1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-undang nomor 23 pasal 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyatakan bahwa pemerintah wajib memenuhi hak-hak anak, yaitu tentang kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangannya serta perlindungan demi kepentingan terbaik anak. Seluruh komponen bangsa, baik pemerintah, legislatif, swasta dan masyarakat bertanggung jawab dalam pemenuhan hak-hak tersebut (Salgueiro et al., 2002; Departemen Kesehatan, 2005). Salah satu hak anak yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak adalah mendapatkan status gizi baik karena status gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia (WHO, 2010). Anak dengan status gizi baik akan memiliki daya tahan tubuh yang lebih kuat, kemampuan belajar yang lebih baik, serta produktivitas kerja yang lebih tinggi di masa yang akan datang (Ebot, 2010). Sebaliknya anak dengan status gizi kurang akan berdampak pada rendahnya Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang merupakan indikator daya saing bangsa secara global (Hadi, 2005; WHO, 2010). Mengacu pada kesepakatan Internasional Millenium Development Goals (MDGs) dan Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi (RAN-PG), salah satu masalah gizi serius yang memerlukan perhatian khusus adalah penurunan prevalensi anak stunted yaitu anak yang memiliki indeks TB/U < -2 SD menjadi 32 % dari 36-40 % (Atmarita, 2012; Bapenas, 2011; Kemenkes, 2010). Rerata 2 prevalensi stunted secara nasional pada tahun 2010 adalah 35,6%, di Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2010 sebesar 39,1%, lebih tinggi dari pada tahun 2007 yaitu sebesar 36,2 %. Di Kabupaten Solok prevalensi anak stunted 36,2 % pada tahun 2007, pada tahun 2010 naik menjadi 40,39 % lebih tinggi dari rerata provinsi Sumatera Barat (Balitbangkes, 2007, 2010; Dinas Kesehatan Kabupaten Solok, 2008; Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat, 2012), hal ini menggambarkan belum efektifnya program penanggulangan anak stunted yang sudah dilaksanakan. Prevalensi anak stunted ini ada kecendrungan meningkat sejalan dengan bertambahnya umur, yaitu umur 0-11 bulan 27%, umur 12-23 bulan 40,5%, dan pada umur lebih 24-59 bulan 41-43.6%. Gambaran ini mencerminkan proses kegagalan tumbuh kembang sudah tidak baik semenjak masih dalam kandungan. Gagal tumbuh pada suatu umur merupakan prediktor terjadinya gagal tumbuh pada umur-umur berikutnya (Kusharisupeni, 2002; Atmarita, 2010; Ruel and Hodinot, 2008). Kegagalan pertumbuhan (growth faltering) yang mengakibatkan terjadinya stunted , pada umumnya terjadi dalam periode yang singkat yaitu sebelum lahir hingga kurang lebih umur 3 tahun, namun mempunyai konsekuensi yang serius dikemudian hari (Ruel and Hodinot, 2008). Seorang anak stunted kelak akan menjadi orang dewasa yang stunted juga dengan akibat mempunyai risiko tinggi untuk menderita penyakit sindrom metabolik seperti obesitas, hipertensi, dan diabetes mellitus (Martins et al.,2011; Hoffman et al.,2000), sehingga berdampak kepada tingginya angka kesakitan dan kematian, produksi kerja yang kurang hingga mempengaruhi status ekonomi (Martins et al.,2011; Kimani-Murage et al.,2010). 