1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang-undang nomor 23 pasal 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak menyatakan bahwa pemerintah wajib memenuhi hak-hak anak, yaitu
tentang kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangannya serta
perlindungan demi kepentingan terbaik anak. Seluruh komponen bangsa, baik
pemerintah, legislatif, swasta dan masyarakat bertanggung jawab dalam
pemenuhan hak-hak tersebut (Salgueiro et al., 2002; Departemen Kesehatan,
2005).
Salah satu hak anak yang berhubungan dengan pertumbuhan dan
perkembangan anak adalah mendapatkan status gizi baik karena status gizi
merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia (WHO, 2010).
Anak dengan status gizi baik akan memiliki daya tahan tubuh yang lebih kuat,
kemampuan belajar yang lebih baik, serta produktivitas kerja yang lebih tinggi di
masa yang akan datang (Ebot, 2010). Sebaliknya anak dengan status gizi
kurang akan berdampak pada rendahnya Indeks Pembangunan Kesehatan
Masyarakat (IPKM) dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang merupakan
indikator daya saing bangsa secara global (Hadi, 2005; WHO, 2010).
Mengacu pada kesepakatan Internasional Millenium Development Goals
(MDGs) dan Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi (RAN-PG), salah satu
masalah gizi serius yang memerlukan perhatian khusus adalah penurunan
prevalensi anak stunted yaitu anak yang memiliki indeks TB/U < -2 SD menjadi
32 % dari 36-40 % (Atmarita, 2012; Bapenas, 2011; Kemenkes, 2010). Rerata
2
prevalensi stunted secara nasional pada tahun 2010 adalah 35,6%, di Provinsi
Sumatera Barat pada tahun 2010 sebesar 39,1%, lebih tinggi dari pada tahun
2007 yaitu sebesar 36,2 %. Di Kabupaten Solok prevalensi anak stunted 36,2
% pada tahun 2007, pada tahun 2010 naik menjadi 40,39 % lebih tinggi dari
rerata provinsi Sumatera Barat (Balitbangkes, 2007, 2010; Dinas Kesehatan
Kabupaten Solok, 2008; Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat, 2012), hal
ini menggambarkan belum efektifnya program penanggulangan anak stunted
yang sudah dilaksanakan.
Prevalensi anak stunted ini ada kecendrungan meningkat sejalan
dengan bertambahnya umur, yaitu umur 0-11 bulan 27%, umur 12-23 bulan
40,5%, dan pada umur lebih 24-59 bulan 41-43.6%. Gambaran ini
mencerminkan proses kegagalan tumbuh kembang sudah tidak baik semenjak
masih dalam kandungan. Gagal tumbuh pada suatu umur merupakan prediktor
terjadinya gagal tumbuh pada umur-umur berikutnya (Kusharisupeni, 2002;
Atmarita, 2010; Ruel and Hodinot, 2008).
Kegagalan
pertumbuhan
(growth
faltering)
yang
mengakibatkan
terjadinya stunted , pada umumnya terjadi dalam periode yang singkat yaitu
sebelum lahir hingga kurang lebih umur 3 tahun, namun mempunyai
konsekuensi yang serius dikemudian hari (Ruel and Hodinot, 2008). Seorang
anak stunted kelak akan menjadi orang dewasa yang stunted juga dengan
akibat mempunyai risiko tinggi untuk menderita penyakit sindrom metabolik
seperti obesitas, hipertensi, dan diabetes mellitus (Martins et al.,2011; Hoffman
et al.,2000), sehingga berdampak kepada tingginya angka kesakitan dan
kematian, produksi kerja yang kurang hingga mempengaruhi status ekonomi
(Martins et al.,2011; Kimani-Murage et al.,2010).
3
Anak yang menderita stunted berat tidak hanya berdampak pada fisik
yang lebih pendek saja, tapi berlanjut pada perkembangan fungsi kognitif yang
tidak maksimal (Golden, 2009; Grantham-McGregor et al.,2007; Gibson et
al.,2007). Anak yang mengalami stunted pada usia 2-3 tahun pertama awal
kehidupan, akan mengalami defisit kemampuan kognitif pada saat anak
tersebut berusia 8-11 tahun. Mereka mempunyai skor tes kognitif yang
signifikan lebih rendah dari pada anak non-stunted terutama bila severe stunted
(Costello, 2009; Gibson et al.,2007; Liu et al.,2003).
