BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Laporan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Laporan keuangan sebagai alat pelaporan prestasi historis dari sebuah
perusahaan. Laporan keuangan yang disusun secara akurat dan baik dapat
memberikan gambaran keadaaan yang nyata mengenai hasil yang telah dicapai
oleh suatu perusahaan dalam kurun waktu tertentu, menurut pendapat (Corinna
dan Chrissa, 2013). Data laporan keuangan juga bermanfaat dalam melihat
kondisi kesehatan dan kebangkrutan suatu perusahaan.
Melalui laporan keuangan diketahui hubungan tersebut. Apabila
perusahaan mengalami kerugian atau laba negatif selama dua tahun bertutut-turut
menandakan kinerja keuangan yang kurang baik, dijelaskan oleh (Wahyu dan
Dody, 2009). Menurut pendapat Okta dkk (2015) prediksi kelangsungan hidup
perusahaan sangat penting bagi manajemen dan pemilik perusahaan untuk
mengantisipasi kemungkinan adanya potensi kebangkrutan. Karena kebangkrutan
perusahaan akan mengakibatkan berbagai kerugian baik bagi pemegang saham,
karyawan dan perekonomian nasional (Al-Khatib dan Al Horani, 2012).
Kesulitan keuangan atau financial distress terjadi sebelum kebangkrutan.
Dengan mengetahui sejak dini tanda-tanda kebangkrutan diharapkan untuk
1
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2
mengantisipasi kondisi yang mengarah pada kebangkrutan. Dijelaskan oleh
(Luciana dan Kristijadi, 2003).
Financial distress merupakan situasi dimana arus kas operasional
perusahaan tidak cukup untuk memenuhi kewajiban yang akan jatuh tempo
(contohnya utang dagang dan beban bunga) sehingga dituntut untuk segera
melakukan tindakan korektif. Wruck (1990) dalam Adelita (2011).
Kesulitan keuangan atau financial distress adalah keadaan dimana
perusahaan menemui kesulitan atau bahkan tidak bisa untuk membayar kewajiban
keuangannya kepada pada kreditur, menurut (Khalid et all, 2014)
Rambang (2010), mendefiniskan kesulitan keuangan dalam beberapa
kategori yaitu sebagai berikut :
1. Economic Failure, yaitu kegagalan ekonomi yang berarti bahwa
pendapatan perusahaan tidak dapat menutup biayanya sendiri. Ini berarti
tingkat labanya lebih kecil dari biaya modal.
2. Bussines Failure, didefinisikan sebagai usaha yang menghentikan
operasinya dengan akibat kerugian bagi kreditur, dan kemudian dikatakan
gagal meskipun tidak melalui kebangkrutan secara normal.
3. Technical insolvency, sebuah perusahaan dapat dinilai mengalami
kesulitan keuangan apabila tidak memenuhi kewajibannya yang jatuh
tempo. Technical insolvency ini menunjukkan kekurangan likuiditas yang
sifatnya sementara dimana pada suatu waktu perusahaan dapat
mengumpulkan uang untuk memenuhi kewajibannya dan tetap beroperasi.
4. Insolvency in bankcrupy, sebuah perusahaan dapat dikatakan mengalami
kesulitan keuangan jika nilai buku dari total kewajiban melebihi nilai
pasar dari aset perusahaan.
5. Legal Bankcrupy, sebuah perusahaan dikatakan sebagai bangkrut secara
hukum, kecuali diajukan tuntutan secara resmi dengan undang-undang.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
3
Nilai aset takberwujud atau intangible assets dapat dijadikan acuan untuk
menilai kondisi financial distress perusahaan. Intangible assets sebagai aset yang
walaupun tidak memiliki wujud fisik tetapi mampu merepresentasikan hak untuk
menikmati privilege. Penjelasan oleh Frank dan Goyal (2003) dalam Rida (2012).
Intangible assets memiliki karakteristik khusus yang membedakan dengan
aset lain, yaitu: memiliki ketidakpastian dan risiko yang tinggi, menunjukkan firm
specifity dan human capital intensity, tidak memiliki wujud fisik dan bersifat
jangka panjang (Alves dan Martin, 2010 ). Ketidakpastian tersebut berakibat pada
meningkatnya level bankruptcy cost pada perusahaan dengan intensitas jumlah
intangible assets yang tinggi, menurut penjelasan Canibano et all (2000) dalam
Rida (2012).
Sedangkan dalam PSAK 19 (revisi 2014), mendefinisikan aset
takberwujud sebagai asset nonmoneter teridentifikasi tanpa wujud fisik. Aset
takberwujud diakui jika dan hanya jika kemungkinan besar entitas akan
memperoleh manfaat ekonomis masa depan dari aset (IAI, 2014).
Menurut Mamduh (2007), Indikator financial distress dapat dilihat dari
analisis aliran kas, strategi perusahaan dan laporan keuangan perusahaan. Arus
kas merupakan laporan yang memberikan informasi yang relevan mengenai
penerimaan dan pengeluaran kas dalam periode waktu tertentu Martani (2012)
dalam Bagus (2013).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
4
Sedangkan menurut Subramanyam dan John (2011), Arus kas merupakan
selisih antara kas masuk dan keluar pada periode yang sedang berjalan. Laporan
arus kas berisi dari tiga elemen, yaitu arus kas dari aktivitas operasi, investasi dan
pendanaan. Laporan arus kas berguna untuk memberikan informasi mengenai
kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya, membayar dividen,
meningkatkan pendanaan, asumsi tentang arus kas masa depan dan lain-lain.
Dalam penelitian ini digunakan rasio arus kas dari aktivitas operasi.