3 Anak yang menderita stunted berat tidak hanya berdampak pada fisik yang lebih pendek saja, tapi berlanjut pada perkembangan fungsi kognitif yang tidak maksimal (Golden, 2009; Grantham-McGregor et al.,2007; Gibson et al.,2007). Anak yang mengalami stunted pada usia 2-3 tahun pertama awal kehidupan, akan mengalami defisit kemampuan kognitif pada saat anak tersebut berusia 8-11 tahun. Mereka mempunyai skor tes kognitif yang signifikan lebih rendah dari pada anak non-stunted terutama bila severe stunted (Costello, 2009; Gibson et al.,2007; Liu et al.,2003). Stunted merupakan gangguan pertumbuhan linear yang merupakan manifestasi akibat lebih lanjut dari tingginya angka kurang gizi pada masa balita dan tidak adanya pencapaian tumbuh kejar (catch-up growth) yang sempurna hingga masa berikutnya (Gibson et al., 2007; Hadi, 2005b). Gangguan pertumbuhan linear disebabkan oleh kekurangan zat gizi makro seperti protein dan energi, tetapi penelitian terbaru lebih terkonsentrasi pada defisiensi tunggal atau gabungan zat gizi mikro seperti zink, zat besi, dan vitamin A (Berry et al., 2010; Ejaz & Latif, 2010; Ramakrishnan et al., 2009; Ferrari, 2002). Konsekuensi defisiensi zink selama masa anak-anak sangat berbahaya karena dapat mengganggu pertumbuhan anak (Brown et al.,2007). Defisiensi zink dikaitkan dengan gangguan pertumbuhan linear atau stunted, rendahnya kekebalan tubuh terhadap infeksi sehingga meningkatkan risiko diare serta infeksi saluran nafas dan gangguan kompetensi kognitif (Jimenez-Moran et al.,2013; Gibson et al.,2007; Kaji and Nishi, 2006; Salgueiro et al.,2002a). Hasil studi meta-analisis dari tiga puluh empat penelitian berbasis masyarakat di berbagai belahan dunia menunjukkan defisiensi zink berhubungan secara 4 signifikan dengan gangguan pertumbuhan linear atau stunted (Jimenez-Moran et al.,2013; Golden, 2009; Hoffman et al.,2000b). Proses stunted sudah berlangsung lama, lebih tepatnya dikatakan kekurangan gizi yang berlangsung terus menerus. Lebih awal anak teridentifikasi stunted, lebih mudah, lebih cepat dan lebih efektif terapinya (Golden, 2009; Gibson et al.,2007). Anak-anak usia lebih muda mempunyai potensi lebih baik dalam tumbuh kejar tinggi badan (TB) 2-4 kali pencapaian tinggi badan normal untuk usianya dibanding usia anak yang lebih tua. Anak stunted usia < 1 tahun bisa mencapai TB/U 1 z skor unit selama 2-4 minggu, anak severe stunted berat (-3 z skor) berusia 6 bulan bisa kembali normal TB/U nya (0 z skor) selama 6 minggu dan seorang anak stunted usia > 12 bulan dapat mengejar z skor 1 unit dalam waktu 3 minggu – 2 bulan (Golden, 2009). Tumbuh kejar tinggi yang optimal pada anak stunted dapat dicapai dengan mempercepat pertumbuhan tulang diatas pertumbuhan normal sesuai usia anak, untuk ini diperlukan peningkatan kuantitas dan kualitas makanan dengan pemberian zat gizi khusus yang berpotensi dan dibutuhkan dalam jumlah lebih tinggi untuk pertumbuhan jaringan tulang (Golden, 2009; Thurnham, 2013). Suplementasi untuk pencegahan terjadinya stunted dilakukan dengan perubahan dan perbaikan kualitas makanan anak yang dilakukan secara aktif dan berkelanjutan selama 2-3 tahun pertama kehidupan dimulai sejak kelahiran (Collins et al., 2006; Golden, 2009). Salah satu zat gizi khusus yang berpotensi untuk mempercepat pertumbuhan jaringan tulang adalah zink (Abrams, 2011; Qin et al.,2009; Golden, 2009; Kenneth H Brown et al.,2007; Merialdi et al.,2004; Salgueiro et al.,2002b). 