Stunted
merupakan gangguan pertumbuhan linear yang merupakan
manifestasi akibat lebih lanjut dari tingginya angka kurang gizi pada masa balita
dan tidak adanya pencapaian tumbuh kejar (catch-up growth) yang sempurna
hingga masa berikutnya (Gibson et al., 2007; Hadi, 2005b). Gangguan
pertumbuhan linear disebabkan oleh kekurangan zat gizi makro seperti protein
dan energi, tetapi
penelitian terbaru lebih terkonsentrasi pada defisiensi
tunggal atau gabungan zat gizi mikro seperti zink, zat besi, dan vitamin A (Berry
et al., 2010; Ejaz & Latif, 2010; Ramakrishnan et al., 2009; Ferrari, 2002).
Konsekuensi defisiensi zink selama masa anak-anak sangat berbahaya
karena dapat mengganggu pertumbuhan anak (Brown et al.,2007). Defisiensi
zink dikaitkan dengan gangguan pertumbuhan linear atau stunted, rendahnya
kekebalan tubuh terhadap infeksi sehingga meningkatkan risiko diare serta
infeksi saluran nafas dan gangguan kompetensi kognitif (Jimenez-Moran et
al.,2013; Gibson et al.,2007; Kaji and Nishi, 2006; Salgueiro et al.,2002a). Hasil
studi meta-analisis dari tiga puluh empat penelitian berbasis masyarakat di
berbagai belahan dunia menunjukkan defisiensi zink berhubungan secara
4
signifikan dengan gangguan pertumbuhan linear atau stunted (Jimenez-Moran
et al.,2013; Golden, 2009; Hoffman et al.,2000b).
Proses stunted
sudah berlangsung lama, lebih tepatnya dikatakan
kekurangan gizi yang berlangsung terus menerus. Lebih awal anak
teridentifikasi stunted, lebih mudah, lebih cepat dan lebih efektif terapinya
(Golden, 2009; Gibson et al.,2007). Anak-anak usia lebih muda mempunyai
potensi lebih baik dalam tumbuh kejar tinggi badan (TB) 2-4 kali pencapaian
tinggi badan normal untuk usianya dibanding usia anak yang lebih tua. Anak
stunted usia < 1 tahun bisa mencapai TB/U 1 z skor unit selama 2-4 minggu,
anak severe stunted berat (-3 z skor) berusia 6 bulan bisa kembali normal TB/U
nya (0 z skor) selama 6 minggu dan seorang anak stunted usia > 12 bulan
dapat mengejar z skor 1 unit dalam waktu 3 minggu – 2 bulan (Golden, 2009).
Tumbuh kejar tinggi yang optimal pada anak stunted
dapat dicapai
dengan mempercepat pertumbuhan tulang diatas pertumbuhan normal sesuai
usia anak, untuk ini diperlukan peningkatan kuantitas dan kualitas makanan
dengan pemberian zat gizi khusus yang berpotensi dan dibutuhkan dalam
jumlah lebih tinggi untuk pertumbuhan jaringan tulang (Golden, 2009;
Thurnham, 2013). Suplementasi
untuk pencegahan terjadinya stunted
dilakukan dengan perubahan dan perbaikan kualitas makanan anak yang
dilakukan secara aktif dan berkelanjutan selama 2-3 tahun pertama kehidupan
dimulai sejak kelahiran (Collins et al., 2006; Golden, 2009). Salah satu zat gizi
khusus yang berpotensi untuk mempercepat pertumbuhan jaringan tulang
adalah zink (Abrams, 2011; Qin et al.,2009; Golden, 2009; Kenneth H Brown et
al.,2007; Merialdi et al.,2004; Salgueiro et al.,2002b).
