel 13.
SIMPULAN
- Secara umum arah keretakan enamel adalah oblik.
- Terdapat perbedaan panjang keretakan enamel yang
signifikan antara gigi yang diulas fluoride varnish dan
tidak diulas fluoride baik pada sampel yang dilakukan
Nimas, dkk: Effect fluoride aplication
perlekatan breket menggunakan self-etch primer
maupun bonding konvensional.
- Tidak terdapat perbedaan signifikan pada kedalaman
keretakan enamel antara gigi yang diulas fluoride varnish dan yang tidak diulas fluoride pada sampel yang
menggunakan self-etch primer.
- Terdapat perbedaan yang signifikan pada panjang
dan kedalaman keretakan enamel pada sampel yang
menggunakan bonding konvensional.
DAFTAR PUSTAKA
1. Verma D, Grewal SB, Kumar PS, Singh B. Orthodontic
Scars. Orthodontic Cyber Journal 2011(4).
2. Heravi F, Rashed R, Raziee L. The Effects of Bracket
Removal on Enamel. Australian Orthodontic Journal.2008;
24(2): 110-5.
3. Ellis PE, Benson PE. Potensial Hazards of Orthodontic
Treatment-What Your Patient Should Know. Dental Update.2002; (29): 492-6.
4. Crispin B, Howlett ER, and Hornbook DS. (1994). Contemporary Esthetic Dentistry: Practise Fundamental,
Quintessence Publishing Co. Ltd, Tokyo.1994; p. 81-103.
5. Dumbryte I, Linkeviciene L, Malinauskas M (2011).
Evaluation of Enamel Micro-cracks Characteristics after
Removal of Metal Brackets in Adult Patients. Europan
Journal of Orthodontics.2011; 137.
6. Zachrisson B U, Skogan O, Hoymyhr S. Enamel Cracks
in Debonded, Debanded, and Orthodontically Untreated
Teeth. Am. J. Orthod.1980; 77: 307 – 19.
7. Krell KV, Courey JM. Orthodontic Bracket Removal
using Conventional and Ultrasonic Debonding Techniques,
Enamel Loss, and Time Requirements. Am. J. Orthod.
Dentofacial Orthop. 1993;103 : 258 - 66.
8. Dijkman AG, Tak J, Arends J. Fluoride Deposited by
Topical Applications in Enamel; Caries Rest.1982; 16:
147-155.
9. Birnie D. Orthodontic Material Update. Br. J. Orthod.
1990;19:171 - 174.
10. Petersson LG. Fluoride Mouth Rinses and Fluoride Varnishes. Caries Res.1993; 27: 35-42.
11. Karan, Kircelli B, Tasdelen B. Enamel Surface Roughness
after Debonding. Angle Orthod. 2010;(80), 6 : 1081- 87.
12. O’Reilly MM, Featherstone JDB. Demineralization and
Remineralization Aroun Orthodontic Appliance: An in
vivo Study. Am. J. Orthod. Dentofacial Orthop. 1987;92:
33 – 40.
13. Naini FB, Gill DS. Tooth Fracture Associated with
Debonding a Metal Bracket: A Case Report.World J.
Orthod. 2008;268(9) :32-36.
39
40
INTERCEPTIVE ORTHODONTICS IN EARLY
PERMANENT DENTITION WITH LIP SUCKING
AND BITING HABITS
(Case Report)
Siska Septania Krisnanda*, Darmawan Sutantyo **, Pinandi Sri Pudyani**
*Orthodontic Resident
**Lecturer, Department of Orthodontics
Faculty of Dentistry, University of Gadjah Mada
ABSTRACT
Background: Interceptive orthodontics can be very helpful in reducing the severity of malocclusion problems especially with oral
bad habits. Objective: This case report will analyze the clinical effects of pre-orthodontic trainer in a patient with a Class I type 2
malocclusion with lip sucking and biting habits. Case Management: A 11-year-old female with lip sucking and biting habits
presented to Prof Soedomo Dental and Oral Hospital, Faculty of Dentistry, Gadjah Mada University with the chief complaint of an
unesthetic appearance of her protruding upper incisors. She had a Class I Angle malocclusion, overjet and overbite of 6 mm and 3,9
mm, and an initial PAR score of 18. S line to upper and lower lip was 4 mm. A pre-orthodontic trainer, was prescribed to treat oral
bad habits, to stimulate jaw growth and to guide erupting teeth into correct alignment. Result: After 8 months of treatment, the oral
bad habits were corrected. The sagital relationship between the arches improved. There was a reduction in PAR score to 5 and S line
to upper and lower lip became 2 mm but the mild crowding in the lower arch has not yet been corrected since the treatment is still on
going until today. Conclusion: Interceptive orthodontics improves malocclusion aside from eliminating patient’s bad habits and
improving their appearance. It may also prevent serious problems from developing and may make treatment at a later stage less
complicated.
