BAB II Tinjauan Pustaka

advertisement
4
TINJAUAN PUSTAKA
Remaja
Masa remaja merupakan periode antara masa kanak-kanak dan dewasa.
Menurut Arisman (2004), masa ini dimulai antara usia 9 hingga 10 tahun dan
berakhir pada usia sekitar 18 tahun. Pertumbuhan yang terjadi diiringi dengan
perubahan fisik yang seringkali memicu kebingungan. Golongan remaja rentan
akan adanya berbagai pengaruh dari luar yang dapat dengan mudah langsung
diikuti. Determinan utama bagi remaja adalah berasal dari teman sebaya (Hasan
2006). Terdapat tiga kekuatan dalam masyarakat yang dapat mempengaruhi
remaja, yaitu: (1) keluarga, (2) sekolah dan (3) lingkungan sosial. Lingkungan
sosial yang mempengaruhi perkembangan remaja adalah guru, teman
sepermainan, dan peristiwa-peristiwa dalam masyarakat. Melalui berbagai
macam media massa remaja berkenalan dengan berbagai macam peristiwa yang
terjadi dalam masyarakat sehingga akan mempengaruhi perkembangan
kepribadian remaja (Khumaidi 1989).
Menurut Jessor (1984), penanda utama pada masa remaja adalah
perubahan. Perubahan yang terlihat yaitu pada ukuran dan bentuk fisik terkait
dengan masa pertumbuhan pesat dan pubertas. Perubahan juga terjadi pada
cara pandang sosial dan aspek psikologis yang tidak terlihat. Pada masa remaja
akan dimulai masa pencarian model/panutan yang diiringi dengan eksplorasi
terhadap diri sendiri dan penentuan identitas sosial yang umum terlihat dari
adanya keinginan untuk masuk organisasi sosial. Pengalaman pertama dalam
melakukan suatu kebiasaan biasanya terjadi pada remaja yang akan
berpengaruh hingga jangka panjang. Adapun remaja umumnya menganggap
teman sebaya juga merupakan sumber informasi dan reinforcement (pendorong
untuk melakukan sesuatu) bagi remaja. Remaja biasa melakukan sesuatu untuk
mendapatkan pengakuan atau untuk memperlihatkan solidaritas pada temannya.
Air
Fungsi Air
Air merupakan komponen penting pada semua jaringan tubuh. Air
memiliki beragam fungsi dan semuanya menunjang proses-proses yang terjadi
dalam tubuh. Diantara fungsi tersebut antara lain sebagai pelarut dan alat
angkut, katalisator berbagai reaksi dalam sel, pelumas sendi dan pengatur suhu
tubuh (Proboprastowo & Dwiriani 2004).
5
Sebagai pelarut, air menjadikan berbagai zat gizi penting seperti glukosa,
asam amino, lipoprotein, vitamin dan mineral melarut sehingga dapat digunakan
oleh sel (Mahan & Stump 2004). Menurut Proboprastowo dan Dwiriani (2004), air
di dalam pembuluh darah berfungsi sebagai pelarut berbagai zat gizi penting
seperti monosakarida, asam amino, lemak, vitamin, mineral serta bahan-bahan
lain yang dibutuhkan tubuh seperti oksigen dan hormon-hormon. Berbagai zat
gizi dan hormon yang penting bagi tubuh tersebut dibawa ke sel yang
membutuhkan. Air mengangkut sisa metabolisme termasuk karbondioksida dan
ureum untuk dikeluarkan dari tubuh melalui paru-paru, kulit dan ginjal.
Di dalam sel, selain berperan sebagai pelarut, air juga berperan sebagai
katalisator yang mempercepat berbagai reaksi biologis. Air yang berada dalam
sel merupakan media sekaligus substrat dalam reaksi metabolisme, selain itu air
juga berperan sebagai komponen struktural yang membentuk sel (Mahan &
Stump 2004). Diantara peran air dalam berbagai proses fisiologis dalam tubuh
antara
lain:
pencernaan
(katalisator
proses
enzimatis
dalam
saluran
pencernaan), penyerapan (katalisator berbagai reaksi dalam sel, melancarkan
peredaran darah, memecah atau menghidrolisis zat gizi kompleks menjadi
bentuk-bentuk yang lebih sederhana sehingga akan mempermudah proses
penyerapan) dan eksresi (membuang sisa metabolisme baik melalui kulit, ginjal,
maupun paru-paru).