5
Asupan zink makanan yang tidak cukup, merupakan salah satu
penyebab terjadinya defisiensi zink dan merupakan masalah kesehatan penting
di negara berkembang (Abram, 2011; Gibson et al., 2007; Hambidge & Krebs,
2007). Prevalensi defisiensi zink pada balita menurut hasil survey nasional
tahun 2006 sebesar 36,1% (Taufiqurrahman et al.,2009). Hasil penelitian Pusat
Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Gizi dan Direktorat Gizi di 7
provinsi menunjukkan prevalensi defisiensi zink ( kadar zink serum < 70 µg/dl)
berkisar 7,96 % sampai 44,74 % (Susilowati, 2009)
Mengingat tingginya prevalensi defisiensi zat gizi tertentu serta efek
negatifnya, maka suplementasi zink pada anak-anak akan sangat bermanfaat,
khususnya karena secara praktis sulit untuk meningkatkan zat gizi yang
adekuat dari pola makan bayi yang ada selama ini (Allen, et al., 2006; Brown &
Lo, 2007). Suplementasi zink menjadi kunci untuk mengatasi defisiensi zink
selama masa pertumbuhan, karena zink merupakan komponen logam instrinsik
yang mengaktifkan lebih dari 100 sistem enzim penting yang berperan dalam
eksperesi gen, sintesis DNA, RNA dan pembelahan sel,
regulasi nukleo
protein, pertumbuhan tulang, fungsi endokrin, respon imun dan fungsi kognitif
anak
(Davis & Stokoe, 2010; Hotz & H.Brown, 2004; Salgueiro et al., 2002).
Konsumsi setiap hari akan lebih berguna secara fisiologis daripada dosis yang
berlebihan tetapi pada satu waktu saja (Salgueiro et al., 2002).
Suplemen zink dalam bentuk sirup yang dicampur kedalam minuman
dengan dosis bervariasi antara 20 mg /dl selama lebih kurang 24 minggu
mempunyai efek terhadap peningkatan tinggi badan anak terutama pada anak
yang usianya lebih muda (Brown, 2003; Hotz & Brown, 2004). Sebuah meta
analisis dari 36 studi dinegara berkembang menilai efek suplementasi zink pada
6
pertumbuhan linear pada anak-anak <5 tahun bahwa suplemen zink dosis 10
mg/hari dalam bentuk tunggal selama 24 minggu memiliki efek positif yang
signifikan terhadap pertumbuhan linear yaitu menyebabkan peningkatan nyata
panjang tulang sekitar 0,37 (± 0,25) cm pada kelompok yang diberikan
suplementasi zink, dibandingkan dengan placebo terutama bila diberikan dalam
bentuk tunggal (Imdad and Bhutta, 2011).
Defisiensi zink pada bayi dan anak berkaitan dengan MP-ASI yang tidak
mengandung zink dalam jumlah yang cukup (Abrams, 2011, Brown and Hess,
2009). Kebutuhan zink bayi umur 12-36 bulan lebih kurang 2,8 mg/hari, 84-89%
harus diambilkan dari makanan padat. Kebutuhan zink yang dianjurkan
Recommended Dietary Allowances (RDA) pada anak umur 1-3 menurut
International Zink Nutrition Consultatif Group atau IZiNCG adalah 3 mg/hari dari
diet vegetarian dan 3 mg/hari dari diet hewani (Hotz & Brown, 2004).
Berdasarkan rerata asupan ASI untuk bayi 6-9 bulan, untuk memenuhi
kebutuhan zink per hari dibutuhkan 50-70 g hati/daging atau 40 g ikan segar
(Golden, 2009; Kattelmann, 2001).
Bahan makanan sumber zink seperti daging dan hati cenderung mahal ,
karena itu perlu suatu inovasi baru dengan memanfaatkan bahan pangan lokal
lain yang mengandung zink dalam jumlah yang tinggi untuk suplementasi
sehingga kebutuhan zink anak terpenuhi (Golden, 2009; Kattelmann, 2001).
Pemanfaatan bahan pangan lokal dalam program penanggulangan masalah
gizi kurang tidak hanya berupa pemberian MP-ASI, tapi dapat juga diberikan
dalam bentuk makanan tambahan (supplementary food) sebagai upaya
percepatan penanggulangan masalah anak stunted (Akhtar, 2013, Sharma et
al., 2013, Prasad, 2010, Susilowati, 2009)
7
Kriteria yang harus diperhatikan dalam pemanfaatan bahan pangan
lokal sebagai suplementasi adalah harus memiliki nilai suplementasi yang baik,
yaitu mempunyai nilai gizi yang dipersyaratkan dan aman dikonsumsi, sesuai
dengan kemampuan pencernaan anak, mempunyai keawetan yang tinggi,
mudah diproduksi, disimpan dan didistribusikan, harganya relatif murah, serta
harus dibentuk sedemikian rupa sehingga dapat diterima oleh ibu dan anak
serta masyarakat (Gibson, 2012; Anderson et al., 2008).
