i STUDI KINETIKA ADSORPSI KATION Mg2+ OLEH ADSORBEN

advertisement
STUDI KINETIKA ADSORPSI KATION Mg2+ OLEH ADSORBEN
SILIKA GEL DARI BAGASSE TEBU
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi
Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh
Gelar Sarjana Sains Kimia
Oleh:
Nadofatul Riyanti
12307144042
PROGRAM STUDI KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKRTA
2016
i
PERSETUJUAN
Skirpsi yang berjudul “Studi Kinetika Adsorpsi Kation Mg2+ oleh Adsorben
Silika Gel dari Bagasse Tebu” yang disusun oleh Nadofatul Riyanti, NIM
12307144042 ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diujikan.
Yogyakarta, 5 Oktober 2016
Koordinator Tugas Akhir Skripsi
Dosen Pembimbing
Program Studi Kimia
Drs. Jaslin Ikhsan, M.App.Sc.,Ph.D.
Dr. Siti Sulastri, M.S.
NIP. 19680629 199303 1 001
NIP. 19511219 197803 2 001
ii
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya:
Nama
: Nadofatul Riyanti
NIM
: 12307144042
Prodi
: Kimia
Fakultas
: MIPA
Judul
: Studi Kinetika Adsorpsi Kation Mg2+ oleh Adsorben Silika
Gel dari Bagasse Tebu
Menyatakan bahwa penelitian kimia ini adalah hasil dari pekerjaan saya sendiri
yang bergabung dalam penelitian payung Bapak Jaslin Ikhsan, Ph.D. yang
berjudul “Modifikasi Silika dari Bagasse Tebu dan Pemanfaatannya sebagai
Sorben Pengemban Unsur Hara Tanaman untuk Pupuk Terlepas Lambat”.
Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau
diterbitkan orang lain, kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti tata
penulisan karya ilmiah yang lazim. Tanda tangan dosen penguji yang tertera
dalam halaman pengesahan adalah sah. Jika tidak sah, saya siap menerima sanksi
ditunda yudisium periode berikutnya.
Yogyakarta, 5 Oktober 2016
Yang menyatakan,
Nadofatul Riyanti
NIM. 12307144042
iii
PENGESAHAN
Skiripsi yang berjudul “Studi Kinetika Adsorpsi Kation Mg2+ oleh Adsorben
Silika Gel dari Bagasse Tebu” yang disusun oleh Nadofatul Riyanti, NIM
12307144042 ini telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 18
Oktober 2016 dan dinyatakan lulus.
DEWAN PENGUJI
Nama
Jabatan
Tanda Tangan
Tanggal
Dr. Siti Sulastri, M.S.
NIP. 19511219 197803 2 001
Ketua Penguji
.................
.............
Sulistyani, M.Si
NIP. 19800103 200912 2 001
Sekretaris Penguji
.................
.............
Jaslin Ikhsan, Ph.D
NIP. 19680629 199303 1 001
Penguji I (Utama)
.................
.............
Susila Kristianingrum, M.Si
NIP. 19511219 197803 2 001
Penguji II
(Pendamping)
.................
.............
Yogyakarta,
Oktober 2016
Fakutas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam
Dekan
Dr. Hartono
NIP. 19620329 198702 1 002
iv
MOTTO
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.
(QS. Al-Baqarah: 286)
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
(QS. Al-Insyirah: 6)
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya ini saya persembahkan untuk:
Kedua orang tuaku tercinta,
Ibu Maspupah dan Bapak Romedon
Adikku tersayang,
Ilal Arinal Haki
Sahabat-sahabatku,
Kawanan Wanita Bahagia
Teman-teman Kimia Swadana 2012
Almamaterku,
Universitas Negeri Yogyakarta
vi
STUDI KINETIKA ADSORPSI KATION Mg2+ OLEH ADSORBEN SILIKA
GEL DARI BAGASSE TEBU
Oleh :
Nadofatul Riyanti
NIM. 12307144042
Pembimbing : Dr. Siti Sulastri, M.S.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara sintesis silika gel dari
bagasse tebu, mengetahui pengaruh waktu kontak terhadap adsorpsi kation Mg2+
oleh silika gel serta mengetahui model kinetika adsorpsi.
Sintesis silika gel dilakukan melalui proses sol-gel dengan menambahkan
HCl 1 M kedalam larutan Na2SiO3 hasil sintesis dari bagasse tebu dan diaduk
hingga mencapai hingga pH netral 7. Hasil sintesis dikarakterisasi secara
spektroskopi FTIR dan difraksi sinar-X. Produk hasil sintesis kemudian
digunakan untuk adsorpsi kation Mg2+.
Hasil karakterisasi oleh spektroskopi FTIR menunjukkan bahwa silika gel
telah berhasil disintesis ditandai oleh kemunculan serapan gugus silanol (Si-OH)
dan gugus siloksan (Si-O-Si). Difraktogram pada silika gel mempunyai struktur
amorf. Adsorpsi kation Mg2+ oleh silika gel terjadi waktu optimum pada 4320
menit atau 3 hari. Model kinetika adsorpsi kation Mg2+ oleh silika gel mengikuti
model pseudo-second-order dengan harga tetapan laju adsorpsi k2 sebesar
0,0022510 g mmol-1 menit-1.
Kata kunci: bagasse tebu, adsorpsi, silika gel, kation Mg2+.
vii
ADSORPTION KINETICS STUDY OF Mg2+ CATION BY SILICA GEL
ADSORBENT FROM SUGARCANE BAGASSE
By :
Nadofatul Riyanti
12307144042
Supervisior : Dr. Siti Sulastri, M.S.
ABSTRACT
This reseach aimed to determine how to synthesis silica gel from sugarcane
bagasse, to determine the influence of contact time toward adsorption Mg 2+ cation
by silica gel and to determine kinetic model adsorption.
Synthesis of silica gel was prepared via sol-gel process, the addition of 1M
HCl into Na2SiO3 solution synthesis from sugarcane bagasse and the supernatant
was stirred until reaching neutral pH of 7. The yield of the reaction was
characterized by FTIR spectroscopy, X-Ray Diffraction. The product of silica
from the synthesis was then used for adsorption Mg2+ cation.
Result of characterization by spectroscopy FTIR showed that silica gel has
been successfully synthesized which were indicated by appearance absorbance of
functional group silanol (Si-OH) dan siloxane (Si-O-Si). Based on difractogram
showed amorphous structure of silica gel. The difractogram showed amorphous
structure of silica gel. Adsorption of Mg2+ cation by silica gel occuring optimum
time at 4320 minutes or 3 days. The kinetic models of adsorption Mg2+ cation
were following pseudo-second-order with contact adsorption rate k2 of 0.0022510
g mmol-1 menit-1.
Keywords: sugarcane bagasse, adsorption, silica gel, Mg2+ cation.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas
Akhir Skripsi (TAS) ini. Sholawat dan salam tak lupa tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang dirindukan syafaatnya di yaumul qiyamat nanti.
Penelitian kimia berjudul “Studi Kinetika Adsorpsi Kation Mg2+ oleh
Adsorben Silika Gel dari Bagasse Tebu” ini disusun sebagai persyaratan untuk
memperoleh gelar sarjana sains yang telah ditetapkan oleh Jurusan Pendidikan
Kimia Universitas Negeri Yogyakarta. Pada kesempatan ini perkenanlah penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Hartono selaku Dekan FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta
yang tealah memberikan izin dalam penulisan Tugas Akhir Skripsi ini.
2. Bapak Drs. Jaslin Ikhsan, M. App.Sc., Ph.D selaku Ketua dan Koordinator
Tugas Akhir Skripsi sekaligus selaku penguji utama atas pertanyaan, kritik
dan saran yang diberikan.
3. Ibu Eddy Sulistyowati, M.S, Apt. Selaku Dosen Penasehat Akademik yang
telah memberikan dorongan dalam penulisan Tugas Akhir Skripsi ini.
4. Ibu Dr. Siti Sulastri, M.S. selaku dosen pembimbing utama yang telah
memberikan bimbingan, pengarahan dan saran.
5. Ibu Susila Kristianingrum, M.Si Selaku penguji pendamping atas
pertanyaan, kritik dan saran yang diberikan.
6. Ibu Sulistyani, M.Si Selaku sekretaris penguji atas pertanyaan, kritik dan
saran yang diberikan.
ix
7. Seluruh Dosen, Staf dan Laboran Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY
yang telah banyak membantu selama perkuliahan dan penelitian.
8. Ibu, Bapak, adik dan seluruh keluarga yang selalu mendoakan, mendukung,
memotivasi dan kasih sayangnya selama ini.
9. Dhaul, Zainab, Kara, Fia, Sita, Ifa, Ariqah, Tika, April dan Titik, sahabat
Kawanan Wanita Bahagia yang selalu memberi dukungan, semangat dan
doa.
10. Teman-teman Kimia Swadana 2012 yang selalu memberi motivasi dan doa.
11. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa laporan tugas akhir skripsi ini jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi kesempurnaan tugas akhir ini. Semoga tugas akhir skripsi ini
dapat bermafaat bagi semua pihak dan perbaikan pendidikan di masa yang akan
datang.
Yogyakarta,
Penulis
x
Oktober 2016
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
PERSETUJUAN .................................................................................................... ii
PERNYATAAN .................................................................................................... iii
PENGESAHAN .................................................................................................... iv
MOTTO ................................................................................................................. v
HALAMAN PERSEMBAHAN........................................................................... vi
ABSTRAK ........................................................................................................... vii
ABSTRACT ........................................................................................................ viii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ix
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL............................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ......................................................................................... 4
C. Pembatasan Masalah ........................................................................................ 5
D. Perumusan Masalah ......................................................................................... 5
E. Tujuan Penelitian.............................................................................................. 5
F. Manfaat Penelitian ............................................................................................ 6
BAB II KAJIAN TEORI ...................................................................................... 7
A. Deskripsi Teori ................................................................................................ 7
1.
Baggasse Tebu ............................................................................................. 7
2. Silika Gel ..................................................................................................... 9
3. Proses Sol-Gel ............................................................................................ 11
4. Kation Mg2+ ............................................................................................... 13
5. Adsorpsi ..................................................................................................... 14
6. Kinetika Adsorpsi ...................................................................................... 16
xi
7. Spektroskopi FTIR ..................................................................................... 18
8. Difraksi sinar-X ......................................................................................... 21
9. Spektroskopi Serapan Atom (SSA) ........................................................... 22
B. Penelitian yang Relevan ................................................................................. 25
C. Kerangka Berfikir .......................................................................................... 26
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 28
A. Subjek dan Objek Penelitian .......................................................................... 28
1. Subjek Penelitian ....................................................................................... 28
2. Objek Penelitian ......................................................................................... 28
B. Variabel Penelitian ......................................................................................... 28
1. Variabel Bebas ........................................................................................... 28
2. Variabel Terikat ......................................................................................... 28
3. Variabel Kontrol ........................................................................................ 28
C. Alat dan Bahan Penelitian .............................................................................. 29
1. Alat Penelitian ............................................................................................ 29
2. Bahan Penelitian ........................................................................................ 29
D. Prosedur Penelitian ....................................................................................... 30
1. Sintesis Silika Gel dan Silika Termodifikasi Sulfonat Silika Gel dari
Bagasse Tebu ........................................................................................... 30
2. Karakterisasi Secara Spektroskopi FTIR dan Difraksi sinar-X ................. 31
3. Adsorpsi Kation Mg2+ oleh Silika Gel dari Bagasse Tebu ....................... 32
E. Pengelolaan Data ............................................................................................ 32
1. Teknik Pengumpulan Data ......................................................................... 32
2. Teknik Analisis Data.................................................................................. 33
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................... 36
A. Hasil Penelitian .............................................................................................. 36
1. Hasil Sintesis Silika Gel dari Bagasse Tebu .............................................. 36
2. Hasil Analisis secara XRD......................................................................... 36
3. Hasil Analisis secara Spektroskopi FTIR .................................................. 37
4. Hasil Adsorpsi Kation Mg2+ oleh Silika Gel pada Variasi Waktu Kontak38
5. Hasil Perhitungan Kinetika Adsorpsi Kation Mg2+ ................................... 38
xii
B. Pembahasan .................................................................................................... 40
1. Hasil Sintesis Silika Gel dari Bagasse Tebu .............................................. 40
2. Analisis difraktogram sinar-X pada silika gel........................................... 44
3. Hasil Analisis Spektrum FTIR Silika Gel Hasil Sintesis dari Bagasse
Tebu............... ................................................................................................ 45
4. Kinetika Waktu Kontak terhadap Adsorpsi Kation Mg2+ .......................... 47
5. Kinetika Adsorpsi Kation Mg2+ ................................................................. 49
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 51
A. KESIMPULAN ......................................................................................... 51
B. SARAN ..................................................................................................... 51
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 53
LAMPIRAN ......................................................................................................... 58
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.
Komposisi kadar abu bagasse....................................................
8
Tabel 2.
Interprestasi Spektrum FTIR Silika Gel dari Bagasse Tebu......
46
Tabel 3.
Parameter Kinetika Adsorpsi Kation Mg2+................................
49
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.
Struktur Kimia Silika Gel.............................................................
9
Gambar 2.
Mekanisme kerja spektroskopi FTIR............................................
19
Gambar 3.
Silika gel hasil sintesis dari bagasse tebu...................................... 36
Gambar 4.
Difraktogram sinar X silika gel hasil sintesis dari bagasse tebu... 37
Gambar 5.
Spektrum FTIR silika gel hasil sintesis dari bagasse tebu............
Gambar 6.
Grafik Hubungan antara jumlah kation Mg2+ terikat (%) dengan
waktu.............................................................................................
37
38
Gambar 7.
Pseudo-First-Order Pengikatan Kation Mg2+............................... 39
Gambar 8.
Pseudo-Second-Order Pengikatan Kation Mg2+...........................
Gambar 9.
Mekanisme reaksi pembentukan natrium silikat........................... 41
39
Gambar 10. Mekanisme reaksi pembentukan ikatan siloksan..........................
42
Gambar 11. Mekanisme reaksi pembentukan asam silikat...............................
43
Gambar 12. Mekanisme reaksi pembentukan silika gel...................................
44
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Perhitungan untuk sintesis silika gel dari bagasse tebu...........
59
Lampiran 2. Hasil karakterisasi FTIR dan XRD silika gel..........................
60
Lampiran 3. Perhitungan
untuk
pembuatan
larutan
eksperimen
adsorpsi....................................................................................
62
Lampiran 4. Analisa Adsorpsi dengan Spektrofotometer Serapan Atom....
64
Lampiran 5. Pembuatan kurva larutan standar Mg2+...................................