Di dalam ruang antar sendi terdapat cairan smovial yang mempermudah
sendi berfungsi tanpa menimbulkan rasa sakit. Menurut Mahan & Stump (2004),
air yang berada dalam ruang antar sel berperan sebagai pelumas sendi.
Air berfungsi sebagai pengatur suhu tubuh karena dapat menghantarkan
panas hasil metabolisme energi ke seluruh tubuh, sehinga suhu tubuh tetap
berada pada kisaran normal. Jika produksi energi berlebih (aktivitas fisik tinggi),
suhu tubuh akan meningkat melebihi normal. Pada kondisi ini tubuh akan
menurunkan suhu hingga normal agar tubuh tidak cedera. Penurunan ini
dilakukan dengan cara radiasi dan penguapan keringat dari permukaan tubuh.
Pengeluaran keringat yang berlebih meningkatkan kebutuhan alkali air. Semakin
luas permukaan tubuh, semakin besar kehilangan panas melalui kulit. Lemak di
bawah kulit berperan sebagai bahan isolasi yang mengurangi kecepatan panas
hilang dari tubuh. Ini menguntungkan bagi tubuh pada suhu dingin dan
merugikan pada suhu panas.
6
Kebutuhan Cairan
Kebutuhan air sekitar 2,5 liter per hari berasal dari 1,5 liter air minum dan
sekitar 1 liter dari bahan makanan yang dikonsumsi, sementara lemak tubuh
tidak mengandung air. Meskipun demikian, kandungan air terdapat pada seluruh
jaringan bebas lemak, yang diperkirakan mengandung air rata-rata 73,2% (Pace
dan Rathburu 1945 diacu dalam Supariasa 2001)
Kebutuhan air setiap orang berbeda-beda dan berfluktuasi tiap waktu. Hal
tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti jenis kelamin, usia, tingkat
aktivitas, serta faktor lingkungan. Metode perkiraan kebutuhan air adalah
berdasarkan umur, berat badan, asupan nitrogen, dan energi, luas permukaan
tubuh serta jumlah energi yang dikeluarkan. Belum tersedia data hasil studi lokal
tentang kebutuhan air, sehingga acuan kebutuhan masyarakat indonesia
mengacu kepada rekomendasi bagi masyarakat Filipina. Berdasarkan acuan
tersebut, kebutuhan air rata-rata bagi remaja dan dewasa usia 15 hingga 30
tahun adalah sebesar 40 ml/kg berat badan (FNRI 2002 diacu dalam
Proboprastowo dan Dwiriani 2004).
Studi mengenai keseimbangan cairan memperlihatkan bahwa kebutuhan
cairan harian meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Pada bayi sekitar
0,6 L/hari dan terus menningkat hingga pada usia anak-anak mencapai
kebutuhan 1,7 L/hari (Goellner, Ziegler, dan Fomon 1981 diacu dalam Sawka,
Chuvront dan Carter 2005). Untuk orang dewasa, kebutuhan cairan harian pada
laki-laki dengan tingkat aktivitas rendah (duduk, terikat) mendekati 2,5 L/hari
(Adolf 1933; Newburgh, Woodwell, dan Falcon-Lesses 1930 diacu dalam Sawka,
Cheuvront dan Carter 2005) sedangkan menurut Greenleaf et al. 1977; Gunga
1993 diacu dalam Sawka, Cheuvront, dan Carter (2005), kebutuhan cairan
harian akan meningkat hingga 3,2 L jika laki-laki tersebut memiliki tingkat
aktivitas sedang (olahraga ringan). Kebutuhan cairan tertinggi sekitar 6 L/hari
yaitu pada laki-laki yang memiliki tingkat aktivitas tinggi dan tinggal di lingkungan
yang panas (Welch, Buskirk, dan Lampietro 1958 diacu dalam Sawka,
Cheuvront, dan Carter 2005). Peningkatan usia biasa diiringi dengan penurunan
aktivitas fisik dan kapasitas pengaturan air (berkurangnya sensasi lapar/haus),
namun status hidrasi tetap bertahan pada kondisi normal pada seluruh rentang
usia.