Key words: interceptive orthodontics, oral bad habits, protruding, crowding, pre-orthodontic trainer
PENDAHULUAN
Istilah perawatan ortodontik interseptif tidak
selalu mempunyai arti yang sama bagi setiap ortodontis.
Beberapa ortodontis menggunakan istilah perawatan
ortodontik interseptif ini pada setiap perawatan yang
dilakukannya untuk periode gigi bercampur dimana
dapat mencegah timbulnya maloklusi.1 Ortodontis
lainnya menggunakan istilah ini pada saat melakukan
perawatan maloklusi pada awal periode gigi permanen
atau sebagai fase perawatan preliminari.2
Menurut Council on Orthodontic Education
of American Assosiation of Orthodontist –
Orthodontics Principle and Policies, perawatan
ortodontik interseptif dapat didefinisikan sebagai suatu
fase perawatan untuk mengenali dan mengeliminasi
malrelasi dan malposisi yang terjadi pada tahap
perkembangan kompleks dentofasial. 3 Perawatan
ortodontik interseptif sangat berperan dalam
menghambat dan membantu mengurangi keparahan
maloklusi.4 Perawatan ortodontik interseptif biasa
dilakukan apabila sudah ada tanda-tanda akan timbulnya
maloklusi dan juga untuk mengeliminasi kebiasaan buruk
yang ada pada pasien sehingga tidak sampai
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan normal
pasien.5
Perawatan ortodontik interseptif merupakan
perawatan yang sederhana dan tidak membutuhkan
biaya yang besar.6 Perawatan ortodontik interseptif biasa
digunakan untuk mengurangi keparahan maloklusi,
memperbaiki profil wajah sehingga dapat meningkatkan
rasa percaya diri, menghilangkan kebiasaan buruk,
memfasilitasi erupsi normal gigi, dan memperbaiki pola
pertumbuhan.7
Alat pre-ortodontik Trainer for Kids (T4K)
didesain untuk perawatan pada periode gigi bercampur
dimana gigi permanen masih erupsi dan pasien sedang
dalam masa tumbuh-kembang. Alat ini sangat efektif
digunakan sebagai patokan erupsi gigi dan untuk koreksi
kebiasaan buruk miofungsional. Alat ini diindikasikan
untuk maloklusi kelas II divisi 1 dan 2, crowding anterior
baik pada rahang atas maupun rahang bawah, gigi-gigi
yang maloklusi, deep bite, dan open bite.8
LAPORAN KASUS
Riwayat Kasus
Pasien perempuan berusia 11 tahun datang ke
RSGM Prof. Soedomo dengan keluhan utama gigi depan
maju sehingga mengurangi rasa percaya diri. Keadaan
umum pasien baik dan tidak pernah menderita penyakit
yang menggangu pertumbuhan dan perkembangan gigi
geligi. Pasien mempunyai kebiasaan buruk menggigit
dan menghisap bibir. Riwayat keluarga pasien memiliki
Siska, dkk: Interceptive orthodontics in early
ayah dengan susunan gigi yang berjejal sehingga
terdapat faktor genetik pada susunan gigi geligi.
Pemeriksaan ekstra oral menunjukkan bentuk kepala
brakisefali, bentuk muka euriprosop simetris, profil muka
cembung. Pemeriksaan intra oral menunjukkan higiene
mulut pasien baik, pola atrisi normal, lingua dan palatum
sedang, gingiva dan mukosa normal. Pemeriksaan gigi
geligi menunjukkan masih terdapat gigi 85 dan gigi 45
yang belum erupsi dan gigi 23 yang belum erupsi
sempurna.
Analisis model studi menunjukkan bentuk
lengkung gigi rahang atas dan rahang bawah parabola
simetris. Gigi-gigi anterior atas protrusif dan gigi-gigi
anterior atas dan bawah berjejal ringan. Overjet 6 mm,
overbite 3,9 mm dan nilai PAR 18. Terdapat palatal bite
pada regio gigi anterior dan cup to cup bite pada gigi 16
terhadap gigi 46. Hubungan molar pertama kanan kelas
II dan kiri kelas I Angle. Hubungan kaninus kanan kelas
I Angle. Garis tengah rahang atas terhadap rahang
bawah segaris.