66
Lampiran 6. Data dan Perhitungan untuk Pengaruh Variasi Waktu Kontak
pada
Adsorpsi
Kation
Mg2+
oleh
Silika
gel............................................................................................. 67
Lampiran 7. Skema Penelitian...................................................................... 72
Lampiran 8. Dokumentasi Penelitian...........................................................
xvi
76
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tebu merupakan bahan baku dalam pembuatan gula yang diolah oleh Pabrik
Gula untuk menghasilkan Gula Kristal Putih (GKP) dan tetes sebagai produk
utama. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik tahun 2015, pada tahun 2013
luas areal perkebunan tebu di Indonesia seluas 470,94 ribu hektar, mengalami
peningkatan luas pada tahun 2014 sekitar 0,37% yaitu 472,68 ribu hektar. Akan
tetapi pada tahun 2015 luas areal perkebunan tebu di Indonesia mengalami
penurunan 3,57% menjadi 455,82 ribu hektar. Luas areal perkebunan tebu di
Indonesia tersebar di sembilan provinsi yaitu Sumatera Utara, Sumatera Selatan,
Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, Gorontalo dan
Sulawesi Selatan. Pada tahun 2015 Perkebunan Rakyat (PR) mendominasi luas
areal tebu sebesar 213,44 ribu hektar (46,80%), diikuti oleh Perkebunan Besar
Swasta (PBS) sebesar 138,40 ribu hektar (30,36%) dan perkebunan Besar Negara
(PBN) sebesar 104,08 ribu hektar (30,36%). Peningkatan luas areal perkebunan
tebu di Indonesia berakibat pada meningkatnya produksi tebu yang dihasilkan
serta jumlah limbah pada industri gula meningkat.
Ampas tebu atau bagasse adalah produk samping dari proses pengolahan
tebu menjadi gula. Satu pabrik dapat menghasilkan ampas tebu sekitar 35-40%
dari berat tebu yang digiling (Andaka, 2013). Menurut Yoseva dkk. (2015: 57),
komposisi kimia bagasse tebu terdiri dari selulosa (37,65%), lignin (22,09%),
pentosan (27,97%), SiO2 (3,01%), abu (3,82%), dan sari (1,81%). Selama ini
pemanfaatan ampas tebu masih terbatas untuk makanan ternak, bahan baku
1
pembuatan pupuk kompos, pulp, particle board dan untuk bahan bakar boiler di
pabrik gula. Kelebihan bagasse tebu dapat menimbulkan masalah bagi pabrik gula
karena ampas tebu bersifat bulky (meruah) sehingga untuk menyimpannya perlu
area yang luas. Selain itu bagasse tebu juga mudah terbakar karena mengandung
air, gula, serat dan mikroba, sehingga bila tertumpuk akan terfermentasi dan
melepaskan panas. Oleh karena itu banyak terjadi kasus kebakaran ampas tebu di
beberapa pabrik gula akibat proses tersebut.
Abu ampas tebu merupakan abu hasil pembakaran ampas tebu. Abu ampas
tebu mempunyai kandungan silika (SiO2) yang sangat tinggi. Silika dalam abu
yang dihasilkan dengan suhu pengabuan 550oC-600oC berbentuk amorf
(Ariningsih, 2014). Hasil analisis menunjukkan bahwa abu ampas tebu
mengandung silika sebesar ± 51% dan silika ini memiliki fasa amorf (Nazriati
dkk., 2011). Menurut Akhinov dkk. (2010), hasil analisa XRF abu ampas tebu
diketahui bahwa dalam abu bagasse mengandung mineral-mineral berupa Si, K,
Ca, Ti, V, Mn, Fe, Cu, Zn, dan P. Kandungan yang paling besar dari mineralmineral tersebut adalah silikon (Si) sebesar 55,5%. Affandi et al. (2009) berhasil
melakukan sintesis silika xerogel dari abu bagasse tebu yang memiliki luas
permukaan sebesar 69-152 m2 g-1, volume pori sebesar 0,059-0,137 cm3 g-1 dan
diameter pori sebesar 32-34 Å atau 3,2-3,4 nm. Yusuf dkk. (2014) berhasil
mensintesis silika gel dari abu ampas tebu dengan variasi konsentrasi asam
klorida hasil karakterisasi gugus fungsi dengan spektroskopi inframerah
menujukkan bahwa silika gel hasil sintesis mempunyai kemiripan dengan kiesel
gel 60G dan memiliki struktur amorf. Norsuraya dkk. (2016) berhasil mensintesis
2
silika dalam abu ampas tebu dengan kadar silika sebelum pencucian asam sebesar
53,10% dan setelah pencucian asam sebesar 88,13%. Berdasarkan hasil
karakterisasi BET bahwa ukuran pori dan luas permukaan silika dari ampas tebu
memiliki struktur mesopori. Besarnya kandungan silika dalam abu ampas tebu
memiliki potensi yang besar sebagai bahan baku pada pembuatan bahan dasar
silika gel.
Silika gel merupakan padatan anorganik yang dapat digunakan sebagai
adsorben karena memiliki sisi aktif permukaan berupa gugus silanol (Si-OH) dan
siloksan (Si-O-Si). Silika gel dapat disintesis dengan proses sol-gel. Silika gel
banyak digunakan sebagai bahan adsorben karena memiliki kelebihan antara lain
sangat inert, hidrofilik, kestabilan termal dan mekanik cukup tinggi dan relatif
tidak mengembang dalam pelarut organik. Selain sebagai penjerap yang baik
silika gel juga memiliki kemampuan untuk melepas sorbat yang telah diikat
dengan laju tertentu. Potensi silika gel melepaskan kembali sorbat yang telah
diikatnya dpat diimplementasikan pada laju unsur hara yang lambat, dimana unsur
hara yang telah terjerap oleh silika gel dapat dilepaskan secara perlahan sesuai
dengan laju penyerapan tanaman. Hal ini dapat diaplikasikan pada pupuk Slow
Release Fertilizer (SRF).
Magnesium merupakan unsur hara esensial yang sangat dibutuhkan tanaman
dalam pembentukan klorofil dan co-faktor hampir seluruh enzim dalam proses
metabolisme tanaman seperti proses fotosintesis, pembentukan (sel, protein, pati),
transfer energi serta mengatur pembagian dan distribusi karbohidrat keseluruh
jaringan tanaman. Magnesium diserap oleh tanaman dalam bentuk ion Mg2+,
3
terutama melalui intersepsi akar. Magnesium merupakan satu-satunya unsur
logam penyusun molekul klorofil. Kira-kira 10% unsur magnesium terdapat
dalam kloroplas tanaman dan berperan sebagai aktivator spesifik beberapa enzim.
Enzim yang bekerja dalam metabolisme karbohidrat membutuhkan magnesium
sebagai aktivator seperti enzim transfosforilase, dehidrogenase dan karboksilase
(Anhar, 2006).
Dalam penelitian ini akan dilakukan sintesis silika gel melalui proses sol-gel
menggunakan prekursor natrium silikat (Na 2SiO3) dari bagasse tebu. Selanjutnya
hasil sintesis silika gel dari bagasse tebu ini akan digunakan untuk proses adsorpsi
pada kation Mg2+ dalam larutan berbagai variasi waktu kontak. Jadi melalui
penelitian ini diharapkan akan mengetahui kemampuan adsorpsi adsorben silika
gel dari bagasse tebu terhadap kation Mg2+ dalam larutan.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, pokok permasalahan
yang dapat diidentifikasi dalam penelitian ini adalah:
1.
jenis bahan dasar yang digunakan dalam penelitian,
2.
jenis adsorben yang disintesis dalam penelitian,
3.
teknik sintesis yang akan dilakukan pada adsorben,
4.
jenis adsorbat yang diteliti dalam penelitian,
5.
variasi waktu yang digunakan selama proses adsorpsi.
4
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalh diatas, untuk lebih mengefektifkan dan
menghindari timbulnya interprestasi lain dari penelitian ini maka perlu diberikan
pembatasan masalah yaitu:
1. bahan dasar yang digunakan dalam penelitian adalah abu bagasse tebu dari
pedagang minuman sari tebu di Sunday Morning,
2. jenis adsorben yang disintesis dalam penelitian ini adalah silika gel dari
bagasse tebu,
3. teknik sintesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah proses sol-gel,
4. jenis adsorbat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kation Mg2+,
5. variasi waktu yang digunakan selama proses adsorpsi adalah 5 menit, 20
menit, 30 menit, 1 jam, 2 jam, 3 jam, 24 jam, 48 jam, dan 72 jam.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka dapat ditentukan rumusan
masalah sebagai berikut:
1. bagaimana cara sintesis silika gel dari bagasse tebu?
2. bagaimana pengaruh waktu kontak terhadap adsorpsi kation Mg2+ oleh
silika gel dari bagasse tebu?
3. bagaimana model kinetika adsorpsi kation Mg2+ oleh silika gel dari
bagasse tebu?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. mengetahui cara sintesis silika gel dari bagasse tebu,
5
2. mengetahui pengaruh waktu kontak terhadap adsorpsi kation Mg2+ oleh
silika gel dari bagasse tebu,
3. mengetahui model kinetika adsorpsi kation Mg2+ oleh silika gel dari
bagasse tebu.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. bagi peneliti
a. memberikan informasi tentang cara sintesis silika gel dari bagasse
tebu,
b. memberikan informasi tentang pengaruh waktu kontak terhadap sifat
adsorpsi kation Mg2+ oleh silika gel dari bagasse tebu,
c. memberikan informasi tentang model kinetika adsorpsi kation Mg2+
oleh silika gel dari bagasse tebu.
2. bagi masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat bagi pihakpihak yang berkepentingan sebagai upaya meningkatkan nilai ekonomis
dari limbah industri pengolahan tebu menjadi gula yaitu ampas tebu
(bagasse).
3. bagi akademisi
Hasil penelitian dapat dijadikan referensi untuk penelitian selanjunya
tentang sintesis silika gel dari bagasse tebu menjadi adsorben.
6
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Deskripsi Teori
1. Baggasse Tebu
Tebu merupakan tanaman yang digunakan sebagai bahan baku utama dalam
pembuatan gula. Tanaman tebu termasuk tumbuhan monokotil yang berasal dari
famili rumput-rumputan. Batang tebu memiliki anakan tunas dari pangkal batang
yang membentuk rumpun. Tanaman tebu tidak bercabang dan tumbuh tegak, serta
mempunyai sosok yang tinggi kurus. Tanaman yang tumbuh dengan baik
memiliki tinggi batang 3-5 meter bahkan lebih. Tebu memiliki sistem perakaran
menjalar dengan batang yang kokoh dan beruas. Ruas pada tebu memiliki panjang
yang beragam antara 10–30 cm (Maiwita dkk., 2014).
Ampas tebu atau bagasse adalah zat padat dari tebu yang diperoleh sebagai
sisa dari pengolahan tebu pada industri pengolahan gula pasir (Nazriati dkk.,
2011). Menurut Subiyono dalam Agrofarm (2014), satu ton tebu dapat
menghasilkan sekitar 300 kilogram ampas sedangkan menurut Misran (2005),
pada pabrik gula dapat menghasilkan sekitar 35-40% ampas tebu dari setiap tebu
yang diproses. Ampas tebu pada umumnya digunakan sebagai bahan bakar boiler
untuk menghasilkan energi yang diperlukan pada proses pembuatan gula sehingga
pada prosesnya akan menghasilkan cukup banyak ampas (Yoseva dkk., 2015).
Sejauh ini sebanyak 60% dari ampas tebu dimanfaatkan oleh pabrik gula sebagai
bahan bakar, bahan baku untuk kertas, industri jamur, bahan baku industri kanvas
rem dan lain-lain (Widyawati dkk., 2014).
7
Menurut Yoseva dkk. (2015), komposisi kimia ampas tebu terdiri dari
adanya selulosa (37,65%), lignin (22,09%), pentosan (27,97%), SiO2 (3,01%), abu
(3,82%), dan sari (1,81%). Menurut Hanafi dan Nandang (2010), pada
pembakaran bagasse, semua komponen organik diubah menjadi gas CO 2 dan H2O
dengan meninggalkan abu yang merupakan komponen anorganik dengan
mengikuti reaksi:
CxHyOz + O2
CO2(g) + H2O(g) + abu
Menurut Akhinov dkk. (2010), hasil analisa secara spektroskopi XRF abu
bagasse diketahui bahwa dalam abu bagasse mengandung mineral-mineral berupa
Si, K, Ca, Ti, V, Mn, Fe, Cu, Zn, dan P. Kandungan yang paling besar dari
mineral-mineral tersebut adalah silikon (Si) sebesar 55,5%. Adapun komposisi
dari abu bagasse disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi abu bagasse
Komposisi
% berat
SiO2
73,5
Al2O3
7,6
Fe2O3
2,7
CaO
3,0
MgO
2,6
K2O
7,1
P2O3
1,7
(Kristianingrum dkk., 2011)
Karena besarnya kandungan silika dalam abu bagasse maka abu bagasse
berpotensi sebagai bahan baku pembuatan silika gel yang diaplikasikan sebagai
adsorben sehingga mempunyai nilai tambah yang lebih dengan memanfaatkan
limbah padat yang dihasilkan oleh pabrik gula.
8
2. Silika Gel
Silika gel merupakan salah satu bahan kimia berbentuk padatan yang
banyak dimanfaatkan sebagai adsorben. Senyawa silika biasanya ditemukan
dalam bahan alam seperti pasir, gelas, kuarsa, dan sebagainya. Secara umum
silika gel memiliki rumus kimia yaitu SiO2.xH2O. Menurut Oscik (1982), silika
gel merupakan silika amorf yang tersusun dari tetrahedral SiO 4 yang tersususn
secara tidak beraturan dan beragregasi membentuk kerangka tiga dimensi yang
terbentuk karena kondensasi asam orthosilikat. Struktur satuan mineral silika gel
pada dasarnya mengandung kation Si4+ yang terkoordinasi secara tetrahedral
dengan anion O2-. Struktur kimia dari silika gel dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Struktur Kimia Silika Gel
(Sulastri, 2009)
Menurut Sriyanti dkk (2005), silika mempunyai kelebihan dibandingkan
dengan bahan lain yaitu bersifat inert, hidrofobik, dan transparan. Selain itu, silika
gel memiliki karakteristk yang unik, yaitu porositas tinggi (80-90%), densitas
rendah (0,003-0,35 gram/cm3), konduktivitas termal rendah (<0,005 W/mK),
indeks bias rendah (~1.05) dan luas permukaan yang tinggi (500-1600 m2/gram).
Sifat adsorpsi dengan silika gel ditentukan oleh orientasi dari ujung tempat
gugus hidroksil berkombinasi. Oleh karena ketidak-teraturan susunan permukaan
9
SiO4 tetrahedral maka jumlah distribusinya per unit area bukan menjadi ukuran
kemampuan adsorpsi silika gel, meskipun gugus silanol dan siloksan terdapat
pada permukaan silika gel. Kemampuan adsorpsi ternyata tidak sebanding dengan
jumlah gugus silanol dan gugus siloksan yang ada pada permukaan silika gel,
tetapi tergantung pada distribusi gugus OH per unit area adsorben (Oscik, 1982).
Pada permukaan silika gel terdapat dua jenis gugus, yaitu gugus silanol
(=Si-OH) dan gugus siloksan (=Si-O-Si=). Menurut Sulastri dan Kristianingrum.