5 Asupan zink makanan yang tidak cukup, merupakan salah satu penyebab terjadinya defisiensi zink dan merupakan masalah kesehatan penting di negara berkembang (Abram, 2011; Gibson et al., 2007; Hambidge & Krebs, 2007). Prevalensi defisiensi zink pada balita menurut hasil survey nasional tahun 2006 sebesar 36,1% (Taufiqurrahman et al.,2009). Hasil penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Gizi dan Direktorat Gizi di 7 provinsi menunjukkan prevalensi defisiensi zink ( kadar zink serum < 70 µg/dl) berkisar 7,96 % sampai 44,74 % (Susilowati, 2009) Mengingat tingginya prevalensi defisiensi zat gizi tertentu serta efek negatifnya, maka suplementasi zink pada anak-anak akan sangat bermanfaat, khususnya karena secara praktis sulit untuk meningkatkan zat gizi yang adekuat dari pola makan bayi yang ada selama ini (Allen, et al., 2006; Brown & Lo, 2007). Suplementasi zink menjadi kunci untuk mengatasi defisiensi zink selama masa pertumbuhan, karena zink merupakan komponen logam instrinsik yang mengaktifkan lebih dari 100 sistem enzim penting yang berperan dalam eksperesi gen, sintesis DNA, RNA dan pembelahan sel, regulasi nukleo protein, pertumbuhan tulang, fungsi endokrin, respon imun dan fungsi kognitif anak (Davis & Stokoe, 2010; Hotz & H.Brown, 2004; Salgueiro et al., 2002). Konsumsi setiap hari akan lebih berguna secara fisiologis daripada dosis yang berlebihan tetapi pada satu waktu saja (Salgueiro et al., 2002). Suplemen zink dalam bentuk sirup yang dicampur kedalam minuman dengan dosis bervariasi antara 20 mg /dl selama lebih kurang 24 minggu mempunyai efek terhadap peningkatan tinggi badan anak terutama pada anak yang usianya lebih muda (Brown, 2003; Hotz & Brown, 2004). Sebuah meta analisis dari 36 studi dinegara berkembang menilai efek suplementasi zink pada 6 pertumbuhan linear pada anak-anak <5 tahun bahwa suplemen zink dosis 10 mg/hari dalam bentuk tunggal selama 24 minggu memiliki efek positif yang signifikan terhadap pertumbuhan linear yaitu menyebabkan peningkatan nyata panjang tulang sekitar 0,37 (± 0,25) cm pada kelompok yang diberikan suplementasi zink, dibandingkan dengan placebo terutama bila diberikan dalam bentuk tunggal (Imdad and Bhutta, 2011). Defisiensi zink pada bayi dan anak berkaitan dengan MP-ASI yang tidak mengandung zink dalam jumlah yang cukup (Abrams, 2011, Brown and Hess, 2009). Kebutuhan zink bayi umur 12-36 bulan lebih kurang 2,8 mg/hari, 84-89% harus diambilkan dari makanan padat. Kebutuhan zink yang dianjurkan Recommended Dietary Allowances (RDA) pada anak umur 1-3 menurut International Zink Nutrition Consultatif Group atau IZiNCG adalah 3 mg/hari dari diet vegetarian dan 3 mg/hari dari diet hewani (Hotz & Brown, 2004). Berdasarkan rerata asupan ASI untuk bayi 6-9 bulan, untuk memenuhi kebutuhan zink per hari dibutuhkan 50-70 g hati/daging atau 40 g ikan segar (Golden, 2009; Kattelmann, 2001). Bahan makanan sumber zink seperti daging dan hati cenderung mahal , karena itu perlu suatu inovasi baru dengan memanfaatkan bahan pangan lokal lain yang mengandung zink dalam jumlah yang tinggi untuk suplementasi sehingga kebutuhan zink anak terpenuhi (Golden, 2009; Kattelmann, 2001). Pemanfaatan bahan pangan lokal dalam program penanggulangan masalah gizi kurang tidak hanya berupa pemberian MP-ASI, tapi dapat juga diberikan dalam bentuk makanan tambahan (supplementary food) sebagai upaya percepatan penanggulangan masalah anak stunted (Akhtar, 2013, Sharma et al., 2013, Prasad, 2010, Susilowati, 2009) 7 Kriteria yang harus diperhatikan dalam pemanfaatan bahan pangan lokal sebagai suplementasi adalah harus memiliki