ISSN 1411 - 7843 MAJALAH ORTODONTIK Edisi Kedua Juni 2015 Ikatan Ortodontis Indonesia Majalah Ortodontik Vol. 14 Nomor 1 Hlm. 1-52 Jakarta Juni 2015 ISSN 1411-7843 ISSN 1411-7843 MAJALAH ORTODONTIK Edisi Kesatu Juni 2015 DAFTAR ISI 1. The measurement between conventional method and computerized method (vistadent) of holdaway soft tissue analysis (Research) Ali Ramis Bachmid, Thalca Hamid, Narmada 1-4 2. Treatment of class ii skeletal malocclusion with severe posterior crowding using headgear and standard edgewise (Case Report) Ajeng Sulistyaningrum, Jono Salim 5-8 3. Treatment of class III dentoskeletal malocclusion with agenesis of upper canine using edgewise appliances (Case Report) Danila Barasiska, Endah mardiati 9-12 4. Orthodontic treatment in winged maxillary central incisors (Case Report) Dhani Agustina, Anang Soejono 13-15 5. The management of class i malocclusion with anterior openbite and Mutilated front tooth (Case Report) Endriyana Novitasari, Jusuf Sjamsudin 16-19 6. Compromised treatment of dentoskeletal class III malocclusion with maxillary pegshape Lateral incisivus (Case Report) Lisye, Tono Hambali 20-23 7. Treatment of angle class i malocclussion with closed bite and anterior crowding using begg technique (Case Report) Setiarini Widiarsanti, Soekarsono, Sri Suparwitri 24-27 8. Treatment of class ii malocclusion with mandible retrognation using activator (Case Report) Teguh Aryo N, Amalia Oeripto 28-31 9. Effects of application fluoride Varnish on tensile strenght Attachment metal bracket (Research) Anugra Eka Putra, Thalca Hamid Agusni, Achmad Sjafei 32-35 10. Efect fluoride aplication in metal bracket bonding to buccal enamel cracking (Research) Nimas Ayu Rizkita, Ida Bagus Narmada, Irwadi Djaharuddin 36-39 11. Interceptive orthodontics in early permanent dentition with lip sucking and biting habits (Case Report) Siska Septania Krisnanda, Darmawan Sutantyo, Pinandi Sri Pudyani 40-43 12 Comparison coefficient friction niti se wire to coated niti wire against ceramic (Research) Bhakti Prasetyo Danaryudho, Jusuf Sjamsudin, Achmad Sjafei, Yuli Setyorini 44-48 1 THE MEASUREMENT BETWEEN CONVENTIONAL METHOD AND COMPUTERIZED METHOD (VISTADENT) OF HOLDAWAY SOFT TISSUE ANALYSIS (Research) Ali Ramis Bachmid*, Thalca Hamid**, Narmada** *Orthodontic Resident **Lecturer, Department of Orthodontics Faculty of Dentistry, University of Airlangga ABSTRACT Background and Objectives: Contemporary Orthodontic therapy usually requires the synthesis of functional and esthetic treatment goals. Tooth movement, growth modification and orthognathic surgery are all design not only to attain appropriate occlusal relationship, but also to maximize (or at least not to compromise) the aesthetic outcome. To achieve that goals, we need strong diagnostic tools which is not time consuming. cephalometric analysis using computer technology has grown rapidly. Nowadays, there were number of computer products at the market, making researcher want to know the difference in measurement results of the cephalogram. Design and setting: The measurement result of the cephalogram tracing manually and the other hand cephalogram scanned into a computer program and analysis with computer programs. Material and Methods: The sample were 18 sefalogram that have been selected at random according to specific criteria (soft tissue facial angle, nose prominence, superior sulcus depth, subnasale to H-line, skeletal profile convexity, basic upper lip thickness, upper lip strain, H angle, lower lip to H line, inferior sulcus to H line, soft tissue thickness chin). The author used a computer program by Vistadent and 11 determines measurement variables, including angle and distance measurements. cephalogram that selected, tracing manually using acetate paper and given landmark to determine the distance and angle measurements. On the other hand cephalogram analysis with computer programs, 18 cephalogram scanned into a computer program and identifying landmark manually. Measurement of 11 variables including distance and angle measurement. Result and Conclussions: Statistically the result showed no significant difference between tracing between manually and computer analysis. Key words: Tracing, Cephalometry Measurement, Soft tissue, Holdaway Analysis, Computerized Method PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang kesehatan gigi pada umumnya dan di bidang ortodonti pada khususnya telah banyak membantu para klinisi dan tenaga kesehatan untuk mencapai tujuan dari perawatan, yaitu memberikan perawatan terbaik agar pasien dapat mencapai taraf hidup sebaik mungkin. Sebagai penyedia layanan kesehatan, para klinisi sudah semestinya terus meningkatkan dan mempelajari perkembangan pengetahuan dibidangnya, selain untuk meningkatkan kompetensi juga untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan pasien yang juga meningkat seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut. Sejak sefalometri dikembangkan oleh Broadbent dan Hofrath pada tahun 1931, teknik pengukuran sefalometri telah berkembang menjadi sarana yang penting bagi ortodontis untuk mempelajari maloklusi dental dan skeletal (Gregston, 2004). Salah satu cara untuk menegakkan diagnosis, rencana perawatan, prediksi pertumbuhan dan evaluasi hasil perawatan adalah dengan analisis sefalometri. Ada dua cara analisis sefalometri, yaitu: manual dan secara komputer (analisis digital). Tracing manual dapat dilakukan dengan cara tracing sefalogram dilakukan diatas kertas asetat dan klinisi menentukan titik-titik anatomical landmark yang nantinya akan digunakan untuk menentukan besar jarak dan sudut. Dalam melakukan proses tracing manual ini dibutuhkan waktu yang cukup banyak, selain itu karena jarak dan sudut diukur dengan penggaris dan protactor maka dapat menyebabkan terjadinya beberapa kesalahan. Sedangkan pada analisis digital, hal tersebut lebih sedikit terjadi (Gregston, 2004). Analisis sefalometri secara digital ada dua cara, yaitu sefalogram dipindahkan dengan alat scan atau dengan foto digital sefalometri ke monitor komputer. Identifikasi landmark dilakukan dengan cara manual, kemudian secara otomatis sistem menganalisis sefalometri dengan cara mengukur sudut dan jarak dengan cepat. Selain itu analisis secara komputer memiliki cara lain yang dapat mendigitasi landmark dan pengukuran secara otomatis. Cukup dengan memindahkan sefalogram Majalah Ortodontik Juni 2015, Edisi kesatu 1-4 2 dengan alat scan atau foto digital kedalam komputer, lalu program secara otomatis melakukan analisanya (Leonardi, 2008). Dalam karya tulis ini sefalogram yang dipindahkan dengan alat scan dan digitasi secara manual dalam program komputer, menjadi salah satu aspek yang diperhatikan. Bagi informasi yang merata dan tepat waktu. Perkembangan teknologi mempengaruhi penerapan ortodonti, sistem komputer digitalisasi adalah secara luas telah digunakan (Sarver, 1998). SASARAN DAN TUJUAN Menurut Jacobson, perkembangan teknologi saat ini telah berkembang dengan cukup pesat bahkan telah mencapai teknik sefalometri 3 dimensi (Jacobson dan Jacobson, 2006). Maka dengan adanya perkembangan ilmu dan teknik yang sangat pesat ini, jika kita tidak memanfaatkan dan mengetahui perbedaannya terhadap pengukuran sefalometri dengan cara manual maka akan sangat rugi, karena tidak menggunakan fasilitas dan kemudahan yang telah tersedia. Klinik Spesialis Ortodonti, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga memiliki fasilitas untuk melakukan analisi sefalometri secara manual maupun digital. Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan penelitian mengenai perbedaan hasil pengukuran sefalometri yang dilakukan secara manual dan secara komputerisasi. Kemajuan dari analisi sefalometri membuat ortodontis memiliki kesempatan besar untuk mencapai kesuksesan perawatan, Maka sudah menjadi kewajiban semua tenaga kesehatan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia yang meliputi segala aspek. Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut diatas mendorong peneliti untuk mengetahui “Perbandingan pengukuran tracing sefalogram secara manual dengan digital (Vistadent) pada analisis Holdaway jaringan lunak. BAHAN DAN CARA KERJA Pada penellitian ini, penulis menggunakan program komputer Vistadent dan menentukan 11 variabel pengukuran, meliputi pengukuran sudut dan jarak,yatu: 1. P-Or - N’-Pog’ Soft Tissue Facial Angle 2. SS - Ns Nose Prominence 3. SS - Ls Superior Sulcus Depth 4. Sn - H Line Subnasale to H Line 5. A - N-Pog Skeletal Profile Convexity 6. A’ - SS Basic Upper Lip Thickness 7. Ls1u - Ls Upper Lip Strain 8. N’-Pog’ - H line H Angle 9. Li - H line Lower Lip to H Line 10. Sm - H line Inferior Sulcus to H Line 11. Pog - Pog’ Soft Tissue Thickness Chin Sefalogram yang terseleksi di tracing secara manual dengan menggunakan kertas asetat dan diberikan landmark untuk menentukan hasil pengukuran jarak dan sudut. Sedangkan analisis sefalogram dengan program computer, 18 sefalogram tersebut di scan ke dalam program komputer lalu identifikasi landmark dilakukan secara manual. HASIL Pada penelitian ini terdapat dua tahap analisis data, yaitu tahap validitas dan tahap uji statistik data hasil penelitian. Pada tahap validitas, dilakukan pengujian hasil pengukuran oleh peneliti utama dan peneliti pendamping, untuk menguji validitas pengukuran peneliti utama. Pada tahap uji statistik data hasil penelitian, dilakukan uji statistik untuk melihat perbandingan hasil pengukuran antara metode konvensional dengan metode komputerisasi oleh peneliti utama. Uji validitas dan reabilitas antara hasil pengukuran metode konvensional oleh dua peneliti Hasil analisis validitas pengukuran metode konvensional terhadap 18 sefalogram oleh dua orang peneliti, yang sebelumnya telah dilakukan kesepakatan terhadap penentuan titik landmark dan penggunaan analisis Holdaway adalah sebagai berikut. Tabel 1. Hasil pengukuran metode konvensional yang dilakukan oleh dua peneliti Uji analisis paired t-test digunakan untuk mendapatkan hasil pengukuran yang tampak pada Tabel diatas..dari hasil tersebut terlihat bahwa semua variable pengukuran memiliki nilai p > 0.05. Hal ini menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan secara statistik dari hasil pengukuran sefalometri melalui metode konvensional yang dilakukan oleh kedua peneliti, sehingga hasil pengukuran peneliti utama dapat digunakan dalam perbandingan hasil pengukuran dengan metode komputerisasi. Uji validitas dan reabilitas antara hasil pengukuran metode komputerisasi oleh dua peneliti Hasil analisis validitas pengukuran metode komputerisasi terhadap 18 sefalogram oleh dua orang peneliti, terhadap penentuan titik landmark dan Ali, dkk: The measurement between conventional 3 penggunaan analisis Holdaway adalah. statistik mendekati tidak ada perbedaan yang signifikan. Tabel 2. Hasil pengukuran metode komputerisasi yang dilakukan oleh dua peneliti PEMBAHASAN Sejak Broadbent (1931) merintis pemakaian radiograf sefalometrik lateral sebagai sarana pembantu untuk menegakkan diagnose kelainan ortodonti, banyak sarjana-sarjana lain telah mengembangkan nila-nilai diagnostik sefalometrik lateral untuk mengukur kranio fasial. Pentingnya sefalometri dalam bidang ortodonti tidak dapat disangkal lagi, dan pembakuan dari pada ukuran-ukuran yang dipakai sebagai alat pembanding dan sarana untuk menegakkan diagnose terus dikembangkan dan terus dilakukan atas dasar perbedaan pola profil fasial antar ras (Lemeshow, 1990). Kriteria bahan yang dipakai dalam penelitian tersebut bermacam-macam, tetapi kebanyakan yang dipilih adalah dengan cara konvensional yaitu memakai sampel yang mempunyai oklusi normal dan muka yang umum /acceptable face (Jacobson, 2006). Analisis sefalometri telah berkembang dan memberi kontribusi yang banyak terhadap metode standar diagnosis dalam penelitian dan praktek yang dilakukan oleh ortodontis. Ada dua cara yang dapat dipakai dalam analisis sefalometri, yaitu: analisis secara manual dan analisis secara komputer atau digital. Analisis secara manual yaitu dengan di tracing dan menentukan letak landmark di atas kertas asetat, setelah itu pengukuran jarak dan sudut yang diinginkan dapat dilakukan. dengan adanya perkembangan teknologi yang sangat maju pada decade terakhir ini, telah membawa ilmu ortodonti pada umumnya dan ilmu sefalometri pada khususnya ke tatanan yang belum pernah dicapai pada masa sebelumnya, salah satunya adalah berkembangnya teknologi komputer dan program analisis sefalometri yang telah berkembang dan sangat membantu para klinisi dalam mendata, mempelajari, menganalisa dan merencanakan perawatan juga memprediksi hasil perawatan dengan lebih mudah. (Gregston, 2004) Pada penelitian ini, penulis menggunakan program analisis sefalometri Vistadent dimana sefalogram di scan terlebih dahulu. Ketika gambar telah terdata didalam program komputer, dan landmark ditentukan sebelumnya, maka program komputer akan dapat dilaksanakan dan program komputer akan menganalisisnya dengan sangat cepat. Pada penelitian ini penulis ingin melihat perbedaan hasil pengukuran sefalogram yang di tracing secara manual dan sefalogram yang di tracing secara digital dengan program komputer Vistadent. Cara penentuan sampel penelitian ini menggunakan simple random sampling. Semua subyek yang memenuhi kriteria pemilihan sampel dimasukkan ke dalam penelitian. 18 sampel foto sefalogram yang memenuhi kriteria di tracing dan 18 variabel yang yang terpilih di analisis secara manual, lalu pada pengukuran dengan menggunakan computer, 18 sampel tadi diletakkan pada alat scan yang digunakan dan kemudian dilanjutkan dengan menggunakan program analisis digital Vistadent. Dalam Uji analisis paired t-test digunakan untuk mendapatkan hasil pengukuran yang tampak pada Tabel diatas. dari hasil tersebut terlihat bahwa semua variable pengukuran memiliki nilai p > 0.05, dan didapatkan pula beberapa pasang dengan nilai yang sama. Hal ini menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan secara statistik dari hasil pengukuran sefalometri melalui metode komputerisasi yang dilakukan oleh kedua peneliti Hasil penelitian tentang perbedaan hasi pengukuran sefalogram manual dengan sefalogram program komputer. Sebelum melakukan uji perbedaan pengukuran, perlu dilakukan test distribusi untuk mengetahui distribusinya normal atau sebaliknya, yaitu uji Kolmogorov-Smirnov. Pada test ini semua pengukuran sefalometri yang di tracing secara manual maupun secara digital mempunyai nila p > 0.05. hal ini menunjukkan bahwa semua nilai mempunyai distribusi normal. Karena hasil distribusinya normal, maka peneliti dapat melakukan uji statistik paired “t”test. Data hasil pengukuran perbandingan menggunakan analisa paired “t” test tampak pada table. Pada analisis statistik hasil pengukuran, didapatkan hasil bahwa variabel memiliki nilai p > 0,05, hal tersebut menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang tidak signifikan secara statistik antara pengukuran metode konvensional dengan metode komputerisasi pada sudut tersebut. Sedangkan pada variabel yang memiliki nilai mendekati nilai p < 0,05, hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang tidak signifikan secara statistik antara pengukuran metode konvensional dengan metode komputerisasi pada kedua pengukuran sudut tersebut, walaupun secara statistik nilai p hampir mendekati 0.05 dalam artian hasil pengujian Majalah Ortodontik Juni 2015, Edisi kesatu 1-4 4 uji distribusi dari variabel-variabel yang diukur didapatkan nilai p> 0.05 sehingga test distribusi normal dan dapat memakai paired “t” test. Hasil penelitian oleh penulis menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pengukuran sefalogram secara manual maupun pengukuran sefalogram secara computer. Hasil penelitian ini berkesinambungan dengan penelitian sebelumnya (Chen, 2004). Hasil penelitian oleh penulis kali ini, menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan diantara pengukuran secara manual dan pengukuran secara digital. Dari penelitian ini disadari bahwa manfaat dari program computer seperti pengarsipan, transfer data dan keunggulan kualitas lain yang telah teruji dari teknologi computer dan juga digunakan untuk tujuan penelitian (Sayinsu, 2007). Evolusi dari manual menuju komputerisasi memiliki tujuan untuk mengeksplorasi kemampuan diagnosis sefalometri. Karena dapat mengurangi kesalahan dan menghemat waktu. Tracing secara manual lebih banyak menghabiskan waktu dan memiliki tingkat kesalahan yang lebih tinggi, sedangkan pada komputer, jika sudah terdigitasi dengan tepat maka pengukuran sudut dan jarak secara otomatis dapat dikalkulasi dimana dapat mengurangi kesalahan. Karena variasi pada hasil studi ini, ortodontis disarankan untuk mendiskusikan pengukuran dan penilaiannya serta melihat komponen lain yang mendukung diagnosis seperti klinis radiografi, anamnesa, model dan fotografi (Goncalves, 2006). Dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan memberikan kesempatan bagi ortodontis untuk melakukan penelitian lebih lanjut. Dengan meminimalisasi segala kekurangan yang ada, maka program komputer dapat dirasakan manfaatnya serta memberikan hasil perawatan yang memuaskan bagi pasien dan ortodontis. SIMPULAN Dari Penelitian ini dapat disimpulkan hal berikut: tidak terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik antara hasil pengukuran sefalogram yang di tracing secara manual dan sefalogram yang di tracing secara digital dengan program komputer Vistadent DAFTAR PUSTAKA 1. Bishara S.E. Textbook of Orthodontics, Step in Orthodontic Treatment. W.B. Saunders Company, Philadelphia; 2001. 