(2010), gugus siloksan ada dua macam yaitu Si-O-Si rantai lurus dan gugus
siloksan yang membentuk struktur lingkar dengan empat anggota. Jenis pertama
tidak reaktif dengan pereaksi pada umumnya, tetapi sangat reaktif terhadap
senyawa logam alkali. Jenis gugus siloksan yang membentuk lingkar dengan
empat anggota mempunyai reaktivitas yang tinggi, dapat mengadakan kemisorpsi
dengan air, amoniak dan metanol. Reaksi dengan air akan menghasilkan dua
gugus Si-OH, reaksi dengan amoniak akan menghasilkan gugus Si-NH2 dan
silanol, sedangkan reaksi dengan metanol akan menghasilkan gugus silanol dan
Si-O-CH3. Menurut Zhuravlev (2000) terdapat beberapa jenis silanol, gugus
silanol tunggal terisolasi, gugus silanol yang disebut dengan vicinol atau vicinal
silanol, gugus silanol yang berdekatan satu sama lain serta gugus geminal silanol
atau geminol yakni gugus dengan gugus silanol yang terikat pada satu atom Si.
Senyawa silika yang ditemukan di alam memiliki struktur kristal sedangkan
senyawa silika sintesis memiliki struktur amorf. Sintesis silika gel dapat dibuat
melalui proses pengasaman larutan natrium silikat seperti yang pernah dilakukan
oleh Waseem et al. (2009), mensintesis silika dengan mereaksikan natrium silikat
10
dengan larutan asam nitrat (HNO3). Jenis asam lainnya juga pernah digunakan
untuk sintesis silika gel seperti asam sulfat (H2SO4) oleh Thuadaij dan Nuntiya
(2008) serta Kalapathy et al. (2000) menggunakan asam klorida (HCl).
3. Proses Sol-Gel
Proses sol-gel didefinisikan sebagai pembentukan jaringan oksida dengan
reaksi polikondensasi yang progresif dari molekul prekursor pada medium cair
(Aryanto, 2009: 118). Menurut Brinker dan Scherer (1990), proses sol-gel adalah
pelarutan pada temperatur yang rendah merupakan dasar pada sintesis gelas.
Pembentukan matriks silika diperoleh dengan melalui hidrolisis pada suatu
alkoksi yang diikuti dengan jembatan okso. Hidrolisis menghasilkan konversi
ikatan Si-OR ke Si-OH yang memadat membentuk suatu polimer berjembatan
okso Si-O-Si. Reaksi yang terjadi dalam daerah yang terlokalisasi menuju
pembentukan partikel sol. Material yang kental kemudian mengeras membentuk
suatu gel yang porous.
Menurut Sriyanti dkk. (2005), silika dapat disintesis dengan metode sol-gel
karena metode ini relatif mudah dilakukan, tidak memerlukan waktu yang lama,
dan memiliki homogenitas yang tinggi. Teknik sol-gel memiliki beberapa
keunggulan antara lain bersifat homogen, dapat dipreparasi pada temperatur
rendah, bercampur dengan baik pada sistem multi-komponen, serta ukuran,
bentuk dan sifat partikel dapat dikontrol (Buhani dkk., 2009).
Proses sol-gel dimulai dengan mengasamkan larutan natrium silikat hingga
terbentuk gel karena silika memiliki kelarutan yang tinggi pada pH > 10 (Scott,
1993). Pengasaman natrium silikat dapat dilakukan dengan HCl sehingga
11
menyebabkan pembentukan gel yang sangat cepat, hal ini terjadi di sekitar pH 9-7
dan jika HCl terus menerus ditambahkan maka gel akan melarut kembali. Hal ini
kemungkinan disebabkan ion logam Na akan terjebak kedalam matriks gel dan
tidak larut dengan pencucian. Menurut Kalapathy dkk. (2000), penggunaan HCl
pada pengasaman langsung menghasilkan silika gel dengan kandungan Na yang
tinggi sekitar 6,577% dibandingkan dengan yang mengandung K, Ca, atau Mg.
Pada keadaan pH basa, proses reaksi pembentukan gel atau proses sol-gel terjadi
akibat dari penyerangan nukleofilik atom Si oleh ion -OH
atau Si-O- yang
terbentuk oleh disosiasi H+ dari molekul air atau gugus Si-OH. Pada reaksi
hidrolisis, anion hidroksi menyerang atom Si dengan mekanisme SN 2 dimana
–OH menggantikan –OR. Pada reaksi kondensasi, suatu nukleofilik ion silanolat
menyerang spesies netral silikat dan akan menggantikan –OH atau –OR.
Sedangkan pada kondisi asam, atom oksigen dari gugus Si-OH atau Si-OR
terprotonasi pada langkah pertama dengan cepat. Kerapatan elektron dari atom
pusat Si akan berkurang sehingga akan bersifat lebih elektrofilik dan lebih mudah
untuk diserang oleh air (reaksi hidrolisis) atau gugus silanol (reaksi kondensasi).
Pada kondisi ini, reaksi hidrolisis berlangsung lebih cepat dari pada reaksi
kondensasi, kebalikan dari kondisi basa dimana reaksi kondensasi lebih cepat.
Jika gelasi dilakukan pada kondisi basa, akan berlangsung lebih cepat dibanding
kondisi asam. Hal tersebut disebabkan pada kondisi basa, reaksi kondensasi
berlangsung lebih cepat relatif terhadap reaksi hidrolisis, sedangkan pada kondisi
asam terjadi sebaliknya, reaksi hidrolisis relatif lebih cepat dibanding reaksi
kondensasi (Sriyanti dkk., 2005).
12
4. Kation Mg2+
Magnesium merupakan unsur hara esensial yang sangat dibutuhkan tanaman
dalam pembentukan klorofil dan co-faktor hampir seluruh enzim dalam proses
metabolisme tanaman seperti proses fotosintesis, pembentukan (sel, protein, pati),
transfer energi serta mengatur pembagian dan distribusi karbohidrat keseluruh
jaringan tanaman. Magnesium didalam tanah tersedia dalam 3 bentuk yaitu segera
tersedia, lambat tersedia dan tidak tersedia bagi tanaman (Anhar, 2006). Bentuk
magnesium yang tersedia bagi tanaman dalam berada bentuk dapat dipertukarkan
dan/atau dalam larutan tanah. Bentuk lambat tersedia dalam keseimbangan dengan
bentuk yang dapat dipertukarkan. Sedangkan yang tidak tersedia terdapat dalam
mineral-mineral primer biotit, serpentin, olivin dan horblende serta dalam
mineral-mineral sekunder khlorit, vermikulit, ilit dan monmorilonit. Jika mineralmineral tersebut terlapuk maka unsur Mg yang terkandung akan dibebaskan dan
dapat diserap oleh tanaman. Ketersediaan magnesium bagi tanaman akan
berkurang pada tanah yang memiliki kemasaman tinggi. Menurut Supriyadi
(2009), Mg di tanah berasal dari mineral primer ferromagnesia (Biotit, Serpentin,
Hornblende, Olivin) dan mineral sekunder (Khlorit, Vermikult, Illit dan
Montmorillonit) atau juga MgCO3 (Magnesium karbonat) atau dolomit
(CaCO3MgCO3).
Magnesium diserap oleh tanaman dalam bentuk ion Mg2+, terutama melalui
intersepsi akar. Selain mekanisme sarapan hara Mg melalui intersepsi akar, namun
ada juga serapan melalui aliran massa dan difusi untuk tanah-tanah tertentu.
13
Kedua mekanisme tersebut menunjukkan hubungan yang nyata terhadap serapan
Mg terutama untuk tanah-tanah dengan kandungan Mg sangat tinggi atau rendah.
Magnesium mempunyai peran penting dalam berbagai proses pertumbuhan
tanaman. Unsur ini merupakan salah satu hara yang dibutuhkan tanaman untuk
kegiatan metabolik. Magnesium merupakan satu-satunya unsur logam penyusun
molekul klorofil. Kira-kira 10% unsur magnesium terdapat dalam kloroplas
tanaman dan berperan sebagai aktivator spesifik beberapa enzim. Enzim yang
bekerja dalam metabolisme karbohidrat membutuhkan magnesium sebagai
aktivator seperti enzim transfosforilase, dehidrogenase dan karboksilase (Anhar,
2006).
5. Adsorpsi
Adsorpsi adalah proses akumulasi substansi adsorbat pada permukaan
adsorben yang disebakan oleh gaya tarik antar molekul atau interaksi kimia atau
suatu akibat dari medan gaya pada permukaan padatan (adsorben) yang menarik
molekul-molekul gas/uap atau cairan (Oscik, 1982). Menurut Husin (2012),
adsorpsi merupakan fenomena fisik yang terjadi antara molekul-molekul fluida
(gas atau cair) yang dikontakkan dengan suatu permukaan padatan. Pada peristiwa
adsorpsi terjadi proses pengeluaran kalor (eksoterm).
Daya adsorpsi merupakan ukuran kemampuan suatu adsorben untuk
menarik sejumlah adsorbat. Adsorpsi tergantung dari beberapa faktor, diantaranya
pada luas spesifik padatan atau luas permukaan adsorben, konsentrasi
keseimbangan zat terlarut atau tekanan adsorpsi gas, temperatur pada saat proses
berjalan, sifat adsorbat dan adsorben tersebut. Menurut Widjajanti (2002),
14
semakin besar luas permukaan suatu adsorben, maka daya adsorpsinya akan
semakin kuat. Menurut Yusuf dan Tjahjani (2013), faktor yang mempengaruhi
adsorpsi adalah jenis bahan dasr adsorben, konsentrasi adsorben, luas permukaan
adsorben, jenis adsorbat, pH sistem, dan waktu interaksi adsorpsi.
Molekul dan atom dapat menempel pada permukaan dengan dua cara, yaitu
(Atkins, 1997) :
a. Fisisorpsi
Dalam fisisorpsi (kependekan dari “adsorpsi fisika”), terdapat antaraksi van
der Waals (contohnya disprese atau antaraksi dipolar) antara adsorbat dan
substrat. Antaraksi van der Waals mempunyai jarak jauh, tetapi lemah, dan energi
yang dilepaskan jika partikel terfisisorpsi mempunyai orde besaran yang sama
dengan entalpi reversibel, sehingga molekul-molekul yang teradsorpsi mudah
dilepaskan kembali dengan menurunkan tekanan gas atau konsentrasi zat terlarut.
b. Kemisorpsi
Dalam kemisorpsi (kependekan dari “adsorpsi kimia”), partikel melekat
pada permukaan dengan membentuk ikatan kimia (biasanya ikatan kovalen), dan
cenderung mencari tempat yang memaksimumkan bilangan koordinasinya dengan
substrat (Atkins, 1997). Ikatan antara adsorben dan adsorbat dapat cukup kuat
sehingga spesies aslinya tidak ditemukan kembali. Adsorpsi ini bersifat
irreversibel dan diperlukan energi yang kuat untuk melepaskan kembali adsorbat
(dalam proses adsorpsi) karena ikatannya berupa ikatan kimia yang sangat kuat.
Zat yang teradsorpsi membentuk lapisan monomolekuler dan relatif lambat
15
tercapai kesetimbangan karena dalam adsorpsi kimia melibatkan energi aktivasi
(Oscik, 1982).
6. Kinetika Adsorpsi
Adsorpsi dipengaruhi oleh luas permukaan, jenis adsorbat, struktur molekul
adsorbat, konsentrasi adsorbat, temperatur, pH dan waktu kontak (Syauqiah dkk.,
2011). Data kinetika pengikatan diproses untuk memahami dinamika proses
pengikatan dalam hubungannya dengan orde dari konstanta laju (Rahchmani dkk,
2011). Kinetika pengikatan penting karena mampu mengontrol efisiensi proses
dan waktu kesetimbangan. Kinetika pengikatan juga menjelaskan laju terserapnya
adsorbat oleh adsorben (Chen et al., 2010). Kinetika selalu dikaitkan dengan
waktu kontak antara zat terikat dan penjerap, yang merupakan suatu proses
menyeluruh tentang konsentrasi awal, akhir, dan waktu yang dibutuhkan untuk
perubahan dari konsentrasi awal ke akhir berdasarkan data eksperimen. Data
kinetika adsorpsi tersebut diolah dengan model kinetika Lagergren Pseudo First
Order or Second Order.
a. Model Kinetika Lagergren Pseudo First Order
Data kinetika pengikatan dijelaskan dengan Lagergren pseudo first-order
dimana persamaan tersebut menjelaskan paling awal tentang kecepatan
pengikatan berdasarkan kapasitas adsorpsi. Persamaan diferensial secara umum
dinyatakan sebagai berikut:
d
dt
( -
16
)
Keterangan: qe dan q1 adalah kapasitas sorpsi pada saat kesetimbangan dan
pada saat t, dengan satuan (mg g-1), k1 adalah konstanta laju dari ikat pseudo
reaksi pertama dengan satuan (L min-1). Intrergal terhadap persamaan tersebut
pada batas-batas t=0 sampai t=t, dan qt=0 sampai qt= qt, maka persamaan
Lagergren Pseudo First Order menjadi:
log (
qe
)
qe - qt
k
,
t
Persamaan (2) dapat ditata ulang untuk memperoleh bentuk linier:
log(qe -qt ) log(qe ) -
,
t
Persamaan (3) dapat digunakan untuk menentukan model data eksperimen
kinetika, plotting log(qe-qt) versus t akan menghasilkan suatu garis lurus.
b. Model Kinetika Lagergren Pseudo Second Order
Untuk persamaan mekanisme reaksi order kedua dalam suatu pengikatan,
persamaan laju Lagergren Pseudo Second Order dinyatakan dengan persamaan
(4):
Keterangan: qe dan qt adalah kapasitas sorpsi pada saat kesetimbangan dan
pada saat t, dengan satuan (mg g-1), k adalah konstanta laju pseudo reaksi kedua
dengan satuan (mg g-1 min-1). Integral terhadap persamaan tersebut pada batasbatas t=0 sampai t=t, dan qt=0 sampai qt= qt, maka persamaan Lagergren PseudoSecond-Order menjadi:
17
Ploting t/qt versus t akan menghasilkan garis lurus (Rahchamani dkk., 2011).
7. Spektroskopi FTIR
Spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infrared Spectroscopy) merupakan
spektroskopi inframerah yang dilengkapi dengan transformasi Fourier untuk
deteksi dan analisis hasil spektrumnya. Inti spektroskopi FTIR adalah
interferometer Michelson yaitu alat untuk menganalisis frekuensi dalam sinyal
gabungan. Spektrum inframerah tersebut dihasilkan dari pentransmisian cahaya
yang melewati sampel, pengukuran intensitas cahaya dengan detektor dan
dibandingkan dengan intensitas tanpa sampel sebagai fungsi panjang gelombang.