nilai suplementasi yang baik, yaitu mempunyai nilai gizi yang dipersyaratkan dan aman dikonsumsi, sesuai dengan kemampuan pencernaan anak, mempunyai keawetan yang tinggi, mudah diproduksi, disimpan dan didistribusikan, harganya relatif murah, serta harus dibentuk sedemikian rupa sehingga dapat diterima oleh ibu dan anak serta masyarakat (Gibson, 2012; Anderson et al., 2008). Bahan pangan lokal yang dihasilkan di Sumatera Barat, yang memenuhi syarat untuk digunakan sebagai suplementasi zink pada anak stunted, dengan harga yang murah dan mudah diperoleh, diantaranya adalah ikan Bilih (Mystacoleucus-padangensis). Ikan ini adalah ikan spesifik dan endemik yang ada di Danau Singakarak Kabupaten Solok dan Danau Maninjau Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat (Arsil, 2008; BPS Sumbar, 2009). Keunggulan utama ikan bilih dibanding ikan lain adalah kandungan zink nya yang tinggi yaitu sebanyak 173,29 ppm atau setara dengan 17,329 mg/100g (Yuniritha, 2012). Kandungan zink dalam ikan bilih ini jauh lebih tinggi dibanding kandungan zink dari bahan pangan hewani seperti hati sapi/unggas 4,2-6,1 mg/100 g dan daging sapi 2,9-4,7 mg/100 g (Hotz & H.Brown, 2004). Keunggulan ikan bilih lainnya adalah kandungan zat gizi yang lengkap seperti protein, kalsium, dan vitamin, mudah didapat dan harganya relatif murah. Melihat beberapa keunggulan ikan bilih ini, memungkinkan ikan bilih sangat potensial untuk digunakan sebagai bahan pangan lokal yang memenuhi syarat untuk digunakan sebagai suplementasi zink pada anak stunted di Sumatera Barat. 8 Optimalisasi penanggulangan masalah stunted pada anak batita sebaiknya mempertimbangkan aspek defisiensi zat gizi, manfaat kesehatan, daya terima, nilai ekonomi, daya tahan dan keunggulan sumberdaya pangan lokal. Suatu solusi yang inovatif dan tepat untuk menanggulangi masalah tersebut sangat diperlukan, agar semua anak batita stunted dapat tumbuh kembang secara optimal dan menjadi manusia berkualitas dan berguna bagi nusa dan bangsa. Suplementasi zink dari ekstrak ikan bilih (M-padangensis) sebagai bahan pangan lokal berkualitas, merupakan salah satu solusi yang perlu dikaji efikasinya untuk meningkatkan perkembangan kognitif anak batita. Mengkaji pertumbuhan fisik dan latar berlakang yang telah diuraikan di atas, diperlukan suatu penelitian yang komprehensif, berupa suatu suplementasi zink dari ekstrak ikan bilih (M-padangensis) untuk mengoptimalkan pertumbuhan fisik dan perkembangan anak stunted di Sumatera Barat. B. Masalah Kejadian anak stunted merupakan gambaran yang jelas dari tidak berlangsungnya efektivitas pembangunan manusia yang terjadi di tingkat masyarakat sebagai bentuk suplementasi target dari program. Seharusnya sudah banyak yang sebenarnya layak dan berhasil guna dapat meningkatkan status gizi ibu dan anak, akan tetapi pada kenyataannya belum berhasil merubah situasi kronis yang terjadi di Indonesia. Hal ini terlihat dari peningkatan prevalensi anak stunted dari tahun ke tahun (Atmarita, 2005, 2012; Balitbangkes, 2008, 2010; Departemen Kesehatan, 2005). Besarnya masalah anak stunted di Indonesia khususnya di Sumatera Barat, dapat mempengaruhi pertumbuhan, daya tahan terhadap infeksi dan 9 perkembagan anak. Apabila tidak dapat diatasi sampai anak berusia 2-3 tahun maka stunted tidak dapat dicegah dan akan berdampak terhadap kualitas sumber daya manusia di masa yang akan datang (Golden, 2009; Liu, et al., 