Hutang Luar Negeri PENGERTIAN HLN Hutang luar negeri atau dikenal dengan pinjaman luar negeri (Loan) adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan/atau devisa yang dirupiahkan, rupiah, maupun dalam bentuk barang dan/atau jasa yang diperoleh dari pemberi pinjaman luar negeri yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu. Hibah (Grant), yaitu setiap penerimaan negara dalam bentuk devisa dan/atau devisa yang dirupiahkan, rupiah, maupun dalam bentuk barang dan/atau jasa (termasuk tenaga ahli dan pelatihan) yang diperoleh dari Pemberi Hibah Luar Negeri yang tidak perlu dibayar kembali. KONDISI HUTANG INDONESIA TAHUN 2013 (Data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kamis (20/6/2013)) Jumlah utang pemerintah pada akhir April 2013 menjadi Rp2.023,72 triliun. Posisi HLN diantaranya berdasarkan dari kreditur: 1. Jepang (Rp220,57 triliun), 2. Prancis (Rp21,43 triliun), 3. Jerman (Rp19,97 triliun ), dll. Sedangkan HLN dari lembaga berasal dari: 1. Bank Dunia (Rp122,68 triliun), 2. Asian Development Bank (Rp95,77 triliun), 3. Islamic Development Bank (Rp4,98 triliun), dll. Total pinjaman bilateral pemerintah sebesar Rp323,29 triliun. Pinjaman multilateral, tercatat berada di kisaran Rp225,55 triliun, sementara untuk komersial Rp24,26 triliun, dan suppliers sebesar Rp320 miliar. Beberapa Lembaga Keuangan Internasional yang bekerjasama dengan Kemendagri, yaitu: 1) World Bank/WB; 2) Asian Development Bank/ADB; 3) Islamic Development Bank/IDB; POSISI MODAL ASING DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA Sumber dana eksternal dapat dimanfaatkan untuk mempercepat investasi dan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang meningkat perlu diikuti oleh perbaikan struktur produksi dan perdagangan. Modal asing dapat berperan penting dalam mobilisasi dana maupun transformasi struktural. Kebutuhan akan modal asing menjadi menurun segera setelah perubahan struktur benar-benar terjadi. HLN berperan sebagai dana tambahan untuk mempercepat laju pertumbuhan dan pembangunan ekonomi Indonesia. Tujuan HLN untuk menutup kekurangan kebutuhan pembiayaan investasi dan untuk membiayai defisit transaksi berjalan (current account) neraca pembayaran dalam rangka pembiayaan transaksi internasional sehingga posisi cadangan devisa tidak terganggu. PENYEBAB HLN 1. APBN Indonesia masih defisit 2. Pemerintah masih harus melakukan refinancing utang 3. Pemerintah tidak menyadari secara penuh biaya yang harus ditanggung di masa depan 4. Adanya faktor sosial politik dari penentu kebijakan, faktor sosial dan politik lebih dominan dibanding faktor ekonomi dalam melakukan utang MOTIVASI NEGARA DONOR Hutang luar negeri yang disalurkan oleh Negara maju ke Negara yang sedang berkembang dan atau Negara miskin tidak dilakukan atas dasar kemanusiaan, tetapi di lakukan atas dasar motivasi ekonomi dan bahkan politik. Hutang luar negeri tidak akan disalurkan tanpa adanya keuntungan yang diperoleh Negara pemberi hutang. KONSEKUENSI HLN Dapat kita pastikan apabila kita meminjam tanpa mengembalikan akan ada konsekuensinya dan berdampak buruk pada perekonomian dalam negeri (krisis moneter), diantara dampak HLN ialah: 1. Cadangan devisa yang ada tidak cukup kuat untuk menahan gempuran ini 2. Besarnya defisit neraca berjalan dan utang luar negeri 3. Lemahnya sistem perbankan nasional sebagai akar dari terjadinya krisis finansial 4. Melemahnya nilai valas Indonesia DISEFEKTIVITAS HLN 1. 2. 3. 4. 5. Hutang luar negeri tidak dialirkan ke kegiatan produktif yang bersifat cepat menghasilkan (quick yielding) atau menghasilkan produk-produk yang bisa diekspor. Hutang luar negeri dikorupsi oleh para pejabat dan kroni-kroninya. Pinjaman yang dikorup sekitar 30 persen. Pemerintah Indonesia tidak mampu memanfaatkan hutang luar negeri secara tepat dan efektif. Adanya moral hazard para penguasa sehingga tidak ada dorongan yang kuat untuk melunasi hutang-hutang yang ada dan malah cenderung memperbesarnya. Belum adanya penegakan hukum yang kuat turut mempersubur penyalahgunaan dan kebocoran dalam pengelolaan pinjaman luar negeri SOLUSI MENGATASI HLN Pemerintah Indonesia harus meminta untuk melakukan rescheduling hutang. Dalam kasus penjadwalan hutang ini, Indonesia boleh menunda pembayaran cicilan pokok pinjaman, namun tetap membayar bunga pinjaman. Pemerintah mengoptimalkan restrukturisasi utang, khususnya melalui skema debt swap, di mana sebagian utang luar negeri tersebut dikonversi dalam bentuk program yang berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat, pemeliharaan lingkungan, dan sebagainya. Indonesia mengusulkan skema pengurangan hutang (debt reduction). Optimalisasi upaya meminta pemotongan utang, pengampunan hutang (debt forgiveness), dan penundaan hutang (debt cancellation), walaupun tampaknya sulit diterima oleh negara-negara kreditur.