Spektrum inframerah yang diperoleh kemudian diplot sebagai intensitas fungsi
energi, panjang gelombang (µm) atau bilangan gelombang (cm -1) (Anam dkk.,
2007). Daerah inframerah dibagi menjadi tiga daerah yakni derah inframerah jauh
pada daerah bilangan gelombang <400 cm -1, daerah inframerah tengah pada
daerah bilangan gelombang 4000-400 cm-1 dan daerah inframerah dekat pada
bilangan gelombang 13000-4000 cm-1. Banyak aplikasi inframerah bekerja pada
daerah tengah (Stuart, 2004: 24).
Mekanisme kerja pada spektroskopi FTIR sebagai berikut, sinar datang dari
sumber sinar akan diteruskan dan kemudian akan dipecah oleh pemecah sinar
menjadi dua bagian sinar yang saling tegak lurus. Sinar ini kemudian dipentulkan
oleh dua cermin yaitu cermin dian dan cermin bergerak. Sinar hasil pantulan dari
18
kedua cermin akan dipantulkan kembali menuju pemecah sinar untuk saling
berinteraksi. Sebagian sinar dari pemecah sinar akan diarahkan menuju cuplikan
dan sebagian menuju sumber. Gerakan cermin yang maju mundur akan
menyebabkan sinar yang sampai pada detektor akan berfluktuasi. Sinar akan
saling menguatkan bila kedua cermin memiliki jarak yang sama terhadap detektor,
dan akan saling melemahkan jika kedua cermin memiliki jarak yang berbeda.
Fluktuasi sinar yang sampai pada detektor ini ini akan menghasilkan sinyal pada
detektor yang disebut interferogram. Interferogram ini akan diubah mejadi spektra
IR dengan bantuan komputer berdasarkan operasi matematika (Nugraha, 2008).
Mekanisme kerja dari spektroskopi FTIR dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Mekanisme kerja spektroskopi FTIR (Nicolet, 2001)
Pada spektroskopi FTIR memiliki beberapa keunggulan dibandingkan
dengan spektroskopi inframerah dispersif sebagai berkut:
19
a. Fellgett’s Advantage
Interferometer tidak memisahkan cahaya ke frekuensi individu sebelum
pengukuran. Ini berarti setiap titik di inteferogram berisi informasi dari
masing-masing panjang gelombang dalam cahaya masukan. Dengan kata
lain, jika ada 8000 titik data pada interferogram, masing-masing panjang
gelombang pada cahaya masukan sampel 8000 kali. Sebaliknya
spektroskopi IR dispersif mengukur 8000 titik data individu di seluruh
sampel spektrum masing-masing panajng gelombang hanya sekali.
b. Jacquinot’s advantage
Pada spektroskopi FTIR tidak ada celah dan elemen optik lebih sedikit
berarti banyak energi yang sampai ke sampel daripada spektroskopi IR
dispersif. Hal ini berarti lebih banyak energi mencapai detektor sehingga
meningkatkan potensi rasio signal-to-noise pada spektrum.
c. Conne’s advantage
Pada spektroskopi IR dispersif, presisi frekuensi dan akurasi tergantung
dengan
kalibrasi
elektromekanik
standar
yang
eksternal
seragam
dan
kemampuan
mekanisme
selama
pembacaan.
Sebaliknya
interferometer memiliki standar frekuensi internal umumnya laser heliumneon. Spektroskopi FTIR mudah dalam mencapai presisi frekunsi dan
akurasi yang lebih baik 0,01 bilangan gelombang.
Gugus fungsi pada silika gel mempunyai serapan inframerah yang
karakteristik pada bilangan gelombang tertentu, sehingga karakteristik ini
diharapkan dapat dijadikan sebagai indikator keberhasilan dalam proses sintesis
20
melalui munculnya atau berubahnya serapan karakteristik gugus-gugus fungsional
pada adsorben. Secara umum serapan yang akan muncul pada silika gel adalah
serapan yang menunjukkan gugus fungsional silanol (-Si-OH) dan siloksan (-SiO-Si-) (Stuart, 2004:84).
8. Difraksi sinar-X
Metode difraksi sinar-X digunakan untuk menentukan struktur mineral dan
bahan kristal lainnya dalam skala atom. Prinsip analisis secara XRD didasarkan
pada atom-atom dalam suatu struktur bahan yang terdifraksi pada panjang
gelombang tertentu pada sudut-sudut ( θ) tertentu. Pola difraksi mengandung
informasi tentang simetri susunan atom, penentuan sktruktur bahan kristal atau
amorf, orientasi kristal serta pengukuran berbagai bahan. Identifikasi struktur fasa
yang ada pada sampel secara umum dilakukan dengan menggunakan standar data
base join Commite on Powder Diffraction Standar (JCPDS) atau International
Centre for Diffraction Data (ICPDF) (Rosalia, 2015).
Sistem kerja difraktometer sinar-X didasarkan pada hukum Bragg yang
menjelaskan tentang pola, intesitas dan sudut difraksi ( θ) yang berbeda-beda
pada tiap bahan. Interferensi berupa puncak-puncak sebagai hasil difraksi, terjadi
interaksi antara sinar-X dengan atom-atom pada bidang kristal (Cullity, 1978).
Jika seberkas sinar-X dengan panjang gelombang λ diarahkan pada permukaan
kristal dengan sudut θ, maka sinar tersebut akan dihamburkan oleh bidang atom
kristal dan akan menghasilkan puncak difraksi. Besar sudut tergantung pada
panjang gelombang λ berkas sinar-X dan jarak d antar bidang. Pada radiasi
21
monokromatik dinyatakan bahwa difraksi secara geometris mirip refleksi. Hukum
Bragg untuk difraksi secara matematis ditulis pada persamaan (7).
λ
dsinθ............(7)
Keterangan: λ = panjamg gelombang radiasi sinar-X, d = jarak antar bidang
dalam kristal dan θ = sudut difraksi.
9. Spektroskopi Serapan Atom (SSA)
Metode Spektroskopi Serapan Atom (SSA) atau Atomic Absorbtion
Spectroscopy (AAS) merupakan suatu instrumen yang secara khusus digunakan
untuk mengukur konsentrasi bahan kimia berupa atom bukan senyawa (Sari,
2010). Teknik SSA mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan metode
spektroskopi emisi konvensial. Pada metode konvensional, emisi tergantung pada
sumber eksitasi. Bila eksitasi secara termal, maka ia bergantung pada temperatur
sumber. Selain itu eksitasi termal tidak selalu spesifik dan eksitasi secara serentak
pada berbagai spesies dalam suatu campuran dapat saja terjadi. Sedangkan dengan
nyala, eksitasi unsur-unsur dengan tingkat energi eksitasi yang rendah dapat
dimungkinkan. Tentu saja perbandingan banyaknya atom yang tereksitasi
terhadap atom yang berada pada tingkat dasar harus cukup besar, karena metode
serapan atom hanya tergantung pada perbandingan ini dan tidak bergantung pada
temperatur.
Metode SSA berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom
menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat
unsurnya. Cahaya pada panjang gelombang ini mempunyai cukup energi untuk
mengubah tingkat elektronik suatu atom. Transisi elektronik suatu unsur bersifat
22
spesifik. Dengan absorpsi energi, berarti memperoleh lebih banyak energi, suatu
atom pada keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi.
Spektrum atomik untuk masing-masing unsur terdiri atas garis-garis resonansi.
Garis-garis lain yang bukan garis resonansi dapat berupa spektrum yang
berasosiasi dengat tingkat energi molekul, biasanya berupa pita-pita lebar ataupun
garis tidak berasal dari eksitasi tingkat dasar yang disebabkan proses
atomisasinya.
Ditinjau dari hubungan anatara konsentrasi dan absorbansi, maka hukum
Lambert-Beer dapat digunakan jika sumbernya adalah monokromatis. Pada SSA,
panjang gelombang garis absorpsi resonansi identik dengan garis-garis emisis
disebabkan keserasian transisinya. Untuk bekerja pada panjang gelombang ini
diperlukan suatu monokromator celah yang menghasilkan lebar puncak sekitar
0,002-0,005 nm. Jelas pada teknik SSA, diperlukan sumber radiasi yang
mengemisikan sinar pada panjang gelombang yang tepat sama pada proses
absorpsinya. Dengan cara ini efek pelebaran puncak dapat dihindarkan. Sumber
radiasi tersebut dikenal sebagai lampu hollow cathode.
Kondisi analisis dengan SSA untuk analisis kation Mg2+ dilakukan pada
panjang gelombang 285,2 nm menggunakan tipe nyala udara asetilen, sensitivitas
sebesar 0,003 µg/ml, range kerja anatar 0,1-0,4 µg/ml dan batas deteksi sebesar
0,0002 µg/ml (Khopkar, 2008).
Pada instrumen metode SSA dikenal dua jenis sistem optik yaitu berkas
tunggal dan berkas berkas ganda. Beberapa komponen utama pada instrumentasi
metode SSA adalah sebagai berikut:
23
a. Sumber cahaya
Sumber cahaya berupa lampu yang dapat memancarkan energi yang cukup.
Ada jenis lampu yang dapat memancarkan spektrum kontinyu sebaliknya ada
lampu yang dapat memancarkan spektrum garis. Pada metode SSA dipergunakan
jenis lampu katoda dengan spektrum garis. Lampu katoda terdiri atas sebuah
katoda berongga berbentuk tabung dan berhadapan dengan anoda dari kawat
wolfram, keduanya terbungkus dengan bahan gelas. Lampu ini diisi dangan gas
mulia seperti argon, neon, helium atau krypton sampai tekanan maksimal 1 cmHg.
Pada anoda dan katoda dipasang tegangan sebesar kira-kira 300 V dan melalui
katoda dialirkan arus sebesar 10 mA. Akibatnya, katoda menjadi berpijar dan
mengakibatkan penguapan atom logam yang elektron-elektronnya mengalami
eksitasi dalam rongga katoda. Lampu ini akan memancarkan emisi spektrum yang
khas untuk logam bahan penyusun katoda.
b. Monokromator
Monokromator merupakan suatu alat yang diletakkan diantara nyala dan
detektor pada suatu rangkaian instrumentasi SSA. Monokromator terdiri atas
sistem optik yaitu celah, cermin dan kisi.
c. Gas dan alat pembakar
Gas dan alat pembakar pada metode SSA dikenal dua jenis yaitu:
1) Gas pembakar yang bersifat oksidasi misalnya udara (O 2) atau campuran
O2 dan N2O.
2) Gas pembakar yang bersifat bahan bakar adalah gas alam, propane,
butane, asetilen dan H2. Gas pembakar dapat pula berupa campuran udara
24
dengan propane, udara dengan asetilen (terbanyak dipakai) dan N2O
dengan asetilen.
d. Detektor
Detektor berfungsi sebagai mengukur radiasi yang ditransmisikan oleh
sampel dan mengukur intensitas radiasi tersebut dalam bentuk energi listrik.
Syarat yang harus dipenuhi oleh sebuah detektor adalah memiliki respon yang
linear terhadap energi sinar dalam kawasan spektrum yang bersangkutan. Pada
SSA detektor yang lazim dipakai adalah Detektor Tabung Pengadaan Foton atau
Photon Multiplier Tube Detector (PMTD) (Sari, 2010).
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang telah dilakukan oleh Samsudin Affandi et al. berjudul A
facile method for production of high-purity silica xerogels from bagasse ash
berhasil melakukan sintesis silika xerogel dari abu bagasse tebu yang memiliki
luas permukaan sebesar 69-152 m2 g-1, volume pori sebesar 0,059-0,137 cm3 g-1
dan diameter pori sebesar 32-34 Å atau 3,2-3,4 nm.
Susila Kristianingrum dkk. (2011) berjudul Pengaruh Jenis Asam pada
Sintesis Silika Gel dari Abu Bagasse dan Uji Sifat Adsorptifnya terhadap Ion
Logam Tembaga (II) berdasarkan hasil karakterisasi silika gel hasil sintesis
dengan asam asam klorida, asam sulfat, asam asetat dan asam sitrat 3M
mempunyai nilai keasaman berturut sebesar 8,320; 6,554; 6,836 dan 7,574
mmol/g sedangkan kadar air masing-masing 12,880; 15,118; 11,085 dan 17,423%.
Daya adsorpsi dan efisiensi adsorpsi terhadap ion logam tembaga (II) optimal
diperoleh pada SGAB-HCl.
25
Maulana Yusuf dkk. (2014) berjudul Studi Karakteristik Silika Gel Hasil
Sintesis dari Abu Ampas tebu dengan Variasi Konsentrasi Asam Klorida
berdasarkan hasil karakterisasi gugus fungsi dengan spektroskopi inframerah
menujukkan bahwa silika gel hasil sintesis mempunyai kemiripan dengan kiesel
gel 60G dan memiliki struktur amorf.
S. Norsuraya dkk. (2016) berjudul Sugarcane Bagasse as a Renewable
Source of Silica to Synthesize Santa Barbara Amorphous-15 (SBA-15) bahwa
kandungan silika dalam abu ampas tebu sebelum pencucian asam sebesar 53,10%
dan setelah pencucian asam sebesar 88,13%. Berdasarkan hasil karakterisasi BET
bahwa ukuran pori dan luas permukaan silika dari ampas tebu memiliki struktur
mesopori.
Pada penelitian ini akan dilakukan adalah sintesis silika gel dari bagasse
tebu. Sintesis silika gel dilakukan melalui proses sol-gel dengan mengasamkan
larutan natrium silikat hasil ekstraksi dari bagasse tebu. Silika gel hasil sintesis
digunakan untuk adsorpsi kation Mg2+ dalam larutan pengaruh variasi waktu
kontak. Data adsorpsi kation Mg2+ ini diolah untuk menentukan model kinetika
yang sesuai dengan kinetika adsorpsi kation Mg2+ oleh silika gel.
C. Kerangka Berfikir
Pemanfaatan bagasse tebu masih sangat terbatas sebagai makanan ternak,
bahan baku pembuatan pupuk kompos, pulp, particle board dan untuk bahan
bakar boiler di pabrik gula. Padahal dalam pembakaran bagasse tebu akan
diperoleh limbah padat berupa abu bagasse tebu yang belum dimanfaatkan secara
luas oleh masyarakat. Berdasarkan penelitian Akhinov dkk. (2010), hasil analisa
26
XRF abu bagasse mengandung mineral-mineral yang berupa Si, K, Ca, Ti, V, Mn,
Fe, Cu, Zn dan P. Kandungan yang paling besar dari mineral-mineral tersebut
adalah silikon (Si) sebesar 55,5%. Besarnya kandungan silika dalam abu bagasse
tebu dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku silika gel. Silika gel merupakan
padatan anorganik yang dapat digunakan untuk adsorpsi karena memiliki gugus
silanol (Si-OH) dan siloksan (Si-O-Si) yang merupakan sisi aktif permukaannya.