2. Chen YJ, Chen SK, Yao JCC, Chang HF. The Effect of Differences in Landmark Identification on the Cephalometric Measurement in Traditional Versus Digitized Cephalometry. Angled Orthod , 2004; 74(2) : 155 3. Chen SK, Chen YJ, Yao JCC, Chang HF. Enhanched Speed and Precision Of Measurement in a Computer-Asisstes DigitalCephalometric Analysis System. Angle Orthod 2004; 74 (4): 501 4. Chen SK, Chen YJ, Yao JCC, Chang HF. Comparison of 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. Landmark identification in traditional versus Computer Aided Digital Cephalometry. AngleOrthod; 2000; 70 (5):387 Covey S Kebiasaan remaja yang sangat efektif. Binarupa Aksara; 2007. Goncalves FA, Schiavon L, Pereira Neto JS, Nouer. Comparison Of Cephalometric Measurement from thre Radiological clinics. Braz Oral Res; 2006; 20 (2): 162. Gregston M, Kula T, Hardman P, Glaros A, Kula K A Comparison Of Conventional And Digital Radiographic Methods and Cephalometric Analysis Software: I Hard Tissue. Seminar in Orthodontics; 2004; 10(3):204. Huja SS, Grubaugh EL, Rummel AM, Fields HW, Beck FM. Comparison of Hand Traced and Computer Based Cephalometric Superimposition. Angle Orthod; 2009; 79(3): 428. Jacobson A, Jacobson RL Radographic cephalometry frombasic to 3D Imaging. Canada: Quintessence Publishing Co Inc; 2006. Jones ML, Oliver RG Walter and Houston Orthodontic Notes. Great Britain, Butterworth. Heinemann Ltd; 1994. Lemeshow S Adequacy of Sample Size in Health studies. Wiley, John & Sons, Inc; 1990. Leonardi R, Giordano D, Maioroma F, Spampinato C Automatic Cephalometric Analysis. Angle Orthod; 2008; 78: 145 Sayinsu K, Isik F, Trakyali G, Arun T. An Evaluation Of Errors in Cephalometric Measurements on Scanned Cephalometric Images and Conventional Tracing. European Journal of Orthodontics; 2007; 29:105. Sarver DM. Esthetic Orthodontic Surgery. Mosby (St.Louis); 1998. Turner PJ, Weerakone S An Evaluation of The Reproductibility of Landmark Identification Using Scanned Cephalometric Images. Journal of Orthodontics; 2001; 28(3): 221 5 TREATMENT OF CLASS II SKELETAL MALOCCLUSION WITH SEVERE POSTERIOR CROWDING USING HEADGEAR AND STANDARD EDGEWISE (Case Report) Ajeng Sulistyaningrum *, Jono Salim ** *Orthodontic Resident **Lecturer, Department of Orthodontic Faculty of Dentisty, University of Padjadjaran Bandung ABSTRACT Background: Class II skeletal malocclusion usually shows protruded face. A camouflage treatment is needed to make class I molar relation and this case was to overcome severe posterior crowding. Generally, headgear is capable in growth modification, molar distalisation and extraoral anchorage. In this case headgear is functioning as maximal anchorage as well as molar distalisation on upper jaw. Objectives: Correcting profile, to achieve class I molar relation, correcting crowding, anterior and posterior crosssbite, and mesial drifting, also preventing anchorage loss. Case Management: A 14 years old female patient with class II skeletal malocclusion. Facial angle 78°, convexity angle 13°, ANB angle 6° and AO-BO 5 mm. Treatment is using Edgewise orthodontic fixed appliance with 4 premolar extraction as well as distalisation using headgear on right side upper jaw. Result: The result of this treatment (13 months) showed the crowding on both upper and lower jaw were corrected, class I molar relation on the right side, mesial drifting and anterior-posterior crossbite were corrected, and discontinue headgear. This patient is still under treatment until today. Conclusion: Headgear is the best option to prevent anchorage loss. Key words: Headgear, Severe posterior crowding,Class II skeletal, Standard Edgewise PENDAHULUAN Maloklusi kelas II skeletal merupakan kelainan yang terjadi karena kombinasi maksila prognati – mandibula normal, maksila normal – mandibula retrognati, maupun maksila prognati – mandibula retrognati3,4. Etiologi maloklusi skeletal kelas II dapat disebabkan oleh faktor keturunan, lingkungan maupun patologi. Menurut Angle, keadaan ini biasanya disertai dengan hubungan molar kelas II, walaupun tidak jarang ditemukan pada hubungan molar kelas I seperti pada kasus ini. Perawatan pada maloklusi ini dapat dilakukan dengan berbagai macam alat seperti misalnya menggunakan alat fungsional (aktivator, bionator, Frankel, twin-block) untuk menstimulasi dan meningkatkan pertumbuhan mandibula, sementara headgear digunakan untuk menghambat pertumbuhan maksilla6. Pemilihan alat dapat disesuaikan dengan diagnosis dan rencana perawatan sehingga dapat dicapai hasil yang memuaskan. Perawatan dengan menggunakan alat fungsional sebaiknya dilakukan sebelum pasien mencapai puncak pertumbuhan agar hasilnya maksimal. Penggunaan headgear bermacammacam diantaranya mencegah pertumbuhan ke depan dan ke bawah mandibula, distalisasi molar, penjangkaran maksimal ektraoral, perbaikan rotasi pada gigi molar dengan innerbow headgear, dan mempertahankan panjang lengkung rahang dengan mencegah pergerakan mesial dari gigi molar8. Dalam makalah ini, penulis ingin memaparkan laporan kasus perawatan ortodonti pada maloklusi skeletal kelas II yang disertai dengan crowding gigi posterior berat dengan penjangkaran maksimal menggunakan headgear sekaligus berperan dalam distalisasi gigi molar kanan rahang atas. LAPORAN KASUS Pasien perempuan usia 14 tahun datang ke klinik ortodonti fakultas kedokteran gigi UNPAD dengan keluhan crowding gigi atas dan bawah dan penampilan tidak estetis karena pasien merasa dagunya tidak simetris. Pada anamnesa diketahui pasien mempunyai kebiasaan buruk menopang dagu dengan tangan. Pada pemeriksaan ekstra oral (Gambar 1A-C) tipe wajah sempit, asimetris, profil muka sedikit cembung, bibir hipotonus, dan tidak ada kelainan TMJ. Pemeriksaan intra oral (Gambar 2 A-F) menunjukkan kebersihan mulut baik, garis median rahang atas bergeser ke kanan 1 mm sementara garis median rahang bawah bergeser juga ke kanan 2 mm, overbite normal 2 mm dan overjet1 mm, crowding anterior dan posterior, crossbite anterior dan posterior, erupsi gigi lambat Majalah Ortodontik Juni 2015, Edisi kesatu 5-8 6 dapat dilihat gigi 15 dan 25 keduanya tumbuh di palatal. Pada pemeriksaan analisis model studi didapat hubungan molar kanan kelas I, hubungan molar kiri kelas III. Hubungan kaninus kanan dan kiri kelas III. Overbite sebesar 2 mm dan overjet 1 mm. Garis median rahang atas bergeser ke kanan 1 mm sedangkan garis median rahang bawah bergeser ke kanan 2 mm. Crossbite anterior antara gigi 12 dan 42 , crossbite posterior antara gigi 14 dan 45. Gambar 1. Foto ekstra oral sebelum perawatan. A. Depan, B. Depan (senyum), C. Samping Gambar 3. A. Radiografi sefalometri lateral sebelum perawatan, B. Radiografi panoramik sebelum perawatan, C. Radiografi Frontal (AP) sebelum perawatan Pemeriksaan radiografi panoramik sebelum perawatan terlihat adanya impaksi gigi 35. Analisis sefalogram lateral sebelum perawatan menunjukkan pola skeletal kelas II dengan sudut SNA normal dan sudut SNB menunjukkan retrognati mandibula, sudut fasial menunjukkan retrusi dagu dan sudut konveksitas cembung. Sebagai pemeriksaan tambahan dilakukan radiografi frontal (AP) yang menunjukkan adanya asimetri dagu (Gambar 3A –C). Analisis sefalometri dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Analisis sefalometri sebelum dilakukan perawatan Downs Gambar 2. Foto intraoral sebelum perawatan. A. Samping kanan, B. Depan, C. Samping kiri, D. Oklusal rahang atas, E. Oklusal rahang bawah. F. Overjet Ajeng, dkk: Treatment of class II skeletal Steiners Wits Wendel – Wylie ETIOLOGI Etilogi kasus ini kemungkinan besar adalah akibat adanya kehilangan dini gigi sulung rahang bawah, persistensi dari gigi sulung rahang atas. 7 KEMAJUAN PERAWATAN Alat cekat standar edgewise slot 0.018 digunakan bersama dengan headgear. Perawatan dimulai dengan tahap leveling dan alignment menggunakan kawat stainlesssteel 0.014 inch multiple loop untuk mengkoreksi crowding anterior dan posterior serta crossbite anterior dan posterior. Headgear digunakan 12 jam/hari dengan daya 350 gr/ sisi. Inner bow sebelah kanan dibuat lebih pendek agar mendapatkan daya lebih besar untuk mendistalisasi gigi molar pada regio kanan atas, selain itu headgear berfungsi untuk penjangkaran maksimal agar tidak terjadi flaring pada saat perawatan. Setelah 6 bulan dan distalisasi gigi molar pada regio kanan telah tercapai, pemakaian headgear dihentikan. Pada 8 bulan perawatan dilakukan leveling dan alignment tahap kedua dengan kawat stainless steel 0.014 inch multiple loop untuk membawa kedua gigi premolar dua atas yang berada di palatal ke dalam lengkung gigi. Dalam 13 bulan perawatan (Gambar 5A-F), crowding anterior dan posterior rahang atas dan bawah telah terkoreksi, crossbite anterior dan posterior terkoreksi, gigi impaksi premolar pada regio kiri bawah telah terkoreksi. Hubungan molar kanan kelas I, sementara hubungan molar kiri masih kelas III. Hubungan kaninus kanan kelas II, hubungan kaninus kiri kelas I. Overjet normal 1 mm demikian pula overbite normal 2 mm. Perawatan ortodonti masih akan berlanjut hingga saat ini dengan melanjutkan leveling dan alignment,menutup spasing pada anterior rahang bawah, selain itu memperbaiki inklinasi dan interdigitasi, serta artistik. DIAGNOSIS Maloklusi skeletal kelas II dental kelas I disertai crowding anterior dan posterior, protrusif, crossbite anterior dan posterior, mesial drifting, asimetri dagu ke kanan, garis median rahang atas bergeser ke kanan 1mm dan bawah bergeser ke kanan 2 mm, profil wajah cembung dan adanya impaksi gigi premolar kiri bawah. TUJUAN PERAWATAN Perawatan dilakukan untuk mengkamuflase kelainan skeletal kelas II pasien dengan mengoreksi crowding pada anterior dan posterior serta mengoreksi crossbite anterior dan posterior. RENCANA PERAWATAN Perawatan dilakukan dengan alat cekat standar Edgewise dan pencabutan 4 gigi premolar untuk mengatasi crossbite anterior dan posterior yang terjadi, dan crossbite anterior dan posterior. Selain itu perawatan juga menggunakan headgear. Headgear merupakan alat ekstra oral yang dapat digunakan untuk modifikasi pertumbuhan, distalisasi molar, serta sebagai penjangkaran maksimal. Pada kasus ini headgear berfungsi sebagai penjangkaran maksimal sekaligus untuk mendistalisasi gigi molar rahang atas pada sisi kanan atas. Gambar 4. Foto ekstra oral setelah 13 bulan perawatan.A. Depan, B. Depan (senyum), C. Samping 8 Majalah Ortodontik Juni 2015, Edisi kesatu 5-8 selain itu distalisasi gigi molar kanan rahang atas bergerak secara bodily karena daya diberikan pada pusat resistensi gigi molar.1,5 DAFTAR PUSTAKA 1. Bhalajhi SI. Orthodontics the Art and Science. New Delhi : Arya (MEDI) Publishing House.2006. p.366-369 2. Bishara SE. Textbook of Orthodontics. W. B Saunders Company. 2001. p. 218-222 3. English JD, Peltomaki T, Pham-Litschel K. Orthodontic review.1st ed. St Louis: Mosby; 2009.p.152-163. 4. McNamara J, Brudon WL. Orthodontic and orthopedic treatment in the mixed dentition.1st ed. Ann Arbor: Needham Press; 1993.p.1-8. 5. Nanda R, Kapila S. Current therapy in Orthodontics. St. Louis : Mosbby.2010 p. 103 6. Proffit WR, Field HW, Sarver DM, Ackerman JL. Contemporary Orthodontontics. 5th ed. Mosby; 2013. p. 131, 476, 507-511 7. Renfroe EW. Edgewise. Lea & Febiger; 1975. p. 171-179 8. Singh G. Textbook of orthodontics. 2004. New Delhi : Jaypee Brothers. p. 454-459 Gambar 5. Foto intra oral setelah 13 bulan perawatan. A. Samping kanan, B. Depan, C. Samping kiri, D. Oklusal rahang atas, E. Oklusal rahang bawah. F. Overjet PEMBAHASAN Pemilihan alat yang digunakan tergantung dari diagnosis dan rencana perawatan yang telah ditetapkan. Pada kasus ini dilakukan perawatan kompromi untuk mengkamuflase keadaan skeletal kelas II. Jenis headgear yang digunakan adalah medium pull atau intermediate atau occipital pull headgear atau combination pull karena diharapkan efek yang timbul adalah pergerakan gigi molar kanan atas ke distal tanpa disertai intrusi ataupun ektrusi gigi sekaligus sebagai penjangkaran maksimal7. Pemakaian headgear 12 jam/ hari dimulai sejak sore hari hingga keesokan harinya1,7. Daya yang diberikan adalah 350 gr/ sisi dengan penggunakan karet elastik no 2. Inner bow sebelah kanan dibuat lebih pendek agar mendapatkan daya lebih besar untuk mendistalisasi gigi molar pada regio kanan atas, sekaligus untuk penjangkaran maksimal ektra oral. Ruangan yang diinginkan dalam distalisasi gigi molar rahang atas tercapai dalam waktu 6 bulan dan pemakaian headgear dihentikan. Hingga saat ini (13 bulan perawatan) masih dilanjutkan leveling dan alignment agar didapatkan lengkung gigi yang sempurna dan perawatan masih akan dilanjutkan hingga didapatkan oklusi yang baik. SIMPULAN Perawatan ortodonti maloklusi skeletal kelas II dengan crowding yang berat menggunakan headgear sebagai penjangkaran maksimal ektra oral merupakan rencana perawatan yang tepat untuk kasus ini. Penggunaan headgear mencegah terjadinya flaring, 9 TREATMENT OF CLASS III DENTOSKELETAL MALOCCLUSION WITH AGENESIS OF UPPER CANINE USING EDGEWISE APPLIANCES (Case Report) Danila Barasiska*, Endah Mardiati ** *Orthodontic Resident **Lecturer, Department of Orthodontics Faculty of Dentistry, University of Padjajaran ABSTRACT Introduction: Class III type 3 dentoskeletal malocclusion with the agenesis of upper canine often shows maxilla constriction and retruded face. The treatment can be done by anterior expansion of maxillary dental arch to correct anterior crossbite and replace the agenesis of upper canine with first premolar. Objectives: correction class III type 3 dentoskeletal malocclusion with the agenesis of upper canine and retruded face cause maxilla constriction. Case management: 25 years old female patient with class III type 3 malocclusion, -1,5mm overjet, agenesis upper canine, missing teeth 24 and 46, SNA 79°, SNB 84°, ANB -5°, Wits -8mm. The treatment of class III type 3 malocclusion with replacment of agenesis canine with first premolar and anterior expansion provide a good correction of maxilla constriction and retruded face. This case was treated with standard edgewise appliance to correct anterior crossbite, and replace agenesis upper canine with first premolar. Result: After a year, the treatment showed the correction of anterior crossbite and canine replacment with first premolar is still on progress. Conclusion: Class III type 3 malocclusion with the agenesis of upper canine can be treated by standard edgewise appliance with anterior expansion of maxillary dental arch, and replace upper canine with first premolar. Key words: class III type 3 dentoskeletal malocclusion, canine agenesis, Edgewise appliance. PENDAHULUAN Gigi agenesis dikenal sebagai gigi yang hilang secara kongenital dan merupakan gigi yang benihnya tidak berkembang secara baik untuk terjadinya diferensiasi jaringan gigi sehingga tidak erupsi. 1 Menurut Moyers, salah satu penyebab terjadinya gigi agenesis adalah herediter.1 Adanya kondisi sistemik seperti rickets, syphilis dan gangguan intra uterine yang parah juga menyebabkan kerusakan pembentukan benih gigi sehingga gigi tidak erupsi. Penyebab lainnya adalah inflamasi atau infeksi lokal, perubahan evolusi pada gigi dan faktor iradiasi, trauma, hormonal, tumor, rubella dan thalidomide. 1,3 Diagnosis gigi agenesis ditetapkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan interpretasi radiografi.1 Gigi agenesis dapat menyebabkan terjadinya maloklusi seperti celah diantara gigi, tongue thrust, inklinasi atau lokasi gigi sebelahnya menjadi tilting selain itu juga menimbulkan masalah estetik.4 Pada laporan kasus ini yang terjadi adalah terjadi konstriksi rahang atas akibat agenesi yang menyebabkan terjadinya gigitan bersilang di anterior dan memperparah kondisi maloklusi kelas III. Maloklusi kelas III menunjukkan hubungan molar kelas III dengan letak bonjol mesio bukal dari molar permanen pertama rahang atas beroklusi dengan ruang interdental antara molar pertama dan molar kedua mandibula. Etiologi maloklusi kelas III meliputi faktor keturunan, gangguan hormonal, penyakit-penyakit defisiensi dan infeksi, kelainan prenatal dan pengaruh lingkungan pada waktu anak dalam masa pertumbuhan. Maloklusi kelas III mempunyai karakteristik rahang bawah yang besar, rahang atas retrusif dan terkadang juga mengalami gigi yang berjejal atau gigitan bersilang pada gigi anteriornya1,5. Tujuan perawatan ortodonti kompromi pada kasus ini adalah untuk mengkoreksi gigitan bersilang, menggantikan agenesi kaninus dengan gigi premolar pertama, dan memperbaiki profil wajah yang cekung. Diagnosis yang tepat diperlukan dalam merencanakan perawatan untuk maloklusi dentoskeletal kelas III tipe 3 ini.5,6 Perawatan kompromi yang biasa dilakukan untuk maloklusi dentoskeletal kelas III tipe 3 yang disertai agenesi adalah dengan membuka ruangan untuk protesa atau menutup ruangan pada daerah agenesi. Pada penatalaksanaan dengan menutup ruangan biasanya perawatan ortodonti dilakukan dengan reshaping gigi premolar pertama.2 Laporan kasus ini memaparkan mengenai perawatan ortodonti pada pasien dengan maloklusi dentoskeletal kelas III tipe 3 disertai agenesi gigi kaninus atas, gigitan bersilang di anterior dan posterior, menggunakan alat ortodonti cekat standar edgewise dengan pendekatan kompromi. LAPORAN KASUS Seorang wanita berusia 25 tahun datang ke Majalah Ortodontik Juni 2015, Edisi kesatu 9-12 10 klinik Ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran dengan keluhan gigi depan rahang atas berada di belakang gigi depan rahang bawah, dan ingin merapihkan gigi rahang atas yang bercelah. Pada pemeriksaan ekstra oral (Gambar 1) tampak tipe wajah sempit, simetris dan profil wajah cekung. Relasi bibir normal dan tidak ditemukan adanya kelainan pada TMJ. Pada analisa model, terlihat hubungan molar kiri kelas 3 sedangkan hubungan molar kanan tidak dapat dinilai karena kehilangan gigi 46, hubungan kaninus kiri dan kanan juga tidak dapat dinilai karena agenesi gigi 13 dan 23, overbite 3mm, overjet -1,5mm, diastema pada rahang atas dengan total sebesar 3mm, garis median rahang atas bergeser 2 mm. ALD rahang atas kanan sebesar +3 mm dan kiri sebesar +7 mm, sedangkan ALD rahang bawah kanan +10 mm dan kiri 0 mm. PEMERIKSAAN SEFALOMETRI Analisa sefalogram lateral sebelum perawatan (Gambar 4) menunjukkan pola skeletal kelas III dengan sudut SNA 79° (maksila normal), SNB 84° (mandibula normal), dan sudut ANB -5° (kelas III). Jarak insisiv rahang atas ke NA 6mm sedangkan sudutnya 30° (normal), jarak insisiv rahang bawah ke NB 3mm dan sudutnya 22° (normal), bidang mandibula 31°(high angle), sudut konveksitas -9° (profil skeletal cekung), jarak pogonion ke NB 0mm (dagu normal), AO-BO -8mm (kelas III), tinggi wajah bagian bawah lebih pendek dari proporsi seharusnya. Gambar 1. Foto Ekstra Oral Pasien Sebelum Perawatan Pada pemeriksaan intra oral (Gambar 2) tampak gigitan bersilang di anterior dan posterior gigi 45 terhadap 14, overbite normal, diastema pada gigi anterior rahang atas, garis median rahang atas bergeser ke kanan, kehilangan gigi 24 dan 46 dan disertai persistensi gigi 63. Pada pemeriksaan rontgenologis foto panoramik (Gambar 3) terdapat agenesi pada gigi 13 dan 23, abses periapikal pada gigi 36, tidak ada resorbsi akar dan posisi M3 normal. Gambar 3. Foto Panoramik Sebelum Perawatan Gambar 4. Foto Sefalometri Lateral Sebelum Perawatan Tabel 1. Analisa Sefalometri Metode Downs Sebelum Perawatan Gambar 2. Foto Intra Oral Pasien Sebelum Perawatan Danila, dkk: Treatment of class III dentoskeletal Tabel 2. Analisa Sefalometri Metode Steiner Sebelum Perawatan Tabel 3. Analisa Sefalometri Metode Wits Sebelum Perawatan 11 SS 0,016 inch multiple loop, kemudian tahap leveling dan alignment dilanjutkan dengan menggunakan kawat SS 0,016, 0,018 plain arch. Setelah gigitan bersilang di anterior terkoreksi, tahap selanjutnya adalah koreksi garis median sebesar 2 mm ke regio kiri dengan menggunakan kawat SS Recta 0,016 x 0,022 plain arch serta tahap leveling dan alignment rahang bawah dimulai. Tahap berikutnya adalah mesialisasi gigi-gigi posterior rahang atas kanan untuk menggantikan agenesi gigi 13 dengan gigi 14 menggunakan power chain. Bila diperlukan, gunakan elastik intermaksiler kelas III untuk penyesuaian oklusi. Setelah 12 bulan perawatan, leveling dan alignment rahang atas telah tercapai, gigitan bersilang