41
DIAGNOSIS
Diagnosis kasus adalah maloklusi Angle Kelas
I tipe dentoskeletal dengan skeletal Kelas III dengan
bimaksiler retrusif dan bidental protrusif disertai overjet
dan overbite besar, palatal bite dan gigi anterior atas
dan bawah crowding ringan dan disertai kebiasaan
buruk menghisap dan menggigit bibir.
Pemeriksaan Lanjutan
Analisis sefalometri sebelum perawatan
menunjukkan hubungan skeletal Kelas III dengan
bimaksiler retrusif (SNA=72O , SNB=76O , ANB= -4O )
dan bidental protrusi. Hubungan antar insisivus 117p .
Bidang AB 2O dimana titik A berada di belakang titik B
menunjukkan kecenderungan kelas III. Jarak tepi insisal
insisivus atas dengan NA 10,5 mm menunjukkan derajat
protrusif yang cukup besar. Steiner’s Lip analisis
menunjukkan bibir atasa dan bawah berada 4 mm
didepan garis S. Analisis foto panoramik menunjukkan
jaringan periodontal dalam keadaan sehat.
Gambar 3. Foto sefalometri dan panoramik sebelum
perawatan ortodonti
Gambar 1. Foto ekstra oral sebelum perawatan ortodonti
Gambar 4. Foto sefalometri setelah 8 bulan perawatan
Etiologi
Maloklusi Angle Kelas I tipe dentoskeletal
dengan palatal bite disebabkan karena supraklusi gigi
anterior rahang bawah. Hal ini diketahui melalui metode
Thompson-Brodie dimana gigitan malam pada kontak
posterior habis tetapi deep overbite belum terkoreksi.
Insisivus atas inklinasinya protrusif dan crowding pada
rahang bawah kemungkinan disebabkan karena
kebiasaan buruk menghisap dan menggigit bibir yang
dilakukan pasien.
Gambar 2. Foto intra oral sebelum perawatan ortodonti
Tujuan Perawatan
Tujuan perawatan pada pasien ini adalah untuk
mendapatkan overjet dan overbite yang normal sehingga
diperoleh profil wajah yang lebih baik serta untuk koreksi
Majalah Ortodontik Juni 2015, Edisi kesatu 40-43
42
crowding rahang atas dan rahang bawah.
Kemajuan Perawatan
Pada pasien ini perawatan dilakukan dengan
menggunakan alat pre-ortodontik Trainer for Kids (T4K)
(Gambar 5). Tahap penggunaan ada 2 yaitu tahap pertama
menggunakan T4K starting dimana alat berwarna biru
dan digunakan selama 6-8 bulan. Alat berfungsi untuk
menghilangkan masalah miofungsional pasien. Setelah
itu akan dilanjutkan pada tahap kedua menggunakan
T4K finishing dimana alat berwarna pink dan digunakan
selama 6-12 bulan yangberfungsi untuk mengoreksi
susunan gigi geligi. Cara penggunaan minimal 1 jam pada
siang hari dan ditambahkan selama tidur. Setelah
penggunaan trainer tahap kedua, dilakukan observasi
bilamana diperlukan akat aktif ortodontik untuk
mengoreksi malposisi dan malrelasi gigi yang belum
terkoreksi sempurna.
Gambar 7. Foto intra oral setelah 8 bulan perawatan
Tabel 1. Pengukuran Nilai PAR
Gambar 5. Trainer Pre Orthodontic (T4K)
Setelah 8 bulan menggunakan alat preortodontik Trainer for Kids (T4K) starting, kebiasaan
menghisap dan menggigit bibir pada pasien hilang.
Overjet berkurang dari 6 mm menjadi 3 mm, overbite
berkurang dari 3,9 mm menjadi 2 mm. Nilai PAR dari 18
menjadi 5. Bibir atas dan bawah yang sebelum perawatan
berada 4 mm di depan garis S sekarang bibir atasnya
berda 2 mm didepan garis S dan bibir bawah nya berada
3 mm di depan garis S. Crowding belum terkoreksi
sempurna dan perawatan dengan alat pre-ortodontik
Trainer for Kids (T4K) ini masih dilanjutkan hingga saat
ini.