Bahan pangan lokal yang dihasilkan di Sumatera Barat, yang
memenuhi syarat untuk digunakan sebagai suplementasi zink pada anak
stunted, dengan harga yang murah dan mudah diperoleh, diantaranya adalah
ikan Bilih (Mystacoleucus-padangensis). Ikan ini adalah ikan spesifik dan
endemik yang ada di Danau Singakarak Kabupaten Solok dan Danau Maninjau
Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat (Arsil, 2008; BPS Sumbar, 2009).
Keunggulan utama ikan bilih dibanding ikan lain adalah kandungan zink
nya yang tinggi yaitu sebanyak 173,29 ppm atau setara dengan 17,329
mg/100g (Yuniritha, 2012). Kandungan zink dalam ikan bilih ini jauh lebih tinggi
dibanding kandungan zink dari bahan pangan hewani seperti hati sapi/unggas
4,2-6,1 mg/100 g dan daging sapi 2,9-4,7 mg/100 g (Hotz & H.Brown, 2004).
Keunggulan ikan bilih lainnya adalah kandungan zat gizi yang lengkap seperti
protein, kalsium, dan vitamin, mudah didapat dan harganya relatif murah.
Melihat beberapa keunggulan ikan bilih ini, memungkinkan ikan bilih sangat
potensial untuk digunakan sebagai bahan pangan lokal yang memenuhi syarat
untuk digunakan sebagai suplementasi zink pada anak stunted di Sumatera
Barat.
8
Optimalisasi penanggulangan masalah stunted pada anak batita
sebaiknya mempertimbangkan aspek defisiensi zat gizi, manfaat kesehatan,
daya terima, nilai ekonomi, daya tahan dan keunggulan sumberdaya pangan
lokal. Suatu solusi yang inovatif dan tepat untuk menanggulangi masalah
tersebut sangat diperlukan, agar semua anak batita stunted
dapat tumbuh
kembang secara optimal dan menjadi manusia berkualitas dan berguna bagi
nusa dan bangsa. Suplementasi zink dari ekstrak ikan bilih (M-padangensis)
sebagai bahan pangan lokal berkualitas, merupakan salah satu solusi yang
perlu
dikaji
efikasinya
untuk
meningkatkan
perkembangan kognitif anak batita. Mengkaji
pertumbuhan
fisik
dan
latar berlakang yang telah
diuraikan di atas, diperlukan suatu penelitian yang komprehensif, berupa suatu
suplementasi
zink
dari
ekstrak
ikan
bilih
(M-padangensis)
untuk
mengoptimalkan pertumbuhan fisik dan perkembangan anak stunted di
Sumatera Barat.
B. Masalah
Kejadian anak stunted
merupakan gambaran yang jelas dari tidak
berlangsungnya efektivitas pembangunan manusia yang terjadi di tingkat
masyarakat
sebagai
bentuk suplementasi
target
dari
program.
Seharusnya
sudah
banyak
yang sebenarnya layak dan berhasil guna dapat
meningkatkan status gizi ibu dan anak, akan tetapi pada kenyataannya belum
berhasil merubah situasi kronis yang terjadi di Indonesia. Hal ini terlihat dari
peningkatan prevalensi anak stunted dari tahun ke tahun (Atmarita, 2005, 2012;
Balitbangkes, 2008, 2010; Departemen Kesehatan, 2005).
Besarnya masalah anak stunted di Indonesia khususnya di Sumatera
Barat, dapat mempengaruhi pertumbuhan, daya tahan terhadap infeksi dan
9
perkembagan anak. Apabila tidak dapat diatasi sampai anak berusia 2-3 tahun
maka stunted
tidak dapat dicegah dan akan berdampak terhadap kualitas
sumber daya manusia di masa yang akan datang (Golden, 2009; Liu, et al.,
2003).