Konsumsi Cairan
Perilaku konsumsi cairan dapat dirumuskan sebagai cara atau tindakan
yang dilakukan oleh individu dalam pemilihan makanan maupun minuman yang
7
dilandasi oleh pengetahuan dan sikap terhadap makanan/minuman. Almatsier
(2003) menyatakan bahwa konsumsi cairan terdiri atas air yang diminum, yang
diperoleh dari makanan, serta air yang diperoleh sebagai hasil metabolisme.
Sedangkan menurut Sawka, Cheuvront dan Carter (2005), total konsumsi cairan
adalah berasal dari minuman (drinking water), air pada minuman (water in
baverages), dan air pada makanan. Kebutuhan air sehari dinyatakan sebagai
proporsi terhadap jumlah energi yang dikeluarkan tubuh dalam keadaan
lingkungan rata-rata. Aktivitas fisik dan pemaparan panas dapat meningkatkan
kebutuhan tubuh akan air.
Total konsumsi air berdasarkan survei yang dilakukan NHANES III (Third
National Helath and Nutrition Examination Survey) pada populasi yang cukup
besar memperlihatkan bahwa sekitar 80% dari total konsumsi cairan adalah
berasal dari minuman dan hanya 20% sisanya yang merupakan konsumsi cairan
dari makanan. Kedua sumber cairan tersebut memiliki bioavailabilitas yang
sama. Berdasarkan survei tersebut juga diketahui bahwa keseluruhan level
konsumsi, seluruh responden berada pada keseimbangan cairan (euhidrasi)
yang terlihat dari normalnya kadar osmolalitas plasma.
Kehilangan Cairan
Air keluar dari tubuh melewati beberapa jalan yaitu sistem urinari melalui
ginjal, sistem pernafasan melalui paru-paru, jalur penguapan melalui kulit meski
kadang tidak terlihat berkeringat dan sistem pencernaan melalui feses atau jika
terjadi muntah (Shirreffs 2003). Menurut
Raman et al. (2004) diacu dalam
Sawka, Cheuvront dan Carter (2005), setiap hari sekitar 5% hingga 10% total air
dalam tubuh mengalami turnover (pergantian) akibat aktivitas sehari-hari.
Kehilangan cairan melalui pernafasan dipengaruhi oleh udara yang dihirup (suhu
dan kelembaban) dan kapasitas paru-paru (pulmonary ventilation). Air yang
dihasilkan dari metabolisme tubuh secara kasar hampir sama jumlahnya dengan
jumlah air yang hilang lewat pernafasan. Pengeluaran urine dalam sehari adalah
sekitar 1 hingga 2 liter, namun dapat meningkat jika meminum air dalam jumlah
besar. Kehilangan air lewat keringat juga sangat bervariasi bergantung pada
aktivitas fisik dan kondisi lingkungan (Shapiro, Pandolf, dan Goldman 1982 diacu
dalam Sawka, Cheuvront dan Carter 2005).
Menurut Andreoli, Reeves dan Bichet (2000) diacu dalam Sawka,
Cheuvront, dan Carter (2005), keseimbangan cairan dalam tubuh setiap hari
diatur dengan baik oleh adanya mekanisme haus dan lapar. Mekanisme tersebut
merupakan hasil dari kerjasama neuroendokrin dan adanya respon ginjal
8
terhadap perubahan kekuatan dan volume air tubuh. Mekanisme haus dan lapar
juga dipengaruhi oleh adanya pengaruh luar yang tidak terkait pengaturan tubuh,
yakni faktor sosio-budaya (Rolls dan Rolls 1982 diacu dalam Sawka, Cheuvront,
dan Carter 2005). Keseluruhan respon homeostatis tersebut secara bersamaan
memastikan bahwa adanya sedikit perubahan status hidrasi (over-hidrasi atau
under-hidrasi) dengan segera akan langsung dikembalikan ke keadaan normal
(euhidrasi).
Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot-otot tubuh dan
sistem penunjangnya. Selama melakukan aktivitas fisik, otot membutuhkan
energi di luar metabolismenya untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru
memerlukan tambahan energi untuk menghantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke
seluruh tubuh dan untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh. Banyaknya energi
yang dibutuhkan tergantung pada berapa banyak otot yang bergerak, berapa
lama dan berapa berat pekerjaan yang dilakukan (Almatsier 2003). Riyadi (2006)
menyatakan bahwa jika diketahui jumlah energi tubuh yang dikeluarkan selama
aktivitas sehari maka sebenarnya jumlah tersebut merupakan kebutuhan energi
seseorang, dengan asumsi aktivitas harian tersebut merupakan aktivitas normal.
Aktivitas fisik pada umumnya dibagi menjadi tiga golongan yaitu ringan,
sedang dan berat. Semakin berat aktivitas yang dilakukan, semakin banyak
energi yang diperlukan untuk melakukan aktivitas tersebut. Menurut Soendoro
(2008) kegiatan aktivitas fisik dikategorikaan sedang apabila kegiatan dilakukan
terus-menerus sekurangnya 10 menit dalam satu kegiatan tanpa henti dan
secara kumulatif 150 menit selama lima hari dalam satu minggu. Menurut
WHO/FAO (2002) untuk menuju sehat perlu melakukan kegiatan sedang hingga
berat 30 menit selama tiga hari dalam satu minggu.
FAO/WHO/UNU (2001) menyatakan bahwa aktivitas fisik adalah variabel
utama setelah angka metabolisme basal dalam perhitungan pengeluaran energi.
Besarnya aktivitas fisik yang dilakukan seseorang selama 24 jam dinyatakan
dalam PAL (Physical Activity Level) atau tingkat aktivitas fisik. PAL merupakan
besarnya energi yang dikeluarkan (kkal) per kilogram berat badan dalam 24 jam,
PAL ditentukan dengan rumus sebagai berikut:
Σ
=
×
24
Keterangan: PAL: Physical activity level (tingkat aktivitas fisik)
PAR: Physical activity rate (jumlah energi yang dikeluarkan untuk
tiap jenis aktivitas per satuan waktu tertentu)
9
Seseorang dikatakan sedentary (beraktivitas ringan) bila tidak banyak
melakukan kerja fisik, tidak berjalan jauh, umumnya menggunakan alat
transportasi, tidak latihan atau berolahraga secara teratur, menghabiskan waktu
senggangnya dengan duduk dan berdiri dengan sedikit bergerak seperti pelajar.
Pada kategori sedang adalah orang yang tidak terlalu banyak menggunakan
energi namun lebih banyak mengeluarkan energi dibandingkan yang beraktivitas
ringan. Kemungkinan juga adalah orang yang tergolong beraktivitas ringan
namun memiliki waktu untuk beraktivitas sedang hingga berat yang teratur.
Misalnya kegiatan harian yang dilakukan selama 1 jam (langsung atau bertahap
dalam hari yang sama) baik sedang maupun berat seperti jogging, berlari,
aerobik yang dapat meningkatkan PAL dari 1,55 (ringan) menjadi
1,75
(sedang).Tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL menurut FAO/WHO/UNU
(2001) tercantum dalam Tabel 1.