Gambar 6. Foto ekstra oral setelah 8 bulan perawatan
Tabel 2. Analisis sefalometri sebelum dan setelah 8 bulan
perawatan
PEMBAHASAN
Pada pasien ini dilakukan perawatan ortodonti
interseptif karena pasien masih dalam usia tumbuh
kembang dan pada periode awal gigi permanen. Selain
itu pasien juga memiliki kebiasaan buruk menghisap dan
menggigit bibir. Alat yang dipilih untuk perawatan kasus
ini adalah alat pre-ortodontik Trainer for Kids (T4K).
Diharapkan alat ini dapat merangsang perkembangan
rahang dan mengatasi kebiasaan buruk pasien. Lip
bumper pada alat-pre ortodontik ini dapat mencegah
gigi menerima tekanan dari bibir akibat kebiasaan buruk
pasien sehingga dapat mengkoreksi crowding anterior
bawah akibat tekanan bibir. Alat pre-ortodontik ini juga
dapat menuntun erupsi gigi hingga mencapai susunan
yang benar.
Setelah 8 bulan menggunakan alat preortodontik Trainer for Kids (T4K), didapatkan hasil
pengurangan overjet dan overbite serta pengurangan
Siska, dkk: Interceptive orthodontics in early
nilai PAR pada pasien. Selain itu juga profil wajah pasien
juga menjadi lebih baik. Crowding ringan pada gigi
anterior bawah belum terkoreksi sempurna dan
perawatan dengan alat ini masih dilanjutkan hingga saat
ini.
SIMPULAN
Perawatan ortodontik interseptif dapat
memperbaiki maloklusi dengan mengeliminasi kebiasaan
buruk pasien dan juga dapat memperbaiki profilnya.
Selain itu dapat juga mencegah terjadinya maloklusi
yang lebih parah yang dapat memperpanjang waktu
perawatan pada tahap selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Bass, N.M., Interceptive Orthodontics, Keynote Address.
European Orthodontic Society Conference. 1996; Abstracts p.10.
2. Woodside, D.G., Interceptive Orthodontics, Keynote
Address. European Orthodontic Society Conference.
1996; Abstracts p.19.
3. Singh, G., Textbook of Orthodontics, 2nd Ed, Jaypee
Brothers Med Pub; 2007; p.557.
4. Ackermann, J.L., Proffit, W.R., Preventive and
Interceptive Orthodontics: A Strong Theory Proves Weak
in Practice. Angle Orthodontist. 1980; 50; 75-86.
5. Bhalajhi, S.I., Orthodontic The Art and Science. 1st Ed.
New Delhi: Arya Publishing House; 1998: 227.
6. Nimri, K., Richardson, A. Applicability of Interceptive
Orthodontics in Community. British Journal of Orthodontics; 1997; Vol. 24; 223-228.
7. King, G.J., Brudvik, P., Effectiveness of Orthodontic
Treatment in Reducing Malocclusion; Am J Orthod; 2010;
137; 18-25.
8. Myoresearch.com [Internet]. Australia: Myofunctional
Research Co. [cited 2014 Mar 23]. Available from: http:/
/myoresearch.com/appliances/appliances/t4k_phase1.
43
44
COMPARISON COEFFICIENT FRICTION NITI SE
WIRE TO COATED NITI WIRE AGAINST CERAMIC
(Research)
Bhakti Prasetyo Danaryudho*, Jusuf Sjamsudin **,Achmad Sjafei **, Yuli Setyorini***
**Orthodontic Resident
**Lecturer, Department of Orthodontics
Faculty of Dentistry, Institute of Sepuluh November
ABSTRACT
Background:Friction is the resistance to motion when a moving object intersects with another object. Friction is working on the
contact area between the bracket and archwire opposite the tooth sliding along the archwire and proportional to the normal force
which is forwarded to the contact area. Friction in the trust can affect the speed of tooth movement.Objective: the research to
determine the coefficient of friction between the bracket with translucent coated NiTi wire during sliding mechanic and comparison
with NiTi coated wire and NiTi wire. From the results of this study can determine the amount of friction resistance of each wire and
can be used to determine the amount of pull force effectiveness.Materials and Methods: The sample for this study is composed of
Nickel Titanium Superelastic rectangular American Orthodontic and Nickel Titanium Everwhite (coated wire) rectangular American
Orthodontic Titanium Nickel. SEM examination on the sample, the mass loss and friction testing. Statistic alanalysis on the mass loss
and friction using T test.Results: coated wire showed a reduction coefficient of friction, along with the longer soaking time.