Pada penelitian ini dilakukan pembuatan silika gel dari abu bagasse. Hasil
sintesis silika gel dikarakterisasi menggunakan metode spektroskopi FTIR dan
difraksi sinar-X. Sintesis silika gel berhasil dilakukan ditandai dengan
kemunculan serapan gugus silanol (Si-OH) dan siloksan (Si-O-Si). Silika gel yang
telah berhasil disintesis digunakan sebagai adsorben pada proses adsorpsi kation
Mg2+ dalam larutan berbagai variasi waktu kontak. Pada proses adsorpsi ini akan
ditentukan model kinetika yang sesuai dengan kinetika adsorpsi kation Mg2+ oleh
silika gel.
27
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Subjek dan Objek Penelitian
1. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah adsorben silika gel hasil sintesis dari bagasse
tebu yang berasal dari pedagang mimuman sari tebu di Sunday Morning.
Waktu pengambilan ke-1 : 12 Desember 2016
ke-2 : 19 Maret 2016
ke-3 : 7 Mei 2016
2. Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah kinetika adsorpsi dari silika gel terhadap adsorpsi
kation Mg2+.
B. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas
Waktu kontak pada proses adsorpsi kation Mg2+ oleh adsorben silika gel dari
bagasse tebu yaitu 5 menit, 20 menit, 30 menit, 1 jam, 2 jam, 3 jam, 24 jam,
48 jam dan 72 jam.
2. Variabel Terikat
Kinetika adsorpsi dari silika gel.
3. Variabel Kontrol
Massa adsorben: 0,2 gram
Suhu: 30oC
pH: 5
28
C. Alat dan Bahan Penelitian
1. Alat Penelitian
a. Spektrofotometer FTIR
b. Difraktometer sinar-X
c. Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)
d. pH meter
e. Oven
f. pH indikator universal
g. Teflon
h. Timbangan
i. Magnetic stirer dan pemanas
j. Shaker
k. Muffle furnace
l. Ayakan 200 mesh
m. Kertas saring Whatman no. 42
n. Perangkat penyaring Buchner
o. Alat-alat gelas
2. Bahan Penelitian
a. Bagasse tebu dari penjual minuman sari tebu di Sunday Morning
b. HCl dan NaOH untuk pemisahan silika
c. Larutan HCl dan NaOH untuk penyesuaian pH
d. KH2PO4 dan NaHPO4 untuk kalibrasi elektroda pH meter
e. Mg(NO3)2.6H2O sebagai sumber Mg2+
f. Aquades
29
g. Indikator pH
D. Prosedur Penelitian
1. Sintesis Silika Gel dan Silika Termodifikasi Sulfonat Silika Gel dari
Bagasse Tebu
a. Preparasi Sampel Bagasse Tebu
1) Sampel bagasse tebu dibersihkan dan dikalsinasi didalam muffle
furnace dengan suhu 550oC selama 5 jam sampai menjadi abu.
2) Sampel hasil kalsinasi ditumbuk dan diayak pada ayakan ukuran 200
mesh hingga diperoleh abu bagasse yang halus.
b. Pembuatan Natrium Silikat dari Bagasse Tebu
1) Dua puluh gram abu bagasse tebu yang telah halus direndam dalam 1
liter HCl 0,1 M dan diaduk dengan menggunakan magnetik stirrer
selama 2 jam.
2) Campuran larutan tersebut dibiarkan selama semalam, kemudian
disaring dengan penyaring Buchner dan dicuci dengan aquades hingga
netral.
3) Endapan abu hasil pencucian dikeringkan dengan oven pada suhu 80 oC
sampai massa konstan.
4) Enam gram abu hasil pencucian direaksikan dengan larutan 200 ml
NaOH 1 M.
5) Campuran dipanaskan pada suhu ± 90oC selama 1 jam sambil diaduk
dengan magnetik stirrer.
30
6) Filtrat dipisahkan dari endapannya dengan menyaring campuran
menggunakan kertas saring Whatman no. 42. Cairan yang diperoleh
adalah larutan natrium silikat (Na2SiO3).
c. Pembuatan Silika Gel
1) Larutan Na2SiO3 hasil sintesis, ditambah dengan HCl 1 M secara
perlahan-lahan hingga pH netral dan terbentuk gel.
2) Campuran larutan dibiarkan selama 18 jam dan hasilnya ditambahkan
aquades sebanyak 20 ml kemudian diaduk selama 15 menit.
3) Endapan dipisahkan dari larutannya menggunakan penyaring Buchner
dengan kertas saring Whatman no.42 sehingga diperoleh silika gel.
4) Silika gel yang diperoleh, dioven pada suhu 80 oC sampai massa
konstan. Hasil akhir ini adalah silika hasil pemisahan dari bagasse tebu
(SG).
2. Karakterisasi Secara Spektroskopi FTIR dan Difraksi sinar-X
a. Spektroskopi FTIR
Pengukuran spektrum inframerah dilakukan menggunakan instrumen
spektroskopi FTIR. Sampel di scanning pada daerah panjang gelombang
300-4000 cm-1 dengan spektorfotometer FTIR Shimadzu Prestige 21.
b. Difraksi sinar-X
Pengukuran difraksi sinar-X menggunakan instrumen Rigaku Miniflex
Benchtop X-ray Difraction. Sampel diletakkan pada sample holder dalam
alat difraktometer sinar-X. Sampel kemudian disinari menggunakan sinarX, dimana selama proses penyinaran sampel dirotasi dengan kecepatan 60
31
rpm. Sudut pembacaan dalam pengukuran difraksi sinar-X diperoleh
grafik intensitas versus sudut difraksi ( θ).
3. Adsorpsi Kation Mg2+ oleh Silika Gel dari Bagasse Tebu
Eksperimen Adsorpsi yang dilakukan berdasarkan pada penelitian yang
dilakukan oleh Ikhsan dkk. (2005a, 2012, 2015a).
1) Sebanyak 0,2 gram adsorben silika gel dimasukkan dalam 200 mL
larutan Mg2+ 0,001 M dengan suhu dipertahankan konstan 30oC dan pH
5.
2) Mengaduk campuran suspensi dengan shaker.
3) Setelah waktu yang diamati (5 menit, 20 menit, 30 menit, 1 jam, 3 jam, 5
jam, 24 jam, 48 jam dan 72 jam), 5 mL sampel diambil, dipusingkan
dengan
centrifuge,
dan
filtratnya
kemudian
dianalisis
dengan
spektrofotometer Serapan Atom (SSA) untuk mengetahui konsentrasi
Mg2+. Perbedaan konsentrasi awal dan sisa kation merupakan jumlah
Mg2+ yang teradsorp oleh silika gel.
E. Pengelolaan Data
1. Teknik Pengumpulan Data
Data yang diperoleh dari penelitian ini berupa data kualitatif maupun
kuantitatif.
a. Data Kualitatif
Data kualitatif hasil karakterisasi dengan difraksi sinar-X untuk
mengetahui bentuk struktur padatan dari silika gel dari bagasse tebu
32
sedangkan spektroskopi FTIR untuk mengetahui dan memastikan gugusgugus fungsi yang terkandung didalam silika gel dari bagasse tebu.
b. Data Kuantitatif
Data kuantitatif diperoleh dari pengukuran konsentrasi (kadar) sorbat
kation Mg2+ dengan metode SSA. Data yang diperoleh berupa data
konsentrasi Mg2+ sebelum dan sesudah adsorpsi. Data yang diperoleh
dianalisis untuk membandingkan besar % terikat dan laju ikat.
2. Teknik Analisis Data
a. Data kualitatif yang berupa struktur padatan dari silika gel hasil
karakterisasi difraksi sinar-X dan gugus fungsi yang terkandung pada silika
gel hasil karakterisasi spektroskopi FTIR.
b. Data kuantitatif yang berupa data konsentrasi larutan kation Mg2+ dari hasil
spektroskopi serapan atom.
1) Penentuan persamaan garis dari hasil analisis kurva standar.
Rumus persamaan umum garis lurus: Y=aX+b
Keterangan: a = koefisien kmeiringan garis (slope)
b = intersep
X = konsentrasi larutan standar
Y = absorbansi larutan standar
N = banyaknya data
33
2) Penentuan konsentrasi kation Mg2+ dan jumlah kation Mg2+ terikat.
Untuk menentukan konsentrasi larutan Mg2+ setelah adsorpsi dapat
dilakukan dengan mensubstitusikan pada persamaan garis regresi linier
yang telah diperoleh. Kemudian masing-masing harga absorbansi
larutan sampel disubstitusikan ke dalam persamaan:
Y = aX + b
X
Berdasarkan persamaan di atas maka konsentrasi larutan Mg2+ dalam
larutan dapat ditentukan. Perhitungan dilakukan secara otomatis oleh
program komputerisasi dari alat spektrofotometer Serapan Atom (SSA).
Sedangkan untuk menghitung jumlah % terikat dihitung dengan
menggunakan data konsentrasi sisa tersebut. Jumlah % terikat dengan
persamaan berikut:
% terikat
3) Pengolahan dengan model kinetika
Data kinetika adsorpsi ini digunakan untuk mengetahui dinamika
proses pengikatan dalam hubungannya dengan orde dari konstanta laju
(Rahchmani dkk., 2011). Besarnya nilai k ditentukan dari grafik yang
diperoleh yaitu nilai slope pada grafik tersebut. Persamaan model
kinetika adsorpsi adalah sebagai berikut:
Model kinetika Lagergren Pseudo-First-Order
log(qe -qt ) log(qe ) -
34
k
,
t
Keterangan:
qe = kapasitas adsorpsi pada saat kesetimbangan
qt = kapasitas adsorpsi pada saat waktu ke- t
k1 = konstanta laju reaksi pseudo order satu
t = waktu
Model kinetika Lagergren Pseudo-Second-Order
Keterangan:
qe = kapasitas adsorpsi pada saat kesetimbangan
qt = kapasitas adsorpsi pada saat waktu ke- t
k2 = konstanta laju reaksi pseudo order dua
t = waktu
Model kinetika ditentukan berdasarkan dengan nilai kolerasi (r) yang lebih
tinggi yang diperoleh dari persamaan garis dari grafik hubungan log(qe-qt)
versus waktu (t) untuk Lagergren Pseudo-First-Order dan t/qt versus waktu
(t) untuk Lagergren Pseudo-Second-Order.
35
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Hasil Sintesis Silika Gel dari Bagasse Tebu
Pada penelitian ini dilakukan sintesis silika gel dari bagasse tebu. Sintesis
silika gel dilakukan dengan mengasamkan larutan natrium silkat dari bagasse
tebu hingga pH 7. Hasil sintesis silika gel dari bagasse tebu dapat dilihat pada
Gambar 3.
Gambar 3. Silika gel hasil sintesis dari bagasse tebu
2. Hasil Analisis secara XRD
Silika gel dari bagasse tebu yang terbentuk di analisis menggunakan X-Ray
Difraction (XRD). Analisis XRD bertujuan untuk mengetahui bentuk struktur
padatan yang terbentuk. Hasil analisis XRD dapat secara lengkap pada
Lampiran 2 dan digabung sehingga diperoleh pada Gambar 4.
36
500
intensity (cps)
400
300
200
100
0
20
40
60
80
2-theta (deg)
Gambar 4. Difraktogram sinar X silika gel hasil sintesis dari bagasse tebu
3. Hasil Analisis secara Spektroskopi FTIR
Selain analisis dengan XRD, dilakukan juga analisis menggunakan
spektrofotometer FTIR pada silika gel. Analisis spektrofotometer FTIR
bertujuan untuk identifikasi gugus fungsi dan memastikan keberhasilan proses
sintesis silika gel. Hasil analisis spektrofotometer FTIR secara lengkap pada
Lampiran 2 dan spektrum dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Spektrum FTIR silika gel hasil sintesis dari bagasse tebu
37
4. Hasil Adsorpsi Kation Mg2+ oleh Silika Gel pada Variasi Waktu Kontak
Proses adsorpsi dilakukan pada variasi waktu kontak adsorpsi untuk
mengetahui laju interaksi antara kation Mg2+ dengan adsorben yang berperan
dalam menentukan keadaan saat tercapainya kesetimbangan terjadi. Laju
adsorpsi ditentukan dari grafik hubungan antara % kation Mg2+ yang terikat
dengan waktu (menit) seperti pada Gambar 6.
Gambar 6. Grafik Hubungan antara jumlah kation Mg2+ terikat (%) dengan
waktu
5. Hasil Perhitungan Kinetika Adsorpsi Kation Mg2+
Model kinetika adsorpsi yang sesuai untuk silika gel ditentukan dengan
model kinetika Lagergren Pseudo-First-Order dan Lagergren Pseudo-SecondOrder. Model kinetika Lagergren Pseudo-First-Order ditentukan dengan grafik
hubungan antara log(qe-qt) dengan waktu (t). Grafik model kinetika Lagergren
Pseudo-First-Order dapat dilihat pada Gambar 7.
38
0
1000
2000
3000
4000
5000
0,6
y=-1,55101E-4x+0,39881
r=0,76372
log(qe-qt)
0,4
0,2
0,0
-0,2
-0,4
waktu (menit)
Gambar 7. Pseudo-First-Order Pengikatan Kation Mg2+
Model kinetika Lagergren Pseudo-Second-Order ditentukan dengan grafik
hubungan antara t/qt dengan waktu (t). Grafik model kinetika Lagergren
Pseudo-Second-Order dapat dilihat pada Gambar 8.
1000
800
t/qt
600
y=0,20134x+18,00866
r=0,99702
400
200
0
0
1000
2000
3000
4000
5000
waktu (menit)
Gambar 8. Pseudo-Second-Order Pengikatan Kation Mg2+
39
B. Pembahasan
1. Hasil Sintesis Silika Gel dari Bagasse Tebu
Pada penelitian ini dilakukan sintesis silika gel dari bagasse tebu.
Sebelum dilakukan sintesis dilakukan preparasi bagasse tebu terlebih dahulu
yairu dengan kalsinasi bagasse tebu pada suhu 550oC selama 5 jam sampai
berubah menjadi abu. Tujuan kalsinasi arang bagasse tebu ini adalah untuk
menghilangkan komponen organik dari arang bagasse tebu sehingga hanya
tersisa komponen anorganiknya yang mengandung silika. Abu bagasse tebu
yang dihasilkan digerus kemudian diayak. Tujuan pengerusan dan
pengayakan ini adalah untuk menghomogenkan ukuran dari abu bagasse tebu
serta memperluas permukaan abu agar proses pencucian lebih efektif.
Tahap selanjutnya adalah pencucian abu bagasse tebu dengan asam
klorida (HCl). Tujuan pencucian menggunakan asam klorida untuk
menghilangkan kadar pengotor-pengotor berupa oksida logam seperti K2O,
CaO, TiO2, MnO, Fe2O3, CuO, dan ZnO di dalam abu bagasse tebu sebelum
diekstraksi. Abu hasil pencucian asam klorida dicuci dengan aquades sampai
pH netral dan filtrat bebas klor yang ditandai dengan filtrat tidak keruh saat
ditambahkan larutan AgNO3. Residu yang telah dicuci digunakan untuk
sintesis natrium silikat.
Larutan natrium silikat digunakan sebagai prekursor dalam pembuatan
silika gel. Langkah awal adalah mereaksikan abu bagasse tebu hasil rendaman
dengan NaOH 1 M dengan pengadukan konstan dan pemanasan suhu ± 80oC.