telah terkoreksi, dan pada saat ini sedang dilakukan pengkoreksian garis median rahang atas ke arah kiri, serta proses leveling dan alignment rahang bawah sedang berlangsung (Gambar 5 dan 6). Tabel 4. Analisa Sefalometri Metode Wendel Wylie Sebelum Perawatan Simpulan Analisa Sefalometri Maloklusi Skeletal Kelas III disertai profil skeletal cekung, maksila mundur mandibula maju, sudut bidang mandibula tinggi. DIAGNOSIS Berdasarkan hasil pemeriksaan ekstra oral, intra oral, analisis model studi, dan sefalometri, maka diagnosis pada kasus ini adalah maloklusi dentoskeletal kelas III disertai gigitan bersilang anterior dan posterior gigi 45 terhadap 14, tipe muka sempit, profil wajah cekung, garis median bergeser ke kanan, overjet -1,5mm, agenesi 13 dan 23, kehilangan gigi 24 dan 46, diastema pada anterior rahang atas, dan konstriksi rahang atas. Gambar 5. Foto Wajah Setelah 12 Bulan Perawatan ETIOLOGI - Agenesi gigi 13 dan 23 - Kehilangan gigi 24 dan 46 - Konstriksi rahang atas TUJUAN PERAWATAN Pasien ini telah berusia dewasa sehingga dilakukan perawatan kompromi untuk mengkoreksi maloklusi kelas III tipe 3 disertai agenesi gigi 13, 23 dan profil muka cekung akibat konstriksi rahang atas. KEMAJUAN PERAWATAN Perawatan dilakukan dengan menggunakan alat ortodonti cekat standar edgewise slot 0,018 inch. Perawatan dimulai dengan tahap leveling dan alignment pada rahang atas terlebih dahulu menggunakan kawat SS 0,014 inch multiple loop untuk melakukan ekspansi pada gigi anterior rahang atas, lalu diganti dengan kawat Gambar 6. Foto Intra Oral Pasien Setelah 12 Bulan Perawatan 12 PEMBAHASAN Pasien pada laporan kasus ini telah berusia dewasa sehingga dilakukan perawatan ortodonti kompromi maloklusi kelas III dentoskeletal. Diagnosa dari pasien ini adalah maloklusi dentoskeletal kelas III disertai gigitan bersilang anterior dan posterior gigi 45 terhadap 14, tipe muka sempit, profil muka cekung, garis median bergeser ke kanan, overjet -1,5mm, agenesi 13 dan 23, kehilangan gigi 24 dan 46, diastema pada anterior rahang atas, dan konstriksi rahang atas, dimana tujuan perawatannya adalah untuk memperbaiki maloklusi dan profil wajah yang cekung. Perawatan yang dilakukan adalah dengan melakukan ekspansi lengkung gigi maksila ke anterior dengan menggunakan kawat SS 0,014 dan 0,016 multiple loop, kemudian menggantikan posisi agenesi gigi 13 dengan gigi 14 melalui cara mesialisasi menggunakan kawat SS recta 0,016x 0,018 inch dan power chain. Setelah 12 bulan perawatan, leveling dan alignment rahang atas telah tercapai, gigitan bersilang telah terkoreksi, dan pada saat ini sedang dilakukan pengkoreksian garis median rahang atas ke arah kiri, serta proses leveling dan alignment rahang bawah sedang berlangsung. Perawatan masih akan dilanjutkan hingga tercapai hubungan oklusi yang normal. SIMPULAN Perawatan ortodonti kompromi terhadap maloklusi dentoskeletal kelas III tipe 3 menggunakan alat cekat standar edgewise adalah salah satu pilihan jenis perawatan terhadap kasus maloklusi kelas III pada pasien dewasa. Tujuan dari perawatan ini adalah untuk memperbaiki estetik akibat gigitan bersilang di anterior, serta profil wajah yang cekung akibat konstriksi maksila. DAFTAR PUSTAKA 1. Moyers, R.E. Handbook of Orthodontics.4th edition. United states. 1988; 348-51. 2. Castaldi CR, George AB. Dentistry for the Adolescent. Philadelphia: W.B. Saunders.1980;181-84 3. Dermaut L.R., K.R. Goeffers, A.A De Smit. Prevalence of Tooth Agenesis Correlated With Jaw Relationship and Dental Crowding. American Journal Orthodontics. 1986; 90:204-210. 4. Singh G. Textbook of Orthodontics.1st ed. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publisher.2004;174. 5. Lowenhaupt EB. Compromised Nonsurgical Treatment of A Patient with A Severe Class III Malocclusion. International Dentistry SA Vol 11 No.3;52-61. 6. Foster, TD. Buku Ajar Ortodonsi. EGC. 1993 h 287-298. Majalah Ortodontik Juni 2015, Edisi kesatu 9-12 13 ORTHODONTIC TREATMENT IN WINGED MAXILLARY CENTRAL INCISORS (Case report) Dhani Agustina* Anang Soejono** *Orthodontic Resident **Lecturer, Departement of Orthodontics Faculty of Dentistry University of Airlangga Surabaya ABSTRACT Background : Winged incisors are well-recognized clinical finding. In this report, the disorder is briefly reviewed and a unique case of winging of the two maxillary central incisors. Objective : The two winged maxillary central incisors were derotated using edgewise technique. Case management : This case report is about orthodontic treatment in 19 years old female. Clinical examination shows winged maxillary central incisors, with class 1 malocclusion and crowded mandibular teeth. The patient was treated with the edgewise technique. Three months after levelling and aligning. The two central incisors were derotated using edgewise bracket, A 0.016-Inch NiTi wire was used for the initial correction. Derotation and diastema closure were achieved in eight weeks, when the SS wire was replaced with a 0.016 x 0.22-Inch stainles steel wire. Complete derotation was achieved after another 12 weeks, and appliance was removed after 96 weeks of the retention phase. A posttreatment panoramic radiograph showed normal development and divergence of the roots of 11and 21. Result : The final position and anatomy of maxillary central incisors was succeded in replacing the position and anatomy. Conclusion : The two winged maxillary central incisors were derotated and the patient was satisfied with better smile. Key word : Winged maxillary central incisors, orthodontic treatment, edgewise technique PENDAHULUAN Perawatan ortodonti pada kasus rotasi gigi insisif central rahang atas bilateral yang sering disebut winging menjadi tantangan tersendiri bagi para praktisi. Resorpsi akar dan resesi gingiva di sekitar gigi adalah komplikasi umum yang sering terjadi.1 Winging adalah rotasi yang melibatkan insisif sentral rahang atas bilateral yang menyerupai sayap. Winging insisif central rahang atas merupakan morfologi insisif yang tidak biasa, namun terdapat penelitian yang menyatakan dalam delapan tahun terdapat pasien lakilaki dengan rotasi gigi insisif sentral rahang atas bilateral.1,2 Gigi insisif central rahang atas biasa pada posisi yang normal. Namun, beberapa penelitian dilaporkan Indian Amerika, margin distal dari gigi seri yang berputar dalam arah labial atau lingual. dengan prevalensi 41,5% di Makiritare India,3 49% di Zunis, 2 dan 52,75% di Yanomama, Indians3; kelompok Amerika Selatan seperti Pewenche, yang Diaguitas, dan Jivars pameran prevalensi wingingdari 55,5%, 66,2% 4, 5 dan 50-70%, 6 masing-masing. 1,2 LAPORAN KASUS RIWAYAT KASUS Seorang penderita perempuan, umur 19 tahun, ras Deutromelayu datang ke klinik pendidikan spesialis Ortodonti FKG. Pasien merasa kurang percaya diri saat tersenyum dikarenakan gigi atasnya miring dan terlihat tidak rapi. Sebelumnya belum pernah mendapatkan perawatan kawat gigi. Pasien ingin dirawat dengan tujuan merapikan giginya agar lebih baik secara estetik. Pada pemeriksaan ekstra oral didapatkan: profil penderita lurus, tipe muka sedang dan tipe kepala mesosefalik. Penderita mempunyai bentuk muka yang simetris dan didapatkan bibir yang kompeten (Gambar 1). Pemeriksaan intra oral terlihat: jaringan mukosa, bentuk lidah dan bentuk palatum normal. Gigi terletak berdesakan di rahang atas anterior (Gambar 1). Pemeriksaan foto radiografi panoramik terlihat impaksi gigi 18, 28,38, dan 48 (Gambar 2). Analisis sefalometri Tipe muka mesognati dengan retrognati mandibula dan profil muka lurus (< FH-NP 80º, < NAP 4º). Hubungan maksila dan mandibula terhadap basis kranium menunjukkan tendensi relasi skeletal klas I (< SNA 82º, < SNB 79º, Ð ANB 3º dan Wits appraisal AO-BO 3 mm) dengan inklinasi insisif RA dan RB normal (< I-NA 29º, < I-NB 26º). Analisis sefalometri jaringan lunak Rickett’s Lip Analysis: bibir atas berimpit garis E dan bibir bawah 2 mm di depan garis E. Analisis jaringan lunak Steiner’s Lip Analysis: bibir terletak di depan garis S. Rencana Perawatan dan Tujuan Perawatan Tujuan perawatan pada pasien ini mengkoreksi letak gigi 11 dan 21 yang winging. 14 Majalah Ortodontik Juni 2015, Edisi kesatu 13-15 Rencana perawatan adalah mengkoreksi berdesakan anterior rahang atas dan bawah. Mengkoreksi kurva spee yang positif. Dalam perawatan ini tanpa dilakukan pencabutan, untuk mendapatkan tempat dilakukan stripping pada gigi anterior rahang atas dan bawah. Gambar 3. Foto ektraoral dan intraoral setelah perawatan Gambar 1. Foto ektraoral dan intraoral sebelum perawatan PERAWATAN Perawatan ortodonti dimulai pada tanggal 11 Oktober 2011, diawali dengan pemasangan molar band dan welding tube pada gigi molar pertama rahang atas dan bawah. Braket standard edgewise slot 0,018 inch dipasang pada semua gigi rahang atas dan bawah. Leveling dan aligning menggunakan busur NiTi round 0.012, round 0.014, round 0.016 di rahang atas maupun rahang bawah. Dua bulan berikutnya, dilakukan derotasi gigi 11 dan 21. Setelah 2 tahun perawatan selesai, terlihat gigi 11 dan 21 serta berdesakan anterior rahang bawah terkoreksi dan tidak terdapat resorbsi pada akar gigi 11 dan 21 (Gambar 3 dan 4). Gambar 4. Foto Panoramik dan Sefalometri Setelah Perawatan Dhani, dkk: Orthodontic treatment in winged PEMBAHASAN Winging adalah rotasi yang melibatkan insisif sentral rahang atas bilateral yang menyerupai sayap. Winging insisif central rahang atas merupakan morfologi insisif yang tidak biasa, namun sering terjadi. Pada kasus ini dilakukan levelling dan aligning serta derotasi pada gigi insisif rahang atas. Derotasi sempurna terjadi dalam kurun waktu 16 minggu. SIMPULAN Pada laporan kasus ini dilakukan derotasi dengan kekuatan ringan sehingga Resorpsi akar dan resesi gingiva di sekitar gigi tidak terjadi. DAFTAR PUSTAKA 1. Prasad V N. Utreja A. Goyal A. Chawla H S. Winged Maxillary Incisors with Unusual Morphology: A Unique Presentation and Early Treatment. Angle Orthodontist, Vol 75, No 3, 2005; 75:478–482. 2. Ling John Y.K. Wong Ricky Y.K. Incisors Winging in Chinese. The Open Anthropology Journal, 2010, 3, 8-11 15 16 THE MANAGEMENT OF CLASS I MALOCCLUSION WITH ANTERIOR OPENBITE AND MUTILATED FRONT TOOTH (Case Report) Endriyana Novitasari*, Jusuf Sjamsudin** * Orthodontic Resident **Lecturer, Departement of Orthodontics Faculty of Dentistry University of Airlangga Surabaya ABSTRACT Background: Anterior openbite, which means no contact between anterior teeth, stands out in current orthodontic by the complexity of the treatment, associated with the high level of instability and recurrence. The open bite is characterized by the lack of vertical contact, between the opposite segments of teeth, or between teeth and gums, in a limited region, not throughout the dental arch like it normally would in centric occlusion. Anterior openbite has multifactorial origin, such as suction of objects, premature dental loss, tongue thrusting, temporomandibular joint internal disorder, accident among others. Objective: This is a case report of 19 years old male, with front teeth opened. Class I malocclusions and skeletal; dental open with mutilated front tooth, which was first upper right incisor; without abnormal measures to the vertical cephalometric analysis. Case management: First premolars were extracted. Patient was treated with Roth braces slot 0,018". Space gaining of front teeth was done and replaced it with temporary Maryland Bridge, that had been attached to the arch wire for aesthetic purpose. Result:The anterior openbite was corrected by camouflage which extruded anterior segment and adjusted the bridge position in every single step of orthodontic treatment. The outcome undergoes better teeth occlusion and proper appearance. Patient has satisfied with it. Conclusion: Anterior openbite is considered one of the most challenging dentofacial deformities to be diagnosed and to treat. Key words: anterior openbite, mutilated front tooth, Maryland Bridge INTRODUCTION The term of anterior openbite, which means no contact between anterior teeth, stands out in current orthodontic by the complexity of the treatment, associated with the high level of instability and recurrence. It can be defined as a malocclusion without contact in the anterior region of the dental arches, being the posterior teeth in occlusion. The open bite is characterized by the lack of vertical contact, between the opposite segments of teeth, or between teeth and gums, in a limited region, not throughout the dental arch like it normally would in centric occlusion1. Anterior openbite has incidency rate ranges from 1.5% to 11% and varies between races and with dental age. The complexity of anterior open bite due to a combination of skeletal, dental, soft tissue, and habitual factors. Thus, multiple treatment strategies aimed at different etiologies of anterior open bite have been proposed.2 Diagnosis of openbites have to be viewed first in the context of skeletal structures. Generally, open bite is classified as either skeletal or dental3. Dental open bite is generally found in front region, in which there is no occlusion within the area of the cuspids and incisors and is associated with normal craniofacial pattern, proclined and undererupted anterior teeth. However, thumb or finger sucking habits are contributing on it. Anterior openbite has multifactorial origin, such as suction of objects, premature dental loss, tongue thrusting, temporomandibular joint internal disorder, accident, mouth breathing or airways obstruction among others. Despite of it, the skeletal openbite is often related to excessive vertical growth of the dentoalveolar complex, especially in the posterior molar region. Thus, in the posterior teeth there is no contact among the posterior teeth.2 CASE REPORT This is a case report of 19 years old male, with front teeth opened. Based on extraoral examination, patien had three maxillary incisors and undererupted one. There was no contact within the area of the cuspids and incisors. Patient had neither history of dental extraction nor family history of openbite. Patient had mesosefalic and convex facial profile (Figure 1). Figure 1. Extraoral examination (before treatment) Endriyana, dkk: The management of class I In intraoral examination, it was found mutilated 11; oral hygiene was good enough; low caries frequency; square maxilla arch with normal mandible arch; proclined of upper and lower incisors and no diastema among that; normal tounge size and there was no scallop on its the surface; the fourth of third molars well erupted; normal adenoid and patient did not has mouth breathing history even any respiratory disturbance. First permanent molar and permanent canine relations were Class I on the right side and edge to edge on the left side in centric occlusion. The anterior openbites presented on front region that involved tooth elements 12, 21, 22, 31, 32, 42, and 42. Overjet and overbite was 0 mm and -1,5 mm. There was maxillary midline shift 5 mm to the right side. The curve of spee was approximated 3 mm. Based on dental case examination, it was 16 mm and 9,5 mm for upper and lower discrepancy (figure 2). 17 Figure 3. Airways pharyngeal analysis Figure 4. Radiograph examination before treatment. Chepalometric (left), Panoramic (right) ETIOLOGY When patient was childhood, around 11 years old, he frontally felt down from his bicycle, then one of upper tooth forsook. He had gone to visit dentist to cure that traumatic wound. As long as growth, he feel something bad with front teeth appearance. In other hand, he had thumb sucking until he reached 6 years old. He complained why anterior teeth opened and there was shifted on upper teeth. Figure 2. Intraoral examination before treatment DIAGNOSIS Patient was diagnosed as Angle Class I malocclusion with upper and lower dental protrusion with anterior openbite and midline shift to the right 6 mm with skeletal Class I. RADIOGRAPHIC EXAMINATION Chepalometric analysis had shown skeletal class I relation with downward and backward mandibular rotation, yet there was not found abnormal measures to the vertical cephalometric analysis. Airway pharyngeal analysis was normal (18 mm) and no obstruction. In the panoramic features, mandible ramus were symmetrical, 47 had been treated endodontic. Patient undergoes permanent teeth phase. AIM OFTREATMENT The treatment objective was to correct anterior openbite through extracted the fourth of first premolar and achieved space on front tooth to replace it with prosthesis. TREATMENT PROGRESS AND RESULT The orthodontic treatment started with maximum anchorage in upper arch using double anchorage on first and second molar, then bonded 0,018" Roth braces. In the lower arch, here was used minimum anchorage. Leveling and aligning in upper and lower started with 0,012" of NiTi SE. Space gaining of exmutilated 11 and upper midline correction was achieved with open coil spring that was inserted in 0,016" of Australian wire between 12 and 21 after canine retraction (figure 5). 