Tabel 1 Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL
Kategori
Ringan (sedentary lifestyle)
Sedang (active or moderately active lifestyle)
Berat (vigorous or vigorously active lifestyle)
Nilai PAL
1,40-1,69
1,70-1,99
2,00-2,40
Sumber : FAO/WHO/UNU (2001)
Terakhir adalah orang yang tergolong beraktivitas berat bila orang
tersebut dalam kesehariannya melakukan aktivitas yang mengeluarkan banyak
energi seperti berenang dan menari selama 2 jam, mencangkul, berjalan kaki
dengan beban yang berat (FAO/WHO/UNU 2001).
Latihan fisik merupakan bagian dari aktivitas fisik yang terencana,
terstruktur, dilakukan berulang-ulang dan bertujuan untuk meningkatkan atau
mempertahankan kesegaran jasmani. Perubahan faal tubuh jangka pendek
akibat latihan fisik sesaat berupa peningkatan denyut nadi, peningkatan frekuensi
pernapasan permenit, peningkatan konsumsi oksigen, suhu tubuh dan produksi
keringat. Latihan fisik yang berulang dan terus menerus akan menimbulkan
reaksi penyesuaian diri atau adaptasi dari organ-organ tubuh. Adaptasi berupa
perubahan struktur atau fungsi yang sifatnya menetap dari organ-organ tubuh.
Keadaan ini memudahkan tubuh untuk bereaksi terhadap tuntutan kegiatankegiatan fisik yang diberikan. Adaptasi akan terlihat setelah latihan berlangsung
dalam jangka waktu cukup panjang dan teratur, meliputi perlambatan denyut
jantung dengan isi kuncup meningkat, curah jantung, tekanan darah menurun,
dan frekuensi pernapasan lebih rendah.
10
Setelah usia pubertas, nilai kapasitas aerobik wanita lebih rendah 15-25%
dari laki-laki. Hal ini dikarenakan ketahanan kardiorespiratori berhubungan
dengan luas permukaan tubuh, komposisi tubuh, kekuatan otot, jumlah
hemoglobin dan kapasitas paru.pada status terlatih yang sama nilai VO2 max
wanita 15-30% lebih rendah daripada laki-laki. Rendahnya kadar hemoglobin
darah pada wanita juga memberikan arti perbadaan VO2 max di samping lebih
tingginya massa lemak dibanding laki-laki. Hal ini menyebabkan rendahnya
transport oksigen dalam tubuh (Astrand & Rodahl 1986 dalam Sukur 2004).
Kebugaran jasmani
Kebugaran
jasmani
adalah
kemampuan
untuk
memenuhi
serta
melakukan aktivitas biasa maupun yang tidak biasa pada kehidupan sehari-hari
dengan aman dan efektif tanpa menimbulkan kelelahan dan masih memiliki
energi yang tersisa untuk kegiatan berlibur dan melakukan kegiatan rekreasi.
Kebugaran jasmani dapat diklasifikasikan menjadi dua, kebugaran yang
berhubungan dengan kesehatan (health related physical fitness) dan kebugaran
yang berhubungan dengan keterampilan (skill related physical fitness). Terdapat
empat komponen yang berhubungan dengan kesehatan kebugaran, yaitu
kebugaran kardiorespirasi, kekuatan otot dan daya tahan, serta fleksibilitas otot
dan komposisi tubuh. Komponen yang terkait keterampilan yang berhubungan
dengan kebugaran terdiri dari kelincahan, keseimbangan, koordinasi, reaksi dan
kecepatan (Hoeger dan Hoeger 2005).
Kebugaran Kardiorespirasi
Kebugaran
kardiorespirasi adalah kemampuan pembuluh paru-paru,
jantung dan darah untuk memberikan jumlah oksigen yang cukup ke sel untuk
memenuhi
tuntutan
aktivitas
fisik
yang
berkepanjangan.
Kebugaran
kardiorespirasi merupakan komponen terpenting dari kebugaran jasmani yang
berhubungan dengan kesehatan. Seseorang membutuhkan kekuatan otot dan
fleksibilitas dalam jumlah tertentu untuk melakukan kegiatan sehari-hari. Namun
seseorang bisa mendapatkan ataupun tidak mendapatkan kekuatan otot dan
fleksibilitas, tetapi tidak dapat melakukan kegiatan sehari-hari tanpa sistem
kardiorespirasi yang baik (Hoeger dan Hoeger 2005).