Upaya penanggulangan anak stunted berbasis pangan yang banyak
dilakukan adalah dengan pemberian makanan tambahan
(PMT) berupa
makanan selingan namun belum optimal menurunkan prevalensi anak stunted
(Hamam Hadi 2005; WHO, 2007). Pengadaan PMT masih mengutamakan
kandungan zat gizi makro tanpa mempertimbangkan adanya defisiensi zat gizi
khusus seperti defisiensi zink pada anak stunted. Selama ini belum ada
penelitian yang memberikan suplemen zink yang berasal dari zink organik,
yang sudah dilakukan berupa suplementasi zink dari bahan an organik yang
pemberiannya dikombinasi dengan Fe, vitamin A, dan beberapa zat gizi mikro
lain (Abram, 2011; Hotz & H.Brown, 2004; Salgueiro et al., 2002).
Penggunaaan zink dari bahan pangan lokal sebagai bahan baku untuk
suplementasi zink belum pernah digali dan dikembangkan sebagai upaya
percepatan penanggulangan masalah anak stunted. Ditinjau dari perspektif
ketahanan pangan yang berkelanjutan (suistainable), makanan alternatif
berbasis potensi pangan lokal merupakan sumberdaya pangan daerah (lokal)
yang mempunyai keunggulan komparatif ditinjau dari sisi agro-sosioekonomi
dan gizi-kesehatan (Bappenas, 2010; Harijono, 2002).
Salah satu bahan pangan lokal yang mempunyai keunggulan ditinjau
dari sisi agro-sosioekonomi dan gizi-kesehatan adalah ikan bilih (Mpadangensis) karena kadar zink yang sangat tinggi dibanding bahan pangan
lain baik hewani maupun nabati, sehingga sangat potensial bila digunakan
10
sebagai suplementasi untuk mengatasi defisiensi zink pada anak stunted.
Sampai saat ini belum ada penelitian yang menggunakan ikan bilih (Mpadangensis) sebagai bahan pangan dasar untuk makanan tambahan anak
usia 12-36 bulan atau pun sebagai bahan baku suplementasi defisiensi zat gizi
pada anak stunted. Mengkaji ringkasan masalah yang telah diuraikan, dapat
dirumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut.
1.
Bagaimanakah efikasi suplementasi zink dari ekstrak ikan bilih (Mpadangensis) terhadap pertumbuhan fisik: tinggi badan atau panjang
badan (TB atau PB), panjang lutut-tumit (PLT), status stunted (nilai z-score
indeks TB/U) anak stunted
2.
Bagaimanakah
efikasi
usia 12-36 bulan?
suplementasi
zink
dari
ekstrak
ikan
bilih
(M-padangensis) terhadap penurunan morbiditas (kejadian) penyakit
Infeksi saluran pernafasan (ISP) dan diare anak stunted
usia 12-36
bulan?
3.
Bagaimanakah
efikasi
suplementasi
zink
dari
ekstrak
(M-padangensis) terhadap perkembangan anak stunted
ikan
bilih
usia 12-36
bulan?
C. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menguji efikasi ekstrak ikan
bilih (M-padangensis) sebagai suplementasi zink dari bahan pangan lokal yang
memenuhi syarat untuk peningkatan pertumbuhan dan perkembangan optimal
anak stunted usia 12-36 bulan. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :
11
1.
Mengetahui efikasi suplementasi zink dari ekstrak ikan bilih (Mpadangensis) terhadap pertumbuhan fisik: panjang badan atau tinggi
badan (TB atau PB), panjang lutut-tumit (PLT), dan status stunted (nilai zscore indeks TB/U) anak stunted usia12-36 bulan.
2.
Mengetahui efikasi suplementasi zink dari ekstrak ikan bilih (Mpadangensis) terhadap penurunan morbiditas (kejadian) penyakit Infeksi
Saluran Pernafasan (ISP) dan diare anak stunted
3.
usia 12-36 bulan.
Mengetahui efikasi suplementasi zink dari ekstrak ikan bilih terhadap
perkembangan anak stunted usia 12-36 bulan.