18 Majalah Ortodontik Juni 2015, Edisi kesatu 16-19 Figure 5. Canines retraction and midline shift correction There was few space remaining among upper canines and front teeth. This space was utilized for anterior retraction and torque. Due to aesthetic purpose, we used Maryland bridge that must be adjusted along with space opening until the end of the orthodontic phase be done. The attachment of Maryland bridge was on palatal 12 and 21 through adhesive bonding attachment then it was continued with ligature wire 0,008" that was put across the occlusal surface and contact point of upper canines with front teeth. This tying was to avoid bridge fall down during occlusion, speech, chew food or other patient’s activity (figure 6a and 6b). Figure 6a. Bridge during leveling and aligning after 2 months of treatment Figure 7. Treatment outcome of this case Figure 6b. Bridge during upper anterior retraction until passive treatment During torque management, here was utilised negative torque with 0,017 x 0,025’ of Stainless Steel wire in order to achieve proper overjet and overbite. Anterior openbite had been corrected for 24 months and 2 weeks later (figure 7). The anterior openbite was corrected by camouflage which extruded anterior segment and adjusted the bridge position in every single step of orthodontic treatment. Finally, we utilized the lastest Maryland bridge either prosthesis aim or modified fixed retainer that combined with Hawley retainer. The outcome undergoes better teeth occlusion and proper appearance. Patient has satisfied with it. In table 1, case was merely treated by camouflage. Therefore, it was found only inter-incisors angle significantly changed from 990 become 1300. Proclinated incisors diminished 100 of upper incisors and 120 of lower incisors. The curve of spee also corrected. Although facial convexity unsignificantly decreased (Figure 8 and 9). Figure 8. Chepalometric after treatment 19 Dhani, dkk: Orthodontic treatment in winged Tabel 1. Chepalometric value of before and 22 months of treatment (degree) %HIRUH $IWHU 9DULDEOH )+13 1$3 61$ 61% ,QWHULQFLVRUV 1$ 1% 618SSHURFFOXVDO 61/RZHURFFOXVDO There was resported that airways pharyngeal has relation with malocclusion4,5. In this case, patient did not has any problem with his respiratory. Therefore, anterior openbite was treated by convensional technique such camouflage. Although there was extrusion effect of anterior incisors, but this condition could be accepted by patient. CONCLUSIONS Anterior openbite is one of the challenging case in orthodontics. Treatment planning can be done by improving proper diagnosis that include etiology of open bite, x-ray analysis, dental cast analysis, and clinical examination. Several approaches have been addressed. Following treatment, patients is expected to improve ability to incise and chew food, improve esthetics, and improve speech. However, it must be kept in mind that treatment strategies should always address the etiology of the malocclusion. Successful identification of the etiology anterior openbite could enhance the probability of treatment success. REFERENCES Figure 9. Superimpose before and after treatment Black line show before treatment; red line show treatment DISCUSSION Malocclusion can be treated, if necessary, in many ways or other multidiscipline of dentistry. In this case, extraction of fourth first premolar were determined to provide enough space for closing anterior openbite and making tooth prosthesis. Treatment of mutilated front tooth was difficult and complex because it need more consideration and aesthetic problem. Combined orthodontic treatment with prosthodontics multidiscipline was better choice for this case. The anterior openbite was corrected by camouflage which extruded anterior segment to gain appropriate overjet and overbite. Hence, negative torque had role during this step. Airway pharyngeal analysis could help clinicians to determine the necessity of treatment planning such mandibular advance in order to enhance its airways and produce good respiration for patient. 1. De Oliveira J, Dutra A, Pereira C, Orland. Etiology and treatment of anterior open bite. Etiologia e : tratamento da mordida aberta anterior. Journal of Health and Science. 2 0 11 ; 2 9 ( 2 ) : 9 2 – 5 2. Lin L. H, Huang G., Chen C., Etiology and Treatment Modalities of Anterior Open Bite Malocclusion. Journal of Experimental and Clinical Medicine. 2013;5(1):1e4 3. Ngan P, Henry W. Open bite: a review of etiology and management. American Academy of Pediatric Dentist. 19:2, 1997 4. Mucedero M, Baccetti T, Franchi L, Cozza P. Effects of maxillary protraction with or without expansion on the sagittal pharyngeal dimensions in Class III subjects. American Journal of Orthodontics and Dentofacial Orthopedics. 2009.Juni 5. Richard L, Jacobson. Radiographic Chepalometric from Basic to 3-D Imaging. Canada: Quintescene Publishing. 2006.122 20 COMPROMISED TREATMENT OF DENTOSKELETAL CLASS III MALOCCLUSION WITH MAXILLARY PEGSHAPE LATERAL INCISIVUS (Case Report) Lisye*, Tono Hambali ** * Orthodontic Resident ** Lecturer, Departement of Orthodontics, Faculty of Dentistry Padjajaran University, Indonesia ABSTRACT Background : Class III malocclusion with crowding and pegshape lateral insisivus often shows maxilla and mandible constriction. Objectives: to correct the anterior and posterior crossbite, crowding and esthetic. Case management : This is a case of 31 years old female patient with class III dentoskeletal malocclusion, overjet -1 mm, maxilla and mandible crowding, SNA 81°, SNB 87°, ANB -6°, Wits: -3mm. This case was treated with standar edgewise fixed appliance to move dental arch maxilla anteriorly and correct crowding and crossbite anterior and treated overjet by extracting two premolars of mandibula. Result : after 13 months treatment, crossbite anterior and posterior was corected, and overjet : 2mm. Conclusion : class III with anterior crowding, anterior and posterior crossbite with pegshape lateral incisivus treated with lateral expansion and moving maxilla anteriorly, while mandibula treated by extracting two premolars. Key words: compromised treatment, class III malocclusion, pegshape, crowding, crossbite PENDAHULUAN Prevalensi terjadi nya maloklusi kelas III pada berbagai ras terjadi sekitar 1-5 %. Pada ras kulit hitam sebesar 5-8% dan prevalensi terbesar pada masyarakat Asia sebesar 4-14%. Maloklusi ini nerupakan salah satu tipe maloklusi yang sulit ditangani, dimana biasanya ditangani dengan tindakan bedah ortognatik atau perawatan ortodontik kamuflase.1,2,4 Karakteristik dentoalveolar pada maloklusi kelas III menurut angle adalah gigi-gigi dan lengkung gigi bawah letaknya lebih mesial dari pada normal dalam hubungan dengan gigi-gigi dan lengkung gigi atas. Puncak bonjol mesiobukal molar satu atas letaknya lebih ke distal dari pada bukal groove molar satu bawah dan cross bite pada bagian anterior. Secara skeletal menunjukkan adanya penyimpangan skeletal anteroposterior, penyimpangan lebar rahang dan dimensi vertikal wajah.5 Maloklusi kelas III memiliki karakteristik, yaitu tipe wajah yang cekung, nasomaksilla yang retrusif, lengkung rahang atas lebih sempit daripada lengkung rahang bawah, overjet sangat kecil atau bahkan gigitan terbalik, wajah bagian bawah lebih panjang.1,2 Etiologi maloklusi kelas III disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya faktor herediter, pengaruh lingkungan dan patologi. Perawatan kelas III dilakukan untuk memperbaiki estetik, fungsi dan stabilitas dengan cara:3 1. Melakukan pencabutan pada rahang bawah untuk mendapatkan ruangan sehingga dapat dilakukan distalisasi pada gigi anterior rahang bawah sekaligus untuk memperbaiki overjet. 2. Melakukan ekspansi dan memperbaiki gigitan bersilang pada gigi posterior dan memperbesar lengkung gigi sekaligus memperbaiki malposisi. 3. Kombinasi perawatan pada lengkung atas dan bawah. Perawatan bedah merupakan perawatan yang lebih stabil untuk pasien dewasa dengan maloklusi kelas III yang berat. Sedangkan pasien dengan kompensasi dentoalveolar dianjurkan untuk melakukan perawatan kompromi mengingat tindakan bedah memiliki tingkat resiko yang lebih tinggi, biaya yang lebih besar, potensi komplikasi yang lebih besar, dan pasien lebih tidak nyaman. Perawatan maloklusi kelas III dilakukan dengan berbagai tahapan:1 1. Pada tahap pertumbuhan biasanya dilakukan dengan memanipulasi perkembangan tulang rahang, seperti menghambat pertumbuhan rahang bawah dengan menggunakan chin-cup atau dengan face-mask untuk memacu pertumbuhan rahang atas ke anterior. 2. Perawatan kamuflase atau kompromi pada maloklusi kelas III dentoskeletal biasanya dengan dilakukannya pencabutan gigi pada rahang bawah. 3. Bedah orthognatik. Laporan kasus ini menjelaskan mengenai perawatan ortodonti terhadap pasien dengan diagnosa maloklusi kelas III dentoskeletal disertai crowding anterior, gigitan bersilang anterior dan posterior, kurva spee yang dalam, pergeseran garis median rahang bawah ke kiri 1 mm, serta profil wajah cekung yang di rawat menggunakan alat ortodonti standard edgewise dengan Lisye, dkk: Compromised treatment 21 pendekatan kompromi. LAPORAN KASUS Seorang wanita berusia 31 tahun 4 bulan datang ke klinik ortodonti FKG Unpad dengan keluhan gigi tidak teratur, gigi bawah cenderung maju kedepan. Riwayat kesehatan umum baik dengan tinggi badan 153 cm dan berat badan 52 kg. Pada pemeriksaan ekstra oral tipe wajah normal, simetris, profil muka cekung, dan terdapat protrusi dagu, relasi bibir normal. Pada pemeriksaan intra oral, terdapat crossbite anterior dan posterior, crowding pada gigi anterior rahang atas dan bawah, gigi yang berbentuk pegshape yaitu gigi 22, palatoversi gigi insisif pada rahang atas, curve of spee dalam, palatum yang tinggi, Overbite dalam, overjet besar dan terdapat pergeseran garis median rahang bawah ke kiri sebesar 2 mm. Gambar 2. Foto intra oral pasien sebelum perawatan A Gambar 1. Foto ekstra oral pasien sebelum perawatan Pada pemeriksaan analisis model studi didapat hubungan molar kanan dan kiri menunjukan hubungan maloklusi kelas III, begitu juga dengan hubungan kaninus kanan dan kiri menunjukkan hubungan maloklusi kelas III. ALD (arch length discrepancy) rahang atas kanan sebesar -1mm dan kiri sebesar -2 mm sedangkan ALD rahang bawah kanan sebesar -4 mm dan kiri - 6mm. Kesimpulan analisa sefalometrik ( Gambar 3 ) sebelum perawatan menunjukkan pola skeletal kelas III, jarak I ke NB menunjukkan proposisi gigi geligi rahang bawah, sudut fasial memperlihatkan protusi ringan dan sudut konvektivitas cekung. Sudut insisif rahang bawah ke bidang mandibula retrusi, sudut bidang mandibula normal. Analisa Wits -3 mm, menunjukan hubungan rahang kelas III skeletal. Bibir atas dan bawah berada di belakang E-line. Pemeriksaan sefalogram juga tidak menunjukkan adanya kelainan pertumbuhan wajah secara vertical. Gambar 3. Foto sefalometri dan panoramik sebelum perawatan Majalah Ortodontik Juni 2015, Edisi kesatu 20-23 22 Tabel 1. Analisis sefalometrik sebelum perawatan Downs Steiner malposisi gigi geligi yang crowding, memperbaiki crossbite, overjet, curve of spee dan memperbaiki garis median. Perawatan yang dilakukan bersifat kompromi untuk memperbaiki estetik wajah pasien dan mencapai hubungan oklusi dan interdigitasi yang baik. Rencana perawatan Perawatan dimulai dengan pencabutan gigi 34 dan 44 serta menggunakan alat cekat standar edgewise dengan pendekatan kompromi. Dimulai dengan leveling dan alignment pada rahang atas dan bawah, flaring pada rahang atas dengan melebarkan lengkung gigi rahang atas ke anterior, mengkoreksi gigitan bersilang anterior. Selanjutnya tahapan artistic positioning, penyesuaian oklusal, stabilisasi dan retensi. sedangkan pada rahang bawah , setelah leveling dan alignment dilakukan distalisasi gigi kaninus dilanjutkan dengan retraksi gigi anterior dengan menggunakan kawat SS rektangular 016 x022 inch dengan T loop, dilanjutkan dengan tahapan artistic positioning, penyesuaian oklusal, stabilisasi dan retensi Kemajuan perawatan Setelah 13 bulan perawatan, crowding pada gigi anterior rahang atas dan bawah serta gigitan bersilang anterior dan posterior telah terkoreksi, curve of spee yang dalam telah menjadi datar, garis median pada rahang bawah yang sebelum perawatan bergeser 2 mm ke kiri telah terkoreksi, hubungan kaninus sudah hampir mencapai hubungan kaninus kelas I. Perawatan ortodonti masih dilanjutkan untuk memperbaiki oklusi gigi dan menutup sisa ruangan yang ada. Wits Wendel-Wylie DIAGNOSIS Maloklusi kelas III dentoskeletal disertai crowding anterior,crossbite anterior dan posterior, pergeseran garis median rahang bawah ke kiri 2 mm , curve of spee dalam, palatum yang tinggi, overjet -2 mm, profil wajah cekung dan prognati mandibula. Tujuan perawatan Tujuan perawatan yaitu mengkoreksi Gambar 4 . Foto Ekstra oral Pasien Setelah 13 Bulan Perawatan 23 Lisye, dkk: Compromised treatment 2. 3. 4. 5. Gambar 5. Foto intra oral setelah 13 bulan perawatan PEMBAHASAN Diagnosa dari pasien ini adalah Maloklusi kelas III dentoskeletal disertai crowding anterior, crossbite anterior dan posterior, curve of spee dalam , prognati mandibula, protusif menton, dan profil wajah yang cekung. Dimana tujuan perawatannya adalah bersifat kompromi untuk memperbaiki profil pasien, mengkoreksi gigitan bersilang anterior dan mencapai hubungan oklusi normal. Perawatan yang dilakukan adalah melebarkan lengkung gigi rahang atas untuk memperbaiki gigitan bersilang anterior, sedangkan pada rahang bawah dilakukan pencabutan dua gigi premolar pertama. Setelah leveling dan alignment dilakukan distalisasi gigi kaninus dilanjutkan dengan retraksi gigi anterior dengan menggunakan kawat SS rektangular 016 x022 inch dengan T loop. Setelah 13 bulan perawatan gigitan bersilang, overjet dan garis median terkoreksi. Perawatan masih akan dilanjutkan untuk memperbaiki angulasi, inklinasi dan interdigitasi serta posisi artistik. SIMPULAN Perawatan ortodonti maloklusi dentoalveolar kelas III menggunakan alat cekat standard edgewise dengan pendekatan kompromi adalah salah satu pilihan jenis perawatan terhadap kasus maloklusi kelas III tanpa tindakan bedah. Perawatan ini memberikan hasil yang cukup baik dimana gigitan bersilang anterior dan posterior, crowding dan garis median terkoreksi, curve of spee yang dalam menjadi datar, sehingga di dapatkan estetik dan fungsi oklusi serta interdigitasi yang lebih baik. DAFTAR PUSTAKA 1. Doshi Sachin, Non surgical treatment of a patient with Class III malocclusion and missing maxillary lateral incisor: A combined orthodontic-phrosthodontic approach. J. Contemp Dent. 2012; 2 ; 57-63. He S, Gao J, Wamalwa P, Wang Y, Zou S, Chen S. Camouflage treatment of skeletal Class III malocclusion with multiloop edgewise archwire and modified Class III elastics by maxillary mini-implant anchorage. Angle orthod 2013; 83: 630-640. Lowenhaupt EB. Compromised nonsurgical treatment of apatient with a severe Class III malocclusion. Internasional Dentistry SA Vol 11 No.3 ; 52-61. Perception of comfortable mandibular occlusal positions. J Oral Rehabil.1977; 4 ; 17-21. Lin J, Gu Y. Preeliminary investigation of nonsurgical treatment of severe skeletal Class III maloclussion in the permanent dentition. Angle Orthod. 2003; 73 (4) ; 401410. Proffit WR, Fields HW. Contemporary orthodontics. 4th Ed. Mosby Co, St Louis Mosby. 2000 ; 566. 24 TREATMENT OF ANGLE CLASS I MALOCCLUSSION WITH CLOSED BITE AND ANTERIOR CROWDING USING BEGG TECHNIQUE (Case Report) SetiariniWidiarsanti*, Soekarsono**, Sri Suparwitri** *Orthodontics Resident **Lecturer Department of Orthodontic Faculty of Dentistry, University of Gadjah Mada ABSTRACT Background: Treatment of closed bite is considered as a challenging case in the orthodontic specialty. Technique with an adequate force is needed to open the bite correctly. Begg technique is suggested to be an effective technique in treating several malocclusions such as Angle class II div 1 and div 2. Objectives: The purpose of this report is to give an alternative treatment of Angle class I malocclusion with closed bite and anterior crowding with a technique that align the teeth in a short period of time and still comfort the patient. Case Management: A 20 years old female presented with a chief complaint of crowding of both anterior arches and a gummy smile, those affects the confidence in patient. The patient had a skeletal Class II pattern and Angle Class I malocclusion with closed bite. The case was treated with an extraction of four second premolars. Begg technique appliance was performed in 3 stages;namely (a) Stage I : Distalization of first premolars using open coil. General alignment with multiple loops to correct malposition, combined by anchorage bend 45° and intermaxillary class II elastic to open the bite., (b) Stage II: Space closing, (c) Stage III: finishing and root paralleling. Gummy smile will be treated in periodontology department. Result: After 6 months the closed bite was corrected and general alignment achieved. Conclusion: Begg technique provides a light continuous force that effective to correct a closed bite and align the teeth in a short period of time and still comfort the patient. Key words: Angle class I malocclusion, closedbite, crowding, Begg Technique. PENDAHULUAN Closed bite anterior merupakan suatu kondisi dimana seluruh permukaan mahkota gigi incisivus rahang bawah tertutup oleh gigi incisivus rahang atas.1 Closed bite merupakan salah satu keadaan deep bite dengan kategori berat yaitu overbite e”5 mm.2 Deep bite dapat diklasifikasikan dalam dua tipe yaitu deep bite skeletal dan dental. Tipe skeletal biasanya merupakan suatu pola genetik. Tipe dental disebabkan oleh adanya supraklusi gigi anterior, infraklusi gigi posterior atau kombinasi keduanya.3 Deepbite merupakan suatu kasus yang cukup sulit dalam perawatan ortodontik. Membutuhkan suatu teknik yang tepat dalam membuka gigitan untuk mengurangi overbite. Teknik Begg merupakan salah satu teknik dalam perawatan ortodontik cekat yang dapat digunakan untuk merawat kasus dengan deepbite seperti pada kasus maloklusi Angle klas II divisi 1, klas II divisi 2 dan klas I dengan overbite besar. Perawatan teknik Begg dibagi dalam 3 tahap. Tahap 1 bertujuan untuk mencapai general alignment, koreksi median line, bite opening dan retraksi anterior. Tahap 2 bertujuan untuk space closing dan tahap 3 bertujuan untuk finishing dan rootparalleling.4 Prinsip pergerakan dalam perawatan ortodontik menggunakan teknik Begg adalah adanya gerakan dengan kekuatan ringan dan continous. Hal tersebut dimungkinkan karena bentuk slot braket dan penggunaan round wire yang akan menghasilkan one point contact sehingga terjadi gerakan tipping. Selain itu kombinasi penggunaan anchorage bend dan elastik intermaksiler klas II menyebabkan terjadinya intrusi gigi anterior atas dan bawah. Gaya dari elastik intermaksiler klas II akan menyebabkan ekstrusi molar bawah dan menambah gaya intrusi pada gigi anterior bawah sehingga akan menghasilkan pergerakan bite opening yang cepat.5,6,7 LAPORAN KASUS Riwayat Kasus Pasien wanita berusia 20 tahun datang ke Rumah Sakit Gigi dan Mulut Prof Dr Soedomo FKG UGM dengan keluhan utama keadaan gigi depan pada rahang atas dan bawah susunannya tidak beraturan dan saat tersenyum terlihat bagian gusi. Kedua hal tersebut sangat mengganggu penampilan dan Setiarini, dkk: Treatment of angle class I 25 mempengaruhi kepercayaan diri pasien. Secara umum kesehatan pasien baik, namun oral hygiene pasien dalam kategori sedang karena beberapa gigi malposisi sehingga pembersihan cukup sulit dilakukan pada bagian tersebut. Pasien memiliki kebiasaan buruk yaitu mengunyah satu sisi pada sisi kanan. DIAGNOSIS Pemeriksaan ekstra oral menunjukkan profil wajah pasien tampak cembung normal, simetris dan saat tersenyum tampak bagian gingiva (gummy smile) (gambar 1 A, B, C). Pada rahang atas terdapat retroklinasi gigi incisivus sentral dan labioversi gigi incisivus lateral sebelah kanan. Pada rahang bawah tampak susunan gigi anterior dan gigi premolar berjejal (gambar 2 A, B). Pasien memiliki bentuk lidah normal, palatum tinggi dengan torus palatinus dan mukosa normal. Gambar 3. Foto Intraoral sebelum perawatan, (A) Tampak depan, (B)Tampak samping kiri, (C) Tampak samping kanan. Pemeriksaan Lanjutan Berdasarkan pemeriksaan foto panoramik tampak ada keberjejalan gigi dan adanya benih gigi 18, 28, 38 dan 48. Hasil pemeriksaan sefalometri lateral sebelum perawatan, pasien memiliki tipe skeletal kelas II dengan bidental retrusif. Hal tersebut ditunjukkan dengan keadaan maksila protrusif (SNA 87O) , mandibula normal (SNB 80O) , ANB 7O, IMPA 89O dan jarak I atas – NA 0,5 mm. Gambar 1. Fotografi ekstraoral pasien sebelum perawatan, (A) Tampak samping , (B) Tampak depan, (C) Tampak depan dengan tersenyum. Gambar 4. Foto radiografi sebelum perawatan, (A) Foto