Conclusion:Niti coated wire have lower frition than NiTi wire SE
Key words: friction, coefficient of friction, coated NiTi, NiTi
PENDAHULUAN
Friksi adalah resistensi terhadap gerakan ketika
sebuah objek bergerak bersinggungan dengan objek
lain. Gaya friksi ini bekerja pada bidang kontak antara
braket dan archwire yang berlawanan dengan sliding
gigi sepanjang archwire dan sebanding dengan gaya
normal yang diteruskan pada bidang kontak. Gaya friksi
di percaya dapat mempengaruhi kecepatan gerakan gigi,
berpengaruh terhadap rasio momen dengan gaya pada
gigi-gigi, serta mempengaruhi pusat rotasi gigi dan pada
akhirnya memperbesar resiko hilangkan penjangkaran.1
Faktor yang mempengaruhi friksi di bagi
kedalam dua kelompok besar yaitu faktor biologi dan
faktor mekanik. Faktor biologi yang utama adalah saliva
yang berfungsi sebagai pelumas dan berperan dalam
mengurangi friksi.2 Faktor yang kedua adalah akumulasi
sisa makanan dapat membentuk biofilm pada permukaan
kawat busur sehinnga menyebabkan kekasaran
permukaan dan meningkatkan friksi. Hal ini dapat terjadi
setelah pemakaian kawat busur selama delapan minggu
dalam intraolar.3 Faktor ketiga material ortodonti yang
mengalami biodegradation setelah penggunaan dalam
mulut, sebagai contoh braket stainless steel akam
mengalami korosi, struktural fatique dan deformation.4
Faktor mekanik yang pertama adalah tipe bahan
dari braket. Braket berbahan metal memiliki koefisien
gesek lebih rendah di banding braket keramik atau
plastik. Sedangkan plastik braket menunjukan friksi lebih
rendah dibanding policristaline ceramic.5
TUJUAN PENELITIAN
Untuk mengetahui koefisien friksi antara braket
translusen dengan kawat NiTi berlapis pada saat sliding
mechanic dan perbandingan dengan kawat NiTi. Dari
hasil penelitian ini dapat mengetahui besaran hambatan
friksi masing- masing kawat dan dapat di gunakan untuk
menentukan efektifitas besaran gaya tarik.
BAHAN DAN METODE
Sampel untuk penelitian ini adalah busur
Nickel Titanium (n= 9) yang terdiri dari busur rectangular
Nickel Titanium Superelastic American Orthodontic
dan busur rectangular Nickel Titanium Everwhite
American Orthodontic. Adapun kriteria sampel
penelitian ini adalah busur berbahan dasar Nickel
Titanium penampang rectangular, ukuran 0,016 inch.X
,022 inch dengan bentuk lengkung ovoid dan panjang
yang sama yaitu diukur pada model dimulai dari distal
molar pertama sampai distal kaninus. Kedua busur
dipilih dari manufacture yang sama yaitu American
Orthodontic.
Perlakuam Sampel
Sampel yang disiapkan di bagi dalam 3 grup
setiap grup terdiri dari 3 buah busur Nickel Titanium
Superelastic dan 3 buah Nickel Titanium Everwhite.
Grup pertama tidak di lakukan perendaman. Grup kedua
diletakkan Pada Tempat penampung saliva (Tupperware)
dan disimpan dalam inkubator selama 14 hari. Grup ketiga
diletakkan Pada Tempat penampung saliva(Tupperware)
45
Bhakti, dkk: Comparison coefficient friction
dan disimpan dalam inkubator selama 28 hari. Di dalam
penampung saliva busur diikat pada kedua ujung kaki
dan garis median dengan bantuan tali senar, kemudan
dicelupkan dengan posisi menggantung di tengahtengah tempat penampung saliva (Tupperware) dan di
penutup penampung sisa tali senar ditempelkan dengan
selotip, panjang busur yang tercelup harus tepat di
tempat yang sudah diberi tanda dengan tali senar.Semua
tempat penampung saliva (Tupperware) diisi dengan
saliva buatan sampai busur tercelup sempurna, diikat
dengan selotip dan disimpan dalam inkubator dengan
suhu 37 0C.
Gambar 1: alat universal testing mechine
Prosedur Penelitian
Setiap grup sebelum dilakukan uji friksi
dilakukan pengukuran berat dengan keakuratan empat
digit dibelakang nol dan uji morfologi. Uji Morfologi
menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM)
adalah jenis mikroskop elektron yang menghasilkan
gambar sampel dengan cara memindai permukaan benda
dengan elektron dengan kekuatan sinar energi tinggi.