Kebugaran kardiorespirasi adalah ukuran seberapa efisien tubuh kita
bekerja. Sistem pernafasan (paru-paru), kardiovaskular (jantung dan pembuluh
darah) dan sistem otot bekerja sama selama kegiatan kardiorespirasi. Pada
tubuh, oksigen yang berasal dari udara diambil alveoli di dalam paru-paru. Saat
11
darah melewati alveoli, oksigen diambil oleh hemoglobin dan diangkut dalam
darah ke jantung. Jantung kemudian bertanggung jawab untuk memompa darah
beroksigen melalui sistem peredaran darah ke seluruh organ dan jaringan tubuh
(Hoeger dan Hoeger 2005).
Pada tingkat sel, oksigen digunakan untuk mengkonversi substrat
makanan (terutama karbohidratdan lemak) melalui metabolisme aerobik menjadi
adenosin triphospate (ATP). Senyawa ini memberikan energi untuk fisik, fungsi
tubuh dan pemeliharaan keseimbangan internal yang konstan. Selama aktivitas
fisik, ATP lebih lanjut diperlukan untuk melakukan aktivitas. Akibatnya, pembuluh
paru-paru, jantung dan darah harus memberikan lebih banyak oksigen ke sel otot
untuk pasokan energi yang dibutuhkan (Hoeger dan Hoeger 2005).
Selama latihan yang lama, seorang individu dengan tingkat kebugaran
kardiorespirasi yang tinggi dapat memberikan oksigen dalam jumlah yang
diperlukan ke jaringan dengan relatif mudah. Sebaliknya, sistem kardiorespirasi
orang dengan tingkat kebugaran yang rendah harus bekerja lebih keras, jantung
harus bekerja di tingkat yang lebih tinggi, oksigen kurang diberikan ke jaringan
dan akibatnya, seseorang akan mengalami kelelahan yang lebih cepat. Oleh
karena itu, kapasitas yang lebih tinggi untuk memberikan dan memanfaatkan
oksigen (penyerapan oksigen atau VO2) menunjukkan sistem kardiorespirasi
lebih efisien mengukur penyerapan oksigen dan merupakan cara penting untuk
mengevaluasi kesehatan kardiorespirasi seseorang (Hoeger dan Hoeger 2005).
Penilaian kesehatan yang berhubungan kebugaran menggunakan
kebugaran kardiorespirasi, diukur dalam hal memanfaatkan aktivitas fisik per
menit (maksimum penyerapan oksigen atau VO2 max), ukuran seberapa efisien
jantung, paru-paru dan otot dapat beroperasi selama latihan aerobik. VO2 max
umumnya dinyatakan dalam mililiter (ml) oksigen (volume oksigen) per kilogram
(kg) dari berat badan per menit (ml/kg/menit) (Hoeger dan Hoeger 2005).
VO2 Maksimum
Kemampuan menggunakan oksigen oleh tubuh merupakan kunci yang
menentukan penggunaan bahan bakar tubuh dan keberhasilan berprestasi.
Kebugaran seseorang dapat diukur dengan cara mengukur volume oksigen yang
dapat dikonsumsi selama berolahraga pada kapasitas maksimum. VO2
maksimum adalah volume maksimum yaitu volume maksimal O2 yang diproses
oleh tubuh pada saat melakukan latihan yang intensif. Peningkatan intensitas
latihan dapat meningkatkan kecepatan bernapas sehingga konsumsi oksigen
juga meningkat (Mackenzie 1997a). Dengan mengukur jumlah O2 yang dipakai
12
selama latihan akan diketahui jumlah oksigen yang dipakai oleh otot yang
bekerja. Volume O2 maksimum ini adalah suatu tingkatan kemampuan tubuh
yang diukur dalam liter permenit atau mililiter/menit/ kg BB.