panoramik, (B) Foto sefalometri lateral Etiologi Kemungkinan etiologi maloklusi adalah faktor skeletal klas II yang diakibatkan oleh faktor herediter dan adanya supraklusi gigi anterior. Gambar 2. Fotografi Intraoral sebelum perawatan, (A) Rahang Atas pada cermin intraoral, (B) Rahang Bawah. Hasil pemeriksaan intraoral tampak adanya relasi closed bite pada bagian anterior. Relasi molar pertama kanan dan kiri klas I, overbite 5,6 mm dan overjet 2,8 mm (gambar 3 A, B, C). Pada pemeriksaan fungsional tidak terdapat kelainan, TMJ normal dan tidak terdapat klicking.Terdapat relasi palatal bite antara gigi 31 dan 41, open bite antara gigi 12 dengan 42 dan gigi 15 dengan 46, 45. Pergeseran median line pada rahang atas kearah kanan sebesar 0,4 mm dan pada rahang bawah bergeser ke kanan sebesar 1,5 mm. Tujuan Perawatan Tujuan perawatan pada pasien ini adalah untuk memperbaiki estetika dengan mengkoreksi crowding, menghilangkan relasi closed bite dan keadaan gummy smile. Tujuan tersebut dicapai dengan perencanaan perawatan dalam beberapa tahapan. Perawatan diawali dengan pencabutan gigi 15, 25, 35 dan 45 untuk memenuhi kebutuhan ruang pada perawatan ortodontik menggunakan teknik Begg. Dalam teknik Begg sendiri terdiri dari 3 tahapan yang harus berurutan yaitu tahap I (general alignment) menggunakan multiple loops dan open coil yang bertujuan untuk distalisasi gigi 14,24,34 dan 44, leveling dan unraveling. Kombinasi anchorage 26 bend 45O bertujuan untuk bite opening dan elastik intermaksiler klas II bertujuan untuk retraksi anterior serta koreksi pergeseran median line menggunakan elastik intramaksiler pada sisi kiri rahang bawah. Tahap II bertujuan untuk space closing dan tahap III bertujuan untuk rootparalleling. Setelah perawatan aktif akan dilanjutkan dengan perawatan di bagian periodonsia untuk mengkoreksi gummy smile apabila masih memungkinkan dilakukan crown lenghtening dengan membandingkan terlebih dahulu lebar mesiodistal dengan lebar cervicoincisal gigi incisivus setelah selesai perawatan ortodontik aktif. Kemudian dilanjutkan dengan penggunaan retainer jenis Hawley Retainer. Majalah Ortodontik Juni 2015, Edisi kesatu 24-27 sisa ruang bekas pencabutan. Namun pasien sudah cukup puas dengan kemajuan perawatan karena secara estetika sudah mengalami perubahan (gambar 7 A,B,C). Dari hasil perbandingan pemeriksaan penunjang yaitu foto panoramik sebelum dan setelah 6 bulan perawatan menunjukkan keadaan keberjejalan anterior sudah terkoreksi namun masih membutuhkan tahap rootparalelling (gambar 8 A,B). Berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang foto sefalometri lateral setelah 6 bulan perawatan SNA : 87O, SNB : 80O, ANB : 7O, IMPA : 98 O dan jarak I atas terhadap NA : 1 mm (gambar 9). HASIL PERAWATAN Setelah 6 bulan perawatan ortodontik dengan teknik Begg terlihat bahwa tujuan perawatan mulai tercapai, yaitu terkoreksinya crowding dan closed bite anterior. Malposisi gigi incisivus atas yang retroklinasi dan incisivus lateral kanan atas yang labioversi serta gigi anterior bawah yang crowding telah terkoreksi. Terlihat relasi hampir edge to edge dengan overbite awal 5,6 mm menjadi 1 mm dan overjet awal 2,8 mm menjadi 1 mm. Relasi molar kanan dan kiri serta caninus kiri klas I, median line rahang atas telah terkoreksi dan sisa pencabutan telah berkurang baik pada rahang atas maupun pada rahang bawah (gambar 5 A,B dan gambar 6 A,B,C). Gambar 5. Foto intraoral pasien (6 bulan setelah perawatan), (A) Rahang atas pada cermin intraoral, (B) Rahang bawah Gambar 7. Foto ekstra oral pasien 6 bulan setelah perawatan, (A) Tampak samping, (B) Tampak depan, (C) Tampak depan dengan tersenyum. Gambar 6. Foto intraoral pasien setelah 6 bulan perawatan, (A) Tampak depan, (B) Tampak samping kiri, (C) Tampak samping kanan. Perawatan pasien yang belum selesai antara lain adalah belum terkoreksi median line rahang bawah, relasi caninus kanan belum klas I dan belum habisnya Gambar 8. Perbandingan foto panoramik pasien sebelum dan setelah 6 bulan perawatan, (A) Sebelum perawatan, (B) Setelah 6 bulan perawatan. 27 Setiarini, dkk: Treatment of angle class I crowding dalam waktu yang cukup singkat yaitu 6 bulan dan pasien dalam menjalani perawatan tersebut masih dalam kondisi nyaman. DAFTAR PUSTAKA Gambar 9. Foto sefalometri lateral pasien setelah 6 bulan perawatan PEMBAHASAN Perawatan menggunakan alat cekat teknik Begg dilakukan untuk mengkoreksi crowding, closed bite dan pergeseran median line. Berdasarkan beberapa analisis dan perhitungan, kebutuhan ruang yang dibutuhkan akan dipenuhi dengan pencabutan empat gigi premolar kedua untuk mengatur gigi geligi dalam lengkung gigi yang baik. Hasil perawatan selama 6 bulan pada tahap I teknik Begg, didapatkan hasil pengurangan overbite dan overjet hingga hampir mencapai relasi edge to edge. Crowding sudah terkoreksi pada tahap leveling dan unraveling dalam 3 bulan perawatan. Tahap I teknik Begg diawali dengan distalisasi gigi premolar pertama menggunakan Australian wire diameter 0,014", opencoil disertai multiple loops. Distalisasi premolar pertama pada posisi yang diharapkan tercapai selama 1 bulan perawatan, kemudian gigi tersebut diligasi dengan gigi molar pertama untuk fiksasi posisi yang telah diperoleh. Multiple loops digunakan untuk mengkoreksi keadaan crowding baik pada rahang atas dan bawah. Kegunaan multiple loops adalah untuk menambah kelentingan kawat sehingga rasa sakit yang dirasakan pasien minimal. Kombinasi anchorage bend 45Odan elastik intermaksiler klas II sangat efektif dalam membuka gigitan. Anchorage bend sebesar 45O memberikan efek intrusi pada gigi-gigi anterior rahang atas dan bawah yang mengalami supraklusi. Elastik intermaksiler klas II menyebabkan ekstrusi gigi molar pertama rahang bawah sekaligus menambah gaya intrusi pada gigi anterior rahang bawah. Ketidaknyamanan pasien yang dirasakan selama perawatan ortodontik cekat menggunakan teknik Begg dapat sangat minimal. Hal tersebut dimungkinkan karena prinsip pergerakan adalah gerakan dengan kekuatan ringan dan continous karena bentuk slot braket dan penggunaan round wire yang akan menghasilkan one point contact sehingga terjadi gerakan tipping. SIMPULAN Perawatan kasus dengan closed bite sangat tergantung pada faktor penyebabnya dan ketepatan dalam pemilihan teknik untuk perawatan. Pada laporan kasus ini menunjukkan penatalaksanaan kasus closed bite dengan menggunakan teknik Begg yang dapat menghasilkan pengurangan overbite dan koreksi 1. Sreedhar C. and Baratam S. Deep overbite-A review (Deep Bite, Deep Overbite, Excessive Overbite). Annals amd Essencens of Dentistry. 2009; 1(1): 1-18 2. Proffit W.RContemporary Orthodontics.. . 2013. 5th Ed. Mosby, Inc. p 8. 3. Iyyer B.S.. Orthodontics-The Art and Science. 3th Ed. Arya (MEDI) Publishing House. New Delhi. 2003.p 433-435. 4. Begg P.R. and Kesling P.C.1971. Begg Orthodontic Theory And Technique. 2nd Ed. W.B. Saunders Co, Philadelphia.1971; p 191-193. 5. Fletcher G.G.T. The Begg Appliance And Technique. J. Wright and Sons (print) Ltd, Bristol. 1981; p 15-25. 6. Cadman G.R. A Vade Mecum for The Begg Technique: Thecnical Principles. Am J Orthod Dentofacial Orthop. 1975. 67(5):175-186 Salzmann J.A. 1974. Orthodontics in Daily Prac 28 TREATMENT OF CLASS II MALOCCLUSION WITH MANDIBLE RETROGNATION USING ACTIVATOR (Case Report) Teguh Aryo N*, Amalia Oeripto** *Orthodontic Resident **Lecturer, Department of Orthodontics Faculty of Dentistry, University of Airlangga university ABSTRACT Background: Class II malocclusion can be caused by maxillary normal and mandibular retrognation. Class II malocclusion cases with mandibular retrognation during growth is one condition that requires early treatment to prevent severity. Early treatment of Class II malocclusion with mandibular retrognation in growing patient can be done with a functional appliance to inhibit the growth of the maxilla, and simultaneously stimulate mandible growth. Objective: The objective of this treatment was to correct the skeletal relationship, inhibit the growth of the maxilla, and accelerate the growth of the mandible. Case management: A female patient aged 8 years and 9 months came to Orthodontic Clinic Faculty of Dentistry USU with a chief complaint of aesthetic problems. Diagnosis showed Class II malocclusion (SNA 80°, SNB 75°, ANB 5°) with a large overjet (10 mm), and profunda caries at 26, and 46. In this case report patient was treated with Class II activator. Result: Skeletal problems corrected (SNA 80°, SNB 78°, ANB 2°) and overjet 4 mm. Malposition of the teeth will be treated with fixed appliance. Conclusion: Class II activator treatment can be used as early treatment in mandible retrognation in Class II Malocclusion. Especially in growing and compliance patient. Key words: Class II malocclusion, Mandible retrognation, Activator, ANB. PENDAHULUAN Maloklusi Klas II ditandai dengan hubungan rahang disto-oklusi, mandibula berada lebih ke distal dari maksila. Hal ini dapat disebabkan oleh ukuran rahang dalam arah antero-posterior tidak seimbang atau oleh karena posisi maksila dan mandibula yang tidak sesuai. Maloklusi Klas II dapat terjadi karena maksila prognasi, mandibula retrognasi atau kombinasi dari keduanya, dapat juga terjadi pada maksila normal dengan disertai mandibula yang retrognasi.1 Perawatan ortodonti pada maloklusi Klas II sebaiknya dilakukan pada usia pertumbuhan, karena pada masa ini jaringan akan tumbuh dan memiliki respon adaptif yang mengakibatkan perubahan struktur skeletal wajah secara normal. Perawatan ini digolongkan sebagai tindakan ortodonti preventif, dapat dilakukan dengan menggunakan pesawat myofungsional. Salah satu cara untuk mengetahui apakah pasien masih dalam usia pertumbuhan dapat didiagnosa dengan menggunakan analisa cervical vertebral.2,3 Pemakaian pesawat myofungsional seperti aktivator Klas II sangat efisien untuk memperbaiki hubungan rahang. Mekanisme aktivator Klas II dalam perawatannya adalah dengan melakukan perubahan yang mengaitkan tiga komponen yakni aksi otot, perubahan kedudukan rahang dan perubahan kedudukan gigi dalam mencapai oklusi. perawatan maloklusi Klas II pada usia pertumbuhan bersifat ortopedik dan mengoreksi proklinasi dapat dilakukan dengan pemakaian aktivator 4,5,6,7 Aktivator yang didisain longgar akan memudahkan pasien untuk mempertahankan kedudukannya di dalam mulut dengan memajukan mandibula.7 Dengan demikian tekanan otot otot seperti masseter, temporalis, pterygoideus lateral, akan diteruskan dan menimbulkan perubahan-perubahan pada rahang dan gigi.5 Perubahan yang terjadi pada rahang berupa terhambatnya perkembangan maksila yang berlebihan dan menstimulasi pertumbuhan kondilus serta mempengaruhi glenoid fossa sehingga memacu pertumbuhan mandibula.7 Pada gigi dapat menghasilkan retroklinasi insisivus maksila dan proklinasi insisivus bawah.8,9,10 Perawatan maloklusi Klas II pada usia pertumbuhan bersifat ortopedik dan ini didapatkan dengan pemakaian aktivator.7 LAPORAN KASUS Riwayat Kasus Seorang anak perempuan umur 8 tahun 9 bulan datang ke Klinik Ortodonti FKG USU dengan keluhan utama gigi depan yang terlihat lebih maju. Hasil anamnese menunjukkan kesehatan umum baik dan riwayat anomali protrusi pada abang kandungnya. Pemeriksaan Klinis Pada pemeriksaan ekstraoral, tipe wajah mesocephaly, simetris, profil cembung, bibir atas hipotonus, bibir bawah hipertonus dengan relasi terbuka dan pada sendi temporomandibular tidak dijumpai kelainan (Gambar 1). Dari pemeriksaan intra oral terlihat kebersihan mulut cukup baik dengan mukosa normal. Overjet 10 mm dengan overbite normal 4 mm. Gigi 26 radiks, dan terdapat karies profunda pada gigi 46 (Gambar 2). Teguh, dkk: Treatment of Class II Malocclusion 29 Diagnosa sefalometri menunjukkan relasi rahang Klas II (SNA 80O, SNB 75O, ANB 5O), konveksitas wajah skeletal cembung, pola pertumbuhan vertikal, dan insisivus bimaksiler proklinasi. Analisis cervical vertebra menunjukkan pasien berada pada tahap awal pertumbuhan dengan harapan pertumbuhan 80-100% (Gambar 3.) Gambar 3. Sefalometri sebelum perawatan Gambar 1. Foto profil sebelum perawatan. Gambar 2. Model studi sebelum perawatan Sasaran Perawatan Pasien masih dalam usia pertumbuhan, maka perawatan dilakukan dua tahap. Pada tahap pertama bertujuan untuk mengoreksi hubungan rahang dengan menggunakan aktivator. Pasien di-instruksikan memakai aktivator selama 14 jam dalam sehari. Dengan demikian diharapkan pertumbuhan maksila akan dihambat. Peninggi gigitan dengan pembuatan gigitan kerja adalah kunci terjadinya perubahan secara massal. Gigitan kerja berperan sebagai dataran penuntun agar posisi mandibula terhadap maksila akan terkoreksi. Pasien dilatih menutup mulut yang berguna untuk koreksi relasi bibir atas dan bawah. Setelah hubungan rahang terkoreksi, kemudian dilakukan perawatan tahap kedua yaitu perawatan dengan pesawat ortodonti cekat Kemajuan Perawatan Setelah aktivator dipasangkan kepada pasien diinstruksikan untuk memakainya 14 jam sehari. Pada waktu kontrol dilakukan pengasahan pelat akrilik pada bagian mesial gigi geligi posterior mandibula, untuk memberi ruangan mandibula tumbuh kedepan, dan memungkinkan terjadinya pergerakkan gigi secara massal. Kontrol dilakukan setiap dua minggu sekali. Latihan untuk memperbaiki pola penutupan mulut terus diamati. Dilakukan perawatan saluran akar pada gigi 46, sedangkan pencabutan pada gigi 26 dilakukan setelah hubungan rahang terkoreksi Setelah 7 bulan perawatan dilakukan evaluasi ulang. Terlihat peningkatan estetik pada pemeriksaan ekstraoral, tipe wajah mesocephaly, simetris, profil terlihat normal, bibir atas dan bibir bawah normal, dengan relasi bibir tertutup dan tidak dijumpai kelainan pada sendi temporomandibular (Gambar 4.). Pada gigi geligi terjadi perubahan, overjet berkurang dari 10 mm menjadi 4 mm, sedangkan diastema dan malposisi gigi masih ada (gambar 5.). Superimposisi sefalometri lateral sebelum dan setelah perawatan baik menggunakan S-N maupun ANS-PNS sebagai acuan menunjukkan terjadi peningkatan pada sudut SNB, dan perbaikan pada profil Majalah Ortodontik Juni 2015, Edisi kesatu 28-31 30 jaringan lunak (Gambar 6.). Analisa Sefalometri setelah perawatan memperlihatkan SNA dari tetap 80O, SNB dari 75O menjadi 78O, ANB dari 5O menjadi 2O, NaPog dari 7o menjadi 1o (Gambar 7.). Gambar 6. Superimposisi sefalometri. A. Acuan pada S-N. B. Acuan pada ANS-PNS Gambar 4. Foto profil setelah perawatan Gambar 7. Sefalometri setelah perawatan HASIL PERAWATAN Hasil pengukuran sefalometri dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Data sefalometri sebelum dan setelah perawatan Gambar 5. Model studi setelah perawatan PEMBAHASAN Kerja aktivator pada prinsipnya adalah menyalurkan, mengubah dan mengarahkan daya-daya alami seperti aktivitas otot dan jaringan sekitarnya untuk diteruskan ke gigi, jaringan pendukung dan rahang sewaktu aktivator berada dalam mulut atau sewaktu otot melaksanakan fungsinya seperti berbicara, menelan dan Teguh, dkk: Treatment of Class II Malocclusion lain-lain. Aktivator dapat memacu terjadinya perubahan secara massal dalam tiga dataran, yaitu dataran sagital, transversal dan vertikal.4,5,6,9 Menurut Graber (1985) efisiensi kerja aktivator dapat ditentukan melalui peninggi gigitan. Mandibula yang dibawa pada posisi lebih ke depan dan ke bawah akan merangsang pertumbuhan kondilus sehingga aktivator dapat menjadi pengontrol vektor pertumbuhan mandibula yang paling efektif. Graber juga menyatakan bahwa perubahan skeletal diharapkan terjadi pada pasien yang masih usia pertumbuhan.4 Pasien pada usia puncak pertumbuhan dapat dilihat dari analisis cervical vertebral. Usia kronologis pasien adalah 8 tahun 9 bulan, pada tahap tumbuh kembang usia ini dikenal growth spurt atau percepatan pertumbuhan.11 Menurut analisa cervical vertebrae maturasi skeletal pasien berada pada awal pertumbuhan dengan harapan pertumbuhan 80-100%. Cervical vertebrae 2, cervical vertebrae 3, dan cervical vertebrae 4 batas inferior flat. Vertebra berbentuk wedges. Batas superior vertebra tappered dari posterior ke anterior. Maturasi skeletal menunjukan bahwa usia ini merupakan waktu yang tepat dalam melakukan perawatan dengan pesawat myofungsional aktivator untuk memperbaiki hubungan skeletal Klas II menjadi Klas I. 12 Menurut Paola, Laura, Stefania (2004) pemakaian aktivator selama 2 tahun memiliki efek pada maksila. Titik A dihambat sebesar 1,26 mm dan terhadap mandibula berupa pertumbuhan ke depan sebesar 3 mm. Efek pada gigi geligi terjadi tiping insisivus maksila ke palatal dan insisivus mandibula ke labial, pengurangan overjet dan pergerakan gigi molar pertama mandibula ke depan sebesar 2 mm.10 Pada kasus ini dari tabel 1. dapat dilihat bahwa penggunaan aktivator dapat menghambat pertumbuhan maksila. Pengukuran SNA sebelum perawatan sama dengan setelah perawatan, yaitu 80o. Pertumbuhan mandibula ke depan terbukti dari pengukuran SNB dari 75O menjadi 78O, dan perubahan Y-aksis dari 69,5O menjadi 68O, pertumbuhan kondilus meningkat terlihat jelas pada superimposisi sefalometri. Insisivus mandibula juga bergerak lebih ke depan bersamaan dengan pertumbuhan mandibula. Peninggi gigitan dari hasil gigitan kerja memposisikan mandibula dan gigi molar mandibula lebih ke depan sehingga menghasilkan pengurangan overjet dari 10 mm menjadi 4 mm. SIMPULAN Pada maloklusi Klas II mandibula berada lebih ke distal dari maksila, pada kasus ini disebabkan oleh mandibula yang kurang berkembang (retrogansi mandibula). Perawatan maloklusi Klas II dengan aktivator sangat efisien untuk memperbaiki hubungan rahang tersebut. Aktivator yang didisain longgar akan mengaktifkan otot-otot sehingga menghambat pertumbuhan maksila dan memacu pertumbuhan 31 kondilus serta mandibula ke depan. Perawatan maloklusi Klas II skeletal dengan aktivator hendaknya dilakukan pada usia pertumbuhan, karena pada masa ini jaringan sedang tumbuh dan memberikan respon adaptif. Dengan demikian pertumbuhan rahang bisa diarahkan, dihambat atau dipacu sesuai dengan yang diinginkan. Pada kasus maloklusi Klas II skeletal dengan pola pertumbuhan vertikal, disarankan agar pemakaian pesawat aktivator tidak dilakukan dalam waktu yang terlalu lama, karena kemungkinan besar akan meningkatkan pola pertumbuhan vertikal tersebut. Tetapi pada kasus ini hal tersebut tidak terjadi, pola pertumbuhan yang sebelumnya 69,5 O menjadi 68O setelah perawatan. DAFTAR PUSTAKA 1. Bishara SE. Text book of orthodontics. WB.Saunders Co, Toronto 2001: p. 328-36. 2. Mokhtar M. Dasar-dasar ortodonti perkembangan dan pertumbuhan kraniodentofasial. Yayasan Penerbit IDI. Jakarta. 1998: p. 21-4. 3. Mitho T, Sato K, Mitani H. Cervical vertebral bone age in girls. Am J Orthod Dentofacial Orthop. 2002; 380-5. 4. Graber TM , Rakosi T , Petrovic AG . Dentofacial orthopedics with functional Appliances, Mosby Co, St.Louis, 1985 : p. 150-155, 157-158, 206-208, 346-352. 5. Foster TD . alih bahasa Yuwono L. Buku ajar ortodonsi. Edisi III, EGC, 1997: p. 70-72, 253-270. 