Hasil pemeriksaannya berupa topografi permukaan. SEM
mampu menembakkan elektron ke sebuah sampel
dengan besar diameter sampel sampai 1 nanometer, dan
hasil rinciannya sampai dengan 1-20 nm. Setiap grup
dilakukan Uji friksi dengan menggunakan alat Universal
testing mechine Setelah di lakukan uji friksi setiap kawat
di timbang untuk mengetahui kehilangan berat yang di
dapat setelah pengujian. Uji morfologi dilakukan kembali
untuk mengetahui kondisi permukaan kawat.
HASIL
Hasil morphology pada NiTi SE sebelum
mengalami friction test ditunjukkan pada proses
perendaman dalam saliva selama 2 minggu dan 4 minggu
tidak merubah morphology dari NiTi SE secara significant
yang diperlihatkan oleh gambar 1. b dan c. Hal ini
mengindikasikan bahwa lapisan pelindung/pasivation
layer TiO2 yang berada pada permukaan/surface belum
terjadi degradasi akibat proses elektrokimia.
Friction test yang dilakukan pada NiTi SE
memperlihatkan tidak terlalu banyak perubahan pada
morphology, Pada NiTi SE tanpa perendaman
memperlihatkan bahwa friction test berakibat pada
penambahan goresan/scretch yang terjadi pada
permukaan. Hal ini juga terjadi pada NiTi SE yang
direndam saliva selama 2 minggu dan 4 minggu. Namun
goresan/scretch ini dapat sebagai pemicu terjadinya
suatu proses korosi apabila NiTi SE reaksi dengan
saliva, dikarenakan pada daerah goresan/scretch telah
terjadi lepasnya ikatan pasivasi layer TiO2 pada
permukaan.
A
B
C
Gambar 2. NiTi SE wire sebelum friction test: a. Tanpa
perendaman, b. Perendaman saliva 2 minggu, dan
c. Perendaman saliva 4 minggu
Hasil morphology pada everwhite sebelum
mengalami friction test lapisan pelindung/coating
everwhite memperlihatkan permukaan lapisan pelindung
yang homogen dan cukup halus. Proses perendaman
dalam saliva selama 2 minggu dan 4 minggu,
mengakibatkan mulai terjadinya degradasi lapisan
pelindung/coating sehingga terjadi perubahan
kekasaran permukaan/roughness surface lapisan
pelindung. Friction test yang dilakukan pada everwhite
sangat berpengaruh significant terhadap perubahan
morphology, terutama pada lapisan pelinding/coating.
Secara keseluruhan friction test mengakibatkan
pelepasan lapisan pelindung/coating baik tanpa
perendaman dan sesudah perendaman saliva. Pada
everwhite tanpa perendaman memperlihatkan terjadi
pelepasan lapisan pelindung/coating secara bersamaan
(uniform), hal ini mengindikasikan bahwa lapisan
pelindung/coating bersifat getas (britle). Sedangkan
pada everwhite setelah perendaman saliva selama 2
minggu menunjukkan bahwa mulai terjadi perubahan
ikatan dalam lapisan pelindung/coating, sehingga ketika
dikenai friction terjadi pengelupasan yang tidak
bersama-sama (non-uniform). Sebaliknya akibat
perendaman saliva selama 4 minggu telah merubah ikatan
yang terjadi pada lapisan pelindung/coating, hal ini
diindikasikan pelepasan lebih uniform dengan luas
permukaan pengelupasan yang sudah cukup luas/besar.
Berdasarkan perhitungan, maka diperoleh nilai koefisien
gesek yang. Pada NiTi SE trend koefisien gesek
memperlihatkan kenaikan terjadi pada waktu
perendaman 4 minggu. Hal ini disebabkan terjadinya
Majalah Ortodontik Juni 2015, Edisi kesatu 44-48
46
peningkatan lapisan oksida-oksida pada permukaan NiTi
SE sebagai akibat dari reaksi larutan artificial saliva
dengan paduan NiTi SE. Dengan kata lain dapat
dikatakan terjadi penebalan permukaan sehingga
meningkatkan nilai koefisien gesek.
A
B
Berdasarkan uji statistic disimpulkan bahwa
1. Tidak ada perbedaan koefisien gesek antara NiTi SE
tanpa direndam, setelah 2 dan 4 minggu direndam.
2. Tidak ada perbedaan koefisien gesek antara Everwhite
yang tidak direndam dan Everwhite yang direndam 2
minggu
3. Ada perbedaan koefisien gesek antara NiTi SE (pada
semua perendaman) dengan everwhite (pada semua
perendaman).