Campuran yang dihasilkan didinginkan dan disaring untuk memisahkan
antara residu dengan filtrat yang berupa larutan natrium silikat. Larutan
40
natrium silikat yang diperoleh berwarna bening kekuningan. Mekanisme
reaksi pembentukan natrium silikat dapat dilihat pada Gambar 9 (Yusuf dkk.,
2014).
Gambar 9. Mekanisme reaksi pembentukan natrium silikat
Berdasarkan mekanisme pada Gambar 9 dapat diketahui bahwa
natrium hidroksida terdisosiasi sempurna menjadi ion natrium (Na +) dan ion
hidroksil (OH-). Ion OH- yang bertindak sebagai nukleofil akan menyerang
atom Si dalam SiO2 yang bermuatan elektropositif. Selanjutnya atom O yang
bermuatan elektronegatif dalam SiO2 akan memutuskan satu ikatan rangkap
dan membentuk intermediet SiO2OH-. Intermediet yang terbentuk akan
melepaskan ion H+ sedangkan atom O akan terjadi pemutusan ikatan rangkap
kembali dan membentuk SiO32-. Pada proses ini akan terjadi dehidrogenasi,
dimana ion OH- yang kedua akan berikatan dengan ion H+ membentuk
molekul air (H2O). Molekul SiO32- yang terbentuk akan berikatan dengan dua
ion Na+ sehingga akan terbentuk natrium silikat (Na2SiO3).
Proses selanjutnya adalah sintesis silika gel dengan menggunakan
natrium silikat dari abu bagasse tebu. Sintesis silika gel dilakukan dengan
proses sol-gel, pada percobaan larutan natrium silikat dikondensasi dalam
suasana asam. Pada penelitian ini, asam yang digunakan adalah asam klorida
41
1 M. Larutan natrium silikat abu bagasse tebu dimasukkan ke dalam wadah
plastik, kemudian diaduk dengan magnetic stirrer lalu ditetesi dengan asam
klorida 1 M sampai pH 7. Menurut Mujiyanti dkk. (2010), penambahan asam
klorida pada prekursor yaitu natrium silikat menyebabkan terjadinya
protonasi gugus siloksi (Si-O-) menjadi silanol (Si-OH). Kemudian gugus
silanol yang terbentuk diserang lanjut oleh gugus siloksi (Si-O-) dengan
bantuan katalis asam untuk membentuk ikatan siloksan (Si-O-Si). Spesies
anion silikat akan menggantikan –OH pada Si-OH sehingga membentuk
siloksan (Si-O-Si) dan -OH yang lepas akan berikatan dengan H+ membentuk
molekul air. Mekanisme pembentukan silika gel dari pengasaman larutan
natrium silikat ditunjukkan pada Gambar 10.
Gambar 10. Mekanisme reaksi pembentukan ikatan siloksan
Penambahan HCl 1 M hingga pH 7 pada larutan natrium silikat akan terjadi
reaksi sebagai berikut (Pratomo dkk., 2013).
Na2SiO3 (aq) +
HCl (aq) → H2SiO3 (aq) + 2 NaCl (aq)
H2SiO3 (aq) + H2O (l) → Si(OH)4 (aq)
Pada saat penambahan HCl 1 M pada Na 2SiO3 menyebabkan terjadinya
penurunan pH sehingga konsentrasi H+ dalam Na2SiO3 semakin meningkat.
42
Menurut Prastiyanto dkk. (2006), larutan Na2SiO3 yang mempunyai pH 11-12
dengan adanya penambahan HCl akan membentuk monomer-monomer asam
silikat yang memungkinkan terbentuknya gel. Asam silikat dalam air
membentuk dispersi asam silikat yang disebut hiodrosol. Selanjutnya
monomer-monomer asam silikat akan mengalami polimerisasi kondensasi
membentuk dimer, trimer dan seterusnya sampai akhirnya membentuk
polimer asam silikat. Mekanisme reaksi pembentukan asam silikat dapat
dilihat pada Gambar 11 (Scott, 1993).
Gambar 11. Mekanisme reaksi pembentukan asam silikat
Menurut Sriyanti dkk. (2005), agregat polimer akan bergabung membentuk
bola polimer yang disebut primary silica particle. Primary silica particle pada
ukuran tertentu akan mengalami kondensasi membentuk fasa padatan yang
disebut alkogel. Alkogel yang didiamkan akan mengalami sinerisis dan pelepasan
NaCl sehingga dihasilkan gel kaku yan disebut hidrogel. Mekanisme reaksi
43
pembentukan silika gel dapat dilihat pada Gambar 12 (Prastiyanto dkk., 2006).
Gambar 12. Mekanisme reaksi pembentukan silika gel
Gel yang terbentuk didiamkan semalaman agar terjadi pemantangan gel yang
bertujuan memperbesar ukuran partikel pori serta meningkatkan kekuatan dan
kekakuan silika gel. Gel yang terbentuk dioven pada suhu 80oC selama 8 jam
yang bertujuan untuk menghilangkan molekul H2O pada silika gel. Setelah
pengeringan diperoleh silika gel kering atau xerogel yang berwarna putih. Xerogel
yang terbentuk diayak dengan ayakan 200 mesh untuk menghomogenkan
ukurannya serta memperluas permukaan pori pada silika gel.
2. Analisis difraktogram sinar-X pada silika gel
Analisis secara difraksi sinar-X bertujuan untuk mengetahui struktur padatan
yang terbentuk pada silika gel sesuai dengan tingkat kristalinitanya. Menurut
Cullity (1992), prinsip analisis secara XRD didasarkan pada atom-atom dalam
suatu struktur bahan terdifraksi pada panjang gelombang tertentu pada sudutsudut ( θ) tertentu. Berdasarkan hasil analisis XRD yang disajikan pada Gambar 4
dapat diketahui bahwa difraktogram sinat-X silika gel menunjukkan struktur
padatan yaitu amorf. Kemunculan struktur padatan amorf pada silika gel
digambarkan dengan puncak melebar pada sudut
44
θ yaitu
o
. Puncak yang
dihasilkan pada penelitian ini sama dengan puncak yang dihasilkan pada
penelitian sebelumnya. Kalapathy et al. (2000) berhasil mensintesis silika amorf
dari abu sekam padi dengan pola difraksi puncak yang dihasilkan pada sudut θ
22,159o. Martinez et al. (2006) berhasil mensintesis SiO2 amorf dengan metode
sol-gel dengan pola difraksi puncak yang dihasilkan pada sudut θ
o
. S. Musić
et al. (2011) berhasil mensintesis SiO2 amorf dengan pola difraksi puncak pada
sudut θ
,8o. Yusuf dkk. (2014) berhasil mensintesis silika amorf dari abu
ampas tebu dengan pola difraksi puncak yang dihasilkan pada sudut θ
,88 o.
Struktur amorf dalam silika gel dari bagasse tebu sangat bergantung pada suhu
pengabuan saat pemurnian silika. Menurut Kalapathy dkk. (2000) silika amorf
dari abu sekam padi diperoleh dari pengabuan sekam padi pada suhu 500 oC.
Mujiyanti dkk. (2010) menyebutkan silika dalam sekam padi terdapat dalam
bentuk amorf dan akan tetap bentuk tersebut apabila sekam padi dibakar pada
suhu 500-600oC. Yusuf dkk. (2014) menggunakan suhu 200oC pada saat
pemurnian silika dimana didapatkan pola difraksi sinar-X SiO2 dalam fasa amorf.
Untuk mendapatkan fasa kristalin maka suhu pengabuan saat pemurnian adalah
antara 870-1470oC agar kristalinitas SiO2 meningkat sehingga dapat terbentuk
fase kristobalit dan tridimit.
3. Hasil Analisis Spektrum FTIR Silika Gel Hasil Sintesis dari Bagasse Tebu
Analisis secara spektroskopi FTIR digunakan untuk mengidentifikasi gugus
fungsional yang terdapat dalam silika gel. Daerah inframerah yang digunakan
untuk menganalisis senyawa yang terdapat pada silika gel pada kisaran bilangan
45
gelombang 400-4000 cm-1. Gugus fungsi yang akan diselidiki adalah gugus
siloksan (Si-O-Si) dan silanol (Si-OH) serta mengetahui gugus fungsi lainnya
yang terbentuk pada sintesis silika gel. Karakterisasi spektrum FTIR silika gel dari
bagasse tebu dapat dilihat pada Gambar 5 yang selanjutnya dirangkum pada Tabel
2 berikut,
Tabel 2. Interprestasi Spektrum FTIR Silika Gel dari Bagasse Tebu
Bilangan Gelombang (cm-1)
Gugus Fungsional
3472,39
Vibrasi ulur –OH dari Si-OH
1097,43
Vibrasi ulur asimetris Si-O dari Si-O-Si
799,06
Vibrasi ulur simetris Si-O dari Si-O-Si
1639,88
Vibrasi tekuk –OH dari Si-OH
989,35
Vibrasi ulur Si-O dari Si-OH
465,57
Vibrasi tekuk Si-O-Si
Berdasarkan Tabel 2 pola serapan silika gel dari bagasse tebu dapat
diinterpretasikan sebagai berikut, serapan dengan pita lebar pada daerah bilangan
gelombang 3472,39 cm-1 merupakan pita serapan dari vibrasi gugus hidroksi (OH) pada gugus silanol (Si-OH), pita serapan yang kuat dan tajam di daerah
1097,43 cm-1 merupakan pita serapan dari vibrasi ulur asimetris dari gugus Si-O
pada gugus siloksan (Si-O-Si). Serapan di daerah 989,35 cm-1 menunjukkan
adanya vibrasi ulur dari gugus Si-O pada silanol (Si-OH). Adanya pita serapan
pada 1639,88 cm-1 menunjukkan vibrasi tekuk gugus –OH dari gugus Si-OH
sedangkan vibrasi tekuk dari gugus siloksan (Si-O-Si) ditunjukkan dengan pita
serapan pada bilangan gelombang 465,57 cm-1.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Yusuf dkk. (2014) berupa sintesis silika gel dari abu ampas tebu dengan variasi
46
konsentrasi asam klorida diperoleh berupa serapan yang melebar pada daerah
3468,01 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi regangan gugus –OH dari Si-OH.
Adanya puncak spektrum pada daerah 1639,49 cm -1 menunjukkan vibrasi
bengkokan pada gugus –OH dari Si-OH. Pada pita serapan 1091,71 cm-1
menunjukkan adanya vibrasi regangan Si-O- dari Si-O-Si dan diperjelas
keberadaan ikatan Si-O- yang muncul pada
466,77 cm-1 yang menunjukkan
vibrasi bengkokan dari Si-O-Si. Pita serapan yang muncul pada daerah 966,34
cm-1 merupakan vibrasi ulur asimetris Si-O- pada Si-OH. Berdasarkan hasil
penelitian silika gel dari bagasse tebu jika dibandingkan dengan penelitian Yusuf
dkk. (2014) menunjukkan kemiripan spektrum silika gel dari bagasse tebu dimana
terdapat pita-pita serapan pada bilangan gelombang yang hampir sama. Secara
umum pita serapan yang muncul pada spektrum silika gel dari bagasse tebu
menunjukkan bahwa gugus-gugus fungsional yang terdapat pada silika gel hasil
sintesis dari abu bagasse tebu adalah gugus silanol (Si-OH) dan gugus siloksan
(Si-O-Si).
4. Kinetika Waktu Kontak terhadap Adsorpsi Kation Mg2+
Proses adsorpsi pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan sistem
batch yaitu memasukkan 0,2 gram adsorben ke dalam 200 mL larutan kation Mg2+
0,001 M selama variasi waktu kontak 5, 20, 30, 60, 120, 180, 1440, 2880 dan
4320 menit pada suhu 30oC serta pH 5. Laju adsorpsi dari kation Mg2+
ditampilkan dari grafik hubungan antara jumlah kation Mg2+ terikat (%) dengan
waktu kontak adsorpsi yang ditunjukkan pada Gambar 6. Berdasarkan Gambar 6
diketahui bahwa semakin lama waktu kontak adsorpsi maka jumlah kation Mg 2+
47
(%) yang terikat makin banyak oleh adsorben silika gel. Penentuan waktu
optimum pada adsopsi kation Mg2+ dapat diketahui berdasarkan waktu terjadinya
pengikatan kation Mg2+ dengan presentase tertinggi yaitu terjadi pada 4320 menit
atau 3 hari.
Menurut Nuryono et al. (2003), kinetika adsorpsi ion logam pada adsorben
ada tiga jenis. Jenis pertama, adsorpsi berlangsung dalam satu tahap cepat
kemudian mencapai kesetimbangan. Pada adsorpsi jenis ini, laju desorpsi relatif
lambat dan dapat diabaikan. Jenis kedua, adsorpsi berlangsung lambat kemudian
mencapai kesetimbangan. Pada adsorpsi jenis ini laju desorpsi relatif cepat dan
tidak dapat diabaikan. Dengan kata lain, adsorpsi berlangsung secara reversibel.
Jenis ketiga, adsorpsi berlangsung dalam dua tahap, tahap cepat dan lambat,
kemudian mencapai kesetimbangan.
Berdasarkan Gambar 6 diketahui bahwa adsorpsi kation Mg2+ oleh silika gel
termasuk jenis ketiga yaitu melalui proses cepat yang diikuti proses lambat hingga
mencapai kesetimbangan. Proses adsorpsi ini terjadi karena gugus aktif yang
terdapat pada adsorben. Pada silika gel, adsorpsi tahap cepat terjadi interaksi
kation Mg2+ dan gugus silanol karena gugus silanol terletak lebih di luar sehingga
lebih mudah untuk berinteraksi terlebih dahulu dengan kation Mg2+. Sedangkan
tahap lambat pada silika gel terjadi antara kation Mg 2+ dan gugus siloksan karena
atom O pada gugus siloksan kurang mampu mendonorkan elektronnya
dibandingkan dibandingkan dengan atom O pada gugus silanol dan letaknya pun
agak kedalam sehingga memerlukan waktu yang lebih lama untuk berinteraksi
dengan kation Mg2+.
48
5. Kinetika Adsorpsi Kation Mg2+
Kinetika adsorpsi digunakan untuk menentukan nilai konstanta laju ikat (k)
yang merupakan parameter cepat-lambatnya proses adsorpsi kation Mg2+ berbagai
variasi waktu kontak. Model kinetika adsorpsi yang diaplikasikan pada data
penelitian ini adalah Lagergren pseudo-first-order dan Lagergren pseudo-secondorder. Model kinetika Lagergren pseudo-first-order ditentukan dengan grafik
hubungan antara log(qe-qt) dengan waktu (t), qe dan qt merupakan jumlah
adsorbat yang terserap saat kesetimbangan dan pada waktu ke-t. Model kinetika
Lagergren pseudo-second-order ditentukan dengan grafik hubungan antara t/qt
dengan waktu (t), qt merupakan jumlah adsorbat yang terserap pada saat waktu
ke-t. Persamaan garis yang diperoleh dari Gambar 7 dan Gambar 8, adalah
persamaan Lagergren pseudo-first-order dan Lagergren pseudo-second-order
versus kedua persamaan tersebut diperoleh parameter kinetika adsorpsi seperti
pada Tabel 3, dapat digunakan untuk menentukan orde adsorpsi kation Mg2+ yang
cocok pada silika gel.