D. Keaslian Penelitian
Berdasarkan studi literatur yang peneliti telusuri, belum dijumpai
penelitian yang sama seperti penelitian yang peneliti laksanakan. Pada Tabel 1
dijabarkan keaslian penelitian ini apabila dibandingkan dengan penelitian
sebelumnya.
Tabel 1. Keaslian penelitian: perbandingan dengan penelitian sebelumnya
Peneliti dan Judul Penelitian
Persamaan
Perbedaan
1
Riyadi, (2002).
Pengaruh Suplemen zink
(Zn) dan besi (Fe) terhadap
status anemia, status zink
dan pertumbuhan anak usia
12-36 bulan.
Penelitian dengan desain
double blind randomized
controlled trial. Subjek
anak usia 12-36 bulan.
Suplementasi berupa zink
sulfat + fero sulfat dalam
bentuk kapsul.
2
Merialdi et al.,(2004)
Randomized controlled trial
of prenatal zinc
supplementation and fetal
bone growth.
Penelitian dengan desain
randomized controlled trial
di sebuah desa.
Efek suplementasi zink
Suplementasi 25 mg zink
sulfat + 60 mg Fe (fero
sulfat) perhari.
Subjek wanita hamil usia
kehamilan 10-16 minggu.
3
Lind et al., (2004)
A community-based
randomized controlled trial of
iron and zinc
supplementation in
Indonesian infants
Penelitian dengan Desain
Randomized controlled trial
Efek suplementasi zink
terhadap pertumbuhan
(antropometri: TB, dan
panjang lutut-tumit), dan
perkembangan psikomotor.
Suplementasi dibagi 3
kelompok: 1).10 mg fero
sulfat. 2).10 mg zink sulfat
+ 10 mg fero sulfat. 3). 10
mg zink sulfat.
Subjek anak usia di bawah
lima tahun (balita)
12
Lanjutan Tabel 1. Keaslian penelitian
Peneliti dan Judul Penelitian
Persamaan
Perbedaan
4
Kenneth H Brown & Lo,
(2007)
Comparison of the effects of
zinc delivered in a fortified
food or a liquid supplement
on the growth , morbidity ,
and
plasma
zinc
concentrations of young
Peruvian children
Efek suplementasi zink
terhadap pertumbuhan dan
morbiditas anak stunted
Subjek penelitian anak usia
dini usia 5-7 bulan.
Suplementasi
dengan
memberikan
minuman
yang mengandung zink
atau bubur sereal yang
diperkaya zink selama 3-6
bulan
5
Dijkhuizen et al., (2008)
Community and International
Nutrition Effects of Iron and
Zinc Supplementation in
Indonesian Infants on
Micronutrient Status and
Growth.
Penelitian dengan desain
randomized, placebocontrolled, double-blind
trials.
Efek suplementasi zink
pada pertumbuhan bayi.
Suplemen zink 10 mg/hr
dan besi 10 mg/ hr selama
6 bulan.
Subjek penelitian bayi
umur 4-6 bulan.
6
Fahmida et al.,(2007)
Zinc-iron, but not zinc-alone
supplementation, increased
lineargrowth of stunted
infants with low haemoglobin
Efek suplementasi zink
pada pertumbuhan
linearanak stunted.
Dosis suplementasi zink 10
mg perhari.
Suplementasi dibagi dalam
3 kelompok, zink dan Fe
masing-masing 10 mg +
1000 IU Vit.A dan placebo
selama 6 bulan
7
Masoodpoor & Darakshan,
(2008).
Impact of Zinc
Supplementation on Growth
Penelitian dengan desain
randomized controlled trial
double-blind.
Suplementasi 10 mg zink
perhari pada anak stunted.
Subjek penelitian anak
sekolah usia 7-12 tahun.
8
Mozaffari-Khosravi et al.,
(2009).
Effects of zinc
supplementation on physical
growth in 2-5 year-old
children.
Penelitian dengan desain
Randomized controlled
trial.
Efek suplementasi zink
pada pertumbuhan linear
anak stunted.
Suplementasi zink 5 mg/hr
selama 11 bulan
Subjek penelitian anak usia
2–5 tahun.
9
Chhagan et al.,(2009). Effect
on longitudinal growth and
anemia of zinc or multiple
micronutrients added to
vitamin A : a randomized
controlled trial in children
aged 6-24 months.