Sewaktu olahraga, otot harus menghasilkan energi dan oksigen
memegang peranan penting. Semakin banyak oksigen yang digunakan berarti
semakin besar kapasitas untuk menghasilkan energi dan kerja yang berarti daya
tahan tubuh lebih besar. Orang yang mempunyai volume O2 maksimum yang
tinggi dapat melakukan lebih banyak pekerjaan sebelum menjadi lelah
dibandingkan dengan orang yang mempunyai volume O2 maksimum yang
rendah (Nurcahyo 2008).
Kapasitas maksimal aerobik atau VO2 maksimum akan secara normal
turun sejalan dengan bertambahnya umur. Anak-anak memilki VO2 maksimum
yang lebih tinggi dari pada orang dewasa. Pria dewasa biasanya memiliki
kapasitas VO2 maksimum yang lebih besar daripada perempuan. Rentang
normalnya adalah 43-52 mililiter/menit/Kg BB pada laki-laki dan 33-42
mililiter/menit/Kg BB pada perempuan. Perbedaan tersebut dikarenakan
komposisi tubuh ataupun konsentrasi hemoglobin. Perempuan memiliki massa
lemak yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Perputaran hemoglobin pada lakilaki
sekitar
10-20%
lebih
tinggi
daripada
pada
perempuan
sehingga
meningkatkan kemampuan laki-laki dalam mengantarkan oksigen kedalam otot.
Komposisi tubuh juga mempengaruhi VO2 maksimum, dalam hal ini adalah
persentase lemak tubuh. Tubuh yang mempunyai persentase lemak tubuh tinggi
akan mempunyai VO2 maksimum yang lebih rendah (Cooper 1982).
Oksigen dibutuhkan oleh otot dalam melakukan setiap aktivitas berat
maupun ringan untuk proses metabolisme. Semakin banyak oksigen yang
diserap oleh tubuh menunjukkan semakin baik kinerja otot dalam bekerja
sehingga zat-zat sisa yang menyebabkan kelelahan akan semakin sedikit
(Cooper 1982).
Menurut Hoeger & Hoeger (2005), ada beberapa metode pengukuran
VO2 maksimum seseorang seperti Cooper Test (12-Minute Run), 1,5 Mile Run
Test, 1,0-Mile Walk Test, Step Test, Astrand Rhyming Test, 12-Minute Swim
Test. Metode Cooper Test yaitu responden berlari selama 12 menit menempuh
jarak sesuai kemampuan, kemudian dicatat jarak yang berhasil ditempuhnya.
Perhitungan nilai VO2 maksimum dilakukan dengan cara memasukkan
data
jarak tersebut ke dalam software Cooper VO2 max calculator. Metode 1,5-Mile
13
Run Test yaitu responden lari atau jalan dengan menempuh 1,5 mil secepat
mungkin sesuai dengan kemampuan dan dicatat waktunya. Catatan waktu ini
akan digunakan untuk mengestimasi nilai VO2 maksimum melalui tabel standar.
Metode 1,0-Mile Walk Test yaitu contoh jalan dengan menempuh 1 mil sesuai
kemampuan kemudian dihitung waktu dan denyut jantungnya pada akhir tes.
Jumlah denyut jantung permenit, waktu, berat badan dan jenis kelamin akan
diperhitungkan untuk menentukan nilai VO2 maksimum responden. Metode Step
Test yaitu responden naik turun bangku selama tiga menit kemudian dihitung
denyut jantungnya pada akhir tes yang akan digunakan untuk mengestimasi nilai
VO2 maksimum dengan mengacu pada tabel standar. Metode Astrand Rhyming
Test prinsipnya hampir sama dengan metode Step Test tetapi menggunakan
ergometer. Metode 12-Minute Swim Test prinsipnya hampir sama dengan
metode Cooper Test, namun perlakuannya berbeda yaitu contoh berenang
selama 12 menit sesuai kemampuan dan dicatat jarak yang berhasil ditempuh.
Nilai VO2 max seorang atlet dan non atlet dapat dikategorikan berdasarkan umur
dan jenis kelamin, dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3.