Ada perbedaan koefisien gesek antara Everwhite yang
direndam selama 4 minggu dengan semua bahan
(Everwhite yang tidak direndam dan direndam 2 minggu,
serta bahan NiTi SE).Everwhite yang direndam selama 4
minggu mempunyai koefisien gesek paling kecil.
PEMBAHASAN
C
Gambar 3. SEM Images NiTi SE wire sesudah friction test: a.
Tanpa perendaman, b. Perendaman saliva 2
minggu, dan c. Perendaman saliva 4 minggu
Namun akibat perendaman dalam saliva, terjadi
perubahan ikatan dalam lapisan pelindung/coating, hal
ini menyebabkan perubahan terhadap struktur, sifat dan
performa. Hal tersebut secara fisik dapat dilihat dari
perubahan surface/permukaan lapisan pelindung/
coating yang lebih kasar dikarenakan telah terjadi proses
degradasi. Data ini sangat memiliki korelasi dengan hasil
SEM.
A
B
C
Gambar 4. Everwhite wire sebelum friction test: a. Tanpa
perendaman, b. Perendaman saliva 2 minggu, dan
c. Perendaman saliva 4 minggu
Grafik 1. Koefisien gesek dengan variasi waktu perendaman
Statistik
Analisis yang akan digunakan adalah Anova
two way dengan design Sama Subyek, dan ada
perlakuan. Design Sama Subyek karena ada 3
pengamatan yang berbeda (awal, setelah direndam 2
minggu, setelah direndam 4 minggu) Perlakuan yang
diberikan adalah jenis bahan yang berbeda (NiTi SE dan
NiTi everwhite). Dari uji Kolmogorov Smirnov, diperoleh
bahwa nilai signifikansi (berwarna merah) > α (5%), jadi
dapat disimpulkan data berdistribusi Normal. Maka
Anova Two way (dengan design sama subyek) dapat
digunakan.
Berdasarkan penelitian Puspitasari6 dalam uji
SEM crossection di temukan degradasi lapisan
pelindung pada NiTi Everwhitepada perendaman saliva.
Berdasarkan uji FTIR di bantu uji ICP kawat NiTi
Everwhite ada pelepasan Ion Ni sehingga dapat
di
simpulkan bahwa ada kemungkinan adanya keretakan
pada lapisan pelindung.
Kerusakan dari permukaan lapisan akan
mengakibatkan meningkatnya kekasaran dari permukaan
kawat busur. Lapisan tersebut rentan terhadap tekanan
mekanis dan perubahan suhu. Di sisi lain kawat busur
yang dilapisi epoxy resin memiliki gaya gesek lebih kecil
di badingkan kawat busur tanpa lapisan7. Karakteristik
dari kawat berlapis polymer menunjukan bahwa ketika
di lewatkan ke dalam slot braket, lapisan polymer
mengalami deformitas dan relatif tidak menunjukan friksi
yang rendah8.
47
Siska, dkk: Interceptive orthodontics in early
A
B
C
Gambar 5. SEM Images Everwhite wire sesudah friction
test: a. Tanpa perendaman, b. Perendaman
saliva 2 minggu, dan c. Perendaman saliva 4
minggu
koefisien gesek memperlihatkan kenaikan
terjadi pada waktu perendaman 4 minggu. Hal ini
disebabkan terjadinya peningkatan lapisan oksidaoksida pada permukaan NiTi SE sebagai akibat dari reaksi
larutan artificial saliva dengan paduan NiTi SE. Dengan
kata lain dapat dikatakan terjadi penebalan permukaan
sehingga meningkatkan nilai koefisien gesek.
Sebaliknya pada everwhite memperlihatkan
trend penurunan nilai koefisien gesek, seiring dengan
semakin lama waktu perendaman. Everwhite tanpa
perendaman memperlihatkan nilai koefisien gesek cukup
tinggi, hal ini dikarenakan lapisan pelindung/coating
masih memiliki sifat yang sama/uniform dengan ikatan
yang masih kuat. Namun akibat perendaman dalam
saliva, terjadi perubahan ikatan dalam lapisan pelindung/
coating, hal ini menyebabkan perubahan terhadap
struktur, sifat dan performa. Hal tersebut secara fisik
dapat dilihat dari perubahan surface/permukaan lapisan
pelindung/coating yang lebih kasar dikarenakan telah
terjadi proses degradasi.