6. Adams CP . alih bahasa Yuwono L. Desain, konstruksi dan kegunaan pesawat ortodonti lepas, Widya Medika, Jakarta,1991: p. 116-136. 7. Proffit WR, Henry WF. Contemporary orthodontics. 4th ed. St Louis Missouri: Mosby Co.2000: p. 228-45. 8. Cozza P, Toffol LD, Lacopini L. An analysis of the corrective contribution in activator treatment. Angle Orthod ,2004, 74(6): 741-8. 9. Oeripto A, Susanto F. Aktivator sebagai alat fungsional ortopedi dalam perawatan ortodonti. Laboratorium Ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, 1994: p. 1-10. 10. Cozza P, Toffol LD . Colagrossi S. Dentoskeletal effects and facial profile changes during activator therapy. Euro J Ortho, 2004,26(3) : 293-301. 11. Koesoemahardja HD, Jenie I, Tumbuh kembang kraniodentofasial. FKG USAKTI, 2004; p. 11-12. 12. Bhalajhi SI. Orthodontics the art and science. 3rd Ed. Arya (Medi) publishing house. 2003: p. 329-48. 32 EFFECTS OF APPLICATION FLUORIDE VARNISH ON TENSILE STRENGHT ATTACHMENT METAL BRACKET (Research) Anugra Eka Putra* Thalca Hamid Agusni**Achmad Sjafei** *Orthodontic Resident **Lecturer, Department of Orthodontics University of Airlangga,Surabaya Faculty of Dentistry ABSTRACT Background: Fluoride varnish is effective to reduce demineralization especially in fix orthodontic treatment. Objective: To determine the effect of fluoride varnish applications for tensile adhesion strength of brackets to the teeth by using a self-etch bonding primer.Material and Methods: the samples were first upper premolar teeth, metal brackets .018 standard edgewise orthodontic American brands. Before soaked artificial saliva, test morphology (SEM). Teeth samples were divided into 4 groups: group 1, fluoride applications and self-etch primer soaked for 1 day; groups 2, fluoride applications and self-etch primer soaked for 28 days; groups of 3, fluoride applications and applications without the self-etch primer soaked for 1 day; groups of 4, with no fluoride application and self-etch primer soaked for 28 days, then put in an incubator temperature of 370C. Tensile strength test and measurement of residual adhesive attached to the tooth surface. Results: no differences in tensile strength between the fluoride application and without application of fluoride. For the rest of the adhesive material left on the surface of the teeth found no differences between the groups of applications without the application of fluoride and fluoride. Conclusion: There was no difference in tensile strength between the group and the group without application of flouride fluoride application. Key words: self etch primer, fluoride varnish, tensile strength. PENDAHULUAN Salah satu masalah paling sulit dalam perawatan ortodonti dengan piranti cekat adalah demineralisasi enamel. Hal ini di karenakan penderita yang di rawat menggunakan peranti cekat sulit untuk membersihkan gigi dan mudah terjadi akumulasi plak pada daerah sekitar breket. 1 Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi terjadinya demineralisasi yang berhubungan dengan piranti cekat, antara lain pemberian aplikasi fluoride sebelum pemasangan breket. Aplikasi fluoride varnish sebelum pemasangan breket dapat memperkuat enamel disekitar dan di bawah breket.2 Untuk mengendalikan kerusakan enamel yang berlebihan dan kekuatan perlekatan yang baik diciptakan self etch primer yang mengkombinasikan etsa dan primer dalam satu prosedur untuk digunakan pada enamel dan dentin. Self-etch primer memperlihatkan kemampuan etsa yang lebih sedikit karena pH yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan etsa asam fosfat sehingga potensi kerusakan enamel dan demineralisasi enamel dapat dikurangi. Keuntungan lain dari self etch primer adalah efektifitas waktu dan biaya, mengurangi demineralisasi enamel, tehniknya lebih sederhana dan karena bersifat hidrofilik, maka dapat bekerja secara bersifat efektif pada situasi dengan kontaminasi kelembaban.3 Pada pasien yang menjalani perawatan peranti cekat lebih mudah terjadi akumulasi plak sehingga pasien harus lebih memperhatikan kebersihan rongga mulut karena akan mempermudah timbulnya karies. Untuk mengurangi terjadinya karies pada pasien yang akan menjalani perawatan peranti cekat dapat dilakukan aplikasi fluoride. Berdasarkan dari penjelasan diatas timbul masalah aplikasi fluoride pada permukaan gigi sebelum perawatan piranti cekat akan mempengaruhi perlekatan breket logam. Atas dasar masalah tersebut maka dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh aplikasi fluoride terhadap kekuatan tarik breket logam dengan menggunakan bonding self etch primer. TUJUAN Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh aplikasi fluoride varnish terhadap kekuatan tarik perekatan breket pada gigi dengan menggunakan bonding self-etch primer sedangkan secara khusus untuk mengetahui kekuatan tarik perekatan breket pada gigi yang telah di aplikasi fluoride dengan menggunakan bonding self etch primer. BAHAN DAN CARA KERJA Bahan penelitian: 1. Gigi premolar pertama rahang atas 2. Flouride varnish (Fluor Protector Ivoclair) 3. Bonding self-etch primer (Transbond Plus Primer) 4. Etsa asam 37 % 5. Bonding konvensional (Transbond XT) 33 Anugra, dkk: Effect of ap[plication 6. Adhesif ortodonti (Transbond XT Lightcure Adhesive) 7. Breket logam untuk premolar pertama rahang atas (.018 Standard Edgewise American Orthodontic) 8. Saliva buatan Cara Kerja: hari dan dua puluh delapan hari. Kemudian untuk mengetahui perbedaan Adhesive Remnant Index (ARI) antara kelompok gigi diulas fluoride dengan kelompok gigi tidak diulas fluoride baik yang direndam selama satu hari dan dua puluh delapan hari digunakan uji Anova ARI (Adhesive Remnant Index) antara kelompok gigi diulas fluoride dengan kelompok gigi tidak diulas fluoride baik yang direndam selama satu hari dan dua puluh delapan hari hailnya menunjukkan p = 0.013 (p< 0.05) maka ada perbedaan sisa bahan adesif antara kelompok gigi diulas fluoride dengan kelompok gigi tidak diulas fluoride baik yang direndam selama satu hari dan dua puluh delapan hari. Selanjutnya dilakukan uji LSD (Least Significant Difference) untuk melihat besarnya perbedaan ARI (Adhesive Remnant Index) antara ke empat kelompok dan hasil ujinya dapat dilihat pada tabel 1: Tabel 1. Uji LSD Adhesive Remnant Index (ARI) HASIL Secara deskriptif rata-rata kekuatan tarik antara kelompok aplikasi F dengan tanpa aplikasi F adalah seperti berikut: Gambar 1. Grafik rata-rata kekuatan tarik kelompok aplikasi Flouride dengan tanpa aplikasi F Dari gambar 1 diatas didapatkan rata-rata kekuatan tarik kelompok gigi diulas fluoride yang direndam satu hari sebesar 8,056 MPa, rata-rata kekuatan tarik kelompok gigi diulas fluoride yang direndam dua puluh delapan hari sebesar 7,83 MPa, rata-rata kekuatan tarik kelompok gigi tidak diulas fluoride yang direndam satu hari sebesar 8,26 MPa dan rata-rata kekuatan tarik kelompok gigi tidak diulas flouride yang direndam dua puluh delapan hari sebesar 7,97 MPa. Hasil uji statistik Anova antara kelompok gigi diulas fluoride dan kelompok gigi tidak diulas fluoride menunjukkan nilai p= 0.985 (p > 0.05), hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna kekuatan tarik antara kelompok gigi diulas fluoride dan kelompok gigi tidak diulas fluoride baik yang direndam selama satu Dari tabel 1 dapat diambil kesimpulan : - Kelompok fluoride yang direndam selama satu hari dengan kelompok fluoride yang direndam dua puluh delapan hari diperoleh hasil p sebesar 0,580, dapat disimpulkan tidak ada perbedaan yang bermakna besar ARI antara kedua kelompok. - Pada kelompok fluoride yang direndam selama satu hari dengan kelompok non fluoride yang direndam satu hari diperoleh hasil p sebesar 0,020 sehingga dapat disimpulkan ada perbedaan besar ARI antara kedua kelompok (karena signifikasi lebih kecil a=0,05) - Pada kelompok fluoride yang direndam selama satu hari dengan kelompok non fluoride yang direndam dua puluh delapan hari diperoleh hasil p sebesar 0,580 sehingga dapat disimpulkan ada perbedaan besar ARI antara kedua kelompok (karena signifikasi lebih kecil α=0,05) - Pada kelompok fluoride yang direndam selama dua puluh delapan hari dengan kelompok non fluoride yang direndam satu hari diperoleh hasil p sebesar 0,009 sehingga dapat disimpulkan ada perbedaan besar ARI antara kedua kelompok (karena signifikasi lebih kecil α=0,05) - Pada kelompok fluoride yang direndam selama dua puluh delapan hari dengan kelompok non fluoride yang direndam dua puluh delapan hari diperoleh hasil p sebesar 0,009 sehingga dapat disimpulkan ada perbedaan besar ARI antara kedua kelompok (karena signifikasi lebih kecil α=0,05) - Pada kelompok non fluoride yang direndam selama satu hari dengan kelompok non fluoride yang direndam dua puluh delapan hari diperoleh hasil p sebesar 0,580 sehingga dapat disimpulkan tidak ada Majalah Ortodontik Juni 2015, Edisi kesatu 32-35 34 perbedaan yang bermakna besar ARI antara kedua kelompok (karena signifikasi lebih besar a=0,05 Gambar salah satu hasil SEM ARI pada gigi dengan aplikasi F dan tanpa aplikasi F dapat dilihat di bawah ini: Gambar 2. Hasil SEM ARI gigi dengan aplikasi F Gambar 3. Hasil SEM ARI tanpa aplikasi F PEMBAHASAN Aplikasi fluoride varnish pada permukaan enamel akan membentuk lapisan bening. Lapisan ini akan melepaskan fluoride berangsur-angsur ke apatit pada saat pH menurun. Fluoride akan berikatan dengan hidroksi apatit menjadi fluorapatit (Ca10(PO4)6F2), melekat pada struktur kristalin enamel. Fluorapatit ini tahan terhadap aktivitas asam. Adanya kebutuhan akan pengurangan waktu prosedur bonding dan meminimalkan kerusakan enamel tanpa mengurangi kekuatan perlekatan selama penggunaan alat ortodonti membuat para peneliti menggabungkan prosedur etsa dan bonding dalam satu aplikasi, yaitu self etch primer.4 Hasil statistik menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kekuatan perlekatan pada kelompok yang di aplikasi fluoride dengan kelompok tanpa aplikasi fluoride. Hal ini sesuai dengan penelitian Todd (2004) yang menyatakan tidak ada perbedaan bermakna kekuatan tarik kelompok yang diaplikasi fluoride dengan kekuatan tarik kelompok tanpa aplikasi fluoride. Dari hasil ini dapat diketahui kalau pemberian fluoride tidak mempengaruhi perlekatan adesif pada enamel.5 Wei Nan (1990) dan Kimura (2004) juga menyatakan bahwa aplikasi topikal fluoride tidak mempengaruhi kekuatan perlekatan dari bonding resin dikarenakan pada saat self etch primer di aplikasikan pada enamel yang sebelumnya sudah diulas fluoride akan membuat kedalaman porositas enamel menjadi berkurang sehingga resin tag yang terbentuk pendek tetapi perlekatan adesif yang terjadi secara mechanic interlocking pada resin tag dapat maksimal.6 Pada penelitian ini didapatkan rata-rata kekuatan tarik yang diperoleh dengan menggunakan self etch primer adalah 8,032 MPa. Studi terdahulu menyatakan bahwa kekuatan tarik untuk bonding ortodonti yang adekuat minimal sebesar 5 MPa.7 Oleh karena itu, kekuatan tarik dari Transbond plus dapat digunakan untuk bonding ortodonti. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Rajagopal (2003) yang menyatakan bahwa kekuatan perlekatan yang maksimal dapat dicapai dengan self etch primer ketika bonding dilakukan baik pada enamel yang kering maupun lembab dan dapat melindungi enamel karena enamel yang mengalami kerusakan lebih sedikit di bandingkan dengan proses etsa asam.8 Jadi, self etch primer bisa menjadi salah satu alternatif dalam memilih bonding breket ortodonti karena mengurangi tahap kerja, meningkatkan kenyamanan pasien dan mengurangi resiko kontaminasi saliva.9 Hasil penelitian didapatkan nilai Adhesive Remnant Index (ARI) yang tinggi pada kelompok tanpa aplikasi fluoride menunjukkan adesif melekat baik dengan permukaan enamel yang ditandai dengan banyaknya sisa bahan adesif yang melekat pada permukaan enamel sehingga kerusakan enamel yang terjadi besar pada proses membersihkan adesif pada permukaan enamel. Pada kelompok dengan aplikasi fluoride, nilai Adhesive Remnant Index (ARI) lebih rendah dibandingkan kelompok tanpa aplikasi fluoride menunjukkan adesif tidak melekat baik pada permukaan enamel yang ditandai dengan sedikitnya sisa bahan adesif yang melekat pada permukaan enamel sehingga ketika pembersihan adesif kerusakan pada enamel lebih kecil. Penambahan fluoride pada permukaan gigi bond failure sebagian besar terjadi resin-enamel interface, sedangkan tanpa penambahan fluoride mengakibatkan bond failure terjadi pada resin-bracket interface.10,11 SIMPULAN - Pemberian fluoride varnish sebelum pemasangan breket tidak mempengaruhi kekuatan perlekatan breket pada permukaan enamel. - Hasil uji kekuatan tarik menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna kekuatan tarik antara kelompok aplikasi fluoride dengan kelompok tanpa aplikasi fluoride. . DAFTAR PUSTAKA 1. Kindelan J D. In vitro measurement of enamel demineralization in assesment of flouride releasing orthodontic bonding agents. Br J Orthod,1996; 23: 343-39 2. Yamazaki H, Litman A, Margolis HC. Effect Of Flouride on Artificial Caries Lesion Progression and Repair in Human Enamel: Regulation of Mineral Deposition and Dissolution under In Vivo-Like Conditions. Arch Oral Biol.2007;52(2):110-120 3. Rajagopal R, Padmanabhan S, Gmanani J. A Comparison of Shear Bond Strength and Debonding Characteristics of Conventional, Moisture-Insensitife, and Self-etch Primer In Vitro. Angle Orthodontics.2003;74(2):264-8 4. Bishara SE, Ostby AW, Ajlouni R, Laffon JF, Warron JJ. Early Shear Bond Strength of a One-step Self-adhesive on Orthodontic Brackets. Angle Orthodontics.2006; Anugra, dkk: Effect of ap[plication 76(4):689-93. 5. Todd K, William J, Louis J. Effect of Flouride Varnish on the In Vitro Bond Strength of Orthodontic Brackets Using a Self-etching Primer System. American J of Ort and Dentofacial Orthoped.2004;125: 351-56. 6. Wei Nan, Wang BDS, Der Hang. The effect of pretreatment with flouride on the tensile strenght of orthodontic bonding. Angle Ortodontic.1990; 61(1):31-4 7. Reynolds I R. A review of direct orthodontic bonding. British Journal of Orthodontics.1975; 2: 171–178 8. Cehreli ZC, Kecik D,Kocadereli I. Effect of Self-etching Primers and Adhesive Formulations on the Shear Bond Strength of Ortodontic Brackets. Am. J. Ortod. Dentofac. Orthop.2005; 127:573-9. 9. Calneto JP, Calvano F, Almeida RC, Miguel JA. Evaluation of a New Self-etching Primer on Bracket Bond Strength In Vitro. Angle Orthodontics J.2006; 76(3): 466-9. 10. Meng CL, Wang WN, Yeh IS. Flourieded etching on orthodontic bonding. Am J Orthod Dentofac Orthop.1997;112: 259-62 11. Masahiro I, Shuichi I, Toshihiro Y, Takeshi M. Bond strenght comparison and Scaning Electron Microscopic evaluationof three orthodontic bonding systems. Dental Material Journal.2008; 27(3):392-99 35 36 EFECT FLUORIDE APLICATION IN METAL BRACKET BONDING TO BUCCAL ENAMEL CRACKING (Research) Nimas Ayu Rizkita* Ida Bagus Narmada** Irwadi Djaharuddin** *Orthodontic Resident **Lecturer, Department of Orthodontics Faculty of Dentistry University of Airlangga,Surabaya ABSTRACT Background : Research shows enamel cracks can occur while debonding , there is a fracture between the adhesive and the surface of the enamel . Enamel cracks can also be wider when debonding . Enamel fractures increase the risk to the integrity of the enamel and reduces the thickness of the enamel . Known prevalence of as much as 6 % . Objective: This study aimed to determine whether there is influence of fluoride application on enamel cracks on metal brackets compare with attachment using a self - etch bonding primer and conventional bonding. Materials and Methods: 18 maxillary premolar teeth were divided into three groups, reviews of fluoride with self etch primer, and not reviewed fluoride using self-etch primer and bonding convensional. Immersed in artificial saliva for 4 weeks. Universal testing machine used for the release brackets, SEM is used to determine the direction and long rift, AFM is used to determine the topography and depth of enamel cracks. Results: One Way Anova test with P <0.05. The results showed that there are differences in the length and depth of the rift between the three groups. The depth of cracks is most severe in the control group.Conclusion: Application of fluoride before the attachment of metal brackets can reduce the length and depth of the enamel cracking Key words: Cracks enamel , fluoride varnish , self - etch primer, conventional bonding PENDAHULUAN Segala perawatan medis dan gigi termasuk perawatan ortodonti memiliki beberapa resiko dan keterbatasan. Pada perawatan ortodonti terdapat beberapa resiko diantaranya adalah kerusakan yang disebabkan tindakan perawatan medis terhadap gigi (kerusakan iatrogenik), yakni keretakan enamel. Keretakan enamel terjadi terutama pada saat debonding. Insiden terbanyak dalam terjadinya keretakan enamel adalah pada pemakaian breket keramik, disusul kemudian breket logam. Keretakan ini akan menyebabkan meningkatnya karies, atau diskolorisasi.1 Beberapa penelitian menunjukkan kehilangan lapisan enamel dapat terjadi saat debonding, terutama pada patahan antara adhesif dan permukaan enamel. Keretakan enamel ini juga dapat menjadi lebih luas saat debonding. Keretakan enamel meningkatkan resiko terhadap integritas enamel dan mengurangi ketebalan enamel.2 Zachrisson dkk menemukan, prevalensi keretakan enamel yang diketahui sebesar 6% untuk gigi yang debonding maupun debanding.3 Banyak peneliti mempelajari perlekatan terhadap enamel yang bertujuan untuk meningkatkan perlekatan antara material kedokteran gigi dan jaringan keras gigi. Penyatuannya adalah dengan bahan etsa dan bahan bonding dan bahan adhesif. Penyatuan dengan bantuan bahan bonding terjadi karena bahan bonding dapat meresap kedalam daerah mikroporus yang terdapat pada permukaan enamel. 4 Setelah Buonocore (1955) memperkenalkan teknik etsa di bidang kedokteran gigi, telah banyak didiskusikan oleh para klinisi mengenai efeknya pada keretakan enamel. Terjadinya keretakan enamel merupakan hal yang banyak dikhawatirkan oleh pasien maupun ortodontis. 