2003). Upaya penanggulangan anak stunted berbasis pangan yang banyak dilakukan adalah dengan pemberian makanan tambahan (PMT) berupa makanan selingan namun belum optimal menurunkan prevalensi anak stunted (Hamam Hadi 2005; WHO, 2007). Pengadaan PMT masih mengutamakan kandungan zat gizi makro tanpa mempertimbangkan adanya defisiensi zat gizi khusus seperti defisiensi zink pada anak stunted. Selama ini belum ada penelitian yang memberikan suplemen zink yang berasal dari zink organik, yang sudah dilakukan berupa suplementasi zink dari bahan an organik yang pemberiannya dikombinasi dengan Fe, vitamin A, dan beberapa zat gizi mikro lain (Abram, 2011; Hotz & H.Brown, 2004; Salgueiro et al., 2002). Penggunaaan zink dari bahan pangan lokal sebagai bahan baku untuk suplementasi zink belum pernah digali dan dikembangkan sebagai upaya percepatan penanggulangan masalah anak stunted. Ditinjau dari perspektif ketahanan pangan yang berkelanjutan (suistainable), makanan alternatif berbasis potensi pangan lokal merupakan sumberdaya pangan daerah (lokal) yang mempunyai keunggulan komparatif ditinjau dari sisi agro-sosioekonomi dan gizi-kesehatan (Bappenas, 2010; Harijono, 2002). Salah satu bahan pangan lokal yang mempunyai keunggulan ditinjau dari sisi agro-sosioekonomi dan gizi-kesehatan adalah ikan bilih (Mpadangensis) karena kadar zink yang sangat tinggi dibanding bahan pangan lain baik hewani maupun nabati, sehingga sangat potensial bila digunakan 10 sebagai suplementasi untuk mengatasi defisiensi zink pada anak stunted. Sampai saat ini belum ada penelitian yang menggunakan ikan bilih (Mpadangensis) sebagai bahan pangan dasar untuk makanan tambahan anak usia 12-36 bulan atau pun sebagai bahan baku suplementasi defisiensi zat gizi pada anak stunted. Mengkaji ringkasan masalah yang telah diuraikan, dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut. 1. Bagaimanakah efikasi suplementasi zink dari ekstrak ikan bilih (Mpadangensis) terhadap pertumbuhan fisik: tinggi badan atau panjang badan (TB atau PB), panjang lutut-tumit (PLT), status stunted (nilai z-score indeks TB/U) anak stunted 2. Bagaimanakah efikasi usia 12-36 bulan? suplementasi zink dari ekstrak ikan bilih (M-padangensis) terhadap penurunan morbiditas (kejadian) penyakit Infeksi saluran pernafasan (ISP) dan diare anak stunted usia 12-36 bulan? 3. Bagaimanakah efikasi suplementasi zink dari ekstrak (M-padangensis) terhadap perkembangan anak stunted ikan bilih usia 12-36 bulan? C. Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menguji efikasi ekstrak ikan bilih (M-padangensis) sebagai suplementasi zink dari bahan pangan lokal yang memenuhi syarat untuk peningkatan pertumbuhan dan perkembangan optimal anak stunted usia 12-36 bulan. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk : 11 1. Mengetahui efikasi suplementasi zink dari ekstrak ikan bilih (Mpadangensis) terhadap pertumbuhan fisik: panjang badan atau tinggi badan (TB atau PB), panjang lutut-tumit (PLT), dan status stunted (nilai zscore indeks TB/U) anak stunted usia12-36 bulan. 