Selain itu pertumbuhan perusahaan dapat digunakan sebagai indikator
dalam memprediksi financial distress, pertumbuhan perusahaan merupakan
kemampuan perusahaan untuk meningkatkan size. Dengan meningkatnya size dan
aktivitas perusahaan jangka panjang, diharapkan akan meningkatkan penjualan
dan mengakibatkan semakin besar retained earning. Dengan meningkatkan
jumlah laba ditahan, diharapkan akan mengurangi penggunaan hutang, sehingga
semakin kecil kemungkinan perusahaan untuk mengalami financial distress
(Viggo, 2014).
Menurut Kasmir. (2011) Rasio pertumbuhan menggambarkan kemampuan
perusahaan dalam mempertahankan posisi ekonominya ditengah pertumbuhan
perekonomian dan sektor usaha perusahaan. Rasio pertumbuhan penjualan adalah
rasio yang mengukur pertumbuhan penjualan perusahaan dengan mengukur
perbedaan nilai penjualan pada suatu periode (Viggo, 2014).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
5
Banyak penelitian yang telah dilakukan sebelumnya untuk mengetahui dan
menjelaskan prediksi kebangkrutan. Penelitian yang dilakukan oleh Adelita
(2011) terhadap perusahaan manufaktur, pada periode 2007-2011 menunjukkan
bahwa intangible assets berpengaruh terhadap financial distress. Dimana
perusahaan yang tidak memiliki intangible assets memiliki nilai Z-score yang
lebih kecil daripada perusahaan yang memiliki intangible assets.
Perusahaan manufaktur yang tidak memiliki intangible assets memiliki
Altman Z-Score lebih rendah. Lemahnya intangible assets menunjukkan bahwa
perusahaan tidak menciptakan peluang masa depan (not creating future
opportunities). Nilai Z-score yang rendah menunjukkan perusahaan berada dalam
posisi distress zone sesuai hasil penelitian (Swanson, 2010).
Wahyuningtyas (2010) berpendapat perusahaan yang memiliki rasio arus
kas yang baik, maka perusahaan akan lebih yakin terhadap perusahaan karena
perusahaan dalam kondisi aman. Penelitian Imam dan Reva juga mengungkapkan
arus kas dari aktivitas operasi berpengaruh terhadap kondisi financial distress.
Penelitian Sari dan Wuryana (2005) memberikan hasil analisis diskriminan
terhadap model arus kas menunjukkan bahwa model arus kas tidak signifikan
sehingga model arus kas tidak cukup kuat digunakan sebagai model untuk
memprediksi kondisi financial distress suatu perusahaan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
6
Model arus kas tidak dapat digunakan sebagai prediksi kondisi financial
distress suatu perusahaan, karena secara statistik model arus kas tidak signifikan.
(Fanni dan Maria, 2014).
Firm’s
growth
dan
profitabilitas
berpengaruh
signifikan
dalam
menentukan financial distress (Baimwera dan Muriuki, 2014). Selain itu,
Penelitian Viggo (2014) juga mengungkapkan secara parsial sales growth
berpengaruh negatif signifikan terhadap financial distress berdasarkan hasil
analisis data.
Sedangkan penelitian Martha (2013), sales growth menunjukkan hasil
yang tidak signifikan terhadap financial distress, sehingga tidak dapat digunakan
sebagai alat untuk mengukur financial distress.
Dari beberapa penelitian tersebut diketahui bahwa masih banyak
perbedaan hasil yang diperoleh. Hal ini dapat terjadi karena adanya perbedaan
populasi, sampel serta metode yang digunakan dalam melakukan pengukuran
setiap variabel. Selain itu, masih terbatasnya penelitian mengenai intangible assets
sebagai alat prediksi financial distress, sehingga perlu dilakukan penelitian ulang.
Penelitian ini juga untuk melihat ketahanan ekonomi perusahaan di
Indonesia dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asia, dan gejolak ekonomi
yang mempengaruhi nilai tukar rupiah yang tidak stabil.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
7
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka judul yang ambil dalam
penelitian ini adalah “Pengaruh Aset TakBerwujud (Intangible Assets), Arus
Kas Operasi dan Pertumbuhan Perusahaan Dalam Memprediksi Financial
Distress (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia)”.
B. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penelitian ini difokuskan pada
permasalahan mengenai pengaruh aset takberwujud (intangible assets), arus kas
operasi dan pertumbuhan perusahaan dalam memprediksi financial distress.
Perumusan masalah yang akan diteliti adalah :
1. Apakah berpengaruh aset takberwujud (intangible assets) terhadap
financial distress?
2. Apakah berpengaruh arus kas operasi terhadap financial distress?
3. Apakah berpengaruh pertumbuhan perusahaan terhadap financial distress?
C. Tujuan dan Kontribusi Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka penelitian ini
mempunyai tujuan sebagai berikut:
1. Menemukan bukti empiris pengaruh aset takberwujud (intangible
assets) terhadap financial distress.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
8
2. Menemukan bukti empiris pengaruh arus kas operasi terhadap
financial distress.
3. Menemukan bukti empiris pengaruh pertumbuhan perusahaan terhadap
financial distress.
2. Kontribusi Penelitian
Dari hasil penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi sebagai
berikut:
1. Memberikan masukan bagi para investor untuk mencermati laporan
keuangan yang terdapat dalam perusahaan go public, terkait financial
distress dari data intangible assets, arus kas operasi dan pertumbuhan
perusahaan dalam pengambilan keputusan investasi.
2. Memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan terutama
penelitian yang berkaitan dengan akuntansi dan dapat menjadi referensi
maupun kajian teoritis untuk penelitian selanjutnya mengenai financial
distress.
3. Memberikan informasi bagi regulator perusahaan untuk memahami
pentingnya keberadaan fungsi pengawasan dalam suatu perusahaan
untuk menghindari kemungkinan financial distress.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Download