Tabel 3. Parameter Kinetika Adsorpsi Kation Mg2+ oleh Silika Gel
Parameter kinetika
Adsorpsi
qe eksperimen
(mmol g-1 adsorben)
qe hasil hitung
(mmol g-1 adsorben)
k (g mmol-1 menit-1)
Koefisien Kolerasi
(r)
Pseudo-first-order
Pseudo-second-order
5,05654
5,056554
2,50501
4,966723
0,0003572
0,002251
0,76372
0,99702
Berdasarkan parameter koefisien kolerasi pada Tabel 3, yang dinyatakan
berikut kinetika adsorpsi kation Mg2+ oleh silika Gel mengikuti persamaan
49
Lagergren Pseudo-Second-Order. Hal ini dikarenakan koefisien kolerasi
persamaan Lagergren Pseudo-Second-Order mendekati nilai satu yaitu 0,99702.
Selain itu juga dapat dilihat dari nilai q e perhitungan dibandingkan nilai qe
eksperimen yang lebih mendekati. Proses adsorpsi kation Mg2+ mengikuti model
kinetika Lagergren Pseudo-Second-Order menunjukkan bahwa kecepatan
adsorpsi silika gel tehadap kation Mg2+ per satuan waktu berbanding lurus dengan
kuadrat kapasitas adsorben yang masih kosong (qe-qt), sehingga pada awal proses
adsorpsi terjadi pengurangan konsentrasi larutan yang cukup drastis, kecepatan
adsorpsi terus menurun hingga tercapai kondisi setimbang (Angela dkk., 2015).
Pada Tabel 3 dapat diketahui juga bahwa nilai konstanta k Pseudo-Second-Order
dibandingkan dengan nilai k Pseudo-First-Order memiliki nilai yang lebih besar
baik pada silika gel. Nilai konstanta ini merupakan parameter cepat-lambatnya
proses adsorpsi. Menurut Sekewael dkk. (2013) mengatakan bahwa nilai k ini
menunjukkan cepat-lambatnya proses adsorpsi. Semakin besar nilai k maka
semakin cepat pula proses adsorpsi berlangsung.
50
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Sintesis silika gel dari bagasse tebu dapat dilakukan dengan mengasamkan
larutan natrium silikat hasil ekstraksi dari bagasse tebu kemudian meneteskan
HCl 1 M hingga pH 7 hingga terbentuk gel. Gel yang terbentuk dicuci dengan
aquades hingga pH netral dan bebas ion Cl -, lalu dipanaskan pada suhu 80oC
selama 5 jam.
2. Pengaruh waktu kontak terhadap adsorpsi kation Mg2+ oleh silika gel adalah
memperbanyak jumlah kation Mg2+ (%) yang terikat oleh silika gel dimana
waktu kontak optimum terjadi pada waktu 4320 menit atau 3 hari dengan
jumlah kation Mg2+ yang terikat sebesar 24,8636 %.
3. Kinetika adsorpsi kation Mg2+ oleh silika gel mengikuti model kinetika
Lagergren Pseudo-Second-Order dengan konstanta laju ikat 0,0022510 g
mmol-1 menit-1.
B. SARAN
Berdasarkan pada penelitian yang telah dilakukan maka penulis
memberikan saran:
1. Melakukan penelitian lebih lanjut tentang pembuatan silika gel dari bahan
baku yang lain selain bagasse tebu.
2. Melakukan penelitian lebih lanjut tentang kapasitas tukar kation dalam
adsorben silika gel dari bagasse tebu.
51
3. Melakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh pH, dan suhu terhadap
proses adsorpsi.
4. Melakukan penelitian lebih lanjut tentang proses adsorpsi dengan jenis kation
yang berbeda.
52
DAFTAR PUSTAKA
Affandi, Samsudin., Heru Setyawan, Sugeng Winardi, Agus Purwanto dan Ratna
Balgis. (2009). A Facile Method For Production Of High Purity Silica
Xerogel From Bagasse Ash. Advanced Powder Technology 20 (2009).
468–472.
Agrofarm. (2014). Agar pabrik gula efisien, PTPN X optimalkan ampas tebu.
Agrofarm
edisi
Rabu,
20
Agustus
2014.
http://www.agrofarm.co.id/read/perkebunan/753/agar-pabrik-gulaefisien-ptpn-x-optimalkan-ampastebu/#.VD-_0WeSyn0 diakses pada
tanggal 20 September 2016 pukul 09:22 WIB.
Akhinov, Ahmad Fajri., Desiska Puspaning Hati, Nazriati dan Heru Setyawan.
(2010). Sintesis Silika Aerogel Berbasis Abu Bagasse Dengan
Pengeringan Pada Tekanan Ambient. Seminar Rekayasa Kimia Dan
Proses 2010. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas
Diponegoro Semarang.
Anam, Choirul., Sirojudin, dan K. Sofjan Firdausi. (2007). Analisis Gugus Fungsi
Pada Sampel Uji, Bensin Dan Spiritus Menggunakan Metode
Spektroskopi FTIR. Berkala Fisika. Vol 10. No.1. 79-85.
Andaka, Ganjar. (2013). Optimasi Konsentrasi Asam Sulfat Dan Kecepatan
Pengadukan Pada Proses Hidrolisis Ampas Tebu Menjadi Furfural.
Jurnal Teknologi Technoscientia. Vol. 5. No. 2. 152-161.
Angela, Maria N.S., Arenst Andreas, dan Aditya Putranto. (2015). Sintesis
Karbon Aktif dari Kulit Salak dengan Aktivasi H3PO4 sebagai Adsorben
Larutan Zat Warna Metilen Biru. Prosiding Seminar Nasional Teknik
Kimia "Kejuangan". Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan
Sumber Daya Alam Indonesia. UPN Veteran Yogyakarta.
Anhar, Sahrul. (2006). Kandungan Magnesium Pada Biomassa Tanaman Acacia
mangium Willd dan Pada Podsolik Merah Kuning Di Hphti Pt Musi Hutan
Persada, Sumatera Selatan. Skripsi. Program Studi Budidaya Hutan
Fakultas Kehutanan IPB Bogor.
Ariningsih, Ening. (2014). Menuju Industri Tebu Bebas Limbah. Prosiding
Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-34: Pertanian-Bioindustri
Berbasis Pangan Lokal Potensial. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan
Pemerintah Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.409-419.
Aryanto, Yateman. (2009). Material Canggih; Rekayasa Materi Berbasis Sumber
Daya Alam Silika-Alumina. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Atkins, P.W. (1997). Kimia Fisika Jilid 2 Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga.
53
Brinker, C.J., dan W.J. Scherer. (1990). Sol-Gel Science: The Physics and
Chemistry of Sol Gel Processing. San Diego: Academic Press.
Buhani, Narsito, Nuryono, and Eko Sri Kunarti. (2009). Amino And MercaptoSilica Hybrid For Cd(II) Adsorption In Aqueous Solution. Indo. J. Chem
2009. 9 (2). 170 – 176.
Chen, Suhong., Jian Zhang, Chenglu Zhang, Qinyan Yue, Yan Li and Chao Li.
(2010). Equilibrium And Kinetic Studies Of Methyl Orange And Methyl
Violet Adsorption On Activated Carbon Derived From Phragmites
Australis. Desalination, 252: 149-156.
Cullity, B.D. (1992). Element Of X-Ray Diffraction. Department Of Metallurgical
Enginering And Material Science. Edisson-Wesley Publishing Company:
Inc. USA.
Hanafi S., A. dan A. Nandang R. (2010).Studi Pengaruh Bentuk Silika dari Abu
Ampas Tebu terhadap Kekuatan Produk Keramik. Jurnal Kimia
Indonesia. Vol. 5 (1).35-38.
Husin, Muhammad A. (2012). Adsorpsi Dan Desorpsi Gas Metana Pada Bejana
Bertekanan (Vessel) Dengan Kenaikan Tekanan Secara Bertahap.
Skripsi. Universitas Indonesia.
Ikhsan, J., Johnson, B.B., Wells, J.D. and Angove, M.J., (2005a). Surface
Complexation Modeling Of The Sorption Of Zn(II) By Montmorillonite.
Colloids And Surface A: Physicochemical And Engineering Aspects. 252.
33-41.
Ikhsan, J., Sulastri, S. dan Priyambodo, E. (2015a). Measurement Of Rate Of
Cation Exchange Reactions On Surface Of Silica Separated From
Lapindo Mud. International Confrence On Research, Implementation,
Education Of Mathematics And Sciences (ICRIEMS 2015). Yogyakarta:
FMIPA UNY.
Ikhsan, J., Widjajanti LFX, E. and Sunarto. (2012). Thermodinamic Parameters
On The Sorpstion Of Phosphate Ions By Montmorillonite. International
Conference Of The Indonesian Chemical Society 2012. Malang:
UNIBRAW.
Kalaphaty, U., Proctor, A., & Schultz, J. (2000). Production And Properties Of
Flexible Sodium Silicate Fils From Rice Hull Ash Silica. Bioresource
Technology. 73. 257-262.
Khopkar, S. M. (2008). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas
Indonesia Press.
Kristianingrum, Susila., Endang Dwi Siswani dan Annisa Fillaeli. (2011).
Pengaruh Jenis Asam Pada Sintesis Silika Gel Dari Abu Bagasse Dan Uji
54
Sifat Adsorptifnya Terhadap Ion Logam Tembaga (II). Prosiding
Seminar Nasional Kimia. Jurusan Pendidikan Kimia Fmipa Universitas
Negeri Yogyakarta. 281-291.
Maiwita, Fitri., Yeni Darvina dan Yulkifli. (2014). Pengaruh Variasi Komposisi
Ampas Tebu Dan Serbuk Gergaji Pada Papan Partikel Terhadap
Konduktivitas Termal. Pillar Of Physics. Vol. 1. April 2014. 41-48.
Martinez, J. R., S. Palomares-Sánchez, G. Ortega-Zarzosa, Facundo Ruiz and
Yurii Chumakov. (2006). Rietveld Refinement Of Amorphous SiO2
Prepared Via Sol–Gel Method. Material. Letters. 60 (2006). 3526-3529.
Mawarsari, Ucik., dkk. (2015). Statistik Tebu Indonesia 2015. Jakarta: Badan
Pusat Statistik Indonesia.
Misran, Erni. (2005). Industri tebu menuju zero waste industry. Jurnal Teknologi
Proses 4(2). 6-10.
Mujiyanti, Dwi Rasy., Nuryono dan Eko Sri Kunarti. (2010). Sintesis Dan
Karakterisasi Silika Gel Dari Abu Sekam Padi Yang Diimobilisasi
Dengan 3-(Trimetoksisilil)-1-Propantiol. Sains Dan Terapan Kimia. Vol.
4. No. 2 (Juli 2010). 150-167.
Musići, S., N. Filipović-Vincekovići and L. Sekovanićii. (2011). Precipitation Of
Amorphous SiO2 Particles And Their Properties. Brazilian Journal Of
Chemical Engineering. Vol. 28. No. 1. 89-94.
Nazriati, Heru Setyawan, Sugeng Winardi, Reza Arizanova, dan Enggar Eka V.
(2011). Sintesis Silika Aerogel Dengan Bahan Dasar Abu
Bagasse. Reaktor. Vol. 13. No. 4 Desember 2011. 220-224.
Nicolet, T. (2001). Introduction to Fourier Transform Infrared Spectrometry.
Thermo Nicolet Corpration.
Norsurayaa, S., H.Fazlenaa and R.Norhasyimia. (2016). Sugarcane Bagasse as a
Renewable Source of Silica to Synthesize Santa Barbara Amorphous-15
(SBA-15). Procedia Engineering. 148 (2016). 839 – 846.
Nugraha, Febrinaldo Eka. (2008). Optimasi Pemecahan Emulsi Air dalam
Pelumas Bekas Menggunakan Campuran Larutan NaCl-Etanol. Skripsi.
Program Studi Kimia FMIPA Institut Teknologi Bandung.
Nuryono, V.V.H. Susanti, dan Narsito. (2003). Kinetic Study on Adsorption of
Chromium(III) to Diatomaceous Earth Pre-treated with Sulfuric and
Hydrochloric Acids. Indo. J. Chem. 3(1). 32-38.
Oscik, J. (1982). Adsorption. New York. John Wiley & Sons.
55
Prastiyanto, Agus., Choiril Azmiyawati dan Adi Darmawan. (2008). Pengaruh
Penambahan Merkaptobenzotiazol (MBT) Terhadap Kemampuan
Adsorpsi Gel Silika Dari Kaca Pada Ion Logam Kadmium. Seminar
Tugas Akhir Skripsi. Jurusan Kimia FMIPA Universitas Diponegoro
Semarang.
Pratomo, Ilham., Sri Wardhani dan Danarpurwonugroho. (2013). Pengaruh
Teknik Ekstraksi Dan Konsentrasi HCl Dalam Ekstraksi Silika Dari
Sekam Padi Untuk Sintesis Silika Xerogel. Kimia.Studentjournal. Vol. 2.
No. 1. 358-364.
Rahchamani, J., H. Zavvar Mousavi and M. Behzad. (2011). Adsorption Of
Methyl Violet From Aqueous Solution By Polyacrylamide As An
Adsorbent: Isotherm And Kinetic Studies. Desalination, Volume 267:
256-260.
Rosalia, Riezka. (2015). Preparasi Dan Karakterisasi Keramik Silika (SiO2)
Sekam Padi Dengan Suhu Kalsinasi 800oC-1000oC. Skripsi. Jurusan Fisika
FMIPA Universitas Lampung.
Sari, Ni Ketut. (2010). Analisa Instrumentasi. Klaten: Yayasan Humaniora.
Scott, R.P.W., (1993). Silika Gel and Bonded Phases: Their Production,
Properties and Use in LC. Toronto: John Wiley & Sons.
Sekewael, Serly J., Hellna Tehubijuluw, dan Delovika R. Reawaruw. (2013).
Kajian Kinetika dan Isoterm Adsorpsi Logam Pb pada Lempung Asal
Desa Ouw Teraktivasi Garam Ammonium Nitrat. Ind. Journal Chemistry
Res.. 1. 38-46.
Sriyanti, Choiril A., dan Taslimah. (2005). Adsorpsi Kadmium (II) Pada Bahan
Hibrida Tiol-Silika Dari Abu Sekam Padi. Jurnal Sains Kimia Dan
Aplikasi. VII(2). Hlm. 1-12. Universitas Diponegoro Semarang.
Sriyanti, Taslimah, Nuryono, dan Narsito. (2005). Sintesis Bahan Hibrida AminoSilika Dari Abu Sekam Padi Melalui Proses Sol-Gel. Jurnal Sains Kimia
Dan Aplikasi. VII(1). 1-10.