2. Mengetahui efikasi suplementasi zink dari ekstrak ikan bilih (Mpadangensis) terhadap penurunan morbiditas (kejadian) penyakit Infeksi Saluran Pernafasan (ISP) dan diare anak stunted 3. usia 12-36 bulan. Mengetahui efikasi suplementasi zink dari ekstrak ikan bilih terhadap perkembangan anak stunted usia 12-36 bulan. D. Keaslian Penelitian Berdasarkan studi literatur yang peneliti telusuri, belum dijumpai penelitian yang sama seperti penelitian yang peneliti laksanakan. Pada Tabel 1 dijabarkan keaslian penelitian ini apabila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya. Tabel 1. Keaslian penelitian: perbandingan dengan penelitian sebelumnya Peneliti dan Judul Penelitian Persamaan Perbedaan 1 Riyadi, (2002). Pengaruh Suplemen zink (Zn) dan besi (Fe) terhadap status anemia, status zink dan pertumbuhan anak usia 12-36 bulan. Penelitian dengan desain double blind randomized controlled trial. Subjek anak usia 12-36 bulan. Suplementasi berupa zink sulfat + fero sulfat dalam bentuk kapsul. 2 Merialdi et al.,(2004) Randomized controlled trial of prenatal zinc supplementation and fetal bone growth. Penelitian dengan desain randomized controlled trial di sebuah desa. Efek suplementasi zink Suplementasi 25 mg zink sulfat + 60 mg Fe (fero sulfat) perhari. Subjek wanita hamil usia kehamilan 10-16 minggu. 3 Lind et al., (2004) A community-based randomized controlled trial of iron and zinc supplementation in Indonesian infants Penelitian dengan Desain Randomized controlled trial Efek suplementasi zink terhadap pertumbuhan (antropometri: TB, dan panjang lutut-tumit), dan perkembangan psikomotor. Suplementasi dibagi 3 kelompok: 1).10 mg fero sulfat. 2).10 mg zink sulfat + 10 mg fero sulfat. 3). 10 mg zink sulfat. Subjek anak usia di bawah lima tahun (balita) 12 Lanjutan Tabel 1. Keaslian penelitian Peneliti dan Judul Penelitian Persamaan Perbedaan 4 Kenneth H Brown & Lo, (2007) Comparison of the effects of zinc delivered in a fortified food or a liquid supplement on the growth , morbidity , and plasma zinc concentrations of young Peruvian children Efek suplementasi zink terhadap pertumbuhan dan morbiditas anak stunted Subjek penelitian anak usia dini usia 5-7 bulan. Suplementasi dengan memberikan minuman yang mengandung zink atau bubur sereal yang diperkaya zink selama 3-6 bulan 5 Dijkhuizen et al., (2008) Community and International Nutrition Effects of Iron and Zinc Supplementation in Indonesian Infants on Micronutrient Status and Growth. Penelitian dengan desain randomized, placebocontrolled, double-blind trials. Efek suplementasi zink pada pertumbuhan bayi. Suplemen zink 10 mg/hr dan besi 10 mg/ hr selama 6 bulan. Subjek penelitian bayi umur 4-6 bulan. 6 Fahmida et al.,(2007) Zinc-iron, but not zinc-alone supplementation, increased lineargrowth of stunted infants with low haemoglobin Efek suplementasi zink pada pertumbuhan linearanak stunted. Dosis suplementasi zink 10 mg perhari. Suplementasi dibagi dalam 3 kelompok, zink dan Fe masing-masing 10 mg + 1000 IU Vit.A dan placebo selama 6 bulan 7 Masoodpoor & Darakshan, (2008). Impact of Zinc Supplementation on Growth Penelitian dengan desain randomized controlled trial double-blind. Suplementasi 10 mg zink perhari pada anak stunted. Subjek penelitian anak sekolah usia 7-12 tahun. 8 Mozaffari-Khosravi et al., (2009). Effects of zinc supplementation on physical growth in 2-5 year-old children. Penelitian dengan desain Randomized controlled trial. Efek suplementasi zink pada pertumbuhan linear anak stunted. Suplementasi zink 5 mg/hr selama 11 bulan Subjek penelitian anak usia 2–5 tahun. 