Tabel 2 Normatif nilai VO2 maximum non atlet
Umur
Laki-laki
10-19
47-56
20-29
43-52
30-39
39-48
40-49
36-44
50-59
34-41
60-69
31-38
70-79
28-35
Sumber : Mackenzie (1997a)
Tabel 3 Normatif nilai VO2 maximum atlet
Jenis Olahraga
Umur
Bolabasket
18-30
Bersepeda
18-26
Senam
18-22
Sepakbola
22-28
Skating
18-24
Berenang
10-25
Atletik
18-39
Atletik
40-75
Bola voli
18-22
Angkat berat
20-30
Gulat
20-30
Sumber : Mackenzie (1997a)
Perempuan
38-46
33-42
30-38
26-35
24-33
22-30
20-27
Laki-laki
40-60
62-74
52-58
54-64
56-73
50-70
60-85
40-60
Perempuan
43-60
47-57
35-50
50-60
44-55
40-60
50-75
35-60
40-56
38-52
52-65
Nilai VO2 max seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, 1)
kemampuan kimia dari sistem jaringan otot selular yang menggunakan oksigen
dalam mengurai bahan bakar dan 2) kemampuan gabungan dari sistem
kardiovaskular dan paru-paru untuk mengangkut oksigen ke sistem jaringan otot.
14
Status Kesehatan
Pengertian sehat menurut WHO adalah keadaan sempurna baik fisik,
mental, maupun sosial, tidak hanya bebas dari penyakit dan kecacatan
(Notoatmodjo 2007). Menurut Slamet (1994) diacu dalam Fitriyani (2008), status
kesehatan adalah keadaan seseorang pada waktu tertentu. Derajat kesehatan
atau status kesehatan adalah tingkat kesehatan perorangan, kelompok atau
masyarakat yang diukur dengan angka kematian, umur harapan hidup, status
gizi, dan angka kesakitan (Depkes 1996). Hal ini serupa yang dikemukakan oleh
Sukarni (1994) bahwa indikator yang berhubungan dengan derajat kesehatan
antara lain umur harapan hidup sewaktu lahir, angka kematian bayi dan anak
balita, status gizi dan angka kesakitan.
Menurut UU Kesehatan No. 36 tahun 2009, kesehatan adalah keadaan
sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan
setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Subandriyo
(1993) menjelaskan bahwa status kesehatan dapat diukur dengan sebuah
indikator kesehatan. Indikator yang dapat digunakan adalah angka kesakitan
(morbiditas) dan angka kematian (mortalitas). Morbiditas lebih mencerminkan
keadaan kesehatan sesungguhnya. Morbiditas berhubungan erat dengan
berbagai faktor lingkungan, seperti perumahan, air minum, dan kebersihan serta
faktor kemiskinan, kekurangan gizi serta pelayanan kesehatan di suatu daerah.
Morbiditas dapat disebabkan oleh status gizi yang kurang, tetapi
morbiditas juga dapat menyebabkan status gizi menjadi rendah. Kondisi sakit
tentu akan mengganggu sistem metabolisme zat-zat di dalam tubuh sehingga
pemanfatan zat gizi oleh sistem tubuh menjadi tidak optimal dan penurunan
status gizi (Hardinsyah 2007). Menurut Sediaoetama (2006) kesehatan gizi yang
rendah menyebabkan kondisi daya tahan tubuh menurun, sehingga berbagai
penyakit dapat timbul dengan mudah. Seorang anak sehat tidak akan mudah
terserang berbagai macam penyakit, termasuk penyakit infeksi karena daya
tahan tubuh yang kuat. Daya tahan tubuh akan meningkat pada keadaan gizi
yang baik dan akan menurun bila keadaan gizinya juga menurun. Angka
kesakitan sangat sensitif dan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
tingkat pendidikan ibu, tingkat pelayanan kesehatan ibu dan anak, kondisi
kesehatan lingkungan, status gizi dan perkembangan ekonomi (Subandriyo
1993).
Download