5 Zachrisson (1977) memperkenalkan bonding untuk perlekatan breket ortodontik pada permukaan gigi yang telah di etsa dan memperhatikan kegagalan bonding dan keretakan enamel pada gigi karena bonding dan debonding.6 Pada pasien yang menjalani perawatan peranti cekat diakhir perawatan saat debonding dikhawatirkan terjadi keretakan enamel, yang kemudian dampak terparahnya adalah timbul karies apabila pasien tidak menjaga kebersihan rongga mulutnya dengan baik, sehingga aplikasi fluoride dapat aplikasikan untuk mengurangi insiden keretakan enamel. Berdasarkan dari penjelasan diatas timbul masalah setelah aplikasi flouride pada gigi sebelum perlekatan breket logam akan mempengaruhi keretakan permukaan bukal enamel. Atas dasar masalah tersebut peneliti ingin mengetahui pengaruh aplikasi flouride terhadap keretakan permukaan bukal enamel . TUJUAN Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh aplikasi flouride Nimas, dkk: Effect fluoride aplication terhadap keretakan permukaan bukal enamel pada perlekatan breket logam dengan menggunakan bonding self-etch primer. Sedangkan secara khusus bertujuan untuk mengetahui karakteristik (arah, panjang, dan dalam) keretakan permukaan bukal enamel yang didebonding menggunakan kekuatan tarik pada gigi yang telah di aplikasi flouride dengan menggunakan bonding self-etch primer sebelum perlekatan breket logam. BAHAN DAN CARA KERJA Bahan penelitian: 1. Gigi premolar pertama rahang atas 2. Flouride varnish (Fluor Protector Ivoclair) 3. Bonding self-etch primer (Transbond Plus Primer) 4. Etsa asam 37 % 5. Bonding konvensional (Transbond XT) 6. Adhesif ortodonti (Transbond XT Lightcure Adhesive) 7. Breket logam untuk premolar pertama rahang atas (.018 Standard Edgewise American Orthodontic) 8. Saliva buatan Cara Kerja: 1. 18 gigi premplar dibagi menjadi 3 kelompok masingmasing 6 gigi, kemudian kelompok 1 diulas fluoride dan self etch primer, kelompok 2 tidak diulas fluoride dan self etch primer, dan kelompok 3 tidak diulas fluoride dan menggunakan bonding konvensional. 2. Aplikasi adhesive dan pemasangan breket 3. kemudian direndam dalam saliva buatan selama 4 minggu dimasukkan kedalam inkubator dengan suhu 37O 4. Breket di lepaskan menggunakan universal testing machine 5. Sisa adhesif dibersihkan dengan tungsten carbide bur 6. Uji panjang keretakan dengan SEM serta uji topografi dan ukuran kedalaman enamel dengan AFM 7. Uji statistik untuk mengetahui perbedaan panjang dan kedalaman keretakan enamel tiap kelompok 37 Dari gambar 1 terlihat bahwa rata-rata panjang keretakan permukaan bukal enamel pada kelompok pertama mempunyai nilai paling tinggi, yakni sebesar 1086.9333 μm dan pada kelompok ketiga mempunyai nilai paling rendah, yakni sebesar 220.6161 μm, sedangkan untuk kelompok 2 dan kelompok 3 memiliki perbedaan tidak signifikan pada panjang keretakan permukaan bukal enamel. Dari uji Kolmogorov Smirnov diperoleh bahwa nilai signifikansi (0.55) > a (5%), jadi dapat disimpulkan H0 diterima, yang artinya data berdistribusi normal. Selanjutnya dilakukan uji One way Anova terlihat bahwa terdapat perbedaan panjang keretakan pada ketiga kelompok yang diuji. Karena uji Homogenity of Variances (lampiran) p = 0.119 (>0.005), artinya sampel homogen maka untuk mengetahui rincian perbedaan panjang keretakan enamel ketiga kelompok maka dilakukan uji LSD yang hasilnya sebagai berikut: (1). Ada perbedaan panjang keretakan permukaan bukal enamel antara kelompok 1 dan kelompok 3 sebesar p= 0.016 (< 0.005), ( 2). Ada perbedaan panjang keretakan permukaan bukal enamel pada kelompok 2 dan kelompok 3 p=0.044 (< 0.005), (3). Tidak ada perbedaan panjang keretakan permukaan bukal enamel pada kelompok 1 dan kelompok 2 p=0.19 (> 0.005). Hal ini ditunjukkan pada gambar berikut: Gambar 2. Gambaran keretakan enamel kelompok 1 HASIL Secara deskriptif rata-rata panjang keretakan permukaan bukal enamel adalah seperti berikut: Gambar 3. Gambaran keretakan enamel kelompok 2 Gambar 1. Grafik rata-rata panjang keretakan permukaan bukal enamel Gambar 4. gambaran keretakan enamel pada kelompok 3 38 Kemudian secara deskriptif rata-rata panjang keretakan permukaan bukal enamel adalah seperti berikut: Gambar 5 Grafik rata-rata kedalaman keretakan enamel Dari gambar 5 terlihat bahwa rata-rata kedalaman keretakan permukaan bukal enamel pada kelompok pertama mempunyai nilai paling tinggi, yakni sebesar 659.33 nm dan pada kelompok ketiga mempunyai nilai paling rendah, yakni sebesar 137.66 nm. Selanjutnya diuji One way Anova terdapat perbedaan kedalaman keretakan pada ketiga kelompok yang diuji. Dilanjutkan dengan uji LSD dengan hasil sbagai berikut: (1). Ada perbedaan kedalaman keretakan enamel antara kelompok 1 dan kelompok 3 (p= 0.000 < 0.005). (2). Ada perbedaan kedalaman keretakan enamel antara kelompok 1 dan kelompok 2 (p=0.000 < 0.005). (3). Tidak ada perbedaan kedalaman keretakan enamel pada kelompok 2 dan 3 (p=0.348 > 0.005). PEMBAHASAN Pada penelitian ini variabel penyebab keretakan enamel berusaha diperkecil semaksimal mungkin, baik dari jenis breket, bahan bonding dan penambahan fluoride yang diulas pada permukaan enamel sebelum pengulasan bonding self-etch primer kemudian breket dilekatkan, selain itu teknik pelepasan breket dan pembuangan sisa adhesif setelah debonding pun diminimalisir. Fitzpatrick dan Way dalam Krell (1993), menunjukkan selama debonding, jumlah kehilangan enamel rata-rata 55,6 μm. Ketebalan enamel normal adalah 1500 sampai 2000 μm 7, maka kehilangan enamel sebanyak 60 μm secara normal dianggap tidak merugikan, namun ditemukan bahwa konsentrasi fluoride tertinggi pada lapisan luar sekitar 20 μm, sehingga sebaiknya dilakukan pemeliharaan terhadap daerah enamel yang kaya fluoride. Fluoride varnish dapat melapisi enamel dan berpenetrasi hingga kedalaman 30 μm 8. Bila interlocking mekanikal sangat kuat, keretakan terletak pada bahan adhesif yang masuk dalam struktur enamel. Pada beberapa kasus lokasi keretakan enamel terlihat meluas ke bawah kedalaman 100 nm 9. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian ini dimana kedalaman keretakan enamel paling dalam adalah pada kelompok kontrol yakni 659.33 nm. Majalah Ortodontik Juni 2015, Edisi kesatu 33-39 Dalam studi in vitro maupun in vivo menunjukkan pemberian fluoride varnish mensuplai fluoride lebih baik dan efisien dibandingkan pemberian fluoride dengan cara lain terutama dalam menangkal asam sebanyak 50% - 70%. Indikasi pemberian fluoride adalah pasien dengan gigi hipersensitif, remineralisasi enamel, profilaksis karies jangka panjang, dan perlindungan dari erosi atau retak pada enamel.10 Karan (2010), melakukan uji yang menunjukkan bahwa permukaan enamel yang diberi fluoride varnish secara signifikan memberikan perlindungan lebih pada permukaan enamel dibandingkan produk yang lain dan tidak terdapat efek yang merugikan kekuatan perlekatan breket ortodonti 11. Terdapat kemungkinan lain dimana saat pembersihan menggunakan tungsten carbide bur dalam penelitian Karan (2010) kerusakan enamel yang ditimbulkan paling sedikit 11, namun dalam penelitian ini hanya dilihat melalui foto SEM sedangkan kedalamannya belum ada penelitian sebelumnya. Secara umum penggunaan fluoride varnish cukup penting digunakan dalam mengatasi keretakan enamel karena pada kedalaman 20 μm, proses remineralisasi enamel berkurang, sehingga keretakan enamel yang dalam dapat dikurangi dengan pengulasan fluoride varnish. 12 Karena fluoride varnish dapat penetrasi kedalam permukaan enamel sedalam 30 μm. Pada penelitian ini juga ditunjukkan bahwa penggunaan self-etch primer pada pemasangan breket jauh lebih baik dan lebih disarankan daripada penggunaan etsa asam fosfat dan bonding konvensional. Hal ini sesuai dengan penelitian Naini (2008) yang menyebutkan bahwa lebih disarankan menggunakan sistem self-etch satu tahap, dimana memiliki kekuatan perlekatan lebih rendah dibandingkan sistem konvensional dua tahap dengan basis etsa asam fosfat 37%.13 Pada penelitian ini ditunjukkan bahwa asam fosfat 37% menunjukkan porositas permukaan enamel yang lebih dalam, hal ini sesuai dengan penelitian dari Sayinsu dkk (2006), yang menyatakan bahwa etsa asam telah diteliti menyebabkan kerusakan, termasuk kelarutan, dan lubangnya enamel. Secara umum dari cara pengambilan sampel yang meminimalisir kemungkinan adanya keretakan enamel , maka hasil penelitian ini sesuai dengan Zachrisson (1980) yang menyatakan, bahwa bila ortodontis melakukan pemilihan teknik bonding dan debonding secara hati-hati, maka tidak akan menunjukkan peningkatan yang signifikan terhadap keretakan enamel 6. Naini (2007) juga menegaskan bahwa penting untuk melakukan proses debonding secara hatihati dan dengan cermat agar tidak merusak permukaan enamel 13. SIMPULAN - Secara umum arah keretakan enamel adalah oblik. - Terdapat perbedaan panjang keretakan enamel yang signifikan antara gigi yang diulas fluoride varnish dan tidak diulas fluoride baik pada sampel yang dilakukan Nimas, dkk: Effect fluoride aplication perlekatan breket menggunakan self-etch primer maupun bonding konvensional. - Tidak terdapat perbedaan signifikan pada kedalaman keretakan enamel antara gigi yang diulas fluoride varnish dan yang tidak diulas fluoride pada sampel yang menggunakan self-etch primer. - Terdapat perbedaan yang signifikan pada panjang dan kedalaman keretakan enamel pada sampel yang menggunakan bonding konvensional. DAFTAR PUSTAKA 1. Verma D, Grewal SB, Kumar PS, Singh B. Orthodontic Scars. Orthodontic Cyber Journal 2011(4). 2. Heravi F, Rashed R, Raziee L. The Effects of Bracket Removal on Enamel. Australian Orthodontic Journal.2008; 24(2): 110-5. 3. Ellis PE, Benson PE. Potensial Hazards of Orthodontic Treatment-What Your Patient Should Know. Dental Update.2002; (29): 492-6. 4. Crispin B, Howlett ER, and Hornbook DS. (1994). Contemporary Esthetic Dentistry: Practise Fundamental, Quintessence Publishing Co. Ltd, Tokyo.1994; p. 81-103. 5. Dumbryte I, Linkeviciene L, Malinauskas M (2011). Evaluation of Enamel Micro-cracks Characteristics after Removal of Metal Brackets in Adult Patients. Europan Journal of Orthodontics.2011; 137. 6. Zachrisson B U, Skogan O, Hoymyhr S. Enamel Cracks in Debonded, Debanded, and Orthodontically Untreated Teeth. Am. J. Orthod.1980; 77: 307 – 19. 7. Krell KV, Courey JM. Orthodontic Bracket Removal using Conventional and Ultrasonic Debonding Techniques, Enamel Loss, and Time Requirements. Am. J. Orthod. Dentofacial Orthop. 1993;103 : 258 - 66. 8. Dijkman AG, Tak J, Arends J. Fluoride Deposited by Topical Applications in Enamel; Caries Rest.1982; 16: 147-155. 9. Birnie D. Orthodontic Material Update. Br. J. Orthod. 1990;19:171 - 174. 10. Petersson LG. Fluoride Mouth Rinses and Fluoride Varnishes. Caries Res.1993; 27: 35-42. 11. Karan, Kircelli B, Tasdelen B. Enamel Surface Roughness after Debonding. Angle Orthod. 2010;(80), 6 : 1081- 87. 12. O’Reilly MM, Featherstone JDB. Demineralization and Remineralization Aroun Orthodontic Appliance: An in vivo Study. Am. J. Orthod. Dentofacial Orthop. 1987;92: 33 – 40. 13. Naini FB, Gill DS. Tooth Fracture Associated with Debonding a Metal Bracket: A Case Report.World J. Orthod. 2008;268(9) :32-36. 39 40 INTERCEPTIVE ORTHODONTICS IN EARLY PERMANENT DENTITION WITH LIP SUCKING AND BITING HABITS (Case Report) Siska Septania Krisnanda*, Darmawan Sutantyo **, Pinandi Sri Pudyani** *Orthodontic Resident **Lecturer, Department of Orthodontics Faculty of Dentistry, University of Gadjah Mada ABSTRACT Background: Interceptive orthodontics can be very helpful in reducing the severity of malocclusion problems especially with oral bad habits. Objective: This case report will analyze the clinical effects of pre-orthodontic trainer in a patient with a Class I type 2 malocclusion with lip sucking and biting habits. Case Management: A 11-year-old female with lip sucking and biting habits presented to Prof Soedomo Dental and Oral Hospital, Faculty of Dentistry, Gadjah Mada University with the chief complaint of an unesthetic appearance of her protruding upper incisors. She had a Class I Angle malocclusion, overjet and overbite of 6 mm and 3,9 mm, and an initial PAR score of 18. S line to upper and lower lip was 4 mm. A pre-orthodontic trainer, was prescribed to treat oral bad habits, to stimulate jaw growth and to guide erupting teeth into correct alignment. Result: After 8 months of treatment, the oral bad habits were corrected. The sagital relationship between the arches improved. There was a reduction in PAR score to 5 and S line to upper and lower lip became 2 mm but the mild crowding in the lower arch has not yet been corrected since the treatment is still on going until today. Conclusion: Interceptive orthodontics improves malocclusion aside from eliminating patient’s bad habits and improving their appearance. It may also prevent serious problems from developing and may make treatment at a later stage less complicated. Key words: interceptive orthodontics, oral bad habits, protruding, crowding, pre-orthodontic trainer PENDAHULUAN Istilah perawatan ortodontik interseptif tidak selalu mempunyai arti yang sama bagi setiap ortodontis. Beberapa ortodontis menggunakan istilah perawatan ortodontik interseptif ini pada setiap perawatan yang dilakukannya untuk periode gigi bercampur dimana dapat mencegah timbulnya maloklusi.1 Ortodontis lainnya menggunakan istilah ini pada saat melakukan perawatan maloklusi pada awal periode gigi permanen atau sebagai fase perawatan preliminari.2 Menurut Council on Orthodontic Education of American Assosiation of Orthodontist – Orthodontics Principle and Policies, perawatan ortodontik interseptif dapat didefinisikan sebagai suatu fase perawatan untuk mengenali dan mengeliminasi malrelasi dan malposisi yang terjadi pada tahap perkembangan kompleks dentofasial. 3 Perawatan ortodontik interseptif sangat berperan dalam menghambat dan membantu mengurangi keparahan maloklusi.4 Perawatan ortodontik interseptif biasa dilakukan apabila sudah ada tanda-tanda akan timbulnya maloklusi dan juga untuk mengeliminasi kebiasaan buruk yang ada pada pasien sehingga tidak sampai mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan normal pasien.5 Perawatan ortodontik interseptif merupakan perawatan yang sederhana dan tidak membutuhkan biaya yang besar.6 Perawatan ortodontik interseptif biasa digunakan untuk mengurangi keparahan maloklusi, memperbaiki profil wajah sehingga dapat meningkatkan rasa percaya diri, menghilangkan kebiasaan buruk, memfasilitasi erupsi normal gigi, dan memperbaiki pola pertumbuhan.7 Alat pre-ortodontik Trainer for Kids (T4K) didesain untuk perawatan pada periode gigi bercampur dimana gigi permanen masih erupsi dan pasien sedang dalam masa tumbuh-kembang. Alat ini sangat efektif digunakan sebagai patokan erupsi gigi dan untuk koreksi kebiasaan buruk miofungsional. Alat ini diindikasikan untuk maloklusi kelas II divisi 1 dan 2, crowding anterior baik pada rahang atas maupun rahang bawah, gigi-gigi yang maloklusi, deep bite, dan open bite.8 LAPORAN KASUS Riwayat Kasus Pasien perempuan berusia 11 tahun datang ke RSGM Prof. Soedomo dengan keluhan utama gigi depan maju sehingga mengurangi rasa percaya diri. Keadaan umum pasien baik dan tidak pernah menderita penyakit yang menggangu pertumbuhan dan perkembangan gigi geligi. Pasien mempunyai kebiasaan buruk menggigit dan menghisap bibir. Riwayat keluarga pasien memiliki Siska, dkk: Interceptive orthodontics in early ayah dengan susunan gigi yang berjejal sehingga terdapat faktor genetik pada susunan gigi geligi. Pemeriksaan ekstra oral menunjukkan bentuk kepala brakisefali, bentuk muka euriprosop simetris, profil muka cembung. Pemeriksaan intra oral menunjukkan higiene mulut pasien baik, pola atrisi normal, lingua dan palatum sedang, gingiva dan mukosa normal. Pemeriksaan gigi geligi menunjukkan masih terdapat gigi 85 dan gigi 45 yang belum erupsi dan gigi 23 yang belum erupsi sempurna. Analisis model studi menunjukkan bentuk lengkung gigi rahang atas dan rahang bawah parabola simetris. Gigi-gigi anterior atas protrusif dan gigi-gigi anterior atas dan bawah berjejal ringan. Overjet 6 mm, overbite 3,9 mm dan nilai PAR 18. Terdapat palatal bite pada regio gigi anterior dan cup to cup bite pada gigi 16 terhadap gigi 46. Hubungan molar pertama kanan kelas II dan kiri kelas I Angle. Hubungan kaninus kanan kelas I Angle. Garis tengah rahang atas terhadap rahang bawah segaris. 41 DIAGNOSIS Diagnosis kasus adalah maloklusi Angle Kelas I tipe dentoskeletal dengan skeletal Kelas III dengan bimaksiler retrusif dan bidental protrusif disertai overjet dan overbite besar, palatal bite dan gigi anterior atas dan bawah crowding ringan dan disertai kebiasaan buruk menghisap dan menggigit bibir. Pemeriksaan Lanjutan Analisis sefalometri sebelum perawatan menunjukkan hubungan skeletal Kelas III dengan bimaksiler retrusif (SNA=72O , SNB=76O , ANB= -4O ) dan bidental protrusi. Hubungan antar insisivus 117p . Bidang AB 2O dimana titik A berada di belakang titik B menunjukkan kecenderungan kelas III. Jarak tepi insisal insisivus atas dengan NA 10,5 mm menunjukkan derajat protrusif yang cukup besar. Steiner’s Lip analisis menunjukkan bibir atasa dan bawah berada 4 mm didepan garis S. Analisis foto panoramik menunjukkan jaringan periodontal dalam keadaan sehat. Gambar 3. Foto sefalometri dan panoramik sebelum perawatan ortodonti Gambar 1. Foto ekstra oral sebelum perawatan ortodonti Gambar 4. Foto sefalometri setelah 8 bulan perawatan Etiologi Maloklusi Angle Kelas I tipe dentoskeletal dengan palatal bite disebabkan karena supraklusi gigi anterior rahang bawah. Hal ini diketahui melalui metode Thompson-Brodie dimana gigitan malam pada kontak posterior habis tetapi deep overbite belum terkoreksi. Insisivus atas inklinasinya protrusif dan crowding pada rahang bawah kemungkinan disebabkan karena kebiasaan buruk menghisap dan menggigit bibir yang dilakukan pasien. Gambar 2. Foto intra oral sebelum perawatan ortodonti Tujuan Perawatan Tujuan perawatan pada pasien ini adalah untuk mendapatkan overjet dan overbite yang normal sehingga diperoleh profil wajah yang lebih baik serta untuk koreksi Majalah Ortodontik Juni 2015, Edisi kesatu 40-43 42 crowding rahang atas dan rahang bawah. Kemajuan Perawatan Pada pasien ini perawatan dilakukan dengan menggunakan alat pre-ortodontik Trainer for Kids (T4K) (Gambar 5). Tahap penggunaan ada 2 yaitu tahap pertama menggunakan T4K starting dimana alat berwarna biru dan digunakan selama 6-8 bulan. Alat berfungsi untuk menghilangkan masalah miofungsional pasien. Setelah itu akan dilanjutkan pada tahap kedua menggunakan T4K finishing dimana alat berwarna pink dan digunakan selama 6-12 bulan yangberfungsi untuk mengoreksi susunan gigi geligi. Cara penggunaan minimal 1 jam pada siang hari dan ditambahkan selama tidur. Setelah penggunaan trainer tahap kedua, dilakukan observasi bilamana diperlukan akat aktif ortodontik untuk mengoreksi malposisi dan malrelasi gigi yang belum terkoreksi sempurna. Gambar 7. Foto intra oral setelah 8 bulan perawatan Tabel 1. Pengukuran Nilai PAR Gambar 5. Trainer Pre Orthodontic (T4K) Setelah 8 bulan menggunakan alat preortodontik Trainer for Kids (T4K) starting, kebiasaan menghisap dan menggigit bibir pada pasien hilang. Overjet berkurang dari 6 mm menjadi 3 mm, overbite berkurang dari 3,9 mm menjadi 2 mm. Nilai PAR dari 18 menjadi 5. Bibir atas dan bawah yang sebelum perawatan berada 4 mm di depan garis S sekarang bibir atasnya berda 2 mm didepan garis S dan bibir bawah nya berada 3 mm di depan garis S. Crowding belum terkoreksi sempurna dan perawatan dengan alat pre-ortodontik Trainer for Kids (T4K) ini masih dilanjutkan hingga saat ini. Gambar 6. Foto ekstra oral setelah 8 bulan perawatan Tabel 2. Analisis sefalometri sebelum dan setelah 8 bulan perawatan PEMBAHASAN Pada pasien ini dilakukan perawatan ortodonti interseptif karena pasien masih dalam usia tumbuh kembang dan pada periode awal gigi permanen. Selain itu pasien juga memiliki kebiasaan buruk menghisap dan menggigit bibir. Alat yang dipilih untuk perawatan kasus ini adalah alat pre-ortodontik Trainer for Kids (T4K). Diharapkan alat ini dapat merangsang perkembangan rahang dan mengatasi kebiasaan buruk pasien. Lip bumper pada alat-pre ortodontik ini dapat mencegah gigi menerima tekanan dari bibir akibat kebiasaan buruk pasien sehingga dapat mengkoreksi crowding anterior bawah akibat tekanan bibir. Alat pre-ortodontik ini juga dapat menuntun erupsi gigi hingga mencapai susunan yang benar. Setelah 8 bulan menggunakan alat preortodontik Trainer for Kids (T4K), didapatkan hasil pengurangan overjet dan overbite serta pengurangan Siska, dkk: Interceptive orthodontics in early nilai PAR pada pasien. Selain itu juga profil wajah pasien juga menjadi lebih baik. Crowding ringan pada gigi anterior bawah belum terkoreksi sempurna dan perawatan dengan alat ini masih dilanjutkan hingga saat ini. SIMPULAN Perawatan ortodontik interseptif dapat memperbaiki maloklusi dengan mengeliminasi kebiasaan buruk pasien dan juga dapat memperbaiki profilnya. Selain itu dapat juga mencegah terjadinya maloklusi yang lebih parah yang dapat memperpanjang waktu perawatan pada tahap selanjutnya. DAFTAR PUSTAKA 1. Bass, N.M., Interceptive Orthodontics, Keynote Address. European Orthodontic Society Conference. 