9 Chhagan et al.,(2009). Effect on longitudinal growth and anemia of zinc or multiple micronutrients added to vitamin A : a randomized controlled trial in children aged 6-24 months. Penelitian dengan desain randomized controlled trial double-blinded. Efek suplementasi zink pada pertumbuhan anak. Suplementasi multi mikronutrisi + Vitamin A dan zink selama 18 bulan 10 Islam et al.,(2010) Effect of Oral Zinc Supplementation on the Growth of Preterm Infants , Penelitian dengan desain Randomized controlled trial tentang efek suplementasi zink pada pertumbuhan anak. Suplementasi zink dengan dosis 2 mg/kg/hr selama 6 minggu bersamaan dengan multivitamin. Subjek penelitian bayi prematur 13 Kebaruan penelitian ini dapat dilihat dari: 1. Suplementasi zink diberikan berupa sirup dari ekstrak ikan bilih, bahan pangan lokal yang mengandung kadar zink sesuai dengan yang dipersyaratkan. Penelitian sebelumnya diberikan dalam bentuk tablet, kapsul atau bubuk yang di suplemen ke dalam minuman atau makanan yang sudah ada. 2. Pemberian suplemen dalam bentuk senyawa zink klorida (ZnCl2) berasal dari bahan organik, sedangkan penelitian terdahulu dalam bentuk senyawa zink sulfat (ZnSO4) dari bahan an organik. 3. Rancangan penelitian terdiri dari 2 tahap yaitu tahap I: studi laboratorium untuk memperoleh produk sirup ekstrak ikan bilih (M-padangensis) yang digunakan sebagai suplementasi zink. Penelitian tahap II adalah Penelitian eksperimen dengan desain “double blind randomized controlled trial” dengan membandingkan satu kelompok yang diberikan suplementasi zink dari ekstrak ikan bilih dengan satu kelompok yang dijadikan kontrol (diberikan placebo). 4. Sasaran penelitian adalah anak stunted usia 12-36 bulan di kabupaten Solok Provinsi Sumatera Barat. Dilihat dari persamaan dan perbedaan antara penelitian yang sudah dilaksanakan dengan penelitian yang peneliti laksanakan, peneliti menilai bahwa penelitian yang peneliti lakukan mempunyai keaslian yang secara ilmiah dapat dipertanggungjawabkan. 14 E. Manfaat 1. Manfaat teoritis. Secara teoritis penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk menambah akses ilmu dan kepakaran mengenai suplementasi zink untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak stunted usia 12-36 bulan melalui inovasi pemanfaatan bahan pangan lokal daerah yaitu ekstrak ikan bilih (Mpadangensis) yang berpotensi sebagai bahan baku untuk suplementasi zat gizi untuk memacu kejar tumbuh anak stunted usia 12-36 bulan, dalam menanggulangi masalah anak stunted sejak usia dini. 2. Manfaat praktis a. Hasil penelitian ini akan bermanfaat secara praktis dalam jangka pendek dengan tersedianya ekstrak ikan bilih yang memenuhi persyaratan untuk suplementasi zink, lengkap dengan informasi mutu gizi, dan keamanan pangan, serta efikasinya terhadap pertumbuhan fisik, morbiditas dan perkembangan anak stunted usia12-36 bulan. Ekstrak ikan bilih dapat digunakan sebagai alternatif bahan suplementasi zink untuk menanggulangi masalah anak stunted sebelum berusia 2-3 tahun, agar tercapai tumbuh kembang anak yang optimal. b. Selanjutnya hasil penelitian diharapkan dapat menjadi dasar ilmiah yang dapat mendukung program pemerintah dalam upaya meningkatkan mutu (kuantitas dan kualitas) konsumsi masyarakat rawan gizi dalam meningkatkan pertumbuhan, menurunkan kejadian sakit (morbiditas) dan perkembangan anak, khususnya anak yang mengalami stunted usia 12-36 bulan. Jangka panjang hasil penelitian diharapkan dapat 15 meningkatkan nilai agro-sosio ekonomi dan gizi kesehatan masyarakat sehingga akan berdampak terhadap kualitas sumber daya manusia yang akan datang.