Efek saliva terhadap friksi braket dan kawat
masih kontrofersi. artifisial saliva meningkatkan
koefisien gesek dari kawat beta-titanium, stainless-steel,
dan nickel titanium yang di lewatkan pada slot braket
stainlee-steel. saliva menurunkan friksi 15% sampai 19%
antara braket dan kawat stainless-steel. Penelitian yang
lain menunjukan saliva dan artifisial saliva tidak mereduksi
friksi secara siknifikan.9
Menurut Sadique dkk10, friksi di pengaruhi oleh
ketebalan dari lapisan pelindung. Namun jika kekasaran
permukaan braket lebih besar daripada ketebalan lapisan
pelindung maka akan terjadi penetrasi pada lapisan
pelindung menyebabkan kerusakan pada lapisan
pelindung hingga terlepas dari kawat. Hal ini akan
menyebabkan proses sliding terhambat oleh karena
terjadi peningkatan kekasaran dari permukaan.
Pada penelitian ini lapisan pelindung Nickel
Titanium Everwhite American Orthodonti terkupas
setelah dilakukan uji friksi sehingga perlu penelitian lebih
lanjut apakah kawat ini tetap memiliki friksi lebih rendah
setelah di gesek/ Sliding atau sebaliknya. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Ellayan dkk11, menunjukan
bahwa adanya peningkatan kekasaran permukaan pada
lapisan kawat setelah digunakan di dalam mulut. Setelah
33 hari di dalam mulut estetik dari kawat berlapis menurun
di sertai dengan pelepasan lapisan sampai 25% dari
keseluruhan permukaan dan permukaan morfologi
menunjukan adanya kerusakan yang parah.
SIMPULAN
Dari hasil penelitian laboratoris ini dapat diambil
simpulan sebagai berikut:
1. Ada perbedaan koefisien gesek antara NiTi SE (pada
semua perendaman) dengan everwhite (pada semua
perendaman)
2. Ada perbedaan koefisien gesek antara Everwhite
yang direndam selama 4 minggu dengan semua bahan
(Everwhite yang tidak direndam dan direndam 2
minggu, serta bahan NiTi SE). Everwhite yang
direndam selama 4 minggu mempunyai koefisien gesek
paling kecil.
DAFTAR PUSTAKA
1. Braun S, Bluestein M, Moore K & Benson G.Friction in
Perspective. Am J Orthod Dentofacial Orthop.
1999;115:619-27
2. Kusy R.P, Whitley J..Influence of fluid media on the frictional coefficients in orthodontics sliding. Semin Orthod.
2003;9:281-9.
3. Marques I.S, Araújo A.M, Gurgel J.A, Normando
D.Debris, roughness and friction of stainless steel
archwires
following
clinical
use.Angle
Orthod.2010;80:521-7
4. Regis S Jr, Soares P, Camargo E.S, Guariza Filho O, Tanaka
O, Maruo H. Biodegradation of orthodontic metallic brackets and associated implications for friction. Am J Orthod
Dento facial Orthop. 2011;140:501-9.
5. Bazakidou E, Nanda R.S, Duncanson M.G Jr, Sinha P.
Evaluation of frictional resistance in esthetic brackets. Am
J Ortho dDento facial Orthop. 1997;112:138-44.
6. Puspitasari Y. 2013.Pengaruh saliva buatan terhadap
perubahan morfologi, komposisi kimia dan pelepasan ion
ni pada busur niti superelastic dan busur nickel titanium
ever white (penelitian eksperimental laboratoris), Program
pendidikan dokter gigi spesialis program studi Ortodonsia
fakultas kedokteran gigi Universitas Air langga, Surabaya.
7 Elayyan F, Silikas N, Bearn D. Mechanical properties of
coated superelastic arch wires in conventional and selfligating orthodontic brackets. Am J Orthod Dento facial
Orthop2010;137:213-7.
8 Utkarsh U. Preeti A. Anju L. Amol H. Friction-An
Overview.Asian J of Oral Health. 2011;1;55-57
9 Thorstenson G, Kusy R. Influence of stainless steel inserts on the resistance to sliding of esthetic brackets with
secondorder angulation in the dry and wet states. Angle
Orthod.2003;73:167–175
48
10 Sadique S.E, Ramakrishna S, Batchelor A.W, Bing C.H. In
vitro frictional behavior and wear patterns between contemporary and aesthetic composite orthodontic brackets
and archwires. Wear. 2006;261:1121–1139
11 Elayyan F, Silikas N, Bearn DEx vivo surface and mechanical properties of coated orthodontic archwires.Eur J
Orthod.. 2008;30:661–667
Majalah Ortodontik Juni 2015, Edisi kesatu 44-48
Download