Penelitian dengan desain
randomized controlled trial
double-blinded.
Efek suplementasi zink
pada pertumbuhan anak.
Suplementasi multi
mikronutrisi + Vitamin A
dan zink selama 18 bulan
10
Islam et al.,(2010)
Effect of Oral Zinc
Supplementation on the
Growth of Preterm Infants ,
Penelitian dengan desain
Randomized controlled trial
tentang efek suplementasi
zink pada pertumbuhan
anak.
Suplementasi zink dengan
dosis 2 mg/kg/hr selama 6
minggu bersamaan dengan
multivitamin.
Subjek penelitian bayi
prematur
13
Kebaruan penelitian ini dapat dilihat dari:
1. Suplementasi zink diberikan berupa sirup dari ekstrak ikan bilih, bahan
pangan lokal yang mengandung kadar zink sesuai dengan yang
dipersyaratkan.
Penelitian sebelumnya diberikan dalam bentuk tablet,
kapsul atau bubuk yang di suplemen ke dalam minuman atau makanan
yang sudah ada.
2. Pemberian suplemen dalam bentuk senyawa zink klorida (ZnCl2) berasal
dari bahan organik, sedangkan penelitian terdahulu dalam bentuk senyawa
zink sulfat (ZnSO4) dari bahan an organik.
3. Rancangan penelitian terdiri dari 2 tahap yaitu tahap I: studi laboratorium
untuk memperoleh produk sirup ekstrak ikan bilih (M-padangensis) yang
digunakan sebagai suplementasi zink. Penelitian tahap II adalah Penelitian
eksperimen dengan desain “double blind randomized controlled trial”
dengan membandingkan satu kelompok yang diberikan suplementasi zink
dari ekstrak ikan bilih dengan satu kelompok yang dijadikan kontrol
(diberikan placebo).
4. Sasaran penelitian adalah anak stunted usia 12-36 bulan di kabupaten
Solok Provinsi Sumatera Barat.
Dilihat dari persamaan dan perbedaan antara penelitian yang sudah
dilaksanakan dengan penelitian yang peneliti laksanakan, peneliti menilai
bahwa
penelitian yang peneliti lakukan mempunyai keaslian yang secara
ilmiah dapat dipertanggungjawabkan.
14
E. Manfaat
1.
Manfaat teoritis.
Secara teoritis penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk menambah
akses ilmu dan kepakaran mengenai suplementasi zink untuk mengoptimalkan
pertumbuhan dan perkembangan anak stunted
usia 12-36 bulan melalui
inovasi pemanfaatan bahan pangan lokal daerah yaitu ekstrak ikan bilih (Mpadangensis) yang berpotensi sebagai bahan baku untuk suplementasi zat gizi
untuk memacu kejar tumbuh anak stunted usia 12-36 bulan, dalam
menanggulangi masalah anak stunted sejak usia dini.
2.
Manfaat praktis
a. Hasil penelitian ini akan bermanfaat secara praktis dalam jangka pendek
dengan tersedianya ekstrak ikan bilih yang memenuhi persyaratan untuk
suplementasi zink, lengkap dengan informasi mutu gizi, dan keamanan
pangan, serta efikasinya terhadap pertumbuhan fisik, morbiditas dan
perkembangan anak stunted usia12-36 bulan. Ekstrak ikan bilih dapat
digunakan
sebagai
alternatif
bahan
suplementasi
zink
untuk
menanggulangi masalah anak stunted sebelum berusia 2-3 tahun, agar
tercapai tumbuh kembang anak yang optimal.
b. Selanjutnya hasil penelitian diharapkan dapat menjadi dasar ilmiah yang
dapat mendukung program pemerintah dalam upaya meningkatkan
mutu (kuantitas dan kualitas) konsumsi masyarakat rawan gizi dalam
meningkatkan pertumbuhan, menurunkan kejadian sakit (morbiditas)
dan perkembangan anak, khususnya anak yang mengalami stunted usia
12-36 bulan. Jangka panjang hasil penelitian diharapkan dapat
15
meningkatkan nilai agro-sosio ekonomi dan gizi kesehatan masyarakat
sehingga akan berdampak terhadap kualitas sumber daya manusia
yang akan datang.
Download