1996; Abstracts p.10. 2. Woodside, D.G., Interceptive Orthodontics, Keynote Address. European Orthodontic Society Conference. 1996; Abstracts p.19. 3. Singh, G., Textbook of Orthodontics, 2nd Ed, Jaypee Brothers Med Pub; 2007; p.557. 4. Ackermann, J.L., Proffit, W.R., Preventive and Interceptive Orthodontics: A Strong Theory Proves Weak in Practice. Angle Orthodontist. 1980; 50; 75-86. 5. Bhalajhi, S.I., Orthodontic The Art and Science. 1st Ed. New Delhi: Arya Publishing House; 1998: 227. 6. Nimri, K., Richardson, A. Applicability of Interceptive Orthodontics in Community. British Journal of Orthodontics; 1997; Vol. 24; 223-228. 7. King, G.J., Brudvik, P., Effectiveness of Orthodontic Treatment in Reducing Malocclusion; Am J Orthod; 2010; 137; 18-25. 8. Myoresearch.com [Internet]. Australia: Myofunctional Research Co. [cited 2014 Mar 23]. Available from: http:/ /myoresearch.com/appliances/appliances/t4k_phase1. 43 44 COMPARISON COEFFICIENT FRICTION NITI SE WIRE TO COATED NITI WIRE AGAINST CERAMIC (Research) Bhakti Prasetyo Danaryudho*, Jusuf Sjamsudin **,Achmad Sjafei **, Yuli Setyorini*** **Orthodontic Resident **Lecturer, Department of Orthodontics Faculty of Dentistry, Institute of Sepuluh November ABSTRACT Background:Friction is the resistance to motion when a moving object intersects with another object. Friction is working on the contact area between the bracket and archwire opposite the tooth sliding along the archwire and proportional to the normal force which is forwarded to the contact area. Friction in the trust can affect the speed of tooth movement.Objective: the research to determine the coefficient of friction between the bracket with translucent coated NiTi wire during sliding mechanic and comparison with NiTi coated wire and NiTi wire. From the results of this study can determine the amount of friction resistance of each wire and can be used to determine the amount of pull force effectiveness.Materials and Methods: The sample for this study is composed of Nickel Titanium Superelastic rectangular American Orthodontic and Nickel Titanium Everwhite (coated wire) rectangular American Orthodontic Titanium Nickel. SEM examination on the sample, the mass loss and friction testing. Statistic alanalysis on the mass loss and friction using T test.Results: coated wire showed a reduction coefficient of friction, along with the longer soaking time. Conclusion:Niti coated wire have lower frition than NiTi wire SE Key words: friction, coefficient of friction, coated NiTi, NiTi PENDAHULUAN Friksi adalah resistensi terhadap gerakan ketika sebuah objek bergerak bersinggungan dengan objek lain. Gaya friksi ini bekerja pada bidang kontak antara braket dan archwire yang berlawanan dengan sliding gigi sepanjang archwire dan sebanding dengan gaya normal yang diteruskan pada bidang kontak. Gaya friksi di percaya dapat mempengaruhi kecepatan gerakan gigi, berpengaruh terhadap rasio momen dengan gaya pada gigi-gigi, serta mempengaruhi pusat rotasi gigi dan pada akhirnya memperbesar resiko hilangkan penjangkaran.1 Faktor yang mempengaruhi friksi di bagi kedalam dua kelompok besar yaitu faktor biologi dan faktor mekanik. Faktor biologi yang utama adalah saliva yang berfungsi sebagai pelumas dan berperan dalam mengurangi friksi.2 Faktor yang kedua adalah akumulasi sisa makanan dapat membentuk biofilm pada permukaan kawat busur sehinnga menyebabkan kekasaran permukaan dan meningkatkan friksi. Hal ini dapat terjadi setelah pemakaian kawat busur selama delapan minggu dalam intraolar.3 Faktor ketiga material ortodonti yang mengalami biodegradation setelah penggunaan dalam mulut, sebagai contoh braket stainless steel akam mengalami korosi, struktural fatique dan deformation.4 Faktor mekanik yang pertama adalah tipe bahan dari braket. Braket berbahan metal memiliki koefisien gesek lebih rendah di banding braket keramik atau plastik. Sedangkan plastik braket menunjukan friksi lebih rendah dibanding policristaline ceramic.5 TUJUAN PENELITIAN Untuk mengetahui koefisien friksi antara braket translusen dengan kawat NiTi berlapis pada saat sliding mechanic dan perbandingan dengan kawat NiTi. Dari hasil penelitian ini dapat mengetahui besaran hambatan friksi masing- masing kawat dan dapat di gunakan untuk menentukan efektifitas besaran gaya tarik. BAHAN DAN METODE Sampel untuk penelitian ini adalah busur Nickel Titanium (n= 9) yang terdiri dari busur rectangular Nickel Titanium Superelastic American Orthodontic dan busur rectangular Nickel Titanium Everwhite American Orthodontic. Adapun kriteria sampel penelitian ini adalah busur berbahan dasar Nickel Titanium penampang rectangular, ukuran 0,016 inch.X ,022 inch dengan bentuk lengkung ovoid dan panjang yang sama yaitu diukur pada model dimulai dari distal molar pertama sampai distal kaninus. Kedua busur dipilih dari manufacture yang sama yaitu American Orthodontic. Perlakuam Sampel Sampel yang disiapkan di bagi dalam 3 grup setiap grup terdiri dari 3 buah busur Nickel Titanium Superelastic dan 3 buah Nickel Titanium Everwhite. Grup pertama tidak di lakukan perendaman. Grup kedua diletakkan Pada Tempat penampung saliva (Tupperware) dan disimpan dalam inkubator selama 14 hari. Grup ketiga diletakkan Pada Tempat penampung saliva(Tupperware) 45 Bhakti, dkk: Comparison coefficient friction dan disimpan dalam inkubator selama 28 hari. Di dalam penampung saliva busur diikat pada kedua ujung kaki dan garis median dengan bantuan tali senar, kemudan dicelupkan dengan posisi menggantung di tengahtengah tempat penampung saliva (Tupperware) dan di penutup penampung sisa tali senar ditempelkan dengan selotip, panjang busur yang tercelup harus tepat di tempat yang sudah diberi tanda dengan tali senar.Semua tempat penampung saliva (Tupperware) diisi dengan saliva buatan sampai busur tercelup sempurna, diikat dengan selotip dan disimpan dalam inkubator dengan suhu 37 0C. Gambar 1: alat universal testing mechine Prosedur Penelitian Setiap grup sebelum dilakukan uji friksi dilakukan pengukuran berat dengan keakuratan empat digit dibelakang nol dan uji morfologi. Uji Morfologi menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) adalah jenis mikroskop elektron yang menghasilkan gambar sampel dengan cara memindai permukaan benda dengan elektron dengan kekuatan sinar energi tinggi. Hasil pemeriksaannya berupa topografi permukaan. SEM mampu menembakkan elektron ke sebuah sampel dengan besar diameter sampel sampai 1 nanometer, dan hasil rinciannya sampai dengan 1-20 nm. Setiap grup dilakukan Uji friksi dengan menggunakan alat Universal testing mechine Setelah di lakukan uji friksi setiap kawat di timbang untuk mengetahui kehilangan berat yang di dapat setelah pengujian. Uji morfologi dilakukan kembali untuk mengetahui kondisi permukaan kawat. HASIL Hasil morphology pada NiTi SE sebelum mengalami friction test ditunjukkan pada proses perendaman dalam saliva selama 2 minggu dan 4 minggu tidak merubah morphology dari NiTi SE secara significant yang diperlihatkan oleh gambar 1. b dan c. Hal ini mengindikasikan bahwa lapisan pelindung/pasivation layer TiO2 yang berada pada permukaan/surface belum terjadi degradasi akibat proses elektrokimia. Friction test yang dilakukan pada NiTi SE memperlihatkan tidak terlalu banyak perubahan pada morphology, Pada NiTi SE tanpa perendaman memperlihatkan bahwa friction test berakibat pada penambahan goresan/scretch yang terjadi pada permukaan. Hal ini juga terjadi pada NiTi SE yang direndam saliva selama 2 minggu dan 4 minggu. Namun goresan/scretch ini dapat sebagai pemicu terjadinya suatu proses korosi apabila NiTi SE reaksi dengan saliva, dikarenakan pada daerah goresan/scretch telah terjadi lepasnya ikatan pasivasi layer TiO2 pada permukaan. A B C Gambar 2. NiTi SE wire sebelum friction test: a. Tanpa perendaman, b. Perendaman saliva 2 minggu, dan c. Perendaman saliva 4 minggu Hasil morphology pada everwhite sebelum mengalami friction test lapisan pelindung/coating everwhite memperlihatkan permukaan lapisan pelindung yang homogen dan cukup halus. Proses perendaman dalam saliva selama 2 minggu dan 4 minggu, mengakibatkan mulai terjadinya degradasi lapisan pelindung/coating sehingga terjadi perubahan kekasaran permukaan/roughness surface lapisan pelindung. Friction test yang dilakukan pada everwhite sangat berpengaruh significant terhadap perubahan morphology, terutama pada lapisan pelinding/coating. Secara keseluruhan friction test mengakibatkan pelepasan lapisan pelindung/coating baik tanpa perendaman dan sesudah perendaman saliva. Pada everwhite tanpa perendaman memperlihatkan terjadi pelepasan lapisan pelindung/coating secara bersamaan (uniform), hal ini mengindikasikan bahwa lapisan pelindung/coating bersifat getas (britle). Sedangkan pada everwhite setelah perendaman saliva selama 2 minggu menunjukkan bahwa mulai terjadi perubahan ikatan dalam lapisan pelindung/coating, sehingga ketika dikenai friction terjadi pengelupasan yang tidak bersama-sama (non-uniform). Sebaliknya akibat perendaman saliva selama 4 minggu telah merubah ikatan yang terjadi pada lapisan pelindung/coating, hal ini diindikasikan pelepasan lebih uniform dengan luas permukaan pengelupasan yang sudah cukup luas/besar. Berdasarkan perhitungan, maka diperoleh nilai koefisien gesek yang. Pada NiTi SE trend koefisien gesek memperlihatkan kenaikan terjadi pada waktu perendaman 4 minggu. Hal ini disebabkan terjadinya Majalah Ortodontik Juni 2015, Edisi kesatu 44-48 46 peningkatan lapisan oksida-oksida pada permukaan NiTi SE sebagai akibat dari reaksi larutan artificial saliva dengan paduan NiTi SE. Dengan kata lain dapat dikatakan terjadi penebalan permukaan sehingga meningkatkan nilai koefisien gesek. A B Berdasarkan uji statistic disimpulkan bahwa 1. Tidak ada perbedaan koefisien gesek antara NiTi SE tanpa direndam, setelah 2 dan 4 minggu direndam. 2. Tidak ada perbedaan koefisien gesek antara Everwhite yang tidak direndam dan Everwhite yang direndam 2 minggu 3. Ada perbedaan koefisien gesek antara NiTi SE (pada semua perendaman) dengan everwhite (pada semua perendaman). Ada perbedaan koefisien gesek antara Everwhite yang direndam selama 4 minggu dengan semua bahan (Everwhite yang tidak direndam dan direndam 2 minggu, serta bahan NiTi SE).Everwhite yang direndam selama 4 minggu mempunyai koefisien gesek paling kecil. PEMBAHASAN C Gambar 3. SEM Images NiTi SE wire sesudah friction test: a. Tanpa perendaman, b. Perendaman saliva 2 minggu, dan c. Perendaman saliva 4 minggu Namun akibat perendaman dalam saliva, terjadi perubahan ikatan dalam lapisan pelindung/coating, hal ini menyebabkan perubahan terhadap struktur, sifat dan performa. Hal tersebut secara fisik dapat dilihat dari perubahan surface/permukaan lapisan pelindung/ coating yang lebih kasar dikarenakan telah terjadi proses degradasi. Data ini sangat memiliki korelasi dengan hasil SEM. A B C Gambar 4. Everwhite wire sebelum friction test: a. Tanpa perendaman, b. Perendaman saliva 2 minggu, dan c. Perendaman saliva 4 minggu Grafik 1. Koefisien gesek dengan variasi waktu perendaman Statistik Analisis yang akan digunakan adalah Anova two way dengan design Sama Subyek, dan ada perlakuan. Design Sama Subyek karena ada 3 pengamatan yang berbeda (awal, setelah direndam 2 minggu, setelah direndam 4 minggu) Perlakuan yang diberikan adalah jenis bahan yang berbeda (NiTi SE dan NiTi everwhite). Dari uji Kolmogorov Smirnov, diperoleh bahwa nilai signifikansi (berwarna merah) > α (5%), jadi dapat disimpulkan data berdistribusi Normal. Maka Anova Two way (dengan design sama subyek) dapat digunakan. Berdasarkan penelitian Puspitasari6 dalam uji SEM crossection di temukan degradasi lapisan pelindung pada NiTi Everwhitepada perendaman saliva. Berdasarkan uji FTIR di bantu uji ICP kawat NiTi Everwhite ada pelepasan Ion Ni sehingga dapat di simpulkan bahwa ada kemungkinan adanya keretakan pada lapisan pelindung. Kerusakan dari permukaan lapisan akan mengakibatkan meningkatnya kekasaran dari permukaan kawat busur. Lapisan tersebut rentan terhadap tekanan mekanis dan perubahan suhu. Di sisi lain kawat busur yang dilapisi epoxy resin memiliki gaya gesek lebih kecil di badingkan kawat busur tanpa lapisan7. Karakteristik dari kawat berlapis polymer menunjukan bahwa ketika di lewatkan ke dalam slot braket, lapisan polymer mengalami deformitas dan relatif tidak menunjukan friksi yang rendah8. 47 Siska, dkk: Interceptive orthodontics in early A B C Gambar 5. SEM Images Everwhite wire sesudah friction test: a. Tanpa perendaman, b. Perendaman saliva 2 minggu, dan c. Perendaman saliva 4 minggu koefisien gesek memperlihatkan kenaikan terjadi pada waktu perendaman 4 minggu. Hal ini disebabkan terjadinya peningkatan lapisan oksidaoksida pada permukaan NiTi SE sebagai akibat dari reaksi larutan artificial saliva dengan paduan NiTi SE. Dengan kata lain dapat dikatakan terjadi penebalan permukaan sehingga meningkatkan nilai koefisien gesek. Sebaliknya pada everwhite memperlihatkan trend penurunan nilai koefisien gesek, seiring dengan semakin lama waktu perendaman. Everwhite tanpa perendaman memperlihatkan nilai koefisien gesek cukup tinggi, hal ini dikarenakan lapisan pelindung/coating masih memiliki sifat yang sama/uniform dengan ikatan yang masih kuat. Namun akibat perendaman dalam saliva, terjadi perubahan ikatan dalam lapisan pelindung/ coating, hal ini menyebabkan perubahan terhadap struktur, sifat dan performa. Hal tersebut secara fisik dapat dilihat dari perubahan surface/permukaan lapisan pelindung/coating yang lebih kasar dikarenakan telah terjadi proses degradasi. Efek saliva terhadap friksi braket dan kawat masih kontrofersi. artifisial saliva meningkatkan koefisien gesek dari kawat beta-titanium, stainless-steel, dan nickel titanium yang di lewatkan pada slot braket stainlee-steel. saliva menurunkan friksi 15% sampai 19% antara braket dan kawat stainless-steel. Penelitian yang lain menunjukan saliva dan artifisial saliva tidak mereduksi friksi secara siknifikan.9 Menurut Sadique dkk10, friksi di pengaruhi oleh ketebalan dari lapisan pelindung. Namun jika kekasaran permukaan braket lebih besar daripada ketebalan lapisan pelindung maka akan terjadi penetrasi pada lapisan pelindung menyebabkan kerusakan pada lapisan pelindung hingga terlepas dari kawat. Hal ini akan menyebabkan proses sliding terhambat oleh karena terjadi peningkatan kekasaran dari permukaan. Pada penelitian ini lapisan pelindung Nickel Titanium Everwhite American Orthodonti terkupas setelah dilakukan uji friksi sehingga perlu penelitian lebih lanjut apakah kawat ini tetap memiliki friksi lebih rendah setelah di gesek/ Sliding atau sebaliknya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ellayan dkk11, menunjukan bahwa adanya peningkatan kekasaran permukaan pada lapisan kawat setelah digunakan di dalam mulut. Setelah 33 hari di dalam mulut estetik dari kawat berlapis menurun di sertai dengan pelepasan lapisan sampai 25% dari keseluruhan permukaan dan permukaan morfologi menunjukan adanya kerusakan yang parah. SIMPULAN Dari hasil penelitian laboratoris ini dapat diambil simpulan sebagai berikut: 1. Ada perbedaan koefisien gesek antara NiTi SE (pada semua perendaman) dengan everwhite (pada semua perendaman) 2. Ada perbedaan koefisien gesek antara Everwhite yang direndam selama 4 minggu dengan semua bahan (Everwhite yang tidak direndam dan direndam 2 minggu, serta bahan NiTi SE). Everwhite yang direndam selama 4 minggu mempunyai koefisien gesek paling kecil. DAFTAR PUSTAKA 1. Braun S, Bluestein M, Moore K & Benson G.Friction in Perspective. Am J Orthod Dentofacial Orthop. 1999;115:619-27 2. Kusy R.P, Whitley J..Influence of fluid media on the frictional coefficients in orthodontics sliding. Semin Orthod. 2003;9:281-9. 3. Marques I.S, Araújo A.M, Gurgel J.A, Normando D.Debris, roughness and friction of stainless steel archwires following clinical use.Angle Orthod.2010;80:521-7 4. Regis S Jr, Soares P, Camargo E.S, Guariza Filho O, Tanaka O, Maruo H. Biodegradation of orthodontic metallic brackets and associated implications for friction. Am J Orthod Dento facial Orthop. 2011;140:501-9. 5. Bazakidou E, Nanda R.S, Duncanson M.G Jr, Sinha P. Evaluation of frictional resistance in esthetic brackets. Am J Ortho dDento facial Orthop. 1997;112:138-44. 6. Puspitasari Y. 2013.Pengaruh saliva buatan terhadap perubahan morfologi, komposisi kimia dan pelepasan ion ni pada busur niti superelastic dan busur nickel titanium ever white (penelitian eksperimental laboratoris), Program pendidikan dokter gigi spesialis program studi Ortodonsia fakultas kedokteran gigi Universitas Air langga, Surabaya. 7 Elayyan F, Silikas N, Bearn D. Mechanical properties of coated superelastic arch wires in conventional and selfligating orthodontic brackets. Am J Orthod Dento facial Orthop2010;137:213-7. 8 Utkarsh U. Preeti A. Anju L. Amol H. Friction-An Overview.Asian J of Oral Health. 2011;1;55-57 9 Thorstenson G, Kusy R. Influence of stainless steel inserts on the resistance to sliding of esthetic brackets with secondorder angulation in the dry and wet states. Angle Orthod.2003;73:167–175 48 10 Sadique S.E, Ramakrishna S, Batchelor A.W, Bing C.H. In vitro frictional behavior and wear patterns between contemporary and aesthetic composite orthodontic brackets and archwires. Wear. 2006;261:1121–1139 11 Elayyan F, Silikas N, Bearn DEx vivo surface and mechanical properties of coated orthodontic archwires.Eur J Orthod.. 2008;30:661–667 Majalah Ortodontik Juni 2015, Edisi kesatu 44-48