Stuart, Barbara. (2004). Infrared Spectorscopy: Fundamentals And Applications.
John Wiley & Sons, Ltd.
Sulastri, Siti dan Susila Kristianingrum. (2010). Berbagai Macam Senyawa Silika:
Sintesis, Karakterisasi Dan Pemanfaatan. Prosiding Seminar Nasional
Penelitian, Pendidikan Dan Penerapan MIPA. Fakultas MIPA.
Universitas Negeri Yogyakarta.
Sulastri, Siti., Nuryono, and Indriana Kartini. (2009). Synthesis Of Sulfonate
Modified Silica From Rice Hull Ash. Proceedings Paccon 2009 (Pure
And Applied Chemistry International Conference). 218-221.
56
Supriyadi, Slamet. (2009). Status Unsur-Unsur Basa (Ca2+, Mg2+, K+ and Na+) di
Lahan Kering Madura. Agrovigor. Vol. 2. No. 1. 35-40.
Syauqiah, Isna., Mayang Amalia dan Hetty A. Kartini. (2011). Analisis Variasi
Waktu Dan Kecepatan Pengaduk Pada Proses Adsorpsi Limbah Logam
Berat Dengan Arang Aktif. Info Teknik. Volume 12. No. 1. 11-20.
Thuadaij, Nittaya and Apinon Nuntiya. (2008). Preparation of Nanosilica Powder
from Rice Husk Ash by Precipitation Method. Chiang Mai J. Sci. 35(1).
206-211.
Waseem, M., S. Mustafa, A. Naeem, K. H. Shah, Irfan Shah and Ihsan-ul-Haque.
(2009). Synthesis And Characterization Of Silica By Sol-Gel Method. J.
Pak Mater Soc. 3. 1. 19-21.
Widjajanti, Endang. (2002). Analisis Daya Adsorpsi Suatu Adsorben. Makalah
Dalam Kegiatan PPM Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta:
Jurusan Pendidikan Kimia.
Widyawati, Niken Lila dan Bambang Dwi Argo. (2014). Pemanfaatan Microwave
Dalam Proses Pretreatment Degradasi Lignin Ampas Tebu (Bagasse)
Pada Produksi Bioetanol. Jurnal Teknologi Pertanian. Vol. 15 No. 1. 1-6
Yoseva, Patricia Lucky, Akmal Muchtar, dan Halida Sophia. (2015). Pemanfaatan
Limbah Ampas Tebu Sebagai Adsorben Untuk Peningkatan Kualitas Air
Gambut. JOM FMIPA. Volume 2. No.1 Februari 2015. 56-62.
Yusuf, Maulana., Dede Suhendar dan Eko Prabowo Hadisantoso. (2014). Studi
Karakteristik Silika Gel Hasil Sintesis Dari Abu Ampas Tebu Dengan
Variasi Konsentrasi Asam Klorida. Jurnal ISTEK. Volume VIII. No. 1.
16-28.
Yusuf, Moh. Ashari dan Siti Tjahjani. (2013). Adsorpsi Ion Cr(VI) Oleh Arang
Aktif Sekam Padi Adsorption Ions of Cr (VI) by Active Rice Husk
Charcoal. UNESA Journal of Chemistry. Vol. 2. No. 1. 84-88.
Zhuravlev, L. T. (2000). The Surface Chemistry Of Amophous Silica. Zhuravlev
Model, Colloids And Surfaces. A: Physicochemical And Engineering
Aspects. 173. 1-38.
57
LAMPIRAN
58
Lampiran 1
Perhitungan untuk sintesis silika gel dari bagasse tebu
1. Larutan NaOH 1 M
Larutan NaOH 1 M dibuat cara melarutkan 10 gram kristal NaOH
dengan aquades dan diencerkan dalam labu takar 250 ml.
Penimbangan kristal NaOH berdasarkan pada perhitungan berikut:
M
1M
0,25 mol
Massa kristal NaOH
Massa kristal NaOH
= 0,25 mol x 40
= 10 gram
2. Larutan HCl 1 M
Larutan HCl 1 M dibuat dengan cara mengencerkan larutan HCl 5 M
sebanyak 100 mL dengan aquades di dalam labu takar 500 mL.
Pengambilan volume larutan HCl 5 M berdasarkan persamaan pengenceran
berikut:
V1 . M1 = V2 . M2
V1. 5 M = 500 mL . 1 M
V1
V1 = 100 mL
59
Lampiran 2
Hasil Karakterisasi FTIR dan XRD silika Gel
1. Spektrum FTIR Silika Gel
Mon Feb 15 11:19:13 2016 (GMT+07:00)
40
35
799,06
1639,88
20
15
4000
3500
1097,43
5
3472,39
10
465,57
25
2361,93
%Transmittance
30
3000
2500
2000
Wavenumbers (cm-1)
Collection time: Mon Feb 15 10:02:20 2016 (GMT+07:00)
Mon Feb 15 11:19:12 2016 (GMT+07:00)
FIND PEAKS:
Spectrum: *Silika Gel dari Bagasse Tebu
Region: 4000,00
400,00
Absolute threshold: 40,946
Sensitivity: 50
Peak list:
Position: 3472,39 Intensity:
6,473
Position: 1097,43 Intensity:
10,169
Position: 465,57 Intensity:
15,113
Position: 1639,88 Intensity:
20,667
Position: 2361,93 Intensity:
24,141
Position: 799,06 Intensity:
29,896
60
1500
1000
500
2. Difraktogram XRD Silika Gel
61
Lampiran 3
Perhitungan untuk pembuatan larutan eksperimen adsorpsi
1. Larutan induk Mg2+ 0,1 M
Pembuatan larutan induk Mg2+ 0,1 M dengan melarutkan 2,5640 gram dalam
aquademineralisata dan diencerkan hingga tanda batas dengan labu takar 100
mL.
Konsentrasi larutan induk Mg2+ 0,1 M sebagai berikut:
Larutan Mg2+ 0,1 M
berarti dalam 1000 mL larutan terdapat 0,1 mol
Mg2+sehingga,
Massa Mg2+= 0,1 mol x Ar Mg
Massa Mg2+ = 0,1 mol x 24,305
Massa Mg2+ = 2,4305 gram
Massa Mg(NO3)2.6H2O yang diperlukan untuk membuat 1000 ml adalah:
Massa Mg(NO3)2.6H2O
Massa Mg(NO3)2.6H2O
Massa Mg(NO3)2.6H2O = 25,6403 gram
Massa Mg(NO3)2.6H2O untuk membuat larutan sebanyak 100 ml adalah
2,5640 gram.
2. Larutan Mg2+ 0,0002 M sebagai stok
Larutan Mg2+ 0,0002 M dibuat dengan cara mengencerkan larutan baku
Mg2+ 0,001 M sebanyak 10 mL ke dalam labu takar 50 mL, kemudian
diencerkan dengan aquademineralisata hingga tanda batas.
M1 . V1
= M2 . V2
0,001 M . V1 = 0,0002M . 50 mL
V1 = 10 mL
62
3. Larutan standar Mg2+
Pembuatan larutan standar Mg2+ dilakukan dengan mengencerkan larutan
stok Mg2+ 0,0002 dengan volume 1 mL, 2 mL, 3 mL, 4 mL, 5 mL dan 6 mL.
Konsentrasi untuk larutan adalah 2 x 10-5 M; 4 x 10-5 M; 6 x 10-5 M; 8 x
10-5 M; 1 x 10-4 M dan 1,2 x 10-4 M sebanyak 10 mL, dengan menggunakan
persamaan
.
Dengan:
=
.
= volume larutan sebelum pengenceran
= konsentrasi larutan sebelum pengeceran
= volume larutan setelah pengenceran
= konsentrasi larutan setelah pengenceran
Berikut adalah contoh perhitungan larutan standar dengan volume 1 mL.
.
=
.
1 mL . 0,0002 M = 10 mL .
=
= 0,00002 M
Perhitungan ini dilakukan juga untuk volume 2 mL, 3 ml, 4 mL, 5 mL dan
6 mL sehingga konsentrasi larutan standar nitrat adalah ; 4 x 10 -5 M; 6 x 10-5
M; 8 x 10-5 M; 1 x 10-4 M dan 1,2 x 10-4 M.
63
Lampiran 4
Analisa Adsorpsi dengan Spektrofotometer Serapan Atom
1. Adsorpsi Kation Mg2+ oleh Silika Gel Variasi Waktu Silika Gel
64
65
Lampiran 5
Pembuatan kurva larutan standar Mg2+
Data konsntrasi dan absorbansi larutan standar Mg2+
Konsentrasi (mM) Absorbansi
0,02
0,7867
0,04
1,1769
0,06
1,1083
0,08
1,7055
0,1
1,8016
0,12
1,9699
2,0
1,8
Absorbansi
1,6
y=11,98186x-0,58609
r=0,96165
1,4
1,2
1,0
0,8
0,6
0,02
0,04
0,06
0,08
Konsentrasi (mM)
66
0,10
0,12
Lampiran 6
Data dan perhitungan untuk pengaruh variasi waktu kontak pada eksperimen
adsorpsi kation Mg2+ oleh silika gel
Pada eksperimen adsorpsi variasi waktu kontak, variasi waktu kontak yang
digunakan adalah 5 menit, 20 menit, 30 menit, 1 jam, 2 jam, 3 jam, 24 jam, 48
jam, dan 72 jam. Adsorpsi dilakukan pada kondisi pH 5.
Data absorbansi pada pengaruh waktu kontak
Absorbansi
Waktu (menit)
Silika gel
0
5
20
30
60
120
180
1440
2880
4320
2,1075
2,0898
2,1028
2,0923
2,0961
2,0968
2,0791
2,0888
2,0685
2,0611
Untuk waktu kontak 5 menit pada silika gel
Konsentrasi awal = 0,00012697 M (dari pengukuran)
Volume awal = 200 mL
Absorbasi pengikatan = 2,0898
1. Perhitungan konsentrasi sisa Mg2+ secara eksperimen
Y = 11,982X + 0,58609
2, 0898= 11,982X + 0,58609
X=
X = 0,1255 mM
X = 0,0001255 M
67
2. Perhitungan % Mg2+ terikat secara eksperimen
% terikat =
x 100%
% terikat =
x 100%
% terikat = 3,63431%
3. Perhitungan model kinetika adsorpsi Lagergren Pseudo-First- Order
log ( –
) = log ( ) –
t
Garis regresi linier yang diperoleh adalah
y = -1,55101E-4x + 0,39881
nilai
perhitungan dapat ditentukan dari nilai intersep (a)
a = log
0,39881 = log
= 100,39881
= 2,5050
nilai k dapat ditentukan dari nilai slope (b)
b=
0,000155101 =
k1 = 0,0003572
b. Perhitungan model kinetika adsorpsi Lagergren Pseudo-Second-Order
=
+
t
Garis regresi linier yang diperoleh adalah
y = 0,20134x + 18,00866
nilai
perhitungan ditentukan dari harga slope (b)
b
=
68
0,20134 =
= 4,9667
nilai k ditentukan dari harga intersep (a)
a
=
18,00866 =
k2=4,96672
Grafik Pseudo-First-Order Pengikatan Kation Mg2+
0
1000
2000
3000
4000
0,6
log(qe-qt)
0,4
y=-1,55101E-4x+0,39881
r=0,76372
0,2
0,0
-0,2
-0,4
waktu (menit)
69
5000
Grafik Pseudo-Second-Order Pengikatan Kation Mg2+
1000
800
t/qt
600
y=0,20134x+18,00866
r=0,99702
400
200
0
0
1000
2000
3000
waktu (menit)
70
4000
5000
Hasil Perhitungan Adsorpsi Kation Mg2+ oleh Silika Gel pada Variasi Waktu kontak
Waktu
Volume
Kontak
Absorbansi Suspensi
(menit)
(mL)
Konsentrasi Konsentrasi
awal (M)
sisa (M)
% terikat
qt
0,000127
qe
qe-qt
log (qe-qt)
t/qt
0
2,1075
200
5,056535
5
2,0898
195
0,000125
3,63431
0,923537
4,132998
0,616265
5,413966
20
2,1028
190
0,000127
5,293478 1,311576
3,744959
0,573447
15,24883
30
2,0923
185
0,000126
8,424143 2,033825
3,02271
0,480397
14,75053
60
2,0961
180
0,000126
10,67437 2,509379
2,547156
0,406056
23,91029
120
2,0968
175
0,000126
13,11538 3,000027
2,056509
0,313131
39,99965
180
2,0791
170
0,000125
16,58669 3,688846
1,36769
0,135988
48,79575
1440
2,0888
165
0,000125
18,51403 4,000053
1,056482
0,023862
359,9952
2880
2,0685
160
0,000124
22,05073 4,624323
0,432212
-0,3643
622,7938
4320
2,0611
155
0,000123
24,8636
0
0
854,3399
71
5,056535
Lampiran 7
Skema Penelitian
1. Preparasi Bagasse Tebu
Bagasse Tebu
Dijemur
Dibakar
Sampel dikalsinasi
Ditumbuk dan diayak
Diperoleh abu bagasse tebu halus
berwarna abu-abu
72
500oC selama 5 jam
2. Pembuatan Natrium Silikat
20 gram Abu
bagasse Tebu
1 L HCl 0,1 M
Toples
Diaduk dengan magnetic stirrer selama 2 jam
Didiamkan selama semalam
Disaring dan dicuci hingga pH netral serta bebas ion Cl
Residu
Filtrat
Dikeringkan pada suhu 80oC
6 gram Abu hasil perendaman
Dipanaskan dan diaduk dengan
magnenetic stirrer suhu 90 oC selama
1 jam
Disaring dengan Whatman
no. 42
Filtrat
Larutan Natrium
Silikat
Residu
73
200 ml NaOH 1 M
3. Sintesis Silika Gel (SG)
HCl 1 M
tetes demi tetes
Larutan Na2SiO3
Diaduk dengan magnetic stirrer hingga pH 7 dan terbentuk gel
Didiamkan selama 18 jam
Diaduk selama
15 menit
Ditambahkan 20 ml aquades
Disaring dengan Whatman no. 42
Hidrogel
silika
Dikeringkan pada suhu 80oC
selama 5 jam
Silika Gel
Karakterisasi FTIR dan XRD
74
Filtrat
4. Eksperimen Adsorpsi Variasi Waktu Kontak
0,2 gram SG
Erlenmeyer
pH 7
200 mL Mg2+
0,001 M
Diaduk dengan shaker
Setelah waktu teramati 5, 20, 30, 60,
120, 180, 1440, 2880, dan 4320 menit
5 mL diambil
Centrifuge
Sampel dianalisis dengan
spektrofotometer serapan atom (SSA)
75
Lampiran 8
Dokumentasi Penelitian
Sintesis natrium silikat
Memisahkan residu dan filtrat natrium
silikat
Abu bagasse tebu
Pembuatan silika gel
Residu abu bagasse